Kasus: serangan siber

  • Dosen Informatika UMM Bagikan Kiat Mencegah Ancaman Siber

    Dosen Informatika UMM Bagikan Kiat Mencegah Ancaman Siber

    Bisnis.com, MALANG — Serangan siber bukanlah isapan jempol belaka, melainkan realita berbahaya di era digital yang harus dipahami. Perlu kebijakan dan kehati-hatian dari masyarakat menyikapi kejahatan siber.

    Dosen Informatika Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Aminuddin, mengatakan sebuah file undangan pernikahan berformat .apk yang masuk ke ponsel bisa jadi awal dari malapetaka finansial lewat kejahatan siber. 

    “Tanpa disadari, satu klik pada file yang tampak sepele itu mampu memberikan akses penuh kepada peretas untuk menguras isi rekening bank Anda,” kata Aminuddin yang juga Kepala Bagian Sistem Informasi dan Pendidikan Digital UMM, Senin (7/7/2025).

    Peretasan data itu merupakan pencurian data melalui malware yang menjadi salah satu ancaman paling serius bagi pengguna internet saat ini.

    Kemudahan yang ditawarkan dunia maya berjalan beriringan dengan risiko yang mengintai dan yang paling mengkhawatirkan adalah pencurian data pribadi dan finansial.

    Aminuddin menjelaskan, modus kejahatan siber seringkali dimulai dengan pengiriman file atau tautan yang dirancang untuk menipu korban.

    Pelaku menyematkan malware atau perangkat lunak jahat di dalam file seperti undangan digital, dokumen PDF, bahkan gambar.

    “Ketika kita nge-klik, malware itu langsung mengekstrak dirinya ke perangkat kita. Ketika sudah terjadi, seluruh data yang ada di perangkat kita bisa diketahui dengan mudah,” ucap dia. 

    Terkait maraknya kasus file berformat .apk, kata dia, ekstensi itu pada dasarnya adalah installer aplikasi untuk sistem operasi Android.

    Ketika korban mengeklik karena penasaran, mereka tanpa sadar menginstal program jahat yang bisa merekam semua aktivitas di ponsel, termasuk saat membuka aplikasi perbankan.

    Malware tersebut bisa mencatat username, password, bahkan kode OTP, yang kemudian digunakan peretas untuk mengambil alih dan menguras saldo rekening korban.

    “Bahaya serupa juga mengintai dari penggunaan jaringan WiFi publik yang tidak aman, yang dapat menjadi celah bagi peretas untuk memantau lalu lintas data pengguna,” katanya.

    Cara orang awam membentengi diri menghadapi serangan itu adalah menekankan pentingnya kebijaksanaan dan kehati-hatian.

    Langkah pertama adalah dengan tidak membuka file atau mengeklik tautan dari sumber yang tidak dikenal atau mencurigakan. 

    Dia menyarankan pula untuk waspada terhadap pesan dari nomor asing, terutama yang mengatasnamakan institusi besar seperti bank namun tidak memiliki lencana verifikasi resmi (centang hijau atau biru) di aplikasi perpesanan. 

    Selain itu, perhatikan jenis file yang diterima. Jika ada file dengan ekstensi yang aneh atau tidak umum selain .jpg, .pdf, atau .docx, sebaiknya jangan dibuka.

    Namun, bagaimana jika perangkat sudah terlanjur terinfeksi? Dia menyebut langkah paling efektif, meskipun terdengar ekstrem, adalah melakukan reset ulang ke setelan pabrik atau factory reset. 

    Menurutnya, malware sejenis ini seringkali sudah masuk hingga ke sistem terdalam (root) perangkat, sehingga menghapusnya secara biasa tidak akan cukup.

    Dia berharap kesadaran atau literasi digital di tengah masyarakat dapat terus meningkat. 

    Menurutnya, ini bukan hanya tanggung jawab individu untuk mencari tahu secara mandiri, tetapi juga memerlukan peran aktif pemerintah untuk menggalakkan sosialisasi mengenai keamanan digital. 

    Dengan pemahaman yang baik, dia menegaskan, masyarakat dapat memanfaatkan sisi positif internet yang luar biasa sambil tetap waspada dan terlindungi dari berbagai ancaman yang menyertainya. 

