Kasus: Teroris

  • Bukannya Fokus Bebaskan Sandera Israel, AS-Hamas Malah Bahas Pembebasan Sandera Amerika – Halaman all

    Bukannya Fokus Bebaskan Sandera Israel, AS-Hamas Malah Bahas Pembebasan Sandera Amerika – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pertemuan pemimpin Hamas dengan utusan AS, Adam Boehler, dalam beberapa hari terakhir, ternyata bukan membahas soal sandera Israel.

    Dalam pertemuan yang dilakukan di Ibu Kota Qatar, Doha selama seminggu terakhir, AS dan Hamas membahas perihal pembebasan sandera asal Amerika Serikat.

    “Beberapa pertemuan telah berlangsung di Doha, dengan fokus pada pembebasan salah satu tahanan berkewarganegaraan ganda. Kami telah menanganinya secara positif dan fleksibel, dengan cara yang melayani kepentingan rakyat Palestina,” kata penasihat politik pemimpin kelompok Palestina, Taher Al-Nono, dikutip dari Reuters.

    Al-Nono mengatakan, baik Hamas dan AS, telah membahas bagaimana mewujudkan implementasi perjanjian bertahap yang bertujuan untuk mengakhiri perang di Gaza.

    “Kami memberi tahu delegasi Amerika bahwa kami tidak menentang pembebasan tahanan dalam kerangka pembicaraan ini,” ungkap Al-Nono.

    Utusan khusus Presiden AS Donald Trump, Steve Witkoff, mengatakan membebaskan Edan Alexander, pria berusia 21 tahun asal New Jersey merupakan prioritasnya.

    Alexander bertugas sebagai tentara di militer Israel.

    Boehler mengatakan tujuannya adalah agar pembebasannya, beserta jenazah empat sandera Amerika-Israel yang telah meninggal, akan menghasilkan pembebasan lebih banyak tawanan.

    Diskusi antara Boehler dan Hamas telah melanggar kebijakan Washington selama puluhan tahun yang melarang negosiasi dengan kelompok yang dicap AS sebagai organisasi teroris.

    Berdasarkan kesepakatan gencatan senjata, yang mulai berlaku pada 19 Januari, Hamas sejauh ini telah menukar 33 sandera Israel dengan sekitar 2.000 tahanan dan tahanan Palestina dan juga telah membebaskan lima sandera Thailand.

    Pada hari Minggu, Menteri Energi Israel, Eli Cohen, mengatakan dia telah menginstruksikan Israel Electric Corporation untuk tidak menjual listrik ke Gaza.

    Hal itu ia lakukan sebagai sarana tekanan terhadap Hamas agar membebaskan sandera.

    Tindakan tersebut tidak akan berdampak langsung, karena Israel telah memutus pasokan ke Gaza pada awal perang.

    Namun, hal itu akan memengaruhi pabrik pengolahan air limbah yang saat ini dialiri listrik, menurut perusahaan listrik Israel.

    Kesepakatan Bakal Terjadi Beberapa Minggu Lagi

    Adam Boehler mengatakan pada hari Minggu, pertemuan dengan Hamas “sangat membantu”.

    Ia meyakini kesepakatan pembebasan sandera bisa tercapai dalam beberapa minggu lagi.

    Boehler mengatakan dia memahami “kekhawatiran” Israel, AS telah mengadakan pembicaraan dengan kelompok itu, tetapi mengatakan dia telah berusaha untuk memulai kembali negosiasi yang “rapuh” tersebut.

    “Pada akhirnya, saya rasa itu adalah pertemuan yang sangat membantu,” katanya, dikutip dari Al Arabiya.

    “Saya rasa sesuatu dapat terwujud dalam beberapa minggu. Saya rasa ada kesepakatan di mana mereka dapat membebaskan semua tahanan, bukan hanya orang Amerika,” lanjutnya.

    Boehler mengisyaratkan adanya kemungkinan perundingan lebih lanjut dengan para militan.

    “Anda tidak pernah tahu. Anda tahu terkadang Anda berada di area tersebut dan Anda mampir,” ungkapnya.

    (*)

  • Hamas Temui Bos Intelijen Mesir: Bantah Setuju Perpanjangan Gencatan Senjata, IDF Bom Gaza Utara – Halaman all

    Hamas Temui Bos Intelijen Mesir: Bantah Setuju Perpanjangan Gencatan Senjata, IDF Bom Gaza Utara – Halaman all

    Petinggi Hamas Temui Bos Intelijen Mesir: Bantah Setuju Perpanjangan Gencatan Senjata, Israel Bombardir Gaza Utara

    TRIBUNNEWS.COM – Delegasi Gerakan Perlawanan Palestina, Hamas, yang dipimpin kepala dewan kepemimpinan gerakan itu, Mohammed Darwish, dilaporkan bertemu dengan Kepala Intelijen Umum Mesir, Mayor Jenderal Hassan Rashad, di Kairo pada Minggu (9/3/2025).

    Pertemuan dilaporkan untuk membahas implementasi gencatan senjata tahap II dan perjanjian pertukaran sandera dan tahanan antara Hamas dan Israel.

    Menurut pernyataan yang dikeluarkan oleh Hamas, pertemuan membahas berbagai fase implementasi perjanjian di fase kedua. 

    Delegasi Hamas tersebut menekankan wajibnya Israel mematuhi semua persyaratannya dan menyerukan transisi segera ke fase kedua negosiasi gencatan senjata.

    Transisi ini mensyaratkan Israel untuk membuka penyeberangan perbatasan dan membuka akses masuk bantuan kemanusiaan secara tak terbatas ke Gaza.

    “Delegasi Hamas juga menegaskan kembali persetujuan Hamas untuk membentuk komite dukungan masyarakat yang terdiri dari tokoh-tokoh nasional independen untuk mengelola Gaza sementara sampai rekonsiliasi Palestina tercapai dan pemilihan umum diadakan di semua tingkatan,” kata laporan RNTV, Minggu.

    Hamas mengucapkan terima kasih kepada Mesir atas upaya mediasi yang sedang berlangsung, khususnya dalam melawan upaya pengusiran warga Palestina dari Gaza, seperti yang diserukan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump dan disetujui Israel.

    Hamas juga menyatakan menerima dan mengakui hasil KTT Arab yang membahas rencana rekonstruksi Gaza.

    “Gerakan ini menegaskan kembali komitmennya terhadap hak-hak dasar rakyat Palestina,” kata laporan.

    SAYAP MILITER HAMAS – Personel Brigade Al Qassam, Sayap Militer Gerakan Perlawanan Palestina, Hamas, dalam sebuah parade militer di Jalur Gaza beberapa waktu lalu. Hamas membantah menyetujui usulan AS untuk memperpanjang gencatan senjata dan menyerukan Israel untuk melanjutkan negosiasi Tahap II gencatan senjata di mana pasukan Israel harus menarik diri dari Gaza dan membuka akses masuk bantuan kemanusiaan.

    Bantah Setuju Perpanjangan Gencatan Senjata

    Sementara itu, pejabat senior Hamas, Mahmoud Mardawi membantah laporan yang mengklaim bahwa gerakan itu telah menyetujui gencatan senjata sementara di Gaza.

    Dalam sebuah pernyataan pers, ia menekankan komitmen Hamas terhadap perjanjian yang ada dan kebutuhan untuk melanjutkan dengan tahap kedua negosiasi di bawah kondisi yang disepakati.

    “Hamas menolak laporan yang beredar sebagai palsu dan tidak mencerminkan proses negosiasi yang sebenarnya,” kata laporan RNTV mengutip pernyataan Mardawi.

    Dalam perkembangan terkait, kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan rencana untuk mengirim delegasi Israel ke Doha untuk memajukan negosiasi dengan Hamas mengenai pertukaran tahanan.

    Langkah ini dilakukan di tengah spekulasi bahwa pemerintah Netanyahu berusaha untuk menghindari penerapan tahap kedua (Fase II) dari perjanjian gencatan senjata, yang termasuk menghentikan perang di Gaza dan menarik Pasukan Pendudukan Israel ke perbatasan pra-eskalasi.

    Perjanjian gencatan senjata, yang mulai berlaku pada 19 Januari 2025, menetapkan penghentian permusuhan antara kedua belah pihak.

