Kasus: PHK

  • Massa Tolak PPN 12 Persen Sampaikan Surat Keberatan ke Setneg

    Massa Tolak PPN 12 Persen Sampaikan Surat Keberatan ke Setneg

    Jakarta, CNN Indonesia

    Perwakilan massa aksi menolak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen menyerahkan isi petisi penolakan ke Sekretariat Negara RI.

    Perwakilan akun X @barengwarga, Risyad azhary mengatakan mereka akan terus memantau langkah pemerintah ke depan.

    “Pokoknya, jangan sampai lewat, sampai nanti hari H kita lihat juga, kalau sampai benar-benar masih dipaksain berarti kita tahu memang hari ini pemerintah enggak berpihak kepada kelas pekerja, kelas penengah, dan kaum bawah,” kata Risyad usai membuat pelaporan ke Setneg RI, Jakarta, Kamis (19/12).

    Risyad menyampaikan sejauh ini petisi digital yang digalang secara online itu telah mendapatkan dukungan dari kurang lebih 120 ribu orang.

    Ia pun yakin jumlah orang yang menandatangani petisi itu akan terus bertambah ke depannya.

    “Ini kita kan bikin 100 udah lebih ya, bahkan tadi aku tagging kan 120-an mungkin, dan akan terus tambah kan, jadi kita galang terus petisinya secara digital, terus kita tagih,” ujar dia.

    Risyad menyampaikan mereka diterima secara administrasi dalam pelaporannya ke Setneg.

    Ia pun berharap lewat surat dan petisi itu pemerintah akan mendengarkan serta mempertimbangkan kembali kebijakan kenaikan PPN 12 persen tersebut.

    “Sampai dibatalkan, sampai dibatalkan, kan kita lihat katanya kan tanggal 1 akan disahkan ya. Kita tunggu juga, kalau benar-benar dipaksain berarti ya kalau begitu, ya kita turun aksi lagi gitu, jemput bola lagi gitu,” ucapnya.

    Pada hari ini, koalisi masyarakat sipil menggelar demonstrasi di Taman Aspirasi Monas, Jakarta.

    Demonstrasi ini dihadiri puluhan orang dengan membawa spanduk bernarasi menolak kenaikan PPN.

    “PPN naik masyarakat sipil bisa kena PHK pak,” teriak massa aksi.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan jajaran Kabinet Merah Putih sudah mengumumkan kenaikan PPN dari 11 persen ke 12 persen. Ini diumumkan dalam konferensi pers di Kantor Airlangga pada Senin (16/12).

    Tarif baru PPN bakal berlaku mulai 1 Januari 2025. Pemerintah berdalih kenaikan ini merupakan amanat UU Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

    (mnf/wis)

    [Gambas:Video CNN]

  • Ganjar Kritisi Kenaikan Tarif PPN 12%, Begini Katanya

    Ganjar Kritisi Kenaikan Tarif PPN 12%, Begini Katanya

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua DPP PDI Perjuangan Ganjar Pranowo menilai kenaikan PPN 12% dikhawatirkan menyebabkan sejumlah efek berganda yang negatif bagi masyarakat.

    Ganjar mengatakan bahwa kebijakan ini memang akan meningkatkan kas negara. Namun, kenaikan PPN juga akan memberikan beban tambahan kepada sejumlah kelompok masyarakat mulai dari kelompok paling rentan hingga menengah.

    Salah satu imbasnya mulai dari masyarakat akan dipaksa mengurangi konsumsi, mengorbankan tabungan atau bahkan meningkatkan utang di kalangan masyarakat.

    “Apakah ini sebuah keadilan? Saya menyampaikan ini karena khawatir bahwa kenaikan PPN 12% yang dimaksudkan sebagai obat justru menyebabkan sejumlah komplikasi,” ujarnya di YouTube Ganjar Pranowo, dikutip Kamis (19/12/2024).

    Lebih jauh, Ganjar juga menilai kebijakan untuk menaikkan PPN 12% diterapkan tidak disaat yang tepat. Pasalnya, Indonesia sedang mengalami pelemahan ekonomi.

    Buktinya, kata Ganjar, fenomena deindustrialisasi di Indonesia tengah terjadi di Indonesia. Kontribusi manufaktur terhadap PDB yang seharusnya bisa menopang ekonomi. Namun, saat ini kontribusi itu justru merosot pada tahun ini.

    “Pabrik-pabrik tutup, mesin-mesin mati, dan buruh-buruh kehilangan pekerjaan. Ini pertanda yang sangat jelas bahwa sektor produktif kita yang seharusnya menjadi tulang punggung ekonomi sedang melemah,” tambahnya.

    Ganjar menambahkan, kenaikan PPN 12% juga bisa menyebabkan sejumlah komplikasi mulai dari penurunan kelas menengah, menurunnya kapasitas menabung, hingga PHK massal.

    Meskipun demikian, Ganjar juga tidak memungkiri bahwa pajak berkontribusi dalam pembangunan infrastruktur, pembiayaan layanan publik, kesehatan pendidikan hingga sosial. 

    “Namun, dalam situasi ekonomi saat ini, kita memerlukan kebijakan perpajakan yang tepat, yang mampu meningkatkan penerimaan negara tanpa mengorbankan daya beli rakyat atau menghambat pertumbuhan ekonomi,” imbuhnya.

    Adapun, Ganjar juga menyarankan solusi untuk persoalan PPN tersebut. Misalnya, dengan “menggalakan” pungutan pajak terhadap orang yang memiliki kekayaan yang fantastis.

    Selain itu, pajak juga juga bisa ditargetkan untuk sektor tambang, kelapa sawit hingga karbon agar bisa menambah pemasukan tanpa mengorbankan rakyat.

    “Saya mengajak kepada semua pemanggu kebijakan, wakil rakyat, dan seluruh elemen bangsa. Yuk, mari kita pikirkan kembali kebijakan ini. Mari kita berani memilih jalan yang lebih adil dan lebih visioner,” pungkas Ganjar.