  • Serangan Siber ke Manufaktur Asia Tenggara Meningkat Imbas Kecerdasan Buatan (AI)

    Serangan Siber ke Manufaktur Asia Tenggara Meningkat Imbas Kecerdasan Buatan (AI)

    Bisnis.com, JAKARTA — Penggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) dan otomatisasi menghadirkan ancaman siber yang lebih serius bagi industri konstruksi dan manufaktur di Asia Tenggara. 

    Data Kaspersky terbaru menunjukkan peningkatan persentase objek berbahaya yang diblokir di komputer ICS pada sektor konstruksi dan manufaktur pada kuartal I/2025 untuk wilayah Asia Tenggara.

    Dibandingkan dengan rata-rata global, persentase komputer ICS yang diblokir objek berbahaya pada kawasan Asia Tenggara lebih tinggi. 

    Ditemukan persentase di sektor konstruksi 1,5 kali lebih tinggi. Disusul manufaktur 1,3 kali lebih tinggi, dan otomatisasi bangunan, tenaga listrik, serta teknik dan integrator ICS dengan persentase 1,2 kali lebih tinggi.

    Keseluruhan, kawasan Asia Tenggara menempati peringkat kedua secara global berdasarkan persentase komputer ICS yang diblokir objek berbahayanya, yaitu sebesar 29,1%.

    Managing Director untuk Asia Pasifik di Kaspersky Adrian Hia mengatakan seiring dengan perusahaan konstruksi merangkul teknologi digital, ada keseimbangan antara risiko dan peluang.

    “Bisnis harus memitigasi ancaman secara komprehensif melalui peluang baru untuk memperkuat lapisan perlindungan dan ketahanan mereka,” kata Hia dalam keterangan resmi yang dikutip Bisnis, Senin (7/7/2025).

    Dia menambahkan, ke depan perangkat industri digital dapat menjadi target serangan siber karena langkah-langkah keamanan yang sudah ketinggalan zaman. Fasilitas jarak jauh yang mengandalkan peralatan jaringan yang murah sangat rentan terhadap eksploitasi.

    Untuk itu, merevisi langkah-langkah keamanan siber dari teknologi lama dan yang telah teruji waktu menjadi lebih penting dari sebelumnya.

    “Penting untuk melihat keamanan siber bukan sebagai biaya, tetapi sebagai investasi dalam kelangsungan bisnis, yang tidak hanya melindungi aset dan data, tetapi juga menjaga kepercayaan yang telah dibangun dengan kerja keras dengan para pelanggan dan mitra,” jelasnya.

    Lebih jauh, ahli Kaspersky merekomendasikan perusahaan melakukan beberapa langkah. Pertama, penilaian keamanan sistem OT secara berkala untuk mengidentifikasi dan menghilangkan kemungkinan masalah keamanan siber.

    Kedua, menetapkan penilaian dan penyortiran kerentanan berkelanjutan sebagai landasan bagi proses manajemen kerentanan yang efektif.

  • Top 3 Tekno: Serangan Siber Berkedok Game Favorit Gen Z Jadi Sorotan – Page 3

    Top 3 Tekno: Serangan Siber Berkedok Game Favorit Gen Z Jadi Sorotan – Page 3

    Canva menjadi platform desain pertama yang menyematkan alat kreatifnya secara mandalam ke alat AI paling canggih di dunia, termasuk ChatGPT.

    Hal ini membuat Canva jadi platform AI yang terhubung langsung ke asisten dan agen AI. Dengan begitu, pengguna bisa mengakses dan membuat desain baru dalam satu percakapan.

    Kehadiran dukungan AI di Canva ini tak lepas dari Canva yang kini dipakai untuk melakukan berbagai hal. Mulai dari menganalisis kampanye pemasaran, membuat draf rencana bisnis, hingga membuat konten media sosial.

    Dengan dukungan asisten AI, pengguna dapat bertukar pikiran, mendesain, hingga mempublikasikannya tanpa beralih layar. Jadi, pengguna bisa bekerja lebih cepat dan kreatif.

    Melalui kehadiran Canva langsung di asisten AI, Canva diklaim bakal mengubah cara 240 juta penggunanya, termasuk 95 persen perusahaan dalam mendesain, berkolaborasi, berkomunikasi, dan mempersingkat proses pembuatan konten dari konsep hingga selesai.

