Kasus: Teroris

  • Sirene Meraung-raung di 70 Titik Tel Aviv, Abu Obaida Serukan Houthi Gencarkan Rudal ke Israel – Halaman all

    Sirene Meraung-raung di 70 Titik Tel Aviv, Abu Obaida Serukan Houthi Gencarkan Rudal ke Israel – Halaman all

    Sirene Meraung-raung di Tel Aviv, Abu Obaida Serukan Houthi Gencarkan Rudal ke Israel

    TRIBUNNEWS.COM – Abu Obaida, juru bicara Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, memuji serangan rudal yang diluncurkan oleh kelompok Houthi di Yaman terhadap Tel Aviv.

    Dalam pernyataan di saluran Telegram gerakan itu, Abu Obaida memuji Houthi atas dukungan kuat mereka terhadap Gaza.

    Dia juga mendesak Houthi untuk meningkatkan serangan hingga Israel dipaksa menghentikan “perang genosida”-nya.

    Seruan itu merujuk serangan rudal terbaru kelompok Yaman ke wilayah utama pendudukan Israel, Kamis (19/12/2024).

    Selain itu, Abu Obaida mengutuk serangan udara Israel terhadap Yaman.

    Dia menekankan kalau serangan Israel ini menegaskan posisi Pendudukan Israel sebagai musuh seluruh dunia Arab.

    Di samping itu, juru bicara Hamas juga menyerukan tindakan kolektif melawan kejahatan Israel dan mendukung Palestina, yang ia gambarkan sebagai garis pertahanan pertama bagi kawasan tersebut.

    Puing-puing rudal serangan Houthi Yaman dicegat oleh rudal sistem pertahanan udara Israel di Tel Aviv, Kamis (19/12/2024) dini hari.

    Sirene Meraung di Tel Aviv Saat Houthi Luncurkan Rudal, Israel Serang Sana’a

    Adapun serangan rudal Houthi ke Israel menyebabkan sirene peringatan bergema di lebih dari 70 pemukiman dan kota di wilayah metropolitan Tel Aviv.

    Menurut laporan koresponden RNTV, Houthi  meluncurkan rudal balistik dari Yaman menuju ibu kota negara pendudukan tersebut.

    Media Israel melaporkan, militer Israel (IDF) mengklaim kalau serangan rudal Houthi bisa dicegat.

    Adapun sirene yang meraung merupakan bentuk peringatan akan potensi bahaya jatuhnya puing rudal akibat tindak intersepsi oleh sistem pertahanan udara Israel.

    “Sirene dinyalakan untuk memperingatkan warga akan potensi ancaman, yang menyebabkan peningkatan langkah-langkah keamanan di wilayah tersebut,” kata laporan itu. 

    Puing-puing dari rudal tersebut menghantam sebuah sekolah di Ramat Gan, menyebabkan kerusakan yang signifikan.

    Media berbahasa Ibrani kemudian melaporkan bahwa runtuhnya gedung utama sekolah tersebut disebabkan oleh rudal pencegat Israel.

    Di sisi lain, dalam perkembangan terkait eskalasi konflik, media yang berafiliasi dengan Houthi mengatakan kalau serangan udara agresif Israel menargetkan infrastruktur utama di Yaman, termasuk pembangkit listrik pusat di kota Hodeidah dan Sana’a.

    Militer ‘Israel’ mengonfirmasi serangan tersebut, dengan menyatakan bahwa angkatan udaranya menyerang target-target Houthi di Yaman, termasuk pelabuhan dan infrastruktur energi.

    Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz menyetujui operasi tersebut, dengan menekankan, “Kami tidak akan menoleransi peluncuran rudal ke Israel atau ancaman terhadap rute-rute maritim.”

    Peristiwa ini menandai meningkatnya ketegangan regional secara signifikan, dan semakin memperumit dinamika konflik yang sedang berlangsung.

    Foto menunjukkan dampak serangan Israel terhadap pembangkit listrik di dekat ibu kota Yaman, Sana’a, pada 19 Desember 2024. (X)

    Houthi Teguh Dukung Gaza

    Atas serangan Israel itu, Kelompok Houthi bersumpah untuk membalas setelah serangan Israel di Yaman

    Gerakan Houthi, yang secara resmi dikenal sebagai Ansarallah, mengeluarkan tanggapan pertamanya terhadap serangan udara Israel di Yaman, dengan menggambarkan serangan tersebut sebagai “kejahatan perang teroris.”

    Pemimpin Houthi Mohammed Ali al-Houthi mengecam serangan Israel-Amerika terhadap warga sipil di Yaman, dengan menyatakan bahwa serangan itu “tidak akan menghalangi Yaman untuk memenuhi tugasnya mendukung Gaza.”

    Ia menekankan komitmen Yaman yang teguh terhadap perjuangan Palestina.

    Tokoh senior Houthi lainnya, Nasr al-Din Amer, menyatakan bahwa menargetkan infrastruktur sipil “tidak akan memengaruhi kemampuan ofensif Yaman untuk menghalangi musuh Zionis.”

    Ia menggambarkan konflik tersebut sebagai “perang suci dalam solidaritas dengan Gaza dan Tepi Barat.”

    Media yang berafiliasi dengan Houthi melaporkan bahwa sembilan orang tewas dan tiga lainnya terluka dalam serangan udara Israel, yang menargetkan infrastruktur utama di Sana’a dan Hodeidah, termasuk pembangkit listrik pusat.

    Sebagai balasan, juru bicara militer Houthi mengumumkan operasi yang berhasil menargetkan dua lokasi militer di Jaffa yang diduduki, dan menyebutnya sebagai pembalasan langsung terhadap serangan Israel.

  • Serangan Drone Ukraina Picu Kebakaran Kilang Minyak Rusia

    Serangan Drone Ukraina Picu Kebakaran Kilang Minyak Rusia

    Jakarta

    Serangan drone dan rudal Ukraina di wilayah Rusia yang berdekatan telah berhasil “dinetralisir”, kata gubernur wilayah tersebut pada hari Kamis (19/12). Namun, serangan tersebut menyebabkan kebakaran singkat di kilang minyak setempat.

    Wilayah Rostov di Rusia selatan “menjadi sasaran serangan besar-besaran oleh musuh”, kata gubernur setempat, Yuri Slyusar di Telegram sekitar pukul 6 pagi waktu setempat (0300 GMT).

    “Lebih dari tiga lusin UAV dan tiga rudal” dikerahkan, katanya, seraya menambahkan bahwa layanan pertahanan udara Rusia diaktifkan di beberapa kota di wilayah tersebut.

    “Sementara sebagian besar target udara dinetralisir, kebakaran terjadi di kilang minyak,” katanya dilansir kantor berita AFP, Kamis (19/12/2024).

    “Petugas pemadam kebakaran saat ini sedang memadamkan api,” kata Slyusar, seraya menambahkan kemudian pada sekitar pukul 6:45 pagi bahwa api “telah padam”.

