Kasus: Teroris

  • Korban Tewas Penembakan Massal di Gedung Konser Moskow Jadi 133 Orang

    Korban Tewas Penembakan Massal di Gedung Konser Moskow Jadi 133 Orang

    Jakarta

    Jumlah korban tewas akibat penembakan massal di gedung konser di Moskow, Rusia bertambah menjadi 133 orang. Lebih dari 100 orang lainnya terluka dalam serangan yang diklaim dilakukan oleh kelompok ISIS tersebut.

    Dilansir Reuters, Minggu (24/3/2024), Gubernur wilayah Moskow Andrei Vorobyov mengatakan 133 jenazah ditemukan dari reruntuhan dalam 24 jam dan para dokter berjuang menyelamatkan nyawa 107 orang. Editor TV pemerintah Margarita Simonyan, tanpa menyebutkan sumbernya, sebelumnya menyebutkan jumlah korban jiwa sebanyak 143 orang.

    Presiden Rusia Vladimir Putin berjanji untuk melacak dan menghukum mereka yang berada di balik serangan tersebut. Putin menyebut musuh tersebut sebagai ‘terorisme internasional’. Putin mengatakan dia siap bekerja sama dengan negara mana pun yang ingin mengalahkan musuh tersebut.

    “Semua pelaku, penyelenggara, dan mereka yang memerintahkan kejahatan ini akan dihukum secara adil dan pasti. Siapa pun mereka, siapapun yang membimbing mereka,” kata Putin.

    “Kami akan mengidentifikasi dan menghukum siapapun yang berdiri di belakang teroris, yang merencanakan kekejaman ini, serangan terhadap Rusia, terhadap rakyat kami,” sambungnya.

    Berdasarkan rekaman yang diverifikasi menunjukkan orang-orang bersenjata yang mengenakan kamuflase melepaskan tembakan dengan senjata otomatis di Balai Kota Crocus dekat Moskow. Video menunjukkan orang-orang mengambil tempat duduk mereka, lalu bergegas menuju pintu keluar ketika bunyi tembakan berulang kali terdengar.

    Orang-orang melarikan diri dengan panik. Baza, outlet berita yang memiliki kontak baik di bidang keamanan dan penegakan hukum Rusia, mengatakan 28 mayat ditemukan di toilet dan 14 di tangga.

    Anggota parlemen Rusia Alexander Khinshtein mengatakan para penyerang melarikan diri dengan kendaraan Renault yang terlihat oleh polisi di wilayah Bryansk, sekitar 340 km (210 mil) barat daya Moskow pada Jumat malam. Dia mengatakan, kejar-kejaran mobil terjadi setelah mereka tidak mematuhi perintah untuk berhenti.

    Khinshtein mengatakan pistol, magasin senapan serbu, dan paspor dari Tajikistan ditemukan di dalam mobil. Tajikistan adalah negara Asia Tengah yang mayoritas penduduknya Muslim dan dulunya merupakan bagian dari Uni Soviet.

    Layanan BBC News Rusia mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya yang mengetahui respons keamanan yang mengatakan satu penyerang tewas di gedung konser, dan satu lagi di dalam mobil di Bryansk. BBC mengatakan pihaknya memiliki salinan paspor orang yang meninggal tersebut, yang katanya adalah warga negara Tajikistan berusia 30 tahun.

    (yld/idn)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Putin Bersumpah Akan Buru dan Hukum Dalang di Balik Serangan di Moskow

    Putin Bersumpah Akan Buru dan Hukum Dalang di Balik Serangan di Moskow

    Jakarta

    Rusia mengatakan pihaknya telah menangkap empat pria bersenjata yang dicurigai melakukan pembantaian di gedung konser dekat Moskow. Presiden Rusia Vladimir Putin berjanji untuk melacak dan menghukum mereka yang berada di balik serangan tersebut.

    Kelompok militan Negara Islam (ISIS) mengaku bertanggung jawab atas serangan yang terjadi pada hari Jumat (22/3) tersebut. Namun ada indikasi Rusia berupaya menghubungkan kejadian itu dengan Ukraina, meskipun ada penolakan tegas dari para pejabat Ukraina bahwa Kyiv ada hubungannya dengan serangan tersebut.

    Gubernur wilayah Moskow Andrei Vorobyov mengatakan sebanyak 133 jenazah telah ditemukan dari reruntuhan dalam 24 jam. Para dokter “berjuang untuk nyawa 107 orang”. Editor TV pemerintah Margarita Simonyan, tanpa menyebutkan sumbernya, sebelumnya menyebutkan jumlah korban jiwa sebanyak 143 orang.

    Dalam pidato yang disiarkan televisi, Putin mengatakan 11 orang telah ditahan, termasuk empat pria bersenjata. “Mereka mencoba bersembunyi dan bergerak menuju Ukraina, di mana, menurut data awal, sebuah jendela telah disiapkan bagi mereka di sisi Ukraina untuk melintasi perbatasan negara,” kata Putin, dilansir Reuters, Minggu (24/3/2024).

    Dinas keamanan FSB Rusia mengatakan orang-orang bersenjata itu mempunyai kontak di Ukraina dan ditangkap di dekat perbatasan. Dikatakan bahwa mereka akan dipindahkan ke Moskow.

    Baik Putin maupun FSB secara terbuka tidak menunjukkan bukti adanya hubungan dengan Ukraina, yang telah berperang dengan Rusia sejak invasi Moskow 25 bulan lalu. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy mengatakan bahwa upaya untuk mengalihkan kesalahan adalah hal yang biasa dilakukan Putin dan “penjahat lain”.

    Juru bicara intelijen militer Ukraina Andriy Yusov mengatakan kepada Reuters pihaknya tidak terlibat dengan kejadian tersebut. “Ukraina tentu saja tidak terlibat dalam serangan teror ini. Ukraina mempertahankan kedaulatannya dari penjajah Rusia, membebaskan wilayahnya sendiri dan berperang melawan sasaran tentara dan militer penjajah, bukan warga sipil,” kata Yusov.

    Janji Putin

    “Semua pelaku, penyelenggara, dan mereka yang memerintahkan kejahatan ini akan dihukum secara adil dan pasti. Siapa pun mereka, siapa pun yang membimbing mereka,” kata Putin.

    “Kami akan mengidentifikasi dan menghukum siapa pun yang berdiri di belakang teroris, yang merencanakan kekejaman ini, serangan terhadap Rusia, terhadap rakyat kami,” sambungnya.

