Kasus: PHK

  • Jumlah PHK di Indonesia Meningkat, 40 Ribu Pekerja Terdampak dalam Dua Bulan

    Jumlah PHK di Indonesia Meningkat, 40 Ribu Pekerja Terdampak dalam Dua Bulan

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) melaporkan bahwa jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia mengalami lonjakan signifikan.

    Dalam dua bulan pertama tahun 2025 saja, sebanyak 40 ribu pekerja telah kehilangan pekerjaan. Sementara itu, sepanjang tahun 2024, total pekerja yang terkena PHK mencapai 250 ribu orang.

    Lonjakan PHK di Beberapa Wilayah
    Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Bob Azam, menyampaikan bahwa wilayah yang mengalami PHK terbanyak adalah Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Tangerang. Menurutnya, sektor padat karya menjadi yang paling terdampak karena tekanan besar yang dihadapi oleh industri tersebut.

    “Data yang kami peroleh menunjukkan bahwa Jakarta dan Jawa Barat mencatat jumlah PHK tertinggi. Dalam periode Januari-Februari 2025, sekitar 40 ribu buruh telah kehilangan pekerjaan, sementara pada tahun 2024 jumlahnya mencapai sekitar 250 ribu,” ujar Bob kepada wartawan dikutip Senin (31/3/2025).

    Informasi ini dihimpun Apindo berdasarkan data pencairan jaminan hari tua (JHT) dan jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) dari BPJS Ketenagakerjaan.

    Penyebab dan Dampak PHK
    Bob menegaskan bahwa sektor padat karya menjadi yang paling rentan terhadap gelombang PHK. Jika tidak ada kebijakan yang efektif dari pemerintah, jumlah pekerja yang terdampak diperkirakan akan terus bertambah.

    Salah satu kasus PHK massal yang mencuri perhatian pada awal 2025 adalah yang terjadi di PT Sri Rejeki Isman (Sritex). Perusahaan tekstil tersebut terpaksa memberhentikan puluhan ribu pekerjanya akibat penutupan pabrik. Namun, Bob mengaku belum bisa memastikan apakah jumlah 40 ribu PHK yang tercatat hingga Februari 2025 sudah termasuk pekerja dari Sritex atau belum.

  • Sritex Bakal Dilelang ke BUMN, Menperin Buka Suara – Page 3

    Sritex Bakal Dilelang ke BUMN, Menperin Buka Suara – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Menteri Perindustrian Agus Gumiwang mengaku belum mengetahui kabar pasti terkait PT Sri Rezeki Isman (Sritex) bakal dilelang ke salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

    “Belum, harus yang pasti kalau gak salah dilelang,” kata Menperin kepada media, saat ditemui Jakarta, Senin (31/3/2025).

    Ketika dikonfirmasi mengenai potensi Sritex dikelola oleh Holding BUMN Transformasi dan Investasi pertama dan satu-satunya di Indonesia, yaitu Danareksa, Menteri Perindustrian belum dapat memberikan kepastian.

    Kendati begitu dia menyatakan keputusan resmi terkait hal tersebut akan diumumkan oleh pihak kurator.

    “Pengumumannya nunggu kurator Sritex,” tambah dia.

    Sebagai informasi, sebanyak 8.400 karyawan PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan berhenti bekerja per 1 Maret 2025. Kondisi tersebut menjadi perhatian pemerintah, dengan salah satunya berupaya mempekerjakan mereka kembali, paling cepat dua minggu ke depan.

    Kurator PT Sritex Nurma Sadikin mengulas, pihaknya telah membuka opsi untuk penyewaan alat berat untuk meningkatkan harta pailit dan menjaga aset agar nilainya tidak turun.

    Sejauh ini, tim kurator telah membangun komunikasi dengan sejumlah investor, yang nantinya dalam dua minggu ke depan mereka akan memutuskan siapa pihak yang akan menyewa aset Sritex tersebut.

    “Yang mana ini akan menyerap tenaga kerja, yang mana juga ini bisa karyawan yang telah terkena PHK dapat di-hire kembali kemudian oleh penyewa yang baru,” jelas Nurma.

    Dia menegaskan, tim kurator Sritex berkomitmen untuk membayarkan seluruh hak para buruh yang terdampak PHK, yang masih dalam proses pendaftaran tagihan. “Di situ terdapat dari hak-hak buruh, termasuk dengan pesangon dan juga hak-hak lainnya,” ungkapnya.

     

     

     

     

  • Daya Beli Turun pada Momen Ramadan dan Jelang Lebaran, Ekonom Sebut Pekerja Lebih Milih Simpan THR

    Daya Beli Turun pada Momen Ramadan dan Jelang Lebaran, Ekonom Sebut Pekerja Lebih Milih Simpan THR

    JAKARTA – Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudistira Adhinegara menilai jika lebaran pada tahun ini pendapatan para pedagang kaki lima hingga UMKM menurun.

    Faktor penyebabnya yakni tunjangan hari raya (THR) yang diterima pekerja formal (swasta) lebih memilih untuk menyimpan ketimbang membelanjakannya. Bahkan, ada yang memutuskan untuk tidak mudik kali ini.

    “Dari pekerja yang formal pun itu pun kalau masih menerima THR ya, itu cenderung disimpan dulu THRnya. Karena pengeluaran pascalebaran ini masih besar, kemudian dia menggunakan THR itu untuk dana darurat. Kalau pascalebaran di-PHK bagaimana? Jadi banyak yang memutuskan untuk menunda mudik lebaran,” ujarnya kepada VOI, Sabtu, 29 Maret.

