Mengapa Pemerintah Ingin Memulangkan Hambali ke Tanah Air?
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Pemerintah berencana memulangkan mantan anggota kelompok teroris
Jemaah Islamiyah
(JI)
Hambali
alias Encep Nurjaman Riduan Isamuddin dari penjara militer AS di Teluk
Guantanamo
, Kuba, ke Tanah Air.
Namun, pemerintah belum mengetahui bagaimana kewenangan penanganan hukum terhadap Hambali.
Jika menilik ke belakang, wacana pemulangan Hambali ke Tanah Air pernah muncul di era pemerintahan Presiden ke-7 RI Joko Widodo seiring dengan rencana Presiden AS Barack Hussein Obama ketika itu untuk menutup penjara Guantanamo.
Namun, isu pemulangan Hambali ditepis oleh Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan saat itu, Luhut Binsar Pandjaitan.
Ia mengatakan, pemerintah tidak akan pernah mengembalikan Hambali ke Tanah Air.
“Mereka (AS) tidak memiliki rencana untuk mengembalikan Hambali ke Indonesia. Ya alhamdulillah. Jangan tambah masalah di dalam negerilah,” kata Luhut, di kantornya, Jumat, 11 Maret 2016.
Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan, pemerintah tidak hanya menangani narapidana asing di Indonesia, tetapi juga warga Indonesia yang ditahan di luar negeri.
Ia mengatakan, Hambali pernah menjadi buron pada 2002. Namun, ia ditangkap oleh pemerintah Pakistan.
Meski ditangkap oleh pemerintah Pakistan, Hambali ditahan di Guantanamo atas permintaan pemerintah Amerika.
“Jadi, bagaimanapun dia adalah WNI, Hambali itu, dan kita ya betapa pun salah, warga negara kita di luar negeri tetap kita harus berikan perhatian,” kata Yusril, usai mengikuti acara Ikatan Wartawan Hukum di Jakarta Pusat, Jumat (17/1/2025) malam.
Yusril mengungkapkan, Hambali sudah 23 tahun ditahan, tetapi belum mendapat kepastian hukum di AS.
Saat ini, kata dia, ada kebijakan untuk melakukan rekonsiliasi terhadap JI.
Hal ini seiring dengan JI yang telah mendeklarasikan diri untuk setia pada Pemerintah Republik Indonesia (RI) dan menghentikan aktivitas terorisme.
“Kalau lebih 18 tahun perkara itu sudah tidak bisa dituntut lagi dan kita lihat juga pemerintah baru sekarang kan ada kebijakan untuk melakukan rekonsiliasi termasuk juga setelah Jamaah Islamiyah membubarkan diri dan kemudian menyatakan sumpah setia kepada Pemerintah Republik Indonesia dan menghentikan aktivitas JI yang terkait, apalagi dengan terorisme,” ujar dia.
Yusril mengatakan, pemerintah bakal membicarakan rencana pengembalian Hambali dengan Amerika Serikat (AS).
Terakhir, ia juga akan menemui Presiden Prabowo Subianto untuk melaporkan rencana
pemulangan Hambali ke Indonesia
.
“Barangkali kami juga harus melaporkan hal ini kepada Presiden (Prabowo) bagaimana baiknya kita menghadapi kasus seperti Hambali,” ucap dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kasus: Teroris
-
![[POPULER NASIONAL] Pemerintah Berencana Kembalikan Hambali dari Guantanamo | Video WN China Selipkan Uang dalam Paspor untuk Lewati Pemeriksaan Bandara
Nasional
20 Januari 2025](https://i0.wp.com/asset.kompas.com/crops/33L7Ak2eIgbD07aDKwrkUTDoHfc=/0x0:0x0/780x390/filters:watermark(data/photo/2020/03/10/5e6775ae18c31.png,0,-0,1)/data/photo/2025/01/19/678c327f1d995.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
[POPULER NASIONAL] Pemerintah Berencana Kembalikan Hambali dari Guantanamo | Video WN China Selipkan Uang dalam Paspor untuk Lewati Pemeriksaan Bandara Nasional 20 Januari 2025
[POPULER NASIONAL] Pemerintah Berencana Kembalikan Hambali dari Guantanamo | Video WN China Selipkan Uang dalam Paspor untuk Lewati Pemeriksaan Bandara
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Indonesia,
Yusril
Ihza Mahendra mengungkapkan, wacana pemerintah mengembalikan mantan anggota kelompok teroris Jemaah Islamiyah (JI), Encep Nurjaman alias Riduan Isamuddin alias
Hambali
ke Indonesia.
Diketahui, Hambali ditahan di penjara militer Amerika Serikat (AS) yang berada di Teluk Guantanamo, Cuba.
