Kasus: serangan siber

  • AS Serang Iran, Indonesia Harus Waspada Serangan Siber

    AS Serang Iran, Indonesia Harus Waspada Serangan Siber

    Jakarta

    Berkaca pada serangan Amerika Serikat (AS) dengan sandi Operation Midnight Hammer terhadap Iran, Indonesia harus bersiap diri terkait potensi risiko dan serangan siber global maupun regional. Pakar siber pun mendesak Pemerintah RI perkuat keamanan siber.

    Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Ardi Sutedja mengatakan pasca serangan udara itu, perhatian dunia semakin terfokus pada risiko siber yang terus berkembang. Sebab, serangan siber telah menjadi salah satu ancaman paling signifikan bagi keamanan nasional di era modern saat ini.

    “Di seluruh dunia, negara-negara dan organisasi kriminal semakin canggih dalam melancarkan serangan yang dapat merusak infrastruktur kritis, mencuri data sensitif, dan menganggu stabilitas sosial. Di tingkat global, aktor negara, seperti Rusia dan China sering dianggap sebagai pelaku utama dalam serangan siber yang terkoordinasi, menggunakan teknik untuk mengakses sistem penting dan menciptakan kekacauan,” tutur Ardi dalam pernyataan tertulisnya, Selasa (24/6/2025).

    Di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Ardi mengatakan bahwa ancaman serangan siber itu semakin nyata. Berdasarkan laporan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menunjukkan peningkatan 300% dalam serangan siber terhadap infrastruktur kritis dalam tiga tahun terakhir, dengan banyak serangan menunjukkan karakteristik yang diduga didukung oleh negara.

    Disampaikan Ardi, Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar yang terletak di persimpangan jalur perdagangan global, menghadapi tantangan unik dalam membangun sistem pertahanan siber yang tangguh.

    “Kerentanan ini diperparah oleh ketergantungan pada teknologi impor, yang menciptakan celah dalam keamanan siber nasional. Pelaku yang mungkin terlibat dalam serangan ini meliput kelompok hacker yang didukung negara, organisasi kriminal terorganisir, dan bahkan individu dengan kemampuan teknis tinggi yang dapat melakukan serangan siber dengan tujuan merugikan,” tuturnya.

    “Oleh karena itu, penting bagi Indonesia untuk segera mengambil langkah proaktif dalam memperkuat infrastruktur siber, meningkatkan kolaborasi internasional, dan membangun kesadaran masyarakat tentang pentingnya keamanan siber,” ucapnya menambahkan.

    Dalam menghadapi ancaman yang semakin kompleks ini, Ardi menyoroti bahwa kemandirian dalam teknologi pertahanan siber menjadi kunci untuk menjaga kedaulatan dan keamanan nasional di abad ke-21.

    “Dalam konteks serangan siber yang semakin meningkat, berbagai sektor menjadi target utama bagi para hacker, baik yang didukung oleh negara maupun kelompok kriminal terorganisir,” ucapnya.

    Adapun, sektor yang memiliki karakteristik dan nilai strategis yang membuatnya menarik bagi pelaku kejahatan siber, di antaranya sektor infrastruktur kritis, kesehatan, keuangan, energi, teknologi dan telekomunikasi, dan pemerintahan.

    Disampaikan Ardi, dampak serangan siber terhadap sektor-sektor ini di Indonesia sangat signifikan. Dengan meningkatnya kerentanan terhadap serangan, penting bagi pemerintah dan sektor swasta untuk bekerja sama dalam memperkuat keamanan siber.

    Lebih lanjut, kata Ardi, Investasi dalam teknologi pertahanan siber, peningkatan kesadaran masyarakat, dan pengembangan kebijakan yang komprehensif adalah langkah-langkah yang harus diambil untuk melindungi infrastruktur dan data nasional.

    “Mengingat bahwa serangan siber tidak hanya mengancam keamanan fisik tetapi juga stabilitas ekonomi dan sosial, upaya untuk membangun ketahanan siber yang kuat menjadi semakin mendesak,” pungkasnya.

    (agt/fay)

  • Serangan ke Fasilitas Nuklir Iran dan Dampak Pada Lingkungan

    Serangan ke Fasilitas Nuklir Iran dan Dampak Pada Lingkungan

    Jakarta

    Penghancuran situs pengayaan uranium yang mendukung program nuklir Iran kemungkinan tidak akan menimbulkan konsekuensi lingkungan yang parah, demikian menurut beberapa pakar nuklir.

    Israel mengonfirmasi bahwa mereka menyerang salah satu fasilitas nuklir Iran di Isfahan pada Jumat (20/6) malam. Kemudian Amerika Serikat ikut menghantam situs nuklir Iran dengan bom dahsyat. Namun meskipun konflik tersebut mengkhawatirkan, para ahli nuklir menyebut radioaktivitas akibat serangan militer bukanlah masalah utama.