    Seorang anggota parlemen senior Rusia, Andrei Kartapolov, mengatakan bahwa jika Ukraina terlibat, maka Rusia harus memberikan jawaban yang “layak, jelas dan konkrit” di medan perang.

    (yld/idn)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Serangan Membabi Buta di Moskow hingga Jatuh Puluhan Korban Jiwa

    Serangan Membabi Buta di Moskow hingga Jatuh Puluhan Korban Jiwa

    Jakarta

    Aksi serangan teror bersenjata secara massal terjadi di sebuah gedung konser di pinggiran kota Moskow, Rusia. Aksi teror yang diklaim dilakukan oleh kelompok ISIS tersebut mengakibatkan hingga seratusan orang tewas dan luka-luka.

    Penyerangan yang menargetkan pertemuan besar di pinggiran ibu kota Rusia tersebut terjadi pada Jumat (22/3/2024) waktu setempat. Pelaku merupakan sekelompok orang berseragam kamuflase dan bersenjata. Berikut sederet fakta yang diketahui:

    Kronologi Penembakan Massal

    Dilansir BBC, lebih dari 6.000 orang Rusia berbondong-bondong ke kompleks ritel dan konser di Balai Kota Crocus untuk menonton konser grup rock Picnic. Kemudian orang-orang bersenjata menyerbu masuk ke lobi dan kemudian ke teater itu.

    Seorang saksi mata mengatakan penyerangan terjadi beberapa menit sebelum band tersebut dijadwalkan tampil di panggung. Seorang penjaga keamanan menuturkan para penyerang bersenjata lengkap menyerbu ke dalam serambi sambil menembakkan peluru ketika dia dan rekan-rekannya sedang bekerja di pintu masuk pusat.

    Kemudian terjadi kebakaran tampaknya yang bermula ketika para penyerang melemparkan bom molotov. Api dan kepulan asap membumbung ke langit kemudian fasad aula terbakar. Kaca di dua lantai teratas gedung itu juga pecah.

    Aksi Diklaim Dilakukan oleh ISIS

    Kelompok ISIS mengaku sebagai dalang dari serangan tersebut. “Para petempur ISIS menyerang sebuah pertemuan besar di pinggiran ibu kota Rusia,” kata ISIS dalam sebuah pernyataan di Telegram dilansir AFP, Sabtu (23/3/2024).

    ISIS mengklaim serangan tersebut dijalankan secara sukses. ISIS mengatakan para pelaku penyerangan kini telah mundur ke markas mereka dengan selamat. Pihak berwenang mengatakan penyelidikan “teroris” telah dimulai.

    Belasan orang ditangkap terkait serangan horor di Moskow (Foto: REUTERS/Maxim Shemetov)

    Otoritas Rusia menyebutnya sebagai “serangan teroris”, namun belum mengomentari klaim ISIS tersebut. Otoritas Rusia telah menangkap 11 orang, termasuk empat penyerang, yang terlibat dalam serangan tersebut. Serangan ini merupakan serangan paling mematikan di Moskow selama setidaknya satu dekade.

    Puluhan jiwa tewas akibat serangan teroris.

    Seratusan Korban Tewas dan Luka

    Menurut laporan terkini yang dilansir kantor berita AFP, korban jiwa dalam serangan ke sebuah gedung konser di Krasnogorsk, utara Moskow, Rusia telah bertambah menjadi 93 orang. Bahkan jumlah korban tewas diperkirakan masih akan bertambah.

    “Saat ini, diketahui 93 orang tewas. Jumlah korban tewas diperkirakan akan bertambah,” kata Komite Investigasi Rusia, yang menyelidiki kejahatan-kejahatan besar, dalam pernyataan yang dipublikasikan di Telegram, seperti dikutip dari kantor berita AFP, Sabtu (23/3/2024).

    Dikatakan bahwa banyak orang meninggal karena luka tembak dan menghirup asap setelah kebakaran melalap gedung berkapasitas 6.000 tempat duduk itu.

    Komentar Pemerintah Rusia-Ukraina

    Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengatakan serangan tersebut merupakan “serangan teroris berdarah”. “Seluruh komunitas internasional harus mengutuk kejahatan keji ini,” katanya melalui Telegram.

    Pihak Gedung Putih juga telah buka suara terkait penembakan massal yang terjadi di Moskow, Rusia. Amerika Serikat menilai tidak ada tanda-tanda jika peristiwa tersebut berkaitan dengan konflik di Ukraina.

    “Saat ini tidak ada indikasi bahwa Ukraina atau warga Ukraina terlibat dalam penembakan tersebut,” kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby kepada wartawan di Washington.

    Pemerintah Ukraina dengan cepat menyangkal keterlibatannya dalam serangan itu. “Terlepas dari segalanya, bagi Ukraina segalanya akan diputuskan di medan perang,” kata penasihat presiden Mykhailo Podolyak melalui Telegram.

    Juru bicara intelijen militer Ukraina, Andriy Yusov, menyatakan serangan itu adalah “tindakan provokasi yang disengaja oleh dinas khusus Putin”, tanpa memberikan bukti apa pun.

    AS Telah Ingatkan Rusia soal Aksi Teror

    Pemerintah Amerika Serikat (AS) telah mengingatkan otoritas Rusia pada awal Maret lalu mengenai kemungkinan serangan teroris yang menargetkan “pertemuan besar” di Moskow, Rusia. Hal ini disampaikan juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, Adrienne Watson.

    “Awal bulan ini, pemerintah AS mendapat informasi tentang rencana serangan teroris di Moskow – yang berpotensi menargetkan pertemuan besar, termasuk konser” dan Washington “membagikan informasi ini kepada otoritas Rusia,” kata Watson, dilansir AFP, Sabtu (23/3).

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Netanyahu Minta Warga Sipil Tinggalkan Rafah Sebelum Invasi

    Netanyahu Minta Warga Sipil Tinggalkan Rafah Sebelum Invasi

    Jakarta

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu memastikan warga sipil yang berada di Jalur Gaza selatan sudah pergi sebelum pasukannya menyerang Rafah. Hali ini disampaikan Netanyahu usai ada kekhawatiran atas nasib 1,5 juta orang yang saat ini berlindung di Rafah.