    GM sekaligus Kepala Bagian Ekosistem Canca Anwar Haneef menyebutkan, agen dan asisten AI kini jadi bagian penting dalam proses kreatif, meski pengguna kini masih kesulitan karena harus menambahkan konteks atau referensi manual.

    “Kami menyematkan Canva langsung ke dalam alat AI yang digunakan sehari-hari agar pengguna bisa bertukar pikiran, berkreasi dan mempublikasikan konten lebih cepat,” kata Anwar, dikutip dari keterangan resmi.

    Baca selengkapnya di sini 

     

  • Jerman Identifikasi Akun Disinformasi Rusia Dikendalikan dari Turki

    Jerman Identifikasi Akun Disinformasi Rusia Dikendalikan dari Turki

    Jakarta

    Sudah bukan rahasia lagi bahwa Jerman, sebagai negara yang terletak strategis dengan populasi terbesar di Uni Eropa, semakin sering menjadi sasaran kampanye disinformasi, terutama dari Rusia.

    Kini untuk pertama kalinya pemerintah di Berlin berhasil melakukan apa yang disebut “atribusi” atau penelusuran terhadap pelaku penyebaran disinformasi. Dalam kasus terbaru ini, tudingan diarahkan langsung kepada platform media daring bernama RED.

    Tingkat keyakinan pemerintah terhadap keabsahan temuan tersebut sebegitu tinggi, sampai-sampai laporannya diumumkan secara terbuka.

    Seperti disampaikan Kementerian Luar Negeri Jerman dalam konferensi pers pada Rabu (2/7) di Berlin, proses atribusi tersebut merupakan hasil kerja sama antara kemenlu, Kantor Kanselir, Kementerian Dalam Negeri, serta sejumlah lembaga pemerintah lainnya.

    Dari serangan siber ke disinformasi publik

    Sejak 2021, menurut keterangan dari sumber pemerintahan, terdapat 11 kasus di mana pelaku penyebaran informasi palsu berhasil diidentifikasi secara pasti. Namun, sebagian besar dari kasus tersebut adalah serangan siber seperti peretasan. Kini, pemerintah berhasil mengidentifikasi pelaku kasus manipulasi informasi asing berskala luas.

    Dalam pernyataan tertulis, Kementerian Luar Negeri menjelaskan bahwa RED, platform media yang terdaftar di Turki, menampilkan diri sebagai situs dokumentasi kiri revolusioner. Namun, menurut Jerman, terdapat kaitan erat secara personal dan finansial antara RED dan media milik pemerintah Rusia, Russia Today (RT).

    Rusia ingin lemahkan kohesi sosial Eropa

    Martin Giese, juru bicara Menteri Luar Negeri Johann Wadephul (CDU) menyatakan, tujuan utama kampanye semacam ini sangat jelas: ” Rusia menggunakan platform seperti RED untuk melemahkan kohesi sosial di Jerman dan di Eropa secara keseluruhan.”

    Fokus utama: Konflik di Timur Tengah

    Menurut Kementerian Luar Negeri, RED dalam beberapa tahun terakhir secara intensif memberitakan konflik di Timur Tengah, terutama dengan perspektif yang memecah belah.

    Dalam pernyataan tertulis disebutkan: “RED melaporkan secara langsung dari demonstrasi di Jerman, termasuk kejadian vandalisme dan penggunaan simbol Hamas. Dalam liputan tersebut, juga muncul tuduhan kekerasan polisi, sebagian tanpa dasar faktual.”

    Konten ini kemudian menyebar secara masif, terutama di kalangan pengguna media sosial berbahasa Arab.

    Uni Eropa jatuhkan sanksi

    Bahkan sebelum pengumuman dari pemerintah Jerman, Uni Eropa sudah lebih dulu mengambil tindakan. Pada Mei 2025, perusahaan RED yang secara resmi bernama Red/Afa Media dan pendirinya, Hüseyin Doru, dikenai sanksi oleh Uni Eropa.

    Menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri, Doru telah dijatuhi larangan masuk ke wilayah Uni Eropa, dan seluruh asetnya di UE telah dibekukan.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Jerman

    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha

    Editor: Agus Setiawan

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Hacker Kirim 19 Juta Serangan Siber Berkedok Game Favorit Gen Z – Page 3

    Hacker Kirim 19 Juta Serangan Siber Berkedok Game Favorit Gen Z – Page 3

     

    Begitu juga dengan penggemar The Sims yang secara tak sengaja mengunduh file berbahaya yang dijadikan sebagai akses awal atau versi modifikasi. 