    “Ada banyak hal yang perlu dikhawatirkan dalam perang Iran-Israel, tetapi pelepasan radioaktivitas bukanlah salah satunya,” kata Lee Berstein, seorang profesor di departemen teknik nuklir di California University, Berkeley, dikutip dari ABC News.

    Uranium Tidak Cukup Radioaktif untuk Meluas

    Lokasi yang menjadi target sejauh ini di Iran berisi sentrifus yang berputar sangat cepat dan memisahkan serta memperkaya uranium ke tingkat yang lebih tinggi, kata Emily A. Caffrey, direktur Program Fisika Kesehatan di Alabama University di Birmingham.

    “Namun, aturan praktis untuk bahan radioaktif adalah, semakin panjang waktu paruhnya, semakin tidak berbahaya bahan tersebut dalam jangka pendek. Namun, bahkan bahan dengan waktu paruh yang panjang dapat berbahaya dalam jangka waktu yang lebih lama,” kata Berstein.

    Waktu paruh Uranium-235 lebih dari 700 juta tahun, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS. Terdapat kontaminasi radiologi dan kimia di fasilitas Natanz.

    “Bagian atas tanah dari pabrik pengayaan bahan bakar rusak setelah serangan militer pada 13 Juni,” kata Direktur Jenderal Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) Rafael Grossi kepada Dewan Keamanan PBB pada Jumat (20/6).

    Fasilitas itu kemungkinan berisi tabung gas uranium heksafluorida yang terlepas ke lingkungan sebagai awan gas besar setelah terkena, kata Caffrey.

    Uranium heksafluorida merupakan risiko utama yang berasal dari lokasi pengayaan uranium. Gas tersebut merupakan hasil pemisahan uranium yang pada dasarnya merupakan ‘pendahulu’ bahan bakar nuklir.

    Namun, menurut Caffrey, awan gas tersebut tidak memiliki kemampuan untuk menyebabkan kontaminasi jangka panjang atau masalah radioaktif. “Itu hanya molekul gas yang besar dan berat, jadi tidak akan sampai terlalu jauh,” kata Caffrey.

    “Meskipun terjadi kerusakan di beberapa lokasi, termasuk Natanz, Isfahan dan Arak serta lokasi di Teheran, tidak ada lokasi aktivitas radiologi teridentifikasi di luar fasilitas,” kata Grossi.

    Tidak ada kebocoran radiasi yang dilaporkan di Natanz selama insiden sebelumnya ketika fasilitas tersebut mengalami kerusakan pada 2020 dan 2021.

    “Yang terakhir adalah serangan siber,” kata Angela Di Fulvio, profesor di University of Illinois Urbana Champaign dan direktur Program Keamanan Domestik dan Internasional Pengendalian Senjata.

    Seberapa jauh radiasi menyebar dari pelepasan tertentu, bergantung pada cuaca, terutama angin, juga hujan. Jika heksafluorida berinteraksi dengan air, ia dapat menghasilkan asam fluorida, yang menyebabkan beberapa masalah kimia tetapi bukan masalah radioaktif, kata Caffrey.

    “Banyak negara yang berbatasan dengan Teluk Persia tidak ingin air di Teluk terkontaminasi oleh awan partikel radioaktif yang tertiup angin dan melewati pantai,” kata John Erath, direktur kebijakan senior Pusat Pengendalian Senjata dan Non-Proliferasi.

    “Namun, uranium heksafluorida tampaknya dibatasi dalam fasilitas yang menjadi sasaran dan dapat dikelola dengan prosedur dan tindakan pencegahan keselamatan yang tepat,” kata Di Fulvio.

    Seiring berjalannya waktu, uranium heksafluorida yang bocor akan terdilusi dan menyebar keluar dari lingkungan.

    Bagaimana Paparan Uranium Pengaruhi Tubuh Manusia

    “Jika tertelan atau terhirup, gas uranium heksafluorida, yang masing-masing molekulnya memiliki enam atom fluorin, dapat menyebabkan kerusakan ginjal,” kata Caffrey.

    Atom yang dikombinasikan dengan logam berat dapat menjadi zat yang sangat beracun, tetapi biasanya dalam jumlah besar. Manusia perlu menghirup atau menyerapnya dalam jumlah besar ke dalam tubuh untuk melihat efeknya. Bahayanya bukanlah radioaktivitas melainkan logam berat.

    Kemungkinan Seperti Chernobyl

    Bencana nuklir tahun 1986 di Chernobyl kemungkinan tidak akan terulang, bahkan jika salah satu reaktor nuklir di Iran menjadi sasaran serangan militer, kata para ahli. Bencana Chernobyl merupakan peristiwa tak biasa yang merupakan akibat dari pembangkit listrik yang dirancang dengan sangat buruk.

    “Israel dan AS kemungkinan besar sangat sadar untuk menghindari reaktor nuklir karena potensi bencana yang dapat terjadi jika terkena dampak,” kata Erath.

