Kasus: PHK

  • Soal Kecemasan Pengusaha Kenaikan UMP Picu PHK, Airlangga: Biaya Tenaga Kerja Tergantung Sektor

    Soal Kecemasan Pengusaha Kenaikan UMP Picu PHK, Airlangga: Biaya Tenaga Kerja Tergantung Sektor

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto merespons kecemasan pengusaha soal gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) karena kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 6,5% pada 2025. 

    Menurut Airlangga, pemerintah sudah menghitung biaya tenaga kerja yang dikeluarkan pengusaha dalam menentukan kenaikan UMP.

    “Ya, tentu kan kita lihat cost tenaga kerja, kan tergantung sektor,” ujar Airlangga di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/12/2024).

    Airlangga mengatakan, biaya tenaga kerja bergantung setiap sektor lapangan kerja. Untuk sektor padat karya, biaya tenaga kerja sebesar 30% dari pengeluaran perusahaan. Sedangkan sektor nonpadat karya, biaya tenaga kerja katanya di bawah 15%. “Jadi pemerintah sudah melihat cost structure setiap sektor,” tandas dia.

    Menurut Airlangga, PHK merupakan langkah terakhir perusahaan dalam merespons situasi berkembang. Hanya saja, kata dia, sudah ada pertemuan di Kamar Dagang Indonesia (Kadin) soal kenaikan UMP 6,5% dan antisipasi terhadap kenaikan tersebut. “Kemarin saja ada pertemuan Rapimnas Kadin, jadi sudah jelas di Rapimnas Kadin,” pungkas Airlangga.

    Sebelumnya, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesi Anindya Bakrie mendorong pengusaha untuk mencegah PHK menyusul kenaikan UMP sebesar 6,5% pada 2025.

  • Yassierli Benarkan Pemerintah Buat Satgas PHK, Ini Alasannya

    Yassierli Benarkan Pemerintah Buat Satgas PHK, Ini Alasannya

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengungkapkan bahwa pemerintah tengah mempersiapkan pembentukan Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK).

    “Lagi disiapkan, tim sama ininya. Ini kan masih rumusan awal,” ujarnya kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (2/12/2024).

    Bakal melibatkan lintas Kementerian, kata Yassierli nantinya Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang lebih mengetahui instansi mana saja yang akan terlibat.

    “Belum ini, dari pak Menko lah ininya. Kami koordinasi sekarang,” ucapnya.

    Kendati demikian, dia membantah bahwa pembentukan satgas ialah dampak seusai adanya kebijakan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2025 sebesar 6,5 persen.

    Menurutnya, kenaikan UMP justru akan meningkatkan daya saing industri yang menurutnya membutuhkan angin segar dalam menjaga daya beli masyarakat.

    Dia pun juga merespon adanya keluhan pengusaha dari kenaikkan UMP tersebut. Menurutnya, akan ada kebijakan-kebijakan pengiring untuk menyeimbangkan segala regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah.

    “Itu kan kebijakan presiden. Jangan melihat UMP satu-satunya, presiden pikirkan ada sekian kebijakan lain dan tentu kita kerja yang terbaik,” pungkas Yassierli.

  • Pakar: Pembuatan UU Ketenagakerjaan harus libatkan serikat buruh

    Pakar: Pembuatan UU Ketenagakerjaan harus libatkan serikat buruh

    Jakarta (ANTARA) – Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan bahwa Kementerian Ketenagakerjaan harus memastikan pembuatan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang baru harus melibatkan partisipasi aktif dari berbagai serikat buruh.

    “Pemerintah harus memastikan ada pembuatan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang baru sesuai keputusan MK dan harus melibatkan partisipasi aktif dari serikat-serikat buruh,” ujar Bivitri dalam diskusi bertajuk “Tindak Lanjut Putusan MK: Pembentukan UU Ketenagakerjaan Baru” yang dipantau dari Jakarta, Senin.

