Kasus: serangan siber

  • M-banking Byond BSI Eror,Terkena Serangan Siber?

    M-banking Byond BSI Eror,Terkena Serangan Siber?

    Jakarta, FORTUNE – Aplikasi mobile banking (m-banking) milik PT Bank Syariah Indonesia (Persero) Tbk. (BSI) yakni Byond tidak bisa diakses atau mengalami gangguan eror sejak Minggu 9 Februari 2025 hingga saat ini Selasa11 Februari 2025. 

    Berdasarkan pantauan Fortune Indonesia, aplikasi Byond tidak dapat dibuka dan muncul tulisan “Sedang terjadi kendala saat ini”. Kondisi ini sempat membuat sejumlah pengguna bingung dan menaruh curiga. 

    BSI diduga terkena ramsomware

    ilustrasi hacker (pixabay.com/B_A)

    Sebelumnya, hacker yang mengaku sebagai Bjorka juga sempat memberikan peringatan kepada BSI terkait potensi kebocoran data, melalui cuitannya di media sosial X pada Rabu, 5 Februari 2025. Tak hanya BSI, BCA juga disebut bakal menjadi sasaran Serangan Siber. 

    “Bank BSI dan BCA menjadi sasaran kelompok ramsomware dan mungkin mereka akan menyasar semua bank di Indonesia,” tulis Bjorka yang dikutip di Jakarta (11/2). 

    Seperti diketahui, BSI juga sempat mengalami kebocoran data pada 2023 silam hingga memberhentikan Achmad Syafii dari jabatannya Direktur IT. 

    Selain memperingatkan industri perbankan, Bjorka juga menyoroti potensi serangan ransomware yang bisa menargetkan kementerian dan lembaga pemerintah di Tanah Air. 

    BSI sebut sedang upgrade sistem

    ilustrasi hacker (pexels.com/Mikhail Nilov)

    Menanggapi hal tersebut, Corporate Secretary BSI Wisnu Sunandar menepis isu kebocoran data. Ia menyebut saat ini pihaknya tengah melakukan proses pembaruan sistem. 

    “Untuk aplikasi Byond, proses upgrade masih berjalan. Kami mengapresiasi kesabaran dan pengertian Anda,” kata Wisnu. 

    Ia menyatakan, layanan e-channel seperti BSI Mobile, BSInet, ATM, EDC, QRIS, Merchant App, dan Kartu Debit GPN & Visa kini telah kembali normal.

  • Menggali Tantangan dan Peluang Jurnalisme di Era Digital

    Menggali Tantangan dan Peluang Jurnalisme di Era Digital

    PIKIRAN RAKYAT – Hari Pers Nasional (HPN) menjadi momen penting yang diperingati setiap tahun untuk menghargai kontribusi besar dunia pers dalam menjaga demokrasi, informasi, dan hak masyarakat.

    Di tengah tantangan era digital yang terus berkembang, peran pers semakin relevan, baik dalam menyediakan informasi yang akurat maupun dalam mengawal kebebasan berekspresi.

    Dalam rangka memperingati HPN 2025, Panitia HPN Riau menyelenggarakan Sarasehan Nasional Media Massa dengan tema bertajuk Preservasi Jurnalisme Sebagai Pilar Demokrasi Digital.

    Sarasehan ini dihadiri oleh pembicara-pembicara terkemuka di dunia pers Indonesia, antara lain Agus Sudibyo, Ketua Dewan Pengawas TVRI; Nurjaman Mochtar, Sekretaris Dewan Pakar PWI Pusat; Dhimam Abror, Ketua Dewan Pakar PWI Pusat; dan Hilman Hidayat, Ketua PWI Jawa Barat.

    Diskusi dipandu oleh Djoko Tetuko, Ketua Dewan Kehormatan PWI Jatim di salah satu hotel di Pekanbaru, Sabtu 8 Februari 2025.

    Selain pembicara hadir pula tokoh pers nasional seperti Tribuana Said, Ilham Bintang, Atal S. Depari, Asro Kamal Rokan, Dar Edi Yoga, Musrifah dan lainnya.

    Acara ini berlangsung dengan menghadirkan sejumlah tokoh penting di dunia jurnalisme untuk membahas tantangan dan peluang jurnalisme dalam menghadapi disrupsi digital yang semakin pesat.

    Masa depan jurnalisme di era digital

    Ketua PWI Jawa Barat Hilman Hidayat mengungkapkan kekhawatirannya terkait masa depan jurnalisme di era digital.

    Dia menegaskan dalam kondisi saat ini, banyak media online yang menghadapi serangan siber, dari berbagai pihak yang tidak terpikirkan sebelumnya.

    “Tugas kita merawat marwah dari jurnalisme apakah jurnalisme di era digital masih cerah atau makin suram? Tapi jika melihat data yang saya kumpulkan kok makin suram,” ujar Hilman.