    Reaktor nuklir kini dibangun dengan kokoh dan akan membutuhkan daya tembak yang besar, seperti bom penghancur bunker milik militer AS, untuk menyebabkan ledakan. Adapun salah satu faktor yang memperburuk bencana Chernobyl adalah cacat desain dalam reaktor nuklir yang meledak, dan desain tersebut tidak lagi digunakan.

    Menurut para ahli, menyerang reaktor nuklir Iran yang digunakan untuk menghasilkan tenaga nuklir, tidak akan melepaskan bahan radioaktif sebanyak Chernobyl. Sedangkan IAEA menyebutkan, reaktor Khondab sedang dalam pembangunan dan tidak mengandung bahan bakar atau bahan nuklir lainnya saat dihantam pada Kamis (19/6).

    “Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Bushehr, fasilitas berkapasitas 1.000 megawatt yang dibangun oleh Rusia, juga menjadi fokus perhatian akhir-akhir ini,” ujar Di Fulvio.

    Pengusiran bahan radioaktif dari Bushehr dapat terjadi melalui satu dari tiga cara: serangan langsung oleh roket atau rudal, kerusakan pada kolam air tempat bahan bakar bekas, atau bahan bakar nuklir radioaktif yang telah disingkirkan setelah menghasilkan listrik, disimpan untuk pendinginan, jika listrik yang dipasok ke pembangkit listrik terputus dan pembangkit listrik kehilangan semua sarana cadangan untuk menghasilkan listrik.

    Grossi memperingatkan bahwa fasilitas nuklir Bushehr mungkin akan terkena serangan, dan mengatakan bahwa ini akan menjadi lokasi nuklir di Iran yang dampak serangannya bisa sangat serius.

    “Itu adalah pembangkit listrik tenaga nuklir yang masih beroperasi dan menampung ribuan kilogram material nuklir,” kata Grossi.

    (rns/rns)

  • AS Waspadai Serangan Siber Iran Terhadap Sektor Keuangan hingga Jaringan Listrik

    AS Waspadai Serangan Siber Iran Terhadap Sektor Keuangan hingga Jaringan Listrik

    Bisnis.com, JAKARTA—  Departemen Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat (DHS) mengeluarkan peringatan kepada pelaku bisnis dan lembaga di AS untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi serangan siber yang disponsori pemerintah Iran serta gangguan digital skala kecil dari kelompok hacktivist pro-Iran, menyusul serangan udara AS terhadap fasilitas nuklir Iran akhir pekan lalu.

    “Baik kelompok hacktivist maupun aktor siber yang terkait dengan pemerintah Iran secara rutin menargetkan jaringan AS yang lemah dan perangkat yang terhubung ke internet guna melakukan serangan siber yang mengganggu,” demikian bunyi peringatan tersebut dikutip dari laman The Register pada Selasa (24/6/2025). 

    DHS menyebut, meski Iran memiliki kemampuan untuk melancarkan serangan siber destruktif, tingkat keberhasilan dan kecanggihan teknis mereka sejauh ini masih tergolong terbatas. 

    Salah satu insiden besar terjadi pada 2023, ketika kelompok siber Iran bernama CyberAv3ngers yang dikaitkan dengan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) berhasil mengakses beberapa sistem air di AS melalui kata sandi bawaan pada pengendali logika yang terhubung ke internet.

    Pada akhir tahun 2023, kelompok yang sama kembali menyerang sistem pengelolaan air dan bahan bakar di AS dan Israel menggunakan malware khusus. Meski berhasil menembus sistem vital tersebut, kelompok ini tidak menyebabkan kerusakan besar dan hanya membagikan video keberhasilan mereka di kanal Telegram.

    Mantan agen FBI dan wakil presiden di perusahaan keamanan siber Optiv, James Turgal memperkirakan balasan Iran akan diwujudkan dalam bentuk serangan siber destruktif, termasuk peluncuran malware penghancur (wiper), terhadap situs pemerintah AS, sektor jasa keuangan, serta infrastruktur penting seperti pembangkit listrik dan instalasi pengolahan air.

    “Iran juga mungkin kembali menggunakan serangan DDoS [Distributed Denial of Service]. Tim peretas pro-Iran ‘313 Team’ telah mengklaim bertanggung jawab atas serangan DDoS terhadap platform Truth Social hanya beberapa jam setelah serangan udara AS,” kata Turgal.

    Selain itu, serangan siber diperkirakan mencakup kampanye disinformasi dan manipulasi media, termasuk perusakan situs web dan penyebaran video propaganda deepfake, serupa dengan taktik yang digunakan Rusia saat awal invasi ke Ukraina.

    Think tank keamanan nasional Foundation for Defense of Democracies mengungkap Iran telah menjalankan kampanye psikologis melalui akun-akun palsu yang menyamar sebagai warga Israel di platform Telegram dan X (dahulu Twitter), dengan menyebarkan pesan-pesan yang bersifat merusak moral dalam bahasa Ibrani. 

    Meski menyasar publik Israel, Turgal memperingatkan warga AS juga berpotensi menjadi target kampanye psikologis serupa.

