Kasus: Teroris

  • AS Cabut 6.000 Visa Pelajar Asing, Sebagian karena Ikut Demo Palestina

    AS Cabut 6.000 Visa Pelajar Asing, Sebagian karena Ikut Demo Palestina

    Jakarta

    Departemen Luar Negeri AS telah mencabut lebih dari 6.000 visa pelajar internasional karena melanggar hukum AS dan tinggal melebihi batas waktu, demikian disampaikan departemen tersebut kepada BBC.

    Deplu AS mengatakan bahwa “sebagian besar” pelanggaran berupa penyerangan, mengemudi dalam keadaan mabuk (DUI), perampokan, dan “mendukung terorisme”.

    Langkah ini diambil ketika pemerintahan Presiden Donald Trump melanjutkan kebijakan ketat imigrasi, termasuk penindakan terhadap mahasiswa internasional.

    Meskipun Deplu AS tidak merinci apa yang mereka maksud dengan “dukungan terhadap terorisme”, pemerintahan Trump telah menargetkan sejumlah mahasiswa yang melakukan unjuk rasa mendukung Palestina.

    Alasan pemerintah AS, mahasiswa-mahasiswa tersebut menunjukkan perilaku antisemit.

    Dari 6.000 visa pelajar yang dicabut, Deplu AS mengatakan sekitar 4.000 di antaranya dicabut karena mereka melanggar hukum.

    Sebanyak 200-300 visa lainnya juga dicabut karena “terorisme yang dilakukan di bawah INA 3B”, kata Deplu AS.

    Awal tahun ini, pemerintahan Trump menghentikan sementara penjadwalan janji temu pembuatan visa untuk pelajar internasional.

    Pada Juni, ketika janji temu pembuatan visa dimulai lagi, pemerintah AS meminta semua pemohon visa untuk mempublikasikan akun media sosial mereka untuk memperketat penyaringan.

    Pemerintah AS mengatakan penyaringan bertujuan untuk mencari “setiap indikasi permusuhan terhadap warga negara, budaya, pemerintah, institusi, atau prinsip-prinsip dasar Amerika Serikat”.

    Para pejabat Deplu AS juga diinstruksikan untuk menyaring pemohon visa “yang mengadvokasi, membantu, atau mendukung lembaga atau sosok yang telah ditetapkan sebagai teroris asing, dan ancaman lain terhadap keamanan nasional; atau yang melakukan pelecehan atau kekerasan yang bersifat anti-Semit.”

    Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, mengatakan kepada para anggota parlemen AS pada bulan Mei bahwa ia memperkirakan “ribuan” visa pelajar telah dibatalkan sejak Januari.

    “Saya tidak tahu jumlah terakhirnya, tapi kami mungkin akan melakukan lebih banyak lagi,” kata Rubio pada 20 Mei.

    Getty ImagesIlustrasi mahasiswa AS saat mengikuti acara wisuda.

    “Kami akan terus mencabut visa orang-orang yang berada di sini sebagai tamu dan mengganggu fasilitas pendidikan tinggi kami.”

    Partai Demokrat menentang upaya pemerintahan Trump untuk mencabut visa pelajar. Partai berlambang keledai itu menggambarkannya sebagai serangan terhadap proses hukum.

    Lebih dari 1,1 juta siswa internasional dari lebih dari 210 negara terdaftar di perguruan tinggi AS pada tahun ajaran 2023-2024, menurut Open Doors, sebuah organisasi yang mengumpulkan data pelajar asing.

    Dari jumlah itu, berdasarkan data Open Doors, sebanyak 8.348 pelajar berasal dari Indonesia.

    (ita/ita)

  • Kala Napiter Beri Hormat ke Bendera Merah Putih, Matanya Berkaca-kaca – Page 3

    Kala Napiter Beri Hormat ke Bendera Merah Putih, Matanya Berkaca-kaca – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Suasana Upacara di Lapangan Lapas Kelas I Cipinang, Minggu (17/8/2025), tampak berbeda. Betapa tidak, ketika Sang Saka Merah Putih berkibar, tidak hanya petugas, tapi juga enam narapidana teroris (napiter) ikut tegak memberi hormat.

    Dari total 2.268 Warga Binaan, sekitar 300 orang dipilih mewakili tiap blok untuk ikut upacara HUT ke-80 RI. Barisan napi berbagai kasus berdiri, sebagian menunduk khusyuk. Ketika bendera mulai naik ke puncak tiang, air mata menetes di pipi seorang napiter berinisial BS.

    “Dulu saya punya pandangan yang salah tentang negara. Tapi hari ini, saya berdiri tegak di bawah bendera Merah Putih dengan perasaan berbeda. Saya ingin berubah dan berkontribusi positif,” ungkapnya dengan mata berkaca-kaca seperti dikutip dari keterangan tertulis, Minggu (17/8/2025).

    Upacara dipimpin Yulius Jum Hertantono selaku Inspektur Upacara. Dalam amanatnya, ia menekankan kemerdekaan bukan sekadar simboh sejarah. Tetapi juga amanah untuk diwujudkan dalam perubahan sikap dan perilaku yang lebih baik, termasuk bagi para Warga Binaan.

