Kasus: serangan siber

  • Serangan di Indonesia Jauh Lebih Berbahaya Gara-Gara AI

    Serangan di Indonesia Jauh Lebih Berbahaya Gara-Gara AI

    Liputan6.com, Jakarta – Lanskap keamanan siber Indonesia diprediksi memasuki babak baru yang jauh lebih berbahaya pada tahun 2026. Ancaman siber berbasis kecerdasan buatan (AI)diprediksi akan meningkat, mengincar sejumlah sektor krusial.

    Perusahaan keamanan siber global, Fortinet, memperingatkan serangan siber yang dimotori AI akan meningkat tajam, mengancam stabilitas berbagai sektor krusial, mulai dari perbankan, e-commerce, pemerintahan, manufaktur, energi, hingga layanan publik.

    Menurut Fortinet, gelombang serangan siber yang akan datang tidak hanya bergerak lebih cepat, tetapi juga jauh lebih sulit dideteksi dan berpotensi menimbulkan kerugian finansial yang masif dalam waktu singkat.

    Oleh karena itu, perusahaan dan institusi didorong untuk segera mempersiapkan strategi pertahanan yang lebih responsif dan otomatis.

    Rashish Pandey selaku Vice President of Marketing and Communications, APAC, Fortinet, menyebut AI telah menjadi katalisator utama ‘gelombang ketiga kejahatan siber’.

    “AI memungkinkan pelaku melancarkan serangan tanpa henti, memindai celah keamanan, beradaptasi dengan sistem pertahanan, serta menciptakan pola serangan yang hampir mustahil dibedakan dari aktivitas manusia,” Pandey menjelaskan dalam keterangannya, Rabu (10/12/2025).

    Ia menambahkan, serangan yang dulunya membutuhkan waktu berhari-hari, sekarang bisa dilakukan dalam hitungan menit atau bahkan detik.

    “Ini tantangan besar bagi perusahaan yang masih menggunakan pendekatan keamanan tradisional,” Pandey menambahkan.

     

  • Waspada Serangan Siber 2026, Fortinet: Pelaku Pakai Teknologi AI

    Waspada Serangan Siber 2026, Fortinet: Pelaku Pakai Teknologi AI

    Bisnis.com, JAKARTA — Kecerdasan buatan (AI) dinilai bisa meningkatkan risiko ancaman serangan siber pada 2026 seiring dengan besarnya ketergantungan terhadap sistem digital.

    Laporan Fortinet memprediksi adanya ancaman serangan siber di Indonesia berbasis AI yang bergerak jauh lebih cepat, lebih masif, dan lebih sulit ditahan menggunakan pendekatan tradisional.

    Vice President of Marketing and Communications APAC Fortinet, Rashish Pandey, mengatakan teknologi AI kini telah menjadi mesin akselerator bagi pelaku kejahatan siber.

    “Jika sebelumnya serangan membutuhkan waktu dan tenaga manusia untuk merancang payload dan mengeksekusi serangan, kini AI mampu melakukannya secara otomatis, adaptif, dan terus-menerus,” kata Pandey dalam siaran pers, Selasa (9/12/2025).

    Menurutnya, ancaman ini akan menuntut dunia usaha untuk mengubah cara mereka menilai risiko, mengalokasikan anggaran, dan merancang strategi pertahanan digital. Teknologi AI memungkinkan penyerang bekerja 24 jam, mencari celah, mencoba berbagai teknik serangan, dan mengeksekusinya dalam hitungan detik.

    Dia menambahkan bahwa fenomena cybercrime-as-a-service juga membuat teknologi serangan semakin mudah diakses meskipun pelakunya tidak memiliki kemampuan teknis tinggi.

    Sementara itu, Country Director Fortinet Indonesia, Edwin Lim, menegaskan bahwa kesiapan dunia usaha Indonesia menghadapi ancaman ini masih harus ditingkatkan. Meski beberapa tahun terakhir perusahaan mulai memperbaiki arsitektur keamanannya, perubahan lanskap ancaman yang sangat cepat membuat prioritas masa depan harus berbeda.

    “Tahun 2026 bukan hanya soal memperkuat infrastruktur, tetapi memikirkan ulang seluruh pendekatan keamanan. Kita perlu melihat ancaman dari sudut pandang risiko bisnis,” kata Edwin.