    Ditambah lagi jumlah pemudik tahun ini, diperkirakan turun sebesar 24 persen sehingga berdampak juga terhadap daya beli masyarakat.

    “Itu terkonfirmasi juga oleh surveinya Kemenhub jumlah arus mudiknya diperkirakan akan lebih rendah tahun ini. Jadi kalau lebarannya agak sepi bisa dibayangkan berapa banyak pengusaha-pengusaha di daerah yang gigit jari,” kata Bhima.

    Padahal Ramadan dan lebaran menurut Bhima, momen yang harus dimanfaatkan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun sejumlah kebijakan justru jadi pemicu lemahnya daya beli masyarakat. Salah satunya efisiensi anggaran belanja pemerintah.

    “Pemerintah jangan membuat kebijakan yang aneh-aneh yang mendistorsi daya beli termasuk efisiensi belanja pemerintah, jangan brutal kayak begini. Ini kena semua akhirnya. Banyak sektor di daerah terutama basis pariwisata pasti terdampak,” ucapnya.

    “Jadi, inilah sekarang yang membuat situasi kita khawatir karena lebaran dan Ramadan adalah momentum kenaikan konsumsi rumah tangga tertinggi dibandingkan bulan-bulan biasa. Kalau ini miss, Ramadan dan lebaran konsumsi rumah tangganya rendah efeknya pasti berpengaruh ke total pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun,” lanjut Bhima.

    Untuk mengatasi hal tersebut, Bhima mengusulkan agar pemerintah gencar menggelontorkan bantuan sosial (bansos) baik berupa uang maupun pangan. Kemudian, berlakukan kembali tarif diskon listrik hingga akhir tahun.

    “Kebijakan untuk melindungi daya beli masyarakat harus digelontorkan. Diskon tarif listrik itu mestinya harus sampai akhir tahun. Kemudian perlindungan sosialnya dipertebal, bansos tunai, bansos pangan penting tepat sasaran,” sarannya.

     

  • Gultik Bulungan Menjaga Kelestarian Menu Nusantara

    Gultik Bulungan Menjaga Kelestarian Menu Nusantara

    Jakarta, Beritasatu.com – Senja itu meneduhkan suasana di tengah kemacetan Jakarta. Di antara raungan motor yang lalu lalang, seorang pria bernama Purnomo Setiawan (40) mulai merapikan lapak dagangannya di trotoar Jalan Bulungan, Jakarta Selatan. Setelah menata kursi dan bangku, Purnomo memasang lampu dan payung untuk menerangi dan menutupi gerobak sumber rezekinya. Tertulis jelas pada gerobak yang menjadi merek dagangnya “Gultik Bang Gusto”.  Gultik ini menjadi salah satu usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang memeriahkan malam-malam di kawasan Bulungan, Jakarta Selatan. 

    Gultik milik Purnomo tepat berada di seberang SMA Negeri 70 Jakarta. Nama gultik merupakan brand yang diberikan para pelajar di kawasan itu. Kepanjangannya, gulai tikungan. Bang Gusto ialah nama orang yang melayani pembeli, meski sesekali Purnomo juga ikut melayani.

    Gultik Bang Gusto di Bulungan buka sejak pukul 18.00 hingga habis. Purnomo mematok harga gultik Rp 10.000 per piring dan berbagai macam satai Rp 2.000 per tusuk. Alasannya agar terjangkau oleh pelajar SMA Negeri 70 Jakarta atau anak muda yang hobi nongkrong di sekitar Bulungan.

    “Harganya tetap sama Rp 10.000 walaupun sudah bertahun-tahun,” kata Purnomo saat ditemui Beritasatu.com, beberapa waktu lalu.

    Menurutnya, bagi laki-laki, sepiring gultik masih kurang dan perlu ditambah sepiring lagi agar kenyang, sedangkan buat perempuan, biasanya cukup ditambah beberapa tusuk satai.

    Bagi Purnomo, menikmati gultik bukan masalah kenyang atau tidak, tetapi ada hal lain yang patut diresapi masyarakat Jakarta dan sekitarnya. Menurutnya, gultik merupakan makanan khas Sukoharjo, Jawa Tengah, yang dipadu dengan berbagai campuran rempah Nusantara.

    “Gultik itu berasal dari Sukoharjo, tetapi kami modifikasi rasa. Kami pakai rempah dari berbagai daerah, termasuk Padang, Sumatera, biar cocok untuk lidah masyarakat Jakarta. Kalau aslinya lebih manis. Kalau pakai rempah Nusantara, ada rasa pedasnya juga,” katanya.

    Gultik berbahan dasar daging sapi yang dimasak dalam kuah bersantan dan kaya akan rempah Nusantara. Gultik yang kini telah banyak diperjualbelikan di Bulungan berawal dari 10 pedagang.

    Purnomo pun bercerita tentang masa awal menekuni kuliner gultik. Pada 2003, dia ikut membantu pamannya sambil bekerja sebagai petugas keamanan. Kemudian, dia memulai usaha gultik sendiri sejak 2007 dan tetap bekerja sebagai petugas sekuriti di kawasan Mampang, Jakarta Selatan.

    Bermodalkan Rp 500.000 dari gajinya, Purnomo mantap mengelola gultik bersama rekannya. Rekannya yang memasak dan berjualan, Purnomo tinggal menerima pembagian hasil jualan. Saat itu, dia dan rekannya mendapat omzet sekitar Rp 1 juta.

