Kasus: PHK

  • Industri Tekstil Indonesia Paling Terdampak Kebijakan Tarif Trump

    Industri Tekstil Indonesia Paling Terdampak Kebijakan Tarif Trump

    Jakarta, Beritasatu.com – Sejumlah sektor industri, termasuk industri pakaian jadi dan tekstil di Indonesia paling terdampak kebijakan tarif baru yang diumumkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

    Presiden Donald Trump diketahui menargetkan beberapa negara, termasuk mitra dagang utamanya, seperti Indonesia terkait penerapan tarif baru ini.

    “Sektor padat karya, seperti pakaian jadi dan tekstil diperkirakan makin terpuruk. Sebagian besar brand internasional yang ada di Indonesia punya pasar besar di AS,” kata Direktur Eksekutif Center Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira kepada Beritasatu.com, Kamis (3/4/2025).

    “Begitu kena tarif yang lebih tinggi, brand itu akan turunkan jumlah order atau pemesanan ke pabrik Indonesia,” sambungnya.

    Tak hanya itu, dampak buruk lainnya adalah Indonesia akan semakin diserbu produk-produk tekstil impor dari negara lain, seperti China, Vietnam dan Kamboja.

    Pasalnya, negara-negara tersebut akan mengincar pasar alternatif selain AS setelah negeri Paman Sam itu menerapkan kebijakan tarif impor.

    Terlebih, revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 yang merupakan perubahan ketiga atas Permendag Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor masih belum rampung.

    “Kita bakal dibanjiri produk Vietnam, Kamboja dan China karena mereka incar pasar alternatif. Permendag Nomor 8 Tahun 2024 belum juga direvisi, jadi ekspor sulit, impor akan menekan pemain tekstil pakaian jadi domestik,” bebernya.

    Bhima melanjutkan, sektor lain yang terdampak dari adanya kebijakan tarif Trump tersebut adalah otomotif dan elektronik.

    Pada periode tahun 2019-2023, pertumbuhan ekspor produk tersebut rata-rata sekitar 11% per tahun. Dengan demikian, pertumbuhan ekspor Indonesia akan menyusut.

    “Dengan tarif resiprokal 32%, sektor otomotif dan elektronik Indonesia diujung tanduk,” papar Bhima.

    Berdasarkan catatan Celios, total ekspor produk otomotif Indonesia ke AS pada tahun 2023, yakni sekitar US$ 280,4 juta atau setara Rp 4,64 triliun (asumsi kurs Rp 16.600).

    “Konsumen AS menanggung tarif dengan harga pembelian kendaraan yang lebih mahal, yang kemudian penjualan kendaraan bermotor turun di AS,” ungkapnya.

    Bhima mengungkapkan, produsen otomotif Indonesia tidak semudah itu untuk bisa shifting ke pasar domestik. Pasalnya, spesifikasi kendaraan dengan yang diekspor berbeda.

    Hal ini dapat mengakibatkan PHK dan penurunan kapasitas produksi akan terjadi di semua industri otomotif di dalam negeri.

    Bhima mengatakan, selain industri otomotif, komponen elektronik buatan dalam negeri juga akan terdampak kebijakan tarif baru Trump ini. Bukan tanpa alasan, produsen elektronik dan suku cadang kendaraan bermotor memiliki keterkaitan.

  • Serikat Buruh: Daya Beli Melemah saat Momen Lebaran karena PHK Massal Terus Terjadi – Halaman all

    Serikat Buruh: Daya Beli Melemah saat Momen Lebaran karena PHK Massal Terus Terjadi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi) Mirah Sumirat melihat melemahnya daya beli masyarakat saat momen Lebaran disebabkan terus terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal.

    “PHK massal terjadi sejak 2024. Tidak heran daya beli melemah,” ujar Mirah saat dihubungi, Kamis (3/4/2025).

    Mirah menekankan, PHK terhadap para pekera memperlambat berputarnya roda perekonomian. Ditambah, lanjut dia, para pekerja juga cenderung mempersiapkan dana mereka untuk anak-anak masuk sekolah.

    “Jadi memang PHK yang menimpa para pekerja buruh berpengaruh kuat terhadap daya beli,” tutur Mirah.

    Karena itu, pemerintah diminta untuk menginstruksikan para pengusaha untuk tidak mudah melakukan PHK terhadap para buruh. Selain itu, juga menerapkan kebijakan-kebijakan yang tidak membuat sulit pengusaha hingga pekerjanya.

    “Pemerintah seharusnya memberikan peringatan tidak memberi PHK di tengah situasi ini, apalagi Presiden sudah meminta tidak ada PHK,” terang Mirah.

    Sebelumnya, data dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sebanyak 44.069 buruh yang ter-PHK pada Januari-Februari 2025 dari 37 perusahaan. 37 perusahaan tersebut ada yang menutup pabriknya, pailit, dalam PKPU, efisiensi, dan relokasi.

    Beberapa informasi perusahaan besar yang tutup misalnya, Sritex Group dengan total karyawan ter-PHK sebanyak 11.025 buruh, PT Yamaha Music Piano 1.110 buruh PHK, PT Sanken Indonesia 900 butuh PHK, hingga PT Victory Ching Luh 2.000 PHK.

    Sedangkan, CORE Indonesia mengungkapkan daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah semakin terhimpit jelang Lebaran 2025.

    Dalam laporan CORE Indonesia yang berjudul Awas Anomali Konsumsi Jelang Lebaran 2025, sejumlah indikator ekonomi menunjukkan tingkat konsumsi masyarakat tidak menunjukkan gairah meski telah menjelang Lebaran.

    Secara langsung, pelemahan konsumsi ini dapat dilihat dari tidak nampaknya tren berbelanja untuk kebutuhan Ramadhan dan Lebaran. Bahkan CORE Indonesia melihat hingga pekan ketiga Ramadhan, konsumsi rumah tangga masih lesu. Sebaliknya, ada sinyal kuat bahwa kelompok rumah tangga menengah ke bawah mengerem belanja.

    CORE berpendapat gejala anomali konsumsi rumah tangga menjelang Lebaran ini terlihat dari tren deflasi pada awal 2025. Badan Pusat Statistik (BPS) sebelumnya mencatat Indonesia mengalami deflasi pada Februari 2025. Deflasi Februari tercatat secara tahunan sebesar 0,09 persen, bulanan sebesar 0,48 persen, dan juga secara tahun berjalan atau year-to-date sebesar 1,24 persen.

    Faktor terbesar penyumbang deflasi berasal dari kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik dan bahan bakar rumah tangga, yang dipicu oleh insentif diskon tarif listrik 50 persen pada Januari-Februari 2025 lalu.

    Kendati demikian, CORE melihat adanya kejanggalan. Deflasi Februari 2025 tidak hanya terjadi pada kelompok pengeluaran tersebut, melainkan juga pada kelompok makanan, minuman dan tembakau, dengan andil deflasi 0,12 persen secara bulanan.

    “Padahal, menjelang bulan Ramadan pada tahun-tahun sebelumnya, kelompok makanan, minuman dan tembakau selalu menyumbang inflasi, meskipun dorongan kenaikan harga biasanya tertahan oleh musim panen yang sudah dimulai pada bulan Februari di beberapa daerah di Indonesia,” tulis laporan CORE.

    Januari-Februari 40.000 Buruh Kehilangan Pekerjaan

    Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) terus terjadi di Indonesia terutama di sektor industri dan sudah memakan korban 40.000 buruh kehilangan pekerjaan dalam dua bulan pertama (Januari-Februari) 2025 ini.
     
    Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Bob Azam mengatakan kasus PHK buruh paling banyak terjadi di kawasan Jawa Barat, DKI Jakarta dan Tangerang. 

