Kasus: serangan siber

  • BSSN ungkap UU ketahanan siber penting disahkan tahun 2025

    BSSN ungkap UU ketahanan siber penting disahkan tahun 2025

    Bandung (ANTARA) – Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mengungkapkan Undang-undang Keamanan dan Ketahanan Siber yang kini masih berupa rancangan, sangat penting bisa disahkan segera, bahkan tahun 2025 ini.

    “Mudah-mudahan tahun ini sudah disahkan karena sekarang ini serangan cyber kan masif sekali, dalam sehari itu bisa sejuta lebihan serangan dan bahkan satu detik itu ada sembilan serangan. Nah, undang-undang ini diharapkan memberikan perlindungan selain kenyamanan,” kata Deputi Bidang Keamanan Siber dan Sandi Perekonomian BSSN Slamet Aji Pamungkas selepas uji publik RUU Keamanan Siber di Gedung Sate Bandung, Senin.

    Menurut dia, saat ini kian masif serangan siber pada Indonesia, dan hingga Semester I tahun 2025 lebih dari 133 juta serangan siber, atau jika dikalkulasikan per hari bisa mencapai sejuta lebih serangan atau sekitar sembilan serangan siber per detik.

    Meski demikian, Slamet mengungkapkan angka tersebut belum tentu penyerangan secara siber, akan tetapi memang merupakan anomali atau keanehan yang berpotensi menjadi serangan siber.

    Anomali ini, kata dia, dalam waktu hampir empat tahun dari 2021 sampai 2025, ada sekitar 6,7 miliar anomali, sehingga selain secara teknis, juga dibutuhkan penjagaan secara peraturan perundang-undangan.

    Undang-undang ini, menurut Slamet, diharapkan guna memberikan kenyamanan dan keamanan pada saat semua pihak memanfaatkan digitalisasi, internet, siber, termasuk pemerintah yang saat ini tidak lepas dari sistem digital.

    “Tidak hanya untuk pemerintah, ini juga diharapkan bisa melindungi masyarakat. Kan selama ini banyak sekali serangan phishing atau penyamaran, ketika terjebak ternyata mengambil akun kita, rekening kita, banyak kan yang seperti itu. Undang-undang ini diharapkan bisa melindungi tidak hanya pemerintah, tidak hanya pelaku usaha, tapi juga masyarakat dari hal-hal semacam itu,” ucapnya.

    Oleh karena itu, kata Slamet, pihaknya menggencarkan berbagai uji publik ke berbagai pihak seperti asosiasi, akademisi, hingga unsur pemerintah seperti di Pemprov Jabar hari Senin (15/9) guna mempercepat proses menuju pengesahan undang-undang tersebut.

    “Makanya ini salah satu usaha kami adalah bagaimana kami juga minta dukungan lewat uji publik ke berbagai pihak, termasuk ke pemerintah daerah seperti ke Jabar saat ini, sebagai upaya sosialisasi, supaya kalau ada masukan, perbaikan, dan sebagainya bisa terakomodasi,” ujarnya.

    Diketahui, Senin ini, Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan dan Ketahanan Siber dilakukan uji publik di Gedung Sate Bandung sebagai pusat pemerintahan Pemprov Jabar.

    Pewarta: Ricky Prayoga
    Editor: Laode Masrafi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Bukan Cuma RI, Serangan Siber Kerap Terjadi di AS & Jerman

    Bukan Cuma RI, Serangan Siber Kerap Terjadi di AS & Jerman

    Jakarta, CNBC Indonesia – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut bahwa Republik Indonesia (RI) masuk dalam daftar 10 besar negara target anomali siber, atau sejajar dengan negara maju lainnya seperti Amerika Serikat (AS) dan Jerman.

    Mengacu daftar tersebut, OJK memandang sektor keuangan menjadi salah satu target yang paling rentan dan perlu mendapat perhatian serius dari seluruh stakeholder terkait.

    Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perbankan OJK, Indah Tiramadhini mengatakan, serangan siber menjadi salah satu risiko yang tidak hanya menyangkut aspek teknologi, tetapi juga bisa berakibat pada mengganggu stabilitas dari ekonomi secara global.

    “Relevansinya semakin jelas kalau kita lihat adanya resiko kebocoran data, ransomware, atau paparan data bahkan di darknet,” ujar dia dalam Fintech Forum, Senin (15/9/2025).