    Pada 2017, dia memutuskan berhenti bekerja dan fokus berjualan gultik bersama lima rekannya. Dia mengambil langkah itu karena penghasilannya mencapai tiga kali lipat gaji petugas sekuriti. Kini pendapatan bersihnya Rp 3 juta seminggu.

    Musibah datang saat pandemi Covid-19. Purnomo terkena dampaknya. Usaha gultiknya terpaksa ditutup. Dirinya terpaksa pulang kampung dan bertahan hidup dari bantuan pemerintah.

    “Utang di mana-mana. Mau makan besok saja belum tahu. Apalagi, saat itu anak masih kecil yang butuh popok dan susu. Tiap hari bingung,” katanya. 

    Setelah pemerintah memberi kelonggaran berdagang pada 2022, Purnomo kembali berjualan gultik. Untuk memulainya, dia mengajukan kredit usaha rakyat (KUR) Bank Rakyat Indonesia (BRI). Dia mendapatkan KUR BRI pada Maret 2024 dengan nilai Rp 100 juta. Purnomo harus membayar Rp 4,43 juta per bulan dalam jangka waktu 2 tahun.

    “Untung saat itu ada BRI, menolong banget. Saya bersama keluarga bisa bertahan dan melunasi utang,” ujarnya.

    Namun, Purnomo mengakui pendapatannya menurun pasca-Covid-19. Sejumlah warga yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) ikut berjualan gultik. Kini, lebih dari 50 penjual gultik di Bulungan, sehingga omzetnya pun menurun.

    “Dahulu, sesama penjual saling kenal. Sekarang, sudah enggak kenal kalau pedagang baru,” katanya.

    Purnomo tidak ingin berhenti pada titik yang sama. Dia berharap usaha gultiknya dibeli kalangan pejabat dan swasta saat menggelar pertemuan. Dia berjanji memberi penyajian dan pelayanan terbaik bagi para pemesan.

    Pembinaan UMKM

    Pada kesempatan terpisah, Kepala Departemen Usaha Mikro BRI RO Jakarta 2, Erwin Sapari mengatakan selain menyalurkan KUR, pihaknya juga berkomitmen memberikan pembinaan kepada UMKM. Pihaknya akan menggelar pelatihan-pelatihan bagi UMKM.

    Langkah itu diambil untuk meningkatkan kualitas produk yang diperjualbelikan. Jika mendapatkan pelatihan yang baik, pelaku UMKM bisa memperluas pasar dan menambah nilai jual produknya. Pihaknya bisa mengikutsertakan pelaku UMKM dalam berbagai pameran untuk memperluas pasar, sekaligus memperkenalkan produk-produk baru. 

    Penggunaan teknologi baru juga diperkenalkan kepada pelaku UMKM. termasuk penjual gultik di Bulungan, untuk menunjang keberanjutan usaha. “Kami mengenalkan e-commerce untuk meningkatkan omzet,” kata Erwin.

  • Trump Tiba-tiba Melunak Usai Satu Dunia Sengsara Jadi Korban

    Trump Tiba-tiba Melunak Usai Satu Dunia Sengsara Jadi Korban

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan ia terbuka untuk membuat kesepakatan dengan negara-negara yang ingin menghindari kebijakan tarif yang bikin ketar-ketir.

    Melansir Reuters pada Sabtu (29/3/2025), Trump menyebut kesepakatan tersebut harus dinegosiasikan setelah pemerintahannya mengumumkan tarif timbal balik pada tanggal 2 April 2025 mendatang.

    “Mereka ingin membuat kesepakatan. Itu mungkin jika kita bisa mendapatkan sesuatu untuk kesepakatan itu,” katanya, berbicara kepada wartawan di atas Air Force One. “Tetapi ya, saya tentu terbuka untuk itu. Jika kita bisa melakukan sesuatu yang bisa kita dapatkan untuk itu.”

    Ketika ditanya apakah kesepakatan seperti itu bisa terjadi sebelum tanggal 2 April, Trump berkata, “Tidak, mungkin nanti. Itu sebuah proses.”

    Trump juga mengatakan bahwa ia akan segera mengumumkan tarif yang menargetkan industri farmasi, tetapi menolak memberikan rincian kapan atau berapa tarifnya.

    Selain itu, Trump juga mengatakan kepada wartawan bahwa negara-negara termasuk Inggris telah mendekati Amerika Serikat untuk mencoba membuat kesepakatan dan menghindari tarif timbal balik.

    Sejak dilantik pada Januari 2025, Trump telah mengeluarkan berbagai macam tarif. Mulai dari menerapkan tarif 25% terhadap produk dari Kanada dan Meksiko.

    Namun Trump mengecualikan impor yang tercakup dalam perjanjian perdagangan Amerika Serikat-Meksiko-Kanada (USMCA), yang berjumlah sekitar 38% dari impor dari Kanada, hingga tanggal 2 April. Ia juga menurunkan tarif untuk potash non-USMCA, pupuk yang digunakan dalam pertanian, menjadi 10%.

    Produk-produk yang termasuk dalam cakupan USMCA meliputi sektor otomotif, pertanian, barang konsumsi, dan manufaktur.

    Selain itu, Trump juga memberikan tarif terhadap semua impor China. Awalnya AS memberlakukan tarif baru sebesar 10%, tetapi Trump kemudian menaikkan tarif terhadap China menjadi 20% dan Beijing membalas dengan mengenakan tarif sebesar 15% terutama pada produk pangan dan pertanian AS termasuk ayam, gandum, jagung, dan kapas, bersama dengan tarif sebesar 10% pada sorgum, kacang kedelai, daging babi, daging sapi, produk perairan, buah-buahan, sayur-sayuran, dan produk susu.

