Spanduk Demo Indonesia Gelap: Anaknya Makan Gratis, Orangtua Di-PHK
Tim Redaksi
DEPOK, KOMPAS.com
– Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) akan menggelar aksi unjuk rasa “
Indonesia Gelap
” di sekitar patung kuda dan Istana Negara, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (17/2/2025).
Mereka membawa sejumlah spanduk yang mewakili bentuk protes mahasiswa saat tengah berkumpul di Lapangan FISIP UI.
Salah satunya bertuliskan
“Anaknya makan gratis, ortu-nya di-PHK”.
Kalimat tersebut menyentil keras salah satu program makanan bergizi gratis (MBG) yang telah berlangsung sejak 6 Januari 2025.
Program yang serentak diperuntukkan bagi semua anak sekolah hingga ibu hamil ini dikaitkan dengan kebijakan efisiensi anggaran di berbagai instansi.
Tak hanya itu, beberapa spanduk lainnya juga terlihat mengiringi aksi unjuk rasa yang diperkirakan baru akan berlangsung pada siang nanti.
Salah satu spanduknya bertuliskan
“Prabowo Puas, Kami Lemas”
dengan warna pilok kombinasi hitam dan merah.
Lalu, isi spanduk lainnya adalah
“Tut Wuri Efisiensi”, “EfisienShit!”,
dan
“Ok Gas Ok Gas, Anggaran Sulit!”.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI 2024 Iqbal Cheisa Wiguna mengonfirmasi bahwa jumlah massa dari UI yang akan berangkat ke Jakarta mencapai 1.000 orang.
Mereka akan berangkat sekitar pukul 11.30-12.00 WIB menggunakan bus dengan tujuan Istana Negara.
“Teman-teman UI kita akan bergabung dengan massa nasional nanti bersama BEM Seluruh Indonesia dan bersama Aliansi Masyarakat Sipil. Kita akan fokuskan massa ini di Istana Negara, apabila kita tidak sampai ke sana, mungkin kita akan mentok di Patung Kuda,” ujar Iqbal.
Ada lima tuntutan yang akan dibawa mahasiswa dalam aksi hari ini.
Pertama, mendesak pemerintah mencabut Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 mengenai efisiensi anggaran.
Kedua, mengevaluasi seluruhnya program MBG yang dilihat masih kurang tepat dalam realisasinya.
Ketiga, mencabut pasal RUU Minerba yang menyebutkan, kampus dapat mengolah izin tambang demi menjaga independensi akademik.
Keempat, mahasiswa meminta pemerintah mencairkan tunjangan dosen dan tenaga pendidik, tanpa ada pemotongan ataupun hambatan akibat birokrasi.
Kelima, mahasiswa memprotes sikap inkonsistensi pemerintah dalam mengambil atau membuat kebijakan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kasus: PHK
-
/data/photo/2025/02/17/67b2b9a23bc09.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
8 Spanduk Demo Indonesia Gelap: Anaknya Makan Gratis, Orangtua Di-PHK Megapolitan
-

Penjualan Rokok Makin Diperketat, Pengusaha Ungkap Dampaknya
Jakarta –
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 menuai polemik terutama para pengusaha pabrik rokok. Aturan tersebut dinilai berdampak luas ekonomi terutama bisa menimbulkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Ketua umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan berpandangan, pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan agar tidak memaksakan penerapan PP 28/2024 di saat situasi geo politik dan geo ekonomi global berdampak pada situasi di tanah air saat ini.
“Hal ini menimbulkan ketidakseimbangan dalam produk hukum yang dihasilkan dan berpotensi menimbulkan dampak negatif yang signifikan bagi industri dan perekonomian nasional yang tidak sedang baik-baik saja,” kata Henry Najoan dalam keterangannya, Senin (17/2/2025).
GAPPRI kata Henry mengingatkan agar Presiden Prabowo Subianto yang berkomitmen meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, termasuk menyerap jutaan tenaga kerja jangan sampai terganggu oleh agenda FCTC yang menginfiltrasi melalui produk hukum, salah satunya PP 28/2024.
Kajian GAPPRI menyatakan, PP 28/2024 memiliki dampak ekonomi yang sangat besar, yakni mencapai Rp 182,2 triliun, dengan 1,22 juta pekerja di seluruh sektor terkait terdampak.
“Larangan penjualan dalam radius 200 meter dari sekolah, potensi kerugian mencapai Rp 84 triliun. Pembatasan iklan berdampak ekonomi yang hilang mencapai Rp 41,8 triliun,” ujar Henry Najoan.
