Kasus: Praktik prostitusi

  • Saya Rugi Moril dan Materiil

    Saya Rugi Moril dan Materiil

    DEPOK – Kasus dugaan akses ilegal yang menimpa model Tiara Aurellie kini memasuki babak baru. Setelah proses hukum yang berjalan sejak pertengahan tahun lalu, perkara ini akhirnya disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Depok.

    Tiara sendiri hadir langsung untuk memberikan kesaksian. Wanita bernama asli Tiara Lilith Calista itu bertatap muka dengan terdakwa Pajar Setiabudi di hadapan Majelis Hakim.

    Usai persidangan, Tiara tak bisa menyembunyikan harapannya agar keadilan ditegakkan. Ia secara tegas meminta agar terdakwa mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatannya.

    “Saya merasa dirugikan baik moril maupun materiil, dan saya minta keadilan kepada Hakim yang menangani perkara saya,” ujar Tiara kepada awak media di PN Depok, Rabu, 10 Desember.

    Menurut Tiara, dampak dari peretasan ponsel yang dialaminya sangat besar. Tidak hanya kerugian materi, nama baiknya juga tercoreng karena ponselnya digunakan untuk modus kejahatan lain.

    “Saya mau dia dihukum berat,” tegas model tersebut.

    Kuasa hukum Tiara, Wiliyus Prayietno, turut menguatkan pernyataan kliennya. Ia menilai tindakan terdakwa sudah sangat keterlaluan dan meresahkan banyak pihak.

    Wiliyus menjelaskan bahwa laporan yang mereka buat bukan hanya soal akses ilegal. Ada dugaan tindak pidana prostitusi online yang dijalankan terdakwa menggunakan data curian tersebut.

    “Sudah jelas bahwa kami di sini melaporkan dugaan tindak pidana Undang-Undang ITE illegal access dan tindak pidana prostitusi online terhadap terlapor dengan inisial PS,” ungkap Wiliyus Prayietno.

    “Apalagi di sini sudah terlalu banyak korban dari berbagai macam, termasuk influencer, selebritas, selebgram dan lain-lain,” tambahnya.

    Sidang kasus ini dijadwalkan akan kembali digelar pekan depan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Tiara Robena Panjaitan menyebut agenda selanjutnya adalah mendengarkan keterangan saksi ahli.

  • Kami Diminta Membayar dengan Tubuh Kami

    Kami Diminta Membayar dengan Tubuh Kami

    Jakarta

    Esther tengah terlelap di suatu sudut jalanan Lagos, Nigeria, tatkala seorang perempuan mendekatinya, menjanjikan pekerjaan dan rumah di Eropa. Perempuan itu memang bermimpi memiliki hidup baru di Eropa. Tujuannya pun jelas: Inggris.

    Setelah diusir dari panti asuhan yang penuh kekerasan, ia merasa tak ada alasan lagi untuk bertahan di Nigeria.

    Namun, ada hal-hal yang ia tidak ketahui saat meninggalkan Lagos pada 2016 dengan cara melintasi guru menuju Libya. Dia bakal terjebak dalam dunia prostitusi dan selama bertahun-tahun harus mengajukan suaka dari satu negara ke negara lain.

    Sebagian besar imigran dan pencari suaka tidak berdokumen (sekitar 70%) adalah laki-laki, menurut Badan Suaka Eropa.

    Hanya saja, seiring waktu jumlah perempuan seperti Esther yang datang ke Eropa untuk mencari perlindungan terus meningkat.

    “Kami melihat kenaikan jumlah perempuan yang bepergian sendirian, baik di rute Mediterania maupun Balkan,” kata Irini Contogiannis dari International Rescue Committee di Italia.

    Pada 2024, lembaga itu mencatat lonjakan 250% perempuan dewasa tanpa pendampingan yang tiba di Italia melalui jalur Balkan. Sementara mereka yang berkeluarga naik 52%.

    Tahun 2024, Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) mencatat 3.419 kematian atau orang hilang di Eropa. Ini merupakan jumlah tertinggi yang pernah tercatat.

    Bagi perempuan, potensi bahaya yang mengintai bisa berkali-kali lipat dan berlapis. Kalau pun selamat dari rute yang berbahaya, mereka berpotensi menerima eksploitasi dan kekerasan seksual.

    Itulah yang menimpa Esther. Perempuan yang sempat menjanjikan masa depan cerah, belakangan mengkhianatinya.

    “Ia mengurung saya di salah satu kamar, lalu membawa seorang pria. Saya masih perawan, tapi ia memaksa,” kata Esther.

    “[Rupanya] itu yang mereka lakukan berkeliling desa-desa di Nigeria, mengambil anak perempuan dan membawa mereka ke Libya untuk dijadikan budak seks.”

    Kepada BBC, Ugochi Daniels dari IOM mengatakan, “Pengalaman para perempuan berbeda-beda dan sering lebih berisiko.”

    “Kalau pun bepergian dalam kelompok, perempuan sering tak punya perlindungan yang pasti. Mereka tetap rentan diserang penyelundup, pelaku perdagangan orang, atau sesama migran.”