Untuk diketahui juga, JI sudah mendeklarasikan diri untuk setia pada Pemerintah Republik Indonesia (RI) dan menghentikan aktivitas terorisme.
Dalam pendapatnya, Yusril mengatakan, Pemerintah tidak hanya mengurusi narapidana asing di Indonesia, tetapi juga warga Indonesia yang ditahan di luar negeri.
“Kita juga concern dengan seorang warga negara Indonesia atau WNI yang mungkin saya masih ingat namanya Hambali, yang terlibat dalam kasus bom Bali pada tahun 2002,” kata Yusril usai mengikuti acara Ikatan Wartawan Hukum, di kawasan Jakarta Pusat, Jumat (17/1/2025) malam.
Yusril menjelaskan bahwa terdakwa bom Bali itu pernah menjadi buron pada 2002. Namun, Hambali ditangkap oleh pemerintah Pakistan.
Meski ditangkap oleh Pemerintah Pakistan, Hambali ditahan di Guantanamo atas permintaan Pemerintahan Amerika Serikat.
“Jadi bagaimanapun dia adalah WNI, Hambali itu, dan kita ya betapa pun salah, warga negara kita di luar negeri tetap kita harus berikan perhatian,” ujar Yusril.
“Jadi, supaya masyarakat tahu bahwa kita (pemerintah) tidak hanya mengurusi narapidana asing yang ada di Indonesia, tapi kita juga mengurusi WNI yang ada di luar negeri, termasuk Hambali itu barangkali tidak banyak orang Indonesia tahu kalau dia ditahan di Guantanamo,” katanya lagi.
Yusril menambahkan bahwa Hambali telah 23 tahun ditahan dan belum mendapat kepastian hukum di Amerika.
Menurut Yusril, jika Hambali kembali ke Indonesia, kasus yang menjeratnya pun akan selesai.
“Kalau lebih 18 tahun perkara itu sudah tidak bisa dituntut lagi dan kita lihat juga pemerintah baru sekarang kan ada kebijakan untuk melakukan rekonsiliasi termasuk juga setelah Jamaah Islamiyah membubarkan diri dan kemudian menyatakan sumpah setia kepada Pemerintah Republik Indonesia dan menghentikan aktivitas JI yang terkait, apalagi dengan terorisme,” ujar Yusril.
Lebih lanjut, Yusril menyebut, bakal menghadap Presiden Prabowo Subianto untuk melaporkan rencana pengembalian Hambali tersebut.
Berita selengkapnya bisa dibaca
di sini
.
Berita populer selanjutnya datang dari video warga negara (WN) China yang viral karena selipkan uang dalam paspor untuk lewati pemeriksaan di Bandara Soekarno Hatta (Soetta).
Video itu diunggah oleh akun Instagram @majeliskopi08 dan hingga Minggu (19/1/2025) pukul 12.20 WIB telah ditonton 185.000 kali.
Dalam rekaman itu, warga negara asing (WNA) tersebut mengaku bisa melewati pemeriksaan dengan mulus setelah memberi tip.
Menanggapi soal video tersebut, Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi menyatakan sedang memeriksa kebenarannya.
“Kita sedang cek kebenarannya apa itu hoaks apa enggak ya, karena dari konten tersebut tidak terlihat,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi, Saffar Muhammad Godam saat ditemui di kawasan Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Minggu (19/1/2025).
Godam mengatakan, pihaknya telah memeriksa rekaman CCTV di lokasi pemeriksaan Imigrasi Soetta. Petugas terkait juga telah dimintai keterangan.
Selanjutnya, pihak Imigrasi akan meminta penjelasan dari warga negara asing tersebut.
“Tinggal klarifikasi dari orang itu,” ujar Godam.
Namun, Godam mengatakan, pihaknya belum bisa mengungkap hasil pemeriksaan tersebut karena masih berproses.
Berita selengkapnya bisa dibaca
di sini
.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/01/19/678c327f1d995.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
4 Pemerintah Berencana Kembalikan Hambali dari Guantanamo Nasional
Pemerintah Berencana Kembalikan Hambali dari Guantanamo
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Pemerintah Indonesia mewacanakan bakal mengembalikan mantan anggota kelompok teroris Jemaah Islamiyah (JI), Encep Nurjaman alias Riduan Isamuddin alias
Hambali
dari penjara militer Amerika Serikat (AS) di Teluk Guantanamo.
Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Indonesia,
Yusril
Ihza Mahendra mengatakan, Pemerintah tidak hanya mengurusi narapidana asing di Indonesia, tetapi juga warga Indonesia yang ditahan di luar negeri.
“Kita juga
concern
dengan seorang warga negara Indonesia atau WNI yang mungkin saya masih ingat namanya Hambali, yang terlibat dalam kasus
bom Bali
pada tahun 2002,” kata Yusril usai mengikuti acara Ikatan Wartawan Hukum, di kawasan Jakarta Pusat, Jumat (17/1/2025) malam.
