Kasus: serangan siber

  • Serangan Siber Menyasar Sejumlah Bandara di Eropa, Penerbangan Terggangu

    Serangan Siber Menyasar Sejumlah Bandara di Eropa, Penerbangan Terggangu

    Jakarta

    Sejumlah bandara di Eropa, termasuk Bandara Heathrow, London, diserang serangan siber terhadap penyedia sistem check-in dan boarding. Serangan itu mengganggu operasional di beberapa bandara yang menyebabkan penundaan dan pembatalan penerbangan.

    Peristiwa itu terjadi pada Sabtu dan berlanjut hingga Minggu. Otoritas bandara mengatakan permasalahan tersebut berpusat pada perangkat lunak MUSE yang dibuat oleh Collins Aerospace, yang menyediakan sistem untuk beberapa maskapai di bandara-bandara di seluruh dunia.

    “Dampaknya terbatas pada check-in pelanggan secara elektronik dan drop bagasi, dan dapat dikurangi dengan operasi check-in manual,” kata RTX RTX (RTX.N), opens new tab, perusahaan induk Collins Aerospace, dalam pernyataan resminya, dilansir Reuters, Minggu (21/9/2025)

    RTX menambahkan bahwa mereka sedang berupaya memperbaiki masalah ini secepat mungkin. RTX tidak memberikan informasi apa pun tentang siapa yang mungkin berada di balik serangan tersebut.

    Bandara Heathrow mengatakan pihaknya termasuk di antara bandara-bandara yang terdampak. Tercatat Bandara Brussels dan Bandara Berlin juga terdampak.

    Beberapa jam kemudian, Bandara Dublin menyatakan bahwa mereka juga mengalami dampak kecil dari masalah ini, begitu pula Bandara Cork, bandara terbesar kedua di Irlandia setelah Dublin.

    Penerbangan Terganggu

    Di Heathrow, Berlin, dan Brussels, sebanyak 29 keberangkatan dan kedatangan penerbangan telah dibatalkan hingga pukul 11.30 GMT, menurut penyedia data penerbangan Cirium. Secara total, ada 651 keberangkatan dijadwalkan dari Heathrow, 228 dari Brussels, dan 226 dari Berlin pada hari Sabtu.

    Para pejabat di Brussels mengatakan telah terjadi empat pengalihan penerbangan, serta “penundaan pada sebagian besar penerbangan yang berangkat.”

    Bandara Brussels menyatakan telah meminta maskapai untuk membatalkan separuh jadwal keberangkatan penerbangan mereka pada hari Minggu guna menghindari antrean panjang dan pembatalan yang terlambat, menandakan bahwa gangguan akan berlanjut hingga akhir pekan.

    Seorang juru bicara Komisi Eropa mengatakan saat ini tidak ada indikasi “serangan yang meluas atau parah”. Sementara itu penyebab
    insiden masih dalam penyelidikan.

    (yld/knv)

  • Serangan Siber Ganggu Bandara London, Penumpang Menyemut Antre Chek-in

    Serangan Siber Ganggu Bandara London, Penumpang Menyemut Antre Chek-in

    Seorang pria menggunakan ponsel pintar saat para penumpang mengantre untuk check-in di Terminal 4 Bandara Heathrow, menyusul gangguan pada sistem check-in dan boarding akibat serangan siber yang telah memengaruhi beberapa bandara besar di Eropa, mengakibatkan penundaan dan pembatalan penerbangan, di Greater London, Inggris, 20 September 2025. REUTERS/Isabel Infantes

  • Bandara Kena Serang, Puluhan Penerbangan Dibatalkan-Penumpang Numpuk

    Bandara Kena Serang, Puluhan Penerbangan Dibatalkan-Penumpang Numpuk

    Jakarta, CNBC Indonesia – Serangan siber kembali mengguncang industri penerbangan global. Kali ini, sistem milik Collins Aerospace, sebuah penyedia perangkat lunak untuk proses check-in dan boarding mengalami gangguan yang menyebabkan kekacauan di sejumlah bandara utama di Eropa, termasuk Bandara Brussels dan Heathrow London.