    Ia juga mengatakan satu orang terluka di sebuah desa dekat Rostov “akibat jatuhnya pecahan drone”.

    Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan pada hari Kamis, bahwa upaya Ukraina “untuk melakukan serangan teroris menggunakan UAV jenis pesawat terbang… digagalkan”.

    Lihat Video: Rusia Klaim Serang ‘Bengkel’ Drone-Area Perakitan Peralatan Ukraina

  • Densus 88 Tangkap 3 Terduga Teroris Jaringan Mujahidin Indonesia Timur

    Densus 88 Tangkap 3 Terduga Teroris Jaringan Mujahidin Indonesia Timur

    Palu, Beritasatu.com – Densus 88 Antiteror Polri menangkap tiga terduga teroris di Kota Palu dan Ampana, Kabupaten Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah, Kamis (19/12/2024).

    Densus bersama Brimob Polda Sulawesi Tengah menangkap seorang terduga teroris di Palu, yakni Wawan alias Mut. Kemudian dua lagi ditangkap di Ampana berinisial AS dan RR. 

    Ketiganya ditangkap karena diduga terlibat dalam jaringan kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT).

    Wawan ditangkap di salah satu rumah kerabatnya di Kelurahan Baiya, Kecamatan Tawaeli, Kota Palu. Dia berada di Palu dalam satu bulan terakhir. Wawan masuk daftar pencarian orang (DPO), dan buron sejak 11 tahun lalu.

    Densus 88 mengamankan barang bukti berupa tas, telepon genggam dan kartu identitas terduga teroris.

    Ketua RT 005/RW 003 Kelurahan Baiya Adi Suwarman mengaku tidak mengetahui keberadaan Wawan saat tinggal di rumah tersebut.

    “Keluarga Wawan tidak pernah melapor ke RT setempat,” ujarnya dikutip dari Antara.

    Menurut dia, penangkapan itu menjadi pelajaran penting bagi masyarakat. Jika ada tamu atau kerabat yang datang, mereka sebaiknya melapor ke RT untuk menghindari kejadian seperti itu.

  • Turki dan Lebanon Akan Kerja Sama usai Penggulingan Assad, Erdogan: Era Baru Telah Dimulai di Suriah – Halaman all

    Turki dan Lebanon Akan Kerja Sama usai Penggulingan Assad, Erdogan: Era Baru Telah Dimulai di Suriah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan negaranya dan Lebanon akan bekerja sama mengenai Suriah.

    Kerja sama itu dilakukan setelah penggulingan mantan Presiden Suriah Bashar al-Assad awal bulan ini.

    “Era baru kini telah dimulai di Suriah. Kami sepakat bahwa kami harus bertindak bersama sebagai dua tetangga penting Suriah,” ungkap Erdogan dalam konferensi pers, bersama Perdana Menteri sementara Lebanon Najib Mikati, Rabu (18/12/2024), dilansir The Guardian.

    “Stabilitas Suriah berarti stabilitas kawasan,” jelas Erdogan.

    Ia menambahkan, pembangunan kembali Suriah di perbatasan akan menjadi prioritas mereka, karena kepemimpinan sementara Suriah berupaya membangun kembali infrastruktur setelah 14 tahun konflik dan sanksi yang melumpuhkan.

    Erdogan berharap Uni Eropa akan mendukung pemulangan warga Suriah yang meninggalkan negara itu selama perang saudara.

    Diketahui, jutaan warga Suriah melarikan diri ke Turki untuk mencari perlindungan, dengan mayoritas tinggal di Istanbul, Gaziantep atau Sanliurfa.

    Lebanon juga merupakan rumah bagi sejumlah besar pengungsi Suriah.

    “Ini adalah periode kritis di mana kita perlu bertindak dengan persatuan, solidaritas, dan rekonsiliasi bersama,” tambah Erdogan.

    Pemerintahan yang ‘Inklusif’ Diperlukan di Suriah

    Pada Selasa (17/12/2024), Erdogan mengatakan bahwa pemerintahan yang inklusif diperlukan di Suriah.

    Erdogan juga meminta Uni Eropa untuk mendukung pemulangan warga Suriah yang melarikan diri selama perang saudara selama 13 tahun di negara itu.

    “Kami telah melihat bahwa kami sepakat tentang pembentukan pemerintahan yang inklusif di Suriah,” kata Erdogan pada konferensi pers bersama Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen di Ankara, dikutip dari Arab News.

    Negara-negara Barat secara bertahap membuka saluran bagi otoritas baru di Damaskus yang dipimpin oleh kelompok Hayat Tahrir Al-Sham (HTS), meskipun mereka terus menunjuknya sebagai kelompok teroris.

    Erdogan mengatakan tidak ada tempat bagi organisasi teroris di wilayah tersebut, merujuk secara khusus pada kelompok militan Daesh dan Kurdi.

    Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan sebelumnya telah menyoroti pentingnya proses transisi yang inklusif di Suriah.

    PBB: Satu Juta Warga Suriah Mungkin Kembali

    Sementara itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan bahwa mereka memperkirakan sekitar satu juta orang akan kembali ke Suriah pada paruh pertama tahun 2025, setelah runtuhnya pemerintahan Bashar al-Assad.

    Assad melarikan diri dari Suriah, saat pasukannya meninggalkan tank dan peralatan lainnya dalam menghadapi serangan kilat yang dipelopori oleh Hayat Tahrir Al-Sham (HTS), yang mengakhiri lima dekade pemerintahan represif oleh keluarga Assad.

    Pemerintahan tersebut ditandai dengan pemenjaraan dan pembunuhan massal terhadap para tersangka pembangkang, dan hampir 14 tahun perang saudara yang menyebabkan lebih dari 500.000 orang meninggal dan memaksa setengah dari populasi tersebut meninggalkan rumah mereka.

    Penggulingan Assad memicu perayaan di seluruh Suriah dan sekitarnya, dan telah mendorong banyak orang untuk mulai kembali ke negara mereka yang dilanda perang.

    “Kami telah meramalkan bahwa kami berharap dapat melihat sekitar satu juta warga Suriah kembali antara Januari dan Juni tahun depan,” kata Rema Jamous Imseis, direktur Timur Tengah dan Afrika Utara untuk badan pengungsi PBB UNHCR, seperti diberitakan Arab News.

    Ia mengatakan perkembangan terkini telah membawa “sejumlah besar harapan bahwa krisis pengungsian terbesar yang kita alami di planet Bumi akhirnya akan terselesaikan.”

    Namun, ia menekankan bahwa “kita juga harus mengakui bahwa perubahan rezim tidak berarti bahwa krisis kemanusiaan yang sudah ada di sana telah berakhir.”

    Menunjuk pada “tantangan besar,” ia meminta negara-negara yang telah menampung jutaan pengungsi Suriah untuk menahan diri dari memulangkan mereka dengan tergesa-gesa.

    “Tidak seorang pun boleh dipulangkan secara paksa ke Suriah dan hak warga Suriah untuk mempertahankan akses ke suaka harus dipertahankan,” papar Imseis.