    Pernyataan tersebut merujuk pada tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXI/2023 yang mengabulkan pengujian konstitusional terhadap 21 norma dalam UU Cipta Kerja yang diajukan oleh Partai Buruh.

    Putusan tersebut juga memuat tujuh pokok persoalan ketenagakerjaan, dan pembuatan Undang-Undang Ketenagakerjaan baru secara terpisah dari Undang-Undang Cipta Kerja merupakan salah satu pokok persoalannya.

    Langkah pertama dari pembuatan UU Ketenagakerjaan tersebut, lanjut Bivitri menjelaskan, adalah menyisir semua peraturan pemerintah (PP), peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu), serta peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait dengan tujuh pokok persoalan ketenagakerjaan, sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi.

    “Terus, baru deh menyiapkan tim untuk membuat Undang-Undang Ketenagakerjaan yang baru, yang melibatkan serikat-serikat. Ini judicial order-nya (perintah hukumnya) dan harus diselesaikan pada 31 Oktober 2026,” kata Bivitri.

    Selain Undang-Undang Ketenagakerjaan, Bivitri juga mengatakan bahwa pekerjaan rumah lainnya bagi Kementerian Ketenagakerjaan adalah menyegerakan penetapan upah, sebagaimana harapan dari seluruh pemangku kepentingan isu ketenagakerjaan.

    “Itu dalam waktu dekat harus diputus soal upah sesegera mungkin,” kata Bivitri.

    Adapun ketujuh pokok persoalan ketenagakerjaan yang dimaksud meliputi Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) maksimal lima tahun, libur dua hari dalam sepekan, menghidupkan kembali peran Dewan Pengupahan, memperketat aturan pemutusan hubungan kerja (PHK).

    Lebih lanjut, juga terdapat persoalan berupa memperketat aturan tenaga kerja asing (TKA), membatasi jenis outsourcing, dan mengusulkan Undang-Undang Ketenagakerjaan baru.

    Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengatakan Kementerian Ketenagakerjaan telah mempelajari putusan MK, khususnya 21 pasal yang dicabut oleh majelis hakim. Bahkan, pihaknya juga sudah membagi tiga tahapan apa saja yang mesti segera dilaksanakan dalam waktu dekat.

    Pewarta: Putu Indah Savitri
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2024

  • Putin Setujui Anggaran Militer Rusia Tembus Rekor Tertinggi

    Putin Setujui Anggaran Militer Rusia Tembus Rekor Tertinggi

    Jakarta, CNN Indonesia

    Rencana anggaran militer Rusia meroket tajam tembus rekor baru selama negara itu dipimpin Presiden Vladimir Putin.

    Putin pada Minggu (1/12) telah menyetujui anggaran pertahanan Rusia yang jumlahnya amat fantastis.

    Negeri Beruang Merah dilaporkan bakal mengalokasikan sepertiga anggaran dari total anggaran belanja negara untuk keperluan pertahanan pada 2025.

    Dilansir CNN, tahun depan, Rusia bakal mengalokasikan USD126 miliar atau setara Rp2 ribu triliun untuk anggaran pertahanan nasional mereka. Jumlah tersebut bakal menghabiskan sekitar 32,5 persen dari total pengeluaran pemerintah Rusia pada 2025.

    Alokasi anggaran pertahanan nasional Rusia untuk 2025 ini lebih tinggi dari 2024. Sebab, tahun ini, mereka hanya mengalokasikan USD28 miliar atau setara Rp444 triliun untuk keperluan pertahanan.

    Parlemen Rusia juga sudah menyetujui usulan anggaran pertahanan tersebut. Sebab, hal ini dilakukan karena pasukan militer Rusia membutuhkan dana lebih untuk membiayai perang melawan Ukraina.

    Rusia sendiri sebetulnya sudah meningkatkan alokasi anggaran untuk keperluan pertahanan sejak mereka menginvasi Ukraina pada 2022 lalu. Hal itu dilakukan untuk membiayai angkatan militer mereka berperang melawan Ukraina.

