Kasus: PHK

  • Perlu Banyak Kebijakan untuk Mendukung

    Perlu Banyak Kebijakan untuk Mendukung

    JAKARTA – Sebanyak 60 perusahaan tekstil tutup dalam kurun waktu dua tahun terakhir (2022-2024).

    Akibatnya, sekitar 250.000 karyawan mengalami pemutusan hubungan kerja alias PHK.

    Terkait hal tersebut, Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Eko S.A. Cahyanto pun buka suara.

    Eko bilang, diperlukan banyak kebijakan untuk menangani permasalahan tumbangnya industri tekstil tersebut.

    “Itu, kan, melibatkan banyak sekali kebijakan yang harus mendukung semua,” ujar Eko saat ditemui usai acara “Kaleidoskop Industrial Wrapped 2024 & Branding Jakarta Digital Industrial Parkway di Cibis Park, Simatupang, Jakarta Selatan, Rabu, 18 Desember.

    Eko menilai, iklim industri perlu dijaga dengan baik agar bisa menjaga pertumbuhan industri itu sendiri.

    “Iklim usaha industri memang harus dijaga dengan baik, ya, agar bisa menjaga pertumbuhan industri,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Asosiasi Produsen Serat & Benang Filamen Indonesia (APSyFI) menyebut, sebanyak 60 perusahaan tekstil tutup dalam kurun waktu dua tahun terakhir (2022-2024).

    Data ini pun menunjukkan bahwa industri tekstil di RI tengah menurun tajam.

    “Akhirnya, sekitar 250.000 karyawan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK),” ujar Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta dalam keterangan tertulisnya, dikutip Rabu, 18 Desember.

    Redma menilai, penutupan perusahaan-perusahaan tekstil ini dipicu oleh meningkatnya impor ilegal yang mengalir ke pasar domestik tanpa kontrol ketat dari pemerintah.

    Hal ini memperburuk kondisi industri tekstil di Indonesia, yang sebenarnya sudah mengalami deindustrialisasi selama 10 tahun terakhir.

    Saat pandemi COVID-19 pada 2021, impor tekstil dari China terhenti, sehingga industri nasional sempat mengalami pemulihan.

    Namun demikian, ketika lockdown berakhir dan impor dibuka kembali, barang-barang ilegal pun membanjiri pasar domestik, yang membuat banyak perusahaan terpaksa menghentikan operasional.

    Kondisi ini, kata Redma, juga berdampak pada sektor-sektor terkait, seperti industri petrokimia dan produksi Purified Terephtalic Acid (PTA), yakni bahan baku utama tekstil.

    Menurut dia, jika produksi PTA terganggu, permintaan listrik untuk sektor tekstil pun menurun.

    “Masalahnya adalah impor yang tidak terkendali. Hal ini menurunkan utilisasi industri kami dan berdampak pada sektor lain, seperti listrik dan logistik,” katanya.

    Eko berujar, industri tekstil sebenarnya sangat penting bagi perekonomian Indonesia, dengan kontribusi 11,73 persen terhadap konsumsi listrik sektor industri dan 5,56 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.

    Namun, sebagian besar pasar domestik kini dipenuhi oleh barang-barang impor ilegal yang menyebabkan kerugian bagi negara, baik dari sisi pajak maupun bea masuk.

    “Impor ilegal menjadi pembunuh utama bagi industri tekstil Indonesia, dengan sekitar 40 persen barang masuk ke Indonesia dan tidak tercatat secara resmi,” tutur Redma.

  • PPN 12 persen, paket stimulus dan dampak terhadap ekonomi

    PPN 12 persen, paket stimulus dan dampak terhadap ekonomi

    Jakarta (ANTARA) – Rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen resmi dilanjutkan oleh Pemerintah. Tarif ini bakal berlaku mulai 1 Januari 2025.

    Bersamaan dengan itu, Pemerintah menyiapkan paket stimulus ekonomi yang menyasar enam aspek, yakni rumah tangga, pekerja, UMKM, industri padat karya, mobil listrik dan hibrida, serta properti.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut paket stimulus itu dirancang sekomprehensif mungkin untuk bisa memberikan keseimbangan antara data perekonomian dengan masukan dari berbagai pihak.

    Namun, reaksi publik menyangsikan keputusan Pemerintah yang dianggap makin menekan kemampuan ekonomi rakyat. Publik masih belum berhenti meminta Pemerintah untuk membatalkan kebijakan PPN 12 persen.

    Penjelasan PPN 12 persen

    Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto maupun DPR menyatakan tarif PPN 12 persen akan diterapkan secara selektif, utamanya menyasar kelompok barang mewah.

    Dari konferensi pers Senin (16/12), Pemerintah mengumumkan tarif tunggal PPN, yakni sebesar 12 persen, namun dengan fasilitas pembebasan terhadap barang dan jasa kebutuhan pokok serta pajak ditanggung pemerintah (DTP) terhadap tiga komoditas.

    Barang dan jasa kebutuhan pokok yang dimaksud dalam definisi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), adalah barang dan jasa kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, di antaranya beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran.

    Untuk jasa, mencakup jasa kesehatan, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa angkutan umum, dan jasa tenaga kerja. Buku, vaksin polio, rumah sederhana dan sangat sederhana, rusunami, serta pemakaian listrik dan air minum pun termasuk yang mendapat fasilitas pembebasan PPN.

    Sementara itu, terdapat tiga komoditas yang seharusnya termasuk dalam objek pajak PPN 12 persen, tetapi kenaikan tarif 1 persen ditanggung oleh Pemerintah karena dianggap sangat dibutuhkan oleh masyarakat umum. Ketiga komoditas itu adalah tepung terigu, gula untuk industri, dan minyak goreng rakyat atau MinyaKita.

