Kasus: teror

  • Fakta Baru Terduga Pelaku Ledakan SMAN 72 Jakarta: Dari Dark Web ke Pembuatan Bom

    Fakta Baru Terduga Pelaku Ledakan SMAN 72 Jakarta: Dari Dark Web ke Pembuatan Bom

    Polda Metro Jaya menyebutkan terduga pelaku ledakan di SMAN 72 Jakarta bukan anti agama tertentu atau terlibat dengan organisasi atau kelompok tertentu.

    “Kita juga ingin meluruskan kepada masyarakat, memang terjadi di tempat ibadah, tetapi yang bersangkutan ini bukan anti agama tertentu,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Budi Hermanto saat ditemui di Jakarta, Senin (10/11) seperti dilansir Antara.

    Saat dikonfirmasi apa yang membuat terduga pelaku melakukan hal tersebut, Budi menyebutkan untuk motif masih dilakukan pendalaman.

    “Diduga ada kurang perhatian keluarga dan itu sudah akumulasi, artinya, dari rumah, dari keluarga dan dari lingkungan sekitar, ini yang membuat jadi akumulasi yang harusnya kita berempati,” katanya.

    Detasemen Khusus (Densus) 88 terus mendalami dan menelusuri keterkaitan antara terduga pelaku peledakan di SMAN 72 Kelapa Gading, Jakarta Utara pada Jumat (7/11) siang dengan jaringan teror.

    “Densus 88 menganalisa, apakah ini ada kaitan dengan pelaku-pelaku aksi teror lainnya, termasuk bagaimana motif. Itu adalah kewenangan dari Densus 88,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Budi Hermanto di Polda Metro Jaya, Sabtu (8/11).

    Budi menyebut, kepolisian terus mendalami kasus ledakan yang terjadi di SMAN 72, Kelapa Gading, Jakarta Utara.

    Saat ini, tim dari Densus 88 tengah menganalisa sejumlah aspek, termasuk motif serta aktivitas media sosial dari terduga pelaku.

    “Penyelidikan atas aktivitas media sosial terduga pelaku juga tengah dilakukan. Hal itu untuk menelusuri kemungkinan pelaku pernah bergabung dalam grup atau komunitas daring yang memiliki afiliasi dengan kelompok teror tertentu,” jelas Budi.

  • Ledakan SMAN 72, Densus 88: Pelaku Racik Bom Modal Tutorial Internet!

    Ledakan SMAN 72, Densus 88: Pelaku Racik Bom Modal Tutorial Internet!

    Bisnis.com, JAKARTA — Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti-teror Polri mengungkap terduga pelaku peristiwa ledakan di SMAN 72 Jakarta membuat bom rakitan secara mandiri.

    Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri, AKBP Mayndra Eka Wardhana mengatakan terduga pelaku mengetahui cara merakit bom itu melalui internet.

    “Dirakit sendiri, dan pelaku mengakses melalui internet cara-cara merakit bom,” ujar Mayndra kepada wartawan, Senin (10/11/2025).

    Hanya saja, Mayndra tidak menjelaskan secara detail terkait proses perakitan peledak itu lebih jauh, termasuk soal jenis peledak dan teknis bom tersebut. 

    “Tapi terkait dengan teknis yang itu berkenan konfirmasi ke Gegana atau ke Bid Humas Polda Metro Jaya,” pungkasnya.

    Meski belum menyebutkan nama komunitas yang kerap dikunjungi terduga pelaku, tetapi Mayndra mengungkap kegiatan itu telah dilakukan setahun terakhir.

    “Sejak tahun ini,” ungkap Mayndra.

    Sekadar informasi, terduga pelaku merupakan anak berhadapan hukum (ABH). Dia diduga merupakan siswa SMAN 72 Jakarta. Berdasarkan historis aktivitas di internet, terduga pelaku kerap mengunjungi forum darkweb.

    Selain itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Konbes Budi Hermanto menyatakan bahwa terduga pelaku juga sering meluapkan amarahnya lewat tulisan atau gambar.

    “Hasil pemeriksaan awal, ada wujud rasa ketidaksukaan, rasa menyampaikan, tetapi tidak secara frontal. Menyampaikan dengan tulisan, gambaran-gambaran,” tutur Budi.

    Dalam hal ini, Budi mengimbau kepada pihak sekolah maupun orang tua agar bisa lebih peka terhadap siswa maupun anak-anaknya. Dengan demikian, hal itu bisa memitigasi kejadian yang tidak diinginkan.

    “Apabila kita cepat dan tanggap mungkin kita bisa memitigasi mengeliminir kejadian yang lebih besar,” pungkasnya.

  • Perundungan Tak Boleh Dianggap Dinamika Biasa dalam Perkembangan Anak

    Perundungan Tak Boleh Dianggap Dinamika Biasa dalam Perkembangan Anak

    JAKARTA – Suasana salat Jumat di SMAN 72 yang seharusnya berlangsung hikmat menjadi momen mencekam dan berpotensi meninggalkan trauma mendalam bagi para korban. 