  • Rupiah Anjlok Rp16.313! Akhir Tahun Bisa Makin Parah

    Rupiah Anjlok Rp16.313! Akhir Tahun Bisa Makin Parah

    Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menunjukkan tren pelemahan. Pada penutupan perdagangan hari ini, Kamis (19/12) nilai tukar rupiah melemah 215 poin yang sebelumnya sempat melemah 220 poin ke level Rp16.312,5. Per 15.40 WIB, bahkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mencapai Rp16.340.

    Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi menjelaskan sentimen eksternal datang dari Federal Reserve (The Fed) yang memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin ke level 4,25–4,5 persen. The Fed mengisyaratkan kemungkinan akan menghentikan pemangkasan suku bunga di masa mendatang mengingat pasar tenaga kerja dan inflasi yang stabil.

    Diketahui, dini hari tadi, Gubernur The Fed Jerome Powell mengumumkan keputusan untuk memangkas suku bunga acuan Fed Funds Rate (FFR) sebesar 25 basis poin menjadi 4,25–4,5 persen.

    Powell mengatakan pemangkasan lebih lanjut bergantung pada kemajuan dalam mengekang inflasi yang terus-menerus. Hal itu mencerminkan penyesuaian pembuat kebijakan terhadap potensi pergeseran ekonomi di bawah pemerintahan Donald Trump yang akan datang.

    Selain itu, Bank of Japan (BOJ) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga, mencerminkan sikap hati-hati terhadap prospek ekonomi Jepang dan arah inflasi. Bank sentral tersebut mengungkapkan bahwa mereka memperkirakan inflasi akan naik pada 2025 dan tetap mendekati target tahunan sebesar 2 persen.

    Keputusan BOJ ini mengecewakan sejumlah investor yang mengharapkan kenaikan suku bunga pada Desember, meskipun stabilitas suku bunga dalam waktu dekat memberikan sinyal positif bagi pasar saham Jepang.

    Sentimen domestik

    Permintaan menurun

    Pemberian berbagai insentif tidak cukup untuk mengurangi dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen. Permasalahan yang muncul di industri saat ini adalah menurunnya permintaan lantaran menipisnya jumlah kelas menengah yang menjadi pendorong konsumsi dalam negeri.

    Periode pemberian insentif terlalu pendek

    Selain itu, periode pemberian insentif yang terlalu pendek, misalnya hanya dua bulan untuk diskon tarif listrik sebesar 50 persen. Insentif yang diberikan untuk industri padat karya juga diperkirakan belum cukup untuk meredam dampak kenaikan PPN tersebut. Pasalnya, sudah terlalu banyak sektor industri yang terpuruk seperti industri tekstil dan industri alas kaki.

    Meski pemerintah memberikan insentif khusus untuk industri padat karya, daya beli masyarakat yang masih lemah membuat pemberian insentif tersebut menjadi tidak banyak berdampak. Jika kondisi tersebut tidak ditangani secara hati-hati, maka kenaikan PPN tersebut bisa saja meningkatkan potensi pegawai terkena PHK.

    Rupiah bisa makin melemah di akhir tahun

    Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam konferensi pers RDG Desember 2024 mengungkapkan bahwa hingga 17 Desember, nilai tukar rupiah melemah 1,37 persen (point-to-point/PtP) dibandingkan bulan sebelumnya.

    Pelemahan ini dipengaruhi oleh ketidakpastian global, khususnya kebijakan AS dan potensi penurunan Fed Fund Rate (FFR) yang lebih rendah, serta penguatan dolar AS dan risiko geopolitik yang mendorong alokasi portofolio kembali ke AS.

    Namun, Perry menyampaikan bahwa depresiasi rupiah tetap terkendali, dengan pelemahan 4,16 persen dibandingkan Desember 2023, lebih kecil dari depresiasi mata uang Taiwan, Peso Filipina, dan Won Korea yang masing-masing terdepresiasi lebih dari 5 persen.

    Di sisi lain, Ibrahim Assuaibi menuturkan, pelemahan rupiah akan semakin terpuruk menuju arah Rp16.500 pada akhir 2024. 

    “Rupiah pagi ini makin terdepresiasi begitu tajam, arah menuju Rp16.500 di akhir tahun kemungkinan terjadi,” ujar dia dalam keterangan yang diterima, Kamis (19/12).

  • UMP Naik 6,5%, Pengusaha Waspada Ancaman PHK

    UMP Naik 6,5%, Pengusaha Waspada Ancaman PHK

    Jakarta

    Pengusaha menilai Indonesia tengah mengalami tantangan signifikan dalam peningkatan daya beli masyarakat. Selain dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang akan naik menjadi 12%, inkonsistensi soal kebijakan ketenagakerjaan juga dinilai berpotensi mengancam stabilitas investasi dan lapangan kerja di Tanah Air, salah satunya ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) lantaran naiknya upah minimum provinsi (UMP) per 2025 sebesar 6,5%.

    Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, menilai bahwa dengan pergantian regulasi ketenagakerjaan dan kebijakan pengupahan yang kurang transparan, seperti penetapan UMP 2025 yang dinaikkan sebesar 6,5% tanpa kejelasan dasar perhitungannya, juga menjadi salah satu faktornya.

    “Inkonsistensi kebijakan dari ketenagakerjaan ini mungkin jadi sesuatu yang harus jadi perhatian. Mulai dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) sampai dengan keputusan Presiden mengenai kenaikan UMP, dan Peraturan Menteri (Permen) 16, saya rasa perlu menjadi perhatian. Saat ini kondisi di lapangan juga kurang kondusif,” terang Shinta saat acara Outlook Ekonomi Apindo, Kamis (19/12/2024).

    Shinta bilang, salah satu sektor yang paling terdampak adalah industri padat karya. Dirinya menilai, saat ini kondisi industri padat karya sudah kurang baik, terutama di bidang tekstil dan garmen yang bahkan juga sudah mulai melakukan banyak PHK.

    “Yang sekarang banyak sekali terkena adalah industri padat karya, terutama karena kita lihat juga kondisinya sudah kurang baik, terutama tekstil/garmen yang juga sudah mulai melakukan banyak sekali PHK. Dengan adanya kenaikan UMP, sebenarnya bukan soal UMP saja, tetapi juga ada upah sektoral yang kemudian ditentukan oleh daerah masing-masing. Ini yang menimbulkan banyak sekali gejolak,” beber Shinta.

    Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi pada Kamis, 31 Oktober 2024, mengabulkan sebagian uji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, yang berujung pada penghapusan klaster Ketenagakerjaan dan mewajibkan pemerintah merumuskan Undang-Undang Ketenagakerjaan baru dalam dua tahun ke depan.

    Perubahan ini menandai pergantian keempat regulasi ketenagakerjaan dalam sepuluh tahun terakhir, menciptakan ketidakpastian yang merugikan dunia usaha dan menghambat penciptaan lapangan kerja baru.

    Lihat Video: Prabowo Umumkan Upah Minimum 2025 Naik 6,5%

    (eds/eds)

  • Tidak Ada Lompatan Besar, Apindo Prediksi Pertumbuhan Ekonomi RI Tahun Depan di Angka 5,2 Persen – Halaman all

    Tidak Ada Lompatan Besar, Apindo Prediksi Pertumbuhan Ekonomi RI Tahun Depan di Angka 5,2 Persen – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun depan akan berada di kisaran 4,9 persen hingga 5,2 persen.

    “Kita memprediksi tahun 2025 tidak akan ada lompatan yang terlalu tinggi. Jadi prediksi kami di tahun depan itu pertumbuhannya itu antara 4,9 sampai 5,2 [persen]. Jadi mungkin cenderung lebih 5 ke atas lah,” kata Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani dalam konferensi pers di kantor Apindo, Jakarta Selatan, Kamis (19/12/2024).

    Shinta mengungkap ada beberapa faktor yang mempengaruhi prediksi Apindo. Pertama, faktor eksternal yang masih dipengaruhi oleh ketegangan geopolitik global.

    Ia menyebut ada fragmentasi perdagangan internasional, berakhirnya era booming komoditas seperti CPO dan batu bara, serta inflasi global yang mulai terkendali namun belum kembali pada posisi normal.

    “Soal dinamika yang terjadi di Amerika Serikat dengan terpilihnya Presiden Trump juga ada pengaruhnya ke Indonesia,” ujar Shinta.

    Dari sisi domestik, Shinta menyebutkan bahwa pelemahan kelas menengah menjadi faktor yang sangat mempengaruhi.

    Saat ini kondisinya adalah kelas menengah merupakan motor penggerak konsumsi dalam negeri.

    Selain itu, kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Lalu, potensi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang menurut Shinta menjadi tantangan utama yang harus menjadi perhatian.

    “Kami di sini menggarisbawahi pentingnya penciptaan lapangan pekerjaan. PHK yang terus bertambah ini pasti akan semakin mengkhawatirkan kondisi lapangan pekerjaan di Indonesia,” ucap Shinta.

    Apindo juga memprediksi bahwa tahun 2025 tidak akan ada “booster” ekonomi dari penyelenggaraan pemilu seperti yang terjadi pada tahun ini.

    Untuk sektor-sektor yang diprediksi akan tumbuh pada tahun 2025, Apindo mengidentifikasi beberapa industri seperti pengolahan, pertanian, perdagangan, pertambangan, dan konstruksi.

    Namun, beberapa sektor yang diperkirakan akan mengalami penurunan ialah akomodasi makan dan minuman, administrasi pemerintahan, jasa perusahaan, transportasi dan pergudangan, serta jasa lainnya.

    Salah satu penyebab penurunan ini adalah pemotongan anggaran biaya dinas pemerintahan sebesar 50 persen, yang akan berdampak pada industri Meeting, Incentive, Conferences, and Exhibition (MICE). 

  • 15 Stimulus Ekonomi Untuk Kesejahteraan Masyarakat di 2025

    15 Stimulus Ekonomi Untuk Kesejahteraan Masyarakat di 2025

    Jakarta, FORTUNE – Pemerintah Indonesia telah merancang 15 Stimulus kebijakan Ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun depan. 

    Kebijakan ini mencakup berbagai sektor dan ditujukan kepada berbagai lapisan masyarakat, mulai dari rumah tangga berpenghasilan rendah hingga dunia usaha.

    Mengutip dari laman resmi Kementerian Koordinator Perekonomian (Kemenko Ekon), berikut adalah daftar 15 stimulus pemerintah yang akan digelontorkan tahun depan.

    1. PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk Minyak Goreng MINYAKITA

    Pemerintah mencanangkan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun depan. Meski demikian, ada beberapa kategori barang yang tidak terkena kenaikan tarif seperti sembako.

    Pemerintah akan menanggung 1 persen dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang seharusnya 12 persen untuk minyak goreng sawit curah bermerk ‘MINYAKITA’. Dengan demikian, PPN yang dikenakan tetap sebesar 11 persen, sehingga harga minyak goreng ini lebih terjangkau bagi masyarakat.

    2. PPN DTP untuk Tepung Terigu

    Kebijakan serupa diterapkan pada tepung terigu, di mana pemerintah menanggung 1 persen dari PPN, sehingga tarif yang dikenakan tetap 11 persen. Hal ini diharapkan dapat menjaga stabilitas harga tepung terigu di pasaran.

    3. PPN DTP untuk Gula Industri

    Gula industri juga mendapatkan fasilitas PPN DTP sebesar 1 persen, sehingga tarif PPN yang dikenakan menjadi 11 persen. Gula industri merupakan bahan baku penting bagi industri makanan dan minuman yang menyumbang 36,3 persen terhadap total industri pengolahan.

    4. Bantuan Pangan Berupa Beras

    Pemerintah akan memberikan bantuan pangan berupa beras sebanyak 10 kilogram per bulan kepada masyarakat desa terpencil (desil) 1 dan 2 selama dua bulan (Januari dan Februari 2025). Program ini menyasar 16 juta Penerima Bantuan Pangan (PBP) untuk memastikan kebutuhan dasar mereka terpenuhi.

    5. Diskon Listrik 50 persen

    Diskon sebesar 50 persen akan diberikan kepada pelanggan dengan daya listrik terpasang hingga 2200 VA selama dua bulan (Januari-Februari 2025). Kebijakan ini menyasar sekitar 81,42 juta pelanggan, mencakup konsumsi 9,1 TWh per bulan atau setara 35 persen dari total konsumsi listrik nasional.