    Di luar dua kelompok itu, tarif PPN yang dikenakan adalah sebesar 12 persen.

    Terkait barang mewah, Pemerintah melakukan penyesuaian terhadap definisi barang mewah dalam kebijakan PPN 12 persen.

    Dari paparan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, konsep barang mewah selama ini mengacu pada ketentuan pengenaan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), yang terdiri dari dua kelompok, yaitu kendaraan bermotor dan non-kendaraan bermotor.

    Untuk non-kendaraan bermotor, rinciannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2023, di antaranya hunian mewah, balon udara, peluru dan senjata api, pesawat udara, serta kapal pesiar mewah.

    Adapun dalam konteks PPN 12 persen, Pemerintah memperluas kelompok barang mewah dengan turut menyasar barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, dan jasa pendidikan yang dikonsumsi oleh kalangan mampu — atau yang disebut oleh Sri Mulyani sebagai barang dan jasa premium.

    Mengacu pada definisi di UU HPP, kelompok-kelompok tersebut seharusnya mendapat fasilitas pembebasan PPN. Namun, karena sifatnya yang premium, Pemerintah bakal menarik PPN 12 persen terhadap barang dan jasa tersebut.

    Sebagai contoh, dalam UU HPP, daging termasuk barang kebutuhan pokok yang dibebaskan dari PPN. Namun, daging wagyu dan kobe nantinya bakal termasuk golongan yang dikenakan tarif PPN 12 persen. Sama halnya, ikan juga termasuk komoditas yang dibebaskan dari PPN, tetapi salmon dan tuna yang lebih banyak dikonsumsi masyarakat kelompok atas bakal diterapkan tarif 12 persen.

    Adapun untuk jasa pendidikan, yang termasuk objek pengenaan PPN adalah sekolah dengan iuran tinggi. Untuk jasa kesehatan, layanan VIP menjadi contoh jasa yang dianggap premium.

    Listrik pelanggan rumah tangga 3500-6600 VA juga akan dimasukkan dalam objek pajak tarif PPN 12 persen.

    Untuk detail lebih lanjut mengenai barang dan jasa yang menjadi objek pajak PPN 12 persen maupun yang diberikan insentif akan dituangkan dalam peraturan yang diterbitkan belakangan, bisa berupa peraturan menteri maupun peraturan pemerintah.

    Paket stimulus ekonomi

    Paket stimulus disiapkan untuk meredam efek kenaikan tarif PPN.

    Untuk merespons risiko daya beli masyarakat, Pemerintah menyediakan tiga stimulus untuk mendukung rumah tangga, yakni bantuan beras sebanyak 10 kilogram per bulan yang akan dibagikan pada Januari dan Februari 2025, PPN DTP untuk tiga komoditas, dan diskon sebesar 50 persen untuk listrik di bawah 2.200 VA.

    Untuk memitigasi risiko pemutusan hubungan kerja (PHK), Pemerintah memperkuat program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Pemerintah melakukan penyesuaian terhadap nilai manfaat dan masa klaim. Besarannya diubah menjadi 60 persen untuk enam bulan masa penerimaan manfaat (dari sebelumnya 45 persen pada tiga bulan pertama dan 25 persen pada tiga bulan berikutnya) dengan masa klaim diperpanjang menjadi enam bulan setelah terkena PHK.

    Program JKP juga menyediakan akses informasi pasar kerja serta pelatihan keterampilan untuk membantu peserta program mendapatkan pekerjaan baru.

    Untuk risiko kerentanan pengusaha, disiapkan stimulus untuk UMKM, yakni perpanjangan insentif PPh final sebesar 0,5 persen bagi pengusaha dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun.

    Paket stimulus ekonomi berikutnya menyasar industri padat karya. Terdapat insentif PPh 21 DTP bagi pekerja dengan gaji sampai dengan Rp10 juta per bulan, bantuan pembiayaan dengan subsidi bunga 5 persen, serta bantuan jaminan kecelakaan kerja sebesar 50 persen selama 6 bulan.

    Pemerintah juga menyiapkan insentif untuk pembelian kendaraan listrik dan hibrida berupa PPN dan PPnBM, dengan rincian PPN DTP sebesar 10 persen untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) completely knocked down (CKD), PPnBM DTP 15 persen untuk KBLBB impor completely built up (CBU) dan CKD, serta bea masuk 0 persen untuk KBLBB CBU. Juga, PPnBM DTP sebesar 3 persen untuk kendaraan bermotor hibrida.

    Terakhir, paket stimulus menyasar sektor properti, dengan memperpanjang insentif PPN DTP untuk rumah dengan harga jual sampai dengan Rp5 miliar. PPN yang ditanggung maksimal untuk harga Rp2 miliar, dengan rincian diskon 100 persen untuk Januari-Juni 2025 dan 50 persen untuk Juli-Desember 2025.

    Dampak terhadap ekonomi

    Salah satu dampak yang disorot dari kebijakan tarif PPN 12 persen adalah potensi inflasi yang tinggi pada tahun depan. Center of Economics and Law Studies (Celios) memperkirakan kenaikan tarif PPN 12 persen pada 2025 bisa meningkatkan inflasi hingga ke level 4,11 persen. Sebagai catatan, inflasi per November 2024 tercatat sebesar 1,55 persen (year-on-year/yoy).

    Celios juga menghitung kenaikan PPN bisa menambah pengeluaran kelompok miskin sebesar Rp101.880 per bulan. Sementara kelompok kelas menengah mengalami kenaikan pengeluaran sebesar Rp354.293 per bulan.

    Sementara itu, Bank Indonesia (BI) menyebut dampak PPN 12 persen terhadap inflasi tak terlalu signifikan. Berdasarkan proyeksi Deputi Gubernur BI Aida S Budiman, efek PPN terhadap inflasi berkisar 0,2 persen.