    Dilansir AFP, Senin (18/3/2024), Kabinet keamanan dan perang Israel akan membahas upaya internasional terbaru menuju kesepakatan gencatan senjata, pada hari Jumat mengatakan dia menyetujui rencana militer untuk melakukan operasi di Rafah serta evakuasi penduduk. Netanyahu mengatakan warga sipil tidak ada yang di Rafah saat pasukannya memborbardir wilayah tersebut.

    “Tujuan kami dalam melenyapkan batalion teroris yang tersisa di Rafah sejalan dengan memungkinkan penduduk sipil meninggalkan Rafah,” kata Netanyahu pada konferensi pers bersama Kanselir Jerman Olaf Scholz.

    “Ini bukan sesuatu yang akan kami lakukan dengan tetap mengunci penduduk di tempat,” imbuhnya.

    Dalam jumpa pers bersama itu, Scholz pun mengajukan pertanyaan ke Netanyahu perihal “Ke mana mereka (warga sipil) harus pergi?” kata Scholz.

    Amerika Serikat – yang memberikan bantuan militer miliaran dolar kepada Israel – mengatakan pihaknya menginginkan “rencana yang jelas dan dapat diterapkan” untuk memastikan warga sipil “terhindar dari bahaya”.

    Sebelum bertemu Scholz, Netanyahu mengatakan pada rapat kabinet bahwa “tekanan internasional tidak akan menghentikan kami mewujudkan semua tujuan perang”, dan untuk melakukan hal ini, “kami juga akan beroperasi di Rafah”.

    Ketua Organisasi Kesehatan Dunia PBB Tedros Adhanom Ghebreyesus mendesak agar operasi militer tidak dilakukan di sana, “atas nama kemanusiaan”.

    Scholz mengatakan kepada wartawan Jerman bahwa jika serangan semacam itu mengakibatkan “banyak korban jiwa”, maka “akan membuat pembangunan damai di wilayah tersebut menjadi sangat sulit”.

    Lihat juga Video: Netanyahu: Tak Ada Tekanan Internasional yang Akan Hentikan Kami

    (zap/whn)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Ulah Israel Tega-teganya Serbu Gudang Bantuan UNRWA di Rafah

    Ulah Israel Tega-teganya Serbu Gudang Bantuan UNRWA di Rafah

    Jakarta

    Tindakan tega dilakukan Israel dengan menyerang gudang penyimpanan bantuan Badan PBB untuk Pengungsi Palestina, UNRWA, di Rafah, Jalur Gaza bagian selatan, Palestina. Serangan itu pun menewaskan empat orang.

    Dilansir AFP, Kamis (14/3/2024), UNRWA mengatakan “salah satu stafnya tewas dan 22 lainnya terluka” dalam serangan Israel yang menghantam pusat distribusi makanannya di kota selatan Gaza, Rafah.

    Kementerian Kesehatan di Jalur Gaza, yang dikuasai Hamas, mengatakan empat orang tewas dalam “pengeboman gudang” termasuk staf UNRWA Husni Youssef Mussa Abu Jazar.

    Korban lain yang tewas dalam serangan itu adalah Muhammad Abu Hasna, seorang petugas polisi Hamas yang bertanggung jawab atas keamanan di pusat UNRWA.

    Militer Israel menuduh Abu Hasna seorang “teroris Hamas”. Dalam sebuah pernyataan, Israel mengatakan Abu Hasna terbunuh dalam “serangan tepat” di Rafah.

    Tentara merilis video hitam-putih serangan tersebut, tanpa menyebutkan lokasi pastinya di Rafah.

    Serangan mematikan ini menyoroti kekhawatiran atas memburuknya kondisi kemanusiaan di Gaza, di mana kampanye militer Israel untuk melenyapkan Hamas telah berlangsung sejak serangan kelompok Palestina pada 7 Oktober di Israel selatan.

    Ia menambahkan bahwa Abu Hasna “mengkoordinasikan kegiatan berbagai unit Hamas”, memimpin “ruang operasi intelijen”, dan “juga terlibat dalam mengambil kendali bantuan kemanusiaan dan mendistribusikannya kepada Hamas.”

    Israel Akan Invasi Rafah

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menegaskan akan melanjutkan operasi militer hingga ke Rafah. Padahal, dunia internasional menekan agak Tel Aviv tidak menginvasi Rafah.

    Seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Rabu (13/3/2024), suara yang menyerukan agar pasukan darat Israel tidak menginvasi Rafah semakin meningkat. Rafah yang terletak dekat perbatasan Mesir, merupakan salah satu daerah terakhir yang relatif aman yang menjadi tempat berlindung bagi 1,5 juta pengungsi Palestina.

    “Kami akan menyelesaikan pekerjaan di Rafah, sambil memungkinkan para penduduk sipil untuk terhindar dari bahaya,” tegas Netanyahu dalam pidato via video yang ditayangkan dalam konferensi organisasi AIPAC yang pro-Israel di Washington DC, Amerika Serikat (AS), pada Selasa (12/3) waktu setempat.

    Selengkapnya di halaman selanjutnya.

    Ini merupakan kesekian kalinya Netanyahu menegaskan pasukan Israel akan melancarkan serangan darat terhadap Rafah, meskipun ada banyak seruan internasional, termasuk dari sekutunya AS, agar Tel Aviv tidak menginvasi kota tersebut.

    Penegasan terbaru Netanyahu itu muncul ketika para pemimpin Uni Eropa berencana mendesak Israel agar tidak melancarkan operasi darat ke Rafah, yang dimuat dalam draf kesimpulan untuk pertemuan puncak Uni Eropa.

    “Dewan Eropa mendesak pemerintah Israel untuk menahan diri dari operasi darat di Rafah, di mana lebih dari satu juta warga Palestina saat ini mencari keselamatan dari pertempuran dan mencari akses terhadap bantuan kemanusiaan,” demikian penggalan draf kesimpulan pertemuan puncak Uni Eropa.

    Draf itu membutuhkan persetujuan dari 27 pemimpin negara anggota Uni Eropa untuk bisa diadopsi dalam pertemuan puncak pada 21-22 Maret mendatang.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Pemimpin Fatah Marwan Barghouti Mungkin Jadi Presiden Palestina, Siapa Dia?

    Pemimpin Fatah Marwan Barghouti Mungkin Jadi Presiden Palestina, Siapa Dia?

    Tepi Barat

    Nama pemimpin gerakan Fatah yang dipenjara oleh Israel, Marwan Al-Barghouti, kini menjadi pusat perhatian. Dia mungkin akan menjadi salah satu tahanan yang dilepaskan dalam kesepakatan pertukaran sandera antara Israel dan Hamas.