    Hamas menegaskan bahwa Israel harus sepenuhnya mematuhi semua persyaratan, termasuk penarikan penuh dari Gaza dan mengakhiri perang.

    ASAP MENGEPUL – Tangkapan layar Khaberni, Minggu (2/3/2025) yang menunjukkan asap mengepul dari serangan udara Israel di Gaza. Israel melakukan serangkaian serangan udara ke Gaza seiring berakhirnya gencatan senjata tahap I pada 28 Februari 2025. Israel menuntut perpanjangan tahap I, namun ditolak Hamas. (khaberni/tangkap layar)

    IDF Bombardir Gaza Utara 

    Dalam laporan perkembangan situasi di Jalur Gaza, RNTV melaporkankan kalau Militer Israel (IDF) melakukan bombardemen ke Gaza Utara.

    “IDF mengatakan pihaknya melakukan serangan udara pada hari Minggu terhadap para milisi Palestina yang menanam alat peledak di Gaza utara,” kata laporan itu mengutip pernyataan IDF.

    Melabeli para pejuang Palestina sebagai ‘teroris’, IDF menyatakan, serangan itu mengenai sasaran mereka.

    “Sebelumnya hari ini, beberapa ‘teroris’ diidentifikasi beroperasi di dekat pasukan IDF dan mencoba menanam alat peledak di tanah di Gaza utara. Serangan pesawat tempur Israel berhasil “memukul para teroris”,” klaim IDF dalam sebuah pernyataan.

    Hamas Ajukan 3 Syarat untuk Kelanjutan Negosiasi Tahap 2 Gencatan Senjata 

    Juru bicara Hamas Hazem Qassem menguraikan tiga syarat untuk negosiasi yang akan datang: pertukaran tahanan, penarikan penuh dari Jalur Gaza, dan komitmen untuk menahan diri dari agresi lebih lanjut.

    Qassem menekankan, “Sekarang terserah Israel untuk menunjukkan keseriusan kepada mediator untuk memastikan perjanjian berlanjut.”

    Dia juga mengklarifikasi kabar kalau Hamas telah memberi tahu mediator tentang penolakannya untuk memperpanjang fase pertama dari perjanjian gencatan senjata.

    Selanjutnya, Qassem menegaskan kesediaan Hamas untuk terlibat dalam pertukaran tawanan dengan persyaratan baru selama fase kedua dari perjanjian.

     

    (oln/rntv/*)

  • Warga RI Mau Pindah Jadi WN Amerika, Trump Kasih Syarat Tak Terduga

    Warga RI Mau Pindah Jadi WN Amerika, Trump Kasih Syarat Tak Terduga

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memberlakukan kebijakan terbaru untuk para imigran yang ingin mendapatkan green card atau kewarganegaraan Negeri Paman Sam. Hal ini tercantum dalam pemberitahuan Layanan Kewarganegaraan dan Imigrasi AS (USCIS) yang diterbitkan Kamis (6/3) waktu setempat.

    Dalam pemberitahuan itu, AS akan segera meminta akun media sosial orang-orang yang mengajukan kartu hijau, kewarganegaraan AS, dan status suaka atau pengungsi. Hal ini diperlukan untuk mematuhi perintah eksekutif Trump yang berbunyi ‘Melindungi AS dari Teroris Asing dan Ancaman Keamanan Nasional dan Keselamatan Publik Lainnya’.

    Perintah tersebut kemudian mengharuskan Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) dan badan pemerintah lainnya untuk mengidentifikasi semua orang asing, termasuk dari Indonesia, yang ingin masuk ke AS atau sudah berada di AS semaksimal mungkin.

    Meski telah diberitahukan, publik memiliki waktu hingga 5 Mei untuk mengomentari kebijakan yang diusulkan sebelum akhirnya dapat diberlakukan secara maksimal.

    “Salah satu cara untuk melihat ini adalah bahwa ini pada dasarnya merupakan upaya untuk mengejar modernitas,” kata Kathleen Bush-Joseph, seorang analis di program imigrasi AS di Migration Policy Institute, kepada The Verge.

    Bush-Joseph, yang sebagian besar pekerjaannya berfokus pada upaya untuk memodernisasi sistem imigrasi AS, mengatakan bahwa sistem imigrasi ini ‘tidak benar-benar mencerminkan realitas abad ke-21 dalam banyak hal penting’. Ia mencurigai langkah ini sebagai bentuk pembatasan imigran dari Pemerintahan Trump.

    “Kami akan mengawasi apakah kebijakan media sosial baru, yang dibingkai dengan cara yang menekankan keamanan nasional dan perlunya pemeriksaan tambahan terhadap imigran, merupakan bagian dari upaya pemerintahan Trump untuk membatasi migrasi legal,” tuturnya.

    “Masih terlalu dini untuk mengatakan apakah rencana pengawasan media sosial yang diusulkan USCIS akan digunakan untuk menolak aplikasi untuk kartu hijau, kewarganegaraan, dan status pengungsi.”

    Sementara itu, kelompok pro-migran lainnya berpendapat bahwa aturan ini digunakan untuk mempersenjatai platform digital dalam melawan para imigran yang ingin masuk ke AS. Hal ini juga ditakutkan mengganggu ruang privasi warga negara di dunia maya.

    “Ini bukan kebijakan imigrasi, ini otoritarianisme dan pengawasan yang tidak demokratis,” kata Beatriz Lopez, direktur eksekutif Catalyze/Citizens, sebuah kelompok pro-imigrasi.

    “Trump mengubah ruang daring menjadi perangkap pengawasan, tempat para imigran dipaksa mengawasi setiap gerakan mereka dan menyensor ucapan mereka atau mempertaruhkan masa depan mereka di negara ini. Hari ini para imigran, besok warga negara AS yang tidak setuju dengan Trump dan pemerintahannya.”

    (fab/fab)

  • AS dan Hamas Gelar Pembicaraan Rahasia soal Pembebasan Sandera, Israel Berusaha Gagalkan – Halaman all

    AS dan Hamas Gelar Pembicaraan Rahasia soal Pembebasan Sandera, Israel Berusaha Gagalkan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pejabat AS mengungkapkan bahwa Israel berusaha menggagalkan rencana pembicaraan rahasia antara AS dan Hamas di Doha.

    Pembicaraan rahasia tersebut adalah untuk membahas pembebasan sandera yang ditahan di Jalur Gaza.

    Ini merupakan pertama kalinya AS dan Hamas terlibat dalam pembicaraan rahasia setelah bertahun-tahun.

    Namun sayangnya, rencana pembicaraan ini disambut dengan ketidaksetujuan oleh pemerintah Benjamin Netanyahu.

    Menurut surat kabar Israel Yedioth Ahronot , pejabat AS mengatakan bahwa awalnya perundingan ini akan diadakan tanpa sepengetahuan Israel.

    Hal tersebut adalah untuk mengantisipasi terjadinya kegagalan seperti putaran perundingan sebelumnya yang direncanakan minggu lalu.

    The New York Times mengatakan minggu ini bahwa Israel telah mengetahui pembicaraan tersebut melalui ‘saluran lain’ sebelum pembicaraan itu terjadi.

    Setelah mengetahui informasi tersebut, pejabat Israel kemudian membocorkan informasi ini melalui media sebagai upaya menyabotase perjanjian AS-Hamas.

    Pejabat Israel mengaku bahwa pihaknya takut jika terjadi kesepakatan tanpa melibatkan Israel.

    “AS saat ini tengah merundingkan kesepakatan dengan Hamas untuk membebaskan para sandera, dan Israel pada akhirnya harus membayar setidaknya sebagian dari harga tersebut,” kata seorang sumber Israel yang mengetahui pembicaraan tersebut kepada media berita tersebut, dikutip dari The New Arab.

    Sementara itu, kantor Perdana Menteri Israel mengonfirmasi dalam pernyataan singkat bahwa Israel telah menyatakan posisinya kepada AS mengenai negosiasi langsung dengan Hamas.

    “Israel telah menyampaikan kepada Amerika Serikat posisinya mengenai pembicaraan langsung dengan Hamas,” kata kantor Netanyahu.

    Perundingan antara Hamas dan AS ini belum pernah terjadi sebelumnya.

    AS telah menolak kontak langsung dengan kelompok tersebut sejak menetapkannya sebagai organisasi teroris pada akhir tahun 1990-an.

