Kasus: PHK

  • Dampak Berganda PPN 12%, dari PHK hingga Daya Beli Melorot

    Dampak Berganda PPN 12%, dari PHK hingga Daya Beli Melorot

    Bisnis.com, JAKARTA – Kenaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% dikhawatirkan memberi efek berganda mulai dari penurunan daya beli masyarakat hingga pemutusan hubungan kerja (PHK). 

    Direktur Eksekutif Core Indonesia Mohammad Faisal mengatakan kenaikan PPN menjadi 12% akan menambah beban biaya produksi yang berpotensi akan menekan industri manufaktur lebih dalam. 

    Mirisnya, lanjut dia, jika kembali ada tambahan beban dari sisi biaya produksi, maka akan mengurangi tingkat profitabilitas dan akan bisa mendorong kontraksi lebih panjang. Terlebih, tarif PPN 12% ini juga dikenakan dari sisi konsumen, bukan hanya industri.

    Menurutnya, jika konsumen mengurangi tingkat konsumsi, maka akan berpengaruh ke industri. Ini artinya, selain adanya peningkatan biaya produksi, para pelaku industri juga dibebankan dengan minimnya permintaan barang dari kelas menengah.

    Selain itu, Faisal menuturkan efek lain dari tarif PPN 12% juga berpotensi memicu penambahan gelombang PHK di Tanah Air. 

    Dia menyebut salah satu pendorong PHK lantaran industri mengalami tekanan dari sisi penjualan maupun keuntungan, dan bukan hanya imbas dari lonjakan biaya produksi semata.

    Berdasarkan catatan Bisnis, sebanyak 64.751 karyawan di Indonesia terkena gelombang PHK per 18 November 2024. 

    Adapun wilayah penyumbang PHK tertinggi berasal dari DKI Jakarta sebanyak 14.501 tenaga kerja yang ter-PHK. Wilayah ini berkontribusi sebesar 22,4% dari 64.751 karyawan yang ter-PHK. Mengekor Jawa Tengah dengan tenaga kerja yang ter-PHK mencapai 12.492 dan 10.992 tenaga kerja Banten di-PHK.

    Data Kemnaker kembali menunjukkan, ada tiga sektor PHK tertinggi antara lain pengolahan sebanyak 28.336 tenaga kerja, aktivitas jasa lainnya 15.629 tenaga kerja, dan perdagangan besar dan eceran sebanyak 8.543 tenaga kerja.

    Aktivitas pekerja manufakturPerbesar

    Faisal menyebut efek domino yang ditimbulkan dari PPN 12% mengharuskan pemerintah mempertimbangkan kembali pemberlakuan PPN 12% pada awal tahun depan. “Yang terbaik adalah menunda kenaikan PPN 12% dan menambah insentif afirmatif di sektor yang rentan,” kata Faisal kepada Bisnis, Selasa (19/11/2024).

    Faisal menilai, akan lebih bijak jika pemerintah memberlakukan PPN 12% setelah terjadinya peningkatan daya beli atau konsumsi. Mengingat saat ini jumlah penduduk yang tergolong kelas menengah turun kasta menjadi 4,78 juta jiwa pada 2024.

    Namun, daya beli bisa kembali menguat juga tergantung dari kebijakan pemerintah. Dia menjelaskan, saat daya beli sedang melemah dan pemerintah mengenakan kebijakan yang memberatkan masyarakat, maka pemulihannya bakal lebih sulit.

    “Jadi kebijakan untuk mendorong konsumsinya yang harus diprioritaskan untuk bisa membalikkan kondisi. Dan ketika sudah kuat, baru ada peningkatan tarif PPN,” terangnya.

    Kaji

    Sementara itu Pemerintah akan melihat kembali soal kebijakan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% pada 1 Januari 2025, khususnya bagi komoditas pangan.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa kenaikan PPN 12% pada awal tahun depan sudah menjadi amanat dari Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP yang diteken 2021 lalu.

    Kemudian, Airlangga menjelaskan bahwa dalam UU tersebut, pemerintah sudah membedakan PPN bagi sektor tertentu yang akan ditanggung negara dan dikecualikan.