    Di sisi lain, dia mengungkapkan, sebanyak 75% penduduk Indonesia sudah terhubung dengan internet. Dari jumlah itu, separuhnya adalah pengguna aktif dengan rata-rata penggunaan internet selama 7 jam per hari. Hal ini didorong oleh kehadiran e-commerce dan juga pembayaran digital yang kian masif.

    “Nah di sini kita melihat bahwa adanya tantangan tersebut, maka OJK itu perlu menyeimbangkan antara inovasi di bidang perbankan, layanan kepada perbankan dan juga menyeimbangkan antara dengan penguatan tata kelola di bidang teknologi informasi dan ketahanan siber,” jelasnya.

    Untuk itu, OJK menyoroti perlunya dorongan untuk akselerasi inovasi layanan digital, termasuk memperkuat tata kelola teknologi informasi sekaligus memperkuat ketahanan siber. Kedua aspek tersebut harus diperkuat secara seimbang agar bisa menjawab tantangan utama yang dihadapi di era digitalisasi seperti saat ini.

    (dpu/dpu)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Atasi Serangan Siber, BSSN Ungkap 3 Tantangan Utama Sektor Keuangan

    Atasi Serangan Siber, BSSN Ungkap 3 Tantangan Utama Sektor Keuangan

    Jakarta, CNBC Indonesia – Deputi Bidang Keamanan Siber Pemerintahan dan Pengembangan Manusia Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Sulistyo mengungkap bahwa serangan siber masih menjadi tantangan besar yang dihadapi sektor keuangan di Indonesia.

    Untuk mengatasi hal ini menurut dia terdapat tiga hal yang menjadi perhatian BSSN. Salah satunya SDM. Ia mengatakan SDM menjadi salah satu kunci mengatasi potensi terjadinya serangan siber. Semakin baik SDM, maka serangan siber di sektor keuangan bisa diminimalisir.

    “Pertama adalah bagaimana people atau sumber daya manusia yang mengelola di sisi perbankan itu atau di customer,” ungkap dia dalam Fintech Forum CNBC Indonesia, Senin (15/9/2025).

    Selain itu lanjut Sulistyo, pemanfaatan teknologi juga menjadi perhatian khusus. Contohnya penggunaan Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. Hal ini juga bisa menjadi ancaman. Di mana para pelaku kejahatan siber berpotensi memanfaatkan teknologi ini untuk mengelabui nasabah-nasabah perbankan.

    “Yang diincar di nasabah. Jadi faktor people atau nasabah perlu literasi dan menjadi krusial,” terang Sulistyo.

    Serangan siber dengan pemanfaatan AI dinilainya juga bisa terjadi di sistem perbankan digital. Sehingga hal ini juga menjadi atensi bagi pihaknya.

    “Tentu dengan maraknya penggunaan AI, ekosistem perbankan harus sudah mulai bagaimana kemudian AI dimanfaatkan untuk menghadapi serangan berbasis AI,” tambah Sulistyo.

    Terakhir adalah berkaitan dengan tata kelola. Menurut dia penyedia layanan perbankan dengan skala besar wajib menginvestasikan anggaran teknologi untuk menghadapi serangan siber.

    “Tetapi untuk perbankan di bawah, di daerah, itu yang menurut saya disparitas menjadi masalah,” pungkas Sulistyo.

    (dpu/dpu)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Google Tebar Peringatan Keras, Cek Setelan HP Android Segera

    Google Tebar Peringatan Keras, Cek Setelan HP Android Segera

    Jakarta, CNBC Indonesia – Google mengeluarkan peringatan bagi seluruh pengguna Android.

    Perusahaan telah merilis pembaruan keamanan terbaru yang memperbaiki enam celah pada sistem, termasuk beberapa yang digolongkan dalam kategori kritis.

    Artinya, pengguna disarankan segera memasang pembaruan agar ponsel tetap aman dari potensi serangan siber. Celah kritis ini bahkan memungkinkan peretas mengambil alih kendali perangkat tanpa interaksi pengguna.

    “Meski buletin keamanan Android bulan Agustus lebih ringan volumenya dibandingkan awal tahun, tingkat keparahan celah yang ditambal tidak bisa diremehkan,” kata Adam Boynton, Senior Security Strategy Manager EMEIA di Jamf, dikutip dari Mirror Jumat (12/9/2025).