    Dalam pembicaraan ini, utusan Gedung Putih untuk urusan penyanderaan, Adam Boehler menjadi pejabat pertama yang diketahui berbicara langsung dengan organisasi tersebut selama bertahun-tahun.

    Pembicaraan ini juga dikonfirmasi oleh Hamas.

    Presiden AS Donald Trump pada hari Kamis (6/3/2025) mengumumkan bahwa diskusi sedang diadakan dengan Hamas.

    Menurut Trump, apa yang ia lakukan adalah upaya untuk membebaskan sandera Israel yang ditahan di Gaza.

    “Kami membantu Israel dalam diskusi tersebut karena kami berbicara tentang sandera Israel. Kami tidak melakukan apa pun terkait Hamas. Kami tidak memberikan uang tunai,” tegasnya, dikutip dari Middle East Monitor.

    Sebagai informasi, Israel telah melancarkan serangan mematikan di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2024.

    Serangan ini menyebabkan lebih dari 48.400 warga Palestina telah terbunuh.

    Sebagian besar korban merupakan wanita dan anak-anak.

    Lebih dari 111.800 warga Palestina terluka akibat agresi Israel.

    Namun sejak kesepakatan gencatan senjata, serangan Israel telah dihetikan sesuai kesepakatan yang berlaku pada 19 Januari 2025.

    (Tribunnews.com/Farrah)

    Artikel Lain Terkait Donald Trump, Hamas dan Konflik Palestina vs Israel

  • Jenderal SDF Suriah Akan Senang Hati Terima Bantuan Israel: Kami Menghargainya – Halaman all

    Jenderal SDF Suriah Akan Senang Hati Terima Bantuan Israel: Kami Menghargainya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pasukan Demokrasi Suriah (SDF) mengaku akan senang menerima bantuan dari Israel.

    Pemimpin SDF yang bernama Jenderal Mazloum Abdi mengatakan akan menyambut baik dukungan dari negara Zionis.

    “(Jika Israel bisa) mencegah serangan terhadap kami dan menghentikan pembunuhan terhadap rakyat kami, kami menyambut baik itu dan menghargainya,” kata Abdi saat diwawancarai Jiyar Gol, wartawan BBC, beberapa hari lalu.

    Abdi berujar Israel adalah sebuah kekuatan yang memiliki pengaruh di Amerika Serikat (AS), Barat, dan Timur Tengah.

    Menurut dia, SDF akan menerima bantuan dari siapa saja.

    “Kami menyambut baik setiap orang di dunia ini yang bisa membantu mendukung hak-hak kami dan melindungi pencapaian kami,” katanya.

    Dalam wawancara itu Jiyar Gol berkata kepada Abdi bahwa ada laporan tentang kontak antara Rojaya (wilayah Suriah yang dikuasai orang Kurdi) dan Israel.

    “Menteri Luar Negeri Israel sudah berulang kali meminta bantuan demi orang Kurdi di Suriah,” kata Jiyar Gol.

    Dikutip dari The Jerusalem Post, SDF adalah kelompok pemberontak yang dibentuk dengan bantuan AS. SDF terutama berisi orang-orang dari etnis Kurdi, tetapi ada pula orang Arab dan lainnya.

    Hingga saat ini SDF punya hubungan erat dengan Komando Pusat AS (CENTCOM).

    Pada tahun 2019 SDF berhasil mengalahkan ISIS sebagian besar wilayah Suriah setelah pertempuran sengit selama bertahun-tahun.

    Komandan CENTCOM Jenderal Michael Kurilla sempat bertemu dengan Abdi pada bulan Januari kemarin untuk membahas operasi anti-Isis dan penahanan ribuan anggota ISIS di wilayah yang dikuasai SDF.

    Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar pernah mengklaim Israel mengadakan kontak dengan beberapa kelompok pemberontak di Suriah, termasuk komunitas Druze dan Kurdi, setelah rezim Bashar Al Assad tumbang tahun lalu.

    Di sisi lain, Turki membenci SDF dan menudingnya punya kaitan dengan Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang dianggap sebagai kelompok teroris.

    Akhir tahun lalu Kementerian Pertahanan dilaporkan dimintai bantuan oleh kelompok minoritas Kurdi. Kelompok Kurdi itu disebut diserang oleh kelompok yang didukung oleh Turki.

    “Kalian menguasai langit, kalian tidak ragu-ragu untuk menguasai gunung besar itu (Gunung Hermon di Suriah). Setiap orang takut kepada kalian, termasuk Al Julani (pemimpin kelompok Hayat Tahrir Al Sham yang menumbangkan rezim Assad),” kata Awak, seorang panglima SDF.

    “Turki melawan kalian, dan kami mendukung kalian. Kalian harus membantu kami, demi kepentingan kalian sendiri.”

    Dia mengklaim Turki berusaha memanfaatkan keberhasilan SDF dan menaklukkan seluruh Suriah demi membuatnya menjadi negara bawahan Turki.

    Israel Hayom melaporkan Israel menghadapi dilema karena jika Israel ikut campur dalam urusan Kurdi, hubungannya dengan Turki akan terdampak.

    Ofra Bengio, seorang pakar kajian Kurdi di Universitas Tel Aviv, menyarankan Israel untuk membantu Kurdi.

    Bengio menyebut permintaan bantuan dari Kurdi adalah kesempatan bersejarah bagi Israel.

    “Israel harus membantu minoritas Kurdi di Suriah sehingga mereka bisa menjaga otonomi mereka di Suriah timur laut,” kata dia.

    Wilayah orang-orang Kurdi yang berbatasan dengan Irak di sebelah timur menjadi pembatas dengan kelompok-kelompok pro-Iran yang beroperasi di Irak selatan.

    (*)

  • AS Akan Cabut Visa Mahasiswa Asing yang Dianggap Pro-Hamas

    AS Akan Cabut Visa Mahasiswa Asing yang Dianggap Pro-Hamas

    Washington DC

    Departemen Amerika Serikat (AS) akan menggunakan kecerdasan buatan atau AI untuk menyelidiki mahasiswa-mahasiswa asing di wilayahnya. Jika mahasiswa asing yang menempuh studi di AS itu dianggap sebagai pendukung kelompok militan Hamas, maka visa mereka akan dicabut.

    Kebijakan baru ini, seperti dilansir Reuters, Kamis (7/3/2025), dilakukan setelah Presiden Donald Trump menandatangani perintah eksekutif pada Januari lalu untuk memerangi antisemitisme dan berjanji mendeportasi mahasiswa asing yang terlibat dalam aksi pro-Palestina selama beberapa bulan terakhir.

    Aksi pro-Palestina, yang beberapa berlangsung di kampus-kampus AS, marak digelar di berbagai wilayah AS sejak perang antara Israel dan Hamas berkecamuk di Jalur Gaza pada Oktober 2023 lalu. Washington telah menetapkan Hamas sebagai “organisasi teroris asing”.

    Kebijakan untuk menggunakan AI dalam menyelidiki mahasiswa asing di AS ini diungkapkan oleh sejumlah pejabat senior Departemen Luar Negeri AS, yang enggan disebut namanya, yang berbicara kepada Axios.

    Upaya bernama “Catch and Revoke” yang didukung AI ini, menurut Axios, akan mencakup peninjauan dengan dibantu AI terhadap puluhan ribu akun media sosial, yang pemiliknya memegang visa mahasiswa di AS.