    Dari sisi Pemerintah, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara Kemenko Perekonomian Ferry Irawan menyebut risiko kenaikan inflasi itu telah diantisipasi, yang terefleksi pada kehadiran paket stimulus bantuan pangan dan diskon listrik 50 persen pada Januari-Februari 2025. Insentif diberikan selama dua bulan untuk menjaga tingkat inflasi pada kuartal I, yang diyakini berperan penting dalam menentukan tingkat inflasi sepanjang tahun.

    Namun, efektivitas dari paket stimulus yang disiapkan Pemerintah banyak dipertanyakan. Salah satu komentar datang dari Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede yang menyebut keuntungan stimulus bersifat jangka pendek. Sementara untuk jangka panjang, perlu ada evaluasi lebih lanjut oleh Pemerintah.

    Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menyatakan bahwa pemberian berbagai insentif tidak cukup untuk mengurangi dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen. Pasalnya, kinerja permintaan maupun industri sudah terlanjur melemah. Meski ada insentif untuk industri padat karya, misalnya, industri ini sudah telanjur terpuruk, seperti yang terlihat pada industri tekstil dan industri alas kaki.

    Di sisi lain, juga ada sejumlah optimisme terhadap kebijakan tarif PPN 12 persen.

    Contohnya, peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet yang menilai paket stimulus bersifat inklusif dalam memitigasi dampak kenaikan tarif PPN. Tetapi, dia turut mewanti-wanti soal terbatasnya durasi dan jangkauan tiap insentif.

    Kemudian, Kepala Center of Food, Energy and Sustainable Development Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov berpendapat insentif diskon listrik dapat membantu meringankan beban biaya hidup, terutama bagi keluarga dengan penghasilan terbatas yang sebagian besar bergantung pada tarif listrik bersubsidi. Dia meminta Pemerintah memastikan pemberian diskon tarif listrik pada awal tahun depan agar tepat sasaran.

    Selain itu, ia juga mendorong Pemerintah melakukan evaluasi secara hati-hati agar efek kebijakan tidak hanya bersifat sementara, tetapi berdampak besar pada pola konsumsi jangka panjang.

    Bila hasil evaluasi menunjukkan dampak positif terhadap peningkatan konsumsi masyarakat, Pemerintah dapat mempertimbangkan untuk melanjutkan stimulus tersebut.

    Secara keseluruhan, paket stimulus Pemerintah dinilai bersifat temporer. Terlebih, rata-rata insentif merupakan perpanjangan atau penguatan dari kebijakan yang telah ada sebelumnya.

    Direktur Celios Bhima Yudhistira menyerukan agar Pemerintah mengkaji alternatif kebijakan tarif PPN. Menurutnya, memperluas basis pajak, penerapan pajak kekayaan, dan memberantas celah penghindaran pajak, lebih efektif meningkatkan penerimaan negara tanpa perlu membebani masyarakat.

    Editor: Slamet Hadi Purnomo
    Copyright © ANTARA 2024

  • Ekonom sebut insentif tak cukup redam dampak PPN naik jadi 12 persen

    Ekonom sebut insentif tak cukup redam dampak PPN naik jadi 12 persen

    Jakarta (ANTARA) – Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menyatakan bahwa pemberian berbagai insentif tidak cukup untuk mengurangi dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen.

    “Insentif yang sudah diberikan sebagai kaitannya dengan PPN 12 persen itu dibutuhkan, tapi menurut saya itu tidak cukup menjawab semua permasalahan yang ada sekarang,” ujar Mohammad Faisal di Jakarta, Rabu.

    Ia mengatakan bahwa permasalahan yang muncul di industri sekarang adalah menurunnya permintaan akibat menipisnya jumlah kelas menengah yang merupakan pendorong konsumsi dalam negeri.

    Selain itu, ia menyoroti periode pemberian insentif yang terlalu pendek, misalnya hanya dua bulan untuk diskon tarif listrik sebesar 50 persen.

    “Potongan tarif listrik 50 persen untuk (pengguna daya listrik) 450 VA (voltampere) sampai 2200 VA, kalau tidak salah ya, nah itu sebetulnya bagus, karena (kebijakan) itu sudah menyasar kelas (menengah), tapi sayangnya (hanya) dua bulan gitu,” ucapnya.

    Faisal menuturkan bahwa insentif yang diberikan untuk industri padat karya juga diperkirakan belum cukup untuk meredam dampak kenaikan PPN tersebut karena sudah terlalu banyak sektor industri yang terpuruk, seperti industri tekstil dan industri alas kaki.

    Meskipun pemerintah memberikan insentif khusus untuk industri padat karya, ia menyatakan bahwa daya beli masyarakat yang masih lemah membuat pemberian insentif tersebut menjadi tidak banyak berdampak.

    Ia mengatakan bahwa jika kondisi tersebut tidak ditangani secara hati-hati, maka kenaikan PPN tersebut bisa saja meningkatkan potensi PHK.

    Tidak hanya insentif, Faisal menuturkan bahwa diperlukan juga kebijakan yang dapat melindungi produk-produk dalam negeri agar permintaannya tidak semakin menurun.

    Berdasarkan kajian pihaknya, barang-barang impor dari China banyak yang dibanderol separuh atau bahkan kurang dari separuh harga produk dalam negeri.

    Ia pun meminta pemerintah untuk memperketat kontrol terhadap produk-produk impor agar produk dalam negeri masih dapat bersaing.

    “Karena di sana (China) sendiri kan ada subsidi, ada dumping bahkan begitu ya. Belum lagi yang masuk lewat cara tidak benar, nah masalahnya kan masuknya itu bukan hanya legal, tapi juga ilegal,” imbuh Faisal.

