Kasus: penganiayaan

  • Warga Kecewa Pembagian Bansos Tak Merata, Pamong Desa di Lampung Dibacok

    Warga Kecewa Pembagian Bansos Tak Merata, Pamong Desa di Lampung Dibacok

    Liputan6.com, Jakarta – Seorang pamong Desa Purwodadi Simpang, Kecamatan Tanjung Bintang, Lampung Selatan menjadi korban pembacokan oleh warganya sendiri. Pembacokan diduga karena warga kecewa penyaluran bansos yang dianggap tidak merata.

    Peristiwa berdarah itu terjadi di rumah korban, Andi Saputro (36), pada Senin (8/12/2025) sekitar pukul 18.48 WIB dan langsung viral di media sosial. Pelaku diketahui bernama Warsani, warga desa setempat yang kini melarikan diri dan masuk dalam daftar pencarian polisi.

    Kapolsek Tanjung Bintang, AKP Edy Qorinas, membenarkan adanya dugaan penganiayaan berat terhadap aparat desa tersebut.

    “Benar, korban merupakan pamong Desa Purwodadi Simpang dan terduga pelaku adalah warga desa itu sendiri,” ujar Edy saat dikonfirmasi Selasa (9/12/2025).

  • Polisi ungkap kasus kekerasan terhadap anak usia empat tahun di Jaktim

    Polisi ungkap kasus kekerasan terhadap anak usia empat tahun di Jaktim

    Jakarta (ANTARA) – Polisi mengungkap kasus ibu kandung dan ayah tiri yang melakukan kekerasan fisik terhadap seorang anak berusia empat tahun hingga sulit membuka mulut di kawasan Makasar, Jakarta Timur (Jaktim).

    “Ada dugaan tindak pidana kekerasan fisik terhadap anak dan atau penganiayaan, dan atau pengeroyokan yang dilakukan oleh kedua orang tua, yang mana ibu kandung dan ayah tiri hingga anaknya sulit membuka mulut,” kata Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Metro Jakarta Timur AKP Sri Yatmini di Jakarta, Selasa.

    Anak laki-laki berusia empat tahun tersebut masih menjalani pemulihan intensif setelah mengalami kekerasan berulang hingga mengalami luka di sekujur tubuhnya.

    Sang anak juga sulit membuka mulut karena kedua giginya lepas dan area wajahnya mengalami pukulan keras.

    “Anak korban mengalami luka serius, bahkan dua giginya lepas hingga membuat anak kesulitan membuka mulut. Ada banyak bekas baret dan memar di sekujur tubuh akibat sendok dan sikat cucian pakaian,” jelas Sri.

    Kekerasan itu berlangsung sejak November 2025 hingga Kamis (4/12). Warga sekitar yang curiga melihat banyak luka di tubuhnya itu kemudian melapor, dan kasus itu pun terungkap.

    “Peran serta warga sekitar sangat membantu sehingga perkara ini terungkap cepat dan tepat,” ujar Sri.

    Kedua pelaku yang berinisial NR (ibu kandung) dan TSI (ayah tiri) itu kini telah ditetapkan sebagai tersangka.

    Hasil penyelidikan menunjukkan kekerasan dilakukan karena pelaku ayah tiri diduga cemburu terhadap perhatian sang istri kepada anaknya.

    Anak tersebut bukan anak kandung TSI, sehingga ia meluapkan kecemburuannya dengan melakukan penganiayaan.

    Kekerasan itu dilakukan dengan menggunakan sendok dan sikat cuci pakaian sehingga meninggalkan luka-luka tajam dan memar di tubuh korban.

    “Cara pelaku melakukan kekerasan tersebut menggunakan sendok dan sikat cuci pakaian. Itu menyebabkan banyak luka baret di sekujur tubuh,” ucap Sri.

    Sang ibu NR yang saat ini sedang mengandung justru ikut melakukan kekerasan dan tidak melindungi anak kandungnya.

    Korban kini telah mendapatkan perawatan kesehatan, pendampingan psikolog, dan ditempatkan di rumah aman untuk menjamin keselamatannya.

    Kedua tersangka dijerat Pasal 76C juncto Pasal 80 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak, serta Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dan Pasal 170 KUHP terkait pengeroyokan.