    Sebagian besar imigran yang tiba di Trieste, Italia, melalui rute Balkan adalah laki-laki. (Barbara Zanon/Getty Image)

    Para perempuan, menurut IOM, sebenarnya tahu potensi bahaya tersebut, tapi mereka tetap berangkat.

    Sebagai siasat, mereka terkadang justru membawa kondom atau bahkan memasang alat kontrasepsi untuk berjaga-jaga jika diperkosa selama perjalanan.

    Untuk perjalanan yang penuh mara bahaya tersebut, kata Hermine Hermine dari jaringan antiperdagangan orang Stella Polare, “Semua imigran harus membayar kepada penyelundupnya.”

    “Namun, bagi perempuan, mereka sering diharapkan membayar dengan tubuh mereka,” ujar Hermine.

    Gbedo mendampingi migran perempuan di Trieste, kota pelabuhan yang terletak di timur laut Italia.

    Kota ini sudah sejak lama menjadi titik persinggahan budaya serta pintu masuk utama ke Uni Eropa bagi mereka yang datang melalui Balkan.

    Dari kota ini, perjalanan kemudian berlanjut ke negara lain seperti Jerman, Prancis, hingga Inggris.

    BBC

    Setelah empat bulan dieksploitasi di Libya, Esther melarikan diri dan menyeberangi Laut Tengah dengan perahu karet. Ia kemudian diselamatkan penjaga pantai Italia dan dibawa ke Pulau Lampedusa.

    Esther mengajukan suaka sebanyak tiga kali, sebelum akhirnya berhasil menerima status pengungsi.

    Pencari suaka yang datang dari negara yang dinilai aman, umumnya ditolak.

    Esther kala itu dapat diterima lantaran pemerintah Italia masih mengategorikan Nigeria sebagai negara tidak aman.

    Penilaian itu berubah dua tahun lalu, seiring pemerintah di berbagai negara Eropa memperketat aturan negara masing-masing.

    Pengetatan itu diambil setelah terjadi lonjakan migrasi sepanjang 2015 hingga 2016.

    Sejak saat itu pula, seruan pembatasan lebih lanjut terhadap pemohon suaka menjadi semakin nyaring.

    AFP via Getty ImagesIlustrasi. Unjuk rasa solidaritas yang ditunjukkan warga Zagreb, Kroasia, November 2025. Mereka mendesak pemerintah Kroasia membuka pintu untuk para imigran yang melarikan diri dari perang dan berbagai kejahatan.

    Nicola Procaccini, salah seorang anggota parlemen dari pemerintahan sayap kanan mengatakan, “Tidak mungkin mempertahankan migrasi besar-besaran.”

    “Itu mustahil,” kata Procaccini.

    “Kami bisa menjamin kehidupan aman bagi perempuan yang benar-benar dalam bahaya, tapi tidak untuk semuanya.”

    Peneliti di lembaga riset konservatif, Policy Exchange, Rakib Ehsan, menambahkan, “Pemerintah kami harus tegas.”

    “Prioritasnya adalah perempuan dan anak perempuan yang berada dalam risiko langsung di wilayah terdampak konflik, di mana pemerkosaan digunakan sebagai senjata perang.”

    Ehsan menilai, prioritas itu belum berjalan secara konsisten.

    Meski mengaku berempati terhadap perempuan yang menempuh rute berbahaya menuju Eropa, ia berdalih, “kuncinya adalah belas kasih yang masih terkontrol.”

    AFP via Getty ImagesSeorang imigran perempuan bersama anaknya dari Republik Kongo tiba di Bugarama, Rwanda, 5 Desember lalu, dalam proses pencarian suaka.

    Sejumlah perempuan dari negara-negara yang dikategorikan aman mengatakan, mendapat kehidupan yang baik di kampung halaman adalah hal mustahli.

    Mereka berkata, kekerasan berbasis gender masih terjadi.

    Hal itu yang dialami Nina, perempuan 28 tahun dari Kosovo.

    “Orang-orang berpikir semuanya baik-baik saja di Kosovo, padahal tidak,” kata Nina.

    “Situasinya sangat buruk bagi perempuan.”

    Nina mengaku bahwa ia dan adiknya mengalami kekerasan seksual oleh pacar masing-masing yang kemudian memaksa mereka masuk ke prostitusi.

    Laporan OSCE pada 2019 menunjukkan 54% perempuan di Kosovo pernah mengalami kekerasan psikologis, fisik, atau seksual dari pasangan intim sejak usia 15 tahun.

    Corbis via Getty ImagesSebuah keluarga di Vietnam melarikan diri dari Perang Vietnam pada 7 September 1965. Foto ini memenangkan anugerah foto terbaik versi Pulitzer karena menunjukkan kengerian perang yang memicu gelombang pengungsian.

    Berdasarkan Konvensi Istanbul dari Dewan Eropa, perempuan yang menghadapi penganiayaan berbasis gender sebenarnya berhak mendapat suaka.

    Ini kemudian diperkuat oleh pengadilan tertinggi Uni Eropa tahun lalu.

    Konvensi ini mendefinisikan kekerasan berbasis gender sebagai kekerasan psikologis, fisik, dan seksual, termasuk mutilasi genital perempuan (FGM).

    Penerapan konvensi ini masih belum berlaku seragam di banyak negara, menurut sejumlah kelompok advokasi.