    “Dengan sekitar 62% warga Amerika mendapatkan berita dari media sosial, platform-platform tersebut akan dibanjiri narasi tandingan, misinformasi, dan disinformasi terkait dampak serangan udara AS dan sentimen anti-Amerika lainnya,” imbuhnya.

    Selain serangan siber terbuka, Iran juga terus menjalankan operasi spionase dunia maya. Menurut John Hultquist, analis utama di Google Threat Intelligence Group, kelompok siber yang didukung pemerintah Iran secara rutin memata-matai individu dan organisasi yang memiliki keterkaitan dengan kebijakan luar negeri AS terhadap Iran.

    “Mereka kerap menargetkan individu melalui akun pribadi dan organisasi, serta memanfaatkan data dari perusahaan telekomunikasi, maskapai, dan perhotelan untuk melacak pergerakan dan aktivitas sasaran,” ujar Hultquist.

    Taktik utama mereka meliputi rekayasa sosial dan spear phishing untuk mendapatkan akses terhadap data sensitif. Ancaman ini diperburuk dengan fakta bahwa IRGC pernah terlibat dalam upaya pembunuhan terhadap warga AS, termasuk mantan Penasihat Keamanan Nasional John Bolton.

    “Penegak hukum AS telah beberapa kali menggagalkan rencana pembunuhan yang disponsori Iran sejak 2020,” kata DHS dalam pernyataannya. 

    Selain itu, Iran juga tercatat beberapa kali mencoba menargetkan pengkritik rezimnya di AS dalam upaya serangan mematikan. DHS mendesak seluruh lembaga dan pelaku usaha untuk memperketat keamanan siber dan mengambil langkah pencegahan yang sama seperti dalam menghadapi ancaman ransomware, mengingat dampaknya tetap bisa sangat serius bagi masing-masing institusi, meskipun skala serangan secara umum mungkin dilebih-lebihkan oleh pelaku.

  • Indonesia Hadapi Lonjakan Serangan Siber Berbasis AI

    Indonesia Hadapi Lonjakan Serangan Siber Berbasis AI

    Bisnis.com, JAKARTA – Fortinet menyebut serangan siber berbasis kecerdasan buatan (AI) di Indonesia melonjak hingga tiga kali lipat dalam setahun terakhir.

    Country Director Fortinet Indonesia, Edwin Lim mengatakan temuan tersebut berdasarkan hasil survei yang dilakukan IDC. Adapun, jenis ancaman berbasis AI yang paling banyak dilaporkan di Indonesia mencakup malware canggih, pencurian data, hingga penyamaran deepfake dalam skema Business Email Compromise (BEC).

    “Ancaman ini berkembang sangat cepat. Teknologi AI memungkinkan pelaku kejahatan untuk melancarkan serangan secara otomatis, sangat terarah, dan sulit dideteksi,” kata Edwin dalam keterangannya, Senin (23/6/2025).

    Data survei menemukan bahwa 54% organisasi di Indonesia mengaku telah mengalami serangan yang melibatkan AI. Bahkan, 36% dari mereka melaporkan peningkatan ancaman hingga tiga kali lipat, dan 62% lainnya mencatat peningkatan dua kali lipat hanya dalam 12 bulan terakhir.

    Dia menjelaskan ancaman siber yang dilaporkan mencakup pengintaian otomatis terhadap permukaan serangan, credential stuffing, serangan brute force berbasis AI, serta malware polimorfik dan data poisoning.

    Ironisnya, meski ancaman meningkat pesat, hanya 13% organisasi yang merasa sangat siap menghadapi serangan berbasis AI. Sebanyak 18% bahkan mengaku tidak memiliki kapabilitas sama sekali untuk mendeteksi ancaman ini, mengindikasikan kesenjangan kesiapan yang signifikan.

    Edwin menuturkan serangan siber tidak hanya berdampak pada operasional, tetapi juga menimbulkan kerugian finansial dan reputasi yang besar. Survei menunjukkan bahwa 42% organisasi mengalami kerugian material lebih dari US$500.000 akibat serangan siber.

    “Bahkan, potensi hilangnya kepercayaan pelanggan dan tekanan regulasi juga menjadi beban berat bagi bisnis,” jelasnya.

    Survei IDC mencatat, 66% organisasi mengalami pencurian data dan pelanggaran privasi, 62% menghadapi sanksi regulasi, dan 60% kehilangan kepercayaan pelanggan. Selain itu, serangan yang makin canggih ini juga menyasar kelemahan mendasar seperti kesalahan manusia, konfigurasi cloud yang tidak tepat, dan eksploitasi celah zero-day.

    Tantangan lain yang mengemuka adalah keterbatasan sumber daya manusia di bidang keamanan siber. Rata-rata, hanya 7% dari total tenaga kerja organisasi yang terlibat di bidang TI internal, dan hanya 13% dari jumlah tersebut yang fokus pada keamanan siber.