Henry Najoan menegaskan, apabila ketiga aturan tersebut (kemasan polos, larangan penjualan, dan pembatasan iklan) diberlakukan, potensi pajak yang hilang diperkirakan mencapai Rp 160,6 triliun.
“Selain itu, kemasan rokok polos berpotensi mendorong down trading (peralihan konsumen ke produk rokok yang lebih murah) dan peralihan ke rokok ilegal 2-3 kali lebih cepat dari sebelumnya. Permintaan produk legal juga diprediksi turun sebesar 42,09%,” terang Henry Najoan.
GAPPRI berharap pemerintah dapat mempertimbangkan masukan dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk pelaku industri, agar tercipta kebijakan yang tidak hanya melindungi kesehatan masyarakat, tetapi juga tidak mengorbankan kepentingan ekonomi dan sosial.
Pasalnya, IHT merupakan sektor strategis nasional yang mempekerjakan sekitar 5,8 juta orang, mulai dari petani tembakau, pekerja pabrik, hingga distributor. Namun, sektor ini telah mengalami tekanan berat sejak diterbitkannya UU 17/2023 tentang Kesehatan, serta aturan turunannya.
“Berbagai tekanan regulasi terhadap IHT legal dirasa memberatkan bagi multi-sektor yang terkait. Maka itu, pemerintah perlu berhati-hati dalam mengambil kebijakan, mengingat kondisi sosio-ekonomi Indonesia yang berbeda dari negara lain,” tegas Henry Najoan.
GAPPRI mendorong pemerintah untuk membuka ruang dialog yang inklusif dan transparan guna menciptakan regulasi yang adil dan berimbang.
“Hal ini diperlukan untuk memastikan keberlanjutan industri, melindungi jutaan pekerja, dan menjaga stabilitas perekonomian nasional sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo,” pungkas Henry Najoan.
(rrd/rrd)
-

PP Nomor 6 Tahun 2025 Mengenai Tunjangan PHK 60 Persen dari Upah Bisa Jaga Daya Beli Masyarakat
Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Umum DPP Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Moh Jumhur Hidayat menyatakan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2025 mengenai Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan, yang berlaku mulai 7 Februari 2025, memiliki ketentuan yang lebih baik dibandingkan regulasi sebelumnya. Dalam aturan ini, pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) mendapatkan kepastian berupa tunjangan sebesar 60 persen dari upah terakhir selama enam bulan.
“Alhamdulillah, aturan ini lebih menguntungkan bagi pekerja dibandingkan dengan PP sebelumnya. Artinya, pekerja yang mengalami PHK dapat menerima uang tunai sebesar 60% dari upah selama enam bulan. Kebijakan ini jelas mendukung pekerja dan berkontribusi dalam menjaga daya beli masyarakat, yang merupakan faktor utama pertumbuhan ekonomi,” ungkap Jumhur dalam pernyataan resminya di Jakarta, Minggu (16/2/2025).
Lebih lanjut, Jumhur menjelaskan, pemerintahan Prabowo Subianto menunjukkan keberpihakannya terhadap kelompok yang rentan, termasuk para pekerja.
Ia menekankan bahwa membela pekerja bukan berarti mengabaikan kepentingan dunia usaha, melainkan membangun sinergi untuk menciptakan lingkungan ekonomi yang lebih menguntungkan.
“Yang perlu disingkirkan adalah hambatan ekonomi, seperti korupsi, praktik impor ilegal, serta keserakahan yang menghambat pertumbuhan usaha,” tambahnya dalam menanggapi korban PHK yang mendapatkan tunjangan sebesar 60 persen dari upah terakhir selama enam bulan.
Sejak diberlakukannya Undang-Undang Cipta Kerja, terjadi pengurangan pesangon yang signifikan bagi pekerja. Jika sebelumnya, berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pesangon dapat mencapai 32 kali upah bagi pekerja dengan masa kerja puluhan tahun, kini jumlahnya dibatasi maksimal 19 kali upah.
Sebagai kompensasi, pekerja yang mengalami PHK diberikan manfaat tambahan berupa Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Sesuai dengan ketentuan dalam PP Nomor 37 Tahun 2021 tentang Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan, pekerja yang terkena PHK sebelumnya hanya memperoleh 45 persen dari upah selama tiga bulan pertama dan 25 persen dari upah untuk tiga bulan berikutnya, ditambah manfaat berupa pelatihan kerja agar mereka dapat beralih ke sektor lain.