    “Banyak petugas suaka di lapangan adalah laki-laki yang tidak cukup terlatih menangani isu sensitif seperti FGM, baik secara medis maupun psikologis,” ujar Marianne Nguena Kana, Direktur End FGM European Network.

    Alhasil, menurut Nguena Kana, banyak perempuan yang kemudian mendapat penolakan suaka yang berhulu pada asumsi keliru bahwa mereka tidak lagi berisiko karena pernah menjalani FGM.

    “Kami pernah mendengar hakim mengatakan: ‘kamu sudah dimutilasi, jadi tidak berbahaya kembali ke negara asalmu. Mereka tidak bisa melakukannya lagi’,” kata Nguena Kana, mengisahkan kekeliruan pemahaman tersebut.

    Corbis via Getty ImagesSeorang imigran perempuan di New York, Amerika Serikat, berteriak agar personel Penegakan Imigrasi dan Bea Cukai (ICE) tak menangkapnya pada Juni 2025. Perempuan ini memiliki anak berumur 15 tahun yang berpotensi sebatang kara jika dia ditangkap.

    Dalam kasus kekerasan seksual, proses pembuktian memang seringkali jauh lebih sulit, kata Carenza Arnold dari lembaga Women for Refugee Women yang berbasis di Inggris.

    Kekerasan semacam ini tidak selalu meninggalkan jejak fisik seperti penyiksaan.Hal ini diperparah oleh perasaan tabu dan sensitivitas budaya yang membuat perempuan semakin berat untuk menceritakannya.

    “Perempuan sering didorong untuk menyelesaikan proses dengan cepat,” kata Arnold.

    “[Tapi] tidak mungkin mereka mampu mengungkapkan kekerasan seksual yang dialami kepada petugas imigrasi yang notabene baru saja mereka temui.”

    Menurut Organisasi Internasional untuk Migrasi, banyak kekerasan yang dialami perempuan terjadi selama perjalanan.

    “Perempuan biasanya melarikan diri dari kekerasan seksual oleh pasangan mereka di negara asal, tapi di perjalanan mereka malah kembali mengalaminya,” kata Ugochi Daniels.

    Itulah yang menimpa Nina dan adiknya.

    Setelah kabur dari pasangan yang abusif di Kosovo, mereka memulai perjalanan menuju Italia.

    Bepergian bersama sekelompok perempuan lain, mereka menyeberangi hutan-hutan di Eropa Timur untuk menghindari aparat.

    Namun, pada momen itulah para migran laki-laki dan penyelundup menyerang kelompok mereka.

    “Meski kami sudah jauh di pegunungan, dalam gelap, suara teriakan mereka tetap terdengar,” kenang Nina.

    “Para pria itu datang membawa senter, menyorot wajah kami, memilih siapa yang mereka mau, lalu membawa perempuan yang mereka pilih itu lebih jauh ke dalam hutan.”

    Dalam keadaan seperti itu, Nina mengaku, “Saya mendengar adik saya menangis, memohon pertolongan.”

    Nina dan adiknya mengatakan kepada otoritas Italia bahwa mereka akan dibunuh oleh mantan pacar masing-masing jika kembali ke Kosovo

    Mereka pun akhirnya diberi suaka.

    Lain lagi kisah Esther yang mengaku perjuangannya untuk mendapat status pengungsi lebih panjang dan berliku.

    Ia pertama kali mengajukan suaka kepada Pemerintah Italia pada 2016.

    Setelah menunggu lama tanpa kejelasan, ia pindah ke Prancis lalu Jerman.

    Permohonan kepada dua negara ini ditolak karena aturan Uni Eropa mensyaratkan pencari suaka harus mengajukan permohonan di negara pertama tempat mereka masuk..

    Esther akhirnya mendapat status pengungsi dari Italia pada 2019.

    Lalu, apakah ia berbahagia?

    Satu dekade berselang usai meninggalkan Nigeria, Esther mengaku masih bertanya-tanya apakah kehidupan baru ini sepadan dengan seluruh penderitaan yang telah dilaluinya.

    “Saya bahkan tidak tahu lagi alasan saya datang ke tempat ini,” pungkas Esther.

    (ita/ita)

  • Polisi Bongkar Prostitusi Gadis di Bawah Umur di Jakarta Utara
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        1 Desember 2025

    Polisi Bongkar Prostitusi Gadis di Bawah Umur di Jakarta Utara Megapolitan 1 Desember 2025