    Berdasarkan pengalaman, kata dia, sebanyak 40 ribu konten kreator dan wartawan yang memproduksi 15 ribu berita per hari. Telah banyak yang mendapat serangan dari hacker.

    “Ada hal yang membahayakan kita untuk membangun paham jurnalisme. Paham jurnalisme yakni menyebarkan informasi berdasarkan data dan fakta secara objektif. Sementara dari pengalaman kami ada ribuan berita yang di-hack oleh pihak-pihak tertentu dalam sebulan, serangan terhadap media online bisa mencapai ratusan mulai dari kepala desa sampai yang berseragam,” ujarnya.

    Belanja iklan di Indonesia

    Sementara itu, Agus Sudibyo, Ketua Dewan Pengawas TVRI dan mantan anggota Dewan Pers, dalam pemaparannya mengungkapkan fakta mengejutkan mengenai belanja iklan di Indonesia pada 2024 yang diperkirakan mencapai Rp107,291 triliun, dengan dominasi iklan digital sebesar 44,1%.

    “Data belanja iklan Indonesia 2024 total Rp 107.291 triliun dimana iklan digital sebesar 44,1%, media online 17,3%, televisi 15,5%, media sosial 11,6%, retail media network 7,2%, dan media cetak 4,3%,” ujar Agus Sudibyo dalam pemaparannya.

    Ia juga mencatat perusahaan besar seperti Google dan Facebook menguasai 75-80% dari total belanja iklan digital nasional, sementara media nasional hanya memperoleh sisanya.

    “Di tengah fenomena ini, kita perlu mempertanyakan, ke mana arah jurnalisme pers? Sementara saya yakin meskipun tantangannya besar, kebutuhan akan informasi berkualitas dan bertanggung jawab justru semakin besar,” ujar Agus.

    Agus melanjutkan dengan membahas konsekuensi dari fenomena ini di mana Google dan Facebook menguasai sekitar 75-80% dari total belanja iklan digital nasional, semakin menunjukkan bahwa media sosial dan platform digital menjadi kekuatan utama dalam perekonomian iklan di Indonesia, yang secara tidak langsung telah menantang eksistensi media mainstream.

    Di balik fenomena tersebut, Agus juga menyoroti sebuah hal yang lebih mendalam, yaitu kebutuhan masyarakat terhadap informasi berkualitas dan bertanggung jawab yang semakin besar.

    Meskipun media sosial terus berkembang dan semakin mendominasi, Agus menegaskan bahwa media sosial tidak dapat sepenuhnya menggantikan fungsi media tradisional dalam menyediakan informasi yang akurat dan terverifikasi.

    Agus pun memperingatkan tentang fenomena berita hoaks yang marak di media sosial, yang sering kali memecah belah masyarakat dan merusak integritas demokrasi.

    “Tentu, kita tidak perlu terlalu khawatir karena di tengah disrupsi ini, tetap ada kebutuhan yang kuat akan informasi berkualitas dan jurnalisme yang bertanggung jawab. Media sosial tidak bisa sepenuhnya menggantikan kebutuhan masyarakat akan informasi yang mendalam dan berbasis fakta. Secara global, ada kekhawatiran yang sama, yakni media sosial justru semakin memperburuk perpecahan di antara masyarakat, baik dalam hal agama, dan politik,” ujar Agus.

    Agus juga menyinggung pentingnya model distribusi konten yang adaptif. Ia menegaskan bahwa saat ini sangat tidak masuk akal jika ada media yang tidak menggunakan media sosial sebagai saluran distribusi konten.

    Media sosial menjadi platform penting untuk menjangkau audiens yang lebih luas, dan media tradisional harus mampu memanfaatkan media sosial sebagai alat distribusi yang efektif tanpa kehilangan kualitas dan integritas informasi.

    Imperialisme digital

    Terakhir, Agus menutup komentarnya dengan menyinggung fenomena yang disebutnya sebagai ‘imperialisme digital’ yang menggambarkan dominasi beberapa perusahaan teknologi besar dalam menguasai pasar digital global.

    “Digitalisasi adalah fenomena global yang dihadapi semua negara, tetapi surplus dari hasil digitalisasi ini hanya dikuasai oleh beberapa perusahaan besar, terutama yang berasal dari satu atau dua negara saja,” katanya.

    Secara keseluruhan, Agus Sudibyo menegaskan bahwa meskipun media tradisional menghadapi tantangan berat di tengah disrupsi digital, jurnalisme yang berbasis pada etika, kualitas, dan tanggung jawab tetap memiliki peran yang tak tergantikan.

    Oleh karena itu, industri media harus terus beradaptasi dengan perubahan teknologi dan dinamika pasar, tetapi tetap berpegang pada prinsip-prinsip dasar jurnalisme yang sehat dan bermanfaat bagi masyarakat.

    Era kecerdasan buatan

    Nurjaman Mochtar, Sekretaris Dewan Pakar PWI Pusat, membahas peran jurnalis di era kecerdasan buatan (AI).