    Fortinet mendorong pendekatan keamanan berbasis platform yang terintegrasi. Pendekatan ini mencakup konvergensi antara keamanan dan jaringan, yang tidak hanya menyederhanakan arsitektur TI, tetapi juga mempercepat deteksi, respons, dan visibilitas terhadap serangan.

  • Petaka Baru Menghantui AS Usai Trump Bombardir Iran Habis-habisan

    Petaka Baru Menghantui AS Usai Trump Bombardir Iran Habis-habisan

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Keamanan Dalam Negeri AS (DHS) memberikan peringatan petaka baru di AS, menyusul serangan yang dilancarkan militer AS ke tiga pusat nuklir di Iran pada Sabtu (21/6).

    Peringatan tersebut diungkap dalam sebuah buletin yang diterbitkan pada Minggu (22/6), melalui Sistem Penasihat Terorisme Nasional. Adapun petaka yang dimaksud adalah peningkatan ancaman di berbagai sektor, termasuk di ranah siber.

    DHS mengatakan ada peluang serangan siber tingkat rendah yang menargetkan perusahaan dan lembaga di AS oleh para peretas pro-Iran. Pelaku siber yang berafiliasi dengan pemerintah Iran juga kemungkinan akan bereaksi.

    Selain itu, DHS juga mewanti-wanti peluang aksi kekerasan dari pihak pro-Iran di AS. Sebelumnya, para pegiat Hak Asasi Manusia telah mencatat peningkatan Islamofobia dan antisemitisme di AS sejak dimulainya invasi Israel ke Gaza pada Oktober 2023 lalu.

    “Kemungkinan para ekstremis di dalam negeri secara mandiri memobilisasi diri untuk melakukan kekerasan. Peluang ancaman ini bisa meningkat jika pimpinan Iran mengeluarkan peraturan agama yang menyerukan kekerasan balasan terhadap target-target AS,” tertulis pada buletin tersebut, dikutip dari Reuters, Senin (23/6/2025).

    Pada Sabtu (21/6) waktu setempat, Trump mengatakan rudal AS telah menghancurkan situs nuklir utama Iran dengan bom penghancur bunker. Hal ini menandai posisi AS yang resmi bergabung dengan Israel dalam perang melawan Iran.

    Langkah Trump ini juga memicu eskalasi perang yang makin parah di Timur Tengah. Diketahui, perang Israel-Iran dimulai dengan serangan Israel terhadap Iran pada 13 Juni lalu.

    Pemerintah AS mengatakan pada Sabtu (21/6) malam bahwa mereka tetap waspada, seraya menambahkan tidak ada ancaman nyata yang terdeteksi sejauh ini.

    Di Los Angeles, Washington, dan New York City, lembaga penegak hukum mengatakan pihaknya telah meningkatkan patroli dan mengerahkan sumber daya tambahan ke situs keagamaan, budaya, dan diplomatik.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Video: Ancaman Siber Jadi Bom Waktu Transformasi Teknologi, Solusinya?

    Video: Ancaman Siber Jadi Bom Waktu Transformasi Teknologi, Solusinya?

    Jakarta, CNBC Indonesia– Serangan siber dan ancaman keamanan digital semakin mengkhawatirkan di tengah masifnya Adopsi teknologi digital termasuk teknologi Artificial Intelligence (AI) di berbagai sektor industri.

    Menjawab kebutuhan keamanan siber saat ini, perusahaan penyedia layanan teknologi cloud di Indonesia yakni ICS Compute mengembangkan solusi keamanan siber yang didukung kecerdasan buatan atau AI, seperti layanan Managed Security Service Provider (MSSP).

    Founder & CEO ICS Compute, Budhi Wibawa menyebukan ICS Compute sebagai IT Conlusting Services yang membantu industri seperti perbankan, perusahaan media hingga ritel dan sektor kesehatan dalam memperkuat sistem keamanan berbasis AI.

    ICS Compute memandang adopsi layanan keamanan digital saat ini masih belum merata dan banyak berfokus pada sektor yang mempunyai aturan ketat seperti startup dan perbankan dan sektor keuangan. Namun di sektor manufaktur hingga UMKM belum menerapkan sistem keamanan siber yang kuat karena terkait biaya investasi dan talent digital.

    Seperti apa urgensi peningkatan layanan keamanan siber? Selengkapnya simak dialog Bunga Cinka dengan Founder & CEO ICS Compute, Budhi Wibawa dalam Profit, CNBC Indonesia (Senin, 23/06/2025)

  • Belajar dari Operasi Midnight Hammer, Indonesia Diminta Perkuat Keamanan Siber

    Belajar dari Operasi Midnight Hammer, Indonesia Diminta Perkuat Keamanan Siber

    Bisnis.com, JAKARTA – Pengamat keamanan digital memberikan peringatan eskalasi serangan siber di Tanah Air menyusul aksi Midnight Hammer Operation Amerika Serikat (AS) yang membombardir 3 titik pusat nuklir milik Iran beberapa waktu lalu.