    Insiden yang terjadi pada Jumat (20/9/2025) ini mengganggu operasional bandara, memicu penundaan jadwal penerbangan hingga pembatalan. Pihak Bandara Brussels melaporkan bahwa setidaknya 10 penerbangan dibatalkan, sementara puluhan lainnya mengalami keterlambatan rata-rata sekitar satu jam.

    “Gangguan ini berdampak pada sistem check-in elektronik dan penanganan bagasi. Kami terpaksa mengalihkan sebagian besar proses ke manual,” ujar juru bicara Bandara Brussels, dikutip dari Reuters, Sabtu (20/9/2025).

    Masalah ini tidak hanya terjadi di Brussels. Bandara Heathrow di London, salah satu yang tersibuk di dunia, juga mengalami dampaknya. Pihak pengelola meminta para penumpang untuk memeriksa status penerbangan sebelum menuju bandara karena adanya potensi keterlambatan lebih lanjut.

    Gangguan dipicu oleh serangan terhadap sistem Collins Aerospace, anak usaha dari perusahaan pertahanan dan teknologi asal AS, RTX. Dalam pernyataannya, Collins menyebut bahwa pihaknya mengalami “disrupsi terkait siber” yang memengaruhi sejumlah bandara di berbagai negara. Namun, mereka tidak merinci berapa banyak bandara atau maskapai yang terdampak secara langsung.

    “Kami sedang bekerja sama dengan mitra dan pelanggan untuk mengatasi insiden ini secepat mungkin,” tulis pernyataan resmi perusahaan tersebut.

    Meski begitu, Collins menyebut, sebagian besar proses penerbangan tetap dapat berjalan melalui metode manual yang diterapkan sementara waktu. Pihaknya juga mengklaim bahwa tidak ada indikasi bahwa data penumpang berhasil diakses atau dicuri dalam serangan ini.

    Maskapai Delta Airlines, yang juga menggunakan sistem Collins, mengatakan bahwa dampak terhadap operasional mereka masih dalam taraf minimal. Beberapa bandara besar seperti Frankfurt dan Zurich juga menyatakan bahwa sistem mereka tetap berjalan normal dan tidak terdampak oleh serangan ini.

    Sementara itu, maskapai-maskapai lain seperti EasyJet memastikan, penerbangan mereka tetap berjalan sesuai jadwal. Namun, pihak maskapai dan otoritas bandara tetap melakukan pemantauan ketat terhadap situasi dan menyiapkan langkah-langkah antisipatif jika gangguan kembali terjadi.

    Insiden ini kembali menyoroti rapuhnya infrastruktur digital di sektor penerbangan dan pentingnya investasi di bidang keamanan siber. Dalam beberapa tahun terakhir, serangan siber terhadap infrastruktur transportasi global meningkat secara signifikan, mendorong regulator di Eropa dan Amerika untuk memperketat standar keamanan TI di sektor ini.

    (dce)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Video: Kecanggihan Sertifikat Elektronik Lawan “Pembobol” Duit Nasabah

    Video: Kecanggihan Sertifikat Elektronik Lawan “Pembobol” Duit Nasabah

    Jakarta, CNBC Indonesia- CNBC Indonesia menggelar Fintech Forum dengan tema “Identitas Terverifikasi Jadi Benteng Keamanan Perbankan di Era Digital” pada Senin, 15 September 2025 untuk mengupas tuntas urgensi penguatan keamanan data, pentingnya peran identitasdigital hingga keaslian data menghadapi tantangan kemajuan teknologi dan digitalisasi termasuk di sektor keuangan

    Privy sebagai perusahaan teknologi (TI) dan konsultan Penyelenggara Sertifikat Elektronik (PSrE) yang menyediakan sertifikat elektronik dan solusi digital dalam Fintech Forum mengungkapkan sejumlah tantangan tantangan dan ancaman kejahatan siber terkait keamanan data pribadi di sektor keuangan dan perbankan.