    Setidaknya terjadi dua ledakan di lingkungan SMAN 72 Jakarta Utara pada Jumat (7/11/2025). Menurut salah satu saksi, ledakan pertama terjadi sekitar pukul 12.00 WIB, dan ledakan kedua terjadi tak beselang lama.

    Yang mengejutkan, terduga pelaku adalah salah satu dari siswa di sekolah tersebut. Ia juga menjadi satu dari beberapa korban yang terluka paling serius akibat ledakan itu. Menurut data Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri, sebanyak 96 orang yang didominasi siswa menjadi korban luka-luka akibat insiden tersebut.

    Terlambat Tangani Perundungan

    Insiden ledakan di SMAN 72 Jakarta ini menyita perhatian banyak kalangan, karena terduga pelakunya adalah seorang siswa berinisial FN. Muncul dugaan pelaku ingin membalas dendam karena ia sendiri adalah korban bullying atau perundungan.

    Sejauh ini, Densus 88 bersama Ditreskrimum Polda Metro Jaya masih mendalami motif di balik peristiwa tersebut. Mereka masih melakukan analisa barang bukti dari tempat kejadian perkara, hasil penggeledahan, serta keterangan sejumlah saksi.

    Dua personel Gegana Brimob Polda Metro Jaya berjaga di tempat terjadinya ledakan di SMAN 72 Jakarta, Jakarta, Jumat (7/11/2025). (ANTARA/Ika Maryani/foc/pri)

    Aktivitas media sosial terduga pelaku juga dilakukan demi menelusuri kemungkinan pelaku pernah bergabung dalam grup atau komunitas daring yang memiliki afiliasi dengan kelompok teror tertentu.

    Sejumlah teori merebak, masyarakat menebak-nebak apa pemicu si pelaku melakukan aksi tersebut. Namun tak sedikit yang menduga ia diselimuti perasaan marah luar biasa yang terpendam, kebingungan, kegelisahan.

    Dugaan bahwa pelaku adalah korban bullying yang memendam kemarahan luas biasa juga menjadi sorotan psikolog forensik, Reza Indragiri Amriel. Satuan pendidikan, idealnya adalah tempat yang paling aman tapi justru berubah menjadi arena perundungan yang tak kunjung usai.

    Peristiwa di SMAN 72 Jakarta tidak hanya menjadi alarm bagi pendidikan Tanah Air, tapi menjadi bukti tambahan tentang bagaimana kita terlambat menangani perundungan atau bullying, kata Reza.

    “Keterlambatan itu membuat korban, setelah menderita sekian lama, akhirnya bertarung sendirian dan dalan waktu sekejap bergeser statusnya menjadi pelaku kekerasan, pelaku brutalitas, dan julukan-julukan berat sejenis lainnya,” ucap Reza melalui pesan singkat kepada VOI.

    Ledakan terjadi di SMA 72 Jakarta, Jumat (7/11), dan menyebabkan puluhan siswa mengalami luka serta dilarikan ke rumah sakit. Berdasarkan hasil penyelidikan sementara, terduga pelaku merupakan siswa di sekolah tersebut. (ANTARA)

    Keterlambatan ini adalah hal yang memilukan, korban bullying seringkali mengalami viktimisasi berulang. Viktimisasi pertama ketika ia dirundung teman-temannya, kedua terjadi saat korban mencari pertolongan. Alih-alih mendapat bantuan, korban justru sering diabaikan dan masalahnya dianggap sepele, sehingga terpaksa bertahan dan berdoa, sehingga terjadikan viktimisasi ketiga.

    “Puncak kesengsaraan korban adalah kekerasan terhadap diri sendiri atau terhadap pihak lain,” ucapnya.

    “Belum sempat kita memberikan pertolongan kepada dia selaku korban, justru hukuman berat yang tampaknya sebentar lagi akan kita timpakan kepada dia sebagai pelaku. Getir, menyedihkan,” kata Reza menambahkan.

    Perundungan Bukan Hanya Perhatian Sekolah

    Persoalan bullying ini sudah menjadi perhatian luas sejak lama. Masalah perundungan bisa dibilang seperti lingkaran setan, karena, 90 persen pelaku bullying ternyata juga berstatus sebagai korban. Untuk itu, data tersebut membuat persoalan ini tidak bisa dipandang hitam putih belaka.

    Reza menuturkan, idealnya, perilaku perundungan tidak lagi ditinjau sebatas sebagai dinamika jamak dalam proses perkembangan anak. “Perilaku perundungan sudah semestinya disikapi sebagai agresi berkepanjangan dari anak-anak yang mengekspresikan dirinya dengan cara berbahaya, sehingga harus dicegat secepat dan seserius mungkin,” tegasnya.