    Akibatnya, perangkat pengguna bisa terinfeksi dengan berbagai software berbahaya.

    Misalnya, pengunduh memasang program asing yang justru merupakan trojan pencuri kata sandi, memantau aktivitas, memberi akses jarak jauh kepada penyerang, hingga menyebar ransomware. 

    Salah satu motif umum yang dilakukan oleh penjahat siber adalah mencuri akun game lalu menjualnya di dark web atau forum tertutup. 

    Pakar Kaspersky pun menganalisis pasar darknet dan platform tertutup untuk iklan yang menjual akun game dan skin yang disusupi. 

    Kasus semacam ini juga muncul di saluran Telegram, sehingga membuatnya lebih terlihat dan mudah diakses ketimbang sebelumnya. Hal ini pada gilirannya bisa meningkatkan penyebaran software jahat di kalangan Gen Z. 

     

     

  • Jutaan Data Pelanggan Maskapai Qantas Terancam Bocor

    Jutaan Data Pelanggan Maskapai Qantas Terancam Bocor

    Dunia Hari Ini menyajikan laporan dunia selama 24 jam terakhir untuk Anda.

    Edisi Rabu, 2 Juli 2025 ini dimulai dengan serangan siber ke pusat data maskapai penerbangan Qantas.

    Kemungkinan data pelanggan Qantas yang dicuri

    Qantas memperingatkan sejumlah besar data pelanggan kemungkinan sudah dicuri dari catatannya selama serangan siber.

    Maskapai penerbangan tersebut merilis pernyataan yang mengatakan mereka mendeteksi aktivitas yang tidak biasa pada platform pihak ketiga yang digunakan oleh pusat kontak maskapai penerbangan Qantas.

    Qantas mengatakan ada 6 juta data pelanggan yang tercatat di platform tersebut.

    Pihak Qantas sudah menghubungi pelanggan melalui email, memberi tahu jika mereka akan menerima komunikasi lebih lanjut jika data mereka “berpotensi terkompromi”.

    Trump akan ‘pertimbangkan’ untuk mendeportasi Elon Musk

    Presiden Donald Trump mengatakan pemerintahannya “harus mempertimbangkan” peluang mendeportasi miliarder Elon Musk.

    Ini disampaikannya Selasa kemarin, saat Elon mengkritik dan “sangat menentang” rancangan anggaran yang dikhawatirkan para ekonom akan memperburuk defisit pemerintah Amerika Serikat.

    “Saya tidak tahu. Kami harus mempertimbangkannya,” kata Presiden Trump saat ditanya apakah ia akan mendeportasi miliarder teknologi itu, setelah mengunggahnya di media sosial Truth.

    Presiden Trump menambahkan CEO Tesla dan SpaceX “tanpa subsidi” akan terpaksa “menutup usahaNYA dan kembali ke Afrika Selatan.”

    “Tidak ada lagi peluncuran Roket, Satelit, atau Produksi Mobil Listrik, dan Negara kita akan menghemat BANYAK,” tulis Trump.

    Ledakan pabrik di India, 36 orang tewas

    Sedikitnya 36 orang tewas dan sekitar tiga puluh lainnya terluka dalam ledakan besar di sebuah pabrik farmasi di negara bagian Telangana, India selatan.

    Direktur layanan pemadam kebakaran negara bagian G.V. Narayana Rao menyebut jasad 34 pekerja ditemukan dari lokasi kecelakaan di kawasan industri sekitar 50 kilometer dari ibu kota negara bagian Hyderabad.

    Dua pekerja lainnya meninggal karena luka bakar di rumah sakit.

    Kepala Menteri Negara Bagian Revanth Reddy mengatakan ada 143 orang di pabrik saat ledakan yang penyebabnya belum diketahui, terjadi.

    Sigachi Industries mengatakan infrastruktur manufaktur inti pabrik tersebut rusak dan operasi fasilitas akan dihentikan selama 90 hari.

    Ancaman terorisme di Thailand

    Pemerintah Australia telah memperingatkan para pelancong tentang “risiko terorisme yang terus berlanjut” di Thailand.

    Ini diberlakukan setelah polisi melaporkan menemukan bahan peledak rakitan di kawasan wisata sekitar Phuket dan Krabi.