    Nama Barghouti bahkan telah muncul sebagai calon potensial presiden Otoritas Palestina.

    Kelompok Hamas yang menyandera warga Israel usai serangan 7 Oktober lalu menegaskan bahwa Barghouti harus dibebaskan dalam kesepakatan baru tentang pertukaran tahanan dan sandera.

    Osama Hamdan, seorang pemimpin Palestina di Hamas, mengatakan kepada BBC News Arab, “Sebagai sebuah gerakan, kami telah mengambil posisi jelas yang kami pegang, yaitu pembebasan semua napi dan tahanan di penjara-penjara pendudukan [Israel] tanpa kecuali.”

    Hamdan menambahkan, “Kami menganggap ini sebagai misi nasional. Setiap tahanan yang mengorbankan dirinya untuk Palestina harus diperlakukan sama.”

    “Ini sebenarnya yang kami lakukan dalam operasi Wafa al-Ahrar [sebutan Hamas untuk pertukaran tahun 2006 antara tentara Israel Gilad Shalit dengan napi Palestina di penjara-penjara Israel],” ujarnya kemudian.

    Menurut surat kabar Israel Ma’ariv, Barghouti telah dipindahkan dari Penjara Ofer ke penjara lain yang tidak disebutkan namanya pada Februari lalu.

    Barghouti dilaporkan ditempatkan di sel isolasi pada Februari 2023 (Getty Images)

    Dia pun ditempatkan di sel isolasi setelah “otoritas penjara Israel menerima informasi yang menunjukkan bahwa al-Barghouti bekerja melalui beberapa salurannya untuk melakukan gangguan di Tepi Barat dalam upaya untuk memicu pemberontakan ketiga.”

    Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, menyambut baik pemindahan Barghouti ke sel isolasi.

    Namun, Komisi Urusan Tahanan dan Pembebasan Palestina mengecam pengurungan Barghouti di sel isolasi itu.

    Israel menolak membebaskan Barghouti.

    Gerakan Fatah

    Barghouti memulai aktivitas politiknya pada usia 15 tahun melalui gerakan Fatah, yang dipimpin oleh mendiang Yasser Arafat.

    Ketika karier politiknya berkembang, ia menggalang dukungan untuk perjuangan Palestina.

    “Ketika saya, dan gerakan Fatah yang saya ikuti, sangat menentang serangan dan penargetan warga sipil di Israel, tetangga masa depan kami, saya juga berhak untuk melindungi diri saya sendiri, melawan pendudukan Israel di negara saya dan memperjuangkan kebebasan saya,” tulisnya di Washington Post pada tahun 2002.

    Barghouti bergabung dengan gerakan Fatah pimpinan Yasser Arafat saat remaja hingga menjadi pemimpin senior (Getty Images)

    “Saya masih mengupayakan hidup berdampingan secara damai antara negara Israel dan Palestina yang setara dan merdeka, berdasarkan penarikan penuh dari wilayah Palestina yang diduduki pada tahun 1967.”

    “Sejujurnya, kami lelah selalu menyalahkan sikap keras kepala Israel padahal yang kami cari hanyalah penerapan hukum internasional.”

    Analis politik mengatakan kepada BBC News Arab bahwa Barghouti, yang dipenjara oleh Israel sejak tahun 2002, bisa menjadi “pilihan konsensus” untuk mengambil alih kekuasaan Palestina dan bersiap menjadi pemimpin berikutnya jika kesepakatan tercapai.

    Brigade Syahid Al-Aqsa

    Barghouti ditangkap dalam Operation Defensive Shield pada tahun 2002, ketika Israel menuduhnya mendirikan kelompok militer Brigade Syahid Al-Aqsa, sebuah klaim yang dibantahnya.

    Organisasi tersebut disebut melakukan serangkaian serangan mematikan terhadap tentara dan pemukim Israel.

    Israel menuduh Barghouti mendirikan kelompok militer Brigade Syahid Al-Aqsa, sebuah klaim yang dibantahnya (Getty Images)

    Baca juga:

    Barghouti kemudian dijatuhi lima hukuman penjara seumur hidup, yang ditambah 40 tahun penjara atas keterlibatannya.

    Dia menolak mengakui otoritas pengadilan Israel.

    Istrinya, Fadwa, mengatakan kepada BBC News Arab: “Tuduhan itu diajukan bukan karena dia melakukan tindakan tersebut dengan tangannya sendiri, melainkan karena dia adalah seorang pemimpin.”

    Fadwa, seorang pengacara, mengatakan bahwa selama interogasi, Barghouti menolak “semua tuduhan terhadapnya,” dan “membantah tuduhan bahwa dia mendirikan Brigade Syahid Al-Aqsa.”

    Fadwa Barghouti (tengah) dan pengunjuk rasa lainnya memegang plakat bergambar Marwan Barghouti, saat unjuk rasa pada tanggal 15 April 2015 (Getty Images)

    Mungkinkah Barghouti menjadi presiden Palestina?

    Perwakilan Hamas, Osama Hamdan, yakin reputasi Barghouti akan memberikan dampak positif.

    “Tidak diragukan lagi, seseorang seperti Marwan Barghouti memiliki sejarah revolusioner, dan beberapa orang mungkin melihat ini sebagai hal yang membuat dia memenuhi syarat untuk menjadi seorang pemimpin, dan kami menghormatinya, namun sebagai sebuah gerakan, kami pada prinsipnya belum membahas masalah ini…”

    “Kami percaya pendirian kami jelas: bahwa rakyat Palestina menentukan kepemimpinan mereka melalui pemilu, di mana rakyat Palestina memutuskan siapa yang mewakili mereka, dan setiap orang harus menghormati keinginan ini.”

    Baca juga:

    Dalam jajak pendapat pemilih Otoritas Palestina pada bulan Desember 2023, Barghouti lebih populer dibandingkan kandidat lainnya secara keseluruhan.

    Hasil survei menunjukkan Marwan Barghouti mendapat dukungan lebih besar dari masyarakat Gaza dan Tepi Barat (BBC)

    Hamas telah lama berkampanye mendorong pembebasan Barghouti.

    Sebuah pernyataan dari Khalil al-Hayya, kepala Kantor Hubungan Arab dan Islam Hamas, dipublikasikan di akun Telegram gerakan tersebut pada November 2021.