    Selanjutnya, AS mengenakan tarif sebesar 25% pada semua impor baja dan aluminium global. Terbaru, Trump mengumumkan pengenaan tarif 25% untuk impor mobil. ‘Bom’ baru Trump ini menggemparkan dunia, dengan para produsen global memperingatkan adanya kenaikan harga langsung dan para pemilik dealer meneriakkan kemungkinan pemutusan hubungan kerja (PHK) di negara-negara pengekspor mobil besar dunia.

    Tarif 25% ini merupakan putaran awal dari tarif lain yang lebih luas, yang akan dikenakan AS pekan depan. Namun, kebijakan itu saja bisa menambah ribuan dolar biaya rata-rata kendaraan di AS dan melemahkan permintaan di sektor yang tengah berjuang mengelola transisi ke mobil listrik.

    (fab/fab)

  • Penjualan Pakaian Susut jelang Lebaran 2025, Bukti Daya Beli Melemah?

    Penjualan Pakaian Susut jelang Lebaran 2025, Bukti Daya Beli Melemah?

    Bisnis.com, JAKARTA — Para pedagang produk garmen atau pakaian jadi di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat mengeluhkan penurunan penjualan jelang Lebaran 2025, yang menjadi indikasi melemahnya daya beli masyarakat.

    Destiana (20), karyawan di salah satu toko penjual pakaian perempuan hingga anak di Lantai 1 Blok C Central Tanah Abang, mengungkapkan terjadi penurunan penjualan sekitar 50% pada Lebaran tahun ini dibandingkan Lebaran tahun lalu.

    Perempuan yang sudah berdagang di Tanah Abang sejak 2023 itu mengaku kini omzet kotor tokonya rata-rata Rp10 juta per hari. Menurutnya, penurunan pengunjung di Pasar Tanah Abang sudah mulai terjadi sejak Agustus 2024.

    “[Jelang Lebaran 2025] biasa aja, kayak hari-hari biasa. Jauh banget menurunnya,” kata Desti saat ditemui di kiosnya, Jumat (28/3/2025).

    Senada, penurunan omzet juga dialami Rendi (21), salah satu karyawan di toko penjual kerudung di Jembatan Penyeberangan Multiguna Tanah Abang.

    Dia tidak menampik bahwa terjadi peningkatan pengunjung jelang Lebaran kali ini. Hanya saja, peningkatannya tidak sesignifikan tahun lalu.

    “Mendingan [Lebaran] tahun kemarin. Kalau tahun sekarang turun,” ungkap Rendi saat ditemui di kiosnya, Jumat (23/3/2025).

    Padahal, sambungnya, omzet rata-rata per hari jelang Lebaran 2024 bisa mencapai Rp4 juta, tetapi kini sekitar Rp1 juta.

    Daya Beli Lemah

    Indikasi melemahnya daya beli masyarakat, terutama jelang Lebaran 2025, memang tercatat dari sejumlah data statistik.

    Bank Indonesia misalnya memprakirakan indeks penjualan riil (IPR) pada Februari 2025 terkontraksi sebesar 0,5% secara tahunan dan tumbuh melambat 0,8% secara bulanan (dari 5,9% pada Januari).

    IPR mencerminkan tingkat penjualan eceran di beberapa kota besar di Indonesia, salah satu indikator penting dari sisi produsen yang dapat menggambarkan daya beli masyarakat atau konsumsi rumah tangga.

    Tak hanya dari sisi produsen, dari sisi konsumen juga tampak indikasi pelemahan. Badan Pusat Statistik mencatat deflasi pada Februari 2025, baik secara tahunan (-0,09%), bulanan (-0,48%), maupun year to date (-1,24%).

    Sejumlah kios pakaian di Pasar Tanah Abang Blok A dan Blok B mulai tutup dan pengunjung berkurang dua hari sebelum lebaran./ Bisnis – Dwi Rachmawati

    Memang secara agregat, inflasi inti masih tumbuh secara bulanan (0,25%) tahunan (2,48%). Faktor terbesar penyumbang deflasi berasal dari kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik dan bahan bakar rumah tangga, yang dipicu diskon tarif listrik 50% oleh pemerintah untuk rumah tangga kelas menengah.

    Hanya saja yang menjadi anomali adalah kelompok pakaian dan alas kaki hanya mengalami inflasi 0,1% secara bulanan. Padahal notabenenya, masyarakat kerap memburu ‘baju Lebaran’ menjelang Hari Raya Idulfitri.

    Sebagai perbandingan, kelompok pakaian dan alas kaki mengalami inflasi 0,22% secara bulanan pada Maret tahun lalu atau jelang Lebaran 2024. Kelompok itu menjadi penyumbang inflasi terbesar keempat, hanya kalah dari dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau (1,42%); perawatan pribadi dan jasa lain (0,7%); serta penyediaan makanan dan minuman/restoran (0,33%).

    PHK hingga Efisiensi

    Pertanyaannya kini, apa penyebab daya beli melemah jelang Lebaran 2025?

    Dalam publikasi bertajuk Awas Anomali Konsumsi Jelang Lebaran 2025!, Center of Reform on Economics (Core) Indonesia menilai pelemahanan daya beli jelang Hari Raya Umat Muslim itu terjadi karena tekanan dari sisi pendapatan kelompok rumah tangga kelas menengah dan menengah ke bawah.