    Menurutnya, bahwa salah satu langkah paling kritis adalah melakukan loss analysis untuk memahami dampak finansial dari downtime yang dialami aplikasi atau sistem tertentu. Banyak perusahaan menganggap aplikasi seperti ERP atau sistem akuntansi sebagai yang paling penting.

    Namun kenyataannya, banyak bisnis modern justru bergantung pada sistem pendukung seperti API pembayaran, platform chat internal yang digunakan untuk transaksi, atau server cloud tempat aplikasi pelanggan berjalan.

    Fortinet memperkenalkan kerangka kerja CTN (Cyber Threat Neutralization) sebagai panduan strategis untuk membantu perusahaan memetakan risiko, menentukan prioritas keamanan yang paling kritis, dan membangun pertahanan secara bertahap sesuai kapasitas anggaran.

    CTN memungkinkan perusahaan memulai dari area dengan potensi kerugian terbesar sehingga investasi tidak terbuang untuk hal yang kurang berdampak.

  • Serangan Siber Tanpa Campur Tangan Manusia Diprediksi Makin Marak pada 2026

    Serangan Siber Tanpa Campur Tangan Manusia Diprediksi Makin Marak pada 2026

    Bisnis.com, JAKARTA — Pelaku kejahatan siber diprediksi makin merajalela pada 2026. Hal ini karena operasi mereka akan sepenuhnya terotomatisasi atau tanpa campur tangan manusia mulai dari pengintaian hingga pemerasan.

    Kemampuan ini didukung oleh perkembangan kecerdasan buatan (AI) dan sistem otomasi yang kini berjalan dengan kecepatan, skala, dan kompleksitas yang sangat masif dan signifikan.

    Prediksi ini disampaikan Trend Micro Incorporated dalam laporan tahunan Security Predictions Report 2026 yang dirilis pada Selasa (9/12/2025). Perusahaan keamanan siber global asal Jepang ini memperingatkan bahwa tahun depan akan menjadi tonggak penting dalam transformasi kejahatan siber.

    Lead Forward-Looking Threat Research di Trend Micro Ryan Flores mengatakan kejahatan siber tidak lagi beroperasi sebagai industri jasa, melainkan menjadi industri yang sepenuhnya terotomatisasi.

    Menurutnya, para defender atau tim keamanan perusahaan kini menghadapi era di mana agen-agen AI dapat menemukan, mengeksploitasi, dan memonetisasi kelemahan tanpa campur tangan manusia.

    “Tantangan bagi para defender bukan sekadar mendeteksi serangan, tetapi juga mengimbangi tempo ancaman yang dikendalikan oleh mesin,” ujar Ryan dikutip Selasa (09/12/2025).

    Laporan tersebut menyoroti bagaimana AI generatif dan sistem agentik tengah mentransformasi ekonomi kejahatan siber.

    Pembobolan tanpa campur tangan manusia yang beradaptasi secara real time, malware polimorfik yang terus menulis ulang kodenya sendiri, dan social engineering berbasis deepfake akan menjadi alat standar penyerang.

    Otomatisasi yang sama juga diprediksi akan membanjiri perusahaan dengan kode sintetis, model AI yang dirusak, dan modul cacat yang tersembunyi di dalam alur kerja sah. Kondisi ini mengaburkan batas antara inovasi dan eksploitasi.

    Lingkungan hybrid cloud, rantai pasokan software, dan infrastruktur AI diprediksi menjadi target utama pada 2026. Paket open source yang dirusak, container image berbahaya, dan identitas cloud dengan hak akses berlebihan akan menjadi vektor serangan yang umum.

    Sementara itu, kelompok-kelompok yang disponsori negara akan makin beralih ke strategi “harvest-now, decrypt-later”. Sebagai informasi, strategi ini melibatkan pencurian data terenkripsi dengan keyakinan bahwa kemajuan komputasi kuantum di masa depan akan memungkinkan data tersebut didekripsi.

    Melansir dari laporan tersebut, ransomware berkembang menjadi ekosistem yang dikendalikan AI dengan kemampuan mengelola dirinya sendiri. Sistem ini mampu mengidentifikasi korban, mengeksploitasi kelemahan, dan bahkan bernegosiasi dengan target melalui bot pemerasan otomatis.