    Pewarta: Uyu Septiyati Liman
    Editor: Guido Merung
    Copyright © ANTARA 2024

  • Penjualan Mobil Dalam Negeri Turun, Pabrik Otomotif Ketolong Ekspor

    Penjualan Mobil Dalam Negeri Turun, Pabrik Otomotif Ketolong Ekspor

    Jakarta

    Penjualan mobil di Indonesia mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Meski begitu, pabrikan mobil di Indonesia tak sampai melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawannya.

    Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Nandi Julyanto mengatakan, pabrik mobil Toyota di Indonesia tertolong oleh ekspor mobil. Malah, produksi mobil untuk ekspor lebih banyak ketimbang mobil untuk dijual di dalam negeri.

    “Kalau kita sekarang alokasinya antara domestik dan ekspor, kebetulan ekspornya lagi booming. Kalau tahun 2023 kan 50:50, tahun ini 40:60 karena domestik menurun tapi kita isi dengan ekspor. Jadi kita masih full utilisasi. Tahun depan kita harapkan juga begitu. Karena ekspor volume-nya masih lebih besar. Ketolong ekspor kita,” kata Nandi di acara Toyota Year End Media Gathering di Jakarta, Selasa (17/12/2024).

    “Yang dulu kan kita masih kena yang masalah semiconductor. Sekarang semiconductor udah mulai agak stabil, sehingga kita bisa realokasi yang domestik untuk ke ekspor. Jadi 60:40,” sambungnya.

    Namun, Toyota berharap komposisi produksi mobil untuk ekspor dan pasar domestik kembali imbang. Sebab, kalau komposisi untuk ekspor lebih besar, ekosistem produksi mobil di Indonesia bisa-bisa pindah ke luar negeri.

    “Mudah-mudahan balik lagi ke 50:50, artinya domestiknya recover. Karena domestik itu kan nanti menentukan ekosistemnya. Kalau domestiknya nggak besar, ekosistemnya nggak ditaruh di Indonesia nanti,” ucapnya.

    Meski begitu, kemungkinan tahun 2025 performa produksi mobil untuk ekspor dan domestik masih sama. “Kecuali PPnBM diturunin lagi oleh pemerintah, bisa 50:50 lagi nanti,” timpal Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam di kesempatan yang sama.

    “Kan masalahnya pemerintah lagi butuh dana untuk fiskalnya, itu persoalannya. Jadi kita berharap fiskal cepat-cepat bisa tertolong. Tapi pengalaman kita waktu COVID, begitu pemerintah relaksasi, tax revenue (pemasukan pemerintah dari pajak) malah naik. Ini yang kita minta pemerintah mempelajari bidang-bidang yang memang begitu dikasih relaksasi justru tax revenue naik. Jangan sampai tax naik, revenue malah turun,” sebutnya.

    (rgr/din)

  • Kemnaker Buka Suara soal 250 Ribu Buruh Kena PHK-60 Pabrik Tekstil Gulung Tikar

    Kemnaker Buka Suara soal 250 Ribu Buruh Kena PHK-60 Pabrik Tekstil Gulung Tikar

    Jakarta

    Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer atau Noel buka suara soal keluhan Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament (APSyFI) terkait maraknya banjir impor produk ilegal. Kondisi itu disebut memperparah kondisi tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri.

    Menurutnya pantas dicermati perlu dicari tahu apakah isu itu benar atau salah.

    “Atas keluhan APSyFI semua pihak sebaiknya bijaksana, mencari tahu apakah keluhan ini benar atau tidak. Kalau benar, perlu kerja sama semua pihak, sebab impor ilegal menyangkut kehidupan buruh,” kata Noel dalam keterangannya, Rabu (18/12/2024).

    Sebelumnya Ketua Umum APSyFI, Redma Gita Wirawasta mengungkapkan, sepanjang dua tahun terakhir, impor ilegal membanjiri pasar domestik. “Hingga tahun 2024, 60 pabrik tutup, 250.000 Pemutusan Hubungan Kerja (PHK),” ungkap Redma.

    Menurut Redma, pada 2021 ketika Covid-19 melanda dunia, impor dari China sempat dihentikan. Namun ketika kebijakan lockdown berakhir dan impor dari China dibuka kembali, produk ilegal kembali membanjiri pasar Indonesia.

    Impor ilegal bukan hanya melemahkan TPT, tetapi juga industri petrokimia bahan baku utama tekstil, yaitu Purified Terephtalic Acid (PTA). Menurut (APSyFI), kondisi ini memicu memasuki de-industrialisasi.

    Menurut Noel,pihaknya tidak mempunyai wewenang untuk menindak masalah yang dikeluhkan APSyFI. Ia menyatakan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) hanya mengurusi pekerja/buruh.

    “Kami hanya bisa mengatakan, keluhan APSyFI pantas dicermati semua pihak. Kalau salah kita pantas mengingatkan APSyFI. Tetapi kalau benar, semua pihak perlu bekerja sama untuk mengakhiri impor illegal yang melemahkan lapangan kerja,” ujar Noel.

    Belum lama berselang, Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Budi Gunawan, Menteri Keuangan Sri Mulyani, bersama-sama mengumumkan kinerja Desk Pencegahan dan Pemberantasan Penyelundupan.

    “Dalam kurun waktu 4-11 November 2024 saja, berhasil melakukan 283 kali penindakan penyelundupan berbagai komoditas seperti tekstil, mesin, elektronik, rokok, minuman keras, narkotika dan lain-lain,” ungkap Budi.

    Sementara itu, Sri Mulyani menyebut periode Januari-November 2024 telah dilakukan 12.490 penindakan impor ilegal dengan nilai barang mencapai Rp 4,6 triliun. Sedangkan untuk ekspor telah dilakukan penindakan sebanyak 382 kali dengan nilai barang mencapai Rp 255 miliar.