    “Menjadikan bullying sebagai perkara pidana pun masuk akal,” ujar Reza mengimbuhkan.

    Sejumlah siswa berkumpul di halaman sekolah untuk mengambil barang-barang yang tertinggal di SMA Negeri 72 Jakarta, Sabtu (8/11/2025). (ANTARA /Hafidz Mubarak A/nym)

    Sementara, Ketua Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) Andik Matulessy mengatakan, setiap perundungan pasti berdampak negatif. Korban bisa bersikap pasif atau diam tapi mematikan, seperti mengakibatkan depresi hingga bunuh diri. Namun ada pula yang menyikapinya dengan aktif membalas melakukan kekerasan seperti yang dilakukan terduga pelaku pengeboman SMAN 72 Jakarta.

    “Dendam berkepanjangan pada anak itu bisa diluapkan dalam tindakan kekerasan yang destruktif dengan alat hingga menimbulkan korban,” kata Andik, mengutip Kompas.

    Lembaga pendidikan, kata dia, harus selalu menekankan bahwa kekerasan sekecil apa pun tidak bisa ditolerir. Untuk itu, sistem pendidikan karakter mulai dari pembinaan, pengawasan, pelaporan, hingga penindakan harus dipertegas demi menciptakan satuan pendidikan yang aman.

    Masalah kekerasan pada anak juga seharusnya tidak hanya menjadi perhatian sekolah, tapi juga orang tua, yang harus lebih peka dalam mendeteksi anak jika mengalami perundungan. Komunikasi dengan anak harus diperkuat supaya anak mampu menceritakan hal apa pun, termasuk tindakan kekerasan yang ia alami.

    ”Jadi, masalah kekerasan harus menjadi perhatian bagi semua pihak untuk tidak membiarkan kekerasan sekecil apa pun terjadi pada anak,” pungkasnya.

  • KPK Prihatin Rumah Hakim PN Medan yang Tangani Kasus Korupsi Terbakar

    KPK Prihatin Rumah Hakim PN Medan yang Tangani Kasus Korupsi Terbakar

    KPK Prihatin Rumah Hakim PN Medan yang Tangani Kasus Korupsi Terbakar
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan keprihatinan atas peristiwa terbakarnya rumah milik salah satu hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan, Khamozaro Waruwu, pada Selasa (4/11/2025).
    Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi
    KPK
    Asep Guntur Rahayu menyebutkan, Khamozaro tengah menangani sebuah perkara kasus dugaan korupsi terkait operasi tangkap tangan KPK di Sumatera.
    “Kami juga turut prihatin dengan kejadian tersebut. Kami turut prihatin dengan kejadian terbakarnya rumah hakim yang menangani perkara tangkap tangan di Sumatera, perkara yang ditangani oleh KPK,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (10/11/2025).
    Asep mengatakan, KPK telah memonitor karena kepolisian setempat tengah mengusut kasus tersebut.
    “Ya, kami mendukung upaya penyelidikan dan penyidikan yang tentunya dilakukan oleh pihak kepolisian,” ujar dia.
    Ia berharap agar kronologi hingga penyebab insiden ini segera terungkap.
    “Kita juga sama-sama menunggu, kita memberikan kesempatan kepada kepolisian, tentunya, aparat penegak hukum untuk melakukan investigasi terkait masalah tersebut,” jelas dia.
    Setelah peristiwa ini, Asep berkomunikasi dengan Direktur Penuntutan KPK.
    Pembicaraan keduanya mengerucut terhadap peningkatan kewaspadaan bagi para jaksa yang tengah menjalani tugas kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Sumatera Utara.
    Diberitakan sebelumnya, rumah milik Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan
    Khamozaro Waruwu
    yang berada di Kompleks Taman Harapan Indah, Tanjungsari, Medan Selayang, Medan, Sumatera Utara, terbakar pada Selasa (4/11/2025).
    Peristiwa itu terjadi ketika hakim yang menangani kasus korupsi tersebut tengah memimpin jalannya sidang di PN Medan.
    Beruntung, tak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut, lantaran rumah dalam kondisi sepi saat peristiwa terjadi.
    Meski polisi telah mendatangi kediaman Khamozaro untuk mengecek penyebab kebakaran dan menggali informasi pada Rabu (5/11/2025), hingga kini belum ada kepastian terkait penyebab terbakarnya rumah tersebut.
    Khamozaro hanya mengaku mendapat teror dari orang tak dikenal (OTK) melalui sambungan telepon sebelum peristiwa itu terjadi.
    Oleh karenanya, polisi pun didesak untuk mengusut tuntas peristiwa ini.
    Khamozaro mengungkapkan dirinya tidak sedang berada di tempat saat peristiwa itu terjadi.
    Ketika sedang memimpin sidang di PN Medan, ia dihubungi tetangganya yang ingin memberi kabar bahwa rumahnya terbakar.
    “Mereka menelpon. Karena (sedang) sidang, makanya tidak saya angkat. Saya WA (WhatsApp), saya bilang kalau saya sedang ada sidang. Lalu dibalas, ‘rumah bapak kebakar’,” ujar Khamozaro saat diwawancarai di depan rumahnya pada Selasa malam.
    Setelah mendapat kabar tersebut, Khamozaro segera menutup sidang dan bergegas ke rumah untuk melihat kondisinya.
    Meski hanya kamarnya yang terbakar, ada banyak dokumen penting serta barang berharga yang ludes terbakar.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Densus 88: Terduga Pelaku Ledakan SMAN 72 Jakarta Sering Kunjungi Darkweb