    ADVERTISEMENT

    `;
    var mgScript = document.createElement(“script”);
    mgScript.innerHTML = `(function(w,q){w[q]=w[q]||[];w[q].push([“_mgc.load”])})(window,”_mgq”);`;
    adSlot.appendChild(mgScript);
    },
    function loadCreativeA() {

    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) return;
    adSlot.innerHTML = “;

    if (typeof googletag !== “undefined” && googletag.apiReady) {
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    } else {
    var gptScript = document.createElement(“script”);
    gptScript.src = “https://securepubads.g.doubleclick.net/tag/js/gpt.js”;
    gptScript.async = true;
    gptScript.onload = function () {
    window.googletag = window.googletag || { cmd: [] };
    googletag.cmd.push(function () {
    googletag.defineSlot(‘/4905536/detik_desktop/news/static_detail’, [[400, 250], [1, 1], [300, 250]], ‘div-gpt-ad-1708418866690-0’)
    .addService(googletag.pubads());
    googletag.enableServices();
    googletag.display(‘div-gpt-ad-1708418866690-0’);
    googletag.pubads().refresh();
    });
    };
    document.body.appendChild(gptScript);
    }
    }
    ];

    var currentAdIndex = 0;
    var refreshInterval = null;
    var visibilityStartTime = null;
    var viewTimeThreshold = 30000;

    function refreshAd() {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) return;
    currentAdIndex = (currentAdIndex + 1) % ads.length;
    adSlot.innerHTML = “”;
    ads[currentAdIndex]();
    }

    var observer = new IntersectionObserver(function (entries) {
    entries.forEach(function (entry) {
    if (entry.intersectionRatio > 0.1) {
    if (!visibilityStartTime) {
    visibilityStartTime = new Date().getTime();
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    } else {
    visibilityStartTime = null;
    if (refreshInterval) {
    clearInterval(refreshInterval);
    refreshInterval = null;
    }
    }
    });
    }, { threshold: 0.1 });

    function checkVisibility() {
    if (visibilityStartTime && (new Date().getTime() – visibilityStartTime >= viewTimeThreshold)) {
    refreshAd();
    if (!refreshInterval) {
    refreshInterval = setInterval(refreshAd, 30000);
    }
    } else {
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    }

    document.addEventListener(“DOMContentLoaded”, function () {
    var adSlot = document.getElementById(“ad-slot”);
    if (!adSlot) {
    console.error(“❌ Elemen #ad-slot tidak ditemukan!”);
    return;
    }
    ads[currentAdIndex]();
    observer.observe(adSlot);
    });

    var mutationObserver = new MutationObserver(function (mutations) {
    mutations.forEach(function (mutation) {
    if (mutation.type === “childList”) {
    visibilityStartTime = new Date().getTime();
    requestAnimationFrame(checkVisibility);
    }
    });
    });

    mutationObserver.observe(document.getElementById(“ad-slot”), { childList: true, subtree: true });

    Laporan Axios menyebut para pejabat Departemen Luar Negeri AS memeriksa laporan-laporan berita soal unjuk rasa menentang kebijakan Israel dan gugatan hukum mahasiswa Yahudi yang menyoroti warga negara asing di AS yang diduga terlibat dalam antisemitisme.

    Beberapa kelompok pro-Palestina sendiri beranggotakan orang-orang Yahudi dan banyak demonstran di AS mengecam antisemitisme, juga mengecam Hamas. Namun, terdapat sejumlah insiden antisemitisme dan Islamofobia dalam aksi pro-Palestina dan aksi balasan pro-Israel di wilayah AS.

    Departemen Luar Negeri AS sedang bekerja sama dengan Departemen Kehakiman dan Departemen Keamanan Dalam Negeri AS dalam upaya ini. Namun ketiga departemen itu belum memberikan komentar resmi mereka.

    Trump sebelumnya mengatakan akan menghentikan pendanaan federal untuk institusi-institusi pendidikan yang mengizinkan apa yang disebutnya sebagai protes ilegal tersebut.

    “Para agitator (penghasut) akan dipenjara atau dipulangkan secara permanen ke negara asal mereka. Mahasiswa Amerika akan dikeluarkan secara permanen atau … ditangkap,” tegas Trump dalam pernyataan pada Selasa (4/3) waktu setempat.

    Amandemen Pertama Konstitusi AS melindungi kebebasan berbicara dan berkumpul. Para pendukung hak asasi manusia (HAM) telah mengutuk retorika Trump terhadap para demonstran.

  • Terungkap, Unit 8200 Israel Sadap Besar-besaran Komunikasi Palestina Buat Bikin AI Mirip ChatGPT – Halaman all

    Terungkap, Unit 8200 Israel Sadap Besar-besaran Komunikasi Palestina Buat Bikin AI Mirip ChatGPT – Halaman all

    Terungkap, Unit 8200 Israel Sadap Besar-besaran Komunikasi Palestina Buat Bikin AI Mirip ChatGPT

    TRIBUNNEWS.COM – Badan pengawasan militer Israel dilaporkan telah menggunakan sejumlah besar hasil sadapan komunikasi entitas Palestina untuk membangun alat kecerdasan buatan yang kuat mirip dengan ChatGPT.

    “Artificial Intelligence buatan Israel ini diharapkan akan mengubah kemampuan mata-matanya,” tulis laporan investigasi The Guardian.

    Laporan itu melansir liputan investigasi gabungan yang dilakukan media Israel-Palestina, +972 Magazine dan outlet berbahasa Ibrani, Local Call.

    “Investasi menemukan kalau Unit 8200 (unit intelijen militer Israel) melatih model AI untuk memahami bahasa Arab lisan menggunakan percakapan telepon dan pesan teks dalam jumlah besar. Percakapan dan teks ini diperoleh melalui pengawasan ekstensifnya terhadap wilayah yang diduduki (Palestina),” kata laporan tersebut.

    Menurut sumber yang mengetahui proyek tersebut, unit intelijen militer Israel (IDF) tersebut mulai membangun model untuk membuat alat canggih seperti chatbot yang mampu menjawab pertanyaan tentang orang-orang yang dipantaunya dan memberikan wawasan mengenai volume besar data pengawasan yang dikumpulkannya, mirip-mirip apa yang bisa dilakukan ChatGPT.

    “Badan penyadapan elite Israel, yang kemampuannya setara dengan Badan Keamanan Nasional AS (NSA), mempercepat pengembangan sistemnya setelah dimulainya perang di Gaza pada Oktober 2023. Model tersebut masih dalam tahap pelatihan (uji coba) pada paruh kedua tahun lalu. Tidak jelas apakah model tersebut sudah digunakan (secara aktif),” kata laporan tersebut.

    Sebagai informasi, badan penyadapan elite yang dimaksud adalah Unit 8200, yang dalam bahasa Ibrani dikenal sebagai Shmone Matayim. Unit itu setara dengan National Security Agency (NSA) Amerika Serikat atau GCHQ dalam organisasi militer Kerajaan Inggris.

    Upaya untuk membangun model bahasa besar (large language model/LLM) – sistem pembelajaran mendalam yang menghasilkan teks seperti manusia – sedikit banyak diungkapkan oleh seorang mantan teknolog intelijen militer Israel yang mengatakan kalau dia mengawasi proyek tersebut.

    Pernyataan dia beberapa waktu lalu luput dari perhatian media-media besar, kata Guardian.

    “Kami mencoba membuat kumpulan data terbesar yang memungkinkan [dan] mengumpulkan semua data yang pernah dimiliki negara Israel dalam bahasa Arab,” kata mantan pejabat tersebut, Chaked Roger Joseph Sayedoff, kepada hadirin di sebuah konferensi AI militer di Tel Aviv tahun lalu.

    Model tersebut, katanya, membutuhkan “jumlah data yang sangat banyak”.

    Tiga mantan pejabat intelijen yang mengetahui inisiatif tersebut mengonfirmasi keberadaan LLM Israel ini dan berbagi rincian tentang konstruksinya. 

    Beberapa sumber lain menjelaskan bagaimana Unit 8200 menggunakan model pembelajaran mesin berskala lebih kecil pada tahun-tahun sebelum meluncurkan proyek ambisius tersebut – dan dampak yang telah ditimbulkan oleh teknologi tersebut.

    “AI memperkuat kekuatan,” kata seorang sumber yang mengetahui pengembangan model AI Unit 8200 dalam beberapa tahun terakhir.

    “Ini bukan hanya tentang mencegah serangan penembakan, saya dapat melacak aktivis hak asasi manusia, memantau pembangunan Palestina di Area C [Tepi Barat]. Saya memiliki lebih banyak alat untuk mengetahui apa yang dilakukan setiap orang di Tepi Barat,” kata sumber tersebut soal dampak kehadiran model ini bagi kemampuan mata-mata Israel.

    Rincian skala model baru ini menjelaskan penyimpanan besar-besaran Unit 8200 atas isi komunikasi yang disadap, yang dimungkinkan oleh apa yang digambarkan oleh pejabat intelijen Israel dan Barat saat ini dan sebelumnya, sebagai pengawasan menyeluruh terhadap telekomunikasi Palestina.