    Polisi Bongkar Prostitusi Gadis di Bawah Umur di Jakarta Utara
    Penulis

    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Polres Pelabuhan Tanjung Priok menangkap seorang pria berinisial A alias IR (21) yang diduga rutin menjual gadis di bawah umur kepada pria hidung belang di hotel kawasan Tanjung Priok, pada Senin (24/11/2025).
    Kepala Satuan (Kasat) Reskrim Polres Pelabuhan
    Tanjung Priok
    , AKP IGNP Krisnha Narayana mengatakan bahwa pengungkapan
    prostitusi
    gadis di bawah umur ini dilakukan berawal dari informasi dari masyarakat.
    “Pengungkapan berawal dari informasi masyarakat mengenai aktivitas seorang pria yang diduga rutin mengantarkan pekerja seks di kawasan Sunter, Kecamatan Tanjung Priok,” kata AKP Krisnha, dikutip dari
    Antara
    .
    AKP Krisnha menjelaskan, timnya melakukan penyelidikan dan berhasil mengidentifikasi nomor telepon pelaku yang menggunakan nama inisial A.
    Polisi kemudian melakukan komunikasi melalui aplikasi pesan dan berhasil menghubungi pelaku seolah-olah melakukan pemesanan jasa dengan tarif Rp 1,5 juta.
    Setelah terjadi kesepakatan, seorang perempuan berinisial AI (16) datang ke lobi hotel yang telah ditentukan, diantar oleh dua pria berinisial A alias IR dan LWY.
    IR bertugas sebagai pengantar wanita pekerja seks komersial (PSK) di bawah umur tersebut.
    AI selanjutnya masuk ke kamar hotel untuk menemui pemesan, sementara polisi menyamar memberikan uang Rp 300.000 kepada A alias IR. Pada saat itulah polisi menangkap pelaku.
    Pelaku A alias IR mengaku mendapatkan AI, korban di bawah umur, dari pria inisial LWY (28) yang merupakan mantan resepsionis salah satu hotel di kawasan Mangga Besar.
    Dari setiap transaksi senilai Rp 1,5 juta, IR mengaku mendapat keuntungan Rp 900.000 untuk sekali transaksi “
    short time
    ”.
    Polisi telah menyita dua unit telepon genggam, uang tunai Rp 300.000, satu alat kontrasepsi, serta bukti transfer dan pemesanan hotel.
    “Sementara pelaku A alias IR dijerat tindak pidana mengambil keuntungan dari perbuatan cabul atau prostitusi yang melibatkan korban anak di bawah umur,” tambah AKP Krisnha.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Azhar Kahfi: Surabaya Butuh Pengawasan Siber untuk Atasi Prostitusi Online

    Azhar Kahfi: Surabaya Butuh Pengawasan Siber untuk Atasi Prostitusi Online

    Surabaya (beritajatim.com) – Anggota Komisi A DPRD Surabaya, Azhar Kahfi menilai Surabaya sudah memasuki tahap di mana penegakan ketertiban tidak bisa lagi bertumpu pada pola lama. Dia mengatakan dinamika prostitusi terselubung yang kini banyak bergerak melalui aplikasi digital menuntut model pengawasan baru yang lebih modern.

    “Surabaya ini sudah smart city, maka keamanannya juga harus mengimbangi dengan pendekatan yang lebih cerdas,” kata Kahfi di DPRD Surabaya, Rabu (25/11/2025).

    Dia menjelaskan praktik prostitusi online melalui aplikasi seperti MiChat, Telegram, dan platform serupa membuat pola razia manual tidak lagi efektif jika tanpa basis data. Aktivitas itu, kata dia, sering kali tidak terlihat secara fisik, tetapi sangat hidup di dunia digital sehingga perlu dipantau dengan kemampuan siber.

    “Banyak aktivitas yang tidak terlihat di permukaan, tapi sangat aktif di dunia digital. Satpol PP perlu punya tim yang bisa membaca pola itu,” ujar legislator Gerindra ini.

    Kahfi menyebut Satpol PP memiliki ruang untuk membentuk unit pemantauan siber tanpa menabrak kewenangan kepolisian. Dia mengatakan fungsi unit ini tetap berada pada koridor penegakan Perda, termasuk mengumpulkan bukti awal dan memetakan titik rawan agar operasi lebih terarah.

    “Tim ini tidak melakukan penyidikan, tapi mengumpulkan bukti awal dan mendukung operasi lapangan sehingga penindakan bisa lebih presisi,” tutur Kahfi.

    Dia juga menegaskan maraknya kos-kosan atau apartemen yang berubah fungsi menjadi tempat short-time dan memfasilitasi transaksi dari aplikasi online perlu ditindak lebih tegas. Menurutnya, pemilik yang membiarkan praktik semacam itu harus diberikan sanksi administratif.

    “Kos-kosan berubah jadi hotel short-time? Pemiliknya harus tanggung jawab. Terbukti membiarkan, cabut izin usahanya,” tegas Kahfi.

    Kahfi mengatakan penegakan tidak bisa lagi bersifat reaktif atau menunggu laporan masyarakat. Dia meminta Pemkot bergerak proaktif dengan memanfaatkan teknologi yang sudah tersedia agar pengawasan berjalan lebih efektif.

    “Tidak lagi nunggu laporan atau nunggu viral. Kalau sudah terdata dan terlihat pola pelanggarannya, ya langsung tindak,” kata mantan aktivis ini.

    Dia melihat Surabaya sudah memiliki infrastruktur digital yang lengkap, mulai dari Command Center 112, CCTV analytic, hingga integrasi data perizinan hotel dan kos. Hal ini menurutnya menjadi modal kuat untuk memperkuat pengawasan prostitusi terselubung di ruang publik maupun ruang privat berbayar. “Kita sudah punya modal teknologi, tinggal bagaimana itu dioptimalkan untuk menjaga kota dari praktik seperti ini,” kata dia.