    “Mengibarkan bendera adalah tanda kebanggaan terhadap bangsa. Ketika dilakukan oleh Warga Binaan, apalagi napiter, hal ini menunjukkan adanya perubahan cara pandang. Inilah esensi pemasyarakatan, yaitu menghadirkan proses pembinaan yang menumbuhkan kesadaran akan nasionalisme dan persatuan,” kata dia.

     

  • WhatsApp Tuding Balik Rusia Terkait Pembatasan Fitur Voice Call – Page 3

    WhatsApp Tuding Balik Rusia Terkait Pembatasan Fitur Voice Call – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Setelah pemerintah Rusia memblokir WhatsApp Call, kini platform penyedia layanan pesan tersebut menuntut balik untuk mendapatkan keadilan.

    Dilansir Gizchina, pemerintah Rusia membatasi panggilan yang terjadi di WhatsApp karena aplikasi ini dicurigai menjadi sarang teroris dan para penipu.

    Pembatasan akses ini sebenarnya terjadi karena muncul ketegangan antara pemerintah Rusia dan perusahaan teknologi asing. Dari informasi yang beredar, ketegangan mengalami eskalasi ketika Rusia memulai invasi militer ke Ukraina pada Februari 2022.

    Mengutip pernyataan resmi dari Juru Bicara WhatsApp, Jumat (15/8/2025), “Aplikasi layanan kami bersifat privat, terenkripsi ujung ke ujung (end-to-end encrypted), dan menolak upaya pemerintah untuk melanggar hak orang dalam berkomunikasi secara aman.”

    Selaras dengan pernyataan sebelumnya, WhatsApp menuding balik pemerintah Rusia karena secara sengaja menghentikan kurang lebih 100 juta warganya dalam mengakses komunikasi yang aman dan pribadi.

    Menurutnya, langkah radikal ini mengambil kedaulatan digital dari masyarakat dan sebagai penyedia, mereka harus melindungi keamanan data yang tersimpan.

    “Kami akan terus melakukan segala yang kami bisa untuk memastikan komunikasi terenkripsi ujung ke ujung tersedia bagi semua orang di seluruh dunia, termasuk di Rusia,” Juru Bicara WhatsApp menambahkan.

    Sekarang imbasnya WhatsApp terancam kehilangan lebih dari 100 juta pengguna dan mendapat label buruk atas tuduhan tidak menyenangkan seperti keterlibatan penggunanya dalam aktivitas terorisme atau pun penipuan.

    Selain dua dampak buruk yang dialami WhatsApp, kini layanan penyedia komunikasi digital tersebut terpaksa bersaing melawan MAX (aplikasi penyedia chat yang di dukung penuh oleh pemerintah Rusia dan para politisi elit).

    Melihat dari potensial dampak yang terjadi, hanya ada satu jalan keluar bagi layanan satu ini. Mengikuti pembatasan dari pemerintah terhadap beberapa fitur, salah satunya panggilan suara.

  • Australia Berubah Sikap soal Palestina, Apa Artinya Bagi Negara Tetangga?

    Australia Berubah Sikap soal Palestina, Apa Artinya Bagi Negara Tetangga?

    Jakarta

    Baca beritanya dalam bahasa Inggris

    Australia akan mengakui Palestina sebagai sebuah negara di Sidang PBB yang akan digelar bulan September nanti, yang menjadi sebuah tonggak sejarah baru.

    Keputusan ini menjadi sejalan bagi negara-negara tetangganya di Asia Tenggara, seperti Indonesia.

    Tapi, perubahan sikap ini tidak sesuai dengan kebijakan di kebanyakan negara-negara di kawasan Pasifik, yang lebih dekat dengan Israel dan Amerika Serikat dengan didasari alasan bantuan, pembangunan, dan agama.

    Lantas bagaimana perubahan sikap Australia akan berdampak bagi hubungannya dengan negara-negara di kawasan Asia Pasifik?

    Asia Tenggara yang tidak selalu bersatu

    Pemerintah Indonesia menyambut keputusan Australia dengan menyebutnya sebagai sebuah “keberanian”.

    “Kita sambut baik langkah penting Australia untuk mengakui negara Palestina. Keputusan tersebut menunjukkan keberanian dan komitmen Australia terhadap penegakan hukum internasional,” kata Wakil Menteri Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir, kepada RRI, Selasa kemarin.

    Baru setahun kemudian, Filipina menjadi negara keempat di Asia Tenggara yang mengakui Palestina sebagai sebuah negara.

    Tapi Asia Tenggara tidak selalu bersatu untuk isu Palestina.

    “Sudah ada beberapa perpecahan di dalam blok [Asia Tenggara] terkait Palestina, dengan negara-negara seperti Myanmar dan Laos kurang vokal, sementara Malaysia, Indonesia, dan Filipina merupakan pendukung kuat,” kata Dr Muhammad Zulfikar Rakhmat dari Centre of Economic and Law Studies (CELIOS) di Jakarta.