    Proyek ini juga menggambarkan bagaimana Unit 8200, seperti banyak badan mata-mata di seluruh dunia, berupaya memanfaatkan kemajuan AI untuk melakukan tugas-tugas analitis yang kompleks dan memahami sejumlah besar informasi yang mereka kumpulkan secara rutin, yang semakin menentang pemrosesan manusia saja.

    Personel satuan intelijen Unit 8200 Israel. (Allisraelnews)

    Mesin Tebak-tebakan, Rentan Kesalahan

    Namun, integrasi sistem seperti LLM dalam analisis intelijen memiliki risiko karena sistem tersebut dapat memperburuk bias dan rentan membuat kesalahan, demikian peringatan para ahli dan pegiat hak asasi manusia.

    Sifatnya yang tidak transparan juga dapat mempersulit pemahaman tentang bagaimana kesimpulan yang dihasilkan AI dicapai.

    Zach Campbell, seorang peneliti senior pengawasan di Human Rights Watch (HRW), menyatakan kekhawatirannya kalau Unit 8200 akan menggunakan LLM untuk membuat keputusan penting tentang kehidupan warga Palestina di bawah pendudukan militer. 

    “Itu mesin tebak-tebakan,” katanya.

    “Dan pada akhirnya tebakan-tebakan ini dapat digunakan untuk memberatkan orang.”

    Seorang juru bicara Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menolak menjawab pertanyaan Guardian tentang LLM baru tersebut, tetapi mengatakan kalau IDF “menggunakan berbagai metode intelijen untuk mengidentifikasi dan menggagalkan aktivitas teroris oleh organisasi-organisasi musuh di Timur Tengah”.

    Kumpulan Besar Komunikasi Berbahasa Arab

    Unit 8200 telah mengembangkan serangkaian alat yang didukung AI dalam beberapa tahun terakhir. 

    Sistem seperti The Gospel dan Lavender termasuk di antara sistem yang dengan cepat diintegrasikan ke dalam operasi tempur dalam perang di Gaza, memainkan peran penting dalam pemboman IDF di wilayah tersebut dengan membantu mengidentifikasi target potensial (baik orang maupun bangunan) untuk serangan mematikan.

    Selama hampir satu dekade, unit 8200 juga telah menggunakan AI untuk menganalisis komunikasi yang disadap dan disimpannya, menggunakan serangkaian model pembelajaran mesin untuk memilah informasi ke dalam kategori yang telah ditentukan sebelumnya, belajar mengenali pola, dan membuat prediksi.

    Setelah OpenAI merilis ChatGPT pada akhir tahun 2022, para ahli AI di Unit 8200 memproyeksikan membangun alat yang lebih luas yang mirip dengan chatbot. 

    Sekarang menjadi salah satu LLM yang paling banyak digunakan di dunia, ChatGPT didukung oleh apa yang disebut “model dasar”, AI serbaguna yang dilatih pada volume data yang sangat besar dan mampu menanggapi pertanyaan yang rumit.

    Awalnya, Unit 8200 kesulitan membangun model pada skala ini.

    “Kami tidak tahu bagaimana cara melatih model dasar,” kata Sayedoff, mantan pejabat intelijen, dalam presentasinya.

    Pada satu tahap, unit tersebut mengirim permintaan yang gagal kepada OpenAI untuk menjalankan ChatGPT pada sistem keamanan militer mereka (Guardian mengklaim OpenAI menolak berkomentar).

    Namun, ketika IDF memobilisasi ratusan ribu pasukan cadangan sebagai respons terhadap serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober, sekelompok perwira dengan keahlian dalam membangun LLM kembali ke unit 8200 dari sektor swasta.

    Beberapa berasal dari perusahaan teknologi besar AS, seperti Google, Meta, dan Microsoft.

    (Guardian memberikan disclaimer kalau Google mengatakan pekerjaan yang dilakukan karyawannya sebagai pasukan cadangan “tidak terkait” dengan perusahaan tersebut. Meta dan Microsoft menolak berkomentar.)

    Tim ahli kecil tersebut segera mulai membangun LLM yang memahami bahasa Arab, kata beberapa sumber, tetapi pada dasarnya harus memulai dari awal setelah menemukan bahwa model bahasa Arab komersial dan sumber terbuka yang ada dilatih menggunakan bahasa Arab tertulis standar – yang digunakan dalam komunikasi formal, literatur, dan media – alih-alih bahasa Arab lisan.

    “Tidak ada transkrip panggilan atau percakapan WhatsApp di internet. Jumlahnya tidak cukup untuk melatih model seperti itu,” kata salah satu sumber.

    Tantangannya, imbuh mereka, adalah “mengumpulkan semua teks [bahasa Arab] yang pernah dimiliki unit tersebut dan menaruhnya di tempat terpusat”.

    Mereka mengatakan data pelatihan model tersebut akhirnya terdiri dari sekitar 100 miliar kata.

    Seorang sumber terpercaya yang memahami proyek tersebut mengatakan kepada Guardian bahwa kumpulan komunikasi yang luas ini mencakup percakapan dalam dialek Lebanon dan Palestina.

    Sayedoff mengatakan dalam presentasinya bahwa tim yang membangun LLM “hanya berfokus pada dialek yang membenci kita”.

    Unit tersebut juga berupaya melatih model untuk memahami terminologi militer tertentu dari kelompok militan, kata sumber.

    Namun, pengumpulan data pelatihan yang sangat besar tampaknya mencakup sejumlah besar komunikasi dengan sedikit atau tidak ada nilai intelijen tentang kehidupan sehari-hari warga Palestina.

    “Seseorang memanggil seseorang dan menyuruh mereka keluar karena mereka menunggu di luar sekolah, itu hanya sekadar percakapan, itu tidak menarik. Namun untuk model seperti ini, itu sangat berharga,” kata salah satu sumber.

    Tentara Israel anggota Unit 8200 yang berspesialisasi di bidang intelijeb dan siber saat bekerja. (photo credit: IDF SPOKESPERSON’S UNIT)

    Kontrol dan Pengawasan Wilayah Pendudukan  yang Difasilitasi AI

    Unit 8200 bukanlah satu-satunya badan mata-mata yang bereksperimen dengan teknologi AI generatif.

    Di Amerika Serikat (AS), CIA telah meluncurkan alat seperti ChatGPT untuk menyaring informasi sumber terbuka.

    Badan mata-mata Inggris juga tengah mengembangkan LLM mereka sendiri, yang juga disebut-sebut tengah dilatih dengan kumpulan data sumber terbuka.

    Tetapi beberapa mantan pejabat keamanan AS dan Inggris mengatakan komunitas intelijen Israel tampaknya mengambil risiko lebih besar daripada sekutu terdekatnya ketika mengintegrasikan sistem berbasis AI baru ke dalam analisis intelijen.

    Seorang mantan kepala mata-mata barat mengatakan pengumpulan besar-besaran konten komunikasi Palestina oleh intelijen militer Israel memungkinkannya menggunakan AI dengan cara “yang tidak dapat diterima” justru oleh badan intelijen di negara-negara dengan pengawasan yang lebih kuat atas penggunaan kekuatan pengawasan dan penanganan data pribadi yang sensitif.

    Campbell, dari Human Rights Watch, mengatakan penggunaan materi pengawasan untuk melatih model AI adalah “invasif dan tidak sesuai dengan hak asasi manusia”.

    “Sebagai kekuatan pendudukan, Israel berkewajiban untuk melindungi hak privasi warga Palestina,” katanya. 

    “Kita berbicara tentang data yang sangat pribadi yang diambil dari orang-orang yang tidak dicurigai melakukan kejahatan, yang digunakan untuk melatih alat yang kemudian dapat membantu membangun kecurigaan,” tambahnya.

    Nadim Nashif, direktur 7amleh, sebuah kelompok advokasi dan hak digital Palestina, mengatakan bahwa warga Palestina telah “menjadi subjek di laboratorium Israel untuk mengembangkan teknik-teknik ini dan menjadikan AI sebagai senjata, semuanya demi tujuan mempertahankan rezim apartheid dan pendudukan, di mana teknologi-teknologi ini digunakan untuk mendominasi suatu bangsa, untuk mengendalikan kehidupan mereka”.