    (ily/ara)

  • Begini Pengakuan Pengusaha Harvey Moeis di Kasus Timah Rp 271 T

    Begini Pengakuan Pengusaha Harvey Moeis di Kasus Timah Rp 271 T

    Jakarta

    Pengusaha Timah Harvey Moeis akhirnya buka suara secara resmi dalam persidangan pledoi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (18/12/2024). Di depan Majelis Hakim, Ia menegaskan tidak pernah menikmati uang yang disangkakan sebesar Rp 271 triliun.

    Angka Rp 271 triliun berasal dari ahli lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo. Nilai tersebut bukan kerugian negara dalam bentuk cash, melainkan kerusakan alam. Namun, yang tercuat di publik seperti ada pihak yang merasakan keuntungan sebesar Rp 271 triliun tersebut.

    “Kalau saya tidak salah ingat salah, satu Yang Mulia Majelis pernah menyampaikan ke ahli “saudara ahli kalau tidak benar menghitung, auditor jadi tidak benar, Jaksa jadi tidak benar, Majelis juga jadi ikut-ikutan tidak benar. Kita disini mau menegakkan hukum, jangan sampai kita malah melanggar hukum”. Sungguh analisa yang sangat tepat dan bijaksana, faktanya kita semua sudah kena prank ahli Yang Mulia. Auditor kena prank, jaksa kena prank, masyarakat Indonesia kena prank, tapi saya yakin, Majelis tidak akan bisa diprank oleh ahli,” kata Harvey.

    Harvey mengaku masih kesulitan mencari pembenaran untuk saksi ahli lingkungan yang bersaksi di persidangan. Pasalnya dari informasi yang didapatnya, ahli lingkungan tersebut menghitung kerugian hingga menghasilkan kerugian Rp 271 triliun dengan hanya melakukan kunjungan ke lapangan sebanyak 2 kali untuk mengambil 40 sample dari luasan 400.000 hektar. Dari sisi teknologi juga hanya memakai software gratisan dengan ketepatan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan. Namun hasilnya keluar angka kerugian negara terbesar sepanjang republik indonesia ini berdiri.

    “Izin membandingkan pengalaman saya melakukan explorasi di tambang batubara yang Mulia, untuk 1 pit yang berukuran 10 hektar, biasanya kami lakukan bor rapat setiap 5 sampai 10 meter, jadi kira-kira bisa lebih dari 1000 titik untuk menghitung jumlah cadangan di area 10 hektar, itupun masih sering salah,” kata Harvey.

    “Ketika seluruh kami para terdakwa, penasehat hukum, bahkan majelis hakim ingin menggali keterangan saksi di persidangan, dijawab dengan gampangnya “saya malas jawab”, ditambah lagi ketika kami memohon hasil perhitungannya untuk lebih diteliti, permohonan kami ditolak,” lanjutnya.

    Harvey juga menyoroti saksi ahli dari BPKP juga tidak menjalankan audit sesuai standar audit pada umumnya, melainkan menjalankan audit khusus yaitu hanya meng-audit BAP saksi dan hanya data-data yang diberikan oleh penyidik. Ia menyebut auditor BPKP hanya memakai data satu tabel excel yang dibuat oleh staff PT Timah di bulan Mei 2024, dengan keterangan “dibuat untuk kepentingan penyidik kejaksaaan agung”.

    “Data ini adalah satu-satunya acuan untuk mengambil kesimpulan kalau harga Kerjasama sewa-menyewa kemahalan dan membuat 24 orang ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Saya sampai dengan detik pembacaan pledoi ini, masih sangat bingung angka 300 Trilliun itu datangnya dari mana,” ujar Harvey.

    Dampak dari kasus ini maka 1,5 juta Masyarakat Babel menjadi sangat sengsara, termasuk mengalami rekor pertumbuhan ekonomi terrendah se-Indonesia, lebih jelek daripada masa covid. Terlihat nyata karena pasar sepi, angka kejahatan melambung, terjadi PHK massal, suasana mencekam, bahkan negara tidak bisa bayar BPJS karena terkendala keuangan, yakni sebanyak 63.642 orang tak lagi ditanggung BPJS Kesehatannya oleh pemprov Babel per 1 September 2024.

    “Masyarakat yang sudah terbiasa menambang dari puluhan tahun, bahkan sudah menjadi budaya, sudah sempat dibina untuk untuk menjual hasil tambangnya ke pemilik IUP, kemudian diedukasi untuk bayar pajak, selurunya adalah Langkah awal yang sangat bagus. Tapi sekarang mereka di cap ilegal. Demikian sehingga mereka terpaksa menjadi orang jahat dengan melakukan kegian illegal seperti penyelundup dan kegiatan criminal lainnya. apakah ini tujuan dari penegakan hukum?”

    Fakta yang terjadi saat ini adalah ketika harga timah dunia di atas USD 30.000/MT, hampir 3 kali lipat harga rata-rata harga timah ketika kerjasama. ekspor timah Indonesia malah terendah sepanjang sejarah. Kondisi ini menyebabkan Indonesia kehilangan devisa, pajak, royalti, dividen dari PT Timah, beserta semua pendapatan lain dari roda ekonomi yang terhenti.

    Sebaliknya negara tetangga kita yang tidak punya cadangan timah, tiba mengalami kenaikan produksi yang signifikan, belum lagi posisi PT Timah sebagai exportir timah terbesar yang otomatis lengser dan dianggap sebelah mata oleh dunia.

    “Bagaimana cara mencapai target pertumbuhan ekonomi Indonesia 8%, ketika pertumbuhan ekonomi disalah satu provinsi tidak sampai 1% (0,71%)? Bagaimana kita berharap investor asing mau masuk ke Indonesia ketika warga sendiri saja dihukum karena membantu negara?” tanya Harvey Moeis.