    “Kemudian akan ada sektor tertentu yang PPN-nya artinya ada yang ditanggung pemerintah, dan ada yang dikecualikan. Tentu nanti kita lihat, terutama bagi komoditas pangan,” ujarnya ketika ditemui di Hotel Hilton Copacabana, Rio de Janeiro, Brasil, Selasa (19/11/2024).

    Airlangga menyebut pemerintah pun menyiapkan berbagai perangkat kebijakan yang ada untuk bersiap menghadapi dampak kenaikan PPN tersebut terhadap masyarakat.

    “Ya itu kan ada beberapa tools lagi yang bisa didorong,” paparnya.

    Airlangga HartartoPerbesar

    Drone Empirit

    Rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% menuai reaksi negatif dari para warganet.

    Hal tersebut terungkap dalam laporan dari Drone Emprit yang diunggah pada akun X resminya, @DroneEmpritOffc pada Rabu (20/10/2024). Adapun, data yang digunakan berasal dari media sosial X, Facebook, TikTok, Instagram, dan YouTube serta pemberitaan media online pada rentang 14-20 November 2024.

    Laporan itu menyebutkan, selama periode 14-20 November 2024, isu kenaikan PPN 12% diberikan dalam 1.255 artikel dan 3.908 mentions, serta dibicarakan di media sosial sebanyak 10.548 mention.

    “Dari media sosial, isu kenaikan PPN 12% mendapat sentimen negatif sebesar 79%, dengan sentimen positif sebesar 19%, dan netral 2%. Sementara itu, dari sisi media online, isu ini mendapat sentimen negatif 25%, sentimen positif sebesar 45%, dan netral 29%,” jelas laporan tersebut.

  • Bos REI: Penjualan Rumah Terancam Anjlok Imbas PPN 12% di 2025

    Bos REI: Penjualan Rumah Terancam Anjlok Imbas PPN 12% di 2025

    Bisnis.com, JAKARTA – Dewan Pengurus Pusat (DPP) Realestate Indonesia (REI) mengungkap nasib penjualan properti di tengah rencana pemerintah kembali mengerek tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% di 2025.

    Ketua Umum REI, Joko Suranto menyebut keputusan tersebut dapat berdampak pada pelemahan penjualan properti. Dia memprediksi penjualan properti bisa turun hingga 50%. Bahkan jauh lebih buruk, dapat memantik gelombang pemutusan hubungan kerja atau PHK di sektor properti.

    “Bisa saja [tren penjualan] drop 50%. Bisa ada PHK mungkin hingga 5 juta orang. Akan muncul inflasi tambahan,” kata Joko saat ditemui di kantornya di Jakarta, Rabu (20/11/2024).

    Dia mengatakan kenaikan tarif PPN bakal memicu tren penundaan pembelian rumah oleh masyarakat mengingat besarnya kewajiban pajak yang harus dibayarkan.

    Untuk itu, pemerintah disebut perlu merumuskan mitigasi dari kebijakan tersebut. Karena bila tidak, dikhawatirkan bakal menimbulkan rasa ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

    “Dampaknya pasti satu, ada distrust kepada pemerintah, ada ketidakpercayaan dunia usaha. Ada ketidakpastian di dunia usaha. Berarti apa? Akan mendorong kelesuan, akan mendorong orang [hold] menghitung ulang, rekalkulasi. Berarti apa? Akan ada penurunan pertumbuhan ekonomi” ujarnya.

    Untuk diketahui, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan pemerintah berencana merealisasikan kenaikan PPN sebagai amanat Undang-Undang (UU) No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). 

    Sebagai pengingat, Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang (UU) No. 7/2021 menetapkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 1% atau dari 11% menjadi 12% pada 2025. Aturan ini sebelumnya juga menjadi dasar kenaikan PPN dari 10% menjadi 11% pada April 2022 lalu. 

    “Jadi kami di sini sudah dibahas dengan bapak ibu sekalian sudah ada UU-nya, kita perlu siapkan agar itu bisa dijalankan [kenaikan PPN pada 2025 jadi 12%], tapi dengan penjelasan yang baik sehingga kita tetap bisa [jalankan],” ujar Sri Mulyani dalam Raker bersama Komisi XI DPR, Rabu (13/11/2024).