    Para peneliti ancaman di Trend Micro memprediksi bahwa upaya ini akan menjadi lebih cepat, lebih sulit dilacak, dan lebih persisten yang didorong oleh data bukan hanya enkripsi.

    Trend Micro menyarankan agar organisasi di seluruh dunia beralih dari pertahanan reaktif ke ketahanan proaktif. Caranya dengan mengintegrasikan keamanan dalam setiap lapisan pengadopsian AI, operasional cloud, dan pengelolaan rantai pasokan.

    Organisasi yang mengintegrasikan penggunaan AI etis, pertahanan adaptif, dan pengawasan manusia diprediksi akan meraih kesuksesan di masa depan. (Muhammad Diva Farel Ramadhan)

  • Cloudflare Tumbang Lagi untuk Kedua Kali, Ternyata Ini Penyebabnya

    Cloudflare Tumbang Lagi untuk Kedua Kali, Ternyata Ini Penyebabnya

    JAKARTA – Cloudflare mengungkapkan penyebab utama di balik gangguan global yang terjadi pada Jumat, 5 Desember 2025, yang menyebabkan 28 persen layanannya tumbang atau down. 

    Insiden ini merupakan kali kedua Cloudflare down dan membuat pengguna internet di dunia resah. Sebelumnya pada 18 November 2025, Cloudflare juga sempat mengalami gangguan yang menyebabkan layanan seperti Canva, Zoom, dan lainnya error.  

    Dalam laporan resminya, gangguan mulai terjadi sekitar 15.47 WIB pada Jumat lalu itu, terjadi karena perubahan konfigurasi yang dimaksudkan untuk meningkatkan keamanan justru memunculkan bug lama di salah satu komponen proxy Cloudflare. 

    Akibatnya, banyak request pelanggan di seluruh dunia eror dan menyebabkan sekitar 28 persen layanannya down. Namun, mereka menegaskan bahwa insiden ini sama sekali bukan karena serangan siber. 

    “Ini murni kegagalan internal kami ketika mencoba melindungi pelanggan dari kerentanan besar,” kata Cloudflare dalam pernyataannya.

    Berselang sekitar 30 menit setelahnya, tepat pada pukul 16.12 WIB, Cloudflare mengaku telah berhasil membatalkan perubahan yang memicu masalah, dan layanan kembali normal. 

    Insiden ini juga semakin menyoroti perlunya pembenahan sistem deployment Cloudflare, hanya dua minggu setelah gangguan besar pada 18 November 2025. 

    Cloudflare mengaku tengah mempercepat proyek peningkatan ketahanan sistem, mulai dari rollout yang lebih aman, kemampuan emergency override, hingga mekanisme “fail-open” agar request tetap mengalir meski konfigurasi bermasalah.

    “Rangkaian gangguan seperti ini tidak bisa diterima,” tulis Cloudflare sambil meminta maaf kepada pelanggan dan pengguna internet di seluruh dunia. 

  • RUU Keamanan dan Ketahanan Siber Didukung Masuk Prioritas Prolegnas 2026

    RUU Keamanan dan Ketahanan Siber Didukung Masuk Prioritas Prolegnas 2026

    Surabaya (beritajatim.com) – Dorongan untuk segera menetapkan Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS) kembali menguat seiring meningkatnya eskalasi ancaman siber di Indonesia.

    Direktur Eksekutif Pusat Kajian Konstitusi, Perundang-undangan, dan HAM Universitas Negeri Surabaya, Hikam Hulwanullah, menegaskan bahwa keberadaan regulasi tersebut kini berada pada titik paling kritis.

    “RUU ini mengandung isu sangat sensitif, sehingga memang harus dirumuskan dengan ekstra hati-hati,” ujar Hikam saat menjadi narasumber dalam Dialog Literasi Keamanan Siber Jawa Timur 2025 bertema “Kesadaran Keamanan Digital: Urgensi Digital Resilience dalam Perspektif Civil Society” di Surabaya, Jumat (5/12/2025).

    Pembahasan Sejak 2014, Tersandera Perdebatan Publik

    Hikam menjelaskan bahwa RUU KKS bukanlah gagasan baru. RUU ini mulai masuk dalam perencanaan legislasi sejak 2014, namun pembahasannya berjalan lambat karena perdebatan panjang mengenai batas antara keamanan negara dan perlindungan privasi warga.