    “Kawasan wisata populer mungkin menjadi sasaran serangan teroris di seluruh Thailand, termasuk Bangkok dan Phuket,” bunyi pernyataan yang diunggah di situs web Smartraveller Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia.

    “Bandara Internasional Phuket telah mengambil langkah-langkah keamanan dan para penumpang harus tiba lebih awal untuk penerbangan mereka.

    “Pihak berwenang Thailand juga mengamankan alat peledak di Phuket, Krabi, dan Phang Nga serta melakukan penangkapan.”

    P Diddy divonis empat dari lima dakwaan

    Juri dalam persidangan perdagangan seks Sean “Diddy” Combs telah mencapai vonis atas empat dari lima dakwaan yang dihadapinya.

    Namun mereka menemui jalan buntu atas dakwaan paling serius, yaitu konspirasi pemerasan.

    Vonis belum diumumkan.

    Hakim mengatakan juri telah berkomunikasi dengannya melalui sebuah catatan menjelang akhir hari kedua musyawarah.

    Catatan tersebut mengatakan juri telah mencapai vonis atas dua dakwaan perdagangan seks dan dua dakwaan pengangkutan untuk terlibat dalam prostitusi.

    Lihat juga Video ‘Daftar 20 Maskapai Teraman di Dunia pada 2023’:

  • Maskapai Qantas Alami Serangan Siber, Data Jutaan Pelanggan Terancam

    Maskapai Qantas Alami Serangan Siber, Data Jutaan Pelanggan Terancam

    Jakarta

    Maskapai Australia, Qantas, mengatakan pelaku kejahatan siber menargetkan salah satu pusat data kontak pelanggan dengan membobol sistem komputer yang dikelola oleh pihak ketiga.

    Perusahaan tersebut menjelaskan bahwa sistem itu berisi data sensitif dari enam juta pelanggan Qantas, seperti nama pelanggan, alamat email, nomor telepon, dan tanggal lahir.

    Namun, mereka menegaskan bahwa data nomor kartu kredit dan paspor tidak disimpan dalam sistem tersebut.

    “Insiden ini terjadi saat pelaku kejahatan siber menargetkan sebuah call center dan berhasil mengakses platform layanan pelanggan pihak ketiga,” kata Qantas dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada Rabu (2/7).

    “Tidak ada dampak pada operasional Qantas atau keselamatan maskapai.”

    CEO Qantas meminta maaf atas insiden peretasan

    Perusahaan menyatakan telah memulai penyelidikan terkait serangan siber ini.

    “Kami terus menyelidiki seberapa banyak data yang telah dicuri, tetapi kami memperkirakan jumlahnya cukup besar.”

    CEO Qantas, Vanessa Hudson, meminta maaf atas insiden ini.

    “Kami sungguh meminta maaf kepada pelanggan kami dan kami menyadari adanya ketidakpastian yang akan timbul akibat kejadian ini,” ujarnya. “Pelanggan kami mempercayakan informasi pribadi mereka kepada kami dan kami sangat serius dalam menjalankan tanggung jawab itu.”

    Hudson mengatakan Qantas telah melaporkan insiden ini kepada Koordinator Keamanan Siber Nasional Australia.

    Ini bukan kejadian pertama kali bagi Qantas menghadapi masalah keamanan data dalam beberapa tahun terakhir.

    Pada tahun 2024, maskapai ini juga meminta maaf setelah adanya gangguan pada aplikasi mobile-nya yang mengekspos nama dan detail perjalanan beberapa penumpang.

    Peretasan data pribadi terus berulang di Australia

    Ahli keamanan siber dari University of Adelaide, Christopher Bronk, mengatakan data yang dicuri bisa digunakan untuk pencurian identitas.

    “Data pelanggan yang dicuri memiliki nilai karena bisa diperjualbelikan di kalangan pelaku kriminal yang tertarik melakukan penipuan berbasis komputer dan mendapatkan akses ke akun online korban lainnya,” kata Bronk.

    Serangkaian serangan siber besar dalam beberapa tahun terakhir di Australia meningkatkan kekhawatiran tentang aspek perlindungan data pribadi warga.

    “Serangan siber yang terus berulang di Australia menunjukkan bahwa banyak organisasi masih mengabaikan keamanan siber,” kata ahli keamanan siber Rumpa Dasgupta.