  • PDIP Sindir Pemerintah Gemar Beri Bansos, tapi Naikkan PPN jadi 12%

    PDIP Sindir Pemerintah Gemar Beri Bansos, tapi Naikkan PPN jadi 12%

    Bisnis.com, JAKARTA – DPP PDI-Perjuangan (PDIP) mengkritisi langkah pemerintah yang ingin menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025. PDIP menilai kebijakan itu tidak sesuai dan merugikan rakyat Indonesia.

    Sekjen PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto mengemukakan bahwa pemerintah tengah memainkan politik bansos agar citranya naik di mata masyarakat. Menurut Hasto, pemerintah sengaja menaikan PPN hingga 12% untuk dibagikan ke masyarakat penerima bansos.

    “Mereka menerima bansos, tapi implikasinya adalah PPN mau dinaikan. Ini jelas dapat mengurangi pendapatan masyarakat. Jadi rakyat menjadi korban dari politik bansos yang dilakukan pemerintah,” tuturnya di Kantor DPP PDI-Perjuangan Jakarta, Rabu (20/11).

    Dia juga mengatakan bahwa pemerintah saat ini tidak memberikan kepastian hukum kepada para investor, sehingga investasi ke Indonesia mulai menurun.

    “Seperti investasi IKN yang jauh sekali dari apa yang dikampanyekan Jokowi karena jauh dari kepastian hukum,” katanya.

    Masalah lain dari Indonesia, menurut Hasto adalah gelombang PHK yang tidak pernah berhenti. Maka dari itu, Hasto mengimbau agar pemerintah membuat kebijakan tepat sehingga tidak merugikan rakyat.

    “PHK ini juga jadi persoalan serius untuk rakyat Indonesia, karena juga tidak ada kepastian hukum,” ujarnya.

  • ‘Bom Waktu’ Raksasa Otomotif, PHK Menanti-Kebangkrutan Mengintai

    ‘Bom Waktu’ Raksasa Otomotif, PHK Menanti-Kebangkrutan Mengintai

    Jakarta, CNBC Indonesia – Badai masih belum berhenti menghantam raksasa otomotif Jerman, Volkswagen. Perusahaan itu masih berkutat dengan pembicaraan terkait upah dengan para karyawannya dan juga berada dalam bayang penutupan 3 pabrik utama.

    Mengutip Reuters, manajemen akan memulai putaran negosiasi berikutnya dengan serikat pekerja yang mewakili sekitar 120.000 pekerja Jerman pada Kamis. Serikat pekerja menuntut kenaikan gaji sebesar 7%, sementara Volkswagen mengancam pemotongan sebesar 10%.

    Problematika dengan para pekerja sendiri merupakan salah satu hal yang paling berat dialami Volkswagen. Memo internal dewan pekerja Volkswagen menggarisbawahi biaya pekerja yang mahal, sementara perusahaan terus dihantam dengan kendaraan buatan China yang lebih murah.

    Di VW AG, anak perusahaan Jerman yang mengelola enam pabrik yang dimaksud, rasionya diperkirakan sebesar 15,8%-17,5%. Volkswagen mengatakan tidak merilis angka terpisah untuk VW AG.

    Temuan dewan pekerja ini didasarkan pada laporan tahunan yang menunjukkan pengeluaran global perusahaan untuk personel dibandingkan dengan pendapatan. Angka tersebut mencakup semua staf, dari pabrik hingga pekerja kerah putih

    “Proporsi pendapatan yang dibelanjakan untuk tenaga kerja di Volkswagen secara global telah turun dari 18,2% pada tahun 2020 menjadi 15,4% pada tahun 2023. Tetapi rasio tersebut masih melebihi BMW, Mercedes-Benz, dan Stellantis, yang menghabiskan antara 9,5% dan 11% pada tahun 2023,” menurut memo dewan pekerja yang dikutip Rabu (20/11/2024).

    Analis Stifel Daniel Schwarz mengatakan bahwa sebagian alasan perusahaan menghabiskan lebih banyak biaya untuk tenaga kerja adalah karena perusahaan membuat banyak komponen dan perangkat lunak secara internal. Namun, tekanan pada margin dari China berarti perusahaan perlu memangkas biaya tetap.

    “Merek VW telah menjadi pemimpin pasar di Eropa setiap tahun sejak 2005, mobilnya kompetitif. Masalahnya bukan produknya, tetapi biayanya,” katanya kepada Reuters.