    Indonesia adalah negara yang aktif mendukung Palestina. khususnya untuk bantuan kemanusiaan, namun menurut Dr Zulfikar Indonesia belum mengambil sikap yang lebih tegas seperti menuntut diakhirinya genosida yang dilakukan Israel.

    “Salah satu alasannya adalah kebijakan luar negeri Indonesia yang relatif pragmatis, yang memprioritaskan stabilitas dan hubungan ekonomi, terutama dengan negara-negara besar di kawasan,” jelasnya.

    “Apa yang dapat dilakukan Indonesia, dan juga dapat dilakukan oleh negara-negara lain di Asia Tenggara, adalah memanfaatkan kekuatan kolektif untuk mendorong sanksi yang lebih kuat terhadap Israel dan mengadvokasi pergeseran menuju perdamaian yang lebih adil dan langgeng, misalnya melalui gerakan boikot, divestasi, dan sanksi (BDS) internasional,” jelasnya.

    Salah satu advokat terkuat untuk memperjuangkan Palestina di Asia Tenggara bisa jadi negara Malaysia.

    Mereka menolak semua bentuk diplomatik, termasuk yang tidak resmi, dengan Malaysia dan sudah melarang siapapun yang bepergian dengan paspor Israel masuk ke negaranya, ujar Dr Mary Ainslie dari University of Nottingham.

    Ia mengatakan para pemimpin Malaysia juga punya kedekatan dengan Hamas hingga menimbulkan kritikan internasional, karena Hamas dicap sebagai kelompok teroris oleh negara-negara Barat, termasuk oleh Australia.

    Setelah serangan Hamas ke Israel di bulan Oktober 2023, PM Malaysia, Anwar Ibrahim, dilaporkan berbicara dengan salah satu petinggi Hamas.

    Dr Zulfikar mengatakan meski tidak terlalu vokal, negara-negara seperti Vietnam dan Kamboja, secara resmi juga mengakui Palestina.

    “Di sisi lain, Thailand secara historis mempertahankan sikap yang lebih netral, tapi pengakuannya terhadap Palestina di masa lalu menunjukkan adanya dukungan,” kata Dr Zulfikar.

    Ia juga mengatakan pengakuan kolektif Asia Tenggara terhadap Palestina didasarkan pada prinsip-prinsip “anti-kolonialisme dan hak asasi manusia”.

    Namun, negara-negara Asia Tenggara berhati-hati untuk tidak mengkritik Israel secara berlebihan karena mereka tidak ingin catatan hak asasi manusia di negara masing-masing juga diawasi, kata Dr Mary.

    “Menyebut adanya pelanggaran di negara lain bisa malah menunjukkan masalah yang sama secara internal, seperti perlakuan terhadap pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari genosida [di Myanmar] dan perlakuan yang umumnya buruk terhadap minoritas dan migran di negara-negara Asia Tenggara,” kata Dr Mary.

    Ia juga mengatakan negara-negara Asia Tenggara cenderung tidak “aktif” mendukung perjuangan Palestina, karena mereka juga punya hubungan ekonomi dan teknologi yang kuat dengan Israel, namun tersembunyi.

    Tak hanya itu, negara-negara anggota ASEAN juga senang untuk tidak melakukan intervensi apa pun terhadap masalah dalam negeri masing-masing, karena berpotensi bisa mengganggu hubungan, ujar Dr Mary.

    Dr Zulfikar mengatakan pengakuan Australia atas negara Palestina dapat memperkuat solidaritas antarnegara ASEAN, atau justru sebaliknya, memperburuk hubungan.

    Ini semua tergantung pada kepentingan nasional masing-masing negara terkait Palestina.

    Sementara itu negara-negara lain, termasuk Jepang, Korea Selatan, dan Singapura, menyatakan mendukung Palestina tetapi belum mengakui kenegaraan Palestina.

    “Perbedaan antara mengakui negara Palestina dan mendukung solusi dua negara terletak pada cakupan dan penekanannya,” jelas Dr Zulfikar.

    “Mengakui negara Palestina merupakan pengakuan formal atas Palestina sebagai entitas berdaulat, sering kali melalui jalur diplomatik atau hukum.”

    “Di sisi lain, mendukung solusi dua negara mengacu pada dukungan terhadap kerangka politik yang lebih luas yang bertujuan untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina dengan mendirikan dua negara merdeka, Israel dan Palestina, yang hidup berdampingan secara damai dan aman.”

    Para pengamat sepakat jika keputusan Australia untuk mengakui negara Palestina tidak mungkin mengubah posisi negara lain.

    Berbeda sikap dengan negara-negara Pasifik

    Papua Nugini, Fiji, Nauru, Palau, Tuvalu, dan Tonga tidak mengakui kenegaraan Palestina.

    Banyak negara-negara ini bergantung pada Amerika Serikat untuk bantuan dan keamanan.