    Densus 88: Terduga Pelaku Ledakan SMAN 72 Jakarta Sering Kunjungi Darkweb

    Bisnis.com, JAKARTA — Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti-teror Polri mengungkap aktivitas terduga pelaku ledakan di SMAN 72 Jakarta, di Kelapa Gading, Jakarta.

    Juru Bicara Densus 88 АКВР Mayndra Eka Wardhana mengatakan aktivitas terduga pelaku ledakan itu kerap mengunjungi komunitas daring, khususnya di situs gelap atau darkweb.

    Dalam komunitas itu, para anggota kerap membagikan video maupun foto orang yang telah meninggal dunia akibat perang, pembunuhan hingga kecelakaan.

    “Yang bersangkutan kerap mengunjungi komunitas daring yang menampilkan video atau foto orang yang benar-benar meninggal dunia, biasanya akibat kecelakaan, perang, pembunuhan, atau kejadian brutal lainnya,” ujar Mayndra saat dikonfirmasi, Senin (10/11/2025).

    Sekadar informasi, terduga pelaku peristiwa ledakan ini telah diamankan oleh polisi. Dia diduga merupakan siswa di SMAN 72 Jakarta. Dia yang sebelumnya dilarikan ke RS Islam Cempaka Putih, kini telah dipindahkan ke RS Polri.

    Adapun, kasus ledakan ini terjadi di SMAN 72 Jakarta Kelapa Gading, Jakarta Utara, Jumat (7/11/2025) sekitar 12.15 WIB. Saat olah TKP, petugas kepolisian telah menemukan ada tujuh peledak, empat di antaranya telah meledak.

    Kemudian, berdasarkan data terakhir yang diungkap kepolisian, total ada 96 korban dari peristiwa itu. Puluhan korban ini langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat. Misalnya, RS Islam Cempaka Putih, RS Yarsi hingga RS Pertamina. 

    Sementara, dari korban yang hampir mencapai seratus orang itu, sebagian telah dipulangkan ke kediamannya masing-masing.

  • Ledakan SMAN 72, terduga pelaku tak anti agama tertentu

    Ledakan SMAN 72, terduga pelaku tak anti agama tertentu

    Jakarta (ANTARA) – Polda Metro Jaya menyebutkan terduga pelaku ledakan di SMAN 72 Jakarta bukan anti agama tertentu atau terlibat dengan organisasi atau kelompok tertentu.

    “Kita juga ingin meluruskan kepada masyarakat, memang terjadi di tempat ibadah, tetapi yang bersangkutan ini bukan anti agama tertentu,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Budi Hermanto saat ditemui di Jakarta, Senin.

    Saat dikonfirmasi apa yang membuat terduga pelaku melakukan hal tersebut, Budi menyebutkan untuk motif masih dilakukan pendalaman.

    “Diduga ada kurang perhatian keluarga dan itu sudah akumulasi, artinya, dari rumah, dari keluarga dan dari lingkungan sekitar, ini yang membuat jadi akumulasi yang harusnya kita berempati,” katanya.

    Detasemen Khusus (Densus) 88 terus mendalami dan menelusuri keterkaitan antara terduga pelaku peledakan di SMAN 72 Kelapa Gading, Jakarta Utara pada Jumat (7/11) siang dengan jaringan teror.

    “Densus 88 menganalisa, apakah ini ada kaitan dengan pelaku-pelaku aksi teror lainnya, termasuk bagaimana motif. Itu adalah kewenangan dari Densus 88,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Budi Hermanto di Polda Metro Jaya, Sabtu (8/11).

    Budi menyebut, kepolisian terus mendalami kasus ledakan yang terjadi di SMAN 72, Kelapa Gading, Jakarta Utara.

    Saat ini, tim dari Densus 88 tengah menganalisa sejumlah aspek, termasuk motif serta aktivitas media sosial dari terduga pelaku.

    “Penyelidikan atas aktivitas media sosial terduga pelaku juga tengah dilakukan. Hal itu untuk menelusuri kemungkinan pelaku pernah bergabung dalam grup atau komunitas daring yang memiliki afiliasi dengan kelompok teror tertentu,” jelas Budi.