    “Karena dilakukan oleh orang yang memiliki relasi kuasa, ancaman hukuman dapat diperberat sepertiga. Mereka terancam hukuman hingga tujuh tahun penjara serta denda Rp72 juta,” tegas Sri.

    Pewarta: Siti Nurhaliza
    Editor: Rr. Cornea Khairany
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Ibu dan ayah tiri di Jaktim siksa anak sejak 2024 hingga patah tulang

    Ibu dan ayah tiri di Jaktim siksa anak sejak 2024 hingga patah tulang

    Jakarta (ANTARA) – Polisi mengungkap kasus kekerasan fisik berat terhadap seorang anak berusia enam tahun oleh ibu kandung dan ayah tirinya sendiri sejak 2024 hingga patah tulang di kawasan Matraman, Jakarta Timur (Jaktim).

    “Kekerasan fisik terhadap anak dan atau kekerasan fisik dalam rumah tangga dan atau penganiayaan dan atau pengeroyokan yang terjadi di wilayah Matraman sejak 2024 sampai Selasa, 25 November 2025 di Matraman, Jakarta Timur. Korban anak laki-laki usia enam tahun yang mana pelaku adalah ayah tiri dan ibu kandung,” kata Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Metro Jakarta Timur AKP Sri Yatmini saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.

    Korban diduga disiksa berulang kali sejak 2024 oleh ibu kandung dan ayah tirinya hingga mengalami luka parah, termasuk patah tulang rusuk.

    Dia menyebutkan bentuk kekerasan yang dialami korban masuk dalam kategori berat karena dilakukan secara berulang di lingkungan rumah tangga.

    “Ini merupakan tindak pidana kekerasan fisik terhadap anak, kekerasan fisik dalam rumah tangga, penganiayaan, hingga pengeroyokan. Kejadian berlangsung sejak 2024 sampai akhirnya terungkap pada Selasa, 25 November 2025,” ujar Sri.

    Dia menjelaskan kedua tersangka, yakni ibu kandung berinisial OS dan ayah tiri berinisial WK melakukan kekerasan dengan alasan cemburu.

    WK merasa istrinya memberikan perhatian lebih kepada sang anak sehingga menimbulkan ketegangan dalam keluarga dan berujung pada tindakan brutal.

    “Modus mereka adalah rasa cemburu. Pelaku WK merasa perhatian istrinya kepada anak korban berbeda sehingga memicu kekerasan. Kekerasan dilakukan dengan cara brutal, bahkan korban dipukul menggunakan garukan pijat hingga mengalami patah tulang rusuk,” jelas Sri.

    Selain luka pada tulang rusuk, korban juga mengalami sejumlah memar dan cedera lain akibat penganiayaan berulang.

    Kasus itu pun terungkap setelah Ketua RT setempat curiga dengan kondisi korban dan melapor ke pihak kepolisian.

    Laporan tersebut membuka rangkaian penyelidikan dan mengakhiri kekerasan yang dialami korban selama hampir dua tahun.

    “Saya ucapkan terima kasih kepada lingkungan setempat, terutama Ketua RT yang peka terhadap keadaan ini. Beliaulah yang melaporkan kejadian ini sehingga anak dapat diselamatkan,” ungkap Sri.

    Setelah laporan diterima, Unit PPA Polres Metro Jakarta Timur segera melakukan langkah-langkah perlindungan terhadap korban. Anak tersebut kini berada di rumah aman dan telah mendapatkan berbagai layanan pemulihan.

    “Kami sudah memberikan pendampingan, layanan psikologi, dan pemulihan kepada korban. Sejak laporan dibuat, korban langsung kami tempatkan di rumah aman,” tegas Sri.

    Kedua tersangka telah ditahan sejak 23 November 2025 dan kini berada di Rumah Tahanan Polres Metro Jakarta Timur. Mereka dijerat pasal kekerasan terhadap anak dengan ancaman pidana berat.

    “Tersangka terancam hukuman penjara maksimal 10 tahun, dan ditambah sepertiga dari ancaman pokok karena pelaku memiliki relasi kuasa. Selain itu, keduanya juga terancam denda sebesar Rp30 juta,” terang Sri.