    “Keamanan siber harus diperlakukan dengan sangat serius,” tambah Dasgupta, dari La Trobe University, Australia.

    Pada tahun 2023, pelabuhan-pelabuhan utama yang menangani 40 persen perdagangan barang Australia sempat berhenti beroperasi, setelah peretas berhasil menyusup ke komputer operator DP World.

    Pada tahun 2022, peretas yang berbasis di Rusia membobol salah satu perusahaan asuransi kesehatan swasta terbesar di Australia, mengakses data lebih dari sembilan juta pelanggan saat ini dan mantan pelanggannya.

    Di tahun yang sama, perusahaan telekomunikasi Optus mengalami peretasan serupa, di mana data pribadi hingga 9,8 juta orang berhasil diakses.

    Tulisan ini diadaptasi dari artikel berbahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Tezar Aditya

    Editor: Prita Kusumaputri

    Lihat juga Video ‘Daftar 20 Maskapai Teraman di Dunia pada 2023’:

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • 6 Juta Akun Pelanggan Maskapai Qantas Australia Diretas, Pihak Ketiga Lalai

    6 Juta Akun Pelanggan Maskapai Qantas Australia Diretas, Pihak Ketiga Lalai

    Bisnis.com, JAKARTA— Maskapai penerbangan nasional Australia, Qantas, mengungkapkan sekitar 6 juta akun pelanggan telah diretas. 

    Melansir laman Reuters pada Rabu (2/7/2025) Qantas menyebut pelaku peretasan menargetkan pusat layanan pelanggan dan berhasil membobol platform pihak ketiga yang digunakan untuk layanan pelanggan. 

    “Data yang berhasil diakses meliputi nama, alamat email, nomor telepon, tanggal lahir, dan nomor anggota frequent flyer milik para pelanggan,” tulis Qantas dalam pernyataan resmi. 

    Meski tidak mengungkap secara rinci lokasi pusat layanan atau asal pelanggan yang terdampak, Qantas mengatakan insiden ini terdeteksi setelah adanya aktivitas mencurigakan di sistem mereka. 

    Perusahaan mengklaim telah mengambil langkah-langkah untuk membatasi dampak insiden tersebut dan sedang melakukan investigasi lebih lanjut.

    “Kami masih menyelidiki seberapa besar data yang benar-benar dicuri, namun kami memperkirakan jumlahnya akan signifikan,” ungkap Qantas. 

    Qantas juga memastikan insiden tersebut tidak memengaruhi operasional maupun keselamatan penerbangan. Insiden ini terjadi di tengah peringatan dari Biro Investigasi Federal Amerika Serikat (FBI) terkait serangan siber yang menargetkan sejumlah maskapai. 

    Sebelumnya, Hawaiian Airlines dan WestJet dari Kanada juga melaporkan pelanggaran data serupa. Meski Qantas tidak menyebut kelompok pelaku, perusahaan keamanan siber Arctic Wolf menyebut tren serangan ini dilakukan secara terkoordinasi dan berskala besar. 

    Direktur Keamanan Siber Arctic Wolf untuk Australia, Mark Thomas mengatakan pelaku kemungkinan menggunakan metode yang mirip dengan peretasan sebelumnya, termasuk dengan menargetkan kredensial staf teknis perusahaan.

    Insiden ini memengaruhi kepercayaan investor, di mana saham Qantas turun 3,3% pada pertengahan sesi perdagangan hari ini, sementara indeks pasar secara umum cenderung datar.

    Kebocoran data tersebut menambah deretan masalah yang membayangi Qantas, di tengah upaya perusahaan untuk memulihkan kepercayaan publik yang sempat merosot akibat berbagai skandal dalam beberapa tahun terakhir.

    Sebelumnya, maskapai ini menuai kecaman setelah terbukti melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara ilegal terhadap ribuan pekerja darat selama masa penutupan perbatasan akibat pandemi Covid-19, meskipun saat itu Qantas masih menerima dana stimulus dari pemerintah.

    Selain itu, Qantas juga mengakui telah menjual tiket untuk penerbangan yang sebetulnya sudah dibatalkan, yang semakin memperburuk kepercayaan publik terhadap maskapai tersebut.