    Pewarta: Ilham Kausar
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Hidup Pengungsi Afghanistan Hancur Akibat Konflik Taliban

    Hidup Pengungsi Afghanistan Hancur Akibat Konflik Taliban

    Jakarta

    Di bawah sinar pucat matahari musim gugur, suara tangis anak-anak bercampur dengan deru mesin truk di perbatasan Chaman, barat daya Pakistan.

    Keluarga-keluarga Afganistan yang telah tinggal di Pakistan selama puluhan tahun kini dipaksa pulang hanya dengan membawa sedikit barang: selimut, perabot rumah, dan alat masak. Kesedihan mereka ikut terbawa dalam perjalanan itu.

    Di antara mereka yang menunggu menyeberang ke Afganistan ada Zahra, 42 tahun. Ia mengenakan burqa biru yang menutupi seluruh tubuhnya sambil menggenggam erat anak bungsunya.

    Keluarga seperti Zahra kini hidup dalam ketidakpastian di tengah upaya besar-besaran Pakistan mengusir warga Afganistan, yang semakin meningkat setelah bentrokan berdarah dengan Taliban bulan lalu.

    “Aku lahir di Pakistan. Orang tuaku datang ke sini saat perang Soviet,” katanya kepada DW. “Aku tak mengenal siapa pun di Afganistan, tapi pihak berwenang menyuruh kami pergi.”

    Hidup terancam akibat pengusiran mendadak

    Jutaan orang melarikan diri dari Afganistan setelah invasi Soviet pada akhir 1979.

    Orang tua Zahra dan lebih dari seratus anggota keluarganya termasuk di antara mereka yang menyeberang ke Pakistan, lalu menetap di kamp pengungsi di Quetta, barat daya Pakistan, tempat Zahra lahir dan tumbuh besar.

    Keputusan ini juga berdampak pada kamp-kamp di Quetta, tempat keluarga Zahra tinggal.

    Aktivis menilai kebijakan itu terlalu keras dan dijalankan secara mendadak, membuat banyak keluarga kehilangan tempat tujuan.

    “Pengusiran tiba-tiba pengungsi Afganistan oleh polisi Pakistan membuat nyawa banyak orang terancam. Mereka yang dulu melarikan diri ke Pakistan demi menghindari teror, penindasan, dan kekerasan, kini justru jatuh ke tangan rezim Taliban akibat tindakan Pakistan,” ujar Aziz Gull, aktivis hak asasi manusia asal Afganistan yang bermukim di Pakistan, kepada DW.

    Pejabat Pakistan makin keras setelah bentrokan perbatasan

    Banyak warga Afganistan lainnya mencari perlindungan di Pakistan selama perang saudara tahun 1990-an, invasi yang dipimpin Amerika Serikat, dan setelah Taliban kembali berkuasa pada 2021.

    Dulu, kemurahan hati Pakistan terhadap para pengungsi dianggap sebagai kebanggaan nasional. Namun di tengah memburuknya hubungan antara Islamabad dan rezim Taliban, terutama setelah bentrokan pada Oktober lalu, pemerintah Pakistan memperketat pengusiran dan menyebut warga Afganistan tanpa dokumen sebagai ancaman keamanan.

    “Taliban Afganistan, dengan memicu bentrokan di perbatasan, membuat hidup para pengungsi semakin berat. Pemerintah Pakistan kini lebih tegas, bahkan bisa dibilang lebih kejam, dalam menjalankan program pengusiran,” kata Osama Malik, pakar hukum kemanusiaan dan pengungsi, kepada DW.

    Pemimpin Taliban di Kabul menuding Pakistan sebagai penyebab konflik perbatasan yang telah menewaskan puluhan orang sejak empat minggu lalu. Meski kedua pihak telah sepakat melakukan gencatan senjata dan sedang berdialog di Istanbul, baku tembak terbaru pada Kamis (6/11) lalu dilaporkan menewaskan sedikitnya lima orang di sisi Afganistan.

    “Kami lahir di negara ini”

    Selama bertahun-tahun, migran Afganistan membangun kehidupan baru di Pakistan. Mereka bersekolah, bergabung dalam klub kriket, membuka usaha kecil, dan menyewa rumah di kota-kota seperti Karachi, Quetta, dan Peshawar.

    “Kami lahir di negara ini dan sudah menata hidup di sini, jadi mendengar kami harus pergi terasa seperti mimpi buruk. Kami belum pernah menginjakkan kaki di Afganistan dan tak tahu harus ke mana,” kata Abdul Rehman, 44 tahun, penjual buah dari Quetta, yang telah membongkar rumahnya untuk bersiap kembali ke Afganistan, kepada DW.

    “Anak-anak saya sekolah di Pakistan dan berbicara bahasa Urdu. Pendidikan anak perempuan saya akan berhenti di Afganistan yang dikuasai Taliban. Mereka menonton acara televisi Pakistan setiap hari. Bagaimana mereka akan bertahan di sana?” ujarnya.