    Pewarta: Siti Nurhaliza
    Editor: Rr. Cornea Khairany
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Inkrah Sudah Hukuman untuk Para Hakim yang Disuap Bebaskan Ronald Tannur

    Inkrah Sudah Hukuman untuk Para Hakim yang Disuap Bebaskan Ronald Tannur

    Inkrah Sudah Hukuman untuk Para Hakim yang Disuap Bebaskan Ronald Tannur
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Dua tahun telah berlalu sejak Dini Sera Afrianti tewas dianiaya Gregorius Ronald Tannur.
    Dini mengembuskan napas terakhir di RS National Hospital Surabaya usai dianiaya hingga dilindas dengan menggunakan mobil oleh anak Edward Tannur, yang dulu merupakan anggota DPR RI dari PKB.
    Bukti-bukti memperlihatkan secara jelas penganiayaan terhadap Dini, tetapi
    Ronald Tannur
    justru divonis bebas oleh majelis hakim
    Pengadilan Negeri Surabaya
    pada 24 Juli 2024.
    Keputusan para hakim tidak hanya mengejutkan publik, tetapi juga membuat aparat penegak hukum ikut bertindak.
    Tiga hakim pembebas Ronald Tannur pun ditangkap.
    Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo, yang dulu diyakini, sekarang terbukti menerima suap untuk membebaskan pembunuh itu.
    Pengusutan berlanjut, dan sejumlah pihak lain ikut ditangkap karena menerima suap dari pihak Ronald Tannur.
    Eks Ketua PN Surabaya, Rudi Suparmono, Eks Pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar, Pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat, hingga ibunda Ronald, Meirizka Widjaja, ikut ditetapkan sebagai pihak yang bersalah dalam kasus suap ini.
    Tiga hakim pembebas Ronald Tannur telah dinyatakan bersalah dan akan segera mendekam di penjara untuk menjalani hukuman mereka.
    Perkara atas nama Heru Hanindyo menjadi yang paling terakhir inkrah karena ia melakukan perlawanan hingga ke MA.
    Namun, kasasinya resmi ditolak MA pada Rabu (3/12/2025) lalu.
    “Amar putusan, tolak,” bunyi amar putusan perkara nomor 10230 K/PID.SUS/2025 dikutip dari laman resmi Mahkamah Agung.
    Majelis hakim agung tidak memberikan putusan baru untuk perkara ini.
    Artinya, putusan yang digunakan adalah putusan pengadilan tingkat pertama yang dikuatkan di tingkat banding.
    Heru divonis 10 tahun penjara dengan denda Rp 500 juta subsidair 3 bulan kurungan.
    Ia diyakini menerima suap senilai 156.000 dollar Singapura dan Rp 1 miliar.
    Sementara itu, Erintuah Damanik dan Mangapul sama-sama tidak mengajukan banding usai divonis masing-masing 7 tahun penjara dengan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan penjara.
    Erintuah Damanik diyakini menerima suap senilai 116.000 dollar Singapura, sementara Mangapul 36.000 dollar Singapura.
    Secara bersama-sama, tiga hakim ini menerima uang suap sebesar Rp 4,6 miliar.
    Mereka terbukti melanggar Pasal 6 Ayat (2) juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
    Selain itu, mereka dinilai menerima gratifikasi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 B UU yang sama.
    Selaku Ketua PN Surabaya, Rudi Suparmono berwenang untuk menentukan majelis hakim yang akan memeriksa dan mengadili perkara.
    Dalam kasus ini, Rudi diyakini telah mempengaruhi majelis hakim agar memberikan vonis bebas sesuai permintaan Lisa Rachmat, pengacara Ronald Tannur.
    Rudi dihukum 7 tahun penjara dengan denda sebesar Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan penjara.
    Ia terbukti menerima suap senilai Rp 21,9 miliar.
    Sama seperti Erintuah dan Mangapul, Rudi tidak mengajukan banding sehingga putusannya sudah inkrah satu minggu sejak vonis dibacakan pada 22 Agustus 2025.
    Eks Penjabat MA, Zarof Ricar, yang belakangan terungkap menjadi makelar kasus, bakal mendekam di penjara untuk waktu yang lama.
    Kasasi Zarof resmi ditolak MA pada 12 November 2025.
    Ia pun akan segera dijebloskan ke penjara untuk menjalani hukuman 18 tahun.
    Dalam prosesnya, Zarof terbukti menerima gratifikasi dalam jumlah yang sangat besar, mencapai lebih dari Rp 920 miliar dan 51 kg emas.
    Namun, ini bukan hanya untuk kasus Ronald Tannur saja, melainkan penerimaan selama periode 2012 hingga 2022.
    Hingga saat ini, penyidik masih mendalami kasus-kasus yang diperdagangkan oleh Zarof selama ia menjabat sebagai pegawai di MA.
    Meirizka Widjaja lebih dahulu dieksekusi ke penjara setelah ia divonis bersalah dan terlibat dalam proses
    suap hakim
    PN Surabaya.
    Dalam kasus ini, Meirizka divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara.
    Vonis ini dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 18 Juni 2025 lalu.
    Kini, Meirizka sudah dijebloskan ke Lapas Pondok Bambu, Jakarta Timur, untuk menjalani hukumannya.
    Pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat, masih melakukan perlawanan.
    Berkas kasasinya kini tengah diperiksa Mahkamah Agung.
    Pada tingkat banding, putusan Lisa diperberat menjadi 14 tahun penjara.
    Ia juga dihukum membayar denda Rp 750 juta subsider 6 bulan penjara.
    Lisa terbukti menyuap para hakim untuk memberikan vonis bebas kepada Ronald Tannur.
    Lisa dinyatakan bersalah dan melanggar Pasal 6 Ayat (1) huruf a juncto Pasal 18 dan Pasal 15 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dalam dakwaan pertama alternatif kedua.
    Ronald Tannur yang dulu bebas juga telah dijebloskan ke penjara.
    Pada Desember 2024, Mahkamah Agung menganulir keputusan hakim PN Surabaya dan menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara bagi pembunuh Dini Sera ini.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kronologi Ketua NU Magetan Diduga Dianiaya Kades Usai Ceramah