Dengan diterbitkannya PP Nomor 6 Tahun 2025, Presiden Prabowo Subianto menetapkan perubahan yang lebih menguntungkan bagi pekerja. Pasal 21 dalam regulasi ini menyatakan bahwa pekerja yang terkena PHK berhak mendapatkan tunjangan sebesar 60 persen dari upah terakhir selama enam bulan.
Selain itu, upah yang digunakan sebagai dasar pembayaran manfaat JKP adalah upah terakhir yang dilaporkan kepada BPJS Ketenagakerjaan, dengan batas maksimum Rp 5 juta. Jika upah pekerja melebihi batas tersebut, pembayaran manfaat tetap mengacu pada batas maksimal yang telah ditetapkan.
Perubahan lainnya dalam PP ini termasuk revisi pada Pasal 11, yang mengatur besaran iuran JKP. Sebelumnya, iuran ditetapkan sebesar 0,46 persen dari upah bulanan, tetapi kini diturunkan menjadi 0,36 persen. Iuran tersebut bersumber dari kontribusi Pemerintah Pusat dan dana JKP. Pemerintah menyumbang 0,22 persen dari upah pekerja per bulan, sedangkan 0,14 persen berasal dari rekomposisi iuran Program JKK.
Selain itu, PP ini juga menambahkan Pasal 39A yang menyatakan bahwa jika suatu perusahaan dinyatakan pailit atau tutup sesuai ketentuan perundang-undangan dan menunggak iuran hingga enam bulan, manfaat JKP tetap akan dibayarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Namun, ketentuan ini tidak menghapus kewajiban pengusaha untuk melunasi tunggakan dan denda program jaminan sosial ketenagakerjaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 39A ayat (2).
Dengan adanya perubahan dengan PP terkait pekerja yang di-PHK mendapatkan tunjangan sebesar 60 persen dari upah terakhir selama enam bulan, diharapkan daya beli masyarakat tetap terjaga, sekaligus memberikan perlindungan yang lebih baik bagi pekerja yang mengalami PHK.
-

Prabowo Terbitkan Aturan Buruh PHK Dapat Upah 60 Persen Selama 6 Bulan, KSPSI: Alhamdulillah – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sejak diberlakukannya Undang-Undang Cipta Kerja, memang terjadi potongan yang luar biasa bagi penerima pesangon.
Bila UU No. 13 Tentang Ketenagakerjaan bisa memberi maksimum 32 kali upah saat sudah puluhan tahun bekerja, namun dalam UU Cipta Kerja maksimum hanya 19 kali upah dengan sedikit tambahan berupa Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dari BPJS Ketenagakerjaan.
Dalam PP No. 37 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), mereka yang di PHK berhak mendapat 45 persen dari upah dalam 3 bulan pertama dan 25 persen dari upah untuk 3 bulan berikutnya, di samping ada manfaat lagi seperti pelatihan-pelatihan untuk beralih pada bidang pekerjaan yang lain.
Menurut Ketua Umum DPP Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Moh Jumhur Hidayat, penerbitan PP No. 6 tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan yang mulai berlaku 7 Februari 2025 ini jauh lebih baik dari PP sebelumnya.
Setidaknya ada kepastian menerima uang tunai sebesar 60 persen dari upah terakhir selama 6 bulan.
“Ya alhamdulillah karena pastinya lebih menguntungkan buruh bila dibandingkan PP sebelumnya. Artinya kan selama 6 bulan sejak di PHK para pekerja bisa menerima uang tunai 60 persen dari upah selama 6 bulan.”
“Ini jelas pro buruh dan akan bermanfaat juga untuk menjaga daya beli masyarakat sebagai penyumbang utama dalam pertumbuhan ekonomi,” kata Jumhur, Minggu (16/2/2025).
Selanjutnya Jumhur juga menjelaskan bahwa pemerintahan Prabowo Subianto, sejauh ini menunjukkan keberpihakan kepada orang-orang lemah termasuk kaum buruh. Untuk itu momentum seperti ini harus dijaga.
“Membela kaum yang lemah itu bukan berarti menafikkan dunia usaha. Justru sebaliknya bersama-sama dunia usaha membangun kegiatan ekonomi yang menguntungkan dan memberi manfaat untuk banyak orang.”
“Yang harus disingkirkan itu ya parasit-parasit ekonomi yang membuat dunia usaha sulit berkembang seperti korupsi, importir ilegal dan sifat serakah,” pungkas Jumhur. (*)
-

Aturan Baru, Korban PHK Dapat 60 Persen Gaji Selama 6 Bulan
PIKIRAN RAKYAT – Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2025 yang merupakan Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Aturan baru itu ditandatangi Presiden Prabowo Subianto pada 7 Februari 2025.