    Akhir dari keramahan Pakistan

    Badan Pengungsi PBB (UNHCR) mengkritik keputusan Pakistan untuk memulangkan paksa para pengungsi Afganistan, termasuk mereka yang memiliki kartu registrasi resmi (Proof of Registration/PoR) maupun yang berhak atas perlindungan internasional.

    “Kami sangat khawatir terhadap perempuan dan anak perempuan yang dipaksa kembali ke negara di mana hak mereka untuk bekerja dan bersekolah terancam,” ujar Qaiser Khan Afridi, juru bicara UNHCR di Pakistan, kepada DW.

    Afridi memuji sejarah panjang kemurahan hati Pakistan dan mengatakan bahwa tradisi itu seharusnya tetap dijaga.

    Namun, di tengah krisis ekonomi, ketidakstabilan politik, dan konflik militer, banyak warga Pakistan kini kehilangan simpati terhadap pengungsi Afganistan. Warga lokal kerap menuding mereka sebagai pesaing dalam pekerjaan dan tempat tinggal, sementara pejabat pemerintah mengaitkan mereka dengan kejahatan dan jaringan teror.

    “Selama empat dekade kami menyambut warga Afganistan ke negara kami sebagai bentuk kemurahan hati. Tapi hal ini tak bisa berlangsung selamanya. Mereka pada akhirnya harus kembali. Selain itu, siapa pun yang tinggal di negara ini secara ilegal akan segera dideportasi,” kata pejabat senior Kementerian Dalam Negeri Pakistan, Talal Chaudhry, kepada DW.

    Mahasiswi kedokteran terpaksa pulang ke Afganistan

    Di kamp-kamp darurat dekat perbatasan Chaman, antrean panjang kendaraan membentang di dataran berdebu. Orang-orang menunggu berjam-jam untuk diproses sebelum menyeberang ke Afganistan.

    “Kami meninggalkan rumah di Quetta dua hari lalu dan menuju tempat yang asing,” kata Fatima, mahasiswi kedokteran 22 tahun. “Aku harus berhenti kuliah karena tak punya dokumen yang dibutuhkan. Mimpiku adalah bekerja di rumah sakit, tapi kini aku tidak yakin dengan masa depanku di negara yang tidak demokratis dan melarang pendidikan bagi perempuan.”

    Di seberang perbatasan, Afganistan yang dikuasai Taliban tengah menghadapi krisis kemanusiaan yang parah, termasuk kekurangan pangan, musim dingin ekstrem, dan pembatasan ketat terhadap kehidupan publik, terutama bagi perempuan.

    “Afganistan belum siap menerima gelombang besar kepulangan warga ini,” kata Afridi dari UNHCR. “Sebagian besar keluarga tidak punya tempat tujuan, dan banyak yang kembali ke wilayah yang masih berjuang pulih dari perang.”

    Hidup di antara dua dunia

    Saat matahari tenggelam di pegunungan dekat perbatasan, anak-anak bermain di sekitar truk yang dipenuhi barang-barang keluarga mereka. Tawa mereka sejenak menutupi keputusasaan orang tua mereka.

    Pandangan Zahra terpaku ke cakrawala.

    “Kami sudah menyeberangi banyak perbatasan dalam hidup. Tapi kali ini terasa seperti yang terakhir,” katanya pelan.

    Keluarganya melangkah maju saat nama mereka dipanggil. Dalam hitungan menit, ia lenyap di antara kerumunan orang menuju Afganistan, tanah yang belum pernah mereka lihat, masa depan yang tak bisa mereka bayangkan. Makam orang tuanya tertinggal di belakang.

    Bagi pemerintah Pakistan, deportasi ini adalah kebijakan negara. Namun bagi keluarga seperti Zahra, ini menandai akhir dari seluruh kehidupan yang mereka habiskan berharap bisa diterima di negeri yang kini menolak mereka.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris
    Diadaptasi oleh Rivi Satrianegara
    Editor:

    (ita/ita)

  • Komisi I: Pemerintah perlu bersikap jika gim online picu kasus SMAN 72

    Komisi I: Pemerintah perlu bersikap jika gim online picu kasus SMAN 72

    “Makanya saya belum bisa bersikap lebih lanjut sampai dengan keputusan itu final,”

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Laksono mengatakan bahwa pemerintah perlu bersikap dan menindaklanjuti jika suatu gim online atau penyelenggara sistem elektronik (PSE) menjadi pemicu adanya kasus ledakan di SMAN 72 Jakarta.

    Dia mengatakan bahwa pemerintah sudah memiliki Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP TUNAS), yang bisa menindak operator gim jika jelas-jelas terbukti melanggar atau membahayakan dan menyebabkan kekacauan.

    “Kalau memang benar ini terinspirasi ataupun juga disebabkan akan sebuah gim online ya, kita kan juga sudah memiliki PP Tunas ya untuk melindungi anak-anak,” kata Dave di kompleks parlemen, Jakarta, Senin.