    Kronologi Ketua NU Magetan Diduga Dianiaya Kades Usai Ceramah

    Jakarta

    Ketua PCNU Magetan KH Susanto diduga dianiaya oleh Kepala Desa (Kades) Kebonagung, Kecamatan Balerejo, Madiun, Jawa Timur, berinisial AS. Polisi membeberkan kronologi penganiayaan tersebut.

    Dilansir detikJatim, Kasat Reskrim Polres Madiun AKP Agus Andi Anto Prabowo mengatakan penganiayaan terjadi usai korban mengisi ceramah keagamaan dalam rangka kegiatan Muslimat NU PAC Balerejo pada 30 November 2025.

    “Saat itu korban hendak berpamitan ke pak Kades,” kata Agus kepada detikJatim, Senin (8/12/2025).

    Saat acara selesai sekitar pukul 12.15 WIB, korban hendak berpamitan dengan merangkul kades tapi malah disikut pelaku.

    “Jadi berdasarkan pengakuan korban hendak pamit kepada kades dan ingin merangkul namun justru ada insiden dugaan penganiayaan. Jadi dengan refleks Kades menangkis dan menyikut sehingga mengenai bibir korban dan berdarah,” papar Agus.

    Baca selengkapnya di sini

    (lir/jbr)

  • Kami Diminta Membayar dengan Tubuh Kami

    Kami Diminta Membayar dengan Tubuh Kami

    Jakarta

    Esther tengah terlelap di suatu sudut jalanan Lagos, Nigeria, tatkala seorang perempuan mendekatinya, menjanjikan pekerjaan dan rumah di Eropa. Perempuan itu memang bermimpi memiliki hidup baru di Eropa. Tujuannya pun jelas: Inggris.

    Setelah diusir dari panti asuhan yang penuh kekerasan, ia merasa tak ada alasan lagi untuk bertahan di Nigeria.

    Namun, ada hal-hal yang ia tidak ketahui saat meninggalkan Lagos pada 2016 dengan cara melintasi guru menuju Libya. Dia bakal terjebak dalam dunia prostitusi dan selama bertahun-tahun harus mengajukan suaka dari satu negara ke negara lain.

    Sebagian besar imigran dan pencari suaka tidak berdokumen (sekitar 70%) adalah laki-laki, menurut Badan Suaka Eropa.

    Hanya saja, seiring waktu jumlah perempuan seperti Esther yang datang ke Eropa untuk mencari perlindungan terus meningkat.