    Jerman, tempat Volkswagen mempekerjakan hampir 45% tenaga kerjanya, memiliki biaya tenaga kerja tertinggi dari semua industri mobil penumpang di seluruh dunia, rata-rata 62 euro (Rp 1 juta) per jam

    Di sisi lain, dalam selebaran internal kepada staf, dewan pekerja menunjukkan penurunan tajam dalam pendapatan di bagian lain grup Volkswagen yakni Porsche, Audi, dan VW Financial Services, dalam sembilan bulan pertama tahun ini. Tercatat mereka dilaporkan merugi 5,5 miliar euro (Rp 92 triliun).

    (luc/luc)

  • Dicecar DPR Gegara Baju Impor China Merajalela, Mendag Jawab Begini

    Dicecar DPR Gegara Baju Impor China Merajalela, Mendag Jawab Begini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Komisi VI DPR RI melontarkan kritikan kepada Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso karena masih maraknya barang impor ilegal, khususnya tekstil, ke pasar dalam negeri. Kondisi ini dinilai memperburuk situasi industri dalam negeri, yang berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.

    Anggota Komisi VI DPR Asep Wahyuwijaya mengungkapkan hasil temuannya di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta yang dipenuhi pakaian berlabel bahasa China. Temuan ini disebutnya sebagai bukti nyata masih derasnya peredaran produk tekstil ilegal di Tanah Air.

    “Di ITC Kota Jakarta, ini bahkan di pasar tradisional, tag-nya China di mana-mana Pak. Jadi bayi kita bajunya bukan lagi produk Solo, China semua tag-nya. Memang boleh seperti itu?,” tanya Asep kepada Mendag dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR bersama Mendag hari ini, Rabu (20/11/2024).

    Kemudian, Anggota Komisi VI DPR lainnya, Darmadi Durianto mempertanyakan efektivitas kinerja Satuan Tugas (Satgas) Impor Ilegal. Ia menyoroti keberadaan satgas yang hingga kini masih aktif, tetapi tidak mampu mencegah masuknya produk tekstil ilegal ke pasar Indonesia.

    “Satgas ini berarti kan nggak efektif, Pak Menteri. Satgas belum dibubarkan kan? Artinya nggak efektif, sementara ilegal impor lain kok bisa tidak masuk. Padahal selisih harga tinggi, tekstil aja yang masuk. Apa kendala bapak dan masalahnya apa?,” ucap Darmadi.

    Senada dengan Asep dan Darmadi, Anggota Komisi VI DPR RI, Firnando H Ganinduto menyoroti dampak banjirnya impor tekstil ilegal terhadap pabrik-pabrik di daerah pemilihannya, Jawa Tengah. Katanya, banyak pabrik kecil di Dapil-nya yang mengalami penurunan penjualan akibat serbuan barang impor ilegal.

    “Sementara pabrikan tekstil yang besar, mereka mengeluhkan masalah tarif masuk di negara Amerika Serikat (AS) dan Eropa yang sangat tinggi. Itu salah satu yang menyebabkan mereka rugi, karena mereka nggak bisa ke China, ke India,” ujarnya.

    Firnando meminta pemerintah mengambil langkah nyata, termasuk memberantas impor ilegal dan memperjuangkan negosiasi tarif ekspor di pasar internasional. “Minta tolong untuk rakyat kami, dari perusahaan yang saya kenal saja, karyawannya 20.000 sampai 30.000 karyawan. Kalau bangkrut berapa ratus ribu yang di-PHK?” lanjut dia.

    DPR mendesak Kemendag untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap peredaran barang impor ilegal. Langkah ini dinilai penting untuk melindungi industri tekstil dalam negeri yang tengah terpuruk.

    Respons Mendag Budi

    Menanggapi hal itu, Mendag Budi Santoso mengatakan, untuk melindungi tekstil dan produk tekstil dari gempuran asing, Kemendag telah melakukan perlindungan melalui trade remedies, yaitu pakaian jadi dan aksesoris pakaian jadi dikenakan tindakan pengamanan berupa bea masuk.

    “Jadi bea masuk tambahan untuk tindakan pengamanan, termasuk juga untuk komoditas benang, tirai, kain, dan karpet,” kata Budi dalam Raker.