    Dia berkata, “Kami berupaya untuk menyertakan pemimpin Marwan Barghouti dan Ahmed Saadat [Sekjen Front Rakyat Pembebasan Palestina-PFLP] dalam daftar nama kesepakatan pertukaran.”

    Tentara Israel Gilad Shilat dibebaskan oleh Hamas dalam pertukaran tahanan dengan Israel tahun 2011 (Getty Images)

    Israel pernah menolak membebaskan Barghouti pada tahun 2011 sebagai bagian dari pertukaran antara tentara Israel Gilad Shalit dengan tahanan Palestina yang dipenjara di Israel, termasuk pembebasan pemimpin Hamas di Gaza, Yahya Sinwar.

    Analis dan peneliti politik Oraib Al-Rantawi mengatakan potensi penyerahan Barghouti kepada Otoritas Palestina dapat dikaitkan dengan kesepakatan pertukaran antara Hamas dan Israel.

    Hamdan mengatakan Israel menghalangi kesepakatan seperti itu.

    Pertukaran tahanan

    Al-Rantawi mengatakan kepada BBC News Arab bahwa pembebasan Barghouti bergantung pada apakah Israel akan “mengorbankan sandera untuk menghindari membuat konsesi dan melanjutkan perang tanpa memprioritaskan pembebasan warga Israel yang ditahan oleh Hamas.”

    Namun, ia berpandangan bahwa “tekanan Amerika dan dari internal Israel akan mempersulit Netanyahu [Perdana Menteri Israel] untuk memilih opsi ini, sehingga ia mungkin akan memilih kesepakatan pertukaran tahanan dan sandera.”

    Benjamin Netanyahu menggambarkan tuntutan Hamas untuk membebaskan sejumlah besar warga Palestina sebagai “delusi”.

    Baca juga:

    Fatah telah berkampanye untuk pembebasan Barghouti sejak penangkapannya pada bulan April 2002 (Getty Images)

    Berpotensi bebas

    Pada tahun 2009, dari dalam penjara, Barghouti menanggapi sebuah pertanyaan tentang kemungkinan pencalonannya (sebagai presiden), dengan menulis, “Ketika rekonsiliasi nasional tercapai dan ada kesepakatan untuk mengadakan pemilu, saya akan membuat keputusan yang tepat.”

    Pada tahun 2021, meski dipenjara, ia mencalonkan diri dalam pemilihan presiden Palestina. Namun, Presiden saat ini, Mahmoud Abbas, membatalkan pemilu tersebut, dengan alasan penolakan Israel untuk mengizinkan Yerusalem Timur ambil bagian.

    Namun Al-Rantawi mengatakan, “Perlawanan akan menuntut pembebasan Marwan dan rekan-rekannya.”

    Baca juga:

    Gambar Barghouti dan Yasser Arafat di tembok kontroversial Israel yang memisahkan Ramallah dan Yerusalem (Getty Images)

    Meir Masri, seorang profesor ilmu politik di Universitas Ibrani Yerusalem dan anggota Komite Sentral Partai Buruh Israel, mengatakan kepada BBC News Arab bahwa sulit membayangkan pemerintah Israel mengambil langkah seperti itu, “karena preseden sejarah,” mengacu pada kesepakatan yang membebaskan Sinwar.

    Alasannya antara lain adalah “Barghouti menjalani beberapa hukuman seumur hidup,” dan juga penolakan kelompok sayap kanan Israel terhadap pembebasan yang Masri gambarkan sebagai “teroris.”

    Solusi dua negara

    Seorang penulis dari Israel,Gershon Baskin, menulis di surat kabar Haaretz pada Januari bahwa masa transisi setelah perang Gaza membutuhkan “seorang pemimpin Palestina yang mampu mendorong persatuan Palestina dan berkomitmen untuk perlucutan senjata di wilayah tersebut.”

    “Pemimpin tersebut bisa jadi adalah Barghouti.”

    Baskin menekankan bahwa Barghouti “masih mendukung solusi dua negara”.

    Sementara itu, diplomat Amerika dan Presiden Dewan Kebijakan Timur Tengah, Gina Winstanley, mengatakan kepada BBC, “Pemerintah Israel saat ini telah menyatakan dengan jelas bahwa mereka tidak memiliki kemauan atau niat untuk melanjutkan solusi dua negara.”

    Warga Palestina mengibarkan spanduk bertuliskan slogan menuntut pembebasan Barghouti dan menyebut dia sebagai simbol kebebasan (Getty Images)

    “Dibutuhkan banyak upaya dari komunitas internasional untuk membawa mereka ke sana. Namun, ini adalah satu-satunya cara untuk memutus siklus kekerasan yang mengerikan antara Palestina dan Israel.”

    Winstanley menambahkan bahwa bahkan jika Barghouti dibebaskan, “tidak ada jalan yang jelas menuju solusi dua negara…”

    “Perdana menteri Israel saat ini mungkin tidak akan berkuasa dalam jangka panjang, namun menggerakkan pemimpin Israel ke arah perundingan adalah hal yang diperlukan, tetapi tidak mudah.”

    Mengapa Barghouti menjadi pilihan?

    Tarek Fahmi, Direktur Unit Studi Israel di Pusat Studi Timur Tengah Nasional, yakin Israel tidak mungkin membebaskan Barghouti.

    Dia mengatakan kepada BBC, “Marwan memiliki sejarah revolusioner yang hebat, namun Israel tidak akan membiarkan dia dibebaskan [untuk] mengambil alih kepemimpinan otoritas [Palestina] saat ini. Mungkin ada tokoh lain yang diusulkan, dan sebenarnya dia tidak akan menjadi presiden.”

    Namun, Winstanley berpendapat bahwa “pembebasan Marwan Barghouti akan menjadi langkah strategis Israel, karena ia dianggap sebagai pilihan yang layak bagi kepemimpinan non-Hamas untuk Palestina.”

    Warga Palestina berjalan melewati grafiti Marwan Barghouti (Getty Images)

    Al-Rantawi memandang pembebasan Barghouti adalah demi kepentingan Hamas.

    Dia mengatakan hal itu akan membangun kembali Fatah, membantu menghidupkan kembali Organisasi Pembebasan Palestina, menciptakan rekonsiliasi dan membangun kesatuan bagi rakyat Palestina.

    Namun bisakah Barghouti menjalankan Otoritas Palestina dari dalam selnya?