    “(PHK) sudah ada angkanya ya, terutama Jakarta dan Jawa Barat yang paling banyak. Jadi Januari dan Februari ini sudah sekitar 40.000,” ujarnya dikutip Kompas.com di Jakarta, Rabu (19/3/2025). 

    Bob menambahkan, Apindo mendapatkan data PHK itu dari jumlah pekerja yang mencairkan BPJS Ketenagakerjaan yang meliputi pencairan uang jaminan hari tua (JHT) dan jaminan kehilangan pekerjaan (JKP). 

    Menurut dia, tahun 2024 lalu ada 250.000 orang yang dirumahkan, kemmudian di Januari dan Februari 2025 ini sekitar 40.000. “Data yang kita peroleh dari BPJS. PHK ada di Jawa Barat, DKI, Tangerang,” kata Bob Azam. 

    Bob belum bisa memastikan jumlah tersebut sudah termasuk gelombang PHK dari raksasa tekstil Sritex Grup. Dia menegaskan, buruh yang di-PHK di periode Januari-Februari 2025, mayoritas berasal dari industri padat karya. 

    Sebelumya, Kementerian Ketenagakerjaan melaporkan angka PHK PT Sritex Group mencapai 11.025 orang. Angka tersebut merupakan jumlah kumulatif sejak Agustus 2024 hingga Februari 2025. 

    Pihak BPJS Ketenagakerjaan sudah membayarkan jaminan hari tua (JHT) dan jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) senilai Rp 90,83 miliar kepada 10.824 pegawai PT Sritex Group yang terkena PHK.

    Total 37 Perusahaan Lakukan PHK, Menimpa 44.069 Buruh

    Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mencatat ada 37 perusahaan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawannya di periode Januari-Februari 2025.

    Dari 37 perusahaan tersebut, ada 44.069 buruh atau pekerja sudah terkena PHK.

    Presiden Partai Buruh, Said Iqbal mengatakan, jumlah tersebut masih berpotensi bertambah karena ada 13 perusahaan lain dalam proses verifikasi, sehingga total buruh terdampak PHK diperkirakan mencapai 60 ribu orang.

    Said tidak mengungkap 13 perusahaan lain yang bakal melakukan PHK. KSPI menyebut banyak buruh yang terkena PHK tidak mendapatkan kepastian soal pesangon dan tunjangan hari raya (THR).

    Said Iqbal mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah konkret guna menyelesaikan permasalahan ini.

    “Di mana pemerintah? dan apa yang akan dilakukan pemerintah? yang bisa dipastikan 60 ribu buruh ter-PHK tersebut tidak dibayar THR nya hingga H-7,” ujar Said Iqbal, Minggu (16/3/2025).

    PHK Dipicu Turunnya Permintaan Pasar Ekspor
    Ekonom dan Direktur Ekonomi Digital CELIOS, Nailul Huda mengatakan, pendorong perusahaan melakukan PHK massal adalah menurunnya permintaan secara global. 

    Dari sisi permintaan di Amerika dan China mengalami kontraksi yang cukup signifikan.

    Di pasar domestik bahkan industri lokal tidak berkembang lantaran adanya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024, yang memudahkan impor masuk ke dalam negeri.

    “Ini yang dinilai bahwa ya produksi kita kalah bersaing dengan barang-barang dari China, dengan harga yang jauh lebih murah. Belum lagi masalah untuk trifhting,” kata Nailul dalam keterangannya di media sosial YouTube Narasi, beberapa waktu lalu.

    Nailul mengatakan bahwa daya beli masyarakat yang terkontraksi ini bermula pada periode Mei hingga September 2024, yang mengalami deflasi berturut-turut secara bulanan.

    Dia bilang, kedua alasan itulah yang menjadi penyebab perusahaan gulung tikar bahkan menimbulkan PHK massal.

    “Nah ini artinya emang dari sisi permintaan ada gangguan di situ yang pada akhirnya menganggu juga dari sisi produksinya,” ucap dia.

    “Makanya di tahun 2024 itu banyak produsen-produsen tekstil yang dia gulung tikar karena dua hal tersebut ada dari sisi kebijakan permendag nomor 8 di tahun 2024 dan juga ada di sisi daya beli masyarakat yang memang belum pulih sepenuhnya,” sambungnya.

    Berikut daftar perusahaan yang telah melakukan PHK dengan total jumlah buruh yang terdampak PHK, kawasan, dan alasan PHK:

    1. PT. Daya Mekar Tekstil

    Jumlah buruh: 250
    Kawasan: KBB
    Alasan: Efisiensi

    2. PT. Kencana Fajar Mulia

    Jumlah buruh: 300
    Kawasan: KBB
    Alasan: Pabrik tutup

    3. PT. Lantai Emas Kemenangan Jaya

    Jumlah buruh: 200
    Kawasan: Bogor
    Alasan: Dalam PKPU

    4. PT. Ubin Keramik Kemenangan Jaya

    Jumlah buruh: 230
    Kawasan: Bogor
    Alasan: Dalam PKPU

    5. PT. Inopak Packaging

    Jumlah buruh: 263
    Kawasan: Bogor
    Alasan: Pailit

    6. PT. Aditec Cakrawityata (Quantum)

    Jumlah buruh: 511
    Kawasan: Tangerang
    Alasan: Pailit

    7. PT. Sintra Elektrindo

    Jumlah buruh: 58
    Kawasan: Bekasi
    Alasan: Pailit

    8. PT. ISS

    Jumlah buruh: 9
    Kawasan: Lampung
    Alasan: Peralihan perusahaan

    9. PT. Parsiantuli Karya Perkasa

    Jumlah buruh: 83
    Kawasan: Cirebon
    Alasan: PHK sepihak

    10. PT. Karya Mitra Budi Sentosa

    Jumlah buruh: 10.000
    Kawasan: Pasuruan, Nganjuk, dan Madiun
    Alasan: Pailit