    Pejuang pemberontak Suriah merayakan di Menara Jam di jantung kota Homs pada 8 Desember 2024, setelah pasukan pemberontak memasuki kota ketiga Suriah. (AFP/AAREF WATAD)

    Hampir segera setelah jatuhnya Assad, sejumlah negara Eropa mengatakan mereka akan membekukan permintaan suaka yang tertunda dari warga Suriah.

    Sementara, partai-partai sayap kanan telah mendesak deportasi pengungsi kembali ke Suriah.

    “Apa yang kami katakan kepada pemerintah yang telah menangguhkan proses suaka adalah harap terus hormati hak untuk mengakses wilayah, untuk mengajukan klaim suaka,” kata Jamous Imseis.

    “Orang-orang tidak bisa begitu saja, setelah 14 tahun mengungsi, mengemasi tas dalam semalam dan kembali ke negara yang telah hancur karena konflik.”

    “Beri kami dan para pengungsi Suriah waktu untuk menilai apakah aman untuk kembali. Masih terlalu dini untuk melihat seberapa aman nantinya,” terang Jamous Imseis.

    Pada saat yang sama ketika banyak orang kembali ke Suriah, Jamous Imseis menunjukkan bahwa lebih dari satu juta orang telah menjadi pengungsi baru di Suriah dalam tiga minggu terakhir.

    “Sebagian besar adalah wanita dan anak-anak,” ungkapnya.

    Ia pun menyoroti bahwa ada juga kebutuhan untuk mengevaluasi ulang siapa yang berisiko di Suriah yang telah berubah secara radikal.

    “Profil risiko yang ada sebelum 8 Desember mungkin tidak lagi memerlukan tingkat perlindungan yang sama, atau tidak memiliki ancaman atau ketakutan yang sama terhadap pelanggaran hak-hak mereka, sedangkan sekarang dengan perubahan rezim ini, kita memiliki kelompok rentan lain yang muncul dalam proses tersebut,” imbuh dia.

    (Tribunnews.com/Nuryanti)

    Berita lain terkait Konflik Suriah

  • Eks Orang Nomor 2 di Iran Sebut HTS Mirip Al-Qaeda dan ISIS, Suriah Hadapi Masa Suram ke Depan – Halaman all

    Eks Orang Nomor 2 di Iran Sebut HTS Mirip Al-Qaeda dan ISIS, Suriah Hadapi Masa Suram ke Depan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Mantan Presiden Iran Hassan Rouhani mengatakan masa depan Suriah kini rumit dan tak menentu setelah rezim Bashar al-Assad diambrukkan oleh kelompok Hayat Tahrir al-Sham.

    Eks orang nomor dua di Iran itu mengklaim HTS memiliki kesamaan dengan Al-Qaeda dan Daesh (ISIS), dua kelompok yang secara luas dianggap sebagai teroris.

    Di samping itu, dia berujar “tampilan demokratis” HTS saat ini hanya sementara. Oleh karena itu, dia memprediksi Suriah nantinya akan menghadapi masa-masa sulit.

    Rouhani mengklaim Suriah bisa saja kembali menjadi markas Daesh dan Al-Qaeda. Hal itu juga bisa mengancam Lebanon dan Irak.

    “Apa yang terjadi di Suriah direncanakan berbulan-bulan sebelumnya dan bukan sekadar hasil dua atau tiga minggu perencanaan,” kata Rouhani saat rapat hari Rabu, (18/12/2024), dikutip dari IRNA.

    “Kenyataannya ialah bahwa perang Suriah melawan Daesh dan teroris lainnya tetap tidak terselesaikan karena kengototan Turki untuk menghentikan operasi di Kota Idlib, tempat para teroris berkumpul.”

    Presiden Hassan Rouhani berbicara kepada media setelah memberikan suaranya di tempat pemungutan suara di ibukota Teheran. Iran, Jumat (21/02/2020) (AFP)

    Dia mengatakan belakang ini Rusia terpaksa mengabaikan atau meninggalkan Suriah karena memfokuskan perang di Ukraina.

    “Turki, Amerika Serikat, Israel, dan Qatar memanfaatkan situiasi ini dan beberapa negara Arab bergabung dengan mereka, memunculkan situasi baru di Suriah.”

    Selain itu, dia juga memperingatkan ancaman dari musuh besar Iran, yakni Israel.

    Rouhani mengutip penyataan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang menyebutkan bahwa perimbangan kekuatan di Timur Tengah akan berubah drastis.

    Menurut dia, pernyataan Netanyahu itu menunjukkan bahwa Israel ingin menyeret Iran ke dalam perang, tetapi gagal karena adanya kebijaksanaan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatolah Ali Khamenei.

    Dia kemudian menyinggung pentingnya memperbarui strategi-strategi Iran.

    “Strategi yang kuat tidaklah mencukupi, strategi itu harus dikembangkan ketika diperlukan.”

    Hubungan HTS dengan Al-Qaeda

    Dikutip dari BBC, HTS berawal dari organisasi bernama Jabhat al-Nusra yang dibentuk tahun 2011. Kelompok itu terafiliasi langsung dengan Al-Qaeda.

    HTS dianggap sebagai salah satu kelompok oposisi terkuat yang melawan Presiden Bashar al-Assad.

    Kelompok itu dimasukkan dalam daftar kelompok teroris oleh PBB, AS, Turki, dan negara lain.

    Akan tetapi, pemimpin HTS yang dikenal sebagai Abu Mohammed al-Jolani memutuskan hubungan dengan Al-Qaeda.

    Dia membubarkan Jabhat al-Nusra kemudian membentuk organisasi baru bernama Hayat Tahrir al-Sham. Faksi-faksi lain bergabung dengan HTS setahun berselang.

    Pada saat itu mencul keraguan apakah HTS benar-benar sudah terputus dari Al-Qaeda. Akan tetapi, pesan-pesan yang disampaikan HTS menandakan bahwa kelompok itu menolak kekerasan ataupun balas dendam.

    Pemimpin Hayat Tahrir al-Sham (HTS), Abu Mohammad al-Jolani (Daily News Egypt)

    Iran: AS dan Israel dalang di balik tumbangnya Assad

    Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menuding AS dan Israel berada di balik runtuhnya pemerintahan Assad.

    Dia juga mengklaim intelijen Iran sudah memberi tahun pemerintahan Assad mengenai potensi adanya serangan selama tiga bulan.

    Intel Iran memprediksi para pemuda Suriah pada akhirnya akan merebut Suriah dari tangan Assad.

    “Tak ada keraguan bahwa apa yang terjadi di Suriah adalah hasil rencana Amerika dan Zionis. Ya, pemerintahan tetangga di Iran jelas berperan dalam hal ini, dan masih berperan, semua melihatnya, tetapi konspirator utama, dalang, dan pusat komando berada di rezim Amerika dan Zionis,” kata Khamenei hari Rabu dikutip dari The Guardian.