    Salah satu celah yang menjadi sorotan adalah CVE-2025-48530, kerentanan tingkat sistem yang memungkinkan eksekusi kode jarak jauh tanpa sepengetahuan pemilik perangkat.

    Google juga menegaskan ada ancaman lain yang ditemukan Qualcomm, dengan indikasi bahwa beberapa celah sudah dieksploitasi secara terbatas.

    “Tambalan untuk masalah yang memengaruhi driver Adreno Graphics Processing Unit (GPU) telah tersedia bagi OEM sejak Mei lalu, dengan rekomendasi agar segera menerapkan pembaruan pada perangkat yang terdampak,” terangnya.

    Seperti rilis Android sebelumnya, ponsel Pixel menjadi yang pertama menerima pembaruan ini. Sementara produsen lain akan menyusul dalam beberapa minggu ke depan.

    Pengguna Android disarankan rutin memeriksa menu pengaturan perangkat. Jika tersedia pembaruan sistem, segera unduh, pasang, lalu restart ponsel agar tetap terlindungi dari ancaman siber saat ini maupun di masa depan.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Prioritas Penting di Transformasi Digital: Keamanan Infrastruktur

    Prioritas Penting di Transformasi Digital: Keamanan Infrastruktur

    Jakarta

    Percepatan transformasi digital membawa peluang besar bagi Indonesia, tapi di sisi lain juga memperbesar risiko serangan siber.

    Ancaman ini kini tidak lagi sekadar isu teknis, melainkan sudah berdampak langsung pada skala nasional, mulai dari gangguan pasokan listrik, serangan terhadap sistem perbankan, hingga kebocoran data publik.

    Kondisi tersebut menegaskan bahwa ketahanan siber bukan hanya kebutuhan teknologi, melainkan fondasi penting bagi stabilitas ekonomi, keamanan nasional, dan keberlangsungan hidup masyarakat sehari-hari.

    Menjawab tantangan ini, Spentera kembali menggelar Cyberwolves Con 2025 pada 11 September lalu. Konferensi tahunan ini mempertemukan praktisi keamanan siber, regulator, akademisi, dan komunitas teknologi untuk membahas strategi penguatan ketahanan digital Indonesia.

    “Ketahanan siber hanya bisa dicapai melalui kolaborasi lintas sektor. Cyberwolves Con 2025 menjadi bukti komitmen Spentera untuk memperkuat ekosistem keamanan siber Indonesia,” kata Royke L. Tobing, Direktur Spentera.

    Menurutnya, tahun ini fokus utama diskusi ada pada perlindungan infrastruktur vital seperti energi, ICS/SCADA, risiko AI, hingga kesiapan tanggap insiden.

    Infrastruktur Energi Jadi Target Rawan

    Jaringan listrik Jawa–Bali yang menyuplai lebih dari 60% kebutuhan energi nasional disebut masih memiliki celah keamanan. Beberapa di antaranya adalah perangkat lawas yang tidak diperbarui, minimnya enkripsi pada protokol komunikasi SCADA, hingga akses sistem yang masih menggunakan kredensial bawaan.

    Dengan makin banyaknya integrasi IoT dan akses jarak jauh, permukaan serangan pun makin luas. Pengalaman pemadaman listrik besar pada 2019 dan gangguan di Bali pada 2025 menjadi pengingat betapa vitalnya sektor energi bagi perekonomian dan layanan publik.

    Risiko AI pada Ekonomi dan Pertahanan

    Teknologi Artificial Intelligence (AI) makin banyak digunakan di sektor finansial, e-commerce, telekomunikasi, layanan publik, bahkan pertahanan. Namun, ketergantungan pada model impor tanpa pengujian ketat justru membuka risiko keamanan baru.

    “Penguatan tata kelola, standar keamanan, serta kemandirian dalam pengembangan AI perlu dipercepat agar teknologi ini tidak menjadi titik lemah,” ujar salah satu panelis dalam diskusi.

    Kesiapan Tanggap Insiden

    Selain kerentanan teknis, tantangan besar lain ada pada kesiapan organisasi. Respons terhadap insiden siber di Indonesia kerap lambat, pencatatan forensik digital belum konsisten, dan koordinasi antar lembaga sering berjalan terpisah.