    6. PPN DTP untuk Properti

    Untuk mendorong sektor properti, pemerintah memberikan PPN DTP bagi pembelian rumah dengan harga jual hingga Rp5 miliar. Diskon 100 persen diberikan untuk periode Januari hingga Juni 2025, dan diskon 50 persen untuk Juli hingga Desember 2025.

    7. PPN DTP untuk Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB)

    Pemerintah memberikan PPN DTP sebesar 10 persen untuk penyerahan kendaraan listrik roda empat tertentu dan bus dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal 40 persen. Untuk bus dengan TKDN antara 20 persen hingga kurang dari 40 persen, diberikan PPN DTP sebesar 5 persen.

    8. PPnBM DTP untuk Kendaraan Listrik

    Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) DTP sebesar 15 persen diberikan untuk impor kendaraan listrik roda empat tertentu secara utuh (Completely Built Up/CBU) dan penyerahan kendaraan listrik roda empat yang dirakit di dalam negeri (Completely Knock Down/CKD).

    9. Pembebasan Bea Masuk untuk Kendaraan Listrik CBU

    Pemerintah membebaskan bea masuk sebesar 0 persen untuk impor kendaraan listrik CBU, sesuai dengan program yang sudah berjalan, guna mendorong adopsi kendaraan ramah lingkungan.

    10. Insentif PPnBM untuk Kendaraan Hibrida

    Insentif PPnBM DTP sebesar 3 persen diberikan untuk kendaraan bermotor dengan teknologi hibrida, sebagai upaya mendorong penggunaan kendaraan yang lebih efisien dan ramah lingkungan.

    11. Insentif PPh Pasal 21 DTP untuk Pekerja

    Pemerintah memberikan insentif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 DTP bagi pekerja dengan gaji hingga Rp10 juta per bulan yang bekerja di sektor padat karya seperti tekstil, pakaian jadi, alas kaki, dan furnitur.

    12. Optimalisasi Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)

    BPJS Ketenagakerjaan akan memberikan tunjangan sebesar 60 persen dari upah selama enam bulan dan pelatihan senilai Rp2,4 juta bagi pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), sebagai upaya perlindungan bagi tenaga kerja.

    13. Diskon Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)

    Diskon 50 persen untuk iuran JKK selama enam bulan diberikan kepada sektor industri padat karya, guna meringankan beban biaya operasional perusahaan dan menjaga keberlangsungan usaha. Stimulus ini diasumsikan untuk 3,76 juta pekerja.

    14. Perpanjangan PPh Final 0,5 persen untuk UMKM

    Masa berlaku PPh Final 0,5 persen diperpanjang hingga tahun 2025 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) UMKM yang telah memanfaatkan fasilitas ini selama 7 tahun dan berakhir di tahun 2024.

    Untuk WP OP UMKM lainnya tetap dapat menggunakan PPh Final 0,5% selama 7 tahun sejak pertama kali terdaftar sesuai Peratuan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022, dan untuk UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta/tahun maka akan diberikan pembebasan PPh.

    15. Insentif untuk Sektor Industri Padat Karya

    Pemerintah memberikan berbagai insentif, termasuk pembebasan atau pengurangan pajak, untuk sektor industri padat karya, terutma untuk revitalisasi mesin guna meningkatkan produktivitas dengan skema subsidi bunga sebesar 5 persen dan kisaran plafon kredit tertentu.

    Demikianlah 15 stimulus ekonomi yang diberikan pemerintah pada tahun 2025, guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Semoga bermanfaat.

  • Pengusaha Prediksi Ekonomi RI 2025 Mentok di Level 5%

    Pengusaha Prediksi Ekonomi RI 2025 Mentok di Level 5%

    Jakarta

    Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan tidak akan mengalami lompatan yang terlalu tinggi. Ketua Apindo Shinta W Kamdani menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 ada di kisaran 4,9% sampai 5,2%.

    “Prediksi kami di tahun depan 4,9%-5,2% cenderung 5 ke atas, jadi di angka 5,1% 5,2%,” kata dia dalam konferensi pers, di Kantor Apindo, Jakarta, Kamis (19/12/2024).

    Pertumbuhan yang stagnan itu dipengaruhi berbagai faktor, baik dari global maupun dalam negeri. Untuk faktor dari global, Shinta menyebut, perekonomian Indonesia akan dipengaruhi dengan penurunannya perdagangan global hingga terpilihnya Presiden AS Donald Trump.

    Kedua, untuk faktor dalam negeri, pertumbuhan perekonomian Indonesia akan dipengaruhi dengan penurunan konsumsi masyarakat akibat tekanan PPN naik jadi 12%.

    Penurunan daya beli masyarakat ini juga telah menurunkan jumlah kelas menengah. Apindo menyebut, jumlah kelas menengah menyusut 9,5 juta orang dalam 5 tahun terakhir.

    Padahal, menurut Shinta, kelas menengah Indonesia berperan penting dalam mendongkrak konsumsi nasional. Konsumsi masyarakat tahun depan diprediksi menurun karena tidak ada lagi penopang seperti tahun 2024 dengan adanya pemilihan umum (pemilu).

    “Kita lihat tahun ini kan ada booster pemilu, itu cukup menambah konsumsi, tapi di tahun depan ini kan tidak ada. Jadi ini juga akan menjadi satu pertimbangan,” terangnya.

    Selain itu, kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) disebut akan menyebabkan adanya pemutusan hubungan kerja (PHK). Pengusaha ingin pemerintah memberikan perhatian lebih kepada tenaga kerja untuk mendukung penciptaan lapangan kerja yang lebih banyak.

    “Jadi kami mungkin di sini menggaris bawahi pentingnya penciptaan lapangan pekerjaan dan di sini lah kenapa buat kami dengan adanya PHK yang terus bertambah ini pasti akan semakin mengkhawatirkan kondisi lapangan pekerjaan di Indonesia,” terangnya.