    11. PT. Duta Cepat Pakar Perkasa

    Jumlah buruh: 1.500
    Kawasan: Surabaya
    Alasan: Pailit

    12. PT. Rama Gloria Sakti

    Jumlah buruh: 500
    Kawasan: Pasuruan
    Alasan: Pailit

    13. PT. Milienia Furniture

    Jumlah buruh: 300
    Kawasan: Pasuruan
    Alasan: Pailit

    14. PT. Cahaya Indo Persada

    Jumlah buruh: 150
    Kawasan: Surabaya
    Alasan: Pailit

    15. PT. Rita Sinar Indah

    Jumlah buruh: 100
    Kawasan: Surabaya
    Alasan: Pailit

    16. PT. Nusira

    Jumlah buruh: 200
    Kawasan: Gresik
    Alasan: Pailit

    17. PT. Danmatex

    Jumlah buruh: 500
    Kawasan: Pekalongan
    Alasan: Pailit

    18. PT. Dupantex

    Jumlah buruh: 530
    Kawasan: Pekalongan
    Alasan: Pailit

    19. PT. Jabatex

    Jumlah buruh: 500
    Kawasan: Tangerang
    Alasan: Pailit

    20. PT. Master Movenindo

    Jumlah buruh: 700
    Kawasan: Jakarta Utara
    Alasan: Pailit

    21. PT. Istana Baladewa

    Jumlah buruh: 200
    Kawasan: Bandung
    Alasan: –

    22. PT. Mustika Fortuna Abadi

    Jumlah buruh: 3
    Kawasan: KBB
    Alasan: PHK, proses 5 tahun

    23. PT. Ricki Putra Globalindo

    Jumlah buruh: 700
    Kawasan: Bandung
    Alasan: Dalam PKPU

    24. PT. Daya Mekar Tekstindo

    Jumlah buruh: 16
    Kawasan: KBB
    Alasan: PHK

    25. PT. Fajar Mataram Sedayu

    Jumlah buruh: 19
    Kawasan: KBB
    Alasan: PHK

    26. PT. Falmaco Nonwoven Industry

    Jumlah buruh: 200
    Kawasan: KBB
    Alasan: PHK

    27. PT. Century Textil (Centex)

    Jumlah buruh: 137
    Kawasan: Jakarta Timur
    Alasan: Efisiensi

    28. PT. Sritex

    Jumlah buruh: 10.665
    Kawasan: Sukoharjo
    Alasan: Pailit

    29. PT. Bitratex

    Jumlah buruh: 2.000
    Kawasan: Semarang
    Alasan: Pailit

    30. PT. Primayuda

    Jumlah buruh: 985
    Kawasan: Boyolali
    Alasan: Pailit

    31. PT. Sinar Pantja Djaja

    Jumlah buruh: 340
    Kawasan: Semarang
    Alasan: Pailit

    32. PT. Yihong Novatex

    Jumlah buruh: 1.500
    Kawasan: Cirebon
    Alasan: Efisiensi

    33. PT. Danbi

    Jumlah buruh: 2.000
    Kawasan: Garut
    Alasan: Pailit

    34. PT. Sanken Indonesia

    Jumlah buruh: 900
    Kawasan: Bekasi
    Alasan: Relokasi ke Jepang

    35. PT. Yamaha Music Piano

    Jumlah buruh: 1.100
    Kawasan: Jakarta & Bekasi
    Alasan: Relokasi ke China

    36. PT. Adis

    Jumlah buruh: 1.500
    Kawasan: Tangerang
    Alasan: Efisiensi

    37. PT. Victory Ching Luh

    Jumlah buruh: 2.000
    Kawasan: Tangerang
    Alasan: Efisiensi

     

  • Negara-Negara ASEAN Dihantam Tarif Impor Baru Donald Trump, Siapa yang Paling Menderita?

    Negara-Negara ASEAN Dihantam Tarif Impor Baru Donald Trump, Siapa yang Paling Menderita?

    PIKIRAN RAKYAT – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump kembali mengguncang ekonomi global dengan kebijakan tarif impornya yang baru. Dalam pengumuman pada Rabu 2 April 2025 di Gedung Putih, dia memperkenalkan serangkaian tarif baru yang menargetkan negara-negara dengan defisit perdagangan tinggi terhadap AS, termasuk negara-negara di Asia Tenggara.

    Kebijakan ini disebutnya sebagai “Hari Pembebasan” bagi Amerika, tetapi bagi negara-negara ASEAN, langkah ini berpotensi merusak stabilitas industri manufaktur dan hubungan perdagangan dengan AS.

    Tarif Baru dan Negara-Negara yang Paling Terpukul

    Menurut daftar tarif yang dirilis oleh Gedung Putih, negara-negara ASEAN yang paling terkena dampak adalah:

    Kamboja – 49% Laos – 48% Vietnam – 46% Myanmar – 44% Thailand – 36% Indonesia – 32% Brunei – 24% Malaysia – 24% Filipina – 17% Timor-Leste – 10% Singapura – 10%

    Tarif ini jauh lebih tinggi dari tarif dasar 10% yang diberlakukan pada semua negara. Vietnam, Kamboja, dan Laos termasuk di antara negara yang paling terpukul, dengan tarif yang hampir menyamai sanksi dagang.

    Alasan di Balik Tarif Timbal Balik

    Dalam pernyataannya, Gedung Putih menyebutkan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat posisi ekonomi AS.

    “Hari ini, Presiden Donald J. Trump menyatakan bahwa perdagangan luar negeri dan praktik ekonomi telah menciptakan keadaan darurat nasional, dan perintahnya memberlakukan tarif responsif untuk memperkuat posisi ekonomi internasional Amerika Serikat dan melindungi pekerja Amerika,” tutur pernyataan resmi.

    Donald Trump sendiri menegaskan bahwa kebijakan ini merupakan upaya untuk membalikkan kerusakan ekonomi yang ia klaim disebabkan oleh kebijakan perdagangan pendahulunya.

    “Tarif ini adalah inti dari rencana Presiden Trump untuk membalikkan kerusakan ekonomi yang ditinggalkan oleh Presiden Biden dan menempatkan Amerika di jalur menuju zaman keemasan baru,” ujar Gedung Putih.

    Dampak bagi ASEAN

    Negara-negara ASEAN telah lama mengandalkan perdagangan internasional untuk pertumbuhan ekonomi mereka. Banyak dari negara ini bergantung pada ekspor ke AS, terutama untuk produk manufaktur dan elektronik.

    Vietnam Terpukul Paling Keras

    Vietnam adalah salah satu negara dengan surplus perdagangan tertinggi dengan AS, mencapai $123,5 miliar pada tahun 2024. Sebagai akibatnya, Trump menargetkan negara ini dengan tarif 46%.

    Padahal, AS adalah tujuan utama ekspor Vietnam, mencakup 29% dari total ekspor dan 30% dari PDB Vietnam. Kebijakan ini bisa menghambat pertumbuhan ekonomi negara tersebut.

    Seorang analis Vietnam, Khang Vu, menyebut kebijakan ini sebagai “tujuan geopolitik sendiri” karena dilakukan hanya beberapa hari sebelum kunjungan Presiden China Xi Jinping ke Vietnam.

    Kamboja dan Myanmar: Risiko Ketidakstabilan

    Industri manufaktur Kamboja juga menghadapi ancaman besar, dengan tarif 49% terhadap ekspor ke AS. Pada tahun 2024, Kamboja mengekspor barang senilai $9,91 miliar ke AS, yang mencakup 37% dari total ekspornya.

    Jika tarif ini benar-benar diterapkan, gelombang PHK di sektor manufaktur bisa memicu ketidakstabilan politik di dalam negeri.

    Myanmar, yang sudah berada di bawah sanksi AS, kini menghadapi tarif 44%, yang akan semakin memperburuk situasi ekonominya.

    Indonesia: Dianggap Terlalu Dekat dengan China

    Indonesia dikenai tarif 32%, lebih tinggi dari tarif yang diterapkan pada India (26%) dan Jepang (24%). Salah satu alasan utama adalah meningkatnya investasi China di Indonesia dan integrasi Indonesia dalam rantai pasokan China.

    Donald Trump menyebut Indonesia sebagai negara yang mendapat “terlalu banyak keuntungan” dari hubungan dagangnya dengan China.

    “Selama bertahun-tahun, negara kita telah dieksploitasi oleh berbagai negara, baik sekutu maupun lawan. Tarif ini akan membuat Amerika kaya kembali,” katanya dalam pidatonya di Gedung Putih.

    Reaksi dan Dampak Jangka Panjang

    Para pengamat menilai bahwa kebijakan tarif ini lebih bersifat politis dibandingkan ekonomi. Mike Bird dari The Economist menyebut bahwa kebijakan ini adalah “sinyal yang hampir lebih buruk daripada tarif itu sendiri.”

    Banyak yang menganggap bahwa angka-angka yang dipakai sebagai dasar perhitungan tarif tidak mencerminkan realitas perdagangan.

    Jika tarif ini benar-benar diberlakukan dalam jangka panjang, akan ada beberapa dampak besar:

    Pergeseran Rantai Pasokan
    Negara-negara ASEAN dapat mencari pasar alternatif, terutama dengan memperkuat hubungan dengan China dan Uni Eropa. Negosiasi Ulang Perdagangan
    Pemerintah negara-negara ASEAN kemungkinan akan mencari jalan untuk menegosiasikan ulang tarif ini dengan AS. Melemahnya Pengaruh AS di Asia Tenggara
    Washington semakin kehilangan posisi dominannya di Asia Tenggara, terutama setelah menarik diri dari Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik (CPTPP) pada tahun 2017.

    Evan Feigenbaum, mantan analis dari Carnegie Endowment for International Peace, menyimpulkan dampak dari kebijakan ini dengan tajam.

    “AS cukup banyak dilakukan secara strategis di Asia Tenggara. Wilayah ini dipenuhi dengan pragmatis, yang dapat dan memang menavigasi semua jenis hal gila dari kekuatan luar. Tapi itu sangat tergantung pada para pemain yang berprinsip atau strategis – dan Washington sekarang bukan keduanya,” katanya, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari The Diplomat.

    Pengenaan tarif tinggi terhadap negara-negara ASEAN oleh Donald Trump akan membawa dampak signifikan bagi perekonomian kawasan. Negara-negara seperti Vietnam, Kamboja, dan Indonesia akan mengalami hambatan perdagangan yang besar dengan AS. Di sisi lain, langkah ini juga dapat mempercepat pergeseran ekonomi ASEAN ke arah China dan Uni Eropa.

    Pertanyaan besar yang tersisa adalah apakah tarif ini akan tetap berlaku atau hanya menjadi taktik negosiasi. Yang pasti, kebijakan ini telah menciptakan ketidakpastian baru dalam hubungan perdagangan internasional, yang bisa berdampak luas bagi ekonomi global dalam beberapa tahun ke depan.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Menanti Respons Prabowo usai RI Jadi Korban Tarif Trump 32%

    Menanti Respons Prabowo usai RI Jadi Korban Tarif Trump 32%

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah menabuh merapkan tarif balasan atau fair reciprocal tariff terhadap sejumlah negara, tak terkecuali Indonesia. Trump bahkan mengenakan tarif sebesar 32% terhadap impor barang dari Indonesia. 

    Episode ‘perang tarif” Trump itu memicu keresahan global. Bagi Indonesia, langkah ini bisa menambah sentimen negatif terhadap perekonomian Indonesia yang sedang mengalami anomali. Respons pemerintah-pun sangat dinantikan untuk meredam dampak negatif kebijakan Trump.

    “Ini adalah deklarasi kemerdekaan kita,” ujar Trump di Gedung Putih, Rabu (2/4/2025) waktu setempat. 

    Trump sejak menjabat sebagai Presiden AS pada periode pertama, memang dikenal sebagai pengusung konservatisme yang sangat populis dan proteksionis. Dia menaruh kepentingan AS di atas segalanya. Namun demikian, kebijakan-kebijakan Trump yang cenderung protektif, memicu ‘ketidakstabilan’ di level global. 

    Dalam catatan Bisnis, AS selama beberapa dasawarsa terakhir adalah mitra dagang utama Indonesia. Salah satu negara tujuan ekspor. Produk-produk manufaktur hingga pruduk kayu mengalir deras ke sana. Alhasil, neraca perdagangan RI – AS selalu surplus selama 4 tahun belakangan.

    BPS mencatat bahwa pada tahun 2021, surplus neraca perdagangan antara Indonesia dengan AS mencapai US$14,5 miliar. Tahun 2022, terjadi lonjakan surplus hingga mencapai US$16,5 miliar. Namun pada tahun 2023, surplus negara perdagangan Indonesia dengan AS menyusut menjadi US$11,9 miliar.

    Pada tahun 2024, data sampai Desember, ekspor nonmigas Indonesia ke AS tercatat mencapai US$26,3 miliar. Sementara impor non-migas dari AS hanya di angka mencapai US$9,6 miliar.  Surplus neraca perdagangan Indonesia terhadap AS mencapai angka di kisaran US$16,85 miliar.

    Sementara itu, jika mengacu data dari United States Trade Representative (USTR), perdagangan barang antara AS dengan Indonesia diperkirakan mencapai $38,3 miliar pada tahun 2024. Ekspor barang AS ke Indonesia pada tahun 2024 sebesar $10,2 miliar, naik 3,7 persen ($364 juta) dari tahun 2023.

    Impor barang AS dari Indonesia mencapai $28,1 miliar pada tahun 2024, naik 4,8 persen ($1,3 miliar) dari tahun 2023. Defisit perdagangan barang AS dengan Indonesia sebesar $17,9 miliar pada tahun 2024, meningkat 5,4 persen ($923 juta) dari tahun 2023.

    Pengenaan tarif 32% di tengah posisi strategis AS sebagai salah satu mitra dagang utama Indonesia, tentu menjadi tantangan bagi Indonesia. Apalagi, dari sisi domestik, Indonesia sedang menghadapi sejumlah guncangan. Kurs dolar terus terjun bebas, IHSG jeblok, hingga yang paling banyak disorot adalah maraknya pemutusan hubungan kerja alias PHK di sektor padat karya. 

    Adapun, Trump memandang Indonesia dan sejumlah negara lainnya tidak adil terhadap produk dan barang AS. Khusus soal Indonesia, demikian dikutip dari laman resmi Gedung Putih, Trump menyebut pemerintah telah mengenakan tarif yang lebih tinggi untuk etanol dibanding Amerika Serikat yang hanya 2,5%.

    Trump juga menyoroti sejumlah kebijakan pemerintah Indonesia seperti persyaratan konten lokal di berbagai sektor, rezim perizinan impor yang kompleks, dan kewajiban perusahaan sumber daya alam untuk memindahkan semua pendapatan ekspor ke dalam negeri untuk transaksi senilai $250.000 atau lebih, sebagai pertimbangan untuk menerapkan tarif balasan.

    “Presiden Trump melawan keduanya melalui tarif timbal balik untuk melindungi pekerja dan industri Amerika dari praktik tidak adil ini.”

    Apa Langkah Pemerintah RI?

    Sejauh ini belum ada pernyataan resmi dari pemerintah RI terkait kebijakan baru Trump. Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengharapkan Indonesia tidak terdampak kebijakan tarif perdagangan Trump.

    Budi mengatakan, alih-alih mengambil tindakan seperti yang dilakukan Kanada dan Uni Eropa, Indonesia berupaya agar AS tetap menjaga hubungan dagang dengan Negeri Paman Sam tersebut.

    “Kalau kita lihat respons dan tindakan negara mitra AS saling balas membalas. Kita sebenarnya enggak ingin begitu, tetapi kita ingin berteman saja bagaimana supaya mereka tetap menerima pasar kita,” kata Budi saat berkunjung ke Wisma Bisnis Indonesia, Selasa (25/3/2025).

    Untuk itu, pemerintah Indonesia telah menyiapkan berbagai upaya agar tidak terdampak kebijakan Trump. Diantaranya, dialog strategis Indonesia-AS sebagai platform kerja sama ekonomi dan diplomasi perdagangan.

    Selain itu, memperkuat komunikasi dan lobi strategis melalui utusan khusus, eksplorasi perjanjian dagang terbatas untuk pengurangan tarif dan penyelesaian isu non tarif yang menjadi kepentingan kedua negara.

    Pemerintah juga berencana mere-aktivasi dan memperbaharui Indonesia-US Trade and Investment Frame Agreement (Indonesia-US TIFA) yang dibentuk pada 1966, serta memperkuat kerja sama investasi di berbagai sektor strategis.

    Tak Terlalu Berdampak?

    Sementara itu, peneliti senior Departemen Ekonomi CSIS Deni Friawan menilai pemerintah tidak perlu terlalu mengkhawatirkan dampak penerapan tarif perdagangan secara timbal-balik oleh Amerika Serikat terhadap negara lain.

    Deni menjelaskan rencana penerapan fair reciprocal tariff oleh Trump merupakan kebijakan yang lazim dan sesuai dengan ketentuan tarif most favored nation (MFN) yang berlaku secara multilateral.

    Intinya, dasar pengenaan fair reciprocal tariff adalah tarif yang dikenakan oleh Indonesia terhadap produk dari AS.

    “Jadi dari sisi ini harusnya tidak akan ada perubahan tarif yang signifikan oleh AS terhadap produk-produk Indonesia,” ujar Deni kepada Bisnis.com, dikutip Rabu (2/4/2025).

    Menurutnya, yang perlu dikhawatirkan bukan penerapan fair reciprocal tariff tetapi penerapan tambahan tarif sebesar 10%—20% untuk semua barang yang masuk ke AS. Masalahnya, Indonesia merupakan negara peringkat ke-15 yang memiliki surplus perdagangan dengan AS.

    Memang menurut Washington Post, para ajudan Trump sedang mempertimbangkan rencana yang akan menaikkan bea masuk atas produk sekitar 20% dari hampir semua negara—bukan menargetkan negara atau produk tertentu.

    Selain itu, Deni khawatir apabila AS meninjau atau merubah fasilitas generalized system of preferences (GSP) ke Indonesia seperti yang sudah terjadi kepada India dan Turki

    “Ini dampaknya bisa signifikan karena pada 2023, US$3,56 miliar ekspor Indonesia itu memanfaatkan skema GSP ini,” jelasnya.

  • Khofifah Minta Bos Maspion Grup Hindari PHK Pekerja, Dijawab Begini oleh Alim Markus
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        2 April 2025

    Khofifah Minta Bos Maspion Grup Hindari PHK Pekerja, Dijawab Begini oleh Alim Markus Regional 2 April 2025

    Khofifah Minta Bos Maspion Grup Hindari PHK Pekerja, Dijawab Begini oleh Alim Markus
    Editor
    KOMPAS.com
    – Gubernur Jawa Timur
    Khofifah
    Indar Parawansa meminta pemilik
    Maspion
    Grup, Alim Markus, menghindari pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap para pekerjanya.
    Permintaan itu diungkapkan Khofifah ketika menerima silaturahmi Alim Markus di kediamannya, Surabaya, Rabu (2/4/2025).
    “Saya menitipkan pesan khusus agar sebisa mungkin tidak ada PHK di perusahaan,” ujar Khofifah, sebagaimana dikutip dari Antara.
    Khofifah mengatakan, kondisi ekonomi Indonesia saat ini sedang penuh tantangan. Sementara itu, sektor industri merupakan tulang punggung pembukaan lapangan pekerjaan, terutama di Jawa Timur.
    Ia meminta agar perusahaan-perusahaan lebih memilih alternatif lain apabila menghadapi penurunan produksi. Misalnya pengurangan jam atau hari kerja dibandingkan melakukan PHK.
    Catatan Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan, sepanjang 2024 ada 77.965 pekerja yang mengalami PHK. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya, yakni 64.855 pekerja.
    “Kami tidak ingin kondisi ini terjadi di Jawa Timur. Oleh karena itu, saya selalu meminta kepada pengusaha agar mengutamakan kesejahteraan pekerja dan mencari solusi selain PHK,” lanjut dia.
    Ia kemudian menyoroti data dari Asosiaso Pengusaha Indonesia (Apindo) Jatim yang mencatat sebanyak 40 ribu pekerja terkena PHK selama Januari-Februari 2025.
    Khofifah menegaskan, Pemprov Jatim berkomitmen menjaga kesejahteraan pekerja dan memastikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan serta berkeadilan.
    “Kita harus terus mencari solusi terbaik agar kesejahteraan pekerja dan masyarakat meningkat. Prinsipnya, jangan ada PHK,” lanjut dia.
    Merespons permintaan itu, Alim Markus memastikan Maspion Grup tidak berencana melaksanakan PHK. Menurutnya, kondisi finansial perusahaan masih kuat karena adanya investasi baru yang masuk.
    “Saya jamin tidak ada PHK. Jika ada karyawan yang harus dirumahkan, kami akan menyalurkannya ke perusahaan baru dalam grup kami,” kata Alim Markus yang merupakan Ketua Dewan Pertimbangan Apindo tersebut.
    Ia juga mengungkapkan, beberapa investor dari Tiongkok berminat untuk menanamkan modal di Jawa Timur. Mereka berencana untuk menanam padi dan tebu dengan bibit yang didatangkan dari Tiongkok.
    “Pada 8 April 2025, saya akan kembali ke Kantor Gubernur Jatim untuk membahas lebih lanjut terkait investasi ini, termasuk perizinannya,” lanjut dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pengangguran di Indonesia Sudah Memprihatinkan

    Pengangguran di Indonesia Sudah Memprihatinkan

    loading…

    Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab (HRS) menitipkan pesan ke Wamenaker Immanuel Ebenezer untuk menekan tingkat pengangguran di Indonesia. Foto/SindoNews

    JAKARTA – Imam Besar Front Persaudaraan Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (HRS) menitipkan pesan ke Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer untuk menekan tingkat pengangguran di Indonesia. Pasalnya tingkat pengangguran di Tanah Air sudah sangat memprihatinkan.

    “Mumpung di sini ada Wakil Menteri dari Ketenagakerjaan kita perlu menyampaikan perihal agar berjuang habis-habisan bagaimana bisa meminimalisir apalagi bisa mengeleminir tingkat pengangguran di Indonesia,” kata Habib Rizieq di hadapan Noel dan ratusan jemaah di HRS Center, Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (2/4/2025) siang.

    “Tingkat pengangguran di Indonesia sudah sangat memprihatinkan sudah sampai di tingkat nadir banyak perusahaan gulung tikar, banyak pekerja yang di PHK,” tambahnya.

    Sementara itu, Noel yang duduk bersebelahan dengan Habib Rizieq terlihat menyimak dengan saksama sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. Noel pun mengatakan pertemuan dengan Habib Rizieq sudah lama direncanakan.

    Noel pun menyebut Habib Rizieq sebagai tokoh besar di Indonesia saat ini. “Sudah sejak lama, cuma gak ketemu momennya. Alhamdulillah di momen kemenangan ini dapat berkah yang luar biasa, bertemu dengan tokoh besar. Kalau aja ada tiga, nambah dua (orang) lagi model Habib Rizieq, Republik ini jadi revolusi. Baru satu aja mulai oleng,” ucap Noel.

    Sekadar informasi, Immanuel Ebenezer pernah menjabat Ketua Umum Jokowi Mania (Joman) dan kini menjabat Ketua Umum Prabowo Mania. Sementara, Habib Rizieq kerap mengkritik Jokowi saat menjabat.

    (cip)

  • Masyarakat Nginap di Hotel Saat Libur Lebaran 2025 Anjlok Dibanding 2024, PHRI Ungkap Biang Keroknya – Halaman all

    Masyarakat Nginap di Hotel Saat Libur Lebaran 2025 Anjlok Dibanding 2024, PHRI Ungkap Biang Keroknya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengusaha hotel pada libur Lebaran 2025 tidak sesenang seperti tahun lalu, seiring merosotnya okupansi atau jumlah keterisian kamar hotel.

    Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengungkapkan, penurunan okupansi libur Lebaran 2025 di kisaran 20 persen jika dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu. 

    Ia menyebut, anjloknya okupansi terjadi di beberapa daerah tujuan wisata, seperti Yogyakarta, Bali dan Solo.

    “Saya tadi sempat telepon beberapa daerah Solo, Jogja, Bali memang turun,” tutur Hariyadi dikutip dari Kontan, Rabu (2/3/2025).

    Menurutnya, penurunan okupansi hotel disebabkan daya beli masyarakat masih melemah tahun ini. Pasalnya, masa hunian hotel pada lebaran tahun ini lebih singkat bila dibandingkan tahun lalu.

    Hariyadi mencatat, rata-rata  waktu tinggal masyarakat di hotel hanya hingga h-2 lebaran saja, atau lebih pendek dan tidak menghabiskan waktu hingga libur selesai pada 7 Maret 2025.

    “Misalnya di Solo hanya sampai tanggal 4, tanggal 5 langsung check out, di Jogja tanggal 6. Bali turun juga nggak full sampai tanggal 7,” jelasnya.

    Untuk mengembalikan kondisi okupansi hotel setidaknya ke kondisi yang normal, ia berharap ada peranan pemerintah dalam eksekusi anggaran. Sebab, pasca adanya efisiensi anggaran, konsumsi perhotelan dari pemerintah menurun.

    Padahal pasar pemerintah untuk industri hotel masih cukup besar yakni mencapai 40%. Menurutnya, peranan pemerintah juga sangat penting agar hotel-hotel tidak banyak yang tutup, dan akhirnya berdampak pada PHK karyawan.

    “Jadi, kalau pemerintah tidak melakukan eksekusi untuk spending, pasti akan banyak yang tutup lagi (hotel),” ungkapnya.

  • Polemik Jakarta saat Pramono Ungkap Jakarta Terbuka bagi Siapa pun yang Punya Keahlian – Halaman all

    Polemik Jakarta saat Pramono Ungkap Jakarta Terbuka bagi Siapa pun yang Punya Keahlian – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Gubernur Jakarta Pramono Anung mengungkapkan bahwa Jakarta terbuka bagi siapa pun yang memiliki keahlian. 

    Dia menegaskan tak masalah ada warga pendatang ke Jakarta untuk mencari pekerjaan.

    Pasalnya, menurut Pramono, banyak daerah di luar Jakarta juga tengah terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran yang dilakukan perusahaan.

    ¨Jadi ini memang problem yang pasti akan dihadapi Jakarta dalam kondisi yang seperti ini. Tanpa menutup mata kan beberapa daerah melakukan PHK dan sebagainya. Untuk itu Jakarta pasti mempersiapkan diri,” kata Pramono pada Selasa (1/4/2025) kemarin.

    Pramono menegaskan pihaknya sudah berdiskusi dengan wakilnya, Rano Karno, untuk melakukan Operasi Yustisi demi memastikan pendatang memiliki identitas.

    Adapun setelah itu data yang diperoleh akan dilimpahkan ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Jakarta untuk pengecekan administrasi.

    Namun, meski ada pendataan, Pramono menegaskan para pendatang yang tiba di Jakarta harus memiliki keahlian.

    “Asal dia mau ikut pelatihan dan paling penting punya identitas, kalau tidak punya identitas, enggak (tidak boleh ke Jakarta,” tegasnya.

    Di sisi lain, polemik yang dihadapi Jakarta semakin pelik di tengah diperbolehkannya pendatang untuk pergi ke Jakarta.

    Tren Ekonomi Jakarta Bergeser hingga Perubahan Sosial

    Sekretaris Komisi E DPRD Jakarta dari fraksi PSI, Justin Adrian Untayana, mengingatkan bahwa ekonomi Jakarta berbeda dengan daerah lainnya.

    Dia mengungkapkan ekonomi pertanian sudah tidak bisa diterapkan karena lahan untuk bercocok tanam sudah tidak ada.

    Selain itu, Justin juga mengatakan era ekonomi industri yang menurutnya tidak perlu pendidikan tinggi untuk merekrut pegawai telah berpindah ke daerah yang memiliki upah minimum regional (UMR) yang rendah.

    Dia menjelaskan bahwa ekonomi di Jakarta saat ini berjenis jasa dan teknologi yang memerlukan kualifikasi calon pegawai dengan pendidikan tinggi dan keahlian tertentu.

    Bahkan, Justin menuturkan tidak semua orang yang lulusan sarjana dapat terserap di perusahaan-perusahaan di Jakarta.

    “Jakarta sekarang sawah tidak ada. Dan sektor manufaktur sudah banyak pindah ke (daerah) yang UMR-nya lebih rendah karena ini terkait dengan production cost.”

    “Dan yang tersisa adalah segmen-segmen untuk lowongan tenaga ahli, untuk S1 ke atas dan inipun realitanya tidak semua S1 bisa diserap di Jakarta. Kalau mau kita bicara, perusahaan-perusahaan dari kampus 10 besar atau 15 besar,” katanya dikutip dari program Sapa Indonesia Pagi di YouTube Kompas TV, Rabu (2/4/2025).

    Justin mengatakan lapangan pekerjaan yang tersedia  juga tidak mencukupi bagi angkatan kerja yang akan datang ke Jakarta.

    “Untuk sektor formal, sekitar 11 juta masyarakat Jakarta sendiri, masih banyak yang pengangguran juga. Bahkan dari 11 juta ini, 5 juta mengajukan DTKS untuk KJP maupun lansia,” tuturnya.

    Sementara, pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna menuturkan tren ekonomi di Jakarta telah berpindah yaitu menjadi “kota online”.

    Adapun yang dimaksud “kota online” adalah ekonomi Jakarta digerakan di sektor retail dan jasa transportasi.

    “Jakarta itu adalah kota tersier. Data yang menunjukkan saat ini yang dominan di Jakarta kalau mau bekerja itu dalam konteks retail kecil dan besar dan jasa pelayanan di sektor transportasi atau motornya,” katanya.

    Yayat juga mencatat adanya permasalahan baru soal kebijakan Pramono yang akan mendata pendatang terkait identitasnya. 

    Pasalnya, Pemprov Jakarta akan mengalami kesulitan akibat tren ekonomi yang sudah berpindah di mana Yayat menilai banyak pekerja yang menganggap bahwa Jakarta hanyalah tempat untuk mencari uang alih-alih sebagai tempat tinggal.

    “Catatan yang paling menarik adalah Jakarta tengah membuat rancangan peraturan daerah baru di mana dikatakan Pak Pram masuk Jakarta harus identitasnya jelas.”

    “Dia posisinya mau permanen, atau menjadi penduduk yang komuter, atau penduduk yang non permanen. Karena banyak yang masuk Jakarta itu ibaratnya numpang,” kata Yayat.

    (Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto) 

  • Pengusaha Pusat Belanja Tak Berharap Banyak saat Libur Lebaran, Daya Beli Masyarakat Lagi Loyo – Halaman all

    Pengusaha Pusat Belanja Tak Berharap Banyak saat Libur Lebaran, Daya Beli Masyarakat Lagi Loyo – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tingkat kunjungan ke pusat perbelanjaan pada momen libur Lebaran tahun ini diprediksi tak meningkat signifikan. Penjualan ritel juga diproyeksi hanya meningkat sedikit.

    Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja mengatakan, meskipun tingkat kunjungan ke pusat perbelanjaan selama Ramadan dan Idulfitri tahun ini mengalami peningkatan, kenaikannya tidak akan besar.

    “Pertumbuhan tingkat kunjungan ke pusat perbelanjaan sampai dengan akhir liburan Idulfitri nanti diperkirakan hanya sekitar 10 persen saja,” kata Alphonzus kepada Tribunnews, Rabu (2/4/2025).

    Hal serupa juga terjadi pada penjualan ritel. Meski diperkirakan ada kenaikan dibandingkan dengan 2024, angka pertumbuhannya tetap tidak signifikan.

    “Rata-rata tingkat pertumbuhannya hanya akan single digit saja atau kurang dari 10 persen,” ujar Alphonzus.

    Di tengah kondisi melemahnya daya beli masyarakat, khususnya kelas menengah ke bawah, pilihan berkunjung ke mal memang masih ada.

    Namun, Alphonzus mencatat adanya perubahan pola belanja, di mana masyarakat memilih membeli barang dengan harga yang lebih terjangkau.

    “Masyarakat kelas menengah bawah cenderung membeli barang ataupun produk yang harga satuannya (unit price rendah/kecil),” ujarnya.

    Alphonzus menjelaskan bahwa belanja masyarakat selama Ramadan lebih banyak terkonsentrasi pada produk sandang seperti busana, tas, sepatu, aksesoris, serta peralatan rumah tangga dan barang non-makanan.

    Sementara itu, pada saat Idulfitri, belanja masyarakat lebih banyak berfokus pada makanan dan minuman serta hiburan.

    Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti mengungkap di kondisi libur Lebaran tahun ini daya beli masyarakat memang sedang melemah.

    Ia menyebutkan ada dua faktor utama penyebabnya, yaitu inflasi yang naik lebih cepat daripada kenaikan upah dan penurunan pendapatan riil.

    Esther juga mengungkapkan beberapa tanda pelemahan daya beli masyarakat.

    Antara lain, penurunan konsumsi, terutama pada barang tahan lama seperti pakaian, serta turunnya jumlah pemudik

    Berdasarkan survei Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan, jumlah pemudik Lebaran 2025 diperkirakan sebesar 146,48 juta orang atau sekitar 52 persen dari penduduk Indonesia.

    Angka tersebut turun 24 persen dari tahun lalu yang mencapai 193,6 juta pemudik.

    Lebih lanjut, Esther menyebutkan bahwa jumlah uang yang beredar dan transaksi keuangan (baik tunai maupun non-tunai) juga mengalami penurunan.

    Dari proyeksi Center of Economic and Law Studies (CELIOS), perputaran uang di momen Ramadan dan Idulfitri akan melemah dibanding dengan tahun lalu

    Tambahan Jumlah Uang yang Beredar (JUB) dalam artian sempit (M1) di momen Ramadan dan Idulfitri 2025 akan melemah sebesar minus 16,5 persen dibandingkan momen yang sama di tahun 2024.

    Tambahan uang beredar hanya di angka Rp 114,37 triliun. Sementara pada 2024, tambahan uang beredar ketika momen Ramadan danIdulfitri mencapai Rp 136,97 triliun

    Selain itu, kata Esther, turunnya jumlah tabungan sejumlah Rp 100 juta juga menjadi pertanda.

    Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat adanya penurunan simpanan nasabah dengan nominal di bawah Rp 100 juta pada awal 2025.

    Data distribusi simpanan LPS pada Januari 2025 menunjukkan, tiering nominal simpanan di bawah Rp 100 juta minus 2,6 persen secara bulanan.

    Pertanda terakhir menurut Esther adalah naiknya jumlah pengangguran. 

    Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, jumlah pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepanjang Januari -Desember 2024 mencapai 77.965 orang.

    Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan total pekerja yang terkena PHK sepanjang 2023, yaitu 64.855 orang. 

  • Angka Pemudik Turun, Waketum Kadin: Daya Beli Masyarakat Tidak Baik-baik Saja – Halaman all

    Angka Pemudik Turun, Waketum Kadin: Daya Beli Masyarakat Tidak Baik-baik Saja – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia, Sarman Simanjorang, menyampaikan saat ini daya beli masyarakat tidak baik-baik saja. Hal ini terpotret dari menurunnya angka pemudik sebesar 24 persen.

    “Penyebabnya adalah daya beli masyarakat kita yang sedang tidak baik baik saja,” ujar Sarman saat dihubungi, Rabu (2/4/2025).

    Selain itu, kata dia, masyarakat juga tengah melakukan penghematan. Misalnya, untuk mengantisipasi biaya masuk sekolah pada tahun ajaran baru bulan Juni nanti. Beberapa indikator lainnya, juga disebabkan menurunnya perekonomian kelas menengah.

    “Kondisi kelas menengah baru kita juga yang semakin menurun yang selama ini merupakan penggerak ekonomi kita,” tutur Sarman.

    Informasi mengenai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), juga turut mempengaruhi psikologis masyarakat. Kini, warga lebih berhati-hati dan selektif dalam berbelanja.

    Sarman juga menyoroti realisasi Rp 67,1 triliun uang layak edar (ULE) untuk kebutuhan masyarakat pada periode Ramadan dan Idul Fitri atau hanya terserap sekitar 37 persen dari total yang disediakan Bank Indonesia (BI) sebesar Rp 180,9 triliun hingga Senin (17/3/2025).

    “Tentu ini mengurangi perputaran uang,” tambahnya.

    Sarman meminta kepada pemerintah menjadikan Lebaran 2025 pembelajaran untuk tahun berikutnya. Misalnya, terkait pengumuman diskon tarif pesawat, kereta api, dan transportasi lainnya.

    “Sebaiknya diumumkan jauh-jauh hari sehingga masyarakat bisa membuat perencanaan,” tutur Sarman.

    Setelah momen Lebaran, ucap Sarman, pemerintah harus menggenjot daya beli masyarakat dengan menjaga stabilitas harga-harga pangan, gas, dan listrik. Penyaluran barbagai bantuan sosial juga harus tepat waktu dan tepat sasaran.

    “Termasuk mengevaluasi kembali pemangkasan anggaran seperti perjalanan dinas, seminar dan forum di hotel semakin selektif agar berbagai sektor usaha sektor pariwisata dapat semakin produktif,” tutur Sarman.

    Sarman juga menyoroti sejumlah kementerian teknis di bidang perekonomin harus lebih ‘lincah’ untuk menggerakkan perekonomian. Terutama, harus berorientasi bagaimana agar daya beli masyarakat semakin meningkat dan target pertumbuhan ekonomi tercapai.

    Berdasarkan, jajak pendapat Kompas pada 4-7 Maret 2025 menangkap fenomena ini. Berwisata masuk dalam lima besar aktivitas favorit untuk mengisi waktu pada hari libur Lebaran.

    Sebanyak 26,8 persen responden mengatakan bahwa berwisata menjadi salah satu kegiatan yang akan mereka lakukan pada Lebaran tahun ini. Berwisata merupakan aktivitas favorit tertinggi ketiga setelah silaturahmi (71,9 persen) dan menghabiskan waktu bersama keluarga di rumah (38,8 persen).

    Sekalipun masih menjadi aktivitas pilihan saat Lebaran, gairah wisata masyarakat di tahun ini terbilang menurun. Saat ditanyakan secara spesifik ke mana responden akan berwisata, hanya 56,2 persen responden yang menjawab tujuan wisata mereka. Sementara, 43,8 persen lainnya dengan tegas menyatakan tidak akan berwisata pada libur Lebaran tahun ini.

    Minat wisata ini terpantau menurun dibandingkan Lebaran 2024. Tahun lalu, dalam jajak pendapat serupa yang dilakukan Litbang Kompas terpotret bahwa sedikitnya 71 persen responden menyatakan sudah memiliki rencana untuk berwisata.

    Hanya 28,6 persen responden yang memutuskan tidak berwisata. Bahkan, Statistik Wisatawan Nusantara 2024 oleh BPS mencatat, perjalanan wisatawan Nusantara saat itu mencapai puncak tertingginya pada saat Idul Fitri.

    Turunnya minat wisata pada Lebaran tahun ini juga menjadi perhatian banyak pihak, khususnya para pelaku usaha di bidang pariwisata.

    Angka Pemudik Turun, Ekonomi UMKM Lesu

    Ketua Umum Asosiasi PKL Indonesia Ali Mahsun, melihat ekonomi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) ikut lesu, karena jumlah pemudik lebaran 2025 yang menurun jika dibandingkan tahun sebelumnya.

    Ali melihat turunnya angka pemudik bisa jadi peringatan untuk pemerintah. Apalagi, ini terjadi meski diskon tarif tol, pesawat, hingga mudik gratis diberikan oleh pemerintah.

    “Kenyataan ini harus jadi warning bagi pemerintah,” ujar Ali saat dihubungi Rabu (2/4/2025).

    Seharusnya, kata Ali, mudik lebaran jadi peak season atau periode waktu di mana permintaan untuk produk atau layanan meningkat secara signifikan sehingga terjadi lonjakan perekonomian nasional.