    Isu paling dominan yang mengemuka adalah kekhawatiran bahwa RUU tersebut berpotensi membuka ruang akses negara terhadap data digital masyarakat. “RUU KKS kerap dipertanyakan karena isu privasi, sehingga proses pembahasannya harus sangat cermat dan detail,” tegasnya.

    Namun dalam beberapa tahun terakhir, penyusunannya dinilai semakin matang, terutama dengan adanya pemisahan tegas antara ranah pertahanan siber dan keamanan siber—dua sektor yang sebelumnya sering tumpang tindih.

    Ancaman Siber Meningkat, Regulasi Masih Kosong

    Hikam menilai urgensi RUU KKS semakin kuat seiring meningkatnya serangan siber. “Kita tidak lagi berbicara potensi, tetapi realitas ancaman yang terus berlangsung setiap hari,” ujarnya.

    Data menunjukkan lonjakan signifikan serangan siber. Pada 2016 tercatat 135 juta serangan, dan pada tahun berikutnya meningkat menjadi lebih dari 205 juta. Indonesia bahkan pernah menjadi target terbesar kedua serangan Stuxnet. Serangan WannaCry juga sempat melumpuhkan RS Dharmais dan RS Harapan Kita. Kasus penyadapan intelijen Australia terhadap pejabat Indonesia menjadi bukti kelemahan sistem pertahanan informasi nasional.

    Kerugian ekonomi juga tidak kecil. Riset Daka Advisory mencatat potensi kerugian mencapai USD 43 miliar–582 miliar. Pada 2018 nilai ancaman ekonomi ditaksir mencapai USD 34,2 miliar atau Rp 483 triliun. Norton Symantec mencatat kerugian hingga USD 3,2 miliar pada 2017.

    Di sisi lain, Indonesia masih berada pada kondisi vacuum of norm karena minimnya regulasi komprehensif. Meski ada UU ITE dan UU Perlindungan Data Pribadi, keduanya belum cukup untuk mengatur tata kelola keamanan siber secara nasional.

    RUU KKS Diproyeksikan Jadi Payung Hukum Keamanan Siber Nasional

    RUU KKS diharapkan menghadirkan kerangka hukum terpadu untuk menjaga integritas, ketersediaan, dan kerahasiaan informasi negara. Ruang lingkupnya mencakup:

    penguatan keamanan nasional berbasis siber,

    perlindungan Infrastruktur Informasi Vital (IIV),

    kewajiban audit keamanan,

    pelaporan insiden siber,

    pengaturan sanksi administratif dan pidana,

    pembentukan lembaga koordinatif keamanan siber.

    RUU ini juga mengadopsi standar global seperti NIST, ITU GCI, dan GDPR. Pendekatannya menekankan pencegahan melalui kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil.

    Meski demikian, Hikam mengingatkan pentingnya pengawasan untuk mencegah penyalahgunaan kewenangan. “Jika dalam implementasi terjadi pelanggaran atau kejanggalan, publik masih memiliki ruang untuk melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi sebagai bentuk kontrol demokratis,” tegasnya.

    Struktur RUU Dinilai Sudah Matang

    Hikam menyebutkan bahwa struktur RUU KKS telah memenuhi standar ideal, mulai dari ketentuan umum, pengaturan substansi, peralihan, hingga pidana. Ia menilai bahwa masuknya ketentuan sanksi menunjukkan bahwa naskah RUU ini berada pada tahap pembahasan lanjut.

    Ia juga mengajak agar pemerintah membuka ruang partisipasi publik lebih luas, mulai dari akademisi, pakar teknologi, masyarakat sipil, hingga industri. Tujuannya agar regulasi ini tidak hanya kuat secara substansi, tetapi juga proporsional terhadap hak warga negara.

    Diharapkan Masuk Prioritas Prolegnas 2026

    Hikam menegaskan bahwa kebutuhan pengesahan RUU KKS tidak bisa lagi ditunda. “Melihat eskalasi ancaman, potensi kerugian, dan kekosongan regulasi saat ini, RUU KKS termasuk regulasi yang paling penting dan mendesak untuk segera ditetapkan,” pungkasnya.