    “Kami melihat kenaikan jumlah perempuan yang bepergian sendirian, baik di rute Mediterania maupun Balkan,” kata Irini Contogiannis dari International Rescue Committee di Italia.

    Pada 2024, lembaga itu mencatat lonjakan 250% perempuan dewasa tanpa pendampingan yang tiba di Italia melalui jalur Balkan. Sementara mereka yang berkeluarga naik 52%.

    Tahun 2024, Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) mencatat 3.419 kematian atau orang hilang di Eropa. Ini merupakan jumlah tertinggi yang pernah tercatat.

    Bagi perempuan, potensi bahaya yang mengintai bisa berkali-kali lipat dan berlapis. Kalau pun selamat dari rute yang berbahaya, mereka berpotensi menerima eksploitasi dan kekerasan seksual.

    Itulah yang menimpa Esther. Perempuan yang sempat menjanjikan masa depan cerah, belakangan mengkhianatinya.

    “Ia mengurung saya di salah satu kamar, lalu membawa seorang pria. Saya masih perawan, tapi ia memaksa,” kata Esther.

    “[Rupanya] itu yang mereka lakukan berkeliling desa-desa di Nigeria, mengambil anak perempuan dan membawa mereka ke Libya untuk dijadikan budak seks.”

    Kepada BBC, Ugochi Daniels dari IOM mengatakan, “Pengalaman para perempuan berbeda-beda dan sering lebih berisiko.”

    “Kalau pun bepergian dalam kelompok, perempuan sering tak punya perlindungan yang pasti. Mereka tetap rentan diserang penyelundup, pelaku perdagangan orang, atau sesama migran.”

    Sebagian besar imigran yang tiba di Trieste, Italia, melalui rute Balkan adalah laki-laki. (Barbara Zanon/Getty Image)

    Para perempuan, menurut IOM, sebenarnya tahu potensi bahaya tersebut, tapi mereka tetap berangkat.

    Sebagai siasat, mereka terkadang justru membawa kondom atau bahkan memasang alat kontrasepsi untuk berjaga-jaga jika diperkosa selama perjalanan.

    Untuk perjalanan yang penuh mara bahaya tersebut, kata Hermine Hermine dari jaringan antiperdagangan orang Stella Polare, “Semua imigran harus membayar kepada penyelundupnya.”

    “Namun, bagi perempuan, mereka sering diharapkan membayar dengan tubuh mereka,” ujar Hermine.

    Gbedo mendampingi migran perempuan di Trieste, kota pelabuhan yang terletak di timur laut Italia.

    Kota ini sudah sejak lama menjadi titik persinggahan budaya serta pintu masuk utama ke Uni Eropa bagi mereka yang datang melalui Balkan.

    Dari kota ini, perjalanan kemudian berlanjut ke negara lain seperti Jerman, Prancis, hingga Inggris.

    BBC

    Setelah empat bulan dieksploitasi di Libya, Esther melarikan diri dan menyeberangi Laut Tengah dengan perahu karet. Ia kemudian diselamatkan penjaga pantai Italia dan dibawa ke Pulau Lampedusa.

    Esther mengajukan suaka sebanyak tiga kali, sebelum akhirnya berhasil menerima status pengungsi.

    Pencari suaka yang datang dari negara yang dinilai aman, umumnya ditolak.

    Esther kala itu dapat diterima lantaran pemerintah Italia masih mengategorikan Nigeria sebagai negara tidak aman.

    Penilaian itu berubah dua tahun lalu, seiring pemerintah di berbagai negara Eropa memperketat aturan negara masing-masing.

    Pengetatan itu diambil setelah terjadi lonjakan migrasi sepanjang 2015 hingga 2016.

    Sejak saat itu pula, seruan pembatasan lebih lanjut terhadap pemohon suaka menjadi semakin nyaring.

    AFP via Getty ImagesIlustrasi. Unjuk rasa solidaritas yang ditunjukkan warga Zagreb, Kroasia, November 2025. Mereka mendesak pemerintah Kroasia membuka pintu untuk para imigran yang melarikan diri dari perang dan berbagai kejahatan.

    Nicola Procaccini, salah seorang anggota parlemen dari pemerintahan sayap kanan mengatakan, “Tidak mungkin mempertahankan migrasi besar-besaran.”