    Menurut Kahfi, kota besar seperti Surabaya harus terus memperbarui sistem penegakan agar tidak tertinggal dari pola pelanggaran yang berkembang cepat. Dia berharap pembentukan unit pemantauan siber di Satpol PP dapat menjadi bagian dari penguatan smart city di sektor keamanan. “Kalau pola pelanggarannya berkembang, maka penegakannya juga harus ikut berkembang. Ini soal menjaga kota tetap aman dan tertib,” pungkas Kahfi. [asg/kun]

  • Dolly Diduga Marak Prostitusi Terselubung, Warga: Dibawa Mantan Germo

    Dolly Diduga Marak Prostitusi Terselubung, Warga: Dibawa Mantan Germo

    Surabaya (beritajatim.com) – Warga Jalan Kupang Gunung Timur, Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Surabaya mengaku resah dengan aktivitas rumah-rumah kos yang disinyalir menjadi sarang protitusi terselubung sejak tahun 2018.

    Aktivitas itu diungkap oleh Ketua RT 005/RW012 setempat, M. Ridwan Tanro, yang mengatakan bahwa prostitusi berkedok baru itu menyebar di sebanyak 25-30 rumah kos dan dibawa oleh mayoritas mantan germo yang dulunya berasal dari Lokalisasi Dolly.

    “2014 itu sudah hilang (lokalisasi ditutup), mulai ada (prostitusi lagi) perkiraan 2018-2019 an. Ya sebenarnya dia (germo) ini agak ancek-ancek eri (menapak di duri). Jadi dia memang sudah pakai HP,” terang Ridwan ditemui, Selasa (25/11/2025).

    Ridwan mengaku, sejak tahun 2018 sebelum dirinya menjabat RT yang kedua kalinya di 2021, ia sering melihat pasangan muda-mudi yang keluar masuk kos sampai saat ini. Dan sudah sering memberikan peringatan, karena khawatir akan memberikan pengaruh buruk bagi anak-anak di lingkungannya.

    “Warga terganggu, memang terganggu. Terganggunya itu kayak dampaknya ke anak-anak itu tadi,” jelas Ridwan, yang sudah menjabat RT dua kali, di 2014 dan kembali menjabat tahun 2021 itu.

    Dari situ, Ridwan berharap Pemerintah Kota (pemkot) Surabaya dapat menindak tegas dugaan prostitusi terselubung di kampungnya tersebut. Ia bilang kalau Dolly hidup lagi dengan prostitusi ini, maka perjuangannya dulu saat turut membantu Dolly tutup hingga dirinya dipukuli orang akan terasa sia-sia.

    “Dioperasi Yustisi ta yok opo (atau bagaimana) entah itu seminggu atau sebulan sekali. Yang utama ya gerak seminggu sekali. Karena kalau dibebaskan seperti ini jadinya mereka merasa aman. Soalnya itu rumah-rumah asetnya mereka,” tutupnya. (rma/ian)

  • Rumah Kos di Dolly Surabaya Disinyalir Jadi Sarang Prostitusi Terselubung

    Rumah Kos di Dolly Surabaya Disinyalir Jadi Sarang Prostitusi Terselubung

    Surabaya (beritajatim.com) – Praktik prostitusi terselubung disinyalir kembali marak di kawasan Eks Lokalisasi Dolly, Surabaya, tepatnya di deretan rumah kos yang menjamur di Jalan Kupang Gunung Timur, Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan. Aktivitas mencurigakan yang terjadi di sejumlah rumah kos ini memicu keresahan warga karena dianggap semakin terbuka dan sulit dikendalikan.

    Ketua RT005 RW012 Putat Jaya, M. Ridwan Tanro, mengungkapkan bahwa hampir 90 persen rumah kos di wilayahnya terindikasi membuka praktik prostitusi tersembunyi. Dari 25 sampai 30 rumah kos yang berada di gang tersebut, banyak di antaranya menyediakan jasa menginap singkat dengan keberadaan Pekerja Seks Komersial (PSK) yang tinggal sebagai penghuni.

    “Hampir semua, satu deret gang ini (terindikasi prostitusi terselubung),” ujar Ridwan saat ditemui pada Selasa (25/11/2025).

    Ridwan menuturkan sudah berkali-kali memberikan peringatan kepada tamu maupun pemilik kos agar tidak melakukan praktik semacam itu. Ia bahkan mengaku telah melaporkan temuan tersebut kepada lurah dan camat setempat, tetapi tidak ada langkah penanganan yang diambil pemerintah.

    “Semua saya lapori, ke Pak Lurah, Pak Camat. Saya lapori semua tapi tidak ada tindakan,” jelasnya.

    Ridwan sendiri telah menjabat sebagai ketua RT dua periode, yakni pada 2014 dan kembali terpilih pada 2021. Menurut ceritanya, fenomena prostitusi terselubung di kawasan Eks Dolly mulai kembali terlihat sejak 2018.

    Setelah penutupan lokalisasi Dolly pada 2014—yang saat itu dikenal dengan sebutan “akuarium”—beberapa mantan germo diduga kembali dan membuka usaha rumah kos sebagai kedok bisnis baru.

    “Ya memang bukanya diem-diem. Memang jadi kayak yang germo-germo dulu yang punya (lokalisasi) dia kembali lagi. Lewat usaha rumah-rumah kos-kosan,” ungkap Ridwan.