Yusril menjelaskan bahwa terdakwa kasus bom Bali itu pernah menjadi buron pada 2002. Namun, Hambali ditangkap oleh pemerintah Pakistan.
Meski ditangkap oleh Pemerintah Pakistan, Hambali ditahan di Guantanamo atas permintaan Pemerintah Amerika.
“Jadi bagaimanapun dia adalah WNI, Hambali itu, dan kita ya betapa pun salah, warga negara kita di luar negeri tetap kita harus berikan perhatian,” ujar Yusril.
“Jadi, supaya masyarakat tahu bahwa kita (pemerintah) tidak hanya mengurusi narapidana asing yang ada di Indonesia, tapi kita juga mengurusi WNI yang ada di luar negeri, termasuk Hambali itu barangkali tidak banyak orang Indonesia tahu kalau dia ditahan di Guantanamo,” katanya lagi.
Yusril lalu mengungkapkan bahwa Hambali sudah 23 tahun ditahan dan belum mendapat kepastian hukum di AS.
Menurut Yusril, jika Hambali kembali ke Indonesia, kasus yang menimpanya pun selesai.
Di sisi lain, Pemerintah saat ini juga memiliki kebijakan untuk melakukan rekonsiliasi terhadap JI. Terlebih, JI telah mendeklarasikan diri untuk setia pada Pemerintah Republik Indonesia (RI) dan menghentikan aktivitas terorisme.
“Kalau lebih 18 tahun perkara itu sudah tidak bisa dituntut lagi dan kita lihat juga pemerintah baru sekarang kan ada kebijakan untuk melakukan rekonsiliasi termasuk juga setelah Jamaah Islamiyah membubarkan diri dan kemudian menyatakan sumpah setia kepada Pemerintah Republik Indonesia dan menghentikan aktivitas JI yang terkait, apalagi dengan terorisme,” kata Yusril.
“Barangkali kami juga harus melaporkan hal ini kepada Presiden (Prabowo) bagaimana baiknya kita menghadapi kasus seperti Hambali,” ujarnya lagi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Israel Akan Bebaskan 737 Tahanan Palestina di Fase Pertama Gencatan Gaza
Tel Aviv –
Otoritas Israel mengumumkan sebanyak 737 tahanan Palestina akan dibebaskan pada tahap pertama kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan sandera di Jalur Gaza. Terdapat anggota parlemen Palestina dan pemimpin sayap bersenjata kelompok Fatah di antara tahanan yang akan dibebaskan tersebut.
Kementerian Kehakiman Israel dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP, Sabtu (18/1/2025), mengumumkan bahwa “pemerintah menyetujui pembebasan 737 tahanan” yang saat ini berada dalam penahanan dinas penjara Israel.
Pengumuman ini disampaikan setelah kantor Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu merilis pernyataan yang mengumumkan kabinet pemerintahan Israel telah menyetujui perjanjian gencatan senjata dan pembebasan sandera usai menggelar rapat selama berjam-jam pada Sabtu (18/1) pagi waktu setempat.
Kementerian Kehakiman Israel merilis nama-nama tahanan, baik pria, wanita maupun anak-anak, yang disebutkan tidak akan dibebaskan sebelum Minggu (19/1) sore, sekitar pukul 16.00 waktu setempat.
Otoritas Tel Aviv sebelumnya merilis nama 95 tahanan Palestina, kebanyakan tahanan wanita, yang akan dibebaskan sebagai pertukaran dengan para sandera Israel yang dibebaskan Hamas di Jalur Gaza selama gencatan senjata berlangsung nantinya.
Di antara tahanan yang akan dibebaskan adalah Zakaria Zubeidi yang merupakan kepala sayap bersenjata Fatah, partai pimpinan Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Zubeidi pernah kabur dari penjara Gilboa, Israel, bersama lima warga Palestina lainnya tahun 2021, yang memicu perburuan selama berhari-hari dan sosoknya dipuji warga Palestina sebagai pahlawan.
Tahanan yang juga akan dibebaskan adalah Khalida Jarar, seorang anggota parlemen sayap kiri Palestina yang beberapa kali ditangkap dan dijebloskan ke penjara oleh Israel. Jarar merupakan anggota terkemuka Front Populer untuk Pembebasan Palestina, kelompok yang ditetapkan sebagai “organisasi teroris” oleh Israel, Amerika Serikat (AS), dan Uni Eropa.
-

Bawa Puluhan Peti Mati, Ribuan Warga Israel Tolak Gencatan Senjata, Serbu Kantor Netanyahu – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM – Ribuan warga Israel turun ke jalan untuk berunjuk rasa menolak gencatan senjata Israel-Hamas di Jalur Gaza.