    Operasi Midnight Hammer adalah serangan AS ke fasilitas nuklir Iran. Serangan ini sama sekali tidak mendapatkan perlawanan. Tidak ada pesawat tempur Iran dan rudal yang membalas

    Serangan tersebut berhasil dilakukan tanpa terdeteksi karena AS dikabarkan melumpuhkan terlebih dahulu sistem komunikasi dan keamanan Iran lewat serangan siber.

    Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Ardi Sutedja menilai penyerangan menggunakan pesawat berteknologi canggih itu turut meningkatkan perhatian dunia terhadap risiko siber yang terus berkembang, baik di tingkat global maupun regional.

    Indonesia berpotensi mengalami serangan yang sama, jika tidak memiliki tingkat keamanan siber yang kuat dan bergantung pada teknologi luar. 

    “Di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, ancaman ini semakin nyata. Laporan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menunjukkan peningkatan serangan siber hingga 300% terhadap infrastruktur kritis dalam 3 tahun terakhir,” kata Ardi dalam siaran pers, dikutip Bisnis Senin (23/6/2025).

    Menurut dia, setiap sektor memiliki karakteristik dan nilai strategis yang membuatnya menarik bagi pelaku kejahatan siber. Ardi melihat beberapa sektor yang biasa terkena serangan siber.

    Pertama, infrastruktur kritis mencakup layanan publik seperti listrik, air bersih, transportasi, dan komunikasi. Serangan terhadap infrastruktur kritis dapat menyebabkan gangguan besar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.

    Indonesia, dengan ribuan pulau dan infrastruktur yang tersebar, dinilai sangat rentan terhadap serangan di sektor ini. Misalnya, jika jaringan listrik atau sistem transportasi terganggu, hal ini dapat mengakibatkan krisis yang mempengaruhi ekonomi dan mobilitas masyarakat.

    Kedua, kesehatan. Rumah sakit dan sistem kesehatan sering kali diserang untuk mencuri data pasien atau merusak sistem yang vital. Serangan ini dapat mengganggu pelayanan kesehatan yang penting.

    Dalam situasi seper pandemi Covid-19, serangan siber terhadap sistem kesehatan dapat menghambat upaya penanganan dan menyebabkan risiko yang lebih besar bagi kesehatan masyarakat. Selain itu, data medis yang dicuri juga dapat disalahgunakan untuk penipuan.

    Ketiga, keuangan. Bank dan lembaga keuangan menjadi sasaran utama untuk pencurian data, penipuan, dan peretasan akun. Serangan ini dapat mengakibatkan kerugian finansial yang signifikan.

    Dengan pertumbuhan pesat fintech dan digital banking, Indonesia harus waspada terhadap serangan siber di sektor ini. Kerugian finansial akibat serangan dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan dan investasi.

    Keempat, energi. Perusahaan energi, termasuk yang bergerak di bidang minyak dan gas, sering menjadi sasaran untuk sabotase dan pencurian data. Indonesia sebagai negara penghasil energi pun harus melindungi aset-aset ini dari serangan yang dapat mengganggu produksi dan distribusi energi, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi ekonomi dan stabilitas sosial.

    Kelima, teknologi dan telekomunikasi. Perusahaan teknologi dan penyedia layanan telekomunikasi sering kali diserang untuk mencuri data pengguna dan merusak sistem komunikasi.

    Menurut Ardi, dengan meningkatnya ketergantungan pada teknologi digital serangan terhadap sektor ini dapat mengganggu komunikasi dan akses informasi, yang sangat penting untuk kegiatan bisnis dan pemerintahan.

    Keenam, pemerintahan. Instansi pemerintah menjadi sasaran untuk mencuri data sensitif dan mengganggu layanan publik. Serangan terhadap sistem pemerintahan dapat mengakibatkan kebocoran data pribadi warga negara dan merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah. Dalam kasus yang ekstrem, ini dapat mengganggu stabilitas politik.

    “Dengan meningkatnya kerentanan terhadap serangan, penting bagi pemerintah dan sektor swasta untuk bekerja sama dalam memperkuat keamanan siber,” kata Ardi.

    Menurutnya, investasi dalam teknologi pertahanan siber, peningkatan kesadaran masyarakat, dan pengembangan kebijakan yang komprehensif merupakan langkah-langkah yang harus diambil untuk melindungi infrastruktur dan data nasional.

    Sebab, sambungnya, serangan siber tidak hanya mengancam keamanan fisik, tapi juga stabilitas ekonomi dan sosial. Artinya, kata Ardi, upaya untuk membangun ketahanan siber yang kuat menjadi semakin mendesak.

  • Peretas Curi Data Pribadi Peserta Pemilu di Oxford dalam 2 Dekade Terakhir

    Peretas Curi Data Pribadi Peserta Pemilu di Oxford dalam 2 Dekade Terakhir

    Bisnis.com, JAKARTA — Oxford City Council, otoritas pemerintah lokal yang mengelola layanan publik vital di Oxford, Inggris, mengumumkan telah menjadi korban serangan siber yang mengakibatkan bocornya data pribadi pegawai yang terlibat dalam penyelenggaraan pemilu selama 21 tahun terakhir. 