    Dia bahkan mengklaim memiliki bukti keterlibatan AS dan Israel.

    The Guardian menyebut “pemerintahan tetangga” yang disebut Khamanei barangkali merujuk kepada Turki. Turki memainkan peran penting dalam mendukung pasukan oposisi di Suriah.

    “Biarkan semua orang tahu bahwa situasi ini tidak akan tetap seperti ini. Kenyataan bahwa beberapa orang di Damaskus merayakannya, menari, dan mengganggu rumah warga lainnya saat rezim Zionis mengebom Suriah, memasuki wilayahnya dengan tank dan artileri, tidak bisa diterima.

    Khamenei mengatakan para pemuda Suriah pasti nantinya bisa mengatasi situasi tersebut.

    (Tribunnews/Febri)

  • Rusia Pertimbangkan Hapus HTS dari Daftar Teroris setelah Gulingkan Rezim Assad di Suriah – Halaman all

    Rusia Pertimbangkan Hapus HTS dari Daftar Teroris setelah Gulingkan Rezim Assad di Suriah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Rusia sedang mempertimbangkan untuk menghapus Hayat Tahrir al-Sham (HTS) dari daftar teroris.

    HTS merupakan aliansi oposisi bersenjata di Suriah yang berhasil menggulingkan kekuasaan sekutu Rusia, Presiden Suriah Bashar al-Assad pada 8 Desember lalu.

    “Rusia menjaga kontak dengan semua orang yang aktif dan menyuarakan pendekatan mereka,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova, Rabu (18/12/2024).

    “Kami akan melanjutkan dari penilaian terhadap peristiwa-peristiwa tertentu, kasus-kasus tertentu, tentu saja, berdasarkan undang-undang kami, hukum internasional,” lanjutnya, seperti diberitakan Gazeta.

    Sebelumnya, Ramzan Kadyrov, pemimpin Republik Chechnya yang merupakan bagian dari Federasi Rusia, menyerukan agar Federasi Rusia menghapus HTS dari daftar teroris.

    “Penting, tanpa menunggu awal atau akhir proses ini, untuk segera mengatur kerja kelompok kontak kedua negara, yang akan mampu membangun hubungan pertama dan mulai memecahkan masalah,” tulis Ramzan Kadyrov di Telegram, Senin (16/12/2024).

    “Ini adalah praktik di seluruh dunia yang memungkinkan kita keluar dari krisis ini secepat mungkin dan membantu masyarakat,” lanjutnya.

    Menurutnya, keputusan pemerintah baru Suriah untuk menghentikan penganiayaan terhadap jurnalis dan pejabat serta melenyapkan semua kelompok bersenjata akan berkontribusi pada stabilitas dan kehidupan yang tenang bagi penduduk setempat.

    “Namun, akan sulit untuk melaksanakan inisiatif ini tanpa mitra,” kata kepala Chechnya berupaya meyakinkan Rusia.

    Ramzan Kadyrov juga mengumumkan kesiapannya untuk mengirim polisi Chechnya untuk berpatroli di jalan-jalan di Suriah dan instruktur dari Universitas Pasukan Khusus Rusia.

    Ia menegaskan Chechnya telah dan tetap menjadi penolong setia dan sahabat bagi rakyat Suriah yang lama menderita, seperti diberitakan TASS.

    Jatuhnya Rezim Assad di Suriah

    Rezim Assad dari Partai Ba’ath runtuh pada 8 Desember 2024, setelah oposisi bersenjata mengumumkan keberhasilannya merebut ibu kota Suriah, Damaskus.

    Sebelumnya, aliansi oposisi bersenjata, Hayat Tahrir al-Sham (HTS), meluncurkan serangan pada 27 November 2024 di Idlib, hingga berhasil merebut kota Aleppo, Hama, Homs, dan Damaskus dalam waktu kurang dari dua minggu.

    Pemimpin HTS, Abu Muhammad Al-Julani, mendeklarasikan runtuhnya rezim Assad melalui pidato di Damaskus pada Minggu (8/12/2024).

    Assad dan keluarganya dikabarkan kabur ke luar negeri, keberadaannya belum diketahui namun baru-baru ini dikabarkan pergi ke Rusia.

    Runtuhnya rezim Assad adalah buntut dari perang saudara di Suriah yang berlangsung sejak 2011 ketika rakyat Suriah menuntut turunnya Presiden Suriah Bashar al-Assad.

    Iran mulai membantu rezim Assad pada 2011 dan Rusia mulai terlibat pada 2015.

    Pertempuran sempat meredup pada 2020 setelah Rusia dan Turki menengahi perjanjian gencatan senjata antara rezim Assad dan oposisi di Idlib, sebelum meletus lagi pada 27 November lalu.

    Bashar al-Assad berkuasa sejak 2000, setelah meneruskan kekuasaan ayahnya, Hafez al-Assad yang berkuasa pada 1971-2000.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

  • Kaleidoskop 2024 Perang Gaza: Bagaimana Sejarah Konflik Israel-Palestina? – Halaman all

    Kaleidoskop 2024 Perang Gaza: Bagaimana Sejarah Konflik Israel-Palestina? – Halaman all

    Kaleidoskop 2024 Perang Gaza: Bagaimana Sejarah Konflik Israel-Palestina?

    TRIBUNNEWS.COM – Israel dan Gerakan Pembebasan Palestina, Hamas terlibat dalam Perang Gaza yang dimulai sejak 7 Oktober 2023, menambah daftar panjang konflik bersenjata dua entitas yang mendiami sebuah wilayah di Jazirah Arab.

    Perang Gaza itu ditandai oleh serangan Banjir Al-Aqsa oleh faksi-faksi milisi Palestina di Jalur Gaza yang menyerbu ke Israel selatan pada 7 Oktober 2023.

    Hamas menyatakan, serangan itu adalah akumulasi dari penindasan pendudukan Israel dan penistaan zionis terhadap situs-situs suci di tanah Palestina.

    Serangan Banjir Al-Aqsa ini diklaim pihak Israel menewaskan 1.200 orang dan Hamas menyandera 253 orang Israel.

    Israel membalas dengan serangan militer di Gaza yang menewaskan lebih dari 45.000 warga Palestina, menurut otoritas kesehatan Gaza per 18 Desember 2024. 

    Hampir seluruh populasi yang berjumlah 2,3 juta orang di daerah kantong itu telah mengungsi dari rumah mereka dan sebagian besar wilayahnya telah dihancurkan sepanjang 2024, menandai satu di antara aksi genosida dan pemusnahan etnis paling suram dalam sejarah peradaban.

    “Perang Gaza adalah episode paling berdarah dalam konflik antara Israel dan Palestina yang telah berlangsung selama lebih dari 75 tahun dan menyebabkan ketidakstabilan di Timur Tengah,” tulis ulasan Reuters.