    “Itu mustahil,” kata Procaccini.

    “Kami bisa menjamin kehidupan aman bagi perempuan yang benar-benar dalam bahaya, tapi tidak untuk semuanya.”

    Peneliti di lembaga riset konservatif, Policy Exchange, Rakib Ehsan, menambahkan, “Pemerintah kami harus tegas.”

    “Prioritasnya adalah perempuan dan anak perempuan yang berada dalam risiko langsung di wilayah terdampak konflik, di mana pemerkosaan digunakan sebagai senjata perang.”

    Ehsan menilai, prioritas itu belum berjalan secara konsisten.

    Meski mengaku berempati terhadap perempuan yang menempuh rute berbahaya menuju Eropa, ia berdalih, “kuncinya adalah belas kasih yang masih terkontrol.”

    AFP via Getty ImagesSeorang imigran perempuan bersama anaknya dari Republik Kongo tiba di Bugarama, Rwanda, 5 Desember lalu, dalam proses pencarian suaka.

    Sejumlah perempuan dari negara-negara yang dikategorikan aman mengatakan, mendapat kehidupan yang baik di kampung halaman adalah hal mustahli.

    Mereka berkata, kekerasan berbasis gender masih terjadi.

    Hal itu yang dialami Nina, perempuan 28 tahun dari Kosovo.

    “Orang-orang berpikir semuanya baik-baik saja di Kosovo, padahal tidak,” kata Nina.

    “Situasinya sangat buruk bagi perempuan.”

    Nina mengaku bahwa ia dan adiknya mengalami kekerasan seksual oleh pacar masing-masing yang kemudian memaksa mereka masuk ke prostitusi.

    Laporan OSCE pada 2019 menunjukkan 54% perempuan di Kosovo pernah mengalami kekerasan psikologis, fisik, atau seksual dari pasangan intim sejak usia 15 tahun.

    Corbis via Getty ImagesSebuah keluarga di Vietnam melarikan diri dari Perang Vietnam pada 7 September 1965. Foto ini memenangkan anugerah foto terbaik versi Pulitzer karena menunjukkan kengerian perang yang memicu gelombang pengungsian.

    Berdasarkan Konvensi Istanbul dari Dewan Eropa, perempuan yang menghadapi penganiayaan berbasis gender sebenarnya berhak mendapat suaka.

    Ini kemudian diperkuat oleh pengadilan tertinggi Uni Eropa tahun lalu.

    Konvensi ini mendefinisikan kekerasan berbasis gender sebagai kekerasan psikologis, fisik, dan seksual, termasuk mutilasi genital perempuan (FGM).

    Penerapan konvensi ini masih belum berlaku seragam di banyak negara, menurut sejumlah kelompok advokasi.

    “Banyak petugas suaka di lapangan adalah laki-laki yang tidak cukup terlatih menangani isu sensitif seperti FGM, baik secara medis maupun psikologis,” ujar Marianne Nguena Kana, Direktur End FGM European Network.

    Alhasil, menurut Nguena Kana, banyak perempuan yang kemudian mendapat penolakan suaka yang berhulu pada asumsi keliru bahwa mereka tidak lagi berisiko karena pernah menjalani FGM.

    “Kami pernah mendengar hakim mengatakan: ‘kamu sudah dimutilasi, jadi tidak berbahaya kembali ke negara asalmu. Mereka tidak bisa melakukannya lagi’,” kata Nguena Kana, mengisahkan kekeliruan pemahaman tersebut.

    Corbis via Getty ImagesSeorang imigran perempuan di New York, Amerika Serikat, berteriak agar personel Penegakan Imigrasi dan Bea Cukai (ICE) tak menangkapnya pada Juni 2025. Perempuan ini memiliki anak berumur 15 tahun yang berpotensi sebatang kara jika dia ditangkap.

    Dalam kasus kekerasan seksual, proses pembuktian memang seringkali jauh lebih sulit, kata Carenza Arnold dari lembaga Women for Refugee Women yang berbasis di Inggris.

    Kekerasan semacam ini tidak selalu meninggalkan jejak fisik seperti penyiksaan.Hal ini diperparah oleh perasaan tabu dan sensitivitas budaya yang membuat perempuan semakin berat untuk menceritakannya.