    Beberapa perwira intelijen Israel saat ini dan sebelumnya yang memahami model pembelajaran mesin skala kecil yang digunakan oleh Unit 8200 – cikal bakal model dasar – mengatakan AI membuat pengawasan menyeluruh terhadap warga Palestina lebih efektif sebagai bentuk kontrol, khususnya di Tepi Barat, tempat mereka mengatakan AI berkontribusi terhadap peningkatan jumlah penangkapan.

    Dua sumber mengatakan model tersebut membantu IDF menganalisis percakapan telepon yang disadap secara otomatis dengan mengidentifikasi warga Palestina yang mengekspresikan kemarahan terhadap pendudukan atau keinginan untuk menyerang tentara atau orang-orang yang tinggal di pemukiman ilegal.

    Salah satu sumber mengatakan bahwa ketika IDF memasuki desa-desa di Tepi Barat, AI akan digunakan untuk mengidentifikasi orang-orang menggunakan kata-kata yang dianggap menunjukkan “pembuat onar”.

    “Hal ini memungkinkan kami untuk bertindak berdasarkan informasi dari lebih banyak orang, dan ini memungkinkan kontrol atas populasi,” kata sumber ketiga. “Ketika Anda memiliki begitu banyak informasi, Anda dapat menggunakannya untuk tujuan apa pun yang Anda inginkan. Dan IDF memiliki sangat sedikit batasan dalam hal ini.”

    Kesalahan Adalah Keniscayaan

    Bagi badan mata-mata, nilai dalam pengembangan dasar adalah model tersebut dapat mengambil “semua yang pernah dikumpulkan” dan mendeteksi “hubungan dan pola yang sulit dilakukan manusia sendiri”, kata Ori Goshen, salah satu pendiri AI21 Labs. 

    Beberapa karyawan perusahaan Israel tersebut mengerjakan proyek LLM baru tersebut saat bertugas sebagai cadangan.

    Namun Goshen, yang sebelumnya bertugas di Unit 8200, menambahkan: “Ini adalah model probabilistik – Anda memberi mereka perintah atau pertanyaan, dan mereka menghasilkan sesuatu yang tampak seperti sihir. Namun, sering kali, jawabannya tidak masuk akal. Kami menyebutnya ‘halusinasi.’”

    Brianna Rosen, mantan pejabat keamanan nasional Gedung Putih dan sekarang menjadi peneliti senior di Universitas Oxford, mencatat, meskipun alat seperti ChatGPT dapat membantu analis intelijen, “mendeteksi ancaman yang mungkin terlewatkan oleh manusia, bahkan sebelum ancaman itu muncul, alat itu juga berisiko menarik hubungan yang salah dan kesimpulan yang salah”.

    Ia mengatakan sangat penting bagi badan intelijen yang menggunakan alat-alat ini untuk dapat memahami alasan di balik jawaban yang mereka hasilkan.

    “Kesalahan akan terjadi, dan beberapa kesalahan tersebut dapat menimbulkan konsekuensi yang sangat serius,” tambahnya.

    Pada bulan Februari, Associated Press melaporkan kalau AI kemungkinan digunakan oleh petugas intelijen untuk membantu memilih target dalam serangan udara Israel di Gaza pada bulan November 2023 yang menewaskan empat orang, termasuk tiga gadis remaja.

    Sebuah pesan yang dilihat oleh kantor berita tersebut menunjukkan kalau serangan udara tersebut dilakukan secara tidak sengaja.

    IDF tidak menanggapi pertanyaan Guardian tentang bagaimana Unit 8200 memastikan model pembelajaran mesinnya, termasuk LLM baru yang sedang dikembangkan, tidak memperburuk ketidakakuratan dan bias.

    IDF juga tidak mengatakan bagaimana ia melindungi hak privasi warga Palestina saat melatih model dengan data pribadi yang sensitif.

    “Karena sifat informasi yang sensitif, kami tidak dapat menguraikan alat-alat tertentu, termasuk metode yang digunakan untuk memproses informasi,” kata seorang juru bicara.

    “Namun, IDF menerapkan proses yang cermat dalam setiap penggunaan kemampuan teknologi,” imbuh mereka.

    “Itu termasuk keterlibatan integral personel profesional dalam proses intelijen untuk memaksimalkan informasi dan presisi hingga tingkat tertinggi.”

     

    (oln/thgrdn/*)

  • Coba Kudeta-Culik Menteri, 4 Anggota Kelompok Ekstremis Jerman Dipenjara

    Coba Kudeta-Culik Menteri, 4 Anggota Kelompok Ekstremis Jerman Dipenjara

    Berlin

    Pengadilan Jerman memenjarakan empat anggota kelompok ekstremis yang terkait dengan gerakan ‘Warga Reich’. Kelompok itu merencanakan kudeta dan menculik menteri kesehatan.

    Dilansir AFP, Kamis (6/3/2025), keempat anggota kelompok itu terdiri dari tiga pria dan satu wanita. Mereka dijatuhi hukuman antara 5 tahun 9 bulan dan 8 tahun penjara oleh pengadilan tinggi regional Koblenz.

    Keempatnya disebut telah merencanakan untuk menculik Menteri Kesehatan Karl Lauterbach, sosok yang dicemooh oleh banyak penentang pembatasan era COVID. Mereka juga disebut berencana membunuh pengawalnya jika dianggap perlu.

    Setelah putusan, Lauterbach dari Partai Sosial Demokrat kiri-tengah berterima kasih kepada polisi dan pengadilan karena telah memecahkan dan menghukum kejahatan yang direncanakan.

    Pengadilan menyebut keempat orang tersebut telah bergabung kelompok ekstremis pada Januari 2022. Mereka disebut berencana memicu kondisi seperti perang saudara di Jerman melalui kekerasan dengan tujuan mengambil alih kekuasaan negara.

    Rencana mereka mencakup serangan sabotase untuk melumpuhkan jaringan listrik dalam operasi yang mereka juluki ‘Malam Sunyi’. Mereka berharap kekacauan yang terjadi dapat membuat anggota pasukan keamanan yang tidak puas bergabung.

    Menteri Dalam Negeri Nancy Faeser mengatakan penyelidikan terhadap kelompok teroris ini telah mengungkap apa yang disebutnya jurang yang dalam.

    (fas/haf)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Seputar Perundingan Rahasia Nan Langka AS-Hamas: Sapaan dan Ancaman Trump Saat Israel Cemburu – Halaman all

    Seputar Perundingan Rahasia Nan Langka AS-Hamas: Sapaan dan Ancaman Trump Saat Israel Cemburu – Halaman all

    Seputar Pembicaraan Rahasia Nan Langka AS-Hamas: Sapaan dan Ancaman Trump Saat Israel Cemburu

    TRIBUNNEWS.COM – Gedung Putih, Rabu (5/3/2025) mengonfirmasi kalau seorang utusan Amerika Serikat (AS) berbicara langsung dengan pihak gerakan Palestina, Hamas.

    Pembicaraan itu dilaporkan untuk mengamankan pembebasan sandera Amerika yang ada di tangan Hamas.

    Hal ini menandai perubahan kebijakan Washington yang telah melabeli Hamas sebagai organisasi teroris.

    Di sisi lain, pembicaraan langsung AS-Hamas ini membuat pihak Israel resah dan berbau ‘cemburu’ karena merasa tidak diberitahu secara jelas oleh pihak Washington.

    Namun, Gedung Putih menyatakan, Israel sudah diberitahui akan pembicaraan langsung AS dengan Hamas ini.

    “Israel telah diajak berkonsultasi mengenai masalah ini, dan lihatlah, dialog dan pembicaraan dengan orang-orang di seluruh dunia untuk melakukan apa yang terbaik bagi kepentingan rakyat Amerika adalah sesuatu yang menurut Presiden adalah jal benar, Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt menuturkan kepada wartawan.

    Bagi banyak kalangan, kesediaan AS berunding dengan organisasi yang sudah mereka labeli sebagai ‘organisasi teroris’ adalah hal langka.

    Dalam kasus Hamas, terakhir kali AS berunding dengan gerakan perlawanan Palestina itu adalah 28 tahun silam.

    “Pemerintahan Donald Trump mengadakan pembicaraan rahasia dengan Hamas, menandai komunikasi langsung pertama dengan kelompok Palestina itu sejak 1997,” demikian laporan Axios Kamis (6/3/2025), mengutip dua sumber yang mendapat informasi mengenai pembicaraan tersebut.