    Meski belum masuk Prolegnas 2025, ia berharap RUU KKS dapat menjadi agenda prioritas utama dalam Prolegnas 2026. (ted)

  • RUU Keamanan dan Ketahanan Siber Didukung Masuk Prioritas Prolegnas 2026

    RUU Keamanan dan Ketahanan Siber Didukung Masuk Prioritas Prolegnas 2026

    Surabaya (beritajatim.com) – Dorongan untuk segera menetapkan Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS) kembali menguat seiring meningkatnya eskalasi ancaman siber di Indonesia.

    Direktur Eksekutif Pusat Kajian Konstitusi, Perundang-undangan, dan HAM Universitas Negeri Surabaya, Hikam Hulwanullah, menegaskan bahwa keberadaan regulasi tersebut kini berada pada titik paling kritis.

    “RUU ini mengandung isu sangat sensitif, sehingga memang harus dirumuskan dengan ekstra hati-hati,” ujar Hikam saat menjadi narasumber dalam Dialog Literasi Keamanan Siber Jawa Timur 2025 bertema “Kesadaran Keamanan Digital: Urgensi Digital Resilience dalam Perspektif Civil Society” di Surabaya, Jumat (5/12/2025).

    Pembahasan Sejak 2014, Tersandera Perdebatan Publik

    Hikam menjelaskan bahwa RUU KKS bukanlah gagasan baru. RUU ini mulai masuk dalam perencanaan legislasi sejak 2014, namun pembahasannya berjalan lambat karena perdebatan panjang mengenai batas antara keamanan negara dan perlindungan privasi warga.

    Isu paling dominan yang mengemuka adalah kekhawatiran bahwa RUU tersebut berpotensi membuka ruang akses negara terhadap data digital masyarakat. “RUU KKS kerap dipertanyakan karena isu privasi, sehingga proses pembahasannya harus sangat cermat dan detail,” tegasnya.

    Namun dalam beberapa tahun terakhir, penyusunannya dinilai semakin matang, terutama dengan adanya pemisahan tegas antara ranah pertahanan siber dan keamanan siber—dua sektor yang sebelumnya sering tumpang tindih.

    Ancaman Siber Meningkat, Regulasi Masih Kosong

    Hikam menilai urgensi RUU KKS semakin kuat seiring meningkatnya serangan siber. “Kita tidak lagi berbicara potensi, tetapi realitas ancaman yang terus berlangsung setiap hari,” ujarnya.

    Data menunjukkan lonjakan signifikan serangan siber. Pada 2016 tercatat 135 juta serangan, dan pada tahun berikutnya meningkat menjadi lebih dari 205 juta. Indonesia bahkan pernah menjadi target terbesar kedua serangan Stuxnet. Serangan WannaCry juga sempat melumpuhkan RS Dharmais dan RS Harapan Kita. Kasus penyadapan intelijen Australia terhadap pejabat Indonesia menjadi bukti kelemahan sistem pertahanan informasi nasional.

    Kerugian ekonomi juga tidak kecil. Riset Daka Advisory mencatat potensi kerugian mencapai USD 43 miliar–582 miliar. Pada 2018 nilai ancaman ekonomi ditaksir mencapai USD 34,2 miliar atau Rp 483 triliun. Norton Symantec mencatat kerugian hingga USD 3,2 miliar pada 2017.

    Di sisi lain, Indonesia masih berada pada kondisi vacuum of norm karena minimnya regulasi komprehensif. Meski ada UU ITE dan UU Perlindungan Data Pribadi, keduanya belum cukup untuk mengatur tata kelola keamanan siber secara nasional.

    RUU KKS Diproyeksikan Jadi Payung Hukum Keamanan Siber Nasional

    RUU KKS diharapkan menghadirkan kerangka hukum terpadu untuk menjaga integritas, ketersediaan, dan kerahasiaan informasi negara. Ruang lingkupnya mencakup:

    penguatan keamanan nasional berbasis siber,

    perlindungan Infrastruktur Informasi Vital (IIV),

    kewajiban audit keamanan,

    pelaporan insiden siber,

    pengaturan sanksi administratif dan pidana,

    pembentukan lembaga koordinatif keamanan siber.

    RUU ini juga mengadopsi standar global seperti NIST, ITU GCI, dan GDPR. Pendekatannya menekankan pencegahan melalui kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil.