Ada sejumlah perubahan dalam PP tersebut seperti di pasal 11 terkait iuran wajib JKP setiap bulan dari sebelumnya 0,46 persen menjadi 0,36 persen dari upah sebulan. Dalam Pasal 21 Ayat (1) menjelaskan, pekerja yang terkena PHK yang terdaftar dalam Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dapat menerima manfaat uang tunai setiap bulan dengan besaran 60 persen dari upah untuk paling lama 6 bulan.
Pada aturan sebelumnya, korban PHK juga mendapatkan upah selama 6 bulan. Namun besarannya yang dibayarkan yaitu 45 persen dari gaji untuk 3 bulan pertama dan 25 persen untuk 3 bulan berikutnya.
“Upah yang digunakan sebagai dasar pembayaran manfaat uang tunai merupakan upah terakhir pekerja/buruh yang dilaporkan pengusaha kepada BPJS Ketenagakerjaan dan tidak melebihi batas atas upah yang ditetapkan,” bunyi ayat (2) Pasal 21 PP tersebut, yang dikutip di Jakarta, Minggu, 16 Februari 2025.
Kemudian, batas atas upah yang ditetapkan Rp 5 juta. Apabila upah melebihi batas atas, maka upah yang digunakan sebagai dasar pembayaran manfaat uang tunai sebesar batas atas upah. Selain itu, ada tambahan di antara Pasal 39 dan Pasal 40 disisipkan 1 pasal yakni Pasal 39A.
Ayat 1 Pasal 39A berbunyi dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau tutup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan menunggak iuran paling lama 6 bulan, maka manfaat JKP tetap dibayarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan.
“Ketentuan pembayaran manfaat JKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghapus kewajiban Pengusaha untuk melunasi tunggakan iuran dan denda jaminan sosial ketenagakerjaan,” bunyi Pasal 39A Ayat 2.
Pengamat ketenagakerjaan Timboel Siregar menyebutkan, terdapat sejumlah untung rugi yang bakal dirasakan oleh para pekerja maupun pengusaha usai terbitnya aturan tersebut. Bagi pekerja, aturan tersebut sejatinya justru mendatangkan sejumlah keuntungan. Mulai dari mendapat manfaat uang tunai hingga Rp3 juta selama 6 bulan, informasi pasar kerja hingga pelatihan kerja yang dapat meningkatkan keahlian para pekerja.
Akan tetapi, Timboel menyebut implementasi aturan itu belum akan sepenuhnya efektif. Mengingat pekerja yang memenuhi syarat untuk mendapat klaim JKP 60% dari upah maksimal Rp 5 juta itu saat ini baru sekitar 14% – 15% dari total pekerja formal yang mencapai 50 juta orang.
“Jadi yang saya harapkan sebenarnya PP 6/2025 ini mengatur juga tentang persyaratan menjadi peserta eligible tanpa melibatkan JKN,” kata Timboel yang juga Koordinator Advokasi BPJS Watch.
Di sisi lain, aturan itu juga dinilai belum merata lantaran klaim uang tunai 60% selama 6 bulan itu hanya berlaku bagi pekerja yang kontrak Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)-nya diputus. Sedangkan, pekerja yang PKWT-nya habis dan tak diperpanjang tak akan mendapat fasilitas klaim hingga pelatihan kerja.
“Dengan adanya perpanjangan masa kontrak dari 3 tahun menjadi 5 tahun, maka jumlah pekerja yang menjadi pekerja dengan kontrak kerja itu semakin banyak, nah ketika PKWT-nya jatuh tempo pekerja yang banyak ini tidak berhak mendapat JKP,” tambahnya.
Sementara bagi pengusaha, aturan tersebut dinilai tidaklah membawa pengaruh yang signifikan mengingat iuran JKP itu tidak ada lagi baik pekerja, pengusaha tidak membayarkan iuran tambahan. Sementara, sumber pendanaan JKP itu berasal dari rekomposisi iuran jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan APBN.
“Iuran JKK yang direkomposisi 0,14% dan iuran APBN 0,22%, jadi pengusaha yang mendaftarkan pekerja di JKK dan JKM ketika membayar JKM misalnya yang paling rendah 0,24% dari upah ke BPJS Ketenagakerjaan, nah BPJS Ketenagakerjaan merekomposisi mengambil 0,14% dari 0,24% itu diserahkan ke jaminan kehilangan pekerjaan dengan maksimal upah Rp 5 juta,” katanya.***
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News
-

INFOGRAFIS Jika Efisiensi Anggaran Dilakukan Serampangan
TRIBUNJATENG.COM – Infografis Bersiap Hadapi Badai PHK dan Jalan Dibiarkan Rusak Jika Efisiensi Anggaran Dilakukan Serampangan.
lihat foto
Grafis Presiden Prabowo Efisiensi Anggaranlihat foto
Grafis Presiden Prabowo Efisiensi AnggaranPresiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan efisiensi anggaran dalam tiga tahap dengan total penghematan mencapai Rp750 triliun.