    Hubungan kuat Pasifik dengan Amerika Serikat dan Israel sudah terlihat saat Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada bulan Juni lalu, ketika enam negara Pasifik bergabung dengan Amerika Serikat dan Israel dengan memilih untuk menentang gencatan senjata antara Israel dan Gaza.

    Profesor Derek McDougall dari University of Melbourne mengatakan agama juga memainkan peran penting dalam hubungan Israel dan negara-negara Pasifik.

    Ia mengatakan meskipun di Fiji, mayoritas warganya adalah Pribumi yang biasanya mendukung perjuangan Palestina, bukan berarti bersimpati dengan Palestina karena kebanyakan penduduk Pribumi Fiji adalah Kristen evangelis.

    “Di Amerika Serikat, orang-orang Kristen evangelis, bahkan mungkin lebih banyak daripada orang Yahudi, yang memberikan dukungan politik yang signifikan bagi Israel,” katanya.

    Meskipun Australia mengambil posisi yang berlawanan dengan banyak negara Pasifik, Sione Tekiteki, seorang pengacara dan dosen hukum senior di Auckland University of Technology, mengatakan tidak akan “merusak secara signifikan” hubungannya dengan negara-negara tetangga di Kepulauan Pasifik.

    “Kebijakan luar negeri ‘sahabat untuk semua’ yang telah lama berlaku di kawasan ini berarti negara-negara Pasifik jarang membiarkan posisi mitra mereka dalam konflik yang letaknya jauh untuk menentukan lingkup hubungan bilateral dan regional mereka,” kata Dr Sione.

    Ia mengatakan Australia akan tetap menjadi mitra kunci di Pasifik karena bantuan dan pembangunan substansial yang diberikannya.

    Baik Dr Sione maupun Profesor Derek percaya kredibilitas komitmen iklim Australia, beserta posisinya soal China dan lingkungan keamanan regional yang lebih luas, akan jauh lebih berpengaruh dalam membentuk persepsi Pasifik daripada sikapnya terhadap Palestina.

    “Catatan pemungutan suara PBB sebelumnya menunjukkan negara-negara Pasifik sering mengambil jalan mereka sendiri dalam isu-isu Timur Tengah, dan tidak secara konsisten mengikuti pola pemungutan suara Australia dan Selandia Baru,” kata Dr Sione.

    (ita/ita)

  • Mandek, Rencana Sanksi Uni Eropa terhadap Israel di Tengah Krisis Gaza

    Mandek, Rencana Sanksi Uni Eropa terhadap Israel di Tengah Krisis Gaza

    Jakarta

    Usulan Komisi Eropa memberlakukan sanksi terhadap Israel untuk yang pertama kalinya, masih terhenti hingga dua minggu pasca usulan tersebut dilayangkan, akibat ketidaksepakatan di antara negara-negara anggota blok tersebut.

    “Jerman adalah satu di antara negara-negara yang menunda dan meminta waktu lebih lama untuk meninjau,” kata sejumlah diplomat Uni Eropa (UE) kepada DW. Tanpa dukungan pemerintah di Berlin, rencana tersebut kemungkinan besar tidak akan maju.

    “Penderitaan kemanusiaan di Gaza telah mencapai tingkat yang tak terbayangkan, dengan kelaparan yang terjadi di depan mata kita,” eksekutif UE memberi peringatan pada Sabtu, (12/7/2025).

    Dalam upaya menekan Israel untuk mengubah kebijakan, UE mengusulkan untuk melarang startup Israel mengakses sebagian dana penelitian UE yang dikenal sebagai “Horizon Europe” pada akhir Juli.

    Usulan itu menandai pergeseran dalam pendekatan Uni Eropa , di mana untuk kali pertama blok tersebut mengambil tindakan konkret setelah setahun setengah melontarkan kritik tajam.

    Uni Eropa: Israel melanggar hak asasi manusia

    “Dengan intervensinya di Jalur Gaza dan bencana kemanusiaan yang terjadi, termasuk ribuan kematian warga sipil dan peningkatan drastis angka malnutrisi ekstrem, terutama pada anak-anak, Israel melanggar hak asasi manusia dan hukum kemanusiaan, sehingga melanggar prinsip dasar kerja sama UE-Israel,” tulis Komisi Eropa dalam proposalnya pada Senin (28/7/2025).

    Menteri Luar Negeri Belgia Maxime Prevot mengusulkan tanggal 13 Agustus sebagai tanggal kemungkinan untuk pengesahan jika konsensus tercapai. Namun, sumber-sumber UE mengatakan kepada DW, hingga saat ini tidak ada pergeseran posisi yang signifikan dalam pertemuan virtual menteri-menteri UE pada Senin (11/8). Artinya, untuk saat ini, tidak ada lampu hijau.

    Kementerian Luar Negeri Israel menyesalkan proposal Brussels untuk membatasi dana tersebut, dan mengklaim bahwa langkah-langkah hukuman semacam itu hanya akan memperkuat Hamas, hal yang dibantah oleh Uni Eropa.