    Menurut Nurjaman, 80% sumber berita konvensional kini berasal dari media sosial, dan semakin banyak instansi yang membuat konten berita sendiri melalui portal dan media sosial mereka.

    Ke depan perusahaan atau instansi sumber berita akan membuat konten masing-masing serta menyimpannya di portal dan sosial media masing-masing, sebab dengan AI membuat narasi atau video berita bukan hal yang sulit lagi.

    “Peran media mainstream ke depannya jangan-jangan hanya berfokus pada verifikasi konten dan pertanggungjawaban terhadap Dewan Pers,” ujar Nurjaman yang juga pernah Ketua Forum Pemred.

    Tantangan ini, menurutnya, menuntut wartawan untuk lebih kritis dan adaptif terhadap perubahan teknologi.

    Dhimam Abror, Ketua Dewan Pakar PWI Pusat, menekankan pentingnya preservasi jurnalisme sebagai sarana untuk memperkuat demokrasi.

    Menurut Dhimam, ruang digital saat ini telah menjadi tempat yang sangat strategis untuk berpartisipasi dalam pesta demokrasi, terutama dalam memberikan informasi yang mendorong masyarakat untuk berpikir kritis.

    Dhimam juga mengungkapkan bahwa media baru, yang lebih interaktif dan mudah diakses, telah membuka ruang bagi lebih banyak partisipasi masyarakat dalam proses komunikasi dan pemberitaan. Oleh karena itu, media harus tetap mempertahankan independensinya, akuntabilitas, dan keberagaman dalam menyampaikan informasi.

    “Ruang digital kini memungkinkan masyarakat untuk berpikir lebih kritis terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi, terutama dalam ranah politik. Tetapi, kita harus memastikan kualitas informasi yang beredar tetap terjaga,” ujar Dhimam.

    Menurut Dhimam, media baru yang lebih interaktif membuka peluang bagi masyarakat untuk lebih terlibat dalam proses demokrasi, tetapi hanya jika media tetap menjaga prinsip independensi dan keberagaman dalam menyampaikan informasi.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Awas! Malware Baru di iOS Bisa Baca Konten di Layar Ponsel

    Awas! Malware Baru di iOS Bisa Baca Konten di Layar Ponsel

    Jakarta

    Serangan siber kini semakin canggih. Dalam sebuah perkembangan terbaru, para peneliti di Kaspersky telah menemukan malware baru di iOS yang dinamai SparkCat.

    Malware tersebut ditemukan pada aplikasi-aplikasi di App Store, yang bisa membaca konten screenshot atau tangkapan layanan yang bertujuan untuk mendapatkan informasi sensitif pengguna.

    Para peneliti mengindentifikasi SparkCat menggunakan Optical Character Recognition (OCR), untuk memindai tangkapan layar dalam upaya mencari informasi sensitif.

    Malware ini secara khusus berfokus pada pemulihan dompet kripto, yang memungkinkan penyerang mencuri Bitcoin dan aset digital lainnya, sebagaimana dilansir detikINET dari Gizchina, Sabtu (8/2/2025).

    Beberapa aplikasi yang terinfeksi malware SparkCat di antaranya ComeCome, WeTink, dan AnyGPT. Ketiga aplikasi tersebut berisikan modul berbahaya yang memanfaatkan plug-in ML Kit OCR Google untuk menganalisis gambar.

    Jika tangkapan layar yang terkait dengan dompet kripto terdeteksi, malware akan mengirimkan data ke server yang dikendalikan oleh penyerang.

    Setelah terinstal, aplikasi ini meminta untuk mengakses foto. Jika diizinkan, mereka memindai gambar untuk mencari teks penting, sehingga membahayakan pengguna.

    SparkCat dilaporkan telah aktif sejak Maret 2024, kini telah memperluas serangan berbasis Android dan PC, serupa yang ditemukan pada tahun 2023 ke iOS.

    Beberapa dari aplikasi ini masih ada di App Store, terutama menargetkan orang-orang di Eropa dan Asia. Walaupun mereka berfokus pada pencurian detail kripto, mereka juga dapat mengambil data pribadi lainnya, seperti kata sandi.

    Bahkan dengan pemeriksaan aplikasi yang ketat dari Apple, SparkCat berhasil lolos. Kaspersky mengatakan bahwa aplikasi-aplikasi itu terlihat normal karena permintaan izinnya terlihat tidak berbahaya, sehingga lebih sulit dikenali.

    Hal ini mengkhawatirkan, karena banyak pengguna iPhone yang mengira perangkat mereka aman dari virus. Agar tetap aman, Kaspersky menyarankan untuk tidak menyimpan tangkapan layar yang penting, seperti pemulihan kripto, di Perpustakaan Foto.

    iOS secara historis merupakan salah satu sistem operasi yang paling aman di lanskap seluler. Sejauh ini, Android cenderung menjadi target terbesar para peretas.