    Personel Brigade Al Qassam, sayap militer gerakan pembebasan Palestina, Hamas di Jalur Gaza. Hamas menyatakan tidak ada pertukaran sandera sebelum pasukan Israel menghentikan agresinya di Jalur Gaza. (khaberni/HO)

    Apa Asal Mula Konflik Israel-Palestina

    Konflik tersebut terjadi karena benturan atas keinginan Israel untuk mendapatkan tanah air yang aman di wilayah yang telah lama dianggapnya sebagai Timur Tengah, dengan aspirasi Palestina yang belum terwujud untuk mendapatkan negara mereka sendiri.

    Pada tahun 1947, ketika Palestina berada di bawah kekuasaan mandat Inggris, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa menyetujui rencana untuk membaginya menjadi negara-negara Arab dan Yahudi dan untuk pemerintahan internasional atas Yerusalem.

    Para pemimpin Yahudi menerima rencana tersebut, di mana mereka mendapat sebanyak 56 persen tanah Palestina. Liga Arab menolak usulan tersebut.

    Sosok Yahudi yang disebut-sebut sebagai ‘Bapak Pendiri Israel’, David Ben-Gurion, memproklamasikan negara Israel modern pada tanggal 14 Mei 1948, sehari sebelum berakhirnya kekuasaan Inggris yang dijadwalkan.

    “Deklarasi negara Israel ini menjadi ruang membangun tempat perlindungan yang aman bagi orang-orang Yahudi yang melarikan diri dari penganiayaan dan mencari rumah nasional di tanah yang mereka kutip hubungannya sudah ada sejak jaman dahulu,” tulis Reuters.

    Pada akhir tahun 1940-an, kekerasan meningkat antara orang Arab, yang mencakup sekitar dua pertiga populasi, dan orang Yahudi.

    Sehari setelah Israel didirikan, pasukan dari lima negara Arab menyerang.

    Dalam perang berikutnya, sekitar 700.000 warga Palestina melarikan diri atau diusir dari rumah mereka, berakhir di Yordania, Lebanon, dan Suriah, serta di Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur.

    Warga Palestina meratapi hal ini sebagai “Nakba”, atau malapetaka.

    Israel membantah pernyataan bahwa mereka telah memaksa keluar warga Palestina.

    Perjanjian gencatan senjata menghentikan pertempuran pada tahun 1949, tetapi tidak ada perdamaian resmi.

    Keturunan warga Palestina yang tetap bertahan dalam perang kini berjumlah sekitar 20 persen dari populasi Israel.

    Intifada atau gerakan perjuangan bersenjata di Palestina melawan agresor Israel. (fatehyouthgermany.blogspot.com)

    Perang Apa Saja yang Terjadi Sejak Itu?

    Pada tahun 1967, Israel melancarkan serangan pendahuluan terhadap Mesir dan Suriah, yang memicu Perang Enam Hari.

    Israel merebut Tepi Barat dan Yerusalem Timur Arab dari Yordania, Dataran Tinggi Golan dari Suriah, serta Semenanjung Sinai dan Jalur Gaza dari Mesir.

    Sensus Israel tahun 1967 menyebutkan populasi Gaza berjumlah 394.000, sedikitnya 60?ri mereka adalah pengungsi Palestina dan keturunan mereka.

    Pada tahun 1973, Mesir dan Suriah menyerang posisi Israel di sepanjang Terusan Suez dan Dataran Tinggi Golan, yang memicu Perang Yom Kippur.

    Israel berhasil memukul mundur kedua pasukan dalam waktu tiga minggu.
     
    Israel menginvasi Lebanon pada tahun 1982 dan ribuan gerilyawan Organisasi Pembebasan Palestina di bawah pimpinan Yasser Arafat dievakuasi melalui laut setelah pengepungan selama 10 minggu.

    Pasukan Israel ditarik keluar dari Lebanon pada tahun 2000.

    Pada tahun 2005, Israel menarik para pemukim dan tentara dari Gaza.

    Hamas memenangkan pemilihan parlemen pada tahun 2006 dan menguasai penuh Gaza pada tahun 2007.

    Pertempuran besar terjadi antara Israel dan militan Palestina di Gaza pada tahun 2006, 2008, 2012, 2014 dan 2021.

    Pada tahun 2006, militan Hizbullah Lebanon yang didukung Iran menangkap dua tentara Israel di wilayah perbatasan dan Israel melancarkan tindakan militer, yang memicu perang selama enam minggu.

    Terdapat pula dua intifada atau pemberontakan Palestina dari tahun 1987 hingga 1993 dan tahun 2000 hingga 2005.

    Pada intifada kedua, Hamas dan kelompok militan Palestina lainnya melakukan bom bunuh diri di Israel, dan Israel melancarkan serangan tank dan serangan udara terhadap kota-kota Palestina.

    Sejak saat itu, telah terjadi beberapa putaran permusuhan antara Israel dan Hamas, yang menolak mengakui Israel.

    Sebaliknya, Hamas dianggap sebagai organisasi teroris oleh Israel, Uni Eropa, Amerika Serikat, dan negara-negara lain. 

    Hamas mengatakan bahwa aktivitas bersenjatanya merupakan perlawanan terhadap pendudukan Israel, klaim yang belakangan diakui juga oleh negara-negara di PBB kalau Hamas adalah organisasi perjuangan Palestina.

    Pasukan Israel (IDF) dari divisi infanteri cadangan melakukan patroli di wilayah Gaza Utara yang tampak rata tanah. Meski sudah beroperasi berbulan-bulan, IDF belum mampu membongkar kemampuan tempur Brigade Al Qassam, sayap militer Hamas yang menjalankan taktik gerilya hit and run. (khaberni/HO)

    Apa Saja Upaya yang Telah Dilakukan untuk Mencapai Perdamaian?

    Pada tahun 1979, Mesir menjadi negara Arab pertama yang menandatangani perjanjian damai dengan Israel, yang mana Semenanjung Sinai dikembalikan ke kekuasaan Mesir.

    Pada tahun 1993, Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin dan pemimpin PLO Arafat berjabat tangan pada Perjanjian Oslo yang menetapkan otonomi terbatas Palestina di Tepi Barat dan Gaza.

    Pada tahun 1994, Israel menandatangani perjanjian damai dengan Yordania. 

    Namun, pertemuan puncak enam tahun kemudian yang dihadiri oleh Arafat, Perdana Menteri Israel Ehud Barak, dan Presiden AS Bill Clinton di Camp David gagal mengamankan kesepakatan damai final.

    Pada tahun 2002, sebuah rencana Liga Arab yang diusulkan menawarkan Israel hubungan normal dengan semua negara Arab sebagai imbalan atas penarikan penuh dari wilayah yang direbutnya dalam perang Timur Tengah tahun 1967, pembentukan negara Palestina, dan “solusi yang adil” bagi para pengungsi Palestina.

    Penyajian rencana tersebut dibayangi oleh Hamas, yang meledakkan sebuah hotel Israel yang penuh dengan korban Holocaust saat jamuan makan Paskah.