    ‘Langkah terkecil’ terbukti menjadi masalah

    Penundaan tindakan UE telah memicu kemarahan dari aktivis dan organisasi pemantau hak asasi manusia, yang telah lama menuduh blok tersebut gagal memanfaatkan potensi pengaruhnya.

    “Fakta bahwa UE bahkan tidak bisa sepakat pada langkah terkecil, adalah sebuah aib. Batasannya sudah sangat rendah, namun UE dan beberapa negara anggotanya masih saja tersandung di sana,” kata Bushra Khalidi dari Oxfam kepada DW.

    Perbedaan internal yang menghambat tindakan bukanlah hal baru.Sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, blok tersebut bersatu untuk mengecam kelompok militan Hamas yang diklasifikasikan sebagai organisasi teroris oleh UE dan menyerukan pembebasan sandera Israel. Namun, setiap pernyataan tentang hubungan Eropa dengan Israel menjadi perdebatan sengit pasca kecaman tersebut.

    Tidak ada kesepakatan

    Perpecahan di antara negara-negara anggota UE kini berpusat pada apakah dan bagaimana menanggapi tinjauan UE yang menemukan bahwa tindakan Israel di Gaza, mulai dari pembatasan masuknya bantuan hingga menargetkan jurnalis, kemungkinan melanggar kesepakatan yang mengatur perdagangan dan hubungan UE-Israel.

    Dalam surat yang bocor yang dilihat oleh DW, Israel mengecam penyelidikan UE sebagai kegagalan moral dan metodologis berdasarkan bukti yang bias, tetapi blok UE tetap bersikukuh pada temuan mereka.

    Kini, Spanyol, yang sering dianggap sebagai kritikus keras pemerintah Israel, menyerukan agar perjanjian UE-Israel secara keseluruhan ditangguhkan.

    Negara anggota UE lainnya, termasuk Belanda dan Swedia, yang secara tradisional dianggap kurang kritis terhadap Israel, ingin membekukan aspek perdagangan perjanjian tersebut. Langkah ini akan membuat ekspor perusahaan Israel ke UE, mitra dagang utama Israel, menjadi lebih sulit dan mahal.

    Jerman, di sisi lain, melihat dirinya memiliki tanggung jawab historis terhadap keamanan Israel, karena masa lalunya sebagai Nazi dan pembunuhan sistematis enam juta orang Yahudi selama Holocaust.

    Meskipun Berlin menahan diri dari langkah-langkah UE tingkat pertama, Kanselir Merz mengumumkan pekan lalu bahwa Jerman akan menghentikan sebagian ekspor senjata yang dapat digunakan di Jalur Gaza oleh pasukan Israel. Pernyataan Merz ini menandakan perubahan nada Jerman atas Israel.

    Perjanjian bantuan tidak memuaskan

    Uni Eropa menyatakan prioritasnya adalah memastikan bantuan mengalir ke di tengah krisis kemanusiaan yang semakin parah. Setelah mengancam dengan sanksi, blok tersebut mengumumkan apa yang tampaknya menjadi terobosan pada bulan lalu.

    “Langkah-langkah signifikan telah disepakati oleh Israel untuk meningkatkan situasi kemanusiaan di Jalur Gaza,” kata diplomat terkemuka UE Kaja Kallas dalam pernyataan “kesepakatan bersama” pada Kamis (10/07), yang juga dibantu difasilitasi oleh Jerman.

    Namun, beberapa minggu kemudian, banyak negara anggota Uni Eropa mengatakan hal ini jauh dari memadai. Dengan proposal untuk aksi nyata mandeg dalam kebuntuan institusional, pejabat UE terus mengeluarkan pernyataan kecaman.

    Pada Minggu (3/8), Manajer Krisis Uni Eropa, Hadja Lahbib, menyampaikan “Saya mendesak Hamas dan Jihad Islam untuk segera membebaskan semua sandera Israel.” Ia juga mendesak “Israel untuk menghentikan blokade bantuan pangan di Gaza dan memungkinkan pengiriman bantuan kemanusiaan secara efektif dan besar-besaran.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    diadaptasi oleh Algadri Muhammad

    Editor: Rahka Susanto dan Agus Setiawan

    Tonton juga video “RI-Uni Eropa Akhirnya Sepakati Perjanjian Dagang IEU-CEPA” di sini:

    (ita/ita)

  • Uni Eropa Kutuk Israel Bunuh Jurnalis-jurnalis di Gaza

    Uni Eropa Kutuk Israel Bunuh Jurnalis-jurnalis di Gaza

    Jakarta

    Israel melakukan pembunuhan terhadap jurnalis-jurnalis di Gaza, terbaru menewaskan sebanyak lima jurnalis Al Jazeera. Uni Eropa mengutuk aksi Israel tersebut.

    Dilansir kantor berita AFP, Selasa (12/8/2025), kepala kebijakan luar negeri blok tersebut, Kaja Kallas, serangan terjadi di luar Rumah Sakit al-Shifa di Kota Gaza.