    “Ini adalah bagian dari perlindungan tekstil dan produk tekstil. Sebenarnya sosialisasi ini sedang kami lakukan juga Pak, tapi karena ekspor-impor ini kan domainnya Kemendag, jadi pasti ujungnya kita yang selalu disalahkan, artinya tumpuannya pasti ada di kita,” sambungnya.

    Kendati demikian, Budi menerima masukan dari para Anggota Komisi VI DPR RI. Ia mengakui saran dari Darmadi untuk melakukan review kebijakan memang perlu untuk dilakukan, namun tetap dilakukan secara hati-hati.

    “Jadi harus dilakukan secara mendalam, karena ini menyangkut baik sektor hulu dan hilir, kemudian juga konsumen dan sebagainya. Jadi memang buat kami tidak mudah untuk bisa mengakomodir semua kepentingan. Kami tentu harus hati-hati, jangan sampai perubahan-perubahan berikutnya itu justru membuat hal yang mungkin isu baru yang tidak bagus buat kita semua,” kata Budi.

    “Tetapi kami sepakat Pak yang tadi disampaikan Prof. Darmadi. Kalau memang (kebijakan/aturan) itu sudah tidak sesuai lagi, tentu kami akan melakukan review, tetapi semua diperlakukan melalui kajian yang mendalam,” pungkasnya.

    (dce)

  • Menaker Sebut UMP 2025 Bisa Naik Lebih dari 5 Persen, Cek Perbandingan Upah Jakarta 5 Tahun Terakhir

    Menaker Sebut UMP 2025 Bisa Naik Lebih dari 5 Persen, Cek Perbandingan Upah Jakarta 5 Tahun Terakhir

    TRIBUNJAKARTA.COM – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli bawa kabar gembira buat buruh soal kenaikan UMP 2025.

    Yassierli menyatakan, besaran upah minimum provinsi (UMP) 2025 yang akan ditetapkan dalam waktu dekat akan membahagiakan buruh dan para pekerja.

    Meski demikian, menurutnya penetapan UMP 2025 ini tidak akan membuat pengusaha (industri) khawatir.

    Hal itu disampaikan Yassierli saat ditanya soal kepastian persentase kenaikan UMP 2025.

    “Insya Allah itu (UMP 2025) membahagiakan buruh dan sekaligus juga teman-teman di industri enggak usah khawatir,” ujar Yassierli dalam sesi audiensi dengan Kompas Gramedia di Menara Kompas, Jakarta, Selasa (19/11/2024).

    Dalam audiensi tersebut, Yassierli juga mengonfirmasi kabar yang menyebut UMP 2025 bakal naik sebesar 5 persen dari UMP 2024.

    Ia menegaskan, UMP 2025 bisa saja naik lebih dari 5 persen. Meski demikian, tidak menutup kemungkinan UMP 2025 naik di bawah angka tersebut.

    Ilustrasi Gaji (Tribunnews.com)

    Pasalnya, besaran UMP yang ada saat ini bervariasi dari berbagai provinsi. Selain itu, UMP yang ada juga sebagian lebih tinggi daripada persentase KHL atau kebutuhan hidup layak.

    “Jadi kami melihat satu angka enggak bisa. Jadi kita harus memberikan range, sehingga memberikan ruang sesuai dari amar dari MK itu adalah memberikan penguatan kepada Dewan Pengupahan Provinsi untuk dia memutuskan itu. Jadi bukan satu angka,” tegasnya.

    Menanti pengumuman kenaikan UMP 2025, tidak ada salahnya untuk mengingat kembali perbandingan upah 5 tahun terakhir khususnya untuk wilayah Jakarta.

    Sekedar informasi, UMP Jakarta saat ini berada di angka Rp 5.067.381. Lantas, seperti apa perbandingannya selama 5 tahun terkahir?

    Perbandingan UMP DKI Jakarta dalam 5 Tahun Terakhir

    Berikut ini perbandingan UMP Jakarta dalam 5 tahun terakhir: 

    2024: Rp 5.067.381
    2023: Rp 4.901.798
    2022: Rp 4.641.854
    2021: Rp 4.416.186
    2020: Rp 4.267.349
    2019: Rp 3.940.973

    Buruh dan Apindo Sepatan UMP 2025 Naik Signifikan

    Dalam penjelasannya, Menaker Yassierli juga mengungkapkan, saat ini diskusi tentang rumusan UMP 2025 terus berlangsung.