    Insiden ini terjadi pada akhir pekan 7-8 Juni 2025 dan menyebabkan gangguan layanan serta kekhawatiran di kalangan pegawai dan warga. 

    Dewan Kota Oxford dalam laman resminya mendeteksi trafik ilegal dalam jaringan Oxford. Oxford mengambil langkah tegas dengan menghapus secara otomatis dan meminimalkan akses yang dimiliki penyerang ke sistem dan basis data.

    “Kami kemudian dengan cepat mengerahkan spesialis keamanan siber eksternal untuk mendukung  dan secara proaktif melumpuhkan setiap sistem utama Dewan untuk melakukan pemeriksaan keamanan penuh dan menyelidiki insiden tersebut,” dilansir dari laman resmi, Senin (23/11/2025). 

    Oxford mengungkap tindakan pencegahan ini mengakibatkan gangguan pada beberapa layanan  selama seminggu terakhir. Oxford bekerja keras untuk meminimalkan dampak pengguna layanan mereka. 

    Sementara itu Bleeping Computer melaporkan, investigasi awal mengungkap bahwa pelaku berhasil mengakses data historis pada “legacy systems”—sistem lama yang masih menyimpan informasi sensitif. 

    Data yang terdampak mencakup informasi pribadi pegawai dan mantan pegawai Council yang terlibat dalam pemilu antara tahun 2001 hingga 2022, termasuk petugas TPS dan penghitung suara.

    Mayoritas korban adalah pegawai dan mantan pegawai Oxford City Council yang pernah bertugas dalam pemilu lokal. Tidak ditemukan bukti bahwa data warga atau pemilih ikut bocor. Hingga kini, tidak ada indikasi data yang dicuri telah disebarluaskan atau diekstrak secara massal oleh pelaku. 

    Pihak Council telah menghubungi individu yang terdampak secara langsung, memberikan penjelasan, saran, dan dukungan terkait insiden ini

    .Mereka juga menegaskan bahwa sistem email dan layanan digital utama tetap aman digunakan. Otoritas dan aparat penegak hukum telah diberitahu, dan investigasi masih berlangsung untuk memastikan tidak ada ancaman lanjutan.

    Sebagai langkah pencegahan, Oxford City Council memperkuat sistem keamanan dan berkomitmen untuk terus meningkatkan perlindungan data di masa mendatang. Masyarakat dan staf diimbau tetap waspada terhadap aktivitas mencurigakan terkait data pribadi mereka.

    Pihak Council menyampaikan permintaan maaf atas gangguan layanan dan kekhawatiran yang ditimbulkan akibat insiden ini. “Kami sangat menyesal atas pelanggaran ini dan berkomitmen penuh untuk melindungi informasi sensitif di masa depan,” demikian pernyataan resmi Council. 

  • Pentingnya Scrubbing Center di Jakarta untuk Cegah DDoS dan Berbagai Serangan Siber – Page 3

    Pentingnya Scrubbing Center di Jakarta untuk Cegah DDoS dan Berbagai Serangan Siber – Page 3

     

    Liputan6.com, Jakarta – Serangan siber termasuk Denial-of-Service (DDoS) kini banyak dimanfaatkan para hacker untuk mengambil alih sistem dan mendapatkan keuntungan dari proses tersebut. 

    Maraknya serangan siber pun perlu diatasi oleh perusahaan atau entitas bisnis agar tidak mengganggu kelangsungan usaha. 

    Menyadari kebutuhan akan keamanan siber yang begitu tinggi di era digital, penyedia solusi keamanan siber StormWall dan IDCloudHost mengumumkan perluasan jaringan filtering global. Salah satunya dilakukan dengan peluncuran scrubbing center di Jakarta. 

    Sekadar informasi, scrubbing center dianggap penting untuk mencegah berbagai jenis serangan siber.

    Hal ini mengingat hasil analisis StormWall yang menyebutkan, sepanjang 2024 sendiri, jumlah serangan DDoS di Asia meningkat drastis hingga 92 persen. 

    Indonesia pun jadi salah satu negara paling sering jadi target. Di mana, satu dari 10 serangan di kawasan Asia Pasifik menyasar perusahaan-perusahaan yang berbasis di Indonesia. 

    Kehadiran scrubbing center Jakarta ini diharapkan jadi upaya mitigasi ancaman digital. 

    Secara keseluruhan, StormWall telah mengoperasikan sembilan titik filtering global. Tujuannya adalah untuk menyaring dan menstabilkan lalu lintas data sebelum mencapai infrastruktur milik pengguna. 