    “Uni Eropa mengutuk pembunuhan lima jurnalis Al Jazeera dalam serangan udara (militer Israel) di luar Rumah Sakit al-Shifa di Kota Gaza, termasuk koresponden Al Jazeera, Anas al-Sharif,” ujarnya setelah para menteri luar negeri Uni Eropa membahas perang tersebut dalam pembicaraan virtual.

    Sebuah pernyataan militer Israel menuduh Sharif memimpin sel teroris Hamas dan bertanggung jawab atas serangan roket terhadap warga Israel.

    Kallas menegaskan tuduhan itu diperlukan bukti yang jelas. Dia menegaskan perlunya menghormati supremasi hukum dan menghindari penargetan jurnalis.

    Blok yang beranggotakan 27 negara ini kesulitan mengambil tindakan atas konflik di Gaza karena terbagi antara pendukung setia Israel dan mereka yang membela Palestina.

    Uni Eropa mencapai kesepakatan bulan lalu untuk meningkatkan akses bantuan ke Gaza, tetapi para pejabat senior mengatakan bahwa kesepakatan tersebut baru terlaksana sebagian.

    Kallas mendesak Israel untuk mengizinkan lebih banyak bantuan masuk ke wilayah tersebut.

    “Meskipun ada lebih banyak bantuan yang masuk, kebutuhannya masih jauh lebih besar. Kami mendesak Israel untuk mengizinkan lebih banyak truk dan distribusi bantuan yang lebih baik,” ujarnya.

    Halaman 2 dari 2

    (fca/fca)

  • Jurnalis Anas al-Sharif Tewas Usai Tenda Kru Al-Jazeera di Gaza Dibom Israel

    Jurnalis Anas al-Sharif Tewas Usai Tenda Kru Al-Jazeera di Gaza Dibom Israel

    Jakarta

    Jurnalis Al-Jazeera Anas Al Sharif meninggal dunia akibat serangan di Gaza pada Minggu (10/8) waktu setempat. Hingga kini total 237 jurnalis gugur akibat serangan Israel sejak dimulainya perang.

    Dilansir Al Jazeera, Senin (11/8) Kantor Media Pemerintah di Gaza pembunuhan tersebut merupakan kejahatan perang yang sepenuhnya bertujuan untuk membungkam kebenaran dan menutupi kejahatan genosida yang dilakukan oleh Israel.

    “Ini merupakan awal dari rencana kriminal penjajah [Israel] untuk menutupi pembantaian brutal di masa lalu dan yang akan datang yang telah dan akan dilakukannya di Jalur Gaza,” kata kantor Media tersebut, Senin.

    Serangan Israel itu disebut menargetkan tenda kru jurnalis al-Jazeera. Anas Al Sharif dan empat rekannya tewas dalam serangan udara Israel itu.

    “Jurnalis Al Jazeera Anas al-Sharif tewas bersama empat rekannya dalam serangan yang ditargetkan Israel terhadap sebuah tenda yang menampung jurnalis di Kota Gaza,” kata penyiar yang berbasis di Qatar, dikutip AFP.

    Kantor tersebut mengatakan bahwa Israel, Amerika Serikat dan semua negara yang terlibat dalam genosida bertanggung jawab penuh atas kejahatan sistematis terhadap para jurnalis dan pekerja media di daerah tersebut. Mereka juga menyerukan agar organisasi-organisasi internasional turun tangan.

    “Anas Al Sharif menjabat sebagai kepala sel teroris di organisasi teroris Hamas dan bertanggung jawab untuk memajukan serangan roket terhadap warga sipil Israel dan pasukan IDF,” kata militer Israel dilansir Reuters, Senin (11/8).

    Direktur Rumah Sakit Al-Shifa di Kota Gaza mengatakan bahwa serangan yang menghantam tenda yang menampung para jurnalis di luar pintu masuk rumah sakit, ditargetkan secara langsung kepada mereka.

    Jurnalis Al Jazeera, Anas al-Sharif, Mohammed Qreiqeh, Ibrahim Zaher dan Mohammed Noufal terbunuh dalam serangan tersebut.

    Simak Video: Serangan Israel Tewaskan Jurnalis, Tuding Korban Pemimpin Hamas

    (wnv/idn)

  • Serangan Israel ke Gaza Tewaskan Jurnalis, Tuding Korban Terlibat Teroris

    Serangan Israel ke Gaza Tewaskan Jurnalis, Tuding Korban Terlibat Teroris

    Jakarta

    Militer Israel kembali melancarkan serangan ke Kota Gaza. Serangan tersebut menewaskan jurnalis Al Jazeera, Anas Al Sharif.

    Dilansir Reuters dan Al Jazeera, serangan dilancarkan pada Minggu (10/8) waktu setempat. Israel menuduh Al Sharif sebagai sebagai kepala sel Hamas.

    “Anas Al Sharif menjabat sebagai kepala sel teroris di organisasi teroris Hamas dan bertanggung jawab untuk memajukan serangan roket terhadap warga sipil Israel dan pasukan IDF,” kata militer Israel dilansir Reuters, Senin (11/8/2025).