    Kabar baiknya, kata dia, sudah ada kesepahaman dari serikat buruh dan pengusaha soal kenaikan UMP secara signifikan.

    Hanya saja Yassierli kembali menekankan persentase kenaikan belum dapat disampaikan.

    “Jadi good news-nya adalah sudah mulai ada kesepahaman. Dan saya katakan Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia) ataupun buruh sepakat bahwa UMP itu naik. Bahkan naiknya itu cukup signifikan,” tegasnya.

    “Berapanya belum bisa (disampaikan), karena ini masih dalam proses. Bahasa saya adalah meningkatkan penghasilan pekerja yang masih rendah dengan tetap menjaga daya saing usaha. Jadi kita harus lihat dua-duanya (sisi pekerja dan pengusaha,” jelas Yassierli.

    Ia menilai tidak ada gunanya jika upah dinaikkan menjadi tinggi tetapi setelahnya ada gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).

    Namun, jika kenaikan upah hanya terjadi sedikit, kemudian buruh mogok kerja juga bukan merupakan situasi yang baik.

    Dengan demikian, pemerintah berupaya mencari keseimbangan.

    “Tentu tidak bisa kita memuaskan semua. Tapi dengan Apindo kita sudah hampir selesai (berdiskusi). Karena kita sudah tangkap (apa yang diinginkan). Jadi concern mereka itu adalah semua sepakat bahwa upah itu boleh (naik). Jangan kita kunci terlalu rendah. Agak tinggi,” ungkap dia.

    “Karena memang ada beberapa perusahaan yang itu mampu secara finansial. Tapi harus ada sebuah mekanisme transisi bagaimana perusahaan-perusahaan yang mereka punya problem secara finansial. Dari buruh yang saat ini kita masih coba negosiasi sebenarnya karena mereka juga harus realistis tadi,” papar Yassierli.

    Ia pun menyampaikan sudah mendiskusikan perihal UMP 2025 dengan Dewan Ekonomi Nasional (DEN) dan Menko Perekonomian.

    Sehingga Yassierli berharap pada pekan ketiga November 2024 sudah ada titik terang rumusan UMP 2024.

    Setelahnya, baru rumusan penetapan UMP akan dilaporkan kepada Presiden Prabowo Subianto.

    “Habis itu kita bisa keluar dengan peraturan menteri. Rasanya sih tadi, bukan hanya membahagiakan buruh, melainkan membahagiakan dunia usaha. Itu maunya kita,” tambahnya.

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Efek Domino Kenaikan PPN 12%, Daya Beli Amblas hingga PHK
                                    
                                
                    2 jam yang lalu

    Efek Domino Kenaikan PPN 12%, Daya Beli Amblas hingga PHK 2 jam yang lalu

    Efek Domino Kenaikan PPN 12%, Daya Beli Amblas hingga PHK

    2 jam yang lalu

  • Top 5 News Bisnisindonesia.id: Waspada Penurunan Daya Beli hingga Catatan Ahli Pertambangan

    Top 5 News Bisnisindonesia.id: Waspada Penurunan Daya Beli hingga Catatan Ahli Pertambangan

    Bisnis, JAKARTA— Penurunan daya beli masyarakat berpotensi terjadi pada tahun depan seiring dengan sejumlah pungutan dana publik, termasuk kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12% mulai Januari 2025.
    Setidaknya ada 10 pungutan masyarakat yang berlaku tahun depan dan berpotensi membatasi daya beli. Sebagai implikasinya, kenaikan harga barang hingga konsumsi masyarakat yang melemah. Berita tentang potensi penurunan daya beli merupakan satu dari lima berita pilihan redaksi Bisnisindonesia.id. Simak ulasan singkat Top 5 News Bisnisindonesia.id berikut ini.