    Al-Rantawi mengatakan salah satu usulannya adalah Barghouti akan menjadi presiden dari sel penjaranya. Lalu, wakil presiden akan mengambil peran seremonial dan Israel kemudian akan ditekan untuk melepaskan Barghoutti untuk memerintah secara efektif.

    Di sisi lain, Meir Masri berpendapat bahwa pengambilan alih kekuasaan oleh Barghouti dari dalam penjara adalah “usulan yang tidak realistis”.

    Menurut Masri, Israel tidak akan merasakan tekanan untuk membebaskannya.

    Ditambah lagi, Barghouti tidak akan efektif memerintah dari lokasi yang terisolasi dengan sedikit akses komunikasi.

    Al-Rantawi yakin Barghouti “relatif moderat”, dibandingkan dengan beberapa pemimpin Palestina lainnya.

    Dia mengatakan “kepribadiannya yang nasional dan pemersatu, tidak berafiliasi dengan arus ekstremis dalam gerakan nasional Palestina, membuatnya populer dan diterima oleh mayoritas faksi.”

    Otoritas Palestina belum menanggapi permintaan komentar hingga berita ini diterbitkan.

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Perang Gaza dan Ramadan yang Suram di Palestina

    Perang Gaza dan Ramadan yang Suram di Palestina

    Gaza City

    Menjelang bulan suci Ramadan, jalanan Kota Tua Yerusalem Timur lebih sepi dari biasanya. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, tidak ada lampu Ramadan yang berjejer meriah di gang-gang sempit. Suasananya suram, dirundung ketidakpastian tentang bagaimana bulan suci puasa akan berlangsung.

    “Kami tidak merasakan Ramadan,” kata Um Ammar, sambil berjalan di sepanjang Jalan Al-Wad, salah satu jalan raya utama kota kuno tersebut. Perang di Gaza ada dalam pikiran semua orang, katanya. Menurut Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas, sekitar 31.000 orang telah terbunuh dalam konflik itu, dan lembaga bantuan memperingatkan akan terjadinya kelaparan.

    Perang di Gaza dipicu oleh serangan Hamas ke Israel 7 Oktober tahun lalu, yang menewaskan lebih dari 1.200 orang. Hamas juga menculik lebih dari 200 orang ke Gaza. Hamas dikategorikan sebagai organisasi teroris oleh AS, Uni Eropa, Jerman dan beberapa negara lain.

    “Kami akan berbuka puasa di sini. Tapi banyak orang yang tidak bisa makan karena tidak ada makanan di Gaza,” jelas Ammar merujuk pada makanan berbuka puasa saat matahari terbenam.

    “Ketika orang-orang duduk mengelilingi meja, Ramadan macam apa yang kita bicarakan? Ini bukan Ramadan, ini lebih terasa seperti kebangkitan untuk menyampaikan belasungkawa,” katanya.

    Sentimen Um Ammar juga diamini oleh orang lain di lingkungan tersebut, seperti Hashem Taha yang menjalankan toko rempah-rempah di Jalan Al-Wad. “Yerusalem merasa sangat sedih, masyarakat di Gaza adalah rakyat kami, mereka adalah keluarga, dan kami sangat terdampak dengan apa yang kami lihat di sana,” kata Taha.

    Harapan agar Ramadan tetap tenang

    Di dekat toko Taha, polisi perbatasan Israel menghentikan pemuda Palestina untuk memeriksa identitas dan barang-barang mereka. “Mereka telah mempersulit keadaan dan selalu menekan orang,” kata Taha.

    Tahun ini, perang di Gaza, memberikan bayangan gelap pada bulan Ramadan. Di masa lalu, ketegangan berpusat di sekitar kompleks Masjid Al-Aqsa, yang dikenal oleh umat Islam sebagai Haram al-Sharif atau Tempat Suci, dan bagi orang Yahudi sebagai Temple Mount.

    Israel buka pintu Masjid Al-Aqsa selama Ramadan

    Selama Ramadan, ratusan ribu umat Islam biasanya berkumpul untuk salat di alun-alun besar depan Masjid Al-Aqsa.

    Hamas berupaya memanfaatkan nilai simbolis Al-Aqsa bagi warga Palestina dan muslim di seluruh dunia untuk meningkatkan tekanan. Pekan lalu, dalam pidatonya di televisi, pemimpin Hamas Ismail Haniyeh menyerukan kepada warga Palestina untuk melakukan pawai ke Masjid Al-Aqsa pada hari pertama Ramadan.

    Minggu ini, pada 5 Maret, pemerintah Israel mengatakan tidak akan memberlakukan pembatasan baru terhadap jumlah jamaah. “Selama minggu pertama Ramadan, jamaah akan diizinkan memasuki Temple Mount dalam jumlah yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya,” mengacu pada pernyataan yang dikeluarkan oleh kantor Perdana Menteri Israel.

    “Ramadan adalah suci bagi umat Islam; kesuciannya akan dijunjung tinggi tahun ini, seperti yang dilakukan setiap tahun.”

    Namun, ia juga menambahkan, “penilaian mingguan terhadap aspek keamanan akan dilakukan.”

    Salat dalam ‘ketenangan dan ketenteraman’ di Al-Aqsa

    Para pimpinan umat muslim menyambut baik keputusan pemerintah Israel tersebut.

    “Kami sangat senang bahwa di bulan yang penuh berkah ini ada hal-hal yang mulai terlihat jelas bagi umat Islam terkait dibukanya pintu Masjid Al-Aqsa bagi seluruh pengunjung tanpa batasan usia,” kata Syekh Azzam al-Khatib kepada DW di Yerusalem.

    Dia adalah Direktur Wakaf Yerusalem, badan yang bertanggung jawab menerapkan hak asuh Yordania atas tempat-tempat suci Islam dan Kristen di Yerusalem dan sekitarnya.

    “Tujuan kami salat, ibadah, dan puasa di sana, serta bisa mencapai masjid dengan ketenangan dan ketenteraman seutuhnya. Dan juga meninggalkan masjid dalam ketenangan dan ketenteraman seutuhnya,” ujarnya.

    Awal Ramadan juga telah ditetapkan sebagai tenggat waktu bagi upaya mediator AS, Qatar, dan Mesir baru-baru ini untuk menengahi kesepakatan sandera baru dan gencatan senjata sementara antara Israel dan Hamas. Namun, kesepakatan untuk membebaskan 134 sandera Israel yang diyakini masih ditahan oleh Hamas masih belum tercapai.

    Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Ada harapan di Gaza bahwa gencatan senjata, meskipun hanya bersifat sementara, akan memberikan kelonggaran. Setidaknya ketakutan dan kecemasan akan berkurang, kata Nour al-Muzaini kepada DW melalui WhatsApp. Pria berusia 36 tahun ini telah berpindah-pindah selama enam bulan terakhir dari Kota Gaza ke Khan Younis dan kemudian ke kota perbatasan Rafah.

    “Di bulan Ramadan kita menjalankan ritual yang merupakan bagian integral dari kehidupan normal kita, seperti berbuka puasa, berdoa dan beribadah. Ini adalah bulan rahmat dan pengampunan, tetapi sulit untuk dilaksanakan ketika Anda dalam pengungsian,” katanya.

    Ramadan suram

    Tamer Abu Kwaik paling mengkhawatirkan anak-anaknya. Dia dan keluarganya kini tinggal di tenda di Rafah, setelah melakukan perjalanan dari Gaza utara. Ramadan, kata Abu Kwaik, selalu menjadi momen spesial bagi keluarga.

    “Pada masa sebelum perang, kami biasa menciptakan suasana yang indah untuk anak-anak. Namun sekarang, di tengah perang, kami melakukan yang terbaik untuk membuat mereka tersenyum. Namun, saat saya mendekorasi tenda, saya menyadari hal itu tidak akan terjadi. Tidak akan semeriah dulu,” ujarnya melalui pesan suara WhatsApp dari Rafah.

    Ketidakpastian mengenai apa yang akan terjadi sangat sulit untuk diatasi.

    “Kami berusaha mengatasi krisis ini secara psikologis, berharap perang akan segera berakhir dan akan ada gencatan senjata sehingga kami dapat kembali ke rumah,” kata Abu Kwaik.

    “Rumah saya sendiri telah dihancurkan; sebagian dari sebuah bangunan telah hancur total. Saya sering bertanya-tanya apa yang akan saya lakukan ketika perang berakhir.”

    Jika kesepakatan baru mengenai penyanderaan tidak tercapai, Israel menyatakan akan memperluas operasi daratnya hingga ke Rafah, tempat sekitar 1,4 juta pengungsi Palestina saat ini mencari perlindungan.

    Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah menegaskan bahwa “IDF (Pasukan Pertahanan Israel) akan terus beroperasi melawan semua batalion Hamas di seluruh Jalur Gaza, dan itu termasuk Rafah, benteng terakhir Hamas. Siapa pun yang menyuruh kami untuk tidak beroperasi di Rafah berarti menyuruh kami kalah perang. Itu tidak akan terjadi.”

    (rs/gtp/hp)

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Netanyahu Klaim 13.000 Anggota Hamas Tewas dalam Perang di Gaza

    Netanyahu Klaim 13.000 Anggota Hamas Tewas dalam Perang di Gaza

    Tel Aviv

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengklaim sedikitnya 13.000 “teroris”, atau anggota Hamas, termasuk di antara warga Palestina yang tewas selama perang berkecamuk di Jalur Gaza. Netanyahu berjanji akan melanjutkan serangannya di bagian selatan daerah kantong Palestina tersebut.

    Seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Senin (11/3/2024), lebih dari 31.000 orang tewas di Jalur Gaza akibat perang yang berkecamuk selama lima bulan terakhir.

    Kementerian Kesehatan Gaza, yang dikuasai Hamas, tidak merinci jumlah korban tewas antara warga sipil dan militan Hamas. Namun disebutkan bahwa sekitar 72 persen dari korban tewas tersebut merupakan perempuan dan anak-anak.

    Hamas sebelumnya menolak pernyataan Israel yang menyebut jumlah militan yang tewas di Jalur Gaza, dan menyebutnya sebagai upaya menggambarkan “kemenangan palsu”.

    Netanyahu, dalam wawancara dengan media Politico, menyebut bahwa jumlah korban tewas dari kalangan sipil di Jalur Gaza sebenarnya lebih rendah dari yang dilaporkan. Dia juga mengklaim bahwa terdapat sedikitnya 13.000 militan di antara korban tewas yang dilaporkan di Jalur Gaza sejauh ini.

    Menurut rekaman audio yang dibagikan surat kabar Jerman, Bild, yang sama seperti Politico dimiliki oleh publisher Jerman Axel Springer, Netanyahu menyebut bahwa jumlah korban sipil di Jalur Gaza “bukanlah 30.000, bahkan bukan 20.000”.

    “Jauh lebih sedikit dari itu,” sebut Netanyahu dalam rekaman audio tersebut, seperti dilansir AFP.

    Hamas dianggap sebagai kelompok teroris oleh kebanyakan negara Barat. Kelompok militan itu belum mengungkapkan ke publik soal berapa banyak anggotanya yang tewas dalam pertempuran dengan militer Israel.

    Lebih lanjut, Netanyahu menyebut bahwa memperluas serangan Israel ke Rafah, yang ada di ujung selatan Jalur Gaza, menjadi kunci dalam mengalahkan Hamas.

    “Kami sangat dekat dengan kemenangan… Begitu kami memulai aksi militer terhadap batalion teror yang tersisa di Rafah, hanya tinggal menunggu beberapa minggu saja,” ucap Netanyahu seperti dikutip surat kabar Bild.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Uni Eropa Serukan Jeda Kemanusiaan Segera di Gaza

    Uni Eropa Serukan Jeda Kemanusiaan Segera di Gaza

    Jakarta

    Semua negara Uni Eropa, kecuali Hongaria ikut menyerukan “jeda kemanusiaan segera” dalam perang di Gaza.

    Demikian disampaikan kepala kebijakan luar negeri Josep Borrell pada Senin (19/2) waktu setempat, seperti dilansir kantor berita AFP, Selasa (20/2/2024).

    Uni Eropa telah berjuang untuk mendapatkan respons terpadu terhadap operasi militer Israel setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 lalu.

    Namun, Borrell mengatakan bahwa para menteri luar negeri dari 26 negara anggota Uni Eropa (UE) telah menyetujui pernyataan yang menyerukan “jeda kemanusiaan segera yang akan mengarah pada gencatan senjata yang berkelanjutan”.

    Negara-negara UE juga mengulangi seruan mereka kepada Israel untuk tidak melancarkan serangan terhadap kota Rafah di Gaza, yang telah menjadi zona perlindungan utama di wilayah yang terkena dampak perang.