Saat ini, tahap pertama telah menghemat Rp300 triliun, dan tahap kedua direncanakan sebesar Rp308 triliun.
Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat menyampaikan, realitas di lapangan menunjukkan bahwa kebijakan ini telah menimbulkan kekacauan, terutama dalam penyelenggaraan layanan publik.
Pemotongan anggaran yang drastis terhadap kementerian, seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang kehilangan lebih dari 70 persen anggarannya, telah berakibat pada penghentian proyek-proyek infrastruktur vital.
“Jalan-jalan yang seharusnya diperbaiki kini dibiarkan rusak, sementara proyek bendungan dan irigasi yang penting bagi sektor pertanian ditunda atau dibatalkan,” tutur Achmad kepada Tribunnews, Minggu (16/2/2025).
Ia menyampaikan, dampak lainnya juga terlihat pada lembaga strategis seperti Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), yang mengalami pemotongan lebih dari 50 persen.
Akibatnya, kapasitas BMKG dalam memberikan peringatan dini bencana melemah, meningkatkan risiko terhadap keselamatan masyarakat.
“Hal ini menjadi bukti bahwa efisiensi yang tidak terencana dapat berujung pada dampak yang lebih besar dan berbahaya,” kata Achmad.
Tidak hanya itu, Achmad menyebut, pemotongan anggaran yang dilakukan serampangan telah menyebabkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai lembaga, seperti Lembaga Penyiaran Publik RRI dan TVRI.
Walaupun beberapa keputusan PHK akhirnya dibatalkan karena tekanan publik, Achmad melihat dampak psikologis dan ketidakpastian kerja bagi pegawai tetap menjadi permasalahan serius.
“Jika tahap kedua dan ketiga tetap dijalankan tanpa strategi yang lebih matang, bukan tidak mungkin akan terjadi PHK dalam skala yang lebih luas serta berkurangnya tenaga profesional di sektor-sektor vital,” papar Achmad.
Lebih lanjut Achmad menyampaikan, kebijakan efisiensi anggaran memang tidak sepenuhnya buruk. Ada beberapa aspek positif yang dapat diambil, seperti pengurangan pemborosan anggaran dan peningkatan efisiensi operasional di kementerian dan lembaga.
Dampak Positif
Pengurangan Pemborosan: Dengan adanya pemangkasan anggaran, pengeluaran yang tidak perlu, seperti perjalanan dinas dan pengadaan barang yang kurang prioritas, dapat diminimalisasi.
Hal ini seharusnya membuat anggaran lebih fokus pada program yang benar-benar bermanfaat bagi masyarakat.
Peningkatan Efisiensi: Pemotongan anggaran memaksa kementerian dan lembaga untuk lebih kreatif dalam mengelola sumber daya, misalnya dengan mengoptimalkan teknologi dan digitalisasi
dalam pelayanan publik.Dampak Negatif
Penurunan Kualitas Layanan Publik: Banyak layanan esensial menjadi terganggu akibat pemangkasan anggaran yang tidak terencana. Sektor kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan kebencanaan adalah yang paling terdampak.
PHK Massal dan Ketidakpastian Tenaga Kerja: Banyak pegawai di berbagai lembaga pemerintah menghadapi risiko kehilangan pekerjaan. Hal ini tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga menimbulkan efek domino terhadap ekonomi nasional.
Gangguan pada Proyek Infrastruktur: Pemotongan anggaran di sektor infrastruktur telah menyebabkan penundaan atau pembatalan proyek-proyek strategis.
Hal ini akan berdampak pada konektivitas nasional, daya saing ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat luas.
Pemerintah harus mempertimbangkan pendekatan yang lebih selektif dan berbasis data dalam melakukan efisiensi anggaran.
Tidak semua kementerian dan lembaga bisa dipangkas anggarannya secara serampangan, terutama yang berkaitan langsung dengan kebutuhan dasar masyarakat seperti infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan mitigasi bencana.
“Evaluasi menyeluruh harus dilakukan agar kebijakan ini tidak merugikan kepentingan publik. Rakyat harus bersikap kritis dan menolak jika kebijakan efisiensi ini lebih banyak membawa dampak buruk dibanding manfaat,” ucapnya.