    CEO Privy, Mashall Pribadi mengatakan pelaku kejahatan siber semakin canggih memanfaatkan teknologi termasuk deepfake Artificial Intelligence (AI) dalam memberikan ancaman keamanan siber terkait pembukaan rekening hingga pembobolan kartu kredit.

    Salah satu strategi yang bisa dilakukan sektor keuangan dan perbankan untuk melawan serangan siber adalah penguatan ekosistem keamanan termasuk pertukaran data terkait ancaman dan serangan siber.

    Menghadapi berbagai ancaman ini, Privy sebagai penyedia layanan kepercayaan digital dengan mengembangkan sertifikat elektronik termasuk tanda tangan elektronik dengan sistem keamanan tinggi.

    Selengkapnya simak dialog Shafinaz Nachiar bersama Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perbankan OJK, Indah Iramadhini dengan Deputi Bidang Keamanan Siber dan sandi Pemerintah dan Pembangunan Manusia (BSSN), Sulisyo serta CEO Privy, Mashall Pribadi dan Anggota Bidang IT & Operations Perbanas, Y.B Hariantono dalam Fintech Forum, CNBC Indonesia (Senin, 15/09/2025)

  • Video: BSSN Ungkap 3 Sebab Perbankan Jadi Target Serangan Siber Era AI

    Video: BSSN Ungkap 3 Sebab Perbankan Jadi Target Serangan Siber Era AI

    Jakarta, CNBC Indonesia- CNBC Indonesia menggelar Fintech Forum dengan tema “Identitas Terverifikasi Jadi Benteng Keamanan Perbankan di Era Digital” pada Senin, 15 September 2025 untuk mengupas tuntas urgensi penguatan keamanan data, pentingnya peran identitas digital hingga keaslian data menghadapi tantangan kemajuan teknologi dan digitalisasi termasuk di sektor keuangan

    Deputi Bidang Keamanan Siber dan sandi Pemerintah dan Pembangunan Manusia (BSSN), Sulisyo mengungkapkan hasil identifikasi BSSN terhadap tantangan sektor keuangan termasuk perbankan era teknologi digitalisasi.

    BSSN mengungkapkan 3 alasan pentingnya penguatan keamanan siber sektor keuangan perbankan dimana sektor ini merupakan pusat sektor keuangan digital sangat rentan terhadap ancaman siber. Perbankan juga mengolah data pribadi masyarakat yang menjadi nasabah serta adanya keterhubungan infrastruktur keuangan dan perbankan dengan sektor administrasi negara dan keamanan negara.

    BSSN juga menyoroti pentingnya edukasi dan literasi sekaligus penguatan SDM sektor keuangan dan masyarakat sebagai nasabah dalam menghadapi kecanggihan ancaman siber yang terus berkembang era Artificial intelligence (AI).

    Seperti apa upaya BSSN mendorong penguatan keamanan digital menghadapi ancaman fraud dan serangan siber? Selengkapnya simak dialog Shafinaz Nachiar bersama Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perbankan OJK, Indah Iramadhini dengan Deputi Bidang Keamanan Siber dan sandi Pemerintah dan Pembangunan Manusia (BSSN), Sulisyo serta CEO Privy, Mashall Pribadi dan Anggota Bidang IT & Operations Perbanas, Y.B Hariantono dalam Fintech Forum, CNBC Indonesia (Senin, 15/09/2025)

  • Video: Jurus OJK Perkuat Keamanan Perbankan RI Dari Ancaman Siber

    Video: Jurus OJK Perkuat Keamanan Perbankan RI Dari Ancaman Siber

    Jakarta, CNBC Indonesia- CNBC Indonesia menggelar Fintech Forum dengan tema “Identitas Terverifikasi Jadi Benteng Keamanan Perbankan di Era Digital” pada Senin, 15 September 2025 untuk mengupas tuntas urgensi penguatan keamanan data, pentingnya peran identitas digital hingga keaslian data menghadapi tantangan kemajuan teknologi dan digitalisasi termasuk di sektor keuangan

    Kemajuan teknologi dan digitalisasi mampu mendorong peningkatan efisiensi hingga kecepatan layanan dan transaksi di sektor keuangan, meski di sisi lain perkembangan adopsi teknologi termasuk artificial intelligence (AI) turut meningkatkan ancaman kejahatan siber dengan modus yang semakin canggih mulai dari phishing, ransomware hingga penipuan investasi ilegal.

    Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perbankan OJK, Indah Iramadhini mengungkapkan serangan siber menjadi ancaman utama sektor keuangan utamanya perbankan saat ini.

    Risiko ini tidak hanya terkait teknologi namun juga dapat mengganggu stabilitas ekonomi global. Hal ini tercermin dari risiko kebocoran data, ransomware hingga paparan data di darkweb. Data BSSN menyebutkan Indonesia masuk ke dalam 10 besar negara target anomali siber dan sektor keuangan menjadi target yang paling rentan.

    Di sisi lain potensi ekonomi RI sangat besar dengan 75% dari 280 juta penduduk RI sudah terhubung dengan internet dan memanfaatkan layanan keuangan digital yang didukung sistem pembayaran digital dan E-Commerce.

    Menghadapi berbagai tantangan ini, OJK terus mendorong keseimbangan inovasi layanan perbankan dengan penguatan tata kelola bidang informasi teknologi dan keamanan siber.

    Selengkapnya simak dialog Shafinaz Nachiar bersama Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perbankan OJK, Indah Iramadhini dengan Deputi Bidang Keamanan Siber dan sandi Pemerintah dan Pembangunan Manusia (BSSN), Sulisyo serta CEO Privy, Mashall Pribadi dan Anggota Bidang IT & Operations Perbanas, Y.B Hariantono dalam Fintech Forum, CNBC Indonesia (Senin, 15/09/2025)

  • Raja Hacker Ternyata Masih 19 Tahun, Kaya Raya Punya Simpanan Rp 1,9 T

    Raja Hacker Ternyata Masih 19 Tahun, Kaya Raya Punya Simpanan Rp 1,9 T

    Jakarta, CNBC Indonesia – Remaja berusia 19 tahun, Thalha Jubair, terungkap sebagai hacker yang berhasil membobol dan melakukan pemerasan dengan korban puluhan perusahaan di Amerika Serikat. Jubair adalah bagian dari kelompok penjahat siber yang bernama “scattered spider” atau menebar laba-laba.

    Departemen Kehakiman AS membuka nama Jubair dalam dokumen tuntutan mereka. Jubair ditahan pada Selasa di rumahnya di London Timur dan disebut terlibat paling tidak dalam 120 serangan siber.

    Jubair menghadap hakim di pengadilan bersama rekannya, Owen Flowers yang berusia 18 tahun. Keduanya dituduh terlibat dalam serangan siber yang menargetkan Transport for London, badan yang mengelola sistem transportasi publik di London, pada 2024.

    Scattered Spider adalah kelompok penjahat siber yang terdiri dari remaja dan pemuda berbahasa Inggris, yang disebut sebagai “advanced persistent teenagers” karena kemampuan teknologi dan serangan siber berulang yang mereka lakukan.

    Para remaja tersebut mampu meretas ke banyak perusahaan hanya mengandalkan teknik rekayasa sosial yang sederhana, seperti menghubungi unit bantuan perusahaan dengan berpura-pura sebagai pegawai yang lupa password.

    Di AS, Jubair disebut melakukan peretasan komputer, pemerasan, dan pencucian uang terkait aksinya yang sukses meraup US$ 115 juta (Rp 1,9 triliun) dari pembayaran tebusan.

    Setelah berhasil membobol sistem IT perusahaan lewat soceng, Jubair mencuri data internal perusahaan kemudian mengunci akses ke server. Perusahaan yang ingin mengakses server harus membayar uang tebusan.