Mereka berkumpul di luar Kantor Perdana Menteri Israel di Netanyahu pada hari Kamis, (16/1/2025), dan menghalangi lalu lintas di jalan raya terdekat.
The Guardian menyebut ada sekitar 1.500 orang yang ikut serta dalam demonstrasi. Mereka dibubarkan oleh polisi.
Banyak di antara mereka yang mengenakan pakaian hitam. Tangan mereka berwarna merah karena cat.
“Seorang tahanan yang dibebaskan hari ini akan menjadi teroris besoknya,” demikian tulisan yang tercantum dalam plakat pengunjuk rasa.
“Kalian tak punya perintah untuk menyerah kepada Hamas.”
Para pengunjuk rasa juga membawa sekitar 40 peti mati yang yang diselimuti bendera Israel.
Demonstrasi itu diselenggarakan oleh anggota keluarga sandera yang tergabung dalam Forum Tikva. Mereka menginginkan kemenangan total melawan Hamas, bukan perundingan.
“Kami menolak kesepakatan semacam ini. Saya tidak berunjuk rasa menentang keluarga sandera, tetapi menentang pemerintah. Negara dilarang dijalankan oleh emosi keluarga,” kata Shmuel (27), salah satu demonstran.
“Keluarga itu punya hak untuk melakukan apa pun yang mereka pikir akan bisa mengembalikan anggota keluarga mereka, tetapi sebagai sebuah negara, kita tidak bisa menempatkan bahaya keamanan di seluruh negara.”
Dia mengaku sudah menjalani wajib militer selama 400 hari sejak perang di Gaza meletus. Kata dia, pemerintah terancam menyia-nyiakan upaya yang sudah dilakukan tentara Israel.
“Kita harus melanjutkan perang ini. Sahabat terbaik saya meninggal sebulan lalu saat bertempur di Rafah. Saya bertanya kepada diri saya apakah ini sia-sia.”
Sementara itu, seorang pengunjuk rasa lainnya yang bernama Yehoshua Shani meminta Netanyahu dan kabinetnya menolak gencatan senjata.
“Kami menghabiskan malam di sini di luar Kantor Perdana Menteri. Tentu saja susah tidur karena ada kekhawatiran mengenai nasib para sandera dan keamanan rakyat Israel,” kata Shadi dikutip dari Yedioth Ahronoth.
“Kami meminta perdana menteri dan kabinetnya untuk mencegah ini pada momen terakhir. Jangan tanda tangani kesepakatan yang berarti penyerahan, penelantaran sandera lain, dan membahayakan keamanan Israel.”
Keinginan para pengunjuk rasa itu gagal diwujudkan karena kabinet Netanyahu baru saja mengumumkan menyetujui gencatan senjata.
“Pemerintah telah menyepakati rancangan pengembalian sandera. Rancangan untuk pembebasan sandera akan mulai berlaku hari Minggu, 19 Januari 2025,” kata Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dikutip dari CNN.
Kabinet beranggotakan 33 menteri itu menyepakati gencatan senjata setelah ada saran sebelumnya dari kabinet keamanan.
Dikutip dari The Times of Israel, kantor Netanyahu melaporkan ada 24 menteri yang mendukung gencatan, sedangkan yang menolak ada delapan.
Menteri yang menolak antara lain David Amsalem dan Amichai Chikli dari Partai Likud lalu Itamar Ben Gvir, Yitzhak Wasserlauf, dan Amichai Eliyahu dari Partai Otzma Yehudit.
Kemudian, ada Bezalel Smotrich, Orit Strock, dan Ofir Sofer dari Partai Zionisme Religius.
Presiden Israel Isaac Herzog menyambut baik keputusan kabinet untuk mendukung gencatan senjata.
“Ini langkah penting menuju penegakan komitmen mendasar negara terhadap rakyatnya,” kata Herzog.
Israel mengatakan ada 89 sandera yang masih ada di Gaza. Setengah dari jumlah itu diyakini masih hidup.
Sebanyak tiga sandera dilaporkan akan dibebaskan pada hari pertama gencatan senjata. Sandera yang dibebaskan pada tahap pertama berjumlah 33 orang.
Israel akan membebaskan lebih dari 1.700 warga Palestina yang ditahan. Mereka ditukar dengan 33 sandera itu.
Kementerian Kehakiman Israel telah menerbitkan daftar 95 warga Palestina yang akan dibebaskan Israel pada hari pertama gencatan. Kebanyakan dari mereka adalah perempuan (69).
“Pembebasan tahanan didasarkan pada persetujuan pemerintah tentang rencana gencatan senjata dan tidak akan terjadi sebelum hari Minggu pukul 16.00,” kata kementerian itu.
(Tribunnews.com/Febri)