    Direktur rumah sakit di Kota Gaza mengatakan bahwa serangan yang menghantam tenda yang menampung para jurnalis di luar pintu masuk Rumah Sakit Al-Shifa ditargetkan secara langsung kepada mereka.

    Jurnalis Al Jazeera, Anas al-Sharif, Mohammed Qreiqeh, Ibrahim Zaher dan Mohammed Noufal terbunuh dalam serangan beberapa waktu lalu.

    “Tujuan kami bukan untuk menduduki Gaza, tetapi untuk membentuk pemerintahan sipil di Jalur Gaza yang tidak berafiliasi dengan Hamas atau Otoritas Palestina,” kata Netanyahu dalam sebuah konferensi pers dilansir kantor berita AFP, Minggu (10/8/2025).

    Netanyahu juga berjanji untuk menciptakan koridor yang aman untuk penyaluran bantuan.

    Rencana Israel tersebut langsung menuai kecaman dunia. Beberapa negara mulai dari Indonesia, Inggris, China hingga Turki mengecam dan menolak rencana Israel tersebut.

    (wnv/wnv)

  • Geger Perintah Trump Hajar Kartel Narkoba Pakai Kekuatan Militer

    Geger Perintah Trump Hajar Kartel Narkoba Pakai Kekuatan Militer

    Jakarta

    Kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali membuat geger banyak pihak. Orang nomor satu di AS itu akan menurunkan Pentagon demi melawan kartel narkoba di Amerika Latin.

    Dirangkum dari berbagai sumber seperti The New York Times, The Wall Street Journal, dan AFP, mereka melaporkan Washington pada Jumat (8/8) kemarin menetapkan beberapa kelompok penyelundup narkotika sebagai organisasi “teroris”.

    Trump bahkan dilaporkan telah memerintahkan Pentagon untuk menggunakan kekuatan militer terhadap kartel-kartel yang dianggap sebagai organisasi teroris.

    Selain itu, disebutkan juga Trump telah menyiapkan berbagai opsi, yakni menggunakan pasukan khusus dan penyediaan dukungan intelijen yang sedang dibahas, dan bahwa setiap tindakan akan dikoordinasikan dengan mitra-mitra asing.

    Pernyataan Gedung Putih

    Sementara itu, juru bicara Gedung Putih, Anna Kelly, meskipun tidak mengonfirmasi laporan tersebut, dia mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa “prioritas utama Trump adalah melindungi tanah air, itulah sebabnya ia mengambil langkah berani untuk menetapkan beberapa kartel dan geng sebagai organisasi teroris asing.”

    Sebelumnya, otoritas Amerika Serikat telah menetapkan kartel Tren de Aragua di Venezuela, Kartel Sinaloa di Meksiko, dan enam kelompok pengedar narkoba lainnya yang berakar di Amerika Latin sebagai kelompok teroris pada bulan Februari lalu.

    Kedutaan Besar AS di Meksiko merilis pernyataan pada Jumat malam, yang menyatakan bahwa kedua negara akan menggunakan “setiap alat yang kami miliki untuk melindungi rakyat kami dari kelompok-kelompok pengedar narkoba”.

    Namun, Kementerian Luar Negeri Meksiko menekankan bahwa Meksiko “tidak akan menerima keterlibatan pasukan militer AS di wilayah kami”.

    Janji Trump

    Pada Maret lalu, Trump pernah berjanji kalau dia akan “berperang” melawan kartel-kartel narkoba Meksiko, yang ia tuduh melakukan pemerkosaan dan pembunuhan. Trump juga menuding kartel-kartel Meksiko membanjiri AS dengan narkoba, khususnya fentanil.

    Menanggapi laporan potensi aksi militer AS terhadap kartel, Presiden Meksiko, Claudia Sheinbaum menegaskan pada hari Jumat (8/8) bahwa “tidak akan ada invasi” ke negaranya.

    Sheinbaum telah berupaya keras untuk menunjukkan kepada Trump bahwa ia bertindak melawan kartel-kartel Meksiko.

    “Kami bekerja sama, kami berkolaborasi, tetapi tidak akan ada invasi. Itu sama sekali tidak mungkin,” ujarnya.

    Meksiko Tolak Jika Militer AS Masuk

    Presiden Meksiko, Claudia Sheinbaum, meminta rakyatnya tidak khawatir dengan aturan baru Trump ini. Dia menegaskan “tidak akan ada invasi ke Meksiko”.

    “Tidak akan ada invasi ke Meksiko,” kata Sheinbaum, dilansir kantor berita AFP.

    Pernyataan itu dikeluarkan setelah media AS, The New York Times melaporkan bahwa Trump diam-diam telah menandatangani perintah eksekutif untuk menggunakan kekuatan militer terhadap kartel-kartel yang telah dinyatakan oleh pemerintahannya sebagai organisasi teroris.

    “Kami diberitahu bahwa perintah eksekutif ini akan segera dikeluarkan dan tidak ada hubungannya dengan partisipasi personel militer atau institusi mana pun di wilayah kami,” kata Sheinbaum dalam konferensi pers rutinnya di pagi hari.