    Ketika disita, server milik Jubair berisi dompet kripto yang menyimpan aset kripto senilai US$ 36 juta. Mayoritas aset kripto tersebut adalah aset kripto yang dikirim oleh perusahaan korban pemerasan.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Risk Governance, Perisai Bisnis Digital di Tengah Badai Siber

    Risk Governance, Perisai Bisnis Digital di Tengah Badai Siber

    Bisnis.com, JAKARTA – Sebuah organisasi kini rata-rata menghadapi lebih dari 1.600 serangan siber setiap pekan secara global (Check Point Research, Q2/2024).

    Di Indonesia, lebih dari 11 juta anomali lalu lintas siber tercatat hanya dalam semester pertama 2023 (BSSN). Tak hanya kerap terjadi, serangan-serangan ini juga sulit terdeteksi, dengan rata-rata waktu identifikasi ancaman mencapai lebih dari 200 hari, menurut laporan industri siber global.

    Sehingga, risk governance bukan lagi pilihan. Dia telah menjadi fondasi utama untuk bertahan dan menang, di medan baru bisnis digital saat ini.

    Digitalisasi bisnis ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi menjanjikan efisiensi dan peningkatan kinerja melalui pendayagunaan teknologi. Layanan menjadi cepat, efektif, dan efisien. Namun, di sisi lain muncul ancaman serius, kejahatan siber.

    Menurut Vishal Chawla (2022), belanja keamanan siber global diproyeksikan mencapai US$1,75 triliun periode 2021—2025. Di AS, kerugian akibat kejahatan siber pernah mencapai US$1 miliar per bulan. Kerugian fraud bisa melebihi US$3 untuk setiap dolar AS yang dicuri.

    Kasus mencolok pada 2016, peretas nyaris mencuri US$1 miliar melalui sistem SWIFT dengan malware dan rekayasa kredensial. Di Indonesia, BSSN mencatat lebih dari 11 juta anomali traffic siber pada semester I/2023. OJK mencatat gangguan siber berdampak besar secara finansial dan reputasi.

    Modus kejahatan kian kompleks mulai dari phishing, social engineering, hingga eksploitasi celah aplikasi.

    Perluasan kanal digital, terutama layanan daring, meningkatkan eksposur risiko siber. Keamanan siber kini bukan persoalan teknis semata, tetapi fondasi ketahanan bisnis dan kepercayaan publik. Tata kelola risiko siber pun jadi prioritas strategis.

    Tanpa pendekatan terstruktur, perusahaan hanya menunggu giliran terkena gelombang serangan yang kian deras.

    Masalah utama bukan hanya ancaman, tetapi respons internal yang tidak adaptif. Banyak institusi masih menempatkan risiko siber sebagai domain satu unit tanpa integrasi lintas fungsi.

    Model silo ini tak lagi relevan. Penjahat siber mengeksploitasi celah terlemah antar-unit yang tidak berkomunikasi. Sebagaimana Laporan Deloitte “Future of Cyber” (2022) menegaskan bahwa pendekatan kolaboratif dan terintegrasi dalam tata kelola risiko adalah kunci untuk menghadapi lanskap ancaman siber yang dinamis.

    Urgensi muncul untuk tata kelola risiko yang terintegrasi, adaptif, dan holistik Risk Governance.

    Konsep ini menata ulang arsitektur risiko siber dari hulu ke hilir, dengan tiga blok utama: pemahaman customer journey dan eksposur produk digital; internalisasi manajemen risiko fraud; dan tata kelola risiko anti-kejahatan siber terstruktur.

    MENATA ULANG

    Langkah pertama dimulai dengan memetakan bagaimana pelanggan berinteraksi dalam ekosistem digital perusahaan. Setiap titik sentuh mulai dari pembukaan rekening hingga transaksi keuangan menjadi potensi titik serangan yang harus dikenali sejak dini.

    Dengan pendekatan ini, sistem mampu mendeteksi penyimpangan perilaku transaksi dan melakukan respons otomatis dalam hitungan detik.