    Kasus ransomware pada Pusat Data Nasional (PDN) 2024 menjadi pelajaran penting, di mana keterlambatan penanganan menimbulkan dampak luas bagi masyarakat.

    Kolaborasi Jadi Kunci

    Dengan kombinasi ancaman pada infrastruktur energi, risiko dari pemanfaatan AI, dan lemahnya respons insiden, para pakar sepakat bahwa langkah kolaboratif harus diperkuat. Audit keamanan pada infrastruktur kritis, peningkatan SDM di sektor strategis, serta tata kelola yang solid menjadi agenda mendesak.

    “Ancaman siber bersifat multidimensi. Dampaknya bukan hanya pada infrastruktur saja, tetapi juga pada kepercayaan publik, ekonomi, hingga stabilitas nasional. Yang dibutuhkan adalah tata kelola yang kuat, kolaborasi lintas sektor, dan peningkatan kapasitas SDM,” tegas Royke.

    Menjaga Kepercayaan Publik

    Pada akhirnya, menjaga ketahanan digital Indonesia bukan sekadar urusan teknis. Dibutuhkan komitmen nasional yang melibatkan pemerintah, industri, dan masyarakat agar transformasi digital bisa berjalan aman sekaligus mendukung kepentingan strategis negara.

    (asj/asj)

  • MenPANRB: Pemerintah siapkan strategi perkuat ketahanan digital

    MenPANRB: Pemerintah siapkan strategi perkuat ketahanan digital

    Strategi yang bisa dilakukan antara lain, pertama yaitu memastikan setiap layanan publik benar-benar berfokus pada pengguna, lebih human-centric, inklusif, dan proaktif

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini mengungkapkan pemerintah telah menyusun strategi untuk menghadapi sejumlah tantangan nyata dalam membangun ketahanan digital nasional.

    Ia menyampaikan tantangan tersebut yaitu tuntutan masyarakat terhadap layanan publik yang cepat, mudah, aman, inklusif, terjangkau, dan tangguh. Di sisi lain, perkembangan teknologi seperti big data, Artificial Intelligence (AI), Internet of Things (IoT), dan blockchain terus bergerak dengan sangat cepat.

    “Tantangan lainnya adalah meningkatnya ancaman serangan siber dan kebutuhan akan perlindungan data pribadi. Dan tentu, literasi serta kompetensi digital ASN masih belum merata sehingga harus terus diperkuat,” kata Menteri Rini dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

    Rini mengatakan dalam menghadapi tantangan tersebut strategi pemerintah harus terarah. Strategi yang bisa dilakukan antara lain, pertama yaitu memastikan setiap layanan publik benar-benar berfokus pada pengguna, lebih human-centric, inklusif, dan proaktif.

    Kedua, membangun regulasi dan tata kelola yang adaptif agar adopsi teknologi dan inovasi bisa lebih cepat dilakukan. Ketiga, memperkuat kolaborasi multipihak melalui sinergi pemerintah, masyarakat, akademisi, media, dan industri.

    Strategi keempat yaitu mengelola risiko dengan lebih baik melalui identifikasi dan mitigasi pada setiap layanan dan perubahan.

    Strategi kelima atau terakhir yaitu melakukan reskilling dan upskilling ASN agar siap dengan future skills yang dibutuhkan di era digital.

    “Dengan strategi inilah kita dapat mewujudkan birokrasi yang benar-benar tangguh dan siap menghadapi era digital,” ujarnya.

    Menurutnya, ketahanan digital bukan hanya soal teknologi. Tapi lebih kepada konsistensi pemerintah untuk hadir melayani masyarakat, bahkan ketika menghadapi tantangan dan guncangan. Ketahanan digital dapat terwujud bila ada inovasi, adaptasi, dan optimasi operasional yang berkelanjutan.

    “Dengan begitu, layanan publik tetap berjalan, dan yang paling penting mampu menghadirkan layanan yang tepercaya,” kata Rini.

    Ia menegaskan ketahanan digital juga harus mendapat dukungan perencanaan yang matang, penganggaran yang tepat, operasional yang efektif, kompetensi SDM yang mumpuni, ekosistem yang kuat, serta tata kelola dan regulasi yang jelas. Tapi ketahanan digital tidak mungkin terwujud tanpa kompetensi yang relevan.