    Namun, keadaan mulai berubah karena para peretas mendapatkan cara yang lebih canggih untuk menyusup ke dalam ekosistem Apple.

    (jsn/hps)

  • NATO dan Militer AS Diserang Habis-habisan, Pelakunya Ditangkap

    NATO dan Militer AS Diserang Habis-habisan, Pelakunya Ditangkap

    Jakarta, CNBC Indonesia – Puluhan peretasan berhasil dibongkar oleh pihak kepolisian Spanyol. Beberapa korbannya termasuk NATO hingga militer Amerika Serikat (AS).

    Setidaknya ada 40 serangan siber yang menargetkan swasta dan organisasi publik dalam kejadian ini.

    Pelaku telah berhasil tertangkap dan dibawa ke pengadilan. Namun kemudian dilaporkan dibebaskan dengan menyita paspor dan mencegah berpergian keluar Spanyol.

    Pihak kepolisian telah melakukan penyelidikan sejak 2024. Saat itu terdapat laporan kebocoran data dari asosiasi bisnis Madrid.

    Tersangka kabarnya menggunakan tiga samaran dan berhasil mengakses data-data penting. Mulai dari informasi pribadi karyawan dan pelanggan serta dokumen internet.

    Pengumuma

    n polisi Spanyol menambahkan data-data yang didapatkan pelaku dijual atau dipublikasikan secara bebas di sejumlah forum gelap, termasuk Breach Forums.

    Polisi menggerebek tempat tinggal tersangka. Mereka menyita sejumlah komputer, perangkat elektronik, dan 50 akun mata uang kripto dengan berbagai aset digital.

    Tersangka terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara, karena berbagai tuntutan seperti akses ilegal ke sistem IT, kerusakan komputer serta pencucian uang.

    Berikut daftar korban dalam serangan yang dilakukan pelaku, dikutip dari Bleeping Computer, Jumat (7/2/2025):

    1. Pabrik Percetakan Uang dan Perangko Nasional

    2. Layanan Ketenagakerjaan Publik Negara

    3. Kementerian Pendidikan, Pelatihan Kejuruan dan Olahraga

    4. Sejumlah universitas di Spanyol

    5. Database NATO dan Angkatan Darat AS

    6. Direktorat Jenderal Lalu Lintas

    7. Generalitat Valenciana

    8. PBB

    9. Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO)

    10. Guardia Civil

    11. Kementerian Pertahanan

    (fab/fab)

  • Bagaimana seharusnya merespons era antiklimaks giant tech Amerika?

    Bagaimana seharusnya merespons era antiklimaks giant tech Amerika?

    Mahasiswa mengoperasikan aplikasi produk dan layanan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK) di Sadang Hegar, Bandung, Jawa Barat, Selasa (15/10/2024). (ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/rwa.)

    Bagaimana seharusnya merespons era antiklimaks giant tech Amerika?
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Jumat, 07 Februari 2025 – 11:55 WIB

    Elshinta.com – Era dominasi perusahaan teknologi raksasa Amerika Serikat, yang selama dua dekade terakhir menjadi penggerak utama inovasi global, mulai menunjukkan tanda-tanda antiklimaks. Fenomena ini bukan sekadar akibat dari siklus bisnis alami atau persaingan global yang sehat, melainkan hasil dari kombinasi kebijakan proteksionis yang tidak biasa dan regulasi domestik yang dianggap menghambat inovasi.

    Di tengah perubahan ini, muncul pertanyaan penting terkait bagaimana Indonesia seharusnya merespons dinamika baru ini untuk memperkuat posisinya di kancah teknologi global?

    Ketua Komite Tetap (Komtap) AI Asosiasi Pengusaha Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (APTIKNAS), Karim Taslim, menilai kebijakan tarif dan cukai yang diterapkan selama masa pemerintahan Donald Trump di AS menjadi salah satu pemicu utama terjadinya gesekan dengan mitra dagang tradisional seperti Eropa dan Kanada.

    Kebijakan yang dimaksudkan untuk melindungi industri dalam negeri AS itu, justru memicu tindakan balasan dari negara-negara mitra tersebut. Dampaknya merembet ke berbagai sektor, termasuk teknologi, di mana perusahaan-perusahaan Amerika mulai merasakan tekanan dari pasar internasional.

    Di saat yang sama, menurut Karim yang juga Founder Indonesia AI Innovation Challenge dan COO – PT. Terre Tech Nusantara itu, negara lain seperti Tiongkok memanfaatkan momentum ini untuk memperkuat dominasi mereka, terutama di bidang kecerdasan buatan (AI). Perkembangan AI di Tiongkok melaju pesat, meninggalkan Amerika yang terhambat oleh regulasi ketat terkait privasi, hak asasi manusia, dan kekayaan intelektual.