    Kementerian Luar Negeri Meksiko kemudian mengatakan bahwa Meksiko “tidak akan menerima partisipasi pasukan militer AS di wilayah kami.”

    Pernyataan tersebut disampaikan menyusul pernyataan yang dirilis oleh Kedutaan Besar AS di Meksiko, yang menyatakan bahwa kedua negara akan menggunakan “setiap alat yang kami miliki untuk melindungi rakyat kami dari kelompok-kelompok penyelundup narkoba”.

    Duta Besar AS untuk Meksiko, Ronald Johnson, menuliskan di media sosial X bahwa kedua negara “menghadapi musuh bersama: kartel-kartel kriminal yang kejam.”

    Sheinbaum diketahui telah berupaya keras untuk menunjukkan kepada Trump bahwa ia bertindak melawan kartel-kartel di negaranya, yang ia tuduh membanjiri Amerika Serikat dengan narkoba, khususnya fentanil.

    “Kami bekerja sama, kami berkolaborasi, tetapi tidak akan ada invasi. Itu sama sekali tidak mungkin,” ujar presiden perempuan pertama Meksiko itu.

    Ia mengatakan bahwa dalam “setiap panggilan telepon” dengan para pejabat AS, Meksiko bersikeras bahwa hal itu “tidak diizinkan.”

    Halaman 2 dari 5

    (zap/lir)

  • Trump Buru Kartel, Presiden Meksiko Pastikan Tak Ada Intervensi Militer AS

    Trump Buru Kartel, Presiden Meksiko Pastikan Tak Ada Intervensi Militer AS

    JAKARTA – Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum mengatakan anggota militer AS tidak akan memasuki wilayah Meksiko setelah laporan berita menyebutkan Washington mungkin akan mengambil tindakan tersebut untuk memerangi kartel narkoba.

    Sebelumnya pada Jumat, 8 Agustus, The New York Times melaporkan Presiden AS Donald Trump telah menandatangani arahan kepada Pentagon untuk mulai menggunakan kekuatan militer terhadap beberapa kartel narkoba Amerika Latin.

    Dilansir Reuters, Sheinbaum mengatakan pemerintahnya telah diberitahu tentang perintah yang akan datang tetapi itu tidak ada hubungannya dengan operasi militer AS di tanah Meksiko.

    Departemen Keuangan Amerika Serikat (AS) sebelumnya mengumumkan sanksi terhadap aset empat individu yang terkait dengan Kartel del Noreste yang berbasis di Meksiko, termasuk artis hip-hop populer El Makabelico.

    Departemen Keuangan mengatakan sanksi tersebut menargetkan tiga “anggota tingkat tinggi” Kartel del Noreste (Kartel Timur Laut), pecahan dari Los Zetas, serta Ricardo Hernandez, musisi berusia 34 tahun yang dikenal sebagai El Makabelico yang memiliki jutaan pengikut di media sosial.

    Departemen Keuangan AS mengatakan konser dan acara El Makabelico digunakan untuk mencuci uang atas nama organisasi, “dengan 50 persen royalti dari platform streaming langsung masuk ke grup tersebut.

    Juru bicara YouTube mengatakan platform tersebut telah “menghentikan saluran yang terkait dengan sanksi yang diumumkan” oleh Departemen Keuangan AS.

    “YouTube berkomitmen untuk mematuhi hukum sanksi AS yang berlaku,” kata pernyataan itu dilansir Reuters, Kamis, 7 Agustus.

    Sementara juru bicara Spotify menerangkan perusahaan sedang meninjau keputusan tersebut dan akan mematuhi kewajiban hukumnya.

    DEL Records, yang didaftarkan Hernandez sebagai labelnya di media sosial, tidak segera menanggapi permintaan komentar.

    Kementerian Keuangan mengidentifikasi tiga individu lainnya sebagai Abdon Rodriguez, Antonio Romero, dan Francisco Esqueda.

    Washington mengatakan individu-individu yang dikenai sanksi tersebut telah memainkan peran penting dalam kegiatan kartel, termasuk perdagangan narkoba, pemerasan, dan pencucian uang.

    Kementerian Keuangan juga mengatakan telah menjatuhkan sanksi kepada dua “anggota berpangkat tinggi” kartel tersebut pada Mei.

    Kartel tersebut termasuk di antara kartel-kartel yang pada bulan Februari ditetapkan sebagai organisasi teroris global oleh pemerintahan Presiden Donald Trump.

    “Departemen Keuangan akan terus gigih dalam upayanya untuk mengutamakan Amerika dengan menargetkan kartel narkoba teroris. Kartel-kartel ini meracuni warga Amerika dengan fentanil dan melakukan operasi penyelundupan manusia di sepanjang perbatasan barat daya kami,” kata Menteri Keuangan AS Scott Bessent.

    Kartel del Noreste dianggap sebagai salah satu organisasi perdagangan narkoba paling kejam di Meksiko dan memiliki pengaruh signifikan di sepanjang perbatasan AS-Meksiko, khususnya di Laredo, Texas.