    Core mencontohkan terjadi PHK massal di sektor manufaktur menjelang lebaran 2025 seperti yang terjadi kepada 10.655 buruh di PT Sri Rejeki Isman (Sritex). Selain fenomena PHK besar-besaran, sulitnya mencari pekerjaan yang layak bagi pekerja kerah putih juga menjadi sebab menurunnya pendapatan dari yang selayaknya diterima.

    “Melambatnya pertumbuhan upah riil di sektor industri, perdagangan, pertanian, dan jasa lainnya menambah beban rumah tangga pekerja,” tulis Core dalam publikasinya, dikutip Sabtu (29/3/2025).

    Mengolah data Badan Pusat Statistik, Core mengungkapkan upah sektor industri manufaktur terkontraksi 0,7% pada 2024. Padahal, pada 2022 dan 2023, upah riil pekerja manufaktur masih tumbuh rata-rata 5,6%.

    Hasil studi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menambahkan, efisiensi anggaran oleh pemerintah Presiden Prabowo Subianto juga diproyeksikan berkontribusi menekan lonjakan konsumsi selama Lebaran tahun ini.

    Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Indef M. Rizal Taufikurahman menjelaskan studi tersebut menggunakan perhitungan model computable general equilibrium (CGE). Indef mencoba membandingkan data dampak mudik ke perekonomian pada tahun lalu dengan tahun ini di tengah efisiensi anggaran belanja negara.

    Hasilnya, tingkat konsumsi rumah tangga di semua provinsi akan turun pada Lebaran kali ini akibat efisiensi anggaran. Penurunan terbesar terjadi di Banten yang mencapai 1,4%.

    “Artinya apa? Artinya bahwa hampir setiap daerah konsumsinya tertahan,” ujar Rizal dalam diskusi daring Indef, Rabu (19/3/2025).

    Dia menilai penurunan konsumsi rumah tangga tersebut disebabkan utamanya karena dana transfer ke daerah senilai Rp50,59 triliun terkena efisiensi anggaran. Akibatnya, peredaran uang di daerah akan terpengaruh secara negatif.

    Dari hasil perhitungan Indef, provinsi-provinsi di Pulau Jawa yang paling besar mengalami penurunan tingkat konsumsi rumah tangga. Masalahnya, sambung Rizal, hampir dua pertiga penduduk Indonesia ada di Jawa. “Ini pasti berpengaruh ke [angka] agregat konsumsi nanti,” jelasnya.

    Secara tahunan, Indef memperkirakan konsumsi rumah tangga akan turun 0,814% akibat efisiensi anggaran tersebut.

  • Daya Beli Lesu, Ramadan dan Lebaran 2025 Diramal Belum Bisa Dongkrak Ekonomi – Page 3

    Daya Beli Lesu, Ramadan dan Lebaran 2025 Diramal Belum Bisa Dongkrak Ekonomi – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Pertumbuhan ekonomi di momen Lebaran 2025 ini diramal belum bisa mencuat, lantaran adanya pelemahan daya beli masyarakat. Padahal di tahun-tahun sebelumnya, momentum Ramadan dan Lebaran kerap jadi indikator utama penguat ekonomi.

    Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad bahkan memperkirakan, momentum Ramadan dan Lebaran tahun ini belum bisa mengangkat pertumbuhan ekonomi ke level 5 persen.

    Untuk diketahui, bulan suci Ramadan tahun ini berjalan penuh di Maret 2025, dengan Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah diprediksi jatuh pada 31 Maret. Artinya, semua itu terjadi di kuartal I 2025.

    Sayangnya, Tauhid menilai, faktor-faktor seperti pelemahan daya beli hingga maraknya aksi pemutusan hubungan kerja (PHK) diklaim belum mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi di Ramadan dan Lebaran kali ini.

    “Saya kira kuartal pertama menurut hitungan saya masih sekitar 4,9 persen. Agak berat untuk mencapai di angka 5 persen,” ujar dia kepada Liputan6.com, dikutip Sabtu (29/3/2025).

    Di sisi lain, Tauhid memperkirakan perputaran uang di momen pasca Lebaran 2025 bakal meningkat. Namun secara hitungan ekonomi, itu akan terjadi pada April 2025 atau di awal kuartal II.

    “Konsumsi meningkat di perhitungan bulan April, yaitu kuartal kedua, pasca Lebaran. Kalau di Maret, month to month-nya pasti lebih tinggi (dibanding Februari 2025). Cuman, year on year-nya dibandingkan bulan Maret tahun lalu jelas pasti terjadi kontraksi. Itu yang menurut saya memang perlu ada perbaikan lah untuk itu,” bebernya.

    Senada, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menganggap, momen Ramadan dan Lebaran yang terjadi di penghujung kuartal I tahun ini belum bisa mengangkat pertumbuhan ekonomi.

     

  • Efisiensi Anggaran Makan Korban, Sahira Group Resmi Tutup 2 Hotel di Bogor Hari Ini

    Efisiensi Anggaran Makan Korban, Sahira Group Resmi Tutup 2 Hotel di Bogor Hari Ini

    Bisnis.com, JAKARTA – Manajemen Sahira Hotels Group resmi menutup operasional dua hotelnya di Bogor, Jawa Barat, pada hari ini, Sabtu (29/3/2025). Kedua hotel itu yakni Sahira Butik Hotel Pakuan dan Sahira Butik Hotel Paledang.

    Informasi tutupnya kedua hotel tersebut diumumkan manajemen melalui platform media sosial Instagram @sahirahotelsgroup.

    “Setelah pertimbangan yang mendalam, Sahira Butik Hotel Pakuan dan Sahira Butik Hotel Paledang akan menutup operasionalnya pada 29 Maret 2025. Kami merasa terhormat telah menjadi bagian dari perjalanan Anda,” tulis manajemen, dikutip Sabtu (29/3/2025).

    Rencana penutupan dua hotel di bawah Sahira Hotels Group sebelumnya telah disampaikan manajemen ke Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bogor.

    Dalam surat pemberitahuan yang diterima Bisnis, Kamis (27/3/2025), Sahira Hotel Group akan menutup Hotel Sahira Butik Paledang dan Hotel Sahira Butik Pakuan.

    “Kami memberitahukan kepada Ketua PHRI Kota Bogor bahwa operasional dari Hotel Sahira Butik Paledang dan Hotel Sahira Butik Pakuan akan ditutup pada 29 Maret 2025,” kata Direktur Operasional Sahira Hotels Group Adly dalam surat yang ditujukan ke Ketua Umum PHRI Bogor tertanggal 26 Maret 2025, dikutip Kamis (27/3/2025).

    Melalui surat tersebut, Adly menyampaikan bahwa manajemen terpaksa menghentikan operasional kedua hotel seiring kondisi pariwisata dan perekonomian Indonesia yang sedang tidak baik-baik saja serta dihentikannya segmen pasar Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) akibat pemangkasan anggaran oleh pemerintah.

    Adly mengatakan bahwa aktivitas Hotel Sahira Butik Paledang dan Sahira Butik Pakuan akan dihentikan sampai waktu yang ditentukan.

    “Aktivitas pada Hotel Sahira Butik Paledang dan Hotel Sahira Butik Pakuan akan dihentikan sampai waktu yang ditentukan pada kemudian hari,” ujarnya.

    Dihubungi terpisah, Ketua Umum PHRI Hariyadi Sukamdani menyampaikan, sekitar 130 pekerja akan dirumahkan imbas penutupan dua hotel tersebut. Secara terperinci, 87 pekerja dari Hotel Sahira Butik Paledang dan 43 pekerja dari Hotel Sahira Butik Pakuan. Ini belum termasuk daily worker atau pekerja harian.

    “Itu jumlah karyawan diluar daily worker,” kata Hariyadi kepada Bisnis, Kamis (27/3/2025).

    Hariyadi khawatir, penutupan hotel terus berlanjut jika pemerintah tidak segera merealisasikan sisa pemangkasan anggaran atau 50% dari anggaran perjalanan dinas.

    Untuk itu, PHRI telah melaporkan masalah ini ke Menteri Pariwisata (Menpar) Widiyanti Putri Wardhana dan diharapkan dapat diteruskan ke Presiden Prabowo Subianto. 

    “Kami sudah laporkan kepada Ibu Menpar dan diharapkan dapat diteruskan kepada Presiden agar April nanti anggaran belanja pemerintah segera dicairkan,” ungkapnya.

    Penutupan hotel lantaran defisit operasional menjadi salah satu opsi dalam survei yang dilakukan PHRI dan Horwath HTL mengenai dampak kebijakan penghematan anggaran terhadap industri perhotelan.

    Melibatkan 726 pelaku industri perhotelan di 30 provinsi, 88% responden memperkirakan akan membuat keputusan sulit dengan melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK para pekerja demi mengurangi biaya pengupahan.

    Lalu, 58% mengantisipasi potensi gagal bayar pinjaman kepada bank dan 48% memproyeksikan adanya penutupan hotel karena defisit operasional.

    Sebagaimana diketahui, Prabowo melalui Instruksi Presiden (Inpres) No.1/2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025, memerintahkan penghematan anggaran hingga Rp306,69 triliun.

    Secara spesifik, Kepala Negara meminta kementerian/lembaga menghemat belanja operasional perkantoran, belanja pemeliharaan, perjalanan dinas, bantuan pemerintah, pembangunan infrastruktur, serta pengadaan peralatan dan mesin.

    Sementara kepada kepala daerah, Prabowo meminta untuk membatasi kegiatan yang bersifat seremonial, bahkan meminta perjalanan dinas dipotong hingga 50%.

    Sayangnya, Hariyadi menyebut pemerintah hingga saat ini, tidak merealisasikan sisa pemangkasan anggaran atau 50% dari anggaran perjalanan dinas. Alih-alih menggunakan 50% sisa anggaran perjalanan dinas, pemerintah justru menahan belanja perjalanan dinas dengan tidak menggelar kegiatan di hotel-hotel.

    Jika kondisi ini terus berlanjut, Hariyadi memperkirakan tidak hanya daily worker yang terdampak tetapi juga pekerja kontrak seperti di bagian food & beverage (F&B) dan resepsionis.

    “Pokoknya kalau ini enggak jalan ya udah otomatis mereka menempuh 88%, kan mereka menjawab pasti mereka akan melakukan pengurangan yang lebih signifikan lagi,” tutur Hariyadi dalam konferensi pers, Minggu (23/3/2025).

  • Pencabutan Moratorium Bukan Solusi Badai PHK di Indonesia

    Pencabutan Moratorium Bukan Solusi Badai PHK di Indonesia

    JAKARTA – Koordinator Migrant Care, Muhammad Santosa menilai pencabutan moratorium pengiriman pekerja migran indonesia (PMI) ke Arab Saudi membuktikan kegagalan pemerintah dalam membuka lapangan kerja usai hantaman badai PHK di dalam negeri.