    “Harus diakui posisi Indonesia sebagai salah satu pemain terbesar timah dunia belum signifikan, dan negara lain pasti takut kalau posisi Indonesia lebih kuat, dan itulah yang terjadi pada saat anak bangsa bahu membahu menjadikan PT Timah produsen timah nomor 1 di dunia, dan mungkin saja pihak luar selaku kompetitior kita, tidak suka dengan fakta itu, lalu melakukan apa yang sekarang sedang terjadi kepada kami. Karena satu-satunya pihak yang diuntungkan dengan kondisi kriminalisasi Kami adalah pihak asing selaku competitor Indonesia di kancah komoditas timah dunia,” sebutnya.

    (rrd/rir)

  • Kelas Menengah Kena Imbas, Masyarakat Kembali Dibodohi

    Kelas Menengah Kena Imbas, Masyarakat Kembali Dibodohi

    JAKARTA – Pemerintah Indonesia telah resmi menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Direktur Riset Bright Institute Muhammad Andri Perdana menilai pengumuman tersebut tidak kurang dari pembodohan publik.

    Tarif PPN 12 persen mulai tahun depan ini sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

    “Sesuai dengan amanat UU HPP, ini sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, tarif PPN tahun depan akan naik sebesar 12 persen per 1 Januari,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (16/12/2024).

    Dalam kesempatan itu juga Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan kenaikan tarif PPN 12 persen ini khusus untuk barang dan jasa mewah. Sejumlah barang yang akan dikenakan PPN 12 persen di antaranya adalah bahan pangan premium. Menkeu Sri Mulyani sempat menyinggung bahan pangan ini adalah daging sapi seperti wagyu, dan kobe.

    Warga memilih pakaian saat berbelanja di Mall Blok M Square, Jakarta, Jumat (15/11/2024). (ANTARA/Sulthony Hasanuddin/foc/am)

    “Yang harganya bisa di atas Rp2,5 juta bahkan Rp3 juta per kilogram-nya,” kata Sri Mulyani.

    Di sisi lain, Airlangga mengatakan tarif PPN 12 persen tidak berlaku untuk barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat atau bahan kebutuhan pokok penting.

    Sedangkan Sri Mulyani menyebutkan ada juga barang-barang yang sebenarnya terkena PPN 12 persen, namun pemerintah hanya menerapkan 11 persen. Yang masuk kategori ini adalah tepung terigu dan gula untuk industri, serta minyak goreng curah merek Minyakita.

    Pembodohan Publik

    Keputusan tarif PPN 12 persen hanya untuk barang dan jasa mewah, dengan rincian seperti yang disebutkan pemerintah, menimbulkan kebingungan di kalangan masyarakat. Direktur Riset Bright Institute Muhammad Andri Perdana bahkan menilai pengumuman tersebut tidak kurang dari pembodohan publik. Pasalnya, kenaikan PPN tersebut tetap akan diterapkan kepada seluruh barang yang selama ini terkena PPN kecuali tiga jenis barang. Bahkan, jenis barang yang akan dibebankan PPN justru bertambah.

    “Faktanya kenaikan ini bukannya mengurangi daftar produk yang akan terkena kenaikan PPN, tapi nyatanya justru menambah,” ujar Andri dalam keterangan tertulis.

    Andri menambahkan, barang-barang pokok yang disebutkan bebas dari PPN, seperti beras hingga angkutan umum, nyatanya selama ini memang sudah dikategorikan sebagai barang yang tak terbebani PPN menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2022.

    Dalam PP tersebut disebutkan barang-barang yang tidak terbebani PPN terbagi menjadi dua jenis, yaitu Barang Kena Pajak (BKP) tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN dan BKP tertentu yang tidak dipungut PPN/PPN dan PPnBM.

    Yang digolongkan sebagai BKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN antara lain adalah vaksin polio, vaksin COVID-19, buku pelajaran, kitab suci, jasa konstruksi untuk keperluan ibadah, hingga produk-produk yang berhubungan dengan bencana nasional.

    Sedangkan yang digolongkan sebagai BKP tertentu yang tidak dipungut PPN/PPN dan PPnBM antara lain adalah sembako (kecuali minyak goreng), barang hasil kelautan dan perikanan, mesin dan peralatan pabrik, hewan ternak, bibit dan pakan, rumah susun milik, perak butiran dan batangan, listrik di bawah 6.600 VA,  air bersih, barang hasil pertambangan, hingga gula konsumsi.

    “Jadi berbagai barang tersebut memang sudah dari dulu tidak dibebani PPN bahkan sebelum PP Nomor 49 Tahun 2022 diterbitkan,” ujar Andri.

    Justru dengan kebijakan baru ini, kata Andri, sebagian barang-barang tersebut yang tadinya tidak dibebani PPN tersebut kini langsung terkena tarif 12 persen.

    “Produk seperti beras premium, ikan salmon, listrik di atas 3.500 VA, rumah sakit VIP, jasa pendidikan, dan lain-lain yang dianggap premium tadinya PPN 0 persen kini dibebankan 12 persen. Produk-produk tersebut sebelumnya satu kategori dengan BKP tertentu yang tidak dibebani PPN, namun sekarang hanya yang digolongkan ‘non-premium’ yang bebas PPN. Jadi inilah yang digembar-gemborkan sebagai ‘PPN hanya untuk barang mewah’ tersebut. Padahal seluruh barang dalam kategori tersebut memang bebas PPN dari dulu,” jelas Andri.