    Di satu sisi, regulasi tersebut memang penting untuk melindungi hak-hak individu, tetapi di sisi lain, mereka menjadi penghalang bagi inovasi yang cepat dan adaptif. Tiongkok, dengan pendekatan yang lebih longgar terhadap regulasi semacam ini, mampu mengembangkan teknologi AI yang lebih agresif dan kompetitif di pasar global.

    Tanda-tanda keretakan dominasi teknologi Amerika mulai terlihat semakin nyata ketika insiden serius terjadi pada 1 Februari 2025. Di Indonesia, Google, sebagai simbol kekuatan teknologi Amerika, sempat mengalami kegagalan fatal dalam menampilkan kurs USD/IDR yang akurat.

    Insiden ini diyakini banyak pihak, bukan semata soal kesalahan teknis, tetapi mencerminkan kerentanan sistem yang selama ini dianggap tak tergoyahkan. Kepercayaan publik terhadap algoritma dan metode pencarian Google mulai terkikis, mendorong sebagian pengguna beralih ke aplikasi generatif AI yang menawarkan hasil lebih akurat dan personal.

    Sementara itu, di belahan dunia lain, Tiongkok menunjukkan kekuatan mereka dalam menghadapi serangan siber besar-besaran yang diduga datang dari arah pentagon pada pekan lalu. Serangan DDoS yang dilancarkan pada dini hari dengan frekuensi mencapai 800.000 permintaan per detik bertujuan melumpuhkan infrastruktur jaringan penting Tiongkok.

    Namun, respons cepat dari perusahaan-perusahaan teknologi seperti Huawei, 360, dan komunitas hacker patriotik berhasil menggagalkan serangan tersebut. Mereka tidak hanya mempertahankan sistem, tetapi juga melakukan serangan balik simbolis yang memperlihatkan kecanggihan dan kesiapan mereka dalam perang siber.

    Kisah pertempuran siber ini menjadi simbol kebangkitan Tiongkok dalam mempertahankan kedaulatan digital mereka. Dalam 96 jam yang penuh ketegangan, para insinyur dan teknisi Tiongkok menunjukkan ketangguhan luar biasa. Mereka bekerja tanpa henti, mengorbankan kenyamanan pribadi demi menjaga keamanan data nasional. Keberhasilan ini bukan hanya soal teknologi, tetapi juga soal semangat kolektif dan dedikasi tinggi terhadap tujuan bersama.

    Pertarungan ini juga menjadi pelajaran penting bagi negara lain, termasuk Indonesia. Dalam dunia yang semakin terhubung secara digital, keamanan siber bukan lagi sekadar isu teknis, melainkan bagian integral dari kedaulatan nasional. Indonesia harus menyadari bahwa ketergantungan berlebihan pada teknologi asing dapat menjadi titik lemah yang berbahaya. Insiden yang menimpa Google menunjukkan betapa rapuhnya sistem yang tampak kuat di permukaan.

    Ini adalah momen bagi Indonesia untuk memperkuat infrastruktur teknologi domestik, meningkatkan investasi dalam penelitian dan pengembangan AI, serta membangun sistem keamanan siber yang tangguh.

    Pemain Kunci

    Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemain kunci di era teknologi baru ini. Dengan populasi yang besar dan demografis yang muda, Indonesia adalah pasar yang menjanjikan sekaligus sumber talenta yang melimpah. Pemerintah dan sektor swasta harus bekerja sama untuk menciptakan ekosistem inovasi yang kondusif, di mana startup teknologi lokal dapat tumbuh dan bersaing di tingkat global.

    Selain itu, pendidikan di bidang STEM (sains, teknologi, teknik, dan matematika) harus diperkuat untuk mencetak generasi muda yang siap menghadapi tantangan teknologi masa depan. Regulasi yang mendukung inovasi tanpa mengorbankan privasi dan hak asasi manusia juga menjadi kunci.

    Indonesia harus belajar dari kesalahan Amerika dalam menyeimbangkan kebutuhan akan perlindungan data dengan kebutuhan untuk mendorong kemajuan teknologi. Pendekatan yang fleksibel dan adaptif terhadap regulasi akan memungkinkan perkembangan teknologi yang lebih cepat dan relevan dengan kebutuhan pasar.

    Tidak kalah pentingnya adalah membangun ketahanan siber yang solid. Indonesia harus berinvestasi dalam teknologi pertahanan siber dan melatih tenaga ahli di bidang ini. Ancaman siber tidak hanya datang dari negara lain, tetapi juga dari aktor non-negara yang dapat merusak stabilitas nasional. Oleh karena itu, strategi keamanan siber harus menjadi bagian integral dari kebijakan nasional.

    Di era di mana dominasi teknologi global sedang mengalami pergeseran, Indonesia memiliki peluang untuk mengambil peran yang lebih besar. Dengan langkah yang tepat, Indonesia dapat memanfaatkan momen antiklimaks dari raksasa teknologi Amerika untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai kekuatan teknologi baru di Asia.

    Inilah saatnya bagi Indonesia untuk tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga pencipta dan inovator yang mampu bersaing di panggung dunia.