    Laporan Future of Jobs dari World Economic Forum menunjukkan bahwa kompetensi yang paling penting ke depan bukan lagi rutinitas administratif, melainkan keterampilan yang menuntut kemampuan berpikir analitik, literasi teknologi, hingga penguasaan AI dan big data.

    “Artinya, ASN kita harus siap beradaptasi. Tidak bisa lagi hanya mengandalkan rutinitas lama, tapi harus mengembangkan keterampilan baru, terutama keterampilan digital. Karena tanpa kompetensi yang tepat, sulit bagi kita mewujudkan birokrasi yang tangguh dan mampu menopang ketahanan digital bangsa,” tuturnya.

    Lebih lanjut Menteri Rini menyampaikan ketahanan digital pemerintah tidak hadir secara instan, tetapi dibangun melalui strategi jangka panjang.

    Tentunya ketahanan digital tersebut juga mendukung program prioritas Presiden. Kesuksesan dan pencapaian prioritas Presiden secara komprehensif dan aktual memerlukan strategi tata kelola, manajemen program, pengendalian pelaksanaan, dan Reformasi struktural.

    “Transformasi digital pemerintah dan tata kelola data pembangunan merupakan bagian penting dalam mewujudkan kesuksesan program prioritas Presiden,” kata Rini.

    MenPANRB juga menyampaikan transformasi digital pemerintah harus bergeser dari sekadar penataan prosedur menuju orientasi pada dampak. Bukan hanya efisiensi administratif, tapi reimajinasi peran negara agar tetap hadir dan memberikan layanan di tengah berbagai tantangan.

    Bukan lebih banyak aplikasi, tapi keterpaduan layanan yang memudahkan masyarakat. Terlebih, arah kebijakan jangka panjang pemerintah digital 2025–2045 mengarahkan untuk memasuki era baru tata kelola, yaitu Governance 5.0. Hal ini merupakan perubahan paradigma besar, dari governing for citizens menjadi governing with citizens.

    “Dalam model ini, masyarakat tidak lagi dipandang hanya sebagai penerima layanan, tetapi sebagai mitra aktif dalam desain dan implementasi kebijakan,” jelasnya.

    Dalam kesempatan tersebut Rini juga menyambut baik terselenggaranya Digital Resilience Summit 2025 sebagai perwujudan nyata dari upaya governing with citizens.

    “Forum ini menjadi ajang penguatan kolaborasi lintas sektor, bukan hanya antarinstansi pemerintah, tetapi juga bersama industri, akademisi, dan masyarakat sipil,” tuturnya.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Ini Bahaya PC yang Masih Pakai Windows 10 Usai 14 Oktober 2025 – Page 3

    Ini Bahaya PC yang Masih Pakai Windows 10 Usai 14 Oktober 2025 – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – – Microsoft resmi menghentikan dukungan untuk sistem operasi Windows 10 per 14 Oktober 2025. Keputusan ini berpotensi membahayakan jutaan perangkat (PC/laptop) yang masih menggunakannya, terutama dari sisi keamanan.

    Setelah tanggal tersebut, perangkat yang bertahan di Windows 10 tidak akan lagi menerima pembaruan keamanan, perbaikan bug, maupun fitur-fitur baru.

    Hal ini membuat laptop menjadi sasaran empuk serangan siber, yang berisiko mengakibatkan kehilangan data penting, dan menurunkan produktivitas.

    Menurut Lie Heng, Direktur Synnex Metrodata Indonesia, PC yang sudah usang tidak hanya lambat, tetapi juga berbahaya bagi keberlangsungan bisnis.

    “Dengan berakhirnya Windows 10, perusahaan perlu segera upgrade ke perangkat yang lebih aman, produktif, dan siap untuk era AI,” ujar Lie Heng dalam keterangannya, Kamis (11/9/2025).

    Untuk mengatasi ancaman tersebut, ia menilai Copilot+ PC dengan Windows 11 Pro menjadi solusi yang direkomendasikan.

    “Perangkat ini dirancang khusus untuk kebutuhan bisnis modern, menawarkan pengalaman komputasi cerdas, dan keamanan berlapis,” ucapnya.