    Lihat Video: Potensi Pertumbuhan Ekonomi Awal Era Prabowo-Gibran

    (ada/eds)

  • Yang perlu diketahui publik soal kenaikan PPN 12 persen

    Yang perlu diketahui publik soal kenaikan PPN 12 persen

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (tengah) bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani (ketiga kanan), Menteri Perindustrian Agus Gumiwang (kedua kanan), Menteri UMKM Maman Abdurrahman (kanan), Menteri Perdagangan Budi Santoso (kedua kiri), Menteri Ketenagakerjaan Yassierli (kiri), dan Menteri Perumahan dan Kawasan Pemukiman Maruarar Sirait (ketiga kiri) berpegangan tangan usai konferensi pers di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12/2024). ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha

    Yang perlu diketahui publik soal kenaikan PPN 12 persen
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Kamis, 19 Desember 2024 – 07:38 WIB

    Elshinta.com – Rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen resmi dilanjutkan oleh Pemerintah. Tarif ini bakal berlaku mulai 1 Januari 2025.

    Bersamaan dengan itu, Pemerintah menyiapkan paket stimulus ekonomi yang menyasar enam aspek, yakni rumah tangga, pekerja, UMKM, industri padat karya, mobil listrik dan hibrida, serta properti.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut paket stimulus itu dirancang sekomprehensif mungkin untuk bisa memberikan keseimbangan antara data perekonomian dengan masukan dari berbagai pihak.

    Namun, reaksi publik menyangsikan keputusan Pemerintah yang dianggap makin menekan kemampuan ekonomi rakyat. Publik masih belum berhenti meminta Pemerintah untuk membatalkan kebijakan PPN 12 persen.

    Penjelasan PPN 12 persen

    Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto maupun DPR menyatakan tarif PPN 12 persen akan diterapkan secara selektif, utamanya menyasar kelompok barang mewah.

    Dari konferensi pers Senin (16/12), Pemerintah mengumumkan tarif tunggal PPN, yakni sebesar 12 persen, namun dengan fasilitas pembebasan terhadap barang dan jasa kebutuhan pokok serta pajak ditanggung pemerintah (DTP) terhadap tiga komoditas.

    Barang dan jasa kebutuhan pokok yang dimaksud dalam definisi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), adalah barang dan jasa kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, di antaranya beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran.

    Untuk jasa, mencakup jasa kesehatan, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa angkutan umum, dan jasa tenaga kerja. Buku, vaksin polio, rumah sederhana dan sangat sederhana, rusunami, serta pemakaian listrik dan air minum pun termasuk yang mendapat fasilitas pembebasan PPN.

    Sementara itu, terdapat tiga komoditas yang seharusnya termasuk dalam objek pajak PPN 12 persen, tetapi kenaikan tarif 1 persen ditanggung oleh Pemerintah karena dianggap sangat dibutuhkan oleh masyarakat umum. Ketiga komoditas itu  adalah tepung terigu, gula untuk industri, dan minyak goreng rakyat atau MinyaKita.

    Di luar dua kelompok itu, tarif PPN yang dikenakan adalah sebesar 12 persen.

    Terkait barang mewah, Pemerintah melakukan penyesuaian terhadap definisi barang mewah dalam kebijakan PPN 12 persen.

    Dari paparan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, konsep barang mewah selama ini mengacu pada ketentuan pengenaan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), yang terdiri dari dua kelompok, yaitu kendaraan bermotor dan non-kendaraan bermotor.

    Untuk non-kendaraan bermotor, rinciannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2023, di antaranya hunian mewah, balon udara, peluru dan senjata api, pesawat udara, serta kapal pesiar mewah.

    Adapun dalam konteks PPN 12 persen, Pemerintah memperluas kelompok barang mewah dengan turut menyasar barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, dan jasa pendidikan yang dikonsumsi oleh kalangan mampu — atau yang disebut oleh Sri Mulyani sebagai barang dan jasa premium.

    Mengacu pada definisi di UU HPP, kelompok-kelompok tersebut seharusnya mendapat fasilitas pembebasan PPN. Namun, karena sifatnya yang premium, Pemerintah bakal menarik PPN 12 persen terhadap barang dan jasa tersebut.

    Sebagai contoh, dalam UU HPP, daging termasuk barang kebutuhan pokok yang dibebaskan dari PPN. Namun, daging wagyu dan kobe nantinya bakal termasuk golongan yang dikenakan tarif PPN 12 persen. Sama halnya, ikan juga termasuk komoditas yang dibebaskan dari PPN, tetapi salmon dan tuna yang lebih banyak dikonsumsi masyarakat kelompok atas bakal diterapkan tarif 12 persen.

    Adapun untuk jasa pendidikan, yang termasuk objek pengenaan PPN adalah sekolah dengan iuran tinggi. Untuk jasa kesehatan, layanan VIP menjadi contoh jasa yang dianggap premium.

    Listrik pelanggan rumah tangga 3500-6600 VA juga akan dimasukkan dalam objek pajak tarif PPN 12 persen.

    Untuk detail lebih lanjut mengenai barang dan jasa yang menjadi objek pajak PPN 12 persen maupun yang diberikan insentif akan dituangkan dalam peraturan yang diterbitkan belakangan, bisa berupa peraturan menteri maupun peraturan pemerintah.

    Paket stimulus ekonomi

    Paket stimulus disiapkan untuk meredam efek kenaikan tarif PPN.

    Untuk merespons risiko daya beli masyarakat, Pemerintah menyediakan tiga stimulus untuk mendukung rumah tangga,  yakni bantuan beras sebanyak 10 kilogram per bulan yang akan dibagikan pada Januari dan Februari 2025, PPN DTP untuk tiga komoditas, dan diskon sebesar 50 persen untuk listrik di bawah 2.200 VA.

    Untuk memitigasi risiko pemutusan hubungan kerja (PHK), Pemerintah memperkuat program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Pemerintah melakukan penyesuaian terhadap nilai manfaat dan masa klaim. Besarannya diubah menjadi 60 persen untuk enam bulan masa penerimaan manfaat (dari sebelumnya 45 persen pada tiga bulan pertama dan 25 persen pada tiga bulan berikutnya) dengan masa klaim diperpanjang menjadi enam bulan setelah terkena PHK.

    Program JKP juga menyediakan akses informasi pasar kerja serta pelatihan keterampilan untuk membantu peserta program mendapatkan pekerjaan baru.