    Upaya perdamaian lebih lanjut telah terhenti sejak 2014.

    Di bawah Presiden AS Donald Trump pada tahun 2020, Israel mencapai kesepakatan yang dikenal sebagai Kesepakatan Abraham untuk menormalisasi hubungan dengan beberapa negara Arab, termasuk Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Maroko.

    Palestina berhenti berurusan dengan pemerintahan Amerika Serikat (AS) setelah Trump memutuskan hubungan dengan kebijakan AS dengan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. 

    Palestina menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara masa depan mereka.

    Qatar dan Mesir telah bertindak sebagai mediator dalam perang terbaru, mengamankan gencatan senjata pada akhir tahun 2023 yang berlangsung selama tujuh hari, di mana beberapa sandera yang ditahan oleh Hamas ditukar dengan tahanan yang ditahan oleh Israel, dan lebih banyak bantuan kemanusiaan mengalir ke Gaza.

    Utusan Trump untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, yang akan secara resmi memangku jabatan tersebut setelah Trump kembali menjabat, mengatakan pada awal Desember kalau “hari ini tidak akan indah” jika para sandera yang ditawan di Gaza tidak dibebaskan sebelum Trump kembali ke Gedung Putih pada tanggal 20 Januari.

    Di Mana Situasi Negosiasi Gencatan Senjata Saat Ini?

    Pembicaraan selama berbulan-bulan mengenai gencatan senjata lebih lanjut di Gaza sejauh ini terbukti tidak membuahkan hasil , hanya berkisar pada isu yang sama.

    Hal yang terpokok, Hamas mengatakan akan membebaskan sandera yang tersisa hanya sebagai bagian dari kesepakatan damai yang mengakhiri perang secara permanen. 

    Israel mengatakan tidak akan mengakhiri perang sampai Hamas dihancurkan.

    Masalah lain yang menghambat kesepakatan tersebut termasuk kontrol atas perbatasan antara Gaza dan Mesir, urutan langkah timbal balik dalam perjanjian apa pun, jumlah dan identitas tahanan Palestina yang akan dibebaskan bersama sandera Israel, dan kebebasan bergerak bagi warga Palestina di dalam Gaza.

    Pemerintahan Presiden AS Joe Biden telah mengupayakan “kesepakatan besar” di Timur Tengah yang akan mencakup normalisasi hubungan antara Israel dan Arab Saudi.

    Riyadh mengatakan hal ini akan memerlukan kemajuan menuju pembentukan negara Palestina yang merdeka, yang telah dikesampingkan oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

    Apa Saja Masalah Utama Israel-Palestina?

    Terdapat sejumlah masalah utama antara Israel dan Palestina yaitu:

    Solusi dua negara

    Pemukiman Israel di tanah Palestina yang diduduki (Israel)

    Status Yerusalem

    Perbatasan yang disepakati

    Nasib Pengungsi Palestina

    Solusi Dua Negara

    Solusi dua nefara adalah wacana kesepakatan yang akan menciptakan negara bagi warga Palestina di Tepi Barat dan Gaza bersama Israel. 

    Netanyahu mengatakan Israel harus memiliki kendali keamanan atas semua wilayah di sebelah barat Sungai Yordan.

    Syarat Netanyahu ini justru akan menghalangi berdirinya negara Palestina yang berdaulat.

    Kelompok aktivis pemukim Yahudi mengunjungi kompleks Masjid Al-Aqsa pada hari ketiga libur Paskah Yahudi di Yerusalem pada 25 April 2024. Aksi mereka dikawal ketat oleh polisi Israel. Mohammad Hamad / Anadolu (Mohammad Hamad / ANADOLU / Anadolu melalui AFP)

    Pemukiman Israel

    Sebagian besar negara menganggap pemukiman Yahudi yang dibangun di atas tanah yang direbut Israel pada tahun 1967 sebagai ilegal.

    Israel membantah hal ini dan mengutip hubungan historis dan alkitabiah dengan tanah tersebut.

    Perluasan pemukiman yang berkelanjutan merupakan salah satu isu yang paling diperdebatkan antara Israel, Palestina, dan masyarakat internasional.

    Kelompok Yahudi Israel memasuki kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem. Pada perayaan hari Paskah Yahudi (Pesakh) kaum Yahudi Ekstremis Israel bersikeras untuk menggelar penyembelihan kurban di lokasi kuil ketiga yang mereka yakini ada di dalam kompleks masjid. (Wafa Agency)

    Status Yerusalem

    Palestina menginginkan Yerusalem Timur, yang meliputi situs-situs Kota Tua yang dikelilingi tembok yang dianggap suci oleh umat Muslim, Yahudi, dan Kristen, untuk menjadi ibu kota negara mereka.

    Israel mengatakan Yerusalem harus tetap menjadi ibu kotanya yang “tak terpisahkan dan abadi”.

    Klaim Israel atas bagian timur Yerusalem tidak diakui secara internasional.

    Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, tanpa menyebutkan sejauh mana yurisdiksinya di kota yang disengketakan itu, dan memindahkan Kedutaan Besar AS ke sana pada tahun 2018.

    Nasib Pengungsi Palestina

    Saat ini sekitar 5,6 juta pengungsi Palestina – sebagian besar keturunan mereka yang melarikan diri pada tahun 1948 – tinggal di Yordania, Lebanon, Suriah, Tepi Barat yang diduduki Israel, dan di Gaza.

    Sekitar setengah dari pengungsi yang terdaftar masih tidak memiliki kewarganegaraan, menurut kementerian luar negeri Palestina, banyak yang tinggal di kamp-kamp yang padat.

    Palestina telah lama menuntut agar para pengungsi dan jutaan keturunan mereka diizinkan untuk kembali.

    Israel mengatakan bahwa setiap pemukiman kembali pengungsi Palestina harus dilakukan di luar perbatasannya.

     

    (oln/rtrs/*)
     

  • HTS Umumkan Rencana Pembubaran Sayap Bersenjata dan Integrasi dengan Militer Nasional Suriah – Halaman all

    HTS Umumkan Rencana Pembubaran Sayap Bersenjata dan Integrasi dengan Militer Nasional Suriah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Panglima militer Hayat Tahrir al-Sham (HTS) Suriah menyatakan bahwa mereka akan menjadi kelompok pertama yang membubarkan sayap bersenjatanya dan bergabung dengan militer nasional.

    Murhaf Abu Qasra, yang juga dikenal dengan nama samaran Abu Hassan al-Hamawi, mengatakan kepada kantor berita Prancis AFP bahwa semua unit militer harus diintegrasikan menjadi satu institusi.

    “HTS akan menjadi, jika Tuhan berkehendak, salah satu kelompok pertama yang mengambil inisiatif ini,” ujarnya.

    Abu Qasra juga menambahkan bahwa para pemimpin wilayah Suriah yang dikuasai oleh Kurdi, juga harus diintegrasikan ke dalam pemerintahan baru negara tersebut.