-

Trump PHK 300 Pegawai Badan Keamanan Nuklir, Picu Kontroversi
JAKARTA – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali membuat keputusan kontroversial melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) lebih dari 300 pegawai di Badan Keamanan Nuklir Nasional (NNSA). Langkah ini dilaporkan oleh CNN, yang mengutip sumber terpercaya yang memahami kondisi internal lembaga tersebut.
Pemecatan massal ini terjadi pada Kamis malam dan berdampak pada banyak pegawai yang bertugas di fasilitas-fasilitas utama terkait keamanan nuklir.
Mereka yang terdampak termasuk staf yang bertanggung jawab mengawasi para kontraktor pembangunan serta memastikan pemeriksaan terhadap persenjataan nuklir tetap berjalan sesuai standar.
Tak hanya itu, pemecatan juga mencakup individu-individu yang berperan dalam menetapkan pedoman teknis bagi kontraktor yang menangani pembuatan senjata nuklir.
Keputusan ini memicu kekhawatiran mengenai stabilitas serta efektivitas pengawasan terhadap keamanan nuklir di Amerika Serikat.
Di sisi lain, juru bicara Departemen Energi membantah jumlah pemecatan yang dilaporkan. Menurut pernyataan resmi, jumlah pegawai yang diberhentikan jauh lebih sedikit, yakni kurang dari 50 orang, dengan mayoritas berasal dari staf administrasi serta klerikal.
Sehari setelahnya, Jumat kemarin, CNN kembali melaporkan bahwa pemerintahan Trump juga melakukan langkah serupa di Badan Arsip Nasional (NARA). Dalam upaya perombakan besar-besaran, sejumlah pejabat senior dipaksa meninggalkan posisi mereka. Langkah ini dinilai sebagai bagian dari strategi pemerintahan Trump dalam melakukan restrukturasi terhadap berbagai lembaga negara.
Tindakan pemecatan ini menimbulkan berbagai spekulasi mengenai alasan di balik keputusan tersebut, termasuk dugaan adanya pergeseran kebijakan strategis yang ingin diterapkan oleh pemerintahan Trump dalam bidang keamanan serta pengelolaan arsip nasional.
-

Bersiap Hadapi Badai PHK dan Jalan Dibiarkan Rusak Jika Efisiensi Anggaran Dilakukan Serampangan – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan efisiensi anggaran dalam tiga tahap dengan total penghematan mencapai Rp750 triliun.
Saat ini, tahap pertama telah menghemat Rp300 triliun, dan tahap kedua direncanakan sebesar Rp308 triliun.
Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat menyampaikan, realitas di lapangan menunjukkan bahwa kebijakan ini telah menimbulkan kekacauan, terutama dalam penyelenggaraan layanan publik.
Pemotongan anggaran yang drastis terhadap kementerian, seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang kehilangan lebih dari 70 persen anggarannya, telah berakibat pada penghentian proyek-proyek infrastruktur vital.
“Jalan-jalan yang seharusnya diperbaiki kini dibiarkan rusak, sementara proyek bendungan dan irigasi yang penting bagi sektor pertanian ditunda atau dibatalkan,” tutur Achmad kepada Tribunnews, Minggu (16/2/2025).
Ia menyampaikan, dampak lainnya juga terlihat pada lembaga strategis seperti Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), yang mengalami pemotongan lebih dari 50%.
Akibatnya, kapasitas BMKG dalam memberikan peringatan dini bencana melemah, meningkatkan risiko terhadap keselamatan masyarakat.
“Hal ini menjadi bukti bahwa efisiensi yang tidak terencana dapat berujung pada dampak yang lebih besar dan berbahaya,” kata Achmad.
Tidak hanya itu, Achmad menyebut, pemotongan anggaran yang dilakukan serampangan telah menyebabkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai lembaga, seperti Lembaga Penyiaran Publik RRI dan TVRI.
Walaupun beberapa keputusan PHK akhirnya dibatalkan karena tekanan publik, Achmad melihat dampak psikologis dan ketidakpastian kerja bagi pegawai tetap menjadi permasalahan serius.
“Jika tahap kedua dan ketiga tetap dijalankan tanpa strategi yang lebih matang, bukan tidak mungkin akan terjadi PHK dalam skala yang lebih luas serta berkurangnya tenaga profesional di sektor-sektor vital,” papar Achmad.