    Menyangsikan Insentif dari Pemerintah

    Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut implementasi PPN 12 persen akan disertai berbagai stimulasi ekonomi dan insentif pajak. Seperti yang telah disinggung, pemerintah juga berkomitmen tetap memberikan fasilitas pembebasan PPN bagi barang dan jasa strategis. Selain bahan makanan pokok, ada sektor transportasi, pendidikan, kesehatan, jasa keuangan yang termasuk di antara bebas PPN. 

    Ekonom senior dari Bright Institute Awalil Rizky mengatakan dengan kebijakan ini pada akhirnya PPN 12 persen tetap dinaikan, sementara pengecualian hanya diberikan kepada sedikit kelompok barang dengan skema satu persennya ditanggung pemerintah (DTP). Adapun barang dan jasa yang tidak dikenakan PPN atau dikecualikan sebenarnya sama saja dengan sebelumnya, alias bukan kebijakan baru.

    “Hal ini menjadi berbeda dengan wacana pemerintah seminggu terakhir, bahkan hingga kemarin, yang menyebut hanya akan menaikan PPN bagi barang mewah,” kata Awalil ketika dihubungi VOI.

    Pemerintah juga mengatakan rumah tangga berpendapatan rendah akan mendapat insentif tambahan. Hal ini dilakukan demi menjaga daya beli masyarakat yang dalam beberapa bulan terakhir memang diklaim terus menurun.

    Tapi awalil meyakini penerapan tarif PPN 12 persen mulai tahun depan secara umum akan tetap terjadi kenaikan harga dan semakin memukul daya beli masyarakat kelompok bawah dan menengah bawah.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia Airlangga Hartarto bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Paket Kebijakan Ekonomi: Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Inklusif & Berkelanjutan, yang digelar di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12/2024). (ANTARA/Putu Indah Savitri)

    Bahkan beberapa paket kebijakan untuk meredam kenaikan tarif tersebut hanya sedikit mengurangi beban masyarakat, dan itu pun masih ditunggu lebih jauh rincian dan pelaksanaan insentif tersebut.

    “Beberapa insentif yang telah diumumkan hanya bersifat sementara, ada yang berdurasi beberapa bulan,” jelas Awalil, merujuk pada diskon 50 persen untuk tarif listrik dengan daya 2.200 watt ke bawah.

    “Begitu pula tentang pajak ditanggung pemerintah atas beberapa barang dan jasa pada umumnya hanya memperpanjang yang sudah dilaksanakan saat ini. Dengan demikian, ini bukan insentif baru terkait kenaikan tarif,” imbuhnya.

    Alih-alih memberikan insentif, Awalil menyatakan yang lebih diharapkan dari pemerintah adalah kebijakan yang memberi stimulus langsung ke sektor riil.

    “Bisa membantu kondisi sektor riil (beberapa industri) agar PHK massal tak berlanjut. Begitu pula agar usaha mikro dan kecil makin memperoleh kemudahan dan memberi hasil usaha yang membaik bagi pelakunya,” pungkasnya.

  • Kemenaker Selidiki Laporan PHK 250.000 Buruh Akibat Penutupan 60 Pabrik Tekstil karena Impor Ilegal

    Kemenaker Selidiki Laporan PHK 250.000 Buruh Akibat Penutupan 60 Pabrik Tekstil karena Impor Ilegal

    JAKARTA – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencermati laporan terkait ada 60 perusahaan tekstil tutup dan 250.000 karyawan kena pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat maraknya impor ilegal, seperti yang disampaikan Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament (APSyFI).

    “Atas keluhan APSyFI semua pihak sebaiknya bijaksana, mencari tahu apakah keluhan ini benar atau tidak. Kalau benar, perlu kerja sama semua pihak, sebab impor illegal menyangkut kehidupan buruh,” kata Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer di Jakarta, Rabu (18/12/2024).

    Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta pada Selasa (17/12/2024) mengatakan, dalam dua tahun terakhir, impor illegal membanjiri pasar domestik. 

    “Hingga tahun 2024, 60 pabrik tutup, 250.000 karyawan mengalami pemutusan hubungan kerja,” katanya.

    Menurut Redma, saat pandemi Covid-19 pada 2021, impor dari China sempat dihentikan. Namun, ketika kebijakan lock down berakhir, impor dari China dibuka kembali dan produk illegal kembali membanjiri pasar Tanah Air.

    Impor illegal bukan hanya melemahkan tekstil dan produk tekstil (TPT), tetapi juga industri petrokimia bahan baku utama tekstil, yaitu purified terephtalic acid (PTA). Menurut APSyFI, kondisi ini memicu memasuki de-industrialisasi.

    Immanuel mengatakan, Kemenaker tidak mempunyai wewenang untuk menindaklanti semua masalah yang dikeluhkan APSyFI, kecuali terkait pekerja.

    “Kami hanya bisa mengatakan, keluhan APSyFI pantas dicermati semua pihak. Kalau salah kita pantas mengingatkan APSyFI. Tetapi, kalau benar, semua pihak perlu bekerja sama untuk mengakhiri impor illegal yang melemahkan lapangan kerja,” kata wamenaker.

    Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Budi Gunawan dan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengumumumkan kinerja Desk Pencegahan dan Pemberantasan Penyelundupan.

    “Dalam kurun waktu 4-11 November 2024 saja, berhasil melakukan 283 kali penindakan penyelundupan berbagai komoditas seperti tekstil, mesin, elektronik, rokok, minuman keras, narkotika dan lain-lain,” ungkap Budi Gunawan.

    “Januari-November 2024 telah dilakukan 12.490 penindakan impor ilegal dengan nilai barang mencapai Rp 4,6 triliun. Sedangkan untuk ekspor telah dilakukan penindakan sebanyak 382 kali dengan nilai barang mencapai Rp 255 miliar,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani.