    Namun, peningkatan anggaran pertahanan ini malah membuat ekonomi Rusia menjadi lesu. Sebab, kenaikan anggaran pertahanan ini membuat Rusia harus menaikkan suku pajak dan suku bunga secara besar-besaran.

    Bahkan, pada Oktober lalu, Rusia menaikan suku bunga bank sebesar 21 persen. Jumlah kenaikan suku bunga ini merupakan yang terbesar dalam beberapa dekade terakhir.

    Hal ini kemudian berdampak pada banyaknya perusahaan di negara tersebut yang melakukan PHK karena tidak bisa membayar pajak dan tidak mampu mengajukan pinjaman ke bank.

    Peningkatan anggaran pertahanan Rusia ini terjadi di tengah memanasnya tensi Rusia dengan Ukraina.

    Pada Oktober lalu, Rusia dikabarkan menggaet pasukan Korea Utara untuk membantu mereka melawan pasukan Ukraina di wilayah Kursk. Sejak saat itu, cekcok di antara kedua negara tersebut kian intens hingga saat ini.

    Bahkan, Rusia juga sudah melancarkan serangan terbaru mereka pada Senin (2/12). Dilansir Reuters, pasukan militer Ukraina melaporkan bahwa serangan tersebut menyasar Kota Ternopil dan menewaskan satu orang.

    (gas/bac)

    [Gambas:Video CNN]

  • Formula Kenaikan UMP 6,5% di 2025 Dipertanyakan, Airlangga Buka Suara

    Formula Kenaikan UMP 6,5% di 2025 Dipertanyakan, Airlangga Buka Suara

    Jakarta

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto buka suara terkait keputusan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 sebesar 6,5% yang dipertanyakan pengusaha. Landasan itu disebut memperhitungkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

    “UMP 2025 kan landasannya baik itu inflasi maupun pertumbuhan ekonomi,” kata Airlangga kepada wartawan saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (2/12/2024).

    Airlangga menyebut pemerintah juga sudah melihat struktur biaya di masing-masing sektor jika UMP 2025 naik 6,5%. Hal ini menjawab kekhawatiran pengusaha yang menilai kenaikan itu ketinggian dan berpotensi menimbulkan pemutusan hubungan kerja (PHK).

    “Tentu kan kita lihat cost daripada tenaga kerja kan tergantung sektor. Kalau sektornya padat karya sekitar 30%, non padat karya pengaruh cost of labour itu di bawah 15%. Jadi pemerintah sudah melihat terhadap cost structure di setiap sektor,” ucapnya.

    Airlangga mengaku telah bertemu kalangan pengusaha di Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. Keputusan PHK dinilai sudah menjadi langkah terakhir dari pengusaha.

    “Ya tentu PHK itu langkah terakhir dari pengusaha. Kemarin aja ada pertemuan Rapimnas Kadin, jadi sudah jelas di Rapimnas Kadin,” imbuhnya.

    Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengaku belum ada penjelasan komprehensif terkait metodologi perhitungan kenaikan UMP 2025, terutama apakah telah memperhitungkan variabel produktivitas tenaga kerja, daya saing dunia usaha dan kondisi ekonomi aktual.

    “Metodologi penghitungan tersebut penting, agar kebijakan yang diambil mencerminkan keseimbangan antara kesejahteraan pekerja dan keberlanjutan dunia usaha. Penjelasan penetapan UMP 2025 ini juga diperlukan bagi dunia usaha untuk mengambil sikap ke depan terhadap ketidakpastian kebijakan pengupahan yang masih terus berlanjut,” kata Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani dalam keterangan tertulis, Minggu (1/12).

    Shinta menyatakan bahwa kenaikan UMP yang cukup signifikan ini akan berdampak langsung pada biaya tenaga kerja dan struktur biaya operasional perusahaan, khususnya di sektor padat karya.

    “Kami mendorong kepada pemerintah agar dapat memberikan penjelasan lebih rinci mengenai dasar penetapan kenaikan UMP ini serta mempertimbangkan masukan dari dunia usaha untuk memastikan implementasi kebijakan yang efektif dan berkelanjutan,” tambah Shinta.

    Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Bob Azam menyayangkan masukan dunia usaha yang tidak didengarkan dalam penetapan kebijakan ini. Menurutnya, Apindo selama ini telah berpartisipasi secara aktif dan intensif dalam diskusi terkait penetapan kebijakan upah minimum.

    “Kami telah memberikan masukan yang komprehensif dan berbasis data mengenai fakta ekonomi, daya saing usaha, serta produktivitas tenaga kerja. Namun, masukan dari dunia usaha sebagai aktor utama yang menjalankan kegiatan ekonomi nampaknya belum menjadi bahan pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan,” terang Bob.

    (acd/acd)

  • Pengusaha Pertanyakan Dasar Hitungan Prabowo Naikkan UMP 6,5 Persen

    Pengusaha Pertanyakan Dasar Hitungan Prabowo Naikkan UMP 6,5 Persen

    Jakarta, CNN Indonesia

    Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mempertanyakan dasar hitungan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen di 2025.

    Para pengusaha menunggu penjelasan resmi dan detail dari pemerintah usai Presiden Prabowo Subianto mengumumkan kenaikan UMP tahun depan.

    Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani menilai besaran kenaikan UMP sebesar 6,5 persen tidak sesuai dengan kondisi perekonomian saat ini.

    “Kami mendorong kepada pemerintah agar dapat memberikan penjelasan lebih rinci mengenai dasar penetapan kenaikan UMP ini, serta mempertimbangkan masukan dari dunia usaha untuk memastikan implementasi kebijakan yang efektif dan berkelanjutan,” ujar Shinta dalam keterangan resmi, Sabtu (30/11).

    Apindo sendiri sebelumnya mendorong pemerintah tetap menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan sebagai dasar perumusan UMP 2025. Sebab, formulasi dalam beleid tersebut dinilai paling adil bagi pekerja dan pengusaha.

    “Namun, masukan dari dunia usaha sebagai aktor utama yang menjalankan kegiatan ekonomi nampaknya belum menjadi bahan pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan,” imbuhnya.

    Ia khawatir kenaikan UMP sebesar 6,5 persen di 2025 memicu Pemberhentian Hubungan Kerja (PHK) hingga menghambat lapangan kerja baru. Hal tersebut bisa saja terjadi sebab nilai kenaikan UMP terlalu besar. Kenaikan juga diberikan di tengah kondisi ekonomi nasional yang masih menghadapi tantangan global dan tekanan domestik.

    Apalagi, katanya, sudah bisa dipastikan bahwa kenaikan UMP yang cukup signifikan ini akan meningkatkan biaya produksi dan mengurangi daya saing produk Indonesia, baik di pasar domestik maupun internasional.

    “Hal ini dikhawatirkan akan dapat memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) serta menghambat pertumbuhan lapangan kerja baru,” pungkasnya.

    Presiden Prabowo Subianto mengumumkan kenaikan UMP sebesar 6,5 persen di 2025. Pengumuman dilakukan langsung dari Kantor Presiden.

    “Menaker mengusulkan kenaikan upah minimum sebesar 6 persen. Namun, setelah membahas dan melaksanakan pertemuan dengan pimpinan buruh, kita umumkan untuk naikkan upah rata-rata minimum nasional 6,5 persen,” kata Prabowo.

    (pta/pta)

  • Kadin Imbau Pengusaha Hindari PHK Seusai Kenaikan UMP 2025

    Kadin Imbau Pengusaha Hindari PHK Seusai Kenaikan UMP 2025

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Anindya Bakrie, mendorong pengusaha untuk mencegah pemutusan hubungan kerja (PHK) menyusul kenaikan upah minimum provinsi (UMP) sebesar 6,5% pada 2025.

    Dalam konferensi pers seusai Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Kadin 2024 di Jakarta, Minggu (1/12/2024), Anindya menekankan pentingnya langkah preventif agar kenaikan UMP tidak berdampak negatif pada tingkat pengangguran.