    Sumber : Antara

  • Transformasi Gen Z di Sektor Digital

    Transformasi Gen Z di Sektor Digital

    Bisnis.com, MAUMERE – Generasi Z (Gen Z) telah tumbuh dan berkembang di tengah pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Namun, kebiasaan Gen Z dalam mengakses informasi dan berinteraksi di media sosial membawa tantangan tersendiri, terutama soal keamanan dan privasi.

    Dalam diskusi GenSi Talk yang digelar Bisnis Indonesia bersama Indosat Ooredoo Hutchison. dalam Festival Literasi Digital di Universitas Nusa Nipa, Maumere, NTT, Selasa (4/2/2025), terungkap mengenai transformasi Gen Z tersebut.

    Diskusi yang membawa tema “Transformasi Gen Z, Dari Cerdas Digital ke Aman Digital” itu menghadirkan beberapa narasumber berbagi wawasan tentang pentingnya keamanan digital bagi Gen Z.

    Hamdani Pratama, Kepala BPPTIK, Kementerian Komunikasi dan Informatika, menekankan pentingnya literasi digital dalam membentuk karakter Gen Z. Tidak hanya cerdas digital, tetapi juga aman dalam menggunakan teknologi digital.

    “Kementerian Komunikasi dan Informatika telah meluncurkan beberapa program untuk meningkatkan kesadaran tentang keamanan digital di kalangan Gen Z,” kata Hamdani. “Kami harus memastikan bahwa Gen Z memiliki keterampilan digital yang aman dan bertanggung jawab.”

    Beliau menambahkan tantangan yang dihadapi Gen Z dalam menjaga keamanan, khususnya data pribadi di dunia digital cukup besar. Oleh sebab itu, perlu dukungan dari segala pemangku kepentingan.

    “Perlu ada program pelatihan yang dirancang khusus untuk generasi muda guna mengembangkan keterampilan digital yang aman dan bertanggung jawab,” katanya.

    Adri Gautama, Area Academy Manager Cisco Networking Academy PT Cisco Systems Indonesia, menambahkan bahwa pihaknya telah melihat perkembangan dan budaya menjaga keamanan siber di kalangan Gen Z.

    “Kita harus terus mengantisipasi dan melindungi Gen Z dari ancaman yang semakin kompleks. Kami terus berperan dalam meningkatkan literasi digital bagi Gen Z, khususnya dalam hal memahami dan memanfaatkan teknologi secara efisien dan aman.”

    Adapun Fuadit Muhammad, Programmer dan Tech Influencer, juga berbagi tentang pentingnya keamanan digital bagi Gen Z.

    “Kita harus memahami resiko dunia maya, seperti penipuan online, phishing, dan serangan siber. Kita harus memiliki strategi untuk mengenali dan menghindari scam atau phishing yang beredar di media sosial.”

    Dalam diskusi ini, semua berharap dapat meningkatkan kesadaran dan keterampilan keamanan digital di kalangan Gen Z, serta mengembangkan kompetensi keamanan siber khususnya di Indonesia Timur.

    “Kita harus memastikan bahwa Gen Z memiliki keterampilan digital yang aman dan bertanggung jawab. Dengan demikian, kita dapat mengembangkan kompetensi keamanan siber yang kuat di kalangan Gen Z,” kata Hamdani.

    Berdasarkan data Pustlitbang Aptika IKP, hasil Indeks Masyarakat Digital Indonesia (IMDI) periode 2022-2024 menunjukkan kenaikan setiap tahunnya. Kenaikan itu mencerminkan perkembangan positif dalam pemanfaatan teknologi digital di Indonesia.

    Skor IMDI menunjukkan peningkatan dari 37,80 pada 2022 menjadi 43,18 pada 2023. Kemudian, pada 2024, skor naik tipis menjadi 43,34.

  • DeepSeek AI Disebut bakal Kalahkan ChatGPT Dkk, Benarkah? – Page 3

    DeepSeek AI Disebut bakal Kalahkan ChatGPT Dkk, Benarkah? – Page 3

    Asisten kecerdasan buatan (AI) DeepSeek belakangan ini membuat gempar dan mengguncang dominasi OpenAI di teknologi kecerdasan buatan.

    Pengembangan DeepSeek bahkan diklaim 10 kali lebih murah ketimbang model multimodal ChatGPT. Meskipun sama-sama mampu menghasilkan jawaban teks mirip manusia, DeepSeek disebut lebih akurat dan memiliki pemahaman lebih dalam mengenai informasi faktual dan pertanyaan kompleks.

    Sayangnya, tak lama setelah ramai dibicarakan, DeepSeek terkena serangan siber. Hal ini membuat sejumlah negara mewaspadai DeepSeek, terlebih startup ini menyimpan data pengguna di server Tiongkok dan mengatur data pengguna berdasarkan hukum setempat.