    “Orang-orang Kurdi adalah salah satu komponen rakyat Suriah. Suriah tidak akan terpecah,” kata Qasra.

    Ia turut meminta masyarakat internasional untuk menekan Israel agar menghentikan serangan udara di wilayah Suriah, terutama ketika pemerintahan baru sedang dalam proses pembentukan.

    “Kami menganggap serangan Israel di instalasi militer dan wilayah selatan Suriah sebagai tindakan yang tidak adil,” tegasnya.

    Panglima militer Hayat Tahrir al-Sham Abu Hassan al-Hamwi difoto saat wawancara di kota pelabuhan Latakia, Suriah barat, pada 17 Desember 2024. (AFP)

    Israel menyatakan bahwa mereka hanya menargetkan instalasi militer yang digunakan oleh kelompok militan Hizbullah, dengan izin dari pemerintahan Bashar al-Assad.

    Namun, Israel juga dituduh melakukan perampasan tanah setelah tentaranya mengambil alih zona penyangga demiliterisasi di wilayah Suriah.

    Abu Qasra menambahkan bahwa HTS menyerukan kepada Amerika Serikat dan negara-negara lainnya untuk mencabut status HTS sebagai kelompok teroris.

    HTS memiliki akar sejarah dengan al-Qaeda di Suriah.

    Tetapi dalam beberapa tahun terakhir, HTS telah berusaha memperbaiki reputasinya dan berulang kali berjanji untuk menghormati hak-hak minoritas di negara tersebut.

    Jerman Ikuti Langkah Negara-Negara Lain untuk Membahas Masa Depan Suriah

    Diplomat Jerman baru saja mengadakan pembicaraan di Damaskus dengan pemerintahan transisi baru Suriah, yang dipimpin oleh kelompok HTS, pada Selasa (17/12/2024), dilansir DW.

    Jerman mengikuti langkah sejumlah negara lainnya yang berupaya membangun kembali hubungan dengan Suriah setelah jatuhnya rezim Bashar al-Assad.

    “Pembicaraan difokuskan pada proses transisi politik dan harapan kami mengenai perlindungan kaum minoritas serta hak-hak perempuan, demi mendukung pembangunan damai di Suriah,” kata Kantor Luar Negeri Jerman di Berlin.

    Selain pembicaraan tersebut, delegasi Jerman juga melakukan inspeksi awal terhadap gedung Kedutaan Besar Jerman di Damaskus, menurut pernyataan kementerian luar negeri negara tersebut.

    Dalam unggahan di media sosial X, kementerian itu menyatakan, “Assad telah berulang kali menggunakan senjata kimia terhadap rakyatnya sendiri di Suriah.”

    “Sekarang ada peluang untuk penyelidikan penuh dan penghancuran senjata kimia Suriah.”

    “Kami menyediakan dana tambahan untuk Organisasi Pelarangan Senjata Kimia dan juga membahas hal ini hari ini dalam pembicaraan di Damaskus.”

    Tobias Tunkel di Damaskus (X Tobias Tunkel)

    Kunjungan ini dipimpin oleh utusan Jerman untuk Timur Tengah, Tobias Tunkel, dan perwakilan dari Kementerian Pembangunan Jerman.

    Pada Senin (16/12/2024), diplomat Inggris juga mengadakan pembicaraan dengan pemimpin HTS, Ahmad al-Sharaa, yang sebelumnya dikenal sebagai Mohammed al-Jolani.

    Uni Eropa juga mengumumkan pada hari Selasa bahwa mereka akan membuka kembali perwakilan diplomatiknya di Damaskus, setelah melakukan kontak dengan kepemimpinan baru Suriah.

    “Kita harus melangkah maju dan melanjutkan keterlibatan langsung kita dengan HTS dan faksi-faksi lainnya,” kata Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dalam pembicaraannya di Ankara dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

    Namun, Iran masih menutup kedutaannya di Damaskus untuk sementara, dengan alasan persiapan terkait politik dan keamanan, menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran yang dikutip oleh kantor berita ISNA.

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

  • Gerbang PD 3 Makin Lebar! Jenderal Rusia Tewas Dibom-AS Respons

    Gerbang PD 3 Makin Lebar! Jenderal Rusia Tewas Dibom-AS Respons

    Jakarta, CNBC Indonesia – Ketegangan perang Rusia dan Ukraina makin meningkat. Selasa, seorang jenderal senior Rusia yang bertanggung jawab atas pasukan nuklir tewas dalam sebuah ledakan bom di Moskow.

    Igor Kirillov terbunuh setelah bom yang disembunyikan di skuter listrik di luar apartemennya di Ryazansky Prospekt meledak. Alat peledak itu berkapasitas 300 gram setara TNT.

    Media Rusia melaporkan bahwa bom itu dioperasikan dari jarak jauh. Asisten Kirillov juga tewas.

    “Dua kantong mayat terlihat di jalan,” lapor Al-Jazeera, dikutip Rabu (18/12/2024).

    “Dilihat dari jendela yang pecah, gelombang ledakan mencapai setidaknya lantai empat, dengan sekitar 10 apartemen dilaporkan rusak,” muatnya lagi.

    Foto: REUTERS/Maxim Shemetov

    Siapa Kirillov?

    Kirillov sendiri berusia 54 tahun. Ia telah menjabat sebagai kepala Pasukan Pertahanan Radiologi, Kimia, dan Biologi sejak April 2017.

    Ini adalah pasukan khusus di militer Rusia. Mereka beroperasi dalam kondisi terkontaminasi radioaktif, kimia, dan biologi.

    Kirillov diketahui sudah menikah dan memiliki dua putra. Jenderal Rusia tersebut dikenai sanksi dari beberapa negara, termasuk Inggris Raya dan Kanada, atas perannya dalam perang di Ukraina.

    Respons Rusia

    Komite Investigasi Rusia telah mengonfirmasi kematian Igor Kirillov. Badan itu juga telah mengumumkan bahwa kasus pidana telah dibuka.

    Juru bicara komite, Svetlana Petrenko, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Moskow memperlakukan pengeboman itu sebagai serangan “teroris”. Juru bicara kementerian luar negeri, Maria Zakharova, memberi penghormatan kepada Kirillov.

    Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia, Dmitry Medvedev, mengatakan Ukraina melakukannya karena menyadari “kekalahan militernya yang tak terelakkan”. “[Ukraina] melancarkan serangan pengecut dan tercela di kota-kota yang damai,” tambahnya.

    Foto: via REUTERS/Russian Defence Ministry

    Respons Ukraina

    Sumber-sumber SBU telah mengklaim bertanggung jawab atas pembunuhan itu dengan beberapa media berita, tetapi Ukraina belum berkomentar secara resmi. Seorang pejabat penegak hukum Ukraina memberi tahu Politico lebih lanjut dengan syarat anonim.

    “Kirillov adalah penjahat perang dan target yang benar-benar sah karena ia memberi perintah untuk menggunakan senjata kimia terlarang terhadap militer Ukraina,” katanya.