    Waspada Penurunan Daya Beli Masyarakat Saat ‘Beban’ Makin Banyak
    Tambahan 10 ‘beban’ yang bakal ditanggung masyarakat, yakni tarif PPN 12%, Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), BPJS Kesehatan, uang kuliah tunggal (UKT) mahasiswa, dan tarif cukai berpeluang untuk naik pada tahun depan. Pemerintah juga mewacanakan pengenaan third party liability (TPL) untuk asuransi wajib kendaraan bermotor, Pajak Penghasilan (PPh) Final usaha mikro kecil menengah (UMKM), subsidi kereta rel listrik (KRL) berdasarkan nomor induk kependudukan (NIK), pembatasan subsidi bahan bakar minyak (BBM) 2025, pembatasan subsidi pupuk, dan dana pensiun wajib.

    Sederet kebijakan itu, memicu kekhawatiran bagi kalangan pengusaha akan penurunan daya beli pada 2025. Bagaimana respons pelaku usaha terhadap potensi risiko terhadap daya beli dan kinerja ekonomi tahun depan? Simak berita selengkapnya di Bisnisindonesia.id.

    Mewaspadai Pisau Bermata Dua Kenaikan PPN
    Tak hanya penurunan daya beli, rencana penaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% mulai 2025 bisa menjadi pisau bermata dua karena bisa membawa efek domino negatif terhadap roda perekonomian nasional.
    Penurunan daya beli masyarakat bakal berimbas pada kinerja manufaktur yang lebih lesu dan memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di Tanah Air. Berdasarkan catatan Bisnis, sebanyak 64.751 karyawan di Indonesia terkena gelombang PHK per 18 November 2024. Angka itu merupakan data terbaru hingga pukul 08.45 WIB dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
    Adapun, wilayah penyumbang PHK tertinggi berasal dari DKI Jakarta sebanyak 14.501 tenaga kerja yang ter-PHK. Wilayah ini berkontribusi sebesar 22,4% dari 64.751 karyawan yang ter-PHK. Mengekor Jawa Tengah dengan tenaga kerja yang ter-PHK mencapai 12.492 dan 10.992 tenaga kerja Banten di-PHK.
    Bagaimana potensi risiko sektor ketenagakerjaan terhadap kebijakan pemerintah mengumpulkan pajak lebih tinggi tahun depan? Artikel selengkapnya bisa diakses melalui tautan yang tersedia.

    Wanti-wanti DPR di Balik Masuknya Bank BUMN di Danantara
    Pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) yang melibatkan tiga bank pelat merah memantik peringatan dari Dewan Perwakilan Rakyat.
    Seperti diketahui, pembentukan BPI Danantara melibatkan tujuh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan tiga di antaranya berasal dari sektor perbankan. Tujuh BUMN tersebut, yakni  PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), PT Telkom Indonesia(Persero) Tbk. (TLKM), PT Mineral Industri Indonesia (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), dan PT Pertamina (Persero). Penggabungan tujuh BUMN ini memiliki aset Rp8,979,93 triliun dengan Rp5.353,99 triliun atau 59,62% di antaranya berasal dari bank BUMN.
    Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pun menyampaikan kekhawatirannya soal pelibatan bank BUMN di BPI Danantara. Kekhawatiran itu menyentuh soal keterlibatan aset publik berupa dana pihak ketiga (DPK). Selain itu, ada potensi kecurangan atau fraud yang perlu diantisipasi.
    Pandangan DPR soal BPI Danantara dan perkembangan terbarunya bisa diakses di Bisnisindonesia.id.

    Catatan Ahli Pertambangan Indonesia soal Izin Tambang Ormas
    Langkah pemerintah yang mengizinkan pendistribusian pemberian izin usaha pertambangan khusus (IUPK) batu bara kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan kembali disoal.
    Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) menilai pemberian IUPK untuk ormas keagamaan saat ini masih bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba Perubahan).
    Perhapi menyebut, dalam beleid itu pemerintah hanya memberikan penawaran prioritas izin usaha pertambangan (IUP) kepada badan usaha milik negara (BUMN) dan badan usaha milik daerah (BUMD). Di sisi lain, belum ada aturan yang mencabut ketentuan tersebut.
    Masalah lain yang perlu diperhatikan pemerintah adalah persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dari perusahaan tambang oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Berita selengkapnya soal pandangan ahli di sektor pertambangan bisa diakses melalui tautan yang tersedia.