    Diskusi AS-Hamas dilaporkan fokus pada pembebasan tawanan Amerika yang ditahan Hamas di Gaza, dan kemungkinan kesepakatan yang lebih luas untuk mengakhiri perang.

    Utusan presiden AS untuk urusan penyanderaan Adam Boehler memimpin perundingan dari pihak AS, yang berlangsung di Doha, Qatar.

    Laporan tersebut mengatakan bahwa perundingan tersebut belum pernah terjadi sebelumnya karena AS telah menetapkan Hamas sebagai organisasi teroris pada tahun 1997.

    Selain membebaskan tawanan Amerika, pembicaraan tersebut mencakup pembahasan kesepakatan yang lebih luas untuk membebaskan semua tawanan yang tersisa dan mencapai gencatan senjata jangka panjang – menurut sumber tersebut.

    Ada 59 tawanan yang ditahan Hamas di Gaza setelah fase pertama gencatan senjata yang rapuh berakhir.

    Intelijen Israel mengatakan hanya 22 yang masih hidup.

    Lima warga Amerika masih ditawan Hamas. Edan Alexander yang berusia 21 tahun diyakini masih hidup.

    Status sisa sandera lainnya masih belum pasti.

    TEMUI SANDERA ISRAEL- Presiden Amerika Serikat Donald Trump bertemu dengan para sandera Israel yang dibebaskan Hamas di Gedung Putih pada 6 Maret 2025. Trump lalu mengeluarkan ultimatum ke Hamas setelah pertemuan ini. (RNTV/TangkapLayar)

    Trump Temui Para Mantan Sandera

    Terkait situasi itu, Presiden AS, Donald Trump dilaporkan bertemu dengan para tawanan yang dibebaskan di Gedung Putih di tengah pembicaraan rahasia AS-Hamas

    Mantan tawanan yang pernah ditahan di Gaza bertemu dengan Presiden Donald Trump di Gedung Putih pada Rabu.

    Pada kesempatan itu, Trump mendengarkan langsung cerita dari para mantan sandera Hamas tentang penahanan.

    Trump kemudian menegaskan kembali komitmennya untuk memastikan pembebasan sandera tersisa Israel yang masih ada di tangan Hamas.

    Menurut pernyataan dari Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt, Trump “mendengarkan dengan saksama kisah-kisah memilukan dari para sandera.”

    Para mantan sandera, pada gilirannya, mengungkapkan rasa terima kasih atas usahanya. “Para sandera berterima kasih kepada Presiden Trump atas usahanya yang gigih untuk membawa semua sandera pulang,” tambah Leavitt.

    Delegasi mantan sandera Israel yang pernah ditawan Hamas tersebut antara lain Iair Horn, Omer Shem Tov, Eli Sharabi, Keith Siegel, Aviva Siegel, Naama Levy, Doron Steinbrecher, dan Noa Argamani.

    Setelah pertemuan tersebut, Trump dilaporkan mengeluarkan pesan tegas kepada Hamas, dengan menyatakan, “ini adalah peringatan terakhir,” sebagaimana dilaporkan oleh Ynet.

    AGRESI – Pasukan Israel (IDF) mengamati situasi dalam agresi militer di Jalur Gaza. (khaberni/tangkap layar)

    Israel Gelisah Tak Diberitahu AS Secara Langsung

    Pembicaraan langsung rahasia antara pemerintahan AS dan Hamas, yang menandai komunikasi pertama antara AS dan kelompok Palestina tersebut sejak 1997, ini rupanya membuat Israel resah.

    Berbau kecemburuan, menurut New York Times, Israel mengetahui pembicaraan AS-Hamas ini melalui saluran tidak langsung.

    Artinya, laporan mengindikasikan kalau Israel tidak diberitahu langsung oleh AS, melainkan melalui pihak ketiga. 

    “Sementara Gedung Putih menyatakan bahwa Israel diajak berkonsultasi mengenai pembicaraan tersebut, sumber-sumber Israel menyatakan kalau mereka diberi tahu dengan cara yang berbeda,” tulis laporan yang dilansir RNTV, Kamis.

    Diskusi AS-Hamas ini, yang dipimpin oleh Adam Buehler, utusan Trump untuk urusan tawanan, berlangsung di Qatar tetapi gagal menghasilkan terobosan langsung. 

    Akan tetapi, sumber-sumber mengindikasikan kalau “para pihak (baik AS maupun Hamas) tetap membiarkan pintu terbuka (peluang negosiasi dan pembicaraan lanjutan.” 

    The Wall Street Journal melaporkan kalau kontak awal antara AS dan Hamas terjadi sebulan lalu di Doha, di mana Buehler meminta pembebasan tawanan Amerika.

    Sebagai tanggapan, Hamas membebaskan warga negara Amerika Sagi Dekel Chen pada tanggal 15 Februari.

    Meskipun hukum AS melarang negosiasi dengan organisasi teroris yang ditunjuk, dan Amerika Serikat secara resmi menggolongkan Hamas sebagai salah satu organisasi teroris, pengecualian memungkinkan utusan Presiden untuk urusan tawanan untuk terlibat dalam diskusi yang bertujuan untuk mengamankan pembebasan warga negara Amerika.

    Israel telah menanggapi dengan keprihatinan atas keterlibatan Washington dengan Hamas.

    Pihak Tel Aviv menyiratkan, pembicaraan AS-Hamas tanpa memberitahu Israel secara langsung, menimbulkan pertanyaan tentang implikasi dari pembicaraan ini mengingat keselarasan yang erat antara Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Presiden Trump.

    Artinya, ketidaktransparanan AS ke Israel berbanding terbalik dengan keakraban yang ditunjukkan Trump dan Netanyahu.

    Sapaan dan Ancaman Trump ke Hamas Saat Israel Cemburu

    Seolah mengerti kegelisahan Israel, setelah bertemu dengan para mantan sandera Israel yang pernah ditawan Hamas, Trump mengeluarkan ultimatumnya kepada Hamas.

    Trump mengunggah pesan di platform media sosialnya, Truth Social, pada Kamis malam, yang ditujukan kepada Hamas, menuntut pembebasan segera para tawanan dan pemulangan jenazah orang-orang yang diduga dibunuh oleh kelompok tersebut.

    “Shalom Hamas, yang berarti Halo dan Selamat Tinggal — Anda dapat memilih. Bebaskan semua Sandera sekarang, jangan nanti, dan segera kembalikan semua mayat orang-orang yang telah Anda bunuh, atau semuanya BERAKHIR bagi Anda,” tulis Trump.

    Trump mengkritik Hamas karena menyimpan mayat orang-orang yang terbunuh, dengan mengatakan, “Hanya orang sakit dan bejat yang menyimpan mayat, sedangkan kalian sakit dan bejat!”

    Ia menegaskan kalau Israel akan menerima semua dukungan yang diperlukan untuk “menyelesaikan pekerjaan,”.

    Trump menyatakan, “Saya akan mengirimkan semua yang dibutuhkan Israel untuk menyelesaikan pekerjaan, tidak ada satu pun anggota Hamas yang akan selamat jika kalian tidak melakukan apa yang saya katakan.”

    Dalam postingannya, Trump juga menyebutkan pertemuannya dengan mantan sandera yang menurut Trump para mantan sandera itu hidupnya telah hancur.

    Ia mengeluarkan peringatan terakhir kepada pimpinan Hamas, mendesak mereka untuk meninggalkan Gaza: “Sekaranglah saatnya untuk meninggalkan Gaza, selagi Anda masih memiliki kesempatan.”

    Berbicara kepada rakyat Gaza, Trump memperingatkan, “Masa depan yang indah menanti, tetapi tidak jika Anda menyandera. Jika Anda melakukannya, Anda MATI! Buatlah keputusan yang CERDAS.” Ia mengakhiri dengan ultimatum yang tegas: “BEBASKAN SANDERA SEKARANG, ATAU AKAN ADA HUKUMAN YANG HARUS DIBAYAR NANTI!”

    Postingan Trump menandai peningkatan retorika yang signifikan, yang mencerminkan ketegangan yang sedang berlangsung seputar negosiasi pembebasan sandera dan konflik Gaza yang berlangsung di tengah ketidakpastian gencatan senjata.