    Merasa pemerintah tutup mata terhadap kondisi tersebut, Ridwan memilih melakukan aksi protes dengan memasang spanduk di sudut gang Dolly. Namun spanduk itu sering hilang, diduga diambil oleh pihak-pihak yang tidak senang dengan sikapnya.

    Ia mengaku jengah melihat kondisi yang menurutnya semakin meresahkan, terlebih karena muncul dugaan adanya keterlibatan anak di bawah umur.

    “Paling miris, mereka itu ada yang pelajar dan anak kecil–anak kecil begitu. Mereka memfasilitasi yang di bawah umur, dan entah saya kurang tahu aktivitasnya di dalam seperti apa, uang pasti ketika dia sudah masuk kamar situ, ya sudah pastinya ya gitu,” tutup Ridwan. [rma/beq]

  • Pemkot Surabaya Evalusai Lambatnya Ekonomi Dolly, Akan Libatkan Anak Muda

    Pemkot Surabaya Evalusai Lambatnya Ekonomi Dolly, Akan Libatkan Anak Muda

    Surabaya (beritajatim.com) – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, berencana melakukan evaluasi menyeluruh terhadap fenomena melambatnya ekonomi dan mati surinya sejumlah Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) milik warga di kawasan eks-lokalisasi Dolly.

    Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menegaskan bahwa Dinas Koperasi akan segera ditugaskan untuk menganalisis dan mengevaluasi kendala di Dolly, guna merumuskan solusi yang tepat.

    “Kita lihat. Apakah itu faktornya karena tempat, atau faktornya karena pembeli? Maka kita harus melakukan evaluasi,” ungkap Eri, Senin (24/11/2025).

    Menurut Eri, setelah hasil analisa keluar, Pemkot akan mendorong keterlibatan generasi muda, khususnya Karang Taruna, bertujuan untuk menghidupkan dan menjaga ekosistem ekonomi sekaligus wisata edukasi di Dolly yang selama ini terkesan mati.

    “Karang Taruna, anak-anak muda, maka dia akan menempati tempat-tempat yang ada di Dolly,” ujar Eri

    Dia menambahkan, berdasarkan hasil evaluasi dan keterlibatan kaum muda, kawasan ekonomi Dolly ini kemungkinan akan mengalami perubahan, mengikuti apa yang sedang diminati pasar dan menjadi tren.

    “Saya sudah menyampaikan, kalau ini sudah sepi, maka ubah itu (harus diubah). Mungkin yang sedang ramai saat ini pakaian (fashion), ataupun makanan, maka itu lah yang akan dijual,” jelasnya.

    Keterlibatan anak muda dan Karang Taruna ini, lanjut Eri, juga sejalan dengan program intervensi Gen Z pada tahun 2026, yaitu pemberian dana Rp5 juta setiap bulan di setiap RW.

    “Program anak-anak muda, Gen Z, salah satunya untuk menggerakkan wisata-wisata edukasi yang ada di tempatnya masing-masing, sehingga pergerakannya dilakukan oleh para pemuda yang ada di Surabaya,” tutup Eri.

    Diberitakan sebelumnya, kawasan eks lokalisasi Dolly yang ada di Putat Jaya Timur, Kecamatan Sawahan, Kota Surabaya kembali menjadi sorotan, setelah polisi menemukan adanya praktek prostitusi di wilayah tersebut.

    Dolly yang telah lama ditutup sejak era Wali Kota Tri Rismaharini (Bu Risma), tahun 2014 itu kemudian bertransformasi di-ubah jadi kawasan penunjang ekonomi warga, banyak sentra UMKM didirikan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) saat itu, serta; ada penambahan berbagai fasilitas umum (fasum).

    Namun, setelah 11 tahun berjalan geliat UMKM di kawasan Dolly kini tertunduk lesu, bahkan banyak UMKM yang tutup. Warga berharap ada perhatian pemerintah.

    Pasar Burung dan Batu Akik contohnya, fasum yang dulunya ramai kini terpantau sepi aktivitas, ruang kios yang dulu sesak terisi saat ini berubah sunyi, akibat ‘seretnya’ pundi-pundi ekonomi di kawasan Dolly.

    Sepinya perekonomian di Dolly itu dikuatkan oleh pengakuan seorang warga pengusaha tempe. Dia bernama Jarwo, yang menamai usahanya ‘Tempe Bang Jarwo’.

    “Kita produksi tempe sehari bisa 25 kilogram (kg) kedelai pada tahun lalu, tetapi sekarang hanya 15 kilogram (merosot),” ungkap Jarwo, Rabu (19/11/2025).

    Jarwo menceritakan, bahwa selain geliat UMKM yang redup, kegiatan kampung wisata Dolly saat ini mengalami kondisi mati suri. Padahal wisata edukasi yang dulu ramai, sangat membantu dalam menggerakkan perekonomian warga Dolly.

    “Dulunya mereka (warga) terbantu dengan wisata itu, sehingga UMKM-UMKM saat itu juga bisa ikut bergerak,” urainya.

    Kampung wisata Dolly pada masa jayanya dahulu menawarkan beragam trip wisatawan untuk lebih mengenal sentra UMKM hingga banyak penwaran kegiatan workshop dan pelatihan membuat suatu produk.