    Meski demikian, Hikam mengingatkan pentingnya pengawasan untuk mencegah penyalahgunaan kewenangan. “Jika dalam implementasi terjadi pelanggaran atau kejanggalan, publik masih memiliki ruang untuk melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi sebagai bentuk kontrol demokratis,” tegasnya.

    Struktur RUU Dinilai Sudah Matang

    Hikam menyebutkan bahwa struktur RUU KKS telah memenuhi standar ideal, mulai dari ketentuan umum, pengaturan substansi, peralihan, hingga pidana. Ia menilai bahwa masuknya ketentuan sanksi menunjukkan bahwa naskah RUU ini berada pada tahap pembahasan lanjut.

    Ia juga mengajak agar pemerintah membuka ruang partisipasi publik lebih luas, mulai dari akademisi, pakar teknologi, masyarakat sipil, hingga industri. Tujuannya agar regulasi ini tidak hanya kuat secara substansi, tetapi juga proporsional terhadap hak warga negara.

    Diharapkan Masuk Prioritas Prolegnas 2026

    Hikam menegaskan bahwa kebutuhan pengesahan RUU KKS tidak bisa lagi ditunda. “Melihat eskalasi ancaman, potensi kerugian, dan kekosongan regulasi saat ini, RUU KKS termasuk regulasi yang paling penting dan mendesak untuk segera ditetapkan,” pungkasnya.

    Meski belum masuk Prolegnas 2025, ia berharap RUU KKS dapat menjadi agenda prioritas utama dalam Prolegnas 2026. (ted)

  • Huawei Beberkan Keunggulan IPv6 dibandingkan IPv4

    Huawei Beberkan Keunggulan IPv6 dibandingkan IPv4

    Bisnis.com, JAKARTA — Huawei, produsen perangkat telekomunikasi, membeberkan sejumlah manfaat yang dimiliki Internet Protocol version 6 (IPv6) ketimbang teknologi sebelumnya terhadap kualitas layanan data.

    Director ICT Strategy & Business Huawei Technologies Mohamad Rosidi mengatakan transisi dari IPv4 ke IPv6 menjadi keharusan untuk mendukung perkembangan teknologi digital, termasuk otomatisasi, kecerdasan buatan (AI), dan cloud computing.

    Selain IPv4 sudah hampir penuh, IPv6  menawarkan keunggulan signifikan yang tidak dimiliki oleh teknologi sebelumnya. 

    “IPv6 dari sisi visualnya lebih banyak, artinya penamaan yang lebih unik dengan digit yang lebih panjang,” kata Rosidi kepada Bisnis, Kamis (4/11/2025).

    Rosidi menjelaskan dengan penamaan dan digit yang lebih bervariasi, penamaan alamat IP akan lebih banyak dan unik, mengatasi keterbatasan IPv4 yang semakin menipis.

    Selain itu, dengan penomoran yang lebih unik, IPv6 juga dapat mengurangi risiko serangan siber.

    Sementara itu dari sisi teknis, protokol ini menawarkan latency yang lebih rendah, mendukung respons cepat yang esensial untuk otomatisasi. IPv6 berperan sebagai bagian dari ekosistem transmisi, termasuk integrasi dengan serat optik dan sistem transport lainnya.

    “Kalau ngomong otomatisasi, harus fast response. Dan untuk AI, cloud computing, data center, semuanya butuh integrated solution,” kata Rosidi.

    Rosidi berpendapat dalam mengembangkan infrastruktur digital dibutuhkan ekosistem utuh. Seperti jalan tol, akan lebih optimal jalan til yang besar didukung juga dengan pintu gerbang besar sehingga arus data dapat keluar dan masuk secara optimal. 

    “Tidak bisa jalurnya saja yang besar, tetapi di ujungnya juga harus mendukung. Seperti pipa yang banyak, tapi harus terintegrasi,” katanya. 

    Dengan perkembangan IPv6 yang lebih optimal, kata Rosidi, Indonesia diharapkan dapat mempercepat transformasi digital, terutama di sektor organisasi, universitas, dan industri yang membutuhkan identifikasi unik untuk perangkat IoT (Internet of Things).