  • Honda-Nissan Dikabarkan Bakal Merger

    Honda-Nissan Dikabarkan Bakal Merger

    Jakarta

    Nissan dan Honda dikabarkan ingin melakukan merger guna menghadapi ketatnya persaingan di industri mobil listrik.

    Honda dan Nissan disebut-sebut telah membicarakan soal potensi merger. Langkah itu ditempuh di tengah ketatnya persaingan mobil listrik, terutama di China. Dilansir BBC, pada Maret kedua perusahaan itu sepakat untuk melakukan penjajakan kemitraan strategis dalam hal kendaraan listrik.

    Terkait kabar itu, kedua perusahaan masih dengan pernyataan yang sama seperti saat diumumkan pada Maret tahun ini.

    “Seperti pada pengumuman di Maret, Honda dan Nissan tengah mengeksplorasi beragam kemungkinan untuk kolaborasi masa depan, dengan memanfaatkan kekuatan masing-masing,” demikian pernyataannya.

    Saat ini sejumlah produsen memang tengah menghadapi ketatnya persaingan dari industri otomotif yang beralih dari mesin bensin dan diesel ke kendaraan listrik. Produksi kendaraan listrik di China juga mengalami peningkatan yang pesat. Honda dan Nissan tak menampik kabar tentang potensi merger antar dua perusahaan. Namun disebut diskusi tersebut masih tahap awal dan belum tentu ada kesepakatan yang tercapai.

    “Jika ada perkembangan terbaru, kami akan menginformasikan kepada para pemangku kepentingan pada waktu yang tepat,” begitu pernyataannya.

    Kendati demikian, potensi penggabungan dua raksasa otomotif Jepang itu dinilai bisa membuat situasi menjadi rumit. Kesepakatan ini tentu akan mendapat pengawasan yang ketat di Jepang dan bisa memicu PHK besar-besaran. Tak cuma itu, Nissan juga berpotensi dihadapkan dengan pemutusan aliansi dengan mitranya asal Prancis, Renault.

    Honda dan Nissan saat ini memang tengah tertatih-tatih bersaing di China. Keduanya kehilangan pangsa pasar cukup besar. Bahkan hampir 70 persen dari penjualan mobil listrik secara global.

    Penjualan kedua merek itu kalau digabung mencapai 7,4 juta pada tahun 2023. Namun baik Nissan dan Honda kesulitan untuk bertarung dengan BYD yang mengalami peningkatan pendapatan hingga mengalahkan Tesla.

    (dry/din)

  • Trump Tebar Ancaman ke China, Tekstil RI Bakal Terimpit?

    Trump Tebar Ancaman ke China, Tekstil RI Bakal Terimpit?

    Bisnis.com, JAKARTA – Arah kebijakan dagang presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap China berpotensi membuat industri tekstil dalam negeri makin terimpit.

    Trump memberi sinyal akan mengetatkan kebijakan proteksi dagangnya dengan menerapkan tarif impor yang lebih tinggi terhadap produk-produk China dan sejumlah negara lainnya. Ekonom menilai kebijakan pembatasan perdagangan yang dilakukan Trump terhadap China akan berdampak secara global, termasuk dirasakan oleh Indonesia.

    Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mencontohkan untuk industri tekstil, kebijakan proteksionisme Trump tak hanya berpotensi membuat Indonesia kehilangan pasar ekspornya, tetapi juga berpotensi membuat Indonesia dibanjiri oleh produk tekstil impor dari China.

    “Khusus ke tekstil yang perlu kita perhatikan juga adalah dampak dari kebijakan Trump itu bukan hanya hambatan ekspor, tapi ketika China dijadikan sasaran utama untuk tidak boleh masuk, maka dia akan mencari pasar alternatif, apalagi kondisi sekarang sudah oversupply,” kata Faisal dalam Outlook Sektor Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Tahun 2025, Selasa (17/12/2024).

    Faisal menilai Indonesia dengan instrumen trade measures yang minim maka tak heran menjadi sasaran pasar dari pasokan produk manufaktur China yang berlebih. Terlebih, RI saat ini memiliki kebijakan relaksasi impor untuk sejumlah komoditas lewat aturan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8/2024.

    Sementara itu, berdasarkan data Kementerian Perindustrian, Indonesia memiliki 207 jenis instrumen trade measures untuk menahan laju impor masuk ke pasar domestik, sementara anggota WTO lain seperti China dan Amerika Serikat berturut-turut memiliki 1.569 dan 4.597 jenis instrumen trade measures.

    “Kombinasi dari masih lemahnya konsumsi domestik dan potensi kebijakan proteksionis AS berpotensi semakin mendorong peningkatan impor barang-barang murah, termasuk tekstil dan produk tekstil, khususnya dari China,” ujar Faisal.

    Untuk diketahui, kebijakan ekonomi perdagangan yang diberlakukan Trump yaitu berupa pemangkasan pajak operasional produksi industri hingga tarif impor yang dinaikkan 10%, khusus China naik menjadi 60%, tarif impor khusus untuk Meksiko, serta penggunaan anggaran pemerintah.

    “Ini ke depan berarti ada potensi, terutama kita prediksikan di semester kedua 2025, itu sudah mulai kelihatan efek dari pada, atau sudah mulai dijalankan kebijakan-kebijakan Trumpnya, karena kami prediksikan di semester pertama ini masih harus ada proses yang diselesaikan dengan Senat,” tuturnya.

    Tekanan Industri Tekstil

    Adapun, gempuran produk impor membuat industri tekstil dalam negeri menghadapi tekanan berat. Puluhan pabrik berguguran dan pemutusan hubungan kerja merajalela.

    Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament (APSyFI) melaporkan sebanyak 60 perusahaan tekstil terpaksa tutup dalam 2 tahun terakhir yang memicu PHK sebanyak 250.000 karyawan.