    Lantas, apakah DeepSeek aman digunakan orang Indonesia? Terkait hal ini Pakar Keamanan Siber dan IT dari Vaksincom, Alfons Tanujaya, menilai kalua kekhawatiran tersebut agak aneh.

    “Kekhawatiran ini agak aneh, mengapa ketika menggunakan ChatGPT, Google Maps, Instagram dan Whatsapp tidak pernah ditanyakan keamanan data pengguna? Servernya juga bukan di Indonesia dan datanya berada di bawah penguasaan perusahaan dan pemerintah Amerika Serikat (AS) setiap saat bisa meminta akses data tersebut,” ujarnya.

    Alfons mempertanyakan, apakah kalau data dibawa ke AS lebih tidak bahaya daripada dibawa ke China?

    “Harusnya secara logika bahayanya sama. Malah pengguna Deepseek di AS harus lebih khawatir daripada pengguna di Indonesia, tetapi kok Deepseek tetap menjadi aplikasi nomor 1 di AppStore dan Play Store di AS?,” ucapnya.

    Alfons menyebut hal itu agak berlebihan kalau kita sebagai pengguna menghindari menggunakan Deepseek hanya karena servernya dihosting di China.

    Sebagai informasi, ketika kamu menggunakan produk China seperti HP, mobil listrik, drone, dan IoT China, datanya juga banyak disimpan di server China.

  • China Balas Perang Dagang AS, Google Ikut Kena Imbasnya – Halaman all

    China Balas Perang Dagang AS, Google Ikut Kena Imbasnya – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, CHINA – Perang dagang China dengan Amerika Serikat (AS) benar-benar telah dimulai.

    China telah mengumumkan tarifnya sendiri terhadap barang-barang impor dari AS.

    Tindakan China ini diambil sebagai balasan terhadap AS yang mengenakan tarif sebesar 10 persen terhadap impor produk China yang mulai berlaku Selasa (4/2/2025) hari ini.

    Mulai 10 Februari 2025, China menyatakan akan menerapkan tarif sebesar 15 persen pada batu bara dan gas alam cair (LNG) Amerika.

    Serta tarif sebesar 10 persen pada minyak mentah, mesin pertanian, dan mobil bermesin besar yang diimpor dari AS.

    Perintah Donald Trump

    Presiden AS Donald Trump menandatangani perintah eksekutif pada Sabtu (1/2/2025) yang meminta untuk mengenakan tarif signifikan pada mitra dagang terbesar Amerika termasuk China.

    Dengan alasan kekhawatiran atas aliran fentanil dan defisit perdagangan.

    Tarif adalah pajak atas barang impor, yang biasanya dibayarkan oleh perusahaan pengimpor, yang kemudian dapat membebankan biaya kepada konsumen melalui harga yang lebih tinggi.

    “Artinya, langkah Trump dan tanggapan China memunculkan perang dagang yang dapat merugikan warga Amerika,” demikian Newsweek.

    Apa yang perlu diketahui

    Dalam sebuah pernyataan pada Selasa (4/2/2025) hari ini, Kedutaan Besar AS di China  mengatakan bahwa kenaikan tarif yang diumumkan oleh Trump “sangat melanggar aturan [Organisasi Perdagangan Dunia] dan merupakan tindakan khas unilateralisme dan proteksionisme perdagangan.”

    China pada gilirannya memberlakukan tindakan yang “sepenuhnya dibenarkan dan masuk akal” dan juga telah mengajukan gugatan hukum ke WTO yang menentang tindakan Trump.

    Keputusan tarif Trump “merusak fondasi kerja sama ekonomi dan perdagangan Tiongkok-AS,” tambah pernyataan kedutaan besar China.

    Craig Singleton, peneliti senior Tiongkok di Foundation for Defense of Democracies (FDD), mengatakan kepada Newsweek bahwa presiden China Xi Jinping perlu memproyeksikan kekuatan di dalam negeri sebagai respons terhadap tarif Trump tanpa merugikan ekonomi negaranya.

    Singleton meyakini hal ini akan melibatkan pemanfaatan perusahaan milik negara dan cadangan untuk menyerap guncangan tarif sambil bertaruh pada bisnis dan konsumen AS untuk melawan pertempuran ekonomi yang berkepanjangan.

    China Selidiki Google

    Dikutip dari Associated Press, China juga mengumumkan penyelidikan antimonopoli terhadap Google dan tindakan perdagangan lainnya.

    Respons China  “terukur,” kata John Gong, seorang profesor di Universitas Bisnis dan Ekonomi Internasional di Beijing.

    “Saya kira mereka tidak ingin perang dagang meningkat,” katanya.

    Ini bukan pertama kalinya aksi saling balas antara kedua negara.

    China dan AS pernah terlibat dalam perang dagang pada tahun 2018 ketika Trump menaikkan tarif atas barang-barang China  dan China  membalasnya dengan cara yang sama.