     

     

  • Video: Intip Kekuatan Keamanan Siber Bantu Bisnis Lawan Hacker Era AI

    Video: Intip Kekuatan Keamanan Siber Bantu Bisnis Lawan Hacker Era AI

    Jakarta, CNBC Indonesia- Perkembangan teknologi digitalisasi yang makin masif di berbagai bidang mendorong pemerintah RI untuk memperkuat keamanan siber sebagai antisipasi terhadap semakin kompleks dan rumitnya serangan dan ancaman siber.

    F5 sebagai perusahaan teknologi asal Amerika Serikat yang berfokus pada bidang keamanan siber terus mengembangkan layanan solusi perangkat keras, perangkat lunak, dan layanan cloud untuk melindungi pengelolaan aplikasi dan Application Programming Interface (API) dari ancaman serangan siber termasuk yang memanfaatkan teknologi artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan.

    Country Manager F5 Indonesia, Surung Sinamo menyebutkan F% sudah beroperasi hampir 15 tahun di Indonesia dan sudah dipercaya banyak sektor industri termasuk perbankan, service provider hingga sektor kesehatan.

    Keamanan siber nilai telah menjadi bagian dari investasi sistem perlindungan perusahaan dalam menjalankan bisnis di era transformasi digitalisasi. Seiring dengan perkembangan adopsi teknologi digital, saat ini keamanan siber juga telah mengalami pergeseran dari fokus perlindungan siber dari network-based dan perimeter-based menjadi aplikasi dan API-based.

    Seperti apa perkembangan solusi keamanan siber era AI? Selengkapnya simak dialog Maria Katarina dengan Country Manager F5 Indonesia, Surung Sinamo dalam Profit, CNBC Indonesia (Kamis, 11/09/2025)

  • Hadapi 1,5 Miliar Serangan DDoS per Detik, Perusahaan Keamanan Siber Menjerit

    Hadapi 1,5 Miliar Serangan DDoS per Detik, Perusahaan Keamanan Siber Menjerit

    Bisnis.com, JAKARTA— Penyedia keamanan internet di Eropa yang melayani mitigasi Distributed Denial of Service (DDoS) menjadi sasaran serangan siber DDoS besar-besaran yang mencapai 1,5 miliar paket per detik. 

    Melansir laman Bleeping Computer, pada Kamis (11/9/2024) serangan ini berasal dari ribuan perangkat pintar (IoT) dan router MikroTik yang sudah terinfeksi. 

    Serangan tersebut berhasil ditangani oleh FastNetMon, sebuah perusahaan perusahaan yang menawarkan perlindungan terhadap gangguan layanan.

    Menurut FastNetMon, lalu lintas jahat tersebut berupa banjir data (UDP flood) yang diluncurkan dari lebih dari 11.000 jaringan berbeda di seluruh dunia. 

    Target serangan adalah penyedia layanan DDoS scrubbing, yaitu layanan yang berfungsi menyaring lalu lintas internet agar serangan tidak melumpuhkan sistem. Serangan berhasil dihentikan secara cepat dengan memasang aturan keamanan khusus (access control lists) pada jaringan.

    Peristiwa ini terjadi hanya beberapa hari setelah Cloudflare, perusahaan infrastruktur internet besar, juga mengumumkan mereka berhasil menahan serangan DDoS terbesar yang pernah ada, yaitu 11,5 terabit per detik dan 5,1 miliar paket per detik.

    Baik pada kasus FastNetMon maupun Cloudflare, tujuan para penyerang adalah membanjiri target dengan data hingga sistem tidak sanggup memprosesnya dan akhirnya mati.

    Pendiri FastNetMon, Pavel Odintsov, mengatakan serangan semacam ini makin berbahaya karena memanfaatkan perangkat sehari-hari yang terhubung internet, seperti router dan perangkat pintar. 

    Dia menilai perlu ada langkah pencegahan dari penyedia layanan internet (ISP) agar perangkat yang terinfeksi tidak bisa digunakan sebagai senjata serangan siber.

    “Yang membuat kasus ini luar biasa adalah banyaknya sumber terdistribusi dan penyalahgunaan perangkat jaringan sehari-hari. Tanpa penyaringan proaktif di tingkat ISP, perangkat keras konsumen yang disusupi dapat dijadikan senjata dalam skala besar,” kata Odintsov.