    Langkah Pemerintah Menuju Ketahanan Air
    Kementerian Pekerjaan Umum akan memfokuskan penggunaan anggaran pada infrastruktur sumber daya air untuk mendukung dan mewujudkan Asta Cita Swasembada Pangan. 
    Adapun, belanja infrastruktur mencakup pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi, optimalisasi bendung, serta bendungan. Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo pun menggandeng Kementerian Pertanian untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) bersama untuk mewujudkan swasembada pangan. Dengan demikian, Kementerian PU akan menyiapkan air irigasinya baik melalui bendungan yang telah dibangun dan jaringan irigasi yang telah direvitalisasi, sedangkan Kementerian Pertanian akan menyiapkan sarana produksinya. Oleh karena itu, program pembangunan bendungan terus berlanjut sehingga Indonesia akan memiliki 259 bendungan dari 187 bendungan yang terbangun. Bagaimana dampak pembangunan bendungan ke depannya? Simak berita selengkapnya di Bisnisindonesia.id.

  • KSPI: Kenaikan PPN 12 Persen Berpotensi Meningkatkan PHK Berbagai Sektor

    KSPI: Kenaikan PPN 12 Persen Berpotensi Meningkatkan PHK Berbagai Sektor

    Jakarta, Beritasatu.com – Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Presiden Partai Buruh Said Iqbal menilai rencana pemerintah menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025 semakin memperparah kondisi ekonomi masyarakat kecil dan buruh. Bahkan berpotensi meningkatkan PHK berbagai sektor.

    Kenaikan tersebut diprediksi akan menurunkan daya beli secara signifikan, mengakibatkan kesenjangan sosial yang lebih dalam, menjauhkan target pertumbuhan ekonomi yang diharapkan mencapai 8%, serta berdampak langsung pada harga barang dan jasa yang semakin mahal.

    “Di sisi lain, kenaikan upah minimum yang mungkin hanya berkisar 1%-3% tidak cukup untuk menutup kebutuhan dasar masyarakat. Lesunya daya beli ini juga akan memperburuk kondisi pasar, mengancam keberlangsungan bisnis, dan meningkatkan potensi PHK berbagai sektor,” ujar Said dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Selasa (19/11/2024).

    KSPI dan Partai Buruh menuntut empat hal kepada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto soal kenaikan PPN 12% pada 2025. Pertama, menaikkan upah minimum 2025 sebesar 8-10% agar daya beli masyarakat meningkat.

    Kedua, menetapkan upah minimum sektoral yang sesuai dengan kebutuhan tiap sektor. Ketiga, membatalkan rencana kenaikan PPN menjadi 12%.

    Keempat, meningkatkan rasio pajak bukan dengan membebani rakyat kecil, tetapi dengan memperluas jumlah wajib pajak dan meningkatkan penagihan pajak pada korporasi besar dan individu kaya.

    Jika pemerintah tetap melanjutkan kenaikan PPN menjadi 12% dan tidak menaikkan upah minimum sesuai dengan tuntutan, KSPI bersama serikat buruh lainnya akan menggelar mogok nasional yang melibatkan 5 juta buruh di seluruh Indonesia.

    “Aksi ini direncanakan akan menghentikan produksi selama minimal dua hari pada 19 November hingga 24 Desember 2024, sebagai bentuk protes terhadap kebijakan yang dianggap menekan rakyat kecil dan buruh,” tegas Said.

  • Video: Tax Amnesty Ada Lagi Hingga Boeing PHK 2.200 Pekerja

    Video: Tax Amnesty Ada Lagi Hingga Boeing PHK 2.200 Pekerja

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah dan DPR kembali akan melaksanakan program pengampunan pajak atau Tax Amnesty. Rencana itu terungkap dari hasil rapat panja program Legislasi Nasional RUU Prioritas 2025 yang dilaksanakan oleh Badan Legislasi DPR pada Senin kemarin.

    Sementara itu, raksasa penerbangan Amerika Serikat Boeing mengirimkan pemberitahuan PHK ke karyawannya Senin waktu setempat. Ini menjadi gelombang pertama dari rencana pemangkasan 10% tenaga kerja globalnya yang diumumkan Oktober.

    Selengkapnya dalam program Evening Up CNBC Indonesia, (Selasa, 19/11/2024).