    Berikut sapaan dan ancaman Trump ke Hamas secara lengkap di platform Truthsocial:

    “Shalom Hamas” means Hello and Goodbye – You can choose. Release all of the Hostages now, not later, and immediately return all of the dead bodies of the people you murdered, or it is OVER for you. Only sick and twisted people keep bodies, and you are sick and twisted! I am sending Israel everything it needs to finish the job, not a single Hamas member will be safe if you don’t do as I say. I have just met with your former Hostages whose lives you have destroyed. This is your last warning! For the leadership, now is the time to leave Gaza, while you still have a chance. Also, to the People of Gaza: A beautiful Future awaits, but not if you hold Hostages. If you do, you are DEAD! Make a SMART decision. RELEASE THE HOSTAGES NOW, OR THERE WILL BE HELL TO PAY LATER!

    DONALD J. TRUMP, PRESIDENT OF THE UNITED STATES OF AMERICA

    Respons Hamas Atas Ultimatum Trump

    Hamas kemudian menanggapi ancaman Presiden AS Donald Trump pada Kamis, yang disebutnya sebagai “ultimatum” tersebut.

    Juru bicara Hamas Hazem Qassem mengatakan dalam sebuah pernyataan, “Ancaman-ancaman ini memperumit masalah yang terkait dengan perjanjian gencatan senjata dan mendorong pemerintah Pendudukan Israel untuk menghindari pemenuhan kewajibannya.”

    Qassem menjelaskan bahwa kesepakatan yang dimediasi oleh Washington itu menguraikan pembebasan tahanan Palestina dalam tiga tahap.

    Ia menambahkan kalau Hamas telah menyelesaikan bagiannya pada tahap pertama, sementara Tel Aviv telah menghindari tahap kedua.

    Qassem menekankan, “Apa yang seharusnya dilakukan pemerintah AS adalah menekan Pendudukan Israel untuk memulai negosiasi tahap kedua sebagaimana yang diuraikan dalam perjanjian gencatan senjata.”

    Sementara itu, juru bicara Hamas lainnya, Abdel Latif Al-Qanou, mengatakan kepada Kantor Berita Sawa, “Ancaman berulang Trump terhadap rakyat kami mendukung upaya Perdana Menteri “Israel” Netanyahu untuk menarik kembali perjanjian dan mengintensifkan pengepungan dan kelaparan terhadap rakyat kami.”

    Al-Qanou melanjutkan, “Cara terbaik untuk mengamankan pembebasan tawanan “Israel” yang tersisa adalah dengan melibatkan pendudukan dalam negosiasi tahap kedua dan bertanggung jawab atas pelaksanaan perjanjian, yang dimediasi oleh pihak ketiga.”

    Ancaman-ancaman Donald Trump ini muncul di saat yang sensitif, dengan Hamas menegaskan kembali komitmennya untuk memenuhi perjanjian gencatan senjata dan mendesak Tel Aviv untuk melaksanakan semua ketentuannya.

    Kelompok tersebut menyerukan para mediator untuk memulai tahap kedua negosiasi, yang mencakup penarikan pasukan Israel dari Gaza dan penghentian total agresi.

     

    (oln/rntv/*)

  • AS Kerahkan Lagi Kapal Induk ke Laut Merah Usai Houthi Yaman Tembak Jatuh Drone MQ-9 Reaper – Halaman all

    AS Kerahkan Lagi Kapal Induk ke Laut Merah Usai Houthi Yaman Tembak Jatuh Drone MQ-9 Reaper – Halaman all

    AS Kerahkan Lagi Kapal Induk ke Timur Tengah Usai Houthi Yaman Tembak Jatuh Drone Canggih

    TRIBUNNEWS.COM – Militer Amerika Serikat (AS), Rabu (5/3/2025) mengumumkan kalau mereka -sekali lagi- mengerahkan kapal induk mereka di Timur Tengah di sekitaran perairan Laut Merah.

    Pengerahan kapal induk AS ini ke Laut Merah, terjadi sehari setelah Washington menetapkan gerakan Ansarallah Houthi Yaman sebagai ‘organisasi teroris asing’.

    “Para pejabat militer AS mengatakan kapal induk USS Harry S Truman kembali ke wilayah tanggung jawab Komando Pusat (CENTCOM) pekan ini,” tulis laporan Al Arabiya, Rabu.

    Kapal induk USS Harry S Truman sempat meninggalkan Laut Merah dan berlabuh di Teluk Souda, bulan lalu untuk docking setelah dua bulan operasi tempur di Laut Merah, terutama melawan serangan Houthi dari Yaman.

    Tak lama setelah kunjungannya ke pelabuhan tersebut, USS Harry S Truman bertabrakan dengan kapal dagang di dekat Port Said, Mesir. 

    Setelah menjalani perbaikan, kapal induk itu kini berada di perairan Timur Tengah.

    Kapal itu juga telah digunakan dalam serangan udara gabungan AS-Somalia terhadap militan senior ISIS-Somalia.

    PESAWAT TANPA AWAK – Sebuah MQ-9 Reaper menerbangkan misi pelatihan di atas Nevada Test and Training Range pada 15 Juli 2019. Houthi Yaman dilaporkan menembak jatuh drone AS pada 4 Maret 2025. (Foto Angkatan Udara AS oleh Prajurit Kelas 1 William Rio Rosado)

    Houthi: Drone Canggih ke-15 AS Ditembak Jatuh

    Pada Selasa, Houthi mengatakan mereka menembak jatuh pesawat nirawak MQ-9 Reaper yang sedang melakukan “misi permusuhan” di atas langit Yaman.

    “Dengan jatuhnya pesawat tak berawak MQ9, ini adalah pesawat tak berawak kelima belas AS yang dicegat dan dihancurkan di Yaman sejak perang Gaza,” kata pernyataan Houthi.

    Houhti menekankan, “Kami akan mengambil semua langkah yang diperlukan untuk menghadapi agresi terhadap negara dan melindungi kepentingan nasional.”

    Adapun seorang pejabat pertahanan AS mengatakan kepada Al Arabiya kalau Angkatan Udara AS kehilangan kontak dengan MQ-9 Reaper saat beroperasi di atas Laut Merah.

    AS belum menyatakan drone canggih senilai hampir Rp 500 miliar per unit tersebut jatuh ditembak Houthi, namun mengatakan kalau hal itu sedang diselidiki.

    “MQ-9 sedang melakukan operasi untuk mendukung Operasi Poseidon Archer, yang mengacu pada upaya militer AS yang menargetkan Houthi Yaman,” kata pejabat tersebut.

    Hal ini terjadi setelah Houthi, juga pada bulan Februari, meluncurkan rudal permukaan ke udara ke jet tempur Amerika dan pesawat nirawak MQ-9 Reaper tetapi tidak mengenai keduanya, kata pejabat pertahanan AS kepada Al Arabiya.

    Para pejabat sebelumnya mengatakan kalau pemerintahan AS di bawah Donald Trump saat ini sedang meninjau opsi untuk melawan serangan Houthi.

    LAWAN ISRAEL – Anggota milisi Ansarallah atau biasa disebut pemberontak Houthi menyatakan siap menghancurkan Israel sebagai bentuk dukungan terhadap perlawanan Palestina. (tangkap layar/file AFP).

    AS Tetapkan Houthi Sebagai Organisasi Teroris Asing 

    Sementara itu, pemerintahan Trump secara resmi menetapkan Houthi sebagai Foreign Terrorist Organization (FTO) pekan ini.

    Penetapan ini merujuk pada perintah eksekutif yang dikeluarkan oleh Presiden Donald Trump tak lama setelah menjabat.

    Pemerintahan Biden, dengan alasan bencana kemanusiaan di Yaman, tidak memasukkan Houthi ke dalam label FTO. 

    Para kritikus mengatakan hal ini dilakukan sebagai bagian dari harapan pemerintahan Biden untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir dengan Iran, yang membuat AS mengurangi tekanan dan kampanye sanksi terhadap Teheran.

    “Keputusan FTO kini memberikan lebih banyak pilihan bagi komandan militer AS untuk memerintahkan serangan ofensif terhadap Houthi,” tulis laporan tersebut yang menggambarkan kalau AS segera membombardir Yaman dengan alasan penghancuran Houthi.

     

    (oln/alarby/*)