  • Keamanan Siber Multivendor Persulit Perusahaan Tangkal Serangan Hacker

    Keamanan Siber Multivendor Persulit Perusahaan Tangkal Serangan Hacker

    Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan global di dunia yang mengandalkan ekosistem multivendor untuk solusi keamanan siber mengaku mengalami kesulitan dalam menangkal serangan siber karena operasional yang terlalu rumit.

    Menurut riset Kaspersky terbaru berjudul Improving resilience: cybersecurity through system immunity, hal tersebut menyebabkan tekanan operasional dan finansial.

    Head of Unified Platform Product Line di Kaspersky Ilya Markelov mengatakan meskipun diversifikasi solusi keamanan dapat menawarkan manfaat tertentu, peningkatan kompleksitas yang tidak terkendali sering kali menyebabkan pemborosan sumber daya yang signifikan dan inefisiensi operasional.

    “Lebih lanjut, kompleksitas ini dapat menciptakan blind spot yang kritis, sehingga mempersulit upaya untuk mempertahankan visibilitas ancaman secara komprehensif dan merespons risiko yang muncul secara efektif,” kata Markelov dalam keterangan resmi, Rabu (10/9/2025).

    Temuan ini mengungkapkan 43% perusahaan merasa tumpukan keamanan terlalu rumit dan memakan waktu untuk dirawat, sehingga menghambat kemampuan mereka untuk merespons ancaman yang muncul dengan cepat.

    Kompleksitas ini disebut seringkali diakibatkan oleh penggunaan beberapa solusi keamanan dari berbagai vendor, yang masing-masing memiliki antarmuka manajemen dan persyaratan operasionalnya sendiri.

    Lalu, 42% organisasi mengalami pembengkakan anggaran akibat solusi yang tumpang tindih. Redundansi ini tidak hanya meningkatkan biaya tetapi juga mempersulit alokasi sumber daya dan perencanaan strategis.

    Lebih jauh, ditemukan masalah kompatibilitas memperburuk kesulitan ini karena 41% responden menyatakan mereka tidak dapat mengotomatiskan proses keamanan secara efektif karena perangkat mereka kurang terintegrasi. Akibatnya, terjadi intervensi manual serta peningkatan risiko kesalahan manusia.

    Selain itu, 39% responden mengalami kesulitan dengan visibilitas ancaman yang tidak konsisten, karena data yang dikumpulkan dari berbagai vendor seringkali gagal berkorelasi secara mulus, menciptakan blind spot dan mengurangi kesadaran situasional secara keseluruhan.

    Kendati demikian, hampir setengah responden percaya satu penyedia keamanan siber dapat memenuhi semua kebutuhan mereka secara memadai, menunjukkan adanya pengakuan akan potensi manfaat konsolidasi.

    Namun, hanya 28% yang telah mengadopsi pendekatan vendor tunggal dalam praktiknya, mencerminkan pendekatan hati-hati didorong oleh kekhawatiran akan ketergantungan berlebihan terhadap satu pemasok atau risiko yang dapat hadir dari vendor lock-in.

    Hal lain dalam temuan tersebut adalah pergeseran lanskap menuju konsolidasi. Sebanyak 86% perusahaan secara aktif bergerak ke arah ini, 33% di antanya mulai menggabungkan perangkat keamanan mereka ke dalam platform terpadu.

    Sementara itu, 53% lainnya berencana untuk melakukannya dalam dua tahun ke depan. Tren ini disebut menggarisbawahi pergeseran strategis menuju penyederhanaan operasi keamanan siber, pengurangan biaya, dan pencapaian manajemen ancaman yang lebih efektif melalui solusi terintegrasi.

    Seiring dengan semakin banyaknya organisasi yang menyadari keunggulan arsitektur keamanan yang efisien, pergerakan menuju konsolidasi vendor siap untuk membentuk kembali lanskap keamanan siber dalam waktu dekat.

    “Tren konsolidasi yang muncul mencerminkan kematangan strategi keamanan siber, yang menekankan adopsi platform terintegrasi yang menyederhanakan manajemen, mengurangi upaya manual, dan meningkatkan visibilitas keseluruhan terhadap postur keamanan,” ujar Markelov.