    Dia menyampaikan bahwa Komisi I DPR RI menyatakan prihatin atas ledakan yang terjadi di SMAN 72 Jakarta hingga menimbulkan puluhan korban. Dia pun masih menunggu hasil pemeriksaan oleh kepolisian untuk bisa mengambil kesimpulan.

    “Makanya saya belum bisa bersikap lebih lanjut sampai dengan keputusan itu final,” katanya.

    Menurut dia, kasus-kasus teror terhadap lingkungan sekolah bukan terjadi pertama kali. Sebelumnya, kata dia, kasus-kasus serupa sudah pernah terjadi di Amerika Serikat dengan kasus penembakan, yang disebabkan oleh persenjataan yang dijual bebas dan juga penggunaan gim online.

    Dia mengatakan bahwa kemajuan teknologi seharusnya bertujuan untuk mengembangkan kreativitas dan kapasitas. Jangan sampai, kata dia, kemajuan teknologi itu justru merusak generasi muda.

    “Media sosial sama juga ya, perkembangan digitalisasi ini, juga salah satu produknya adalah sosial media,” kata dia.

    Presiden Prabowo Subianto mempertimbangkan adanya pembatasan terhadap permainan daring menyusul insiden ledakan yang terjadi di SMA Negeri 72 Jakarta, Jumat (7/11).

    “Beliau tadi menyampaikan bahwa, kita juga masih harus berpikir untuk membatasi dan mencoba bagaimana mencari jalan keluar terhadap pengaruh pengaruh dari gim online,” kata Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi di kawasan Kertanegara, Jakarta Selatan, Minggu malam.

    Prasetyo menyebut Presiden Prabowo tengah memikirkan langkah-langkah untuk membatasi serta mencari solusi terhadap pengaruh negatif dari sejumlah permainan daring yang dinilai berpotensi berdampak buruk terhadap generasi muda.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Keponakan Prabowo Butuh Waktu Usai MKD Tolak Pengunduran Dirinya dari DPR

    Keponakan Prabowo Butuh Waktu Usai MKD Tolak Pengunduran Dirinya dari DPR

    Bisnis.com, JAKARTA – Rahayu Saraswati Djojohadikusumo atau Sara ⁷ menanggapi keputusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI yang  pengunduran dirinya dari anggota DPR periode 2024-2029.

    Dia menyampaikan berbagai persoalan setelah berhenti satu bulan lebih dari aktivitas media sosial.

    Hal ini dia sampaikan melalui akun Instagram pribadinya @rahayusaraswati, pada Minggu (9/11/2025). Dia mengaku mengetahui akan disidang oleh MKD, tapi sidang tidak kunjung tiba sehingga dirinya fokus menenangkan diri dan menggeluti pekerjaan di luar ranah politik.

    Dia menyampaikan tidak mudah melepaskan jabatannya di kursi legislatif. Bahkan dirinya sampai mengevakuasi anak-anaknya karena berbagai teror hingga reputasi dirinya yang turun karena segelintir pihak.

    “Tidak mudah saat menyadari reputasi yang telah saya bangun dengan kerja keras dan integritas bisa semudah itu dirusak oleh disinformasi dan orang-orang bayaran (bahkan ada kawan-kawan saya yang termakan oleh framing tersebut),” tulisnya.

    Politikus Partai Gerindra itu mengaku bahwa ratusan kader memintanya agar tidak mundur dari anggota DPR karena khawatir diisi oleh pihak yang tidak ahli di bidangnya.

    Dia merasa ironis atas peristiwa yang terjadi beberapa waktu lalu. Menurutnya, jabatan sebagai anggota DPR adalah tanggung jawab dari orang-orang yang telah memilihnya.

    Sara menegaskan tidak menyukai dunia politik karena penuh dengan drama dan tipu muslihat untuk memenuhi kebutuhan pribadi. Namun, setelah menyatakan pengunduran diri, Sara menjelaskan banyak dukungan yang datang kepada dirinya.

    “Malam itu setelah saya post video pengunduran diri, saya harus menjelaskan dan menenangkan kader dan teman-teman seperjuangan saya. Berat harus melihat tangis air mata mereka yang telah menaruh harapan pada saya,” jelasnya.

    Dia menyebutkan sejumlah warga menyampaikan dukungan agar dirinya tidak mundur sebagai anggota DPR. Terlebih, katanya, ada tokoh perempuan yang membelanya meskipun dirinya hanya beberapa kali berinteraksi saat masa Pilpres.

    Ketika mendengar putusan MKD menolak pengunduran dirinya, Sara lantas menanyakan alasan tersebut ke MKD dan MK Partai, di mana salah satunya adalah 10.951 orang menandatangani petisi penolakan pengunduran dirinya.

    Namun, Sara mengatakan belum dapat memutuskan langkah yang akan diambil selanjutnya dan masih mempertimbangkan banyak hal.