    Kali ini, kata para analis, China jauh lebih siap untuk melawan, dengan pemerintah mengumumkan serangkaian tindakan yang mencakup berbagai sektor ekonomi, mulai dari energi hingga perusahaan-perusahaan AS.

    Perusahaan-perusahaan AS juga terkena dampak’

    Selain itu, Administrasi Negara untuk Regulasi Pasar China mengatakan pada hari Selasa bahwa mereka sedang menyelidiki Google atas dugaan pelanggaran undang-undang antimonopoli.

    Pengumuman tersebut tidak menyebutkan tarif tetapi muncul beberapa menit setelah tarif 10 persen Trump terhadap China mulai berlaku.

    Tidak jelas bagaimana penyelidikan ini akan memengaruhi operasi Google.

    Perusahaan tersebut telah lama menghadapi keluhan dari produsen ponsel pintar China atas praktik bisnisnya seputar sistem operasi Android, kata Gong.

    Selain itu, Google memiliki kehadiran yang terbatas di China, dan mesin pencarinya diblokir di negara tersebut seperti kebanyakan platform Barat lainnya.

    Google keluar dari pasar China pada tahun 2010 setelah menolak untuk mematuhi permintaan penyensoran dari pemerintah China dan setelah serangkaian serangan siber terhadap perusahaan tersebut.

    Google tidak langsung berkomentar sejauh ini.

    Sumber: AP/Newsweek

     

  • Kemkomdigi Investigasi Dugaan Peretasan Data Pegawai, Perketat Keamanan – Page 3

    Kemkomdigi Investigasi Dugaan Peretasan Data Pegawai, Perketat Keamanan – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) saat ini tengah melakukan investasi terkait dugaan peretasan yang berdampak pada kebocoran data internal pegawai.

    Meskipun data yang terdampak bersifat umum, Kemkomdigi memastikan langkah-langkah cepat diambil untuk menjaga keamanan informasi serta mengungkap pihak yang bertanggung jawab atas insiden ini.

    Dalam siaran pers yang diterima, Selasa (4/2/2025), Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kemkomdigi, Alexander Sabar mengungkapkan, kementerian telah mendeteksi adanya upaya peretasan pada Pusat Data dan Saran Informatika (PDSI) Kemkomdigi.

    “Kami meminta maaf jika ada pihak yang terdampak. Kami telah melakukan mitigasi dugaan peretasan, menutup semua celah keamanan, serta memperkuat sistem pertahanan siber,” tutur Alexander.

    Sebagai bagian dari investigasi, Kemkomdigi melakukan beberapa hal. Mulai dari audit mendalam pada infrastruktur PDSI, mitigasi risiko dengan menutup celah keamanan, analisis pola serangan siber yang dilakukan, serta pelacakan aktivitas mencurigakan.

    Selain itu, seluruh unit di bawah Kemkomdigi diperintahkan untuk melakukan audit keamanan internal guna meningkatkan respons terhadap insiden siber.

    Lalu, Kemkomdigi juga menegaskan perlindungan data pribadi menjadi prioritas utama, sejalan dengan implementasi Undang-Undang No.27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi.

    “Setiap individu yang dengan sengaja mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya dapat dikenakan pidana penjara hingga 4 tahun dan/atau denda maksimal Rp 4 miliar. Sementara itu, penyalahgunaan data dapat berujung pada pidana hingga 5 tahun dan/atau denda Rp5 miliar,” tuturnya lebih lanjut.

    Kemkmodigi pun mengimbau masyarakat lebih waspada pada potensi penyalahgunaan data pribadi. Pemerintah juga berkomitmen untuk terus memperkuat infrastruktur keamanan siber nasional dan meningkatkan sistem keamanan untuk melindungi data masyarakat.

  • Video:”Kekuatan” Teknologi AI Lawan Canggihnya Serangan Siber 2025

    Video:”Kekuatan” Teknologi AI Lawan Canggihnya Serangan Siber 2025

    Jakarta, CNBC Indonesia- Keamanan siber masih menjadi isu penting global di tengah masifnya adopsi teknologi digitalisasi yang masih dihantui beragam jenis serangan siber.

    Dalam upaya meningkatkan kualitas keamanan siber maka Kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) dapat dimanfaatkan untuk menjaga keamanan siber. President Director PT ITSEC Asia Tbk (CYBR), Joseph Edi Lumban Gaol menyebutkan AI memiliki kecepatan dan kapasitas keamanan siber yang lebih baik dalam mendeteksi dini ancaman siber.

    AI Generatif dapat mendeteksi dengan cepat “prilaku” aktivitas siber yang mencurigakan serta memberikan respons cepat guna memastikan keamanan siber.

    Seperti apa pemanfaatan AI dalam memperkuat keamanan siber? Selengkapnya simak dialog Anneke Wijaya dengan President Director PT ITSEC Asia Tbk (CYBR), Joseph Edi Lumban Gaol dalam Profit,CNBCIndonesia (Selasa, 04/02/2025)