    “Perempuan sering didorong untuk menyelesaikan proses dengan cepat,” kata Arnold.

    “[Tapi] tidak mungkin mereka mampu mengungkapkan kekerasan seksual yang dialami kepada petugas imigrasi yang notabene baru saja mereka temui.”

    Menurut Organisasi Internasional untuk Migrasi, banyak kekerasan yang dialami perempuan terjadi selama perjalanan.

    “Perempuan biasanya melarikan diri dari kekerasan seksual oleh pasangan mereka di negara asal, tapi di perjalanan mereka malah kembali mengalaminya,” kata Ugochi Daniels.

    Itulah yang menimpa Nina dan adiknya.

    Setelah kabur dari pasangan yang abusif di Kosovo, mereka memulai perjalanan menuju Italia.

    Bepergian bersama sekelompok perempuan lain, mereka menyeberangi hutan-hutan di Eropa Timur untuk menghindari aparat.

    Namun, pada momen itulah para migran laki-laki dan penyelundup menyerang kelompok mereka.

    “Meski kami sudah jauh di pegunungan, dalam gelap, suara teriakan mereka tetap terdengar,” kenang Nina.

    “Para pria itu datang membawa senter, menyorot wajah kami, memilih siapa yang mereka mau, lalu membawa perempuan yang mereka pilih itu lebih jauh ke dalam hutan.”

    Dalam keadaan seperti itu, Nina mengaku, “Saya mendengar adik saya menangis, memohon pertolongan.”

    Nina dan adiknya mengatakan kepada otoritas Italia bahwa mereka akan dibunuh oleh mantan pacar masing-masing jika kembali ke Kosovo

    Mereka pun akhirnya diberi suaka.

    Lain lagi kisah Esther yang mengaku perjuangannya untuk mendapat status pengungsi lebih panjang dan berliku.

    Ia pertama kali mengajukan suaka kepada Pemerintah Italia pada 2016.

    Setelah menunggu lama tanpa kejelasan, ia pindah ke Prancis lalu Jerman.

    Permohonan kepada dua negara ini ditolak karena aturan Uni Eropa mensyaratkan pencari suaka harus mengajukan permohonan di negara pertama tempat mereka masuk..

    Esther akhirnya mendapat status pengungsi dari Italia pada 2019.

    Lalu, apakah ia berbahagia?

    Satu dekade berselang usai meninggalkan Nigeria, Esther mengaku masih bertanya-tanya apakah kehidupan baru ini sepadan dengan seluruh penderitaan yang telah dilaluinya.

    “Saya bahkan tidak tahu lagi alasan saya datang ke tempat ini,” pungkas Esther.

    (ita/ita)

  • Penganiaya Kurir Ekspedisi di Pamekasan Divonis 1,2 Tahun

    Penganiaya Kurir Ekspedisi di Pamekasan Divonis 1,2 Tahun

    Pamekasan (beritajatim.com) – Terdakwa penganiayaan terhadap kurir ekspedisi di Pamekasan, yakni Zainal Arifin (46) warga Kelurahan Jungcancang, Pamekasan, ditetapkan vonis pidana 1 tahun 2 bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Pamekasan,

    “Untuk kasus penganiayaan yang dilakukan terdakwa Zainal Arifin terhadap kurir ekspedisi, sudah jatuh vonis berupa pidana 1,2 tahun penjara. Termasuk Siti Holisah istri terdakwa juga dijatuhi hukuman 6 bulan, namun setatus tahanan kota selama proses hukum berlangsung,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU), Ach Faisol Tri Wijaya, Senin (8/12/2025).

    Kasus yang menimpa seorang kurir ekspedisi berinisial IS (27) warga Desa Dasok, Kecamatan Pademawu, Pamekasan, terjadi di ruko milik terdakwa di Jl Teja, Jungcangcang, Pamekasan, Senin (30/6/2025).

    “Untuk Zainal Arifin, majelis hakim memutus 1 tahun 2 bulan. Kami masih pikir-pikir dan akan melaporkan hasil putusan ini kepada pimpinan secepatnya, keputusan akhir nanti akan mengikuti arahan pimpinan,” ungkapnya.

    Sebab sebelumnya pihaknya menuntut terdakwa dengan pidana 2 tahun penjara berdasar dakwaan Pasal 365