    Data tidak lagi hanya menjadi catatan historis, melainkan sumber prediksi yang dinamis untuk mendeteksi ancaman masa depan.

    Langkah berikutnya adalah membumikan prinsip-prinsip manajemen risiko fraud ke seluruh lini organisasi. Kebijakan di atas kertas tak lagi cukup.

    Diperlukan sistem audit, pemetaan risiko, kesadaran karyawan, serta mekanisme pelaporan yang formal dan dapat dipertanggungjawabkan. Prinsip three lines of defense dihidupkan secara nyata: mulai dari pelaksana di garda depan, pengendali risiko dan kepatuhan, hingga fungsi audit internal yang memberi jaminan independen.

    Dengan pembagian peran yang jelas ini, tidak ada lagi ruang abu-abu dalam penanganan risiko.

    Namun, yang paling transformatif adalah pendekatan terhadap tata kelola. Konsep Risk Governance bukan sekadar menambah kebijakan baru, tetapi menata ulang model bisnis dan proses organisasi secara menyeluruh.

    Ini termasuk penetapan unit kerja terpusat khusus untuk pemantauan fraud, penyusunan risk appetite per produk digital, penguatan sistem deteksi fraud yang berbasis kecerdasan buatan, hingga perumusan service level agreement (SLA) dalam penanganan kasus siber.

    Tak kalah penting, seluruh mekanisme ini didukung oleh kebijakan formal, program pelatihan, dan komunikasi lintas unit yang terstruktur.

    Risk Governance bukan sekadar solusi teknis, melainkan strategi fundamental menghadapi ancaman eksistensial siber. Contoh nyata: serangan ransomware Colonial Pipeline (AS, 2021) menyebabkan kerugian US$4,4 juta dan lumpuhnya distribusi energi; kebocoran data Tokopedia (2020) berdampak pada 91 juta akun pengguna.

    Dengan tata kelola risiko terstruktur dan teknologi canggih, perusahaan bertransformasi dari reaktif menjadi proaktif dan resilien. Fraud loss ditekan, efisiensi meningkat, dan kepercayaan pelanggan terjaga. Sistem pelaporan real-time, dashbo-rd risiko, serta pembelajar-an insiden menjadi fondasi ketahanan berkelanjutan.

    Di tengah konektivitas yang makin masif, ketahanan siber bukan lagi biaya, tetapi investasi yang menentukan masa depan. Pelanggan tidak hanya mencari layanan cepat, tetapi juga ketenangan.

    Kini saatnya perusahaan Indonesia melangkah lebih jauh. Bangun budaya risiko yang adaptif, tata ulang arsitektur siber dari sekarang karena dalam ekonomi digital hanya yang siap yang akan selamat. Dan hanya yang resilien yang akan memimpin.

  • OJK Ungkap Penipuan Incar Mobile Banking, Ternyata Makin Banyak

    OJK Ungkap Penipuan Incar Mobile Banking, Ternyata Makin Banyak

    Jakarta, CNBC Indonesia – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti meningkatnya risiko penipuan dan kejahatan siber yang membayangi sektor perbankan di tengah pesatnya digitalisasi layanan keuangan.

    Hal ini disampaikan Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Perbankan OJK, Indah Iramadhini, dalam acara Fintech Forum di CNBC Indonesia.

    Menurut Indah, serangan siber kini menjadi salah satu risiko terbesar secara global. Merujuk laporan Global Risk Report, serangan siber diprediksi akan terus menjadi ancaman utama hingga satu dekade mendatang.

    “Risiko ini tidak hanya menyangkut aspek teknologi, tetapi juga bisa berdampak pada stabilitas ekonomi secara global,” ujarnya.

    Indah menjelaskan, ancaman kejahatan digital makin nyata lewat maraknya kasus kebocoran data, ransomware, hingga jual beli data di darknet.

    Kemudian, di level nasional, di mana Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat Indonesia masuk dalam 10 besar negara dengan serangan anomali siber tertinggi, sejajar dengan negara maju seperti Amerika Serikat dan Jerman.