    “Kita tentu ingin mencoba dari perusahaan, dari Kadin mengimbau (perusahaan) agar melakukan segala macam cara supaya tidak terjadi PHK,” kata Anindya.

    Ia menegaskan, PHK seharusnya menjadi langkah terakhir yang diambil, karena dapat memperburuk kondisi ekonomi dengan bertambahnya masyarakat yang kehilangan sumber penghasilan.

    Anindya menambahkan, meskipun kenaikan UMP akan memberikan tambahan pengeluaran bagi perusahaan, tetapi kenaikan UMP juga dapat mendorong daya beli masyarakat.

    “Jadi tentu semua itu ada plus minusnya, tetapi yang kita lihat upaya dari pemerintah itu lebih untuk memastikan daya beli tidak hilang karena memang butuh bantuan,” kata Anindya mengomentari kenaikan UMP. 

  • Anindya Bakrie Imbau Pengusaha Hindari PHK Usai Penetapan Kenaikan UMP 6,5%

    Anindya Bakrie Imbau Pengusaha Hindari PHK Usai Penetapan Kenaikan UMP 6,5%

    Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) versi Munaslub 2024, Anindya Bakrie meminta pengusaha untuk menghindari pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan menyusul kenaikan upah minimum provinsi (UMP) sebesar 6,5% pada 2025.

    Anindya meminta agar perusahaan mengambil berbagai langkah agar kebijakan kenaikan UMP tidak berdampak pada peningkatan angka pengangguran.

    “Kita tentu ingin mencoba dari perusahaan, dari Kadin mengimbau, (perusahaan) melakukan segala macam cara supaya tidak ada PHK,” kata Anindya dilansir dari Antara, Senin (2/12/2024).

    Menurut dia, PHK seharusnya menjadi opsi terakhir yang diambil pengusaha. PHK hanya akan menambah jumlah masyarakat yang kehilangan pendapatan, sehingga akan berdampak buruk terhadap kondisi ekonomi.

    Kadin juga menyoroti soal rencana pemerintah yang bakal membentuk Satgas PHK. Diharapkan Satgas tersebut nantinya mampu membantu perusahaan mencari solusi agar tidak harus melakukan PHK akibat penyesuaian UMP.

    “Tapi kita mau lihat bagaimana Satgasnya ini dan pasti biasanya bekerja sama dengan dunia usaha. Karena yang melakukan PHK itu ya dari dunia usaha, entah dari BUMN, koperasi atau swasta. Jadi kami akan berkomunikasi melihat,” katanya.

    Meski begitu, Anindya mengakui bahwa kondisi perusahaan berbeda-beda, sehingga beberapa pengusaha mungkin menghadapi tekanan berat dalam menyeimbangkan antara kelangsungan bisnis dan kesejahteraan karyawan. Namun, ia tetap berharap ada langkah-langkah inovatif untuk menghindari keputusan sulit seperti PHK.

    Sebagai organisasi yang mewadahi pelaku usaha, Kadin terus berupaya mendorong perusahaan untuk berpikir jangka panjang.

    “Tapi memang sebagai pengusaha juga kita berpikir untuk berlanjutan. Jadi kadang-kadang pilihan itu tidak enak ditempuh, tapi kadang-kadang ya menjadi pilihan,” ucap Anindya.

    Meskipun PHK terkadang menjadi langkah yang tak terhindarkan, Anindya optimistis bahwa dengan strategi yang tepat, perusahaan akan mampu mengatasi tantangan itu tanpa harus mengurangi jumlah karyawan.

    “Tapi kami melihat cukup banyak upaya-upaya untuk mencegah dan mencari jalanlah supaya tidak kejadian (PHK),” katanya.

    Sebelumnya, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa pemerintah segera membentuk Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK) seusai adanya kebijakan kenaikan UMP di 2025 sebesar 6,5 persen.

    “Pemerintah akan membuat Satgas terkait dengan PHK,” kata Airlangga di sela menghadiri Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Kadin 2024 di Jakarta, Minggu.