Lebih lanjut Achmad menyampaikan, kebijakan efisiensi anggaran memang tidak sepenuhnya buruk. Ada beberapa aspek positif yang dapat diambil, seperti pengurangan pemborosan anggaran dan peningkatan efisiensi operasional di kementerian dan lembaga.
Dampak Positif
Pengurangan Pemborosan: Dengan adanya pemangkasan anggaran, pengeluaran yang tidak perlu, seperti perjalanan dinas dan pengadaan barang yang kurang prioritas, dapat diminimalisasi.
Hal ini seharusnya membuat anggaran lebih fokus pada program yang benar-benar bermanfaat bagi masyarakat.
Peningkatan Efisiensi: Pemotongan anggaran memaksa kementerian dan lembaga untuk lebih kreatif dalam mengelola sumber daya, misalnya dengan mengoptimalkan teknologi dan digitalisasi
dalam pelayanan publik.Dampak Negatif
Penurunan Kualitas Layanan Publik: Banyak layanan esensial menjadi terganggu akibat pemangkasan anggaran yang tidak terencana. Sektor kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan kebencanaan adalah yang paling terdampak.
PHK Massal dan Ketidakpastian Tenaga Kerja: Banyak pegawai di berbagai lembaga pemerintah menghadapi risiko kehilangan pekerjaan. Hal ini tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga menimbulkan efek domino terhadap ekonomi nasional.
Gangguan pada Proyek Infrastruktur: Pemotongan anggaran di sektor infrastruktur telah menyebabkan penundaan atau pembatalan proyek-proyek strategis.
Hal ini akan berdampak pada konektivitas nasional, daya saing ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat luas.
Pemerintah harus mempertimbangkan pendekatan yang lebih selektif dan berbasis data dalam melakukan efisiensi anggaran.
Tidak semua kementerian dan lembaga bisa dipangkas anggarannya secara serampangan, terutama yang berkaitan langsung dengan kebutuhan dasar masyarakat seperti infrastruktur, kesehatan, pendidikan, dan mitigasi bencana.
“Evaluasi menyeluruh harus dilakukan agar kebijakan ini tidak merugikan kepentingan publik. Rakyat harus bersikap kritis dan menolak jika kebijakan efisiensi ini lebih banyak membawa dampak buruk dibanding manfaat,” ucapnya.
-

Induk Facebook PHK Besar-Besaran, Karyawan di Singapura Kena Pangkas
Jakarta, CNBC Indonesia – Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan oleh raksasa teknologi Meta telah berdampak cukup serius di Singapura. Ini terungkap dalam unggahan publik di platform LinkedIn dan keterangan dari sumber yang berbicara kepada The Straits Times.
Hal tersebut muncul setelah bocornya memo internal dari Wakil Presiden Sumber Daya Manusia Meta, Janelle Gale pada Februari. Dalam memo itu, induk dari Facebook ini menginformasikan rencana untuk melakukan PHK secara global sebagai bagian dari upaya restrukturisasi perusahaan.
Berdasarkan catatan yang beredar, pemberitahuan kepada karyawan yang terdampak mulai dikirimkan pada pukul 21.00 waktu Singapura pada 10 Februari di berbagai negara, termasuk Amerika Serikat.
Sementara itu, pekerja di lebih dari selusin negara di Eropa, Asia, dan Afrika diperkirakan menerima pemberitahuan mereka antara 11 hingga 18 Februari.
Seorang pengguna LinkedIn yang mengidentifikasi dirinya sebagai manajer produk Meta di Singapura mengungkapkan dalam unggahan publik pada 11 Februari.
Unggahan tersebut berisi meskipun ini bukan gelombang PHK pertama yang ia saksikan selama hampir tiga tahun bekerja di perusahaan tersebut, situasi ini “tidak pernah menjadi lebih mudah”.
“PHK di Meta kemarin sangat emosional dan menantang bagi banyak dari kami,” tulisnya, menambahkan tagar #metalayoffs sebagai bentuk solidaritas dengan mereka yang terdampak,” ujarnya dikutip dari straits times, Minggu (16/2/2025).
Dia juga mencatat dalam unggahannya bahwa beberapa karyawan yang terkena PHK sedang mengambil cuti melahirkan atau cuti orang tua pada tahun 2024.
Christopher Fong, salah satu pendiri platform jaringan karier Key, mengorganisir pertemuan selama dua jam di sebuah bar di Clarke Quay pada 13 Februari untuk membantu para pekerja Meta yang terkena PHK agar dapat terhubung satu sama lain.
Acara ini turut diselenggarakan oleh dua mantan staf Meta yang kehilangan pekerjaan dalam putaran PHK sebelumnya.