     

  • Mengenal 3 Situs Nuklir Iran yang Diserang Israel & AS

    Mengenal 3 Situs Nuklir Iran yang Diserang Israel & AS

    Bisnis.com, JAKARTA — Setelah berbalas serangan militer antara Iran dan Israel, pemerintah Amerika Serikat resmi mendukung Israel dengan melakukan pengeboman di tiga fasilitas nuklir milik Iran yakni Fordow, Natanz, dan Esfahan. 

    Aksi tersebut dilakukan pada Sabtu (21/6/2025) dan disebut telah berhasil oleh Presiden AS Donald Trump sambil menyerukan perdamaian. 

    Kendati demikian, Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) menyatakan bahwa perang akan dimulai sekarang setelah pasukan AA menyerang tiga lokasi nuklir tersebut. 

    Lantas, apa yang membuat fasilitas nuklir ini begitu penting bagi kekhawatiran strategis Israel?

    Pada 13 Juni 2025, pertama kali Israel menyerang Iran, pengeboman merujuk langsung ke situs pengayaan uranium utama Iran di Natanz. 

    Tak hanya itu, sebuah kompleks nuklir di Esfahan dan Fordow juga terkena serangan Israel yang merupakan fasilitas utama di mana bahan bakar nuklir dapat dimurnikan.

    Hingga saat ini, dalam laporan-laporan dari media setempat belum dikonfirmasi bahwa tidak ada kerusakan yang dilaporkan secara resmi.

    Fasilitas Nuklir Iran

    Fordow

    Fordow adalah fasilitas nuklir terbesar kedua di Iran setelah Natanz. Terletak di dekat kota suci Qom, jaraknya sekitar 95 kilometer (km) barat daya Teheran. 

    Situs ini beroperasi di bawah pengawasan Badan Energi Atom Internasional (IAEA). Pembangunannya dilakukan secara rahasia dari tahun 2006, keberadaan Fordow baru terungkap pada 2009, setelah mulai beroperasi. 

    Fordow dirancang khusus untuk menahan serangan udara. Terkubur sekitar 80 meter di bawah tanah di bawah lapisan tanah dan batu, itu dianggap tahan terhadap bom penghilang bunker konvensional.

    Situs Fordow dulunya merupakan markas Garda Revolusi Iran dan dilindungi sistem rudal Iran-Rusia. Namun, pertahanannya diduga dinetralkan oleh serangan udara Israel baru-baru ini.

    Hanya AS yang diyakini memiliki senjata cukup kuat untuk menghancurkan bunker bawah tanah Fordow, yakni bom GBU-57 seberat 13 ton. Israel memiliki GBU-28 yang lebih ringan, tetapi perang siber tetap dipertimbangkan sebagai opsi.

    Tahun 2010, virus Stuxnet—diduga buatan AS-Israel—berhasil menghancurkan ribuan sentrifugal Iran.

    Fordow dibangun untuk pengayaan uranium dan sempat menampung 3.000 sentrifugal. Setelah Kesepakatan Nuklir 2015, Iran sempat menghentikan pengayaan, tetapi kembali mengaktifkannya pada 2019.

    Inspeksi IAEA pada Januari 2023 menemukan pengayaan mencapai 60%, melanggar perjanjian. Namun, Iran bersikukuh bahwa pengayaan dilakukan untuk tujuan damai, tapi tingkat 60% mendekati kadar senjata (90%).

    Natanz

    Natanz adalah fasilitas utama pengayaan uranium Iran yang terletak sekitar 250 km selatan Teheran. Dibangun secara rahasia pada awal 2000-an, situs ini mulai dikenal publik setelah dibocorkan pada 2002.

    Natanz memiliki ribuan sentrifugal yang digunakan untuk memperkaya uranium, dan menjadi pusat perhatian dalam program nuklir Iran. Pada 2010, virus Stuxnet merusak banyak peralatan di sana dalam serangan siber yang diduga dilakukan oleh AS dan Israel.

    Meski sempat dibatasi pengoperasiannya oleh Kesepakatan Nuklir 2015 (JCPOA), Iran kembali meningkatkan aktivitas di Natanz setelah AS keluar dari kesepakatan tersebut pada 2018. Beberapa insiden sabotase juga dilaporkan terjadi di fasilitas ini pada tahun-tahun berikutnya.

    Esfahan

    Esfahan adalah salah satu fasilitas nuklir utama Iran yang berperan penting dalam rantai produksi bahan bakar nuklir. Terletak di tengah Iran, kompleks ini dikenal sebagai UCF (Uranium Conversion Facility).

    Di Esfahan, uranium mentah (yellowcake) diubah menjadi gas UF6 (uranium heksafluorida), yang kemudian dikirim ke fasilitas pengayaan seperti Natanz dan Fordow. Esfahan juga memiliki fasilitas untuk memproduksi bahan bakar reaktor dan meneliti teknologi nuklir lainnya, termasuk reaktor riset.

    Fasilitas ini berada di bawah pengawasan IAEA. Namun, aktivitasnya kerap menjadi sorotan karena peran strategisnya dalam mendukung program pengayaan uranium Iran.