    Adopsi IPv6 tidak hanya menyelesaikan masalah kekurangan alamat IP, tapi juga membuka peluang untuk inovasi berbasis kecerdasan buatan. Huawei mendorong pemerintah dan pelaku industri untuk menggalakkan transisi ini guna mendukung pertumbuhan ekonomi digital nasional.

    Sekadar informasi IPv6 adalah versi terbaru dari Protokol Internet (IP) yang dirancang untuk menggantikan IPv4, dengan menggunakan alamat 128-bit yang memungkinkan jumlah alamat IP yang jauh lebih banyak dan unik.

    Protokol ini dikembangkan oleh Internet Engineering Task Force (IETF) untuk mengatasi masalah kelelahan alamat IPv4 yang semakin terbatas seiring pertumbuhan perangkat terhubung.

    IPv6 menawarkan ruang alamat yang sangat besar, sekitar 340 undecillion alamat unik, sehingga ideal untuk mendukung streaming, gaming, dan jaringan 5G.

  • 6,4 Juta Phishing Sasar Pebelanja Online, 20 Juta Gamer Jadi Target Serangan Siber

    6,4 Juta Phishing Sasar Pebelanja Online, 20 Juta Gamer Jadi Target Serangan Siber

    Liputan6.com, Jakarta Kaspersky melaporkan ada lonjakan ancaman siber sepanjang 2025. Ini karena banyak penjahat siber menargetkan momen belanja musiman.

    Setiap tahun, pelaku kejahatan kerap kali menyebarkan link untuk website phishing hingga promosi palsu dengan upaya untuk mencuri informasi pribadi pengguna.

    Tak hanya itu, sejumlah platform game seperti Discord hingga Steam juga menjadi sasaran pelaku kejahatan siber dengan puluhan juga percobaan serangan.

    Mengutip laporan Data Kaspersky Security Network (KSN), Selasa (2/12/2025), perusahaan keamanan siber ini telah memblokir 6.394.845 upaya phishing dari Januari hingga Oktober 2025.

    Sebanyak 48,2 persen serangan tersebut menargetkan pebelanja online melalui peniruan toko digital, bank, dan sistem pembayaran. Pada periode sama, lebih dari 20 juta upaya serangan terhadap platform game terdeteksi, termasuk 18,56 juta menyalahgunakan Discord.

    Di dua minggu pertama November, Kaspersky mencatat 146.535 email spam bertema penjualan musiman. Sebanyak 2.572 di antaranya terkait promo Harbolnas atau promo Hari Lajang.

    Pelaku kejahatan phishing sering kali pura-pura menjadi pihak e-commerce, mulai dari Amazon, Walmart, dan Alibaba untuk menggiring pengguna ke laman web palsu.

    Serangan meniru layanan hiburan juga meluas. Terdeteksi, ada 801.148 percobaan serangan phishing terkait Netflix dan 576.873 terkait Spotify.

    Tak hanya fokus pada e-commerce, Kaspersky mendapati ada 2.054.336 upaya phishing  yang menyamarkan diri sebagai platform game seperti Steam, PlayStation, dan Xbox sepanjang 2025.

    Malware yang disamarkan sebagai software game juga meningkat tajam. Total 2.188.897 percobaan infeksi ditemukan, dengan Discord menyumbang 18.556.566 terdeteksi. Angka ini meningkat 14 kali lipat dibandingkan 2024.

    “Data tahun ini menunjukkan serangan siber beroperasi di seluruh ekosistem digital,” Olga Altukhova, Analis Konten Web Senior di Kaspersky. Ia menilai, pelaku sering memantau aktivitas pengguna di berbagai platform, dan terus menyesuaikan metode agar bebas dari pantauan pengguna.

  • BSSN Temukan 4,4 Miliar Trafik Anomali Menyasar ke RI hingga September 2025

    BSSN Temukan 4,4 Miliar Trafik Anomali Menyasar ke RI hingga September 2025

    Bisnis.com, JAKARTA— Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat aktivitas anomali trafik serangan siber di Indonesia mencapai 4,41 miliar hingga September 2025. 

    Jenis anomali terbanyak meliputi aktivitas malware, akses tidak sah, kesalahan konfigurasi sistem, dan upaya eksploitasi.