    Rencana pembentukan Satgas PHK merupakan respons pemerintah terhadap potensi PHK yang diambil perusahaan terhadap karyawan atau pekerja menyusul adanya kenaikan UMP.

    “Sehingga yang kita lihat adalah fundamental industrinya. Jadi nanti kita akan pelajari di sana,” ucap Airlangga.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan kenaikan rata-rata upah minimum nasional sebesar 6,5% untuk tahun 2025, berdasarkan hasil keputusan melalui rapat terbatas bersama pihak terkait, Jumat (29/11/2024) sore.

    “Kita ambil keputusan untuk menaikkan rata-rata upah minimum nasional pada tahun 2025 sebesar 6,5%,” kata Presiden dalam pengumumannya di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.

    Presiden mengatakan kenaikan ini sedikit lebih tinggi dari usulan Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, yang sebelumnya merekomendasikan kenaikan sebesar 6%.

    Keputusan itu diambil setelah rapat terbatas yang membahas upah minimum sebagai jaring pengaman sosial bagi pekerja, terutama yang bekerja kurang dari 12 bulan.

    Presiden menjelaskan bahwa keputusan final diambil setelah melalui diskusi mendalam, termasuk dengan para pimpinan buruh.

    Presiden juga menekankan bahwa penetapan ini bertujuan meningkatkan daya beli pekerja sambil tetap menjaga daya saing usaha.

  • Pengusaha Keluhkan Dampak Kenaikan Upah Minimum Nasional 2025

    Pengusaha Keluhkan Dampak Kenaikan Upah Minimum Nasional 2025

    Jakarta, Beritasatu.com – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai langkah pemerintah meningkatkan upah minimum nasional sebesar 6,5% dapat mengganggu kelangsungan dunia usaha di Tanah Air. Dalam hal ini pemerintah perlu melihat lebih lanjut kesanggupan dari dunia usaha untuk menjalankan kebijakan pengupahan tersebut.

    “Jika perusahaan tidak mampu menanggung kenaikan biaya tenaga kerja, maka keputusan rasional terhadap penghitungan usaha akan dapat terjadi ke depan, yaitu penundaan investasi baru dan perluasan usaha, efisiensi besar-besaran yang dapat berdampak pada pengurangan tenaga kerja, atau keluarnya usaha dari sektor industri tertentu,” ucap Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Bob Azam dalam keterangan resmi yang diterima pada Jumat (1/12/2024).

    Bob Azam menyayangkan bahwa masukan dunia usaha tidak didengarkan dalam penetapan kebijakan ini. Padahal selama ini Apindo  telah berpartisipasi secara aktif dan intensif dalam diskusi terkait penetapan kebijakan upah minimum. 

    Dalam hal ini Apindo memberikan masukan secara komprehensif dan berbasis data mengenai fakta ekonomi, daya saing usaha, serta produktivitas tenaga kerja.

    “Namun, masukan dari dunia usaha sebagai aktor utama yang menjalankan kegiatan ekonomi tampaknya belum menjadi bahan pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan,” tutur dia tentang upah minimum nasional ini.

    Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani menegaskan pihaknya menunggu penjelasan pemerintah terkait dasar perhitungan yang digunakan untuk menentukan kenaikan sebesar 6,5%. Dia mengatakan sampai saat ini belum ada penjelasan komprehensif terkait metodologi perhitungan kenaikan ini, terutama apakah telah memperhitungkan variabel produktivitas tenaga kerja, daya saing dunia usaha, dan kondisi ekonomi aktual. 

    Metodologi penghitungan tersebut penting, agar kebijakan yang diambil mencerminkan keseimbangan antara kesejahteraan pekerja dan keberlanjutan dunia usaha.

    “Penjelasan penetapan upah minimum 2025 ini juga diperlukan bagi dunia usaha untuk mengambil sikap ke depan terhadap ketidakpastian kebijakan pengupahan yang masih terus berlanjut,” tutur dia terkait upah minimum nasional ini.