    “Mau mengadakan trip lagi, tapi tempat oleh-oleh sekarang sudah gak ada. Misalnya, UKM Samijali sekarang juga sudah gak produksi, lalu Kampung Orumy juga sekarang gak produksi,” papar Jarwo.

    Menghadapi kondisi yang semakin hari semakin sulit untuk bertahan, Jarwo mengaku sempat dia melepas jabatan sebagai Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) di tahun 2023 karena merasa tidak ada dukungan.

    “Saya Ketua Pokdarwis mengundurkan diri pada dua tahun lalu, karena capek, kok (rasanya) tidak ada support dari teman-teman,” tutur pengusaha tempe itu.

    “Dari pemerintah ya rasa-rasanya kurang adanya pendampingan,” imbuhnya.

    Oleh karena itu, Jarwo kini hanya menginginkan dapurnya tetap mengepulkan asap, dengan cara dirinya fokus terhadap usaha tempe yang dijalaninya, meskipun hasilnya begitu-begitu saja. (rma/ted)

  • Legislator minta Satpol PP tindak tegas prostitusi di Gang Royal

    Legislator minta Satpol PP tindak tegas prostitusi di Gang Royal

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta Kevin Wu meminta kepada Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) agar menindak tegas serta menutup permanen tempat prostitusi di Gang Royal, Jakarta Barat, karena meresahkan masyarakat.

    “Apa yang terjadi di Gang Royal sudah jelas-jelas merupakan pelanggaran hukum,” kata Kevin di Jakarta, Jumat.

    Menurut dia, berdasarkan informasi yang diperoleh, prostitusi masih berlangsung di sekitar Gang Royal, padahal kegiatan tersebut sebelumnya sudah berkali-kali ditertibkan oleh Satpol PP.

    Dia menegaskan prostitusi tersebut merupakan bentuk pelanggaran terhadap hukum yang berlaku di Jakarta.

    “Mengacu kepada Perda (Peraturan Daerah) Nomor 8/2007 tentang Ketertiban Umum, setiap orang dilarang untuk melakukan kegiatan seks komersial di Jakarta ini,” ujar Kevin.

    Dalam Pasal 42 nomor (2) Perda Nomor 8/2007 tentang Ketertiban Umum, disebutkan setiap orang dilarang menjadi penjaja seks komersial, memfasilitasi orang lain untuk menjadi penjaja seks komersial, dan memakai jasa tersebut.

    Oleh sebab itu, Kevin menyayangkan apabila sampai dengan hari ini, masih ditemukan pihak-pihak yang melakukan kegiatan terlarang itu.

    Padahal, sambung dia, Jakarta pernah memiliki rekam jejak yang baik dalam menangani permasalahan sosial tersebut, salah satunya dengan pembongkaran tempat lokalisasi di wilayah Kalijodo.

    Dia pun menilai aktivitas terlarang itu menjadi gangguan bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Selain itu, keberadaannya juga berpotensi menjadi sumber kemunculan dari penyakit berbahaya yang dapat menjangkiti masyarakat secara luas.

    “Keberadaan prostitusi seperti yang ditemukan di Gang Royal ini mengganggu ketertiban masyarakat dan berpotensi menciptakan pelbagai masalah sosial. Kemudian, tidak menutup kemungkinan oleh karena aktivitas di dalamnya, maka penyakit yang berbahaya bisa menyebar dan menjadi wabah di tengah-tengah masyarakat,” tutur Kevin.

    Lebih lanjut, dia meminta agar Satpol PP DKI segera menindak serta menutup tempat prostitusi tersebut secara permanen.

    Dia juga mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta agar melakukan pembinaan terhadap para pelaku seks komersial sehingga dapat mencari penghidupan dengan cara yang lain.

    “Satpol PP harus masuk kembali dan tegas melakukan penutupan terhadap lokasi prostitusi di Gang Royal tersebut. Kemudian, Pemprov DKI juga harus memastikan bahwa aktivitas prostitusi seperti itu tidak terulang kembali di sana,” tegas Kevin.

    Pada saat yang bersamaan, Pemprov DKI juga dinilai perlu melakukan pembinaan. Dia mengungkapkan harus ada upaya serius untuk membuat masyarakat benar-benar menjauh aktivitas terlarang itu dengan menggelar beragam pelatihan kerja.

    “Harapannya, setelah itu, para pelaku tidak kembali ke pekerjaan lamanya karena bisa mendapatkan sumber pencaharian yang lebih baik,” imbuh Kevin.

    Pewarta: Khaerul Izan
    Editor: Rr. Cornea Khairany
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • DKI kemarin, audit usia pohon hingga tingkatkan wisata kebugaran

    DKI kemarin, audit usia pohon hingga tingkatkan wisata kebugaran

    Jakarta (ANTARA) – Sejumlah peristiwa penting dan menarik terjadi di Jakarta pada Kamis (20/11) antara lain Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) mendesak Dinas Pertamanan dan Hutan Kota (Distamhut) DKI Jakarta untuk mengaudit usia pohon hingga peningkatan wisata kebugaran (wellness tourism) untuk mewujudkan ambisi masuk ke dalam Indeks Kota Bahagia (Happy City Index) pada 2027.