    “Nah ini juga kita melihat bahwa sektor keuangan menjadi salah satu target paling rentan,” terangnya.

    Di sisi lain, penggunaan internet oleh masyarakat Indonesia makin masif. Lebih dari 75% penduduk Indonesia sudah terhubung dengan internet, dan sekitar separuhnya aktif setiap hari dengan rata-rata penggunaan 7 jam. Aktivitas ini didorong oleh pertumbuhan e-commerce serta pembayaran digital yang kian marak.

    Indah menegaskan, dalam menghadapi tantangan tersebut, OJK mendorong agar industri perbankan menyeimbangkan inovasi digital dengan penguatan tata kelola teknologi informasi serta ketahanan siber.

    “Kita melihat bahwa perlu adanya dorongan untuk akselerasi inovasi digital. Tapi, di sisi lain kita harus memperkuat tata kelola teknologi informasi dan juga memperkuat ketahanan siber” jelas Indah.

    “Jadi kedua ini harus balance, tantangan utama yang kami hadapi saat ini,” pungkasnya.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Diskominfo Jabar: UU Keamanan Siber lindungi 38 juta orang Jabar

    Diskominfo Jabar: UU Keamanan Siber lindungi 38 juta orang Jabar

    Bandung (ANTARA) – Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Jawa Barat menegaskan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber yang kini masih berupa rancangan, bisa melindungi sekitar lebih dari 38 juta orang pengguna ponsel di Jabar.

    Kepala Diskominfo Jabar Mas Adi Komar mengatakan regulasi ini sangat strategis diterapkan di Jawa Barat yang memiliki populasi pengguna digital sangat besar dan sangat tinggi se-Indonesia yakni 38 juta lebih, sehingga rentan terhadap ancaman serangan siber.

    “Kita tahu penduduk Jawa Barat itu banyak ya, 1 juta lebih dan pengguna gadget, pengguna handphone yang kami catat itu kurang lebih ada 38 juta. Jadi ini sangat strategis apabila memang RUU ini segera ditetapkan untuk memberikan keamanan dan kenyamanan para pengguna media sosial atau pengguna fasilitas-fasilitas lainnya yang berkaitan dengan layanan publik yang tentunya sekarang sudah bertransformasi,” kata Adi Komar selepas uji publik RUU Keamanan Siber di Gedung Sate Bandung, Senin.

    Dengan banyaknya populasi digital tersebut, RUU Keamanan Siber ini, diharapkan menjadi payung hukum yang mampu mengakomodir seluruh bentuk layanan digital di Jawa Barat saat implementasinya, sekaligus memperkuat ketahanan siber nasional.

    Pasalnya, kata Adi, keamanan digital kini tidak bisa dipandang sebelah mata, karena serangan siber berpotensi mengganggu layanan publik, meretas data pribadi, hingga menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi masyarakat maupun pemerintah.

    “Dan kita ingin RUU ini juga menyimpul sampai dengan sektor-sektor ya. Jadi sektor transportasi, sektor keuangan, sektor administrasi pemerintahan, sampai dengan layanan publik lainnya,” ujarnya.

    Senin ini, Jawa Barat menjadi tuan rumah uji publik Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber di Gedung Sate Bandung.

    Adi mengatakan uji publik ini melibatkan berbagai unsur, mulai dari akademisi, perangkat daerah, hingga TNI guna memperkuat substansi dari calon beleid tersebut.

    “Ini uji publik ya, RUU Keamanan dan Ketahanan Cyber. Ya kita sini sebagai tuan rumah Jawa Barat mengharapkan semua unsur yang diundang disini, dari akademisi juga ada disini, dari beberapa dinas kominfo Jawa Barat juga hadir, TNI juga ada yang hadir disini, dapat memberikan masukan-masukan nanti di dalam uji publik ini,” tutur Adi Komar.

    Pewarta: Ricky Prayoga
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.