    Seperti diketahui, gelombang PHK menghantam Indonesia. Setelah Sritex memecat 12 Ribu karyawannya karena jeratan utang, PT Yamaha Music Indonesia menyusul dengan memberhentikan 1.100 pekerjanya imbas penutupan pabrik. Yamaha Music menutup dua pabrik piano di kawasan Jakarta dan Bekasi. Rencananya, Yamaha bakal pulang kampung atau relokasi ke China.

    Belum selesai, berita PHK kembali menyeruak dari pabrik Sanken yang memecat sedikitnya 400 pekerjanya mulai Juni 2025. Tahun lalu, Sanken yang berlokasi Kawasan Industri MM2100 Cibitung, Bekasi, telah mem-PHK 500 pekerjanya.

    Di tengah hantaman badai PHK itu, pemerintah memutuskan mencabut moratorium pengiriman PMI ke Arab Saudi. Ada 600 Ribu kuota yang disiapkan dengan jaminan keamanan lebih dari kerajaan Arab serta potensi devisa yang masuk mencapai Rp31 triliun.

    Menurut Santosa, keputusan pemerintah mencabut moratorium merupakan jalan pintas akibat kegagalan mencegah badai PHK dan menciptakan lapangan kerja. Pemerintah seperti gelap mata karena tergiur iming-iming jaminan gaji besar dari Arab Saudi.

    “1.500 Riyal Arab Saudi jelas pemerintah tergiur, kenapa? Karena asumsinya itu sekitar Rp6 juta atau Rp6,5 juta. Nah ini kan ketika membuka lapangan pekerjaan (di Indonesia) dengan gaji segini belum ada, UMR Jakarta saja baru menyentuh angka Rp5,5 juta,” ujarnya dalam keterangan, Jumat 28 Maret 2025.

    Dia menjelaskan, pengiriman PMI ke Arab Saudi, bukan sekadar urusan devisa dan juga lapangan kerja saja. Data dari BP2TKI pada 2023, Arab Saudi bukan tujuan utama PMI dibandingkan negara lain. Jumlah PMI terbesar berangkat ke Taiwan sebanyak 39.178 orang, Hongkong 33.639 orang, Malaysia 38.478 orang, Jepang 4.927 orang, dan Korea Selatan 6.999 orang. Sementara itu, Arab Saudi hanya menerima 2.424 PMI.

    Meski jumlah PMI di Arab lebih kecil, negara ini justru mencatat aduan tertinggi dari PMI. Data BP2TKI 2023 menunjukkan pada Juni 2023, terdapat 261 aduan dari PMI di Arab Saudi, lebih tinggi dibandingkan Malaysia (137 aduan), Hongkong (117 aduan), Taiwan (115 aduan), dan Kamboja (26 aduan).

    “Karena itu, pemerintah perlu mendengarkan suara dari organisasi PMI, jangan main asal cabut moratorium kerja sama penempatan pekerja di Arab Saudi. Karena Saudi Arabia ini terkenal sebagai satu negara, di mana terjadi pelanggaran HAM-nya cukup banyak ya terhadap warga negara kita yang bekerja di sana,” ungkap Santosa.

    Dia juga juga mempertanyakan, apakah ada kajian mendalam sebelum mencabut moratorium, mengingat moratorium sudah cukup lama dilakukan. “Sehingga membutuhkan suatu kajian kenapa ini dibuka. Lalu apakah ada evaluasi yang sudah dilakukan sehingga ini menjadi dasar, ada perbaikan perlindungan sebelum moratorium dan pasca pencabutan moratorium itu,” katanya.

  • Rupiah Melemah dan IHSG Anjlok, MBG dan Danantara Biang Keroknya?

    Rupiah Melemah dan IHSG Anjlok, MBG dan Danantara Biang Keroknya?

    PIKIRAN RAKYAT – Nilai tukar rupiah yang terus melemah hingga mendekati level terendah sejak krisis moneter 1998 disebut bakal membuat ruang fiskal Indonesia “compang-camping”, menurut sejumlah pengamat ekonomi.

    Mereka menilai Indonesia rentan tergelincir pada krisis jika tidak ada kebijakan yang bisa mengembalikan kepercayaan investor dan menstabilkan anggaran.

    Pada Kamis 27 Maret 2025 pagi, nilai tukar rupiah terpantau bertengger di angka Rp16.600 per dolar AS atau turun 18 poin (minus 0,11%). Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia, Solikin M. Juhro, menyebut kondisi saat ini berbeda dengan situasi 1998.

    “Pelemahan rupiah yang sekarang terjadi secara bertahap dan tidak seperti krisis 1998 ketika rupiah anjlok tajam dalam waktu singkat,” ucapnya.

    Namun, pengamat ekonomi dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Media Wahyudi Askar, menilai kondisi ini tetap mengkhawatirkan karena dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi secara keseluruhan.

    “Makan Bergizi Gratis saja sampai ratusan triliun, jadi ada ketidakpastian mengenai kesehatan fiskal Indonesia,” katanya.

    Rupiah Melemah Setelah IHSG Anjlok, Apa Penyebabnya?

    Para pengamat ekonomi menuturkan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebetulnya sudah berlangsung dalam beberapa bulan terakhir. Namun, situasinya memburuk pada saat periode awal pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

    Pada bulan November 2024 hingga Januari 2025, rupiah bergerak di rentang Rp15.826-Rp16.355. Kemudian rupiah sempat menguat kembali, tetapi sebulan setelahnya ambruk sampai menyentuh angka Rp16.430.