    “Maka dari itu, ijin dan tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada para pimpinan partai dan fraksi, maupun kepada para konstituen dapil, pada tokoh dan senior yang telah meminta saya kembali, saya mohon waktu untuk bisa mengambil keputusan agar tidak gegabah,” pungkasnya.

  • PUSPA DKI Jakarta Serukan Kesadaran Kolektif untuk Lindungi Anak setelah Tragedi SMAN 72

    PUSPA DKI Jakarta Serukan Kesadaran Kolektif untuk Lindungi Anak setelah Tragedi SMAN 72

    Jakarta (beritajatim.com) – Forum Partisipasi Publik untuk Perlindungan Perempuan dan Anak (Forum PUSPA) DKI Jakarta menyampaikan keprihatinan mendalam atas insiden ledakan yang terjadi di SMAN 72 Jakarta pada Jumat, 7 November 2025.

    Peristiwa tragis ini menyebabkan puluhan siswa mengalami luka-luka, yang sebagian besar di antaranya mengalami dampak fisik dan psikologis yang cukup berat. Menurut hasil penyelidikan sementara, pelaku ledakan diduga merupakan seorang siswa yang tengah menghadapi tekanan emosional dan gangguan psikologis yang mendalam.

    “Anak Butuh Kita,” demikian seruan yang disampaikan Ketua Forum PUSPA DKI Jakarta Dedi Ali Ahmad, menekankan pentingnya perlindungan dan perhatian terhadap tumbuh kembang anak-anak serta remaja di tengah tantangan sosial dan emosional yang mereka hadapi. Minggu (9/11/2025).

    Forum ini mengungkapkan simpati dan dukungan kepada para korban, keluarga mereka, serta seluruh komunitas sekolah yang terdampak, sambil menyerukan agar peristiwa ini menjadi titik balik dalam upaya peningkatan pengawasan, pendampingan, dan perlindungan terhadap anak di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

    Dalam pernyataan sikap yang dikeluarkan, Forum PUSPA menegaskan beberapa hal penting yang perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak terkait:

    Pengawasan Orangtua terhadap Perkembangan dan Pergaulan Anak

    Orangtua memiliki tanggung jawab utama untuk memastikan anak tumbuh dalam lingkungan yang sehat dan aman. Forum PUSPA mengajak orangtua untuk lebih aktif dalam memantau perkembangan anak, memahami dinamika sosial dan emosional mereka, serta lebih peduli terhadap pergaulan anak-anak di luar rumah.

    Kekurangan komunikasi, perhatian, dan empati dapat memicu perasaan keterasingan pada anak yang akhirnya berujung pada tindakan destruktif.

    Peran Partisipasi Publik dan Lingkungan Sosial

    Perlindungan anak bukan hanya tanggung jawab keluarga, tetapi juga masyarakat luas. Lingkungan sosial di sekitar anak-anak, termasuk teman sebaya dan masyarakat, harus lebih peka terhadap perubahan perilaku dan tanda-tanda trauma. Deteksi dini atas isolasi sosial atau gejala emosional lainnya sangat penting untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

    Kewaspadaan terhadap Ajaran dan Pengaruh Kekerasan

    Forum PUSPA juga menyerukan kewaspadaan terhadap ajaran atau kelompok yang menyebarkan ideologi kekerasan, baik secara langsung maupun melalui media sosial. Orangtua dan lingkungan sosial perlu lebih kritis dalam mengenali potensi pengaruh negatif yang bisa mendorong anak-anak melakukan tindakan kekerasan atau teror.

    Penguatan Sistem Perlindungan Anak di Sekolah dan Masyarakat

    Di tingkat sekolah, Forum PUSPA mendorong penguatan sistem pendampingan psikososial untuk guru dan tenaga pendidik agar mampu mengenali dan menangani gejala trauma atau gangguan emosional pada siswa. Kolaborasi antara sekolah, keluarga, dan masyarakat harus diperkuat agar tercipta lingkungan yang aman bagi anak-anak.

    Penyelidikan Transparan dan Keadilan Restoratif

    Forum PUSPA mendesak pihak kepolisian, KPAI, dan lembaga terkait untuk melakukan penyelidikan secara transparan dan profesional terhadap kejadian ini. Mereka juga menekankan pentingnya perlindungan hukum bagi pelaku yang masih berstatus anak, dengan tetap mengedepankan prinsip keadilan restoratif (restorative justice), mengingat pelaku juga memerlukan pendampingan psikologis dan perlindungan hukum khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum.

    “Anak-anak adalah masa depan bangsa dan harus dilindungi dari segala bentuk kekerasan, pengaruh negatif, dan trauma. Peristiwa ledakan di SMAN 72 Jakarta ini menjadi pengingat penting untuk memperkuat sinergi antara berbagai pihak dalam menciptakan generasi muda yang sehat, baik fisik, mental, maupun social,” pungkas pria yang pernah aktif Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Jakarta ini. [suf]