“Orang-orang yang pernah mengalami PHK ingin membantu dan memberikan rasa kenyamanan serta inspirasi kepada mereka yang menghadapi situasi yang sama,” ujarnya kepada The Straits Times, seraya menambahkan bahwa acara ini bertujuan untuk memberikan dukungan langsung kepada “gelombang pertama” PHK Februari 2025.
“Kami ingin berbagi pembelajaran tentang cara bangkit dari PHK, mempertimbangkan peluang karir, dan memberikan dukungan baik itu dalam bentuk kopi, pendakian, atau sekadar percakapan bagi profesional teknologi yang membutuhkannya,” tulisnya di LinkedIn.
Ia menambahkan platform tersebut menawarkan berbagai saluran dukungan, seperti nasihat seputar PHK serta dukungan mental dan kesejahteraan, bagi pekerja terdampak agar dapat menemukan bantuan dari komunitas teknologi yang lebih luas.
Penyelenggara acara mengatakan sekitar 20 orang hadir dalam pertemuan tersebut, dengan sekitar setengahnya adalah mereka yang terkena PHK awal pekan itu.
Salah satu penyelenggara acara, Grace Clapham, yang merupakan salah satu pemimpin komunitas alumni Meta di kawasan Asia-Pasifik, mengatakan bahwa posisi yang terkena PHK di Singapura mencakup berbagai fungsi, termasuk teknik, kemitraan, operasi bisnis global, dan kebijakan.
Para penyelenggara menambahkan bahwa karyawan terdampak membutuhkan berbagai jenis dukungan mulai dari mengelola 30 hari pertama setelah PHK hingga menemukan kelompok dukungan yang dapat menjadi tempat berbagi secara terbuka.
Namun, mereka juga mengakui bahwa tidak semua orang siap untuk berbicara dengan orang lain segera setelah kehilangan pekerjaan.
(ven/haa)
-

Pekerja Kena PHK Dapat 60 Persen Gaji Selama 6 Bulan, Ini Aturan Lengkap PP Nomor 6 Tahun 2025
PIKIRAN RAKYAT – Presiden Prabowo Subianto telah meneken aturan baru mengenai kebijakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bagi pegawai. Aturan tersebut tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2025.
Salah satu yang diatur adalah mengenai pekerja yang terkena PHK berhak mendapat manfaat uang tunai sebesar 60 persen dari upah untuk paling lama enam bulan.
Hal tersebut diatur dalam Pasal 21 PP Nomor 6 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas PP Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
“Manfaat uang tunai diberikan setiap bulan sebesar 60 persen dari upah, untuk paling lama enam bulan,” kata Pasal 21 ayat (1) dalam PP Nomor 6 Tahun 2025.
Dalam pasal tersebut, diatur juga bahwa upah yang menjadi dasar pembayaran manfaat JKP adalah upah terakhir yang dilaporkan pengusaha kepada BPJS Ketenagakerjaan dengan batas maksimal Rp5 juta.
“Jika upah pekerja melebihi batas atas upah, maka upah yang digunakan sebagai dasar pembayaran manfaat uang tunai adalah sebesar batas atas upah,” ucap Pasal 21 PP Nomor 6 Tahun 2025.
Pasal yang Berubah
Dalam beleid yang ditandatangani Presiden Prabowo Subianto pada 7 Februari 2025 tersebut, terdapat beberapa pasal yang mengalami perubahan.
Salah satunya dalam Pasal 11, besaran iuran JKP juga diubah. Sebelumnya, iuran ditetapkan sebesar 0,46 persen dari upah per bulan, kini diturunkan menjadi 0,36 persen bersumber dari iuran yang dibayarkan Pemerintah Pusat dan sumber pendanaan JKP.
Iuran dari pemerintah pusat, yaitu 0,22 persen dari upah sebulan. Sementara sumber pendanaan JKP hanya berasal dari rekomposisi iuran Program JKK sebesar 0,14 persen dari upah sebulan.
Selain itu, dalam PP tersebut, terdapat pula ketentuan yang ditambahkan yaitu Pasal 39A untuk Ayat (1) yang menyebutkan bahwa perusahaan dinyatakan pailit atas tutup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan menunggak iuran paling lama 6 (enam) bulan maka manfaat JKP tetap dibayarkan oleh BPJS Ketenagakerjaan.
“Ketentuan pembayaran manfaat JKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghapus kewajiban Pengusaha untuk melunasi tunggakan iuran dan denda program jaminan sosial ketenagakerjaan,” tutur ayat (2) pasal 39A.***
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News