    Untuk risiko kerentanan pengusaha, disiapkan stimulus untuk UMKM, yakni perpanjangan insentif PPh final sebesar 0,5 persen bagi pengusaha dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun.

    Paket stimulus ekonomi berikutnya menyasar industri padat karya. Terdapat insentif PPh 21 DTP bagi pekerja dengan gaji sampai dengan Rp10 juta per bulan, bantuan pembiayaan dengan subsidi bunga 5 persen, serta bantuan jaminan kecelakaan kerja sebesar 50 persen selama 6 bulan.

    Pemerintah juga menyiapkan insentif untuk pembelian kendaraan listrik dan hibrida berupa PPN dan PPnBM, dengan rincian PPN DTP sebesar 10 persen untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) completely knocked down (CKD), PPnBM DTP 15 persen untuk KBLBB impor completely built up (CBU) dan CKD, serta bea masuk 0 persen untuk KBLBB CBU. Juga, PPnBM DTP sebesar 3 persen untuk kendaraan bermotor hibrida.

    Terakhir, paket stimulus menyasar sektor properti, dengan memperpanjang insentif PPN DTP untuk rumah dengan harga jual sampai dengan Rp5 miliar. PPN yang ditanggung maksimal untuk harga Rp2 miliar, dengan rincian diskon 100 persen untuk Januari-Juni 2025 dan 50 persen untuk Juli-Desember 2025.

    Dampak terhadap ekonomi

    Salah satu dampak yang disorot dari kebijakan tarif PPN 12 persen adalah potensi inflasi yang tinggi pada tahun depan. Center of Economics and Law Studies (Celios) memperkirakan kenaikan tarif PPN 12 persen pada 2025 bisa meningkatkan inflasi hingga ke level 4,11 persen. Sebagai catatan, inflasi per November 2024 tercatat sebesar 1,55 persen (year-on-year/yoy).

    Celios juga menghitung kenaikan PPN bisa menambah pengeluaran kelompok miskin sebesar Rp101.880 per bulan. Sementara kelompok kelas menengah mengalami kenaikan pengeluaran sebesar Rp354.293 per bulan.

    Sementara itu, Bank Indonesia (BI) menyebut dampak PPN 12 persen terhadap inflasi tak terlalu signifikan. Berdasarkan proyeksi Deputi Gubernur BI Aida S Budiman, efek PPN terhadap inflasi berkisar 0,2 persen.

    Dari sisi Pemerintah, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara Kemenko Perekonomian Ferry Irawan menyebut risiko kenaikan inflasi itu telah diantisipasi, yang terefleksi pada kehadiran paket stimulus bantuan pangan dan diskon listrik 50 persen pada Januari-Februari 2025. Insentif diberikan selama dua bulan untuk menjaga tingkat inflasi pada kuartal I, yang diyakini berperan penting dalam menentukan tingkat inflasi sepanjang tahun.

    Namun, efektivitas dari paket stimulus yang disiapkan Pemerintah banyak dipertanyakan. Salah satu komentar datang dari Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede yang menyebut keuntungan stimulus bersifat jangka pendek. Sementara untuk jangka panjang, perlu ada evaluasi lebih lanjut oleh Pemerintah.

    Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menyatakan bahwa pemberian berbagai insentif tidak cukup untuk mengurangi dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen. Pasalnya, kinerja permintaan maupun industri sudah terlanjur melemah. Meski ada insentif untuk industri padat karya, misalnya, industri ini sudah telanjur terpuruk, seperti yang terlihat pada industri tekstil dan industri alas kaki.

    Di sisi lain, juga ada sejumlah optimisme terhadap kebijakan tarif PPN 12 persen.

    Contohnya, peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet yang menilai paket stimulus bersifat inklusif dalam memitigasi dampak kenaikan tarif PPN. Tetapi, dia turut mewanti-wanti soal terbatasnya durasi dan jangkauan tiap insentif.

    Kemudian, Kepala Center of Food, Energy and Sustainable Development Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov berpendapat insentif diskon listrik dapat membantu meringankan beban biaya hidup, terutama bagi keluarga dengan penghasilan terbatas yang sebagian besar bergantung pada tarif listrik bersubsidi. Dia meminta Pemerintah memastikan pemberian diskon tarif listrik pada awal tahun depan agar tepat sasaran.

    Selain itu, ia juga mendorong Pemerintah melakukan evaluasi secara hati-hati agar efek kebijakan tidak hanya bersifat sementara, tetapi berdampak besar pada pola konsumsi jangka panjang.

    Bila hasil evaluasi menunjukkan dampak positif terhadap peningkatan konsumsi masyarakat, Pemerintah dapat mempertimbangkan untuk melanjutkan stimulus tersebut.

    Secara keseluruhan, paket stimulus Pemerintah dinilai bersifat temporer. Terlebih, rata-rata insentif merupakan perpanjangan atau penguatan dari kebijakan yang telah ada sebelumnya.

    Direktur Celios Bhima Yudhistira menyerukan agar Pemerintah mengkaji alternatif kebijakan tarif PPN. Menurutnya, memperluas basis pajak, penerapan pajak kekayaan, dan memberantas celah penghindaran pajak, lebih efektif meningkatkan penerimaan negara tanpa perlu membebani masyarakat.

    Sumber : Antara

  • Kupas 15 Stimulus Kebijakan di Bidang Ekonomi untuk Kesejahteraan Masyarakat di Tahun 2025

    Kupas 15 Stimulus Kebijakan di Bidang Ekonomi untuk Kesejahteraan Masyarakat di Tahun 2025

    Jakarta, Beritasatu.com – Jelang pergantian tahun, pemerintah secara konsisten terus berupaya untuk dapat menjaga daya beli dan tingkat kesejahteraan masyarakat dengan menyiapkan paket insentif kebijakan di bidang perekonomian berupa pembebasan hingga keringanan perpajakan bagi berbagai lapisan masyarakat dan dunia usaha, yang akan diberlakukan pada awal tahun 2025 mendatang.