    Apindo berpandangan kenaikan upah minimum yang cukup signifikan ini akan berdampak langsung pada biaya tenaga kerja dan struktur biaya operasional perusahaan, khususnya di sektor padat karya. Dalam kondisi ekonomi nasional yang masih menghadapi tantangan global dan tekanan domestik, kenaikan ini berisiko meningkatkan biaya produksi dan mengurangi daya saing produk Indonesia, baik di pasar domestik maupun internasional.

    “Hal ini dikhawatirkan akan dapat memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) serta menghambat pertumbuhan lapangan kerja baru,”  terang Shinta.

    Kondisi tersebut  menjadi perhatian serius karena kebijakan yang tidak seimbang dapat memberikan dampak yang tidak diinginkan bagi keberlangsungan usaha dan penciptaan lapangan kerja. Presiden hendaknya juga mendengar aspirasi pengusaha sebagai pemberi kerja yang juga ingin pekerjanya maju dan berkembang.

    Meskipun demikian, Apindo tetap berkomitmen untuk bekerja sama dengan pemerintah dalam menciptakan kebijakan ketenagakerjaan yang mendukung kesejahteraan pekerja tanpa mengabaikan keberlangsungan usaha dan daya saing ekonomi Indonesia.

    “Kami mendorong kepada pemerintah agar dapat memberikan penjelasan lebih rinci mengenai dasar penetapan kenaikan upah minimum ini serta mempertimbangkan masukan dari dunia usaha untuk memastikan implementasi kebijakan yang efektif dan berkelanjutan,” pungkas Shinta soal upah minimum nasional 2025 ini.
     

  • UMP Naik 6,5 Persen, Apindo Khawatir Gelombang PHK dan Lapangan Kerja yang Sulit

    UMP Naik 6,5 Persen, Apindo Khawatir Gelombang PHK dan Lapangan Kerja yang Sulit

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Keputusan pemerintah untuk menaikkan upah minimum provinsi (UMP) pada 2025 sebesar 6,5 persen, tampaknya sedikit mengkhawatikan kalangan pengusaha.

    Kekhawatiran itu disampaikan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Mereka buka suara usai Presiden Prabowo Subianto mengumumkan kenaikan Upah Minimum Provinsi atau UMP 2025 sebesar 6,5 persen.

    Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani mengaku khawatir, bahwa kenaikan UMP 2025 tersebut dapat memicu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), hingga menghambat pertumbuhan lapangan kerja baru.

    “Hal ini dikhawatirkan akan dapat memicu gelombang PHK serta menghambat pertumbuhan lapangan kerja baru,” ujar Shinta dalam keterangannya, Minggu (1/12).

    Dia menilai, kenaikan UMP 2025 ini terlalu besar. Pasalnya saat ini pengusaha masih berkutat pada tantangan global dan tekanan domestik. Sementara pihaknya menilai, kenaikan UMP 2025 ini sudah pasti akan meningkatkan biaya produksi dan mengurangi daya saing produk Indonesia, baik di pasar domestik maupun internasional.

    Meski begitu, hingga kini Apindo masih menunggu penjelasan resmi dan detail dari pemerintah mengenai keputusan UMP 2025 tersebut. Apalagi, besaran kenaikan dinilai tidak sesuai dengan kondisi perekonomian saat ini.

    “Kami mendorong kepada pemerintah agar dapat memberikan penjelasan lebih rinci mengenai dasar penetapan kenaikan UMP ini serta mempertimbangkan masukan dari dunia usaha untuk memastikan implementasi kebijakan yang efektif dan berkelanjutan,” jelas Shinta.

    Lebih lanjut, Shinta mengaku pihaknya sudah dilibatkan dalam beberapa diskusi terkait penetapan kebijakan UMP 2025. Namun, dari masukan yang diberikan berupa fakta ekonomi, daya saing usaha, serta produktivitas tenaga kerja, Apindo merasa putusan akhir pemerintah tak mempertimbangkan hal-hal tersebut.