    Berikut lima pemberitaan DKI Jakarta kemarin yang masih dapat dinikmati para pembaca untuk mengawali pagi hari ini:

    Distamhut DKI didesak audit usia pohon untuk antisipasi tumbang

    Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) mendesak Dinas Pertamanan dan Hutan Kota (Distamhut) DKI Jakarta untuk mengaudit usia pohon sebagai langkah antisipasi tumbang agar tidak merugikan masyarakat maupun fasilitas yang ada.

    “Dinas Pertamanan DKI Jakarta seharusnya melakukan audit terhadap usia pohon di Jakarta, maupun yang sekiranya rawan tumbang,” kata Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI) Tulus Abadi saat dihubungi di Jakarta, Kamis.

    Berita selengkapnya klik di sini

    Jaksel tangani 453.725 kasus ISPA hingga Oktober 2025

    Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) Kota Administrasi Jakarta Selatan telah menangani sebanyak 453.725 kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) sejak Januari hingga Oktober 2025.

    “Sejak awal tahun hingga Oktober 2025, total kasus ISPA mencapai lebih dari 453 ribu,” kata Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan Yudi Dimyati saat dihubungi di Jakarta, Kamis.

    Berita selengkapnya klik di sini

    Rawan prostitusi gay, Taman Daan Mogot KM 12 dipasangi 10 lampu PJU

    Suku Dinas Bina Marga Jakarta Barat (Jakbar) memasang 10 lampu Penerang Jalan Umum (PJU) di Taman Daan Mogot KM 12, Jalan Daan Mogot, Cengkareng, Jakarta Barat, pada Kamis malam, imbas lokasi tersebut rawan prostitusi gay.

    Kepala Seksi Prasarana dan Sarana Utilitas Kota dan Penerangan Jalan Umum (PSUK-PJU) Sudin Bina Marga Jakbar Abdul Jabbar mengatakan pihaknya mengerahkan 10 personel dan saru mobil skylift untuk memasang 10 lampu PJU tersebut.

    Berita selengkapnya klik di sini

    Pramono bantah isu petugas Ragunan bawa pulang pakan harimau

    Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo membantah isu adanya petugas Taman Margasatwa Ragunan yang diduga membawa pulang pakan harimau.

    “Jadi yang diviralkan bahwa seakan-akan pakannya itu dibawa pulang ke rumah, nggak benar. Sekali lagi nggak benar,” tegas Pramono usai meninjau langsung harimau di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan, Kamis.

    Berita selengkapnya klik di sini

    DKI tingkatkan wisata kebugaran untuk wujudkan kota bahagia

    Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meningkatkan wisata kebugaran (wellness tourism) untuk mewujudkan ambisi masuk ke dalam Indeks Kota Bahagia (Happy City Index) pada 2027.

    “Kami terus mendorong terwujudnya tekad besar untuk membuat Jakarta masuk dalam ‘Happy City Index’ 2027,” ujar Wakil Gubernur DKI Jakarta, Rano Karno di Jakarta Selatan, Kamis.

    Berita selengkapnya klik di sini

    Pewarta: Ilham Kausar
    Editor: Risbiani Fardaniah
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kasus DE di Eks Dolly: Remaja 16 Tahun Dibina, Dites HIV, dan Disekolahkan Lagi

    Kasus DE di Eks Dolly: Remaja 16 Tahun Dibina, Dites HIV, dan Disekolahkan Lagi

    Surabaya (beritajatim.com) – Seorang Pekerja Seks Komersial (PSK) di bawah umur berinisial DE, yang diamankan polisi dari bekas Lokalisasi Dolly, Putat Jaya Timur, Surabaya pada Sabtu (15/11), kini mendapat penanganan psikologis dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kota Surabaya.

    Kepala DP3APPKB Kota Surabaya, Ida Widyawati, mengatakan penanganan psikologis terhadap DE, 16 tahun, berfungsi sebagai penguat mental bagi dia sekaligus memberikan edukasi bahwa prostitusi memiliki dampak buruk bagi kesehatan.

    “Anaknya (DE, 16 tahun) masih di shelter kami. Kita melakukan pendampingan psikologis dan mengedukasi bahwa yang dilakukan itu efeknya sangat berbahaya,” terang Ida Widyawati, Kamis (20/11/2025).

    Ida menyampaikan, DE saat ini masih berada di shelter dengan pendampingan intensif petugas. DP3APPKB Kota Surabaya juga telah melakukan pemeriksaan HIV/AIDS dengan hasil keseluruhan negatif.

    “Kita teskan HIV, alhamdulillah hasilnya negatif. Terus tetap kita mendampingi secara psikologis untuk mengembalikan kepercayaan dirinya,” kata Ida.

    Selain melakukan pendampingan psikis dan kesehatan terhadap DE, Ida menambahkan, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya juga akan kembali memfasilitasi kewajiban belajar DE, yang terputus di jenjang sekolah dasar (SD).

    “Jadi sayang dia SD pun enggak selesai. Ini maksudnya (disekolahkan) dengan kejar paket karena usianya sudah lewat banget,” ucap Kepala DP3APPKB Kota Surabaya, Ida Widyawati. (rma/kun)