    Bagi rumah tangga berpenghasilan rendah, pemerintah akan menyediakan serangkaian fasilitas kebijakan berupa:

    1. PPN ditanggung pemerintah (DTP) sebesar 1% dari kebijakan PPN 12% untuk minyak goreng sawit curah yang dikemas dengan merk “MINYAKITA”, sehingga PPN yang dikenakan tetap sebesar 11%.

    2. PPN DTP sebesar 1% dari kebijakan PPN 12%  juga diberlakukan untuk tepung terigu, sehingga PPN yang dikenakan pada tepung terigu juga tetap sebesar 11%.

    3. Gula industri juga menjadi komoditas yang memperoleh fasilitas PPN DTP sebesar 1% dari kebijakan PPN 12%, sehingga dikenakan PPN sebesar 11%. Adapun gula industri tersebut merupakan input penting bagi industri makanan minuman, di mana industri makanan dan minuman memiliki share sebesar 36,3% terhadap total industri pengolahan.

    4. Pemberian bantuan pangan berupa beras sebanyak 10 kilogram perbulan kepada masyarakat desil 1 dan 2 selama 2 bulan (Januari dan Februari 2025), dengan sasaran sebanyak 16 juta Penerima Bantuan Pangan (PBP).

    5. Diskon sebesar 50% untuk pelanggan dengan daya terpasang listrik hingga 2200 VA selama 2 bulan (Januari-Februari 2025), dengan menyasar sebanyak 81,42 juta pelanggan, mencakup konsumsi 9,1 Twh/bulan yang setara 35% total konsumsi listrik nasional.

    Selain menyasar rumah tangga berpenghasilan rendah, fasilitas kebijakan di bidang ekonomi yang didesain pemerintah juga memiliki peruntukan bagi masyarakat kelas menengah, yakni berupa:

    6. PPN DTP Properti  bagi pembelian rumah dengan harga jual sampai dengan Rp 5 miliar dengan dasar pengenaan pajak sampai dengan Rp 2 miliar. Skema insentif tersebut diberikan sebesar diskon 100% untuk bulan Januari – Juni 2025 dan diskon 50% untuk bulan Juli – Desember 2025.

    7. PPN DTP Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) atau electric vehicle (EV) dengan rincian sebesar 10% atas penyerahan EV roda empat tertentu dan EV bus tertentu dengan nilai TKDN paling rendah 40%, dan sebesar 5% atas penyerahan EV bus tertentu dengan nilai TKDN paling rendah 20% sampai dengan kurang dari 40%.

    8. PPnBM DTP EV sebesar 15% atas impor KBLBB roda empat tertentu secara utuh (Completely Built Up/CBU) dan penyerahan KBLBB roda empat tertentu yang berasal dari produksi dalam negeri (Completely Knock Down/CKD).

    9. Pembebasan Bea Masuk EV CBU sebesar 0%, sesuai program yang sudah berjalan.

    10. Pemberian insentif PPnBM DTP sebesar 3% untuk kendaraan bermotor bermesin hybrid.

    11. Insentif PPh Pasal 21 DTP untuk pekerja dengan gaji sampai dengan Rp 10juta/bulan yang berlaku untuk sektor padat karya seperti tekstil, pakaian jadi, alas kaki, dan furnitur.

    12. Optimalisasi Jaminan Kehilangan Pekerjaan dari BPJS Ketenagakerjaan sebagai buffer bagi para pekerja yang mengalami PHK dengan memberikan dukungan berupa manfaat tunai 60% flat dari upah selama 6 bulan, manfaat pelatihan Rp 2,4 juta, kemudahan akses informasi pekerjaan, dan akses Program Prakerja.

    13. Diskon sebesar 50% atas pembayaran iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) selama 6 bulan bagi sektor industri padat karya yang diasumsikan untuk 3,76 juta pekerja. 

    Secara spesifik, pemerintah juga telah menyiapkan fasilitas insentif bagi dunia usaha terutama untuk perlindungan kepada UMKM dan Industri Padat Karya, yakni melalui:

    14. Perpanjangan masa berlaku PPh Final 0,5% sampai dengan tahun 2025 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) UMKM yang telah memanfaatkan selama 7 tahun dan berakhir di tahun 2024. Untuk WP OP UMKM lainnya tetap dapat menggunakan PPh Final 0,5% selama 7 tahun sejak pertama kali terdaftar sesuai Peratuan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022, dan untuk UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta/tahun maka akan diberikan pembebasan PPh.

    15. Pembiayaan Industri Padat Karya untuk revitalisasi mesin guna meningkatkan produktivitas dengan skema subsidi bunga sebesar 5% dan range plafon kredit tertentu.

  • Pacu Kontribusi Industri Padat Karya untuk Kue Perekonomian

    Pacu Kontribusi Industri Padat Karya untuk Kue Perekonomian

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah memberikan guyuran insentif untuk industri padat karya mulai dari insentif PPh21 ditanggung pemerintah (DTP) hingga fasilitas pembiayaan revitalisasi mesin. 

    Direktur Industri Tekstil, Kulit dan Alas Kaki Kemenperin, Adie Rochmanto Pandiangan mengatakan insentif khusus untuk industri padat karya tersebut diberikan guna mendorong industri untuk tetap berekspansi ditengah berbagai tekanan. 

    “Oleh sebab itu, perlu juga relaksasi bagi industri yang kolaps. Kalau tidak, industri lari lagi ke Vietnam, jadi itulah yang diambil pemerintah, apa yang dilakukan untuk balancing itu semua,” kata Adie di Yogyakarta, dikutip Rabu (18/12/2024). 

    Adie tak menampik bahwa industri padat karya merupakan sektor yang paling rentan terhadap pengangguran. Sektor-sektor industri yang banyak menyerap tenaga kerja itu tengah menghadapi pelemahan daya beli sehingga produk minim terserap di pasar. 

    Hal ini juga yang melatarbelakangi pemerintah memutuskan untuk menaikkan upah minimum provinsi (UMP) sebesar 6,5% tahun depan. Sementara itu, pemerintah juga berniat untuk menaikkan PPN 12% yang menjadi beban baru industri. 

    “Kalau itu naik berarti akan menghantam industri nya dengann biaya produksi naik, output pun pasti naik, sementara rata-rata itu kontraknya sekian tahun, gak bisa nilainya [harga] ditambahkan,” ujarnya. 