    Dari total anomali tersebut, 93,8% dikategorikan sebagai aktivitas malware. Jenis malware yang paling banyak terdeteksi pada 2025 adalah Mirai Botnet, disusul Remcos RAT dan Generic Trojan. Sementara itu, laporan Data Breach Investigations Report (DBIR) Verizon untuk sektor keuangan menunjukkan bahwa 60% insiden melibatkan faktor manusia, seperti kelalaian atau manipulasi sosial. 

    Sebanyak 30% insiden disebabkan pihak ketiga dan 17% terkait motif spionase atau intelijen.

    Direktur Keamanan Siber dan Sandi Sektor Keuangan, Perdagangan, dan Pariwisata BSSN, Baderi, mengatakan dalam menanggulangi tingginya tingkat serangan siber, BSSN mengedepankan sejumlah langkah. 

    Pertama, peningkatan literasi masyarakat yang dinilai sebagai langkah pencegahan yang cukup efektif.

    BSSN juga terus melakukan security awareness terkait maraknya serangan siber di Indonesia, termasuk berbagai bentuk penipuan melalui social engineering, phishing, scam, dan metode lainnya.

    Baderi menambahkan, BSSN saat ini juga turut membantu pemerintah dalam literasi bagi pelaku usaha, termasuk UMKM. Menurutnya, banyak pelaku UMKM yang menjadi korban penipuan daring.

    “Kasihan sekali yang ada di daerah-daerah bagaimana mereka berusaha kemudian menggunakan marketplace, itu juga masih kena tipu juga,” kata Baderi dalam acara Seminar Penguatan Perlindungan Konsumen melalui Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) yang digelar Indonesia Fintech Society (IFSoc) pada Senin (1/12/2025) di Jakarta.

    Selain itu, Baderi mengungkapkan BSSN melakukan cyber patrol untuk membantu Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (SATGAS PASTI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

    Patroli siber tersebut dilakukan melalui internet dan media sosial. Setelah patroli, BSSN melakukan validasi dan profiling untuk mengidentifikasi situs maupun threat actor yang diduga melakukan aktivitas ilegal.

    BSSN juga berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) untuk melakukan takedown terhadap sejumlah situs yang terindikasi bermasalah.

    “Memang tidak hanya sederhana aspek teknologi saja, tetapi hal yang berkaitan dengan kolaborasi sangat penting sekali,” katanya.

  • Serangan Siber HashJack Bikin Situs Terpercaya Jadi Senjata Berbahaya

    Serangan Siber HashJack Bikin Situs Terpercaya Jadi Senjata Berbahaya

    Liputan6.com, Jakarta – Para peneliti keamanan siber memperingati pengguna browser berbasis AI, di mana mereka telah mengungkap serangan siber baru bernama HashJack. Serangan ini dapat memanipulasi peramban AI dan mencuri data tanpa disadari.

    HashJack merupakan teknik indirect prompt injection yang diungkapkan oleh tim intelijen ancaman Cato CTRL.

    Dilansir ZDnet, Jumat (28/11/2025), dalam laporan Catonetworks, peneliti mengatakan serangan ini dapat mempersenjatai situs web resmi mana pun untuk memanipulasi asisten peramban AI.

    Serangan ini berada di sisi klien dan memanfaatkan kepercayaan pengguna untuk mengakses asisten browser AI. HashJack dijalankan melalui lima tahap, yaitu:

    Instruksi berbahaya dibuat dan disembunyikan sebagai fragmen URL setelah simbol “#” (pagar) di URL resmi yang mengarah ke situs web asli dan terpercaya.
    Tautan yang dibuat kemudian disebar melalui media sosial atau disematkan dalam konten web.
    Korban mengklik tautan tersebut tanpa mencurigai apa pun karena situs yang dikunjungi terlihat normal.
    Serangan aktif ketika pengguna membuka asisten AI di browser untuk mengajukan pertanyaan atau perintah.
    Perintah tersembunyi kemudian dibaca oleh asisten AI, yang dapat menyajikan konten berbahaya seperti tautan phishing atau menjalankan tugas berisiko di latar belakang pada browser dengan kemampuan agen (agentic browser).

    Cato mengatakan dalam agen browser AI seperti Perplexity Comet, serangan dapat meningkat menjadi pencurian data otomatis. Asisten AI bisa dipaksa mengirimkan data pengguna ke server yang dikendalikan pelaku.