    “Akhir yang memalukan seperti itu menanti semua yang membunuh warga Ukraina. Pembalasan atas kejahatan perang tidak dapat dihindari,” tambah pejabat itu.

    Pada hari Senin, SBU menuduh Kirillov menggunakan senjata kimia terlarang selama invasi skala penuh Rusia ke Ukraina yang dimulai pada bulan Februari 2022.

    Dalam sebuah pernyataan pada hari Senin, SBU mengatakan bahwa Rusia menggunakan berbagai jenis amunisi kimia terlarang terhadap Ukraina lebih dari 4.800 kali. Ini termasuk granat tempur K-1.

    Jumlah Pejabat Rusia Terbunuh

    Rusia menuduh Ukraina mengatur serangkaian pembunuhan tingkat tinggi di masa perang. Ukraina biasanya menyangkal peran dalam serangan di Rusia atau Krimea, tetapi pejabatnya sering merayakannya dalam unggahan di media sosial.

    Pada bulan November, perwira angkatan laut senior Rusia Valery Trankovsky tewas dalam sebuah bom mobil di Krimea. Dalam kasus ini, seorang sumber di dinas keamanan Ukraina mengatakan kepada kantor berita Prancis AFP bahwa Ukraina berada di balik serangan itu.

    Pada bulan Agustus 2022, Darya Dugina, putri ultranasionalis Rusia Alexander Dugin, tewas dalam sebuah bom mobil. Ukraina membantah terlibat dalam pembunuhannya.

    Pada bulan April 2023, blogger Rusia pro-perang Vladlen Tatarsky tewas dalam sebuah bom di sebuah kafe Saint Petersburg. Ukraina tidak mengaku bertanggung jawab, tetapi malah menyalahkan pertikaian dalam negeri.

    Pada bulan Juli 2023, komandan kapal selam Stanislav Rzhitsky, yang dituduh melakukan kejahatan perang oleh Ukraina, ditembak mati di taman Krasnodar. Sekali lagi, Kyiv membantah terlibat.

    Foto: REUTERS/Maxim Shemetov

    Amerika Respons

    Sementara itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova sempat menuduh sekutu Barat Ukraina sebagai “kaki tangan” dalam pembunuhan yang memalukan di Moskow. Hubungan Barat sendiri sudah buruk dengan Rusia karena bantuan Amerika Serikat (AS) dan sekutunya ke Kyiv, termasuk dengan mengizinkan penggunaan rudal maut Washington Army Tactical Missile System (ATacMS) untuk menyerang ke dalam wilayah Rusia, yang telah memicu kekhawatiran melebarnya perang ke perang dunia 3 (PD 3).

    Ini pun mengundang respons AS. Pemerintah Biden meneriakkan bahwa mereka tak terlibat dalam pembunuhan itu meski mengecam “kekejaman” yang dilakukan sang jenderal.

    “Saya dapat memberi tahu Anda bahwa AS tidak mengetahui hal itu sebelumnya dan tidak terlibat,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri Matthew Miller tentang pembunuhan Kirillov.

    “(Namun) ia adalah seorang jenderal yang terlibat dalam sejumlah kekejaman. Ia terlibat dalam penggunaan senjata kimia terhadap militer Ukraina,” tambahnya merujuk penilaian AS bahwa Kirillov telah memerintahkan penggunaan agen pengendali huru-hara di medan perang yang melanggar Konvensi Senjata Kimia.

    Seorang pejabat AS, yang berbicara sebelumnya dengan syarat anonim, mengatakan bahwa AS “tidak mengetahui operasi tersebut sebelumnya”. Menurutnya AS “tidak mendukung atau memungkinkan kegiatan semacam ini”.

    (sef/sef)

  • PBB Wanti-wanti Konflik Suriah Belum Berakhir

    PBB Wanti-wanti Konflik Suriah Belum Berakhir

    Jakarta, CNN Indonesia

    Utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Suriah memperingatkan bahwa konflik di negara tersebut belum berakhir, meski mantan Presiden Bashar al-Assad telah melarikan diri ke Rusia.

    Geir Pedersen, utusan PBB untuk Suriah menyoroti saat ini masih ada bentrokan. antara kelompok-kelompok yang didukung oleh Turki dan Kurdi di bagian utara Suriah. Ia juga menyerukan Dewan Keamanan PBB agar Israel menghentikan seluruh aktivitas mereka di Bukit Golan.

    “Telah terjadi pertempuran yang signifikan dalam dua minggu terakhir, sebelum gencatan senjata ditengahi. Gencatan senjata selama lima hari kini telah berakhir dan saya sangat prihatin dengan laporan-laporan mengenai eskalasi militer,” kata Pedersen, mengutip AFP, Selasa (17/12).

    “Eskalasi seperti itu bisa menjadi bencana besar,” imbuhnya.

    Pedersen juga mengatakan ia telah bertemu pemimpin baru Suriah setelah kelompok pemberontak mengambilalih pemerintahan negara tersebut.

    Ia juga sempat mengunjungi penjara Sednaya, yang merupakan penjara bawah tanah serta ruang penyiksaan dan eksekusi yang dioperasikan di bawah rezim Assad.

    Dia menyerukan “dukungan luas” untuk Suriah dan mengakhiri sanksi-sanksi untuk memungkinkan rekonstruksi negara yang dilanda perang tersebut.

    “Langkah konkret dalam transisi politik yang inklusif akan menjadi kunci untuk memastikan Suriah menerima dukungan ekonomi yang dibutuhkan,” ujar Pedersen.

    Negara-negara Barat sedang berkutat dengan pendekatan mereka terhadap Hayat Tahrir al-Sham (HTS), kelompok pemberontak Suriah yang berakar pada cabang Al-Qaeda di Suriah.

    Sebagian besar negara Barat menetapkan HTS sebagai kelompok teroris, meski retorikanya kini berubah.

    Di sisi lain, Pedersen mencatat Israel telah melakukan lebih dari 350 serangan di Suriah setelah kepergian rezim sebelumnya, termasuk serangan besar di Tartous.

    “Serangan-serangan semacam itu menempatkan penduduk sipil yang terpukul pada risiko yang lebih besar dan merusak prospek transisi politik yang teratur,” katanya.

    Ia memperingatkan rencana yang kabinet Israel untuk memperluas permukiman di dalam Golan, yang diduduki oleh Israel sejak tahun 1967 dan dicaplok pada tahun 1981.

    Pada hari Selasa, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengadakan pengarahan keamanan di atas puncak Suriah yang strategis di dalam zona penyangga yang diawasi oleh PBB di Dataran Tinggi Golan yang direbut Israel bulan ini.

    “Israel harus menghentikan semua aktivitas pemukiman di Golan Suriah yang diduduki, yang ilegal. Serangan terhadap kedaulatan dan integritas teritorial Suriah harus dihentikan,” kata Pedersen.

    (tim/dmi)

    [Gambas:Video CNN]