    Alhasil, pemerintah memberikan fasilitas revitalisasi mesin untuk mendorong produktivitas, meringankan kredit investasi dengan range plafon kredit yang bunga nya disubsidi 5% serta PPh21 DTP. 

    Dengan industri padat karya yang bisa bergerak lebih leluasa, diharapkan akan berdampak pada pencapaian pertumbuhan ekonomi 8%, sesuai dengan target Presiden Prabowo Subianto.

    Target Ekonomi Tumbuh 8%

    Badan Pembangunan Nasional atau Bappenas memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 8% seperti yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto akan tercapai pada 2029.

    Staf Ahli Bidang Sinergi Ekonomi dan Pembiayaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Rd Siliwanti menjelaskan pihaknya sudah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025—2029. Dalam dokumen tersebut, salah satu yang diproyeksikan adalah pertumbuhan ekonomi per tahunnya.

    Dia merincikan trajektori pertumbuhan ekonomi mencapai 5,3% pada 2025. Jumlah tersebut lebih tinggi dari asumsi pertumbuhan ekonomi dalam APBN 2025 sebesar 5,2%.

    “Sehingga untuk mencapainya tentu diperlukan extra effort [upaya],” ujar Siliwanti dalam FGD Bisnis Indonesia Economic & Financial Report 2014—2024 di Wisma Bisnis Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (18/12/2024).

    Selanjutnya diproyeksikan pertumbuhan ekonomi 6,3% pada 2026, 7,5% pada 2027, 7,7% pada 2028, dan 8% pada 2029. Bahkan, Bappenas memproyeksikan pendapatan nasional bruto mencapai US$7.920 per kapita pada 2029—tumbub dari US$5.000 per kapita pada 2024.

    Lalu, tingkat kemiskinan diproyeksikan menjadi 4,5—5% pada 2029. Angka tersebut turun dari 7—8% pada 2029.

    Ketimpangan antara si kaya dan si miskin turut diproyeksikan menipis: rasio gini dari 0,379—0,382 pada 2022 menjadi 0,372—0,375 pada 2029.

    Sementara itu, indeks modal manusia diproyeksikan meningkatkan dari 0,56 pada 2023 menjadi menjadi 0,59 pada 2029.

    Siliwanti mengakui sejumlah trajektori dan sasaran tersebut tidak mudah tercapai. Oleh sebab itu, lanjutnya, diperlukan berbagai strategi yang berfokus pada penciptaan sumber pertumbuhan baru dan merata di seluruh Indonesia.

    Dari sisi permintaan misalnya, yang perlu penguatan sektor riil, eksternal, fiskal, moneter, dan keuangan. Di sisi suplai, Siliwanti menekankan pentingnya peningkatan produktivitas pertanian untuk ketahanan pangan dan hilirisasi industri produktif.

    “Serta pembangunan industri baru, kawasan ekonomi khusus, dan perkembangan sektor pariwisata, ekonomi kreatif, dan ekonomi biru,” jelasnya.

    Tak lupa, Siliwanti menekankan reformasi struktural perlu dilanjutkan termasuk penyederhanaan birokrasi dan deregulasi untuk mempermudah perizinan usaha, mengurangi potensi korupsi, dan meningkatkan fleksibilitas pasar.

    Kebutuhan Industri Padat Karya

    Sejumlah insentif fiskal yang diberikan pemerintah kepada industri padat karya adalah untuk mendorong pencapaian target pertumbuhan ekonomi 8% yang dicanangkan Presiden Prabowo.

    Tak dipungkiri, beberapa waktu belakangan industri padat karya dihantam banyak krisis sehingga rontok satu per satu. Efeknya adalah PHK massal terjadi yang berefek domino pada pelemahan daya beli masyarakat.

    Sebagaimana diketahui, industri tekstil menjadi salah satu industri padat karya yang banyak mengalami tekanan. Hal ini tercerminkan dari 38 pabrik tekstil yang telah berhenti beroperasi dalam 2 tahun terakhir. Sejak awal tahun hingga September 2024, sebanyak 46.000 pekerja industri TPT terkena PHK. Jumlahnya diproyeksi bertambah 30.000 pekerja hingga akhir tahun.

    Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menilai kebijakan insentif industri padat karya berupa PPh21 ditanggung pemerintah (DTP) dan subsidi kredit investasi dapat menjadi angin segar kendati yang paling diperlukan industri yaitu pengetatan laju impor. 

    Wakil Ketua Umum API David Leonardi mengatakan, pelaku usaha tengah menantikan pemulihan daya beli masyarakat untuk mendorong pesanan baru sehingga produktivitas industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dapat terdongkrak. 

    “Jika berbicara tentang peningkatan produktivitas, lonjakan impor yang tinggi juga perlu ditekan, terutama karena kondisi pasar saat ini sedang tidak stabil,” kata David kepada Bisnis, (18/12/2024). 

    Menurut David, upaya pemerintah untuk meningkatkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% dapat menekan kembali daya beli masyarakat. 

    Sementara itu, kenaikan upah minimum provinsi sebesar 6,5% belum mampu menjadi solusi yang efektif untuk meningkatkan daya beli, telebih dalam situasi ketidakpastian terkait keterbukaan lapangan pekerjaan.

    “Dalam menghadapi kondisi ekonomi seperti ini, kebijakan yang melindungi pasar dalam negeri dan disertai stimulus terhadap industri lokal menjadi solusi yang tepat untuk mendorong aktivitas produksi,” ujarnya. 

    Sebab, menurut dia, kebijakan perlindungan pasar domestik akan meningkatkan permintaan terhadap produk industri dalam negeri, yang pada akhirnya akan memicu peningkatan penyerapan tenaga kerja dan memberikan pendapatan kepada masyarakat sehingga daya beli meningkat. 

    “Selain itu, stimulus terhadap industri akan meringankan beban yang dihadapi oleh pelaku usaha sehingga level playing field Indonesia dapat lebih kompetitif,” jelasnya. 

    Dia pun berharap produk-produk Indonesia akan memiliki harga yang lebih bersaing dengan produk impor sehingga dapat memperkuat daya saing industri nasional.