    Hongaria adalah pendukung setia Israel dan sering menolak untuk menyetujui pernyataan UE yang dianggap kritis terhadap negeri Yahudi tersebut.

    Negara-negara Uni Eropa lainnya seperti Jerman, sampai saat ini masih enggan untuk menyerukan penghentian “segera” operasi Israel. Mereka tidak ingin terlihat mendukung tindakan apa pun yang dapat membatasi hak Israel untuk mempertahankan diri.

    Perang di Gaza dimulai ketika kelompok Hamas melancarkan serangan besar-besaran yang belum pernah terjadi sebelumnya pada tanggal 7 Oktober 2023. Serangan Hamas itu menyebabkan sekitar 1.160 orang tewas di Israel selatan, sebagian besar warga sipil, menurut penghitungan AFP atas angka resmi Israel.

    Lebih dari 29.000 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak, tewas dalam operasi militer Israel di Gaza, kata Kementerian Kesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas.

    Hamas, yang dianggap sebagai kelompok “teroris” oleh Amerika Serikat, Uni Eropa dan pemerintah lainnya, juga menyandera sekitar 250 orang di Gaza. Dari jumlah itu, 130 di antaranya masih berada di Gaza, termasuk 30 orang diperkirakan tewas, menurut Israel.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Munich Security Conference Bahas Gaza, Ukraina-Rusia hingga Uni Eropa

    Munich Security Conference Bahas Gaza, Ukraina-Rusia hingga Uni Eropa

    Munich

    Peneliti Senior bidang Kebijakan di Dewan Eropa untuk Hubungan Luar Negeri (European Council on Foreign Relations/ECFR) Ulrike Franke menyebut Eropa perlu meningkatkan anggaran belanja untuk sektor pertahanan, meskipun Kanselir Jerman Olaf Scholz telah berjanji akan memenuhi target NATO sebesar 2% dari produk domestik bruto (PDB).

    Hal itu disampaikannya di sela-sela Munich Security Conference (MSC) 2024, sehari setelah Scholz membuat komitmen soal pembelanjaan “untuk tahun 2020-an, tahun 2030-an dan seterusnya”.

    “Rasanya kita masih kurang,” ujar Franke.

    “Eropa harus bersatu. Mereka perlu memastikan pertahanan Ukraina dan juga membangun kemampuan mereka sendiri, mengambil keuntungan dari skala ekonomi dan bekerja sama, daripada harus saling menyalahkan (pihak mana yang membelanjakan lebih banyak).”

    Scholz membuat komitmen 2% untuk dana pertahanan itu hampir dua tahun setelah pidato “Zeitenwende”, yang menandai perubahan haluan politik pertahanan dengan komitmen dana khusus 100 miliar Euro (sekitar Rp1.685 triliun) untuk meningkatkan kapasitas angkatan bersenjata Jerman, Bundeswehr, yang terpisah dari anggaran pertahanan Jerman.

    Menurut Franke, dana khusus tersebut sejauh ini sebagian besar dibelanjakan untuk pesawat tempur F-35 dari Amerika Serikat. Dia juga mempertanyakan “apa yang terjadi jika dana tersebut habis?”

    Analis ECFR ini menyebut Jerman telah berkomitmen untuk melakukan banyak tindakan jangka pendek, termasuk pengiriman senjata ke Ukraina untuk melawan invasi Rusia.

    Saat ditanyakan soal ancaman eks Presiden AS Donald Trump, jika terpilih kembali, dia tidak akan membantu anggota NATO yang menurutnya mengeluarkan terlalu sedikit dana untuk pertahanan, jika terjadi serangan atau ancaman. Franke menyebut retorika tersebut telah “melemahkan jaminan keamanan NATO,” terlepas apakah ucapan itu merupakan indikasi dari kebijakan potensial atau tidak.

    “Ini adalah berita buruk dan dapat mendorong aktor seperti Rusia untuk menguji NATO, untuk melihat apakah mereka (anggota NATO) bakal membela satu sama lain. Ini adalah peringatan lain bagi Eropa, bahwa mungkin dalam jangka panjang kita perlu melakukan lebih banyak hal untuk diri sendiri.”

    Ahli berdebat di MSC24 soal keamanan Gaza

    Perang di Gaza merupakan salah satu isu utama yang dibahas dalam Konferensi Keamanan Munich ke-60. Otoritas Palestina lewat Perdana Menteri Mohammed Shtayyeh menyebut Israel tidak boleh memaksa penduduk Palestina di Gaza untuk menyeberang ke perbatasan Mesir.

    “Saya tahu, kita tahu, bahwa ada rencana pihak Israel untuk mengusir orang-orang dari Gaza. Kami dan pihak Mesir sedang bekerja keras untuk tidak membiarkan hal ini terjadi,” kata Shtayyeh kepada para delegasi MSC, Minggu (18/02).

    Pernyataan tersebut disampaikan saat Israel tengah mempersiapkan serangan ke Kota Rafah yang berada di bagian selatan Gaza dan berbatasan langsung dengan Mesir. Diperkirakan saat ini sedikitnya 1.5 juta penduduk Palestina berlindung di daerah yang padat. Diplomat senior serta lembaga kemanusiaan telah menyampaikan keprihatinan mendalam jika serangan itu terjadi.

    Beberapa media internasional melaporkan bahwa Mesir sedang membangun sebuah kamp pengungsian di sisi perbatasannya untuk menampung pengungsi Palestina.

    Shtayyeh juga menyebut kalau Otoritas Palestina, yang berbasis di Tepi Barat, tidak menjalin komunikasi dengan kelompok Hamas. Kelompok itu, yang oleh AS, Uni Eropa dan beberapa negara lain dikategorikan sebagai organisasi teroris, telah memerintah di Jalur Gaza sejak tahun 2007. Otoritas Palestina di Tepi Barat dikuasai oleh partai politik Fatah.

    Shtayyeh menyerukan agar spiral kekerasan dihentikan dan mengatakan bahwa masalah Palestina harus diselesaikan.

    Shtayyeh juga menyebut bahwa berbagai kelompok Palestina, termasuk Fatah dan Hamas, bakal bertemu di Moskow pada hari Kamis (22/02) mendatang atas undangan Rusia.

    mh/pkp/hp (AFP, AP, dpa, Reuters)

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini