Kasus: penganiayaan

  • Sakit Hati, Warga Pamekasan Harus Berurusan dengan Hukum

    Sakit Hati, Warga Pamekasan Harus Berurusan dengan Hukum

    Pamekasan (beritajatim.com) – Nasib nahas dialami pria berinisial MS (50) warga Kelurahan Kowel, Kecamatan Pamekasan, yang harus berurusan dengan hukum akibat dugaan melakukan penganiayaan dan pembacokan terhadap M (42) warga Desa Toronan, Kecamatan Pamekasan, Rabu (3/12/2025).

    Penganiayaan tersebut berawal saat korban (M) hendak menuju kendaraan miliknya yang diparkir di depan rumah yang berjarak sekitar 15 meter, selanjutnya datang pelaku (MS) dan langsung melakukan penganiayaan dengan cara membacok korban menggunakan celurit.

    “Peristiwa ini terjadi sekitar pukul 20:45 WIB di Kowel, Rabu (3/12/2025). Akibatnya korban mengalami luka robek pada bagian punggung kiri, termasuk luka lebam dan robek pada bagian wajah karena hantaman botol berisi cairan pembersih lantai oleh pelaku,” kata Kapolres Pamekasan, AKBP Hendra Eko Triyulianto, melalui Kasi Humas AKP Jupriadi, Jum’at (5/11/2025).

    Dari laporan tersebut, Tim Opsnal Satreskrim Polres Pamekasan langsung bergerak cepat melakukan penyelidikan dan berhasil mengamankan pelaku beberapa jam dari kejadian. “Pelaku berhasil diamankan sekitar pukul 00:30 WIB di Desa Pasanggar, Kecamatan Pagantenan, Pamekasan, Kamis (4/12/2025),” ungkapnya.

    “Saat ini pelaku MS sudah kita amankan di Mapolres Pamekasan, termasuk barang bukti berupa sebilah celurit yang terdapat bercak darah, serta sebuah botol pembersih lantai yang digunakan pelaku saat menganiaya korban,” jelasnya.

    Selain itu, pihaknya juga menyampaikan motif dari kasus penganiayaan yang mengakibatkan korban harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit. “Motif dari kasus ini karena pelaku sakit hati, sebab ketika pelaku bekerja di Malaysia, saat pulang (ke Indonesia) mengetahui mantan istrinya sudah menikah dengan korban,” imbuhnya.

    “Akibat aksi tersebut, pelaku terancam Pasal 355 Ayat (1) Subs 353 Ayat (2) Subs 351 Ayat (2) KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) dengan ancaman hukuman pidana penjara maksimal 15 tahun,” pungkasnya. [pin/aje]

  • Diseret dan Dianiaya Keliling Kampung

    Diseret dan Dianiaya Keliling Kampung

    GELORA.CO – Insiden tragis terjadi di Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Seorang pria berinisial A (47) tewas usai dihakimi ratusan warga yang menuduhnya memperkosa seorang perempuan difabel pada Rabu (3/12/2025) petang.

    A diseret keliling kampung dengan tangan terikat ke motor. Saat ditemukan, kondisinya mengenaskan: alat kelaminnya terpotong, tubuh penuh luka robek dan sayatan.

    Sementara perempuan difabel yang diduga menjadi korban mengalami luka-luka dan kini menjalani perawatan medis.

    Kapolres Gowa AKBP Muhammad Aldy Sulaeman membenarkan kejadian tersebut. Ia mengatakan polisi langsung turun ke lokasi setelah video penganiayaan itu viral di media sosial. “Situasi sudah kondusif,” ujarnya.

    Aldy menjelaskan bahwa A dianiaya warga setelah beredar kabar bahwa ia telah melakukan kekerasan seksual. Namun polisi masih menyelidiki kronologi lengkap dan memastikan kebenaran tuduhan tersebut.

    Hingga malam hari, Kapolres masih berada di Tompobulu untuk memantau situasi. Aksi massa tersebut melibatkan warga dari Desa Rappolemba, Desa Rappoala, hingga Kelurahan Cikoro’.

    Sebagai langkah penanganan, Polres Gowa menurunkan tim gabungan dari Satreskrim, Samapta, Intelkam, Binmas, hingga Dokkes untuk proses visum dan penyelidikan. Polda Sulsel juga telah dimintai dukungan identifikasi.

    Polisi mengimbau masyarakat untuk tidak main hakim sendiri dan menyerahkan seluruh proses hukum kepada aparat berwenang. (*)

  • Berkas Belum Siap, Sidang Tuntutan Kasus Kematian Prada Lucky Ditunda Pekan Depan

    Berkas Belum Siap, Sidang Tuntutan Kasus Kematian Prada Lucky Ditunda Pekan Depan

    Liputan6.com, Jakarta – Sidang tuntutan terhadap 22 terdakwa kasus penganiayaan yang menewaskan Prada Lucky Chepril Saputra Namo ditunda hingga pekan depan. Penundaan ini dilakukan setelah Oditur Militer Letkol Chk Alex Panjaitan menyatakan bahwa berkas penuntutan belum siap.

    Alasan tersebut diterima Hakim Ketua Mayor CHK Subiyatno, dan Pengadilan Militer III-15 Kupang, NTT, mengagendakan ulang sidang tersebut.

    Humas Pengadilan Militer III-15 Kupang, Kapten CHK Damai Chrisdianto, merinci penundaan ini untuk semua berkas perkara antara lain : Berkas perkara pertama, dengan nomor 40-K/PM.III-15/AD/X/2025, untuk terdakwa Lettu Ahmad Faisal selaku Komandan Kompi ditunda ke-11 Desember 2025, dari seharusnya Kamis (4/12/2025).

    Kemudian berkas perkara kedua, dengan nomor 41-K/PM.III-15/AD/X/2025, untuk terdakwa Letda Achmad Thariq Singajuru dan 16 tersangka lainnya, ditunda ke Rabu depan (10/12/2025).

    Untuk berkas perkara ketiga, dengan nomor 42-K/PM.III-15/AD/X/2025, atas nama Aprianto Rede Radja dan 3 terdakwa lainnya ditunda juga ke Kamis depan (11/12/2025).

    “Oditur menyampaikan bahwa mereka belum siap dengan tuntutan pada hari ini seperti pada berkas perkara sebelumnya. Jadi semuanya ditunda ke pekan depan,” rinci Damai, dalam keterangannya, kamis (4/12/2025).

     

  • IPW Soroti Polisi-Polisi yang Terseret Kasus Sambo Aktif Lagi dan Naik Pangkat

    IPW Soroti Polisi-Polisi yang Terseret Kasus Sambo Aktif Lagi dan Naik Pangkat

    GELORA.CO – Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso meminta Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) untuk menghindari praktik silent blue code, yakni memberikan ruang bagi aparatur yang melanggar, mendapatkan kenaikan pangkat selang sanksi diberikan. Praktik ini contohnya terjadi pada banyak perwira Polri yang pernah terjerat kasus Ferdy Sambo.

    “Silent Blue Code ini adalah satu praktik yang mentoleransi adanya pelanggaran di internal. Ketika itu masih menjadi sorotan, mereka memang kemudian disanksi. Beberapa kasus saya sebutkan di sini ya, mereka disanksi, tetapi dengan lewatnya waktu, diketahui oleh masyarakat, yang disanksi ini kemudian naik pangkat dan menduduki jabatan (baru),” katanya dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi III DPR RI bersama Panitia Kerja (Panja) Reformasi Polri, Kejaksaan RI, dan Pengadilan di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (4/12/2025).

    Menurut Sugeng, reformasi Polri bukan sekadar usulan merombak jajaran, tetapi terdapat hal yang lebih penting, yakni menumbuhkan kultur positif yang menolak praktik impunitas maupun silent blue code yang akan menimbulkan rasa ketidakpercayaan masyarakat pada bidang pengawasan dan sanksi.

    “Itu kan banyak perwira-perwira yang disanksi, bahkan yang diberhentikan sekarang aktif kembali, bahkan naik pangkat. Ada juga yang disanksi karena diduga terlibat dalam pemerasan, juga naik pangkat. Ini menimbulkan ketidakpercayaan, salah satu aspek ya,” ujarnya.

    Kultur yang lebih tegas terhadap penindakan dan penegakan hukum, kata Sugeng, sangat mendorong citra positif kepolisian sebagai institusi negara yang harmonis dan meningkatkan kepercayaan publik.

    Ia mencontohkan praktik silent blue code ini terdapat pada kasus meninggalnya Brigadir Josua oleh eks Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri Ferdy Sambo yang menyeret banyak nama perwira tinggi kepolisian itu ke kasus pembunuhan berencana.

    “Apa contohnya? Tentu kita lihat kasus imbas daripada terbunuhnya Brigadir Josua. Itu kan banyak perwira-perwira yang disanksi, bahkan yang diberhentikan sekarang aktif kembali, bahkan naik pangkat,” tuturnya.

    Selain itu, Sugeng menyampaikan bahwa Polri merupakan wajah, dan postur dari Presiden terkait visi untuk menerapkan prinsip negara hukum. Hal tersebut termasuk untuk mereformasi kultural Polri untuk menjadi keharusan dalam menjalankan negara yang berdemokrasi.

    “Itu salah satu bahwa Polri adalah alat kerja Presiden. Wajah, postur, penampakan Polri itu tergantung kepada visi Presiden tentang prinsip negara hukum, hak asasi manusia, dan juga tentang demokrasi, yang pertama. Kemudian yang kedua, reformasi kultural adalah satu keharusan,” ucapnya.

    Oleh karena itu, Sugeng mengingatkan bahwa Polri harus lebih harmonis dalam melayani masyarakat terkait menghindari tindakan impunitas yang sering menjadi keluhan publik terhadap institusi kepolisian.

    “IPW mengingatkan kepada Polri, agar Polri walaupun mendapat perintah dari Presiden, harus memperhatikan prinsip-prinsip hukum dan hak asasi manusia. Karena perintah tersebut apabila dijalankan dengan secara tidak tertib hukum, itu berpotensi melanggar hak asasi manusia dan bisa merepresi. Itu yang kami ingatkan,” tutur Sugeng.

    Reformasi kultural

    Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan bahwa reformasi terhadap Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) harus dilakukan secara kultural, bukan struktural. Dia menilai pengaruh terbesar yang mencederai institusi Korps Bhayangkara itu adalah para anggotanya, bukan karena kedudukan lembaga atau hal-hal lainnya yang berkaitan dengan struktur.

    “Bukan persoalan struktural, polisi di bawah siapa, kemudian pengangkatan Kapolri oleh siapa, dengan persetujuan siapa, bukan itu. Tapi pengendalian,” kata Habiburokhman saat Rapat Panitia Kerja (Panja) Reformasi Aparat Penegak Hukum di kompleks parlemen, Selasa (2/12/2025).

    Habiburokhman mengungkapkan bahwa Komisi III DPR RI pun sudah beberapa kali membongkar polemik penegakan kasus yang berkaitan dengan perilaku anggota kepolisian. Contohnya, kata dia, kasus meninggalnya tahanan Polres Palu yang semula disebut bunuh diri, ternyata ada penganiayaan yang dilakukan oleh polisi di sana, yang kemudian dipecat.

    Lalu ada juga kasus Ronald Tannur yang tak hanya melibatkan polisi, tetapi melibatkan aparat penegak hukum lainnya, bahkan pengadilan. Dan yang terbaru, kata dia, ada kasus pemilik toko roti yang menganiaya karyawannya di Jakarta Timur, tetapi tak kunjung ditangkap oleh polisi.

    Untuk persoalan struktural, menurut dia, kedudukan Polri di bawah langsung Presiden sudah tepat. Selain itu, dia mengatakan bahwa ketentuan itu merupakan Ketetapan (TAP) MPR RI Tahun 2000.

    Di sisi lain, dia pun menilai pengangkatan Kapolri oleh Presiden atas persetujuan DPR merupakan aturan yang sudah tepat. Menurut dia, ketentuan itu merupakan amanat reformasi supaya ada pemisahan kekuasaan.

    “Saat itu kita ingin benar-benar mempraktikkan, mengimplementasikan pemisahan kekuasaan, sebagaimana teori trias politica-nya Montesquieu, eksekutif, legislatif, yudikatif,” kata dia.

    Anggota Komisi III DPR RI Bimantoro Wiyono menilai, perlu ada sistem reward and punishment yang tegas dan terukur. Ketika ada aparat yang bekerja baik dan berintegritas, negara harus hadir memberi penghargaan.

    “Sebaliknya, bila ada pelanggaran, sanksinya harus jelas dan berat. Ini harus berjalan seimbang,” kata dia.

    Rekomendasi Komisi

    Komisi Percepatan Reformasi Polri merekomendasikan agar Polri mengevaluasi Peraturan Kapolri (Perkap) dan Peraturan Kepolisian (Perpol) menyusul disepakatinya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru. Rekomendasikan itu disampaikan oleh komisi dalam pertemuan bersama Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo di kawasan Jakarta Selatan, Kamis.

    “Kami memberi rekomendasi kepada Kapolri untuk segera mengadakan evaluasi dengan memanfaatkan dukungan tim transformasi internal yang juga selalu ikut di dalam pertemuan-pertemuan rapat dengan pendapat dengan Komisi Percepatan Reformasi Polri, supaya mereka bisa segera mengadakan evaluasi, menyiapkan perubahan Perkap dan Perpol,” kata Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie.

    Dengan dilaksanakannya evaluasi awal, diharapkan Perkap dan Perpol yang perlu diperbaiki dapat mengikuti ketentuan baru KUHP maupun KUHAP.

    “Dengan begitu antara tim reformasi Polri dan tim internal itu bekerja saling menunjang untuk perbaikan kepolisian di masa yang akan datang,” ucapnya.

    Sebelumnya, Rapat Paripurna ke-18 DPR RI Masa Persidangan II Tahun Sidang 205-2026 menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP untuk disahkan menjadi undang-undang.

    Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan bahwa pengesahan KUHAP yang baru merupakan hal yang penting, mengingat KUHAP yang lama sudah berusia 44 tahun. KUHAP baru, kata dia, diarahkan untuk menuju keadilan yang hakiki.

    Dia mengatakan KUHAP yang baru itu akan mendampingi penggunaan KUHP baru yang sudah disahkan sebelumnya. KUHP sebagai hukum materiil, harus dilengkapi oleh KUHAP baru sebagai hukum formil untuk operasionalnya.

    Pengaturan baru yang diatur dalam KUHAP, di antaranya bantuan hukum, jaminan tersangka, keadilan restoratif, pendamping saksi, penguatan praperadilan. Pada intinya, dia memastikan bahwa KUHAP yang baru itu sangat progresif.

  • Kasus Dugaan Penganiayaan Siswa SMA Taruna Angkasa Madiun, Ortu Tempuh Jalur Hukum

    Kasus Dugaan Penganiayaan Siswa SMA Taruna Angkasa Madiun, Ortu Tempuh Jalur Hukum

    Madiun (beritajatim.com) — Lingkungan pendidikan kembali tercoreng kasus dugaan kekerasan antarsiswa. Seorang pelajar kelas XI SMAN 3 Taruna Angkasa Madiun berinisial AAM (16) dilaporkan menjadi korban pengeroyokan yang diduga dilakukan oleh para kakak tingkatnya. Keluarga korban resmi membawa persoalan ini ke Polres Madiun Kota, Kamis (4/12/2025).

    Peristiwa itu disebut terjadi pada Selasa malam (2/12/2025). Saat kondisi tubuhnya sedang tidak fit dan menjalani perawatan di UKS, AAM disebut dijemput sejumlah siswa kemudian dibawa ke kamar 103 ruangan yang dikabarkan jauh dari titik pengawasan dan CCTV. Di lokasi itu, AAM mengaku mengalami pemukulan berulang hingga tak sadarkan diri.

    “Saat siuman, anak saya dipukul lagi sampai matanya bengkak dan tidak bisa dibuka,” ungkap ayah korban, Edi Sutikno, seusai membuat laporan resmi.

    Keluarga mendapat informasi bahwa 10 siswa mengaku terlibat. Namun menurut AAM, jumlah pelaku bisa mencapai sekitar 20 orang, mayoritas siswa kelas XII. Motif aksi kekerasan tersebut masih belum terungkap.

    AAM sempat dilarikan ke UGD RS dr. Efram Harsana Maospati dan menjalani perawatan lanjutan. Hasil visum mencatat memar di dada, lengan, paha, punggung, serta hematom di bagian kepala. Behel giginya juga terlepas akibat benturan. Hari ini korban dijadwalkan menjalani USG, MRI, dan panoramic guna memastikan ada tidaknya cedera internal.

    Edi menyoroti lemahnya pengawasan di sekolah, terutama karena siswa yang sedang sakit bisa keluar dari UKS tanpa pemantauan. Ia juga menduga lokasi kejadian sengaja dipilih karena tidak terjangkau kamera pengawas.

    “Ini kelalaian serius. Jangan sampai kekerasan terus berulang dan dianggap hal lumrah. Tahun 2024 ada kasus yang memakan korban jiwa. Kami tidak ingin sejarah terulang,” tegasnya.

    Sementara itu, Kasatreskrim Polres Madiun Kota, Iptu Agus Riadi, saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp membenarkan adanya laporan tersebut. “Masih kami dalami,” singkatnya.

    Hingga berita ini diturunkan, pihak SMAN 3 Taruna Angkasa belum memberikan pernyataan resmi terkait dugaan peristiwa tersebut. [rbr/aje]

  • Buntut Panjang Aksi Potong Kelamin dan Arak Pelaku Perkosaan Disabilitas di Gowa

    Buntut Panjang Aksi Potong Kelamin dan Arak Pelaku Perkosaan Disabilitas di Gowa

    Sebelumnya, warga Sulawesi Selatan, khususnya Kabupaten Gowa, dihebohkan dengan beredarnya video seorang pria yang diamuk massa hingga tewas, lalu diikat pada sepeda motor dan diseret keliling kampung. Peristiwa tersebut terjadi di Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.

    Pria tersebut diketahui berinisial A (47). Ia diduga menjadi sasaran amuk massa karena dituding melakukan penganiayaan dan pemerkosaan terhadap seorang wanita difabel berinisial T.

    DT, salah seorang warga yang menjadi saksi mata, menjelaskan bahwa dugaan tindak pidana tersebut terjadi sekitar empat hari sebelum A tewas dihakimi warga. Saat kejadian pemerkosaan, warga disebut sudah mengetahui peristiwa tersebut, namun pelaku berhasil melarikan diri.

    “Iya betul kejadiannya kemarin sore. Warga sebenarnya sudah tahu sejak hari itu juga, tapi pelaku sembunyi. Empat hari kemudian baru didapat,” kata DT kepada Liputan6.com, Kamis (4/12/2025).

    DT menjelaskan, usai diduga melakukan rudapaksa di Kelurahan Cikoro’, A sempat bersembunyi selama dua hari di salah satu rumah warga. Setelah itu, ia kembali melarikan diri dan bersembunyi di kawasan hutan di kaki Gunung Lompo Battang, Desa Rappolemba, selama dua hari berikutnya.

    “Sempat sembunyi dua hari di Cikoro’. Terus dia sembunyi lagi di belakang kampung, di kaki Gunung Lompo Battang, Desa Rappolemba,” bebernya.

    Menurut DT, A akhirnya keluar dari tempat persembunyiannya karena diduga kelaparan. Ia kemudian mendatangi rumah seorang warga di Desa Rappoala untuk meminta makanan dan sempat terlihat berbelanja di warung.

    “Katanya sempat beli sesuatu di warung. Karena memang sudah dicari-cari, akhirnya ada warga yang melihat dia,” ucap DT.

    A pun didatangi warga yang marah. Ia kemudian dianiaya hingga tewas. Tak hanya itu, jasad A juga diarak keliling kampung dari perbatasan Desa Rappoala menuju Desa Rappolemba hingga ke Kelurahan Cikoro’. Dalam aksi tersebut, A disebut mengalami mutilasi pada alat kelaminnya.

    “Diarak keliling kampung sampai meninggal dunia. Saya sempat tanya ke petugas puskesmas, katanya memang benar alat kelaminnya dipotong,” jelas DT.

    Aksi tersebut sempat direkam oleh sejumlah warga dan kemudian viral di media sosial.

     

     

  • IPW Sorot Praktik Mentoleransi Pelanggaran di Internal Polri, Desak Reformasi Kultural
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        4 Desember 2025

    IPW Sorot Praktik Mentoleransi Pelanggaran di Internal Polri, Desak Reformasi Kultural Nasional 4 Desember 2025

    IPW Sorot Praktik Mentoleransi Pelanggaran di Internal Polri, Desak Reformasi Kultural
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso menegaskan bahwa kultural merupakan aspek paling penting yang perlu direformasi dari Polri.
    Sebab selama ini, kekecewaan masyarakat terhadap
    kepolisian
    berpusat kepada kinerjanya di sektor penegakan hukum, pengawasan, dan sanksi.
    “Reformasi kultural adalah satu keharusan. Nah, banyak kekecewaan masyarakat memang berpusat kepada kinerja
    Polri
    , khususnya terkait penegakan hukum, pengawasan, dan sanksi,” ujar Sugeng dalam rapat panitia kerja (panja)
    reformasi kepolisian
    , kejaksaan, dan pengadilan
    Komisi III DPR
    , Kamis (4/12/2025).
    Sugeng kemudian menyinggung
    silent blue code
    yang merupakan praktik mentoleransi adanya pelanggaran di internal.
    Jika ada pelanggaran di internal kepolisian yang ditindak, ia menilai bahwa penindakan itu diambil karena masih adanya sorotan dari publik.
    “Tetapi dengan lewatnya waktu ya, yang diketahui oleh masyarakat yang disanksi ini kemudian naik pangkat dan menduduki jabatan,” ujar Sugeng.
    “Ini adalah praktik
    silent blue code
    yang mengarah kepada impunitas merangkat, gitu ya. Impunitas merangkak nih, jadi sebetulnya orang yang sudah salah, kemudian dia naik,” sambungnya menegaskan.
    Sugeng mengambil contoh kasus meninggalnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat yang menyeret mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri Ferdy Sambo.
    Dalam kasus itu, banyak perwira yang akhirnya menerima sanksi hingga diberhentikan dari kepolisian. Namun, beberapa di antaranya justru aktif kembali bahkan naik pangkat.
    “Ada juga yang disanksi karena diduga terlibat dalam pemerasan, juga naik pangkat. Nah ini menimbulkan ketidakpercayaan, salah satu aspek ya,” ujar Sugeng.
    Dalam rapat panja sebelumnya, Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menekankan,
    reformasi Polri
    harus ditekankan pada aspek kultural, bukan struktural.
    “Reformasi ini memang kita harus maksimalkan di kultural, bukan struktural kalau di kepolisian,” ujar Habiburokhman, Selasa (2/12/2025).
    Habiburokhman mengatakan, Polri selama ini dicitrakan buruk oleh masyarakat karena perilaku anggotanya.
    Ia mencontohkan kasus meninggalnya tahanan yang sebelumnya dinyatakan bunuh diri di Polres Palu. Rupanya, tahanan tersebut tewas akibat dianiaya anggota kepolisian.
    Contoh lainnya adalah kasus penganiayaan oleh pemilik toko roti terhadap karyawannya di Jakarta Timur, yang saat itu tak kunjung ditangkap oleh kepolisian.
    “Pengaruh terbesar yang menciderai nama baik Polri itu adalah soal perilaku anggota. Kaya tadi kasus-kasus yang saya sampaikan, itu bukan persoalan struktural,” tegas Habiburokhman.
    Ia pun menyinggung DPR yang telah mengesahkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai undang-undang.
    Di dalammya ditekankan bahwa kepolisian juga diawasi oleh masyarakat, dengan memperkuat hak warga negara dalam KUHAP baru.
    “Tambah kita kunci lagi, ketentuan bahwa penegak hukum yang melampaui tugasnya, menjalankan tugas, melanggar ketentuan dalam melaksanakan tugas, harus menghadapi sanksi administrasi, etik, dan pidana,” tegas Habiburokhman.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • ASN Penganiaya Kurir JNT Pamekasan Divonis 14 Bulan Penjara
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        4 Desember 2025

    ASN Penganiaya Kurir JNT Pamekasan Divonis 14 Bulan Penjara Surabaya 4 Desember 2025

    ASN Penganiaya Kurir JNT Pamekasan Divonis 14 Bulan Penjara
    Tim Redaksi
    PAMEKASAN, KOMPAS.com
    – Zainal Arifin (37), seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menjadi terdakwa penganiayaan terhadap kurir JNT di Pamekasan, Jawa Timur, divonis 1 tahun 2 bulan atau 14 bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pamekasan pada Kamis (4/12/2025).
    Sebelumnya, terpidana Zainal Arifin diduga melakukan penganiayaan terhadap kurir JNT bernama Irwan Riskiyanto saat kurir itu mengantarkan paket
    Case on Delivery
    (COD) ke rumah terdakwa pada Senin, 30 Juni 2025.
    Anggota majelis hakim Yuklayushi yang membacakan amar putusan mengatakan bahwa terpidana Zainal terbukti bersalah dan melanggar Pasal 365 ayat 2 ke-2 terkait kasus pencurian dengan kekerasan.
    “Pada fakta persidangan terdakwa Zainal Arifin memenuhi unsur pada Pasal 365 ayat 2 ke-2,” katanya saat membacakan amar putusan.
    Majelis hakim menyampaikan, terdakwa Zainal Arifin terbukti membekap korban Irwan Riskiyanto dari belakang. Selain itu, terdakwa juga terbukti bersekongkol mengambil uang pembelian barang sistem
    Cash on Delivery
    (COD) dari dalam tas kurir.
    Hakim Yuklayushi juga menyampaikan keputusan majelis hakim sudah mempertimbangkan bukti-bukti dan saksi-saksi pada persidangan.
    Termasuk, mempertimbangkan pembelaan yang dilakukan terdakwa melalui kuasa hukum terpidana Zainal Arifin.
    “Saksi korban (Irwan Riskiyanto) sudah berusaha memberi penjelasan,” ucapnya.
    Dia menyampaikan, keputusan majelis hakim berdasarkan pada fakta-fakta di persidangan. Termasuk, mempertimbangkan perbuatan terpidana Zainal Arifin yang menjawab semua pertanyaan saat menjalani persidangan.
    Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri
    Pamekasan
    , Ach Faisol Tri Wijaya menyampaikannya putusan majelis hakim tidak sesuai dengan tuntutan. Pihaknya memilih pikir-pikir selama tujuh ke depan.
    “Kami masih menyampaikan pikir-pikir. Nanti apa pun keputusan pimpinan, itu yang akan kami jalankan,” katanya.
    Dia mengatakan, dari amar putusan yang dibacakan sudah sesuai dengan tuntutan JPU. Mulai dari tuntutan hingga dakwaan majelis hakim sudah sependapat dengan JPU.
    Sebelumnya, video terpidana Zainal Arifin melakukan kekerasan, mendekap, memiting dan mencekik korban Irwan Riskiyanto (27), warga Desa Dasuk, Kecamatan Pademawu, Pamekasan, di Desa Laden, Kecamatan Pamekasan, pada 30 Juni 2025, viral di media sosial.
    Terpidana Zainal Arifin merupakan salah satu ASN guru TK di Kabupaten Sampang. Dia bersama istrinya, Siti Kholisah, dilaporkan menganiaya korban Irwan Riskiyanto.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Cekcok Saat Cari Rumput, Pria di Sampang Bunuh Tetangganya di Persawahan 
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        4 Desember 2025

    Cekcok Saat Cari Rumput, Pria di Sampang Bunuh Tetangganya di Persawahan Surabaya 4 Desember 2025

    Cekcok Saat Cari Rumput, Pria di Sampang Bunuh Tetangganya di Persawahan
    Tim Redaksi
    SAMPANG , KOMPAS.com
    – Kasus pembunuhan terjadi di area persawahan di Desa Noreh, Kecamatan Sreseh, Kabupaten Sampang, Jawa Timur.
    Seorang pria tewas setelah dianiaya tetangganya, saat sedang mencari rumput di kawasan tersebut.
    Kasi Humas Polres Sampang, AKP Eko Puji mengatakan, korban adalah Suja’i (52) warga Desa Noreh, sedangkan pelaku pembunuhan adalah MT (60) yang tak lain adalah tetangga korban.
    Peristiwa bermula saat Suja’i sedang mencari rumput dan pelaku tiba, serta menghampiri korban.
    “Jadi saat kejadian itu keduanya sama-sama sedang mencari rumput,” ujar Eko Puji, Kamis (4/12/2025).
    Tak lama kemudian, keduanya diduga terlibat
    cekcok
    . Pelaku yang saat itu membawa celurit dan cangkul lalu menganiaya korban. “Korban mengalami sejumlah luka akibat senjata tajam,” imbuh dia.
    Diketahui, meski mengeluarkan banyak darah, korban sempat berusaha berlari dan menghindar.
    Namun setelah berlari sejauh 100 meter korban tersungkur ke tanah. “Korban meninggal dunia di lokasi,” tutur Eko.
    Pasca kejadian itu, pelaku sempat pergi meninggalkan korban, untuk melarikan diri.
    Namun, polisi dapat meringkus pelaku dan mengamankan barang bukti senjata tajam yang digunakan untuk membunuh.
    Saat ini, polisi masih mendalami kejadian itu untuk mengungkap motif di balik aksi penganiayaan tersebut. “Untuk motifnya masih dalam pendalaman,” kata dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dikira Korban Lakalantas, Ternyata Tukang Cukur Tewas Dianiaya Sopir Truk di Banten
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        4 Desember 2025

    Dikira Korban Lakalantas, Ternyata Tukang Cukur Tewas Dianiaya Sopir Truk di Banten Regional 4 Desember 2025

    Dikira Korban Lakalantas, Ternyata Tukang Cukur Tewas Dianiaya Sopir Truk di Banten
    Tim Redaksi
    SERANG, KOMPAS.com
    – Anan Riyanto (32) ditemukan tewas di Jalan Raya Cikande-Rangkasbitung, Jawilan, Kabupaten Serang, Banten, Minggu (9/11/2025).
    Awalnya, warga Desa Cijoro, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak mengira korban mengalami kecelakaan lalu lintas tunggal.
    Namun, setelah dilakukan penyelidikan, terungkap bahwa Anan merupakan korban
    penganiayaan
    yang menyebabkan kematian.
    “Awalnya dikira korban laka. Kita cek ada kejanggalan karena keluarga korban melaporkan kepada kami bahwa ditemukan luka bekas kekerasan,” ungkap Kapolres Serang AKBP Condro Sasongko kepada wartawan, Kamis (4/12/2025).
    Menindaklanjuti laporan tersebut, penyidik bersama dokter forensik melakukan ekhumasi dan menemukan luka serius pada tubuh korban. Seperti patah tulang dasar tengkorak bagian depan, patah tulang wajah, dan patah pada rahang bawah.
    “Melalui rekaman CCTV dan rangkaian penyelidikan, kami memastikan bahwa korban bukan meninggal karena kecelakaan, melainkan akibat tindak kekerasan,” jelas Condro.
    Hasil penyelidikan mengungkap, Anan adalah korban penganiayaan yang dilakukan sopir dan kernet truk ayam potong.
    Tim Resmob segera bergerak setelah mengetahui identitas pelaku. Mereka menangkap dua tersangka berinisial MN (29), warga Pringsewu, dan RA (23), warga Lampung Selatan.
    Keduanya ditangkap saat mengambil Delivery Order (DO) ayam potong di PT Cibadak Indah Sari Farm 2, Jalan Raya Jasinga–Tenjo, Desa Bojong, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, pada Sabtu (22/11/2025).
    “Sudah jadi tersangka keduanya. Tersangka RA perannya memukul dengan kunci roda berkali-kali, tersangka MN menyuruh memukul dan membiarkan,” kata Kasat Reskrim Polres Serang AKP Andi Kurniady.
    Dari keterangan tersangka, Andi menjelaskan, kasus penganiayaan terjadi saat keduanya mengendarai truk Mitsubishi BE 8673 C untuk mengambil DO ayam potong di wilayah Rangkasbitung.
    Ketika mereka memperlambat kendaraan untuk mencari tempat makan, Anan, yang kemudian diketahui sebagai korban, mendekat dan menumpang.
    Namun, dalam waktu kurang dari 10 menit, tersangka secara tiba-tiba memukul Anan menggunakan tangan dan kunci roda yang diambil dari bawah jok.
    Dalam kondisi terluka, korban berusaha membuka pintu saat kendaraan melaju dengan kecepatan 60 km/jam.
    Akibatnya, Anan ditemukan warga dalam kondisi tidak bernyawa.
    “Para pelaku bukannya memberikan pertolongan, tetapi justru melanjutkan perjalanan dan meninggalkan korban begitu saja,” tambah Andi.
    Keduanya kini dijerat dengan pasal 351 ayat (3) KUHP, dengan ancaman pidana penjara maksimal 7 tahun.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.