  • Perintahkan Tangkap Netanyahu dan Putin, ICC Diserang Bertubi-tubi

    Perintahkan Tangkap Netanyahu dan Putin, ICC Diserang Bertubi-tubi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengatakan pada Senin (30/6) bahwa pihaknya mendeteksi serangan siber pada akhir pekan lalu. ICC menggambarkan serangan tersebut bersifat baru, canggih, dan targetnya spesifik.

    Insiden ini merupakan yang kedua kalinya dialami ICC dalam beberapa tahun terakhir, menurut pernyataan resminya, dikutip dari Reuters, Selasa (1/7/2025).

    Pada 2023 lalu, ICC mengumumkan pihaknya diretas penjahat siber. Dampaknya berlangsung hingga berminggu-minggu, di mana ICC terputus dari hampir semua sistem yang terhubung internet.

    Detail tentang peretasan ICC di 2023, termasuk pelaku di baliknya tidak pernah dipublikasikan hingga sekarang.

    Sebagai informasi, ICC berada dalam pengawasan ketat setelah mengeluarkan perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu pada November lalu.

    Perintah tersebut dikeluarkan atas dugaan Netanyahu melakukan kejahatan perang dan melanggar kemanusiaan dalam konflik Gaza.

    Tak cuma itu, ICC juga mengeluarkan perintah penangkapan terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin atas dugaan deportasi anak-anak dari Ukraina.

    Israel dan Rusia sama-sama bukan anggota dari ICC. Kedua negara juga membantah tuduhan ICC, serta menolak yuridiksi ICC.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Iran Lempar ‘Bom’ Baru ke AS, Begini Peringatan FBI

    Iran Lempar ‘Bom’ Baru ke AS, Begini Peringatan FBI

    Jakarta, CNBC Indonesia – Para penjahat siber yang berafiliasi dengan Iran berpeluang melempar ‘bom’ baru ke perusahaan dan infrastruktur kritis di AS. Lebih spesifik, serangan peretasan disebut akan menargetkan organisasi pertahanan yang berhubungan dengan lembaga pertahanan dan penelitian Israel.

    Hal ini diungkap laporan terbaru dari pejabat pemerintahan AS pada Senin (30/6) awal pekan ini.

    Biro Investigasi Federal (FBI), Lembaga Keamanan Nasional (NSA), Departemen Pusat Pertahanan Keamanan Siber (DC3), dan sayap keamanan siber di bawah Departemen Keamanan Dalam Negeri, mengeluarkan pernyataan gabungan terkait hal ini.

    Sebagai catatan, sejauh ini belum ditemukan indikasi serangan siber berbahaya yang terkoordinasi dan terafiliasi dengan Iran. Namun, lembaga-lembaga pemerintah AS memperingatkan bahwa perusahaan dan entitas di AS harus memperbarui sistem pertahanan mereka.

    “Meskipun ada deklarasi gencatan senjata dan negosiasi tengah berlangsung untuk mencapai solusi permanen, para penjahat siber yang terafiliasi dengan Iran dan kelompok peretas dengan tujuan aktivisme politik (hacktivist) kemungkinan masih melakukan aktivitas siber yang berbahaya,” menurut pernyataan tersebut, dikutip dari Reuters, Selasa (1/7/2025).

    Para peneliti keamanan siber di Israel dan AS sejauh ini melihat hanya sedikit aktivitas siber yang terafiliasi dengan Iran, sebagai konsekuensi dari perang yang dilancarkan Israel pada 13 Juni 2025, dilanjutkan serangan AS ke fasilitas nuklir Iran pada 22 Juni 2025.

    Para peretas yang dibekingi pemerintah Iran selama ini dikenal kerap mengeksploitasi kerentanan yang ada di software lawas. Mereka juga biasanya membobol akun-akun yang terkoneksi internet dan menggunakan perangkat dengan password lemah.

    Selain itu, para peretas Iran juga kerap mengoperasikan peretasan dengan modus ransomware untuk mencuri dan membocorkan informasi sensitif, menurut laporan dari lembaga pemerintah AS.

    Pada November 2023, pemerintah AS mengatakan peretas yang berafiliasi dengan Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) menyerang peralatan yang tertera di sistem pengolahan air dan limbah di beberapa negara bagian.

    Penyerangan itu menargetkan perangkat-perangkat buatan Israel dan dilancarkan sesaat setelah penyerangan Hamas ke Israel pada Oktober 2023.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]