    Puncaknya pada perdagangan Selasa 25 Maret 2025, rupiah ditutup di level Rp16.622, nyaris menyentuh level terendah dalam sejarah yaitu Rp16.900 pada 17 Juni 1998.

    Sementara itu, kondisi serupa juga terjadi pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Ketika Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka terpilih sebagai presiden dan wakil presiden, IHSG mengalami kontraksi signifikan.

    Pada Oktober 2024, IHSG masih berada di level 7.772, namun terus mengalami penurunan hingga 19,48% dalam lima bulan terakhir.

    Pada Selasa 18 Maret 2025, IHSG anjlok 6,12% hingga ke posisi 6.076, yang menyebabkan Bursa Efek Indonesia (BEI) harus menghentikan sementara perdagangan saham atau trading halt selama 30 menit.

    Direktur Riset Bright Institute, Muhammad Andri Perdana, menilai bahwa kebijakan fiskal yang diambil pemerintah tidak cukup untuk meredakan kekhawatiran investor.

    “Yang terjadi sekarang adalah ketika tidak ada guncangan eksternal sekalipun, kita sudah melukai diri sendiri. Kita sudah di tahap sakit kronis, kalau bisa disebut begitu,” tuturnya.

    Menurut Media Wahyudi Askar, Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios), ada beberapa faktor utama yang menyebabkan pelemahan rupiah dan IHSG, di antaranya:

    Ketidakpastian Kebijakan Fiskal
    Pemerintah Prabowo Subianto mengalokasikan Rp171 triliun untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang mengakibatkan efisiensi anggaran besar-besaran, termasuk pemangkasan belanja barang hingga 40% dan realokasi subsidi.
    “Makan bergizi gratis saja sampai ratusan triliun, jadi ada ketidakpastian mengenai kesehatan fiskal Indonesia,” kata Media Askar. Pembentukan Super Holding BUMN, Danantara
    Investor cenderung bersikap hati-hati terhadap super holding ini karena dianggap terburu-buru dan dipenuhi kepentingan politik. Melemahnya Konsumsi Domestik dan PHK Massal
    Banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) dan tutupnya pabrik-pabrik memperparah situasi ekonomi domestik. Ketidakpastian Politik dan Demokrasi
    Penguatan peran militer setelah pengesahan Undang-Undang TNI menimbulkan kekhawatiran terhadap independensi lembaga negara dan kebebasan pasar. Faktor Global: Perang Dagang dan Ketidakpastian Ekonomi Dunia
    Perang dagang yang dipicu oleh kebijakan tarif AS dan perlambatan permintaan dari China turut memperburuk situasi.
    Apakah Indonesia Akan Mengalami Krisis?

    Muhammad Andri Perdana, Direktur Riset Bright Institute, memprediksi rupiah akan mencapai keseimbangan baru di angka Rp16.500 per dolar AS. Namun, pelemahan rupiah ini berisiko membebani fiskal negara karena meningkatkan biaya pembayaran utang dalam dolar AS.

    “Dengan tingkat depresiasi sekarang, bisa dibilang keuangan negara sudah cukup compang-camping. Ekonomi Indonesia tidak resilient sama sekali seperti yang dikatakan pejabat,” katanya.

    Jika situasi tidak segera diperbaiki, Indonesia bisa mengarah pada krisis yang lebih dalam, terutama jika terjadi guncangan eksternal besar.

    Apa Dampak Pelemahan Rupiah?

    Menurut Andri Perdana, dampak melemahnya nilai tukar rupiah akan segera dirasakan oleh masyarakat.

    “Sektor manufaktur yang mengandalkan bahan baku impor pasti akan terpukul. Seperti industri makanan berbahan dasar kedelai impor yang harga produksinya membengkak,” ucapnya.

    Aip Syarifuddin, Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo), menegaskan bahwa harga kedelai impor sudah naik drastis.

    “Jadi kenaikannya sudah lebih dari 10%. Kami para perajin tempe dan tahu sudah mengurangi produksi sejak awal bulan ini karena harga bahan baku yang terus naik,” ujarnya.

    Dampak lain dari pelemahan rupiah adalah meningkatnya risiko PHK. Perusahaan yang mengandalkan bahan baku impor kemungkinan besar akan mengurangi produksi dan merumahkan pekerja.

    Kebijakan Apa yang Harus Diambil Pemerintah?

    Ekonom Media Askar menyarankan pemerintah untuk memperbaiki sentimen terhadap investor dengan menstabilkan keuangan negara.

    “Enggak bisa pemangkasan anggaran dilakukan sementara penerimaan negara turun drastis. Kita butuh regulasi yang lebih jelas dan tidak menghambat investasi asing,” tuturnya.

    Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa harga pangan lebih penting dibandingkan anjloknya IHSG.

    “Pangan adalah yang paling utama. Harga saham boleh naik turun, yang penting pangan aman, negara aman,” ucapnya dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat 21 Maret 2025.

    Namun, para ekonom berpendapat bahwa narasi yang dikemukakan pemerintah saat ini bertolak belakang dengan kenyataan.

    “Makanya yang pertama harus disadari, ekonomi kita sangat terbatas. Apa yang disampaikan Presiden Prabowo seakan-akan ekonomi kita semakin baik dan membawa rasa optimistis, tapi tidak sesuai kenyataan,” kata Andri Perdana, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari BBC.

    Pemerintah kini dihadapkan pada tantangan besar untuk mengembalikan kepercayaan investor, memperbaiki kebijakan fiskal, serta mengurangi ketergantungan pada impor guna menghindari krisis yang lebih dalam.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News