    “Namun kenapa lebaran 2025 terjadi penurunan drastis pemudik sebesar 24 perseb? Banyak faktor yang jadi penyebabnya,” kata Ali.

    Menurutnya, saat ini perputaran ekonomi rakyat UMKM makin lesu akibatkan daya beli masyarakat melemah. Kemudian, lebih dari 9,8 juta kelas menengah jatuh miskin dan mereka perketat ikat pinggang atau efisiensi ditengah makin beratnya beban hidup.

    “Faktor lain, melonjaknya pengangguran akibat PHK marak dimana-mana sebelum dan jelang ramadhan 2025,” tutur Ali.

    Sebagian pelaku UMKM memilih tidak mudik lebaran 2025 daripada kehabisan modal usaha pasca lebaran. Dan, penggelontoran berbagai subsidi, bantuan sosial dan diskon tiket belum mampu mendongkrak jumlah pemudik kebaran 2025.

    “Turunnya pemudik lebaran 2025 hingga 24 persen akan berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan demikian harus jadi lampu kuning bagi pemerintah untuk memberikan solusi tercepat dongkrak perputaran ekonomi rakyat, juga perekonomian nasional,” sambungnya.

    Pertumbuhan Ekonomi triwulan I 2025 Hanya 5,03 Persen

    Center of Economic and Law Studies (Celios) memaparkan sejumlah indikator pelemahan daya beli saat Lebaran 2025 melemah. Apa saja indikatornya?.

    Direktur Ekonomi Celios Nailul Huda menerangkan, terdapat beberapa indikator penyebab melemahnya daya beli. Misalnya, karena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang marak terjadi. 

    Pada Januari 2025, terjadi penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) hingga 0,4 persen (month-to-month) dibandingkan IKK Desember 2024.

    “Situasinya cukup anomali. Jika kita mengacu pada periode 2022 hingga 2024, biasanya terjadi kenaikan IKK di bulan Januari karena ada optimisme konsumen di awal tahun. Kondisi keyakinan konsumen melemah juga terjadi di bulan Februari 2025,” ujar Huda saat dihubungi, Rabu (2/4/2025).

    Data lainnya juga menunjukkan hal yang serupa dimana ada penurunan angka Indeks Penjualan Riil (IPR) pada Januari 2025. Pada Desember 2024, angka IPR sebesar 222 poin dan angka IPR turun menjadi 211,5 di Januari 2025.

    “Jika kita tengok pergerakan di Desember 2023 ke Januari 2024 masih bergerak positif. Artinya, konsumen yang tidak yakin akan perekonomian tahun 2025, mendorong penjualan eceran kita juga turun. Akibatnya, daya beli masyarakat kian terperosok di awal tahun 2025,” imbuh Huda.

    Dengan kondisi tersebut Huda menyampaikan bahwa perputaran uang di momen Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri akan melemah dibandingkan dengan tahun lalu.

    Tambahan Jumlah Uang yang Beredar (JUB) dalam artian sempit (M1) di momen Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri 2025, akan melemah sebesar -16,5 persen dibandingkan momen yang sama di tahun 2024.

    “Tambahan uang beredar hanya di angka Rp114,37 triliun. Sedangkan tahun 2024, tambahan uang beredar ketika momen Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri mencapai Rp136,97 triliun,” terang Huda.

    Uang Beredar

    Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, menambahkan dengan penurunan tambahan uang beredar di momen Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri tahun ini, maka berdampak pada pembentukan PDB secara nasional yang tidak optimal.

    “Berdasarkan modelling yang dilakukan Celios pada tahun 2024, tambahan PDB akibat adanya momen Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri mencapai Rp168,55 triliun. Sedangkan tahun 2025 hanya Rp140,74 triliun atau turun 16,5 persen,” katanya.

    Sedangkan keuntungan pengusaha hanya Rp84,19 triliun, jauh di bawah tambahan pendapatan tahun lalu yang mencapai Rp100,83 triliun.

    Indikator lain yang memotret pelemahan daya beli masyarakat adalah menurunnya porsi simpanan perorangan yang hanya mencapai 46,4 persen terhadap total Dana Pihak Ketiga (DPK).

    Hal ini tidak pernah terjadi di awal pemerintahan sebelumnya. Pada awal periode Jokowi-JK, simpanan perorangan porsinya 58,5 persen dan Jokowi-Amin sebesar 57,4 persen.

    Pertumbuhan Ekonomi Stagnan

    Merosotnya porsi tabungan perorangan, mengindikasikan masyarakat cenderung bertahan hidup dengan menguras simpanan, karena upah riil terlalu kecil, tunjangan berkurang, dan ancaman PHK masih berlanjut.

    “Dengan berbagai indikator perekonomian tersebut, Celios memperkirakan pertumbuhan ekonomi triwulan I tahun 2025 hanya 5,03 persen (year-on-year). Angka ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi triwulan I 2024 yang mencapai 5,11 persen,” lanjut Bhima.

    Perkiraan pertumbuhan memperhitungkan dampak dari momen Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri 2025 yang secara siklus mendorong konsumsi rumah tangga lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2024. 

    Namun, faktor seasonal yang di ikuti pembagian THR tetap tidak mampu membuat ekonomi tumbuh lebih tinggi. Bahkan dikhawatirkan ekonomi bakal melambat paska lebaran, karena tidak ada lagi motor penggerak konsumsi yang signifikan.

    “Belanja pemerintah yang sedang efisiensi besar-besaran juga berpengaruh ke consumer confidences. Pelemahan kurs rupiah juga menambah kehati-hatian dari masyarakat untuk membelanjakan uangnya,” ujar Bhima.

    Hotel Sepi

    Okupansi atau jumlah hunian hotel yang terisi pada periode libur lebaran 2025 ini mengalami penurunan bila dibandingkan tahun lalu.

    Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengungkapkan penurunan okupansi kali ini kisarannya mencapai 20 persen jika dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu. Kondisi ini terjadi di beberapa daerah tujuan wisata, seperti Yogyakarta, Bali dan Solo.

    “(Penurunan okupansi hotel) seperti diduga lebih rendah dari tahun lalu. Saya tadi sempat telpon beberapa daerah Solo, Jogja, Bali memang turun,” tutur Hariyadi ditemui usai menghadiri halal bihalal di kediaman rumah dinas Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roeslani di kawasan Widya Chandra Jakarta, Selasa (1/4).

    Ia menduga, penurunan okupansi hotel disebabkan daya beli masyarakat masih melemah tahun ini. Pasalnya, masa hunian hotel pada lebaran tahun ini lebih singkat bila dibandingkan tahun lalu.

    Hariyadi mencatat, rata-rata  waktu tinggal masyarakat di hotel hanya hingga h-2 lebaran saja, atau lebih pendek dan tidak menghabiskan waktu hingga libur selesai pada 7 Maret 2025.

    “Misalnya di Solo hanya sampai tanggal 4, tanggal 5 langsung check out, di Jogja tanggal 6. Bali turun juga nggak full sampai tanggal 7,” jelasnya.

    Lebih lanjut, untuk mengembalikan kondisi okupansi hotel setidaknya ke kondisi yang normal, ia berharap ada peranan pemerintah dalam eksekusi anggaran. Pasalnya, pasca adanya efisiensi anggaran, konsumsi perhotelan dari pemerintah menurun.

    Padahal pasar pemerintah untuk industri hotel masih cukup besar yakni mencapai 40 persen. Menurutnya, peranan pemerintah juga sangat penting agar hotel-hotel tidak banyak yang tutup, dan akhirnya berdampak pada PHK karyawan.

    “Jadi, kalau pemerintah tidak melakukan eksekusi untuk spending, pasti akan banyak yang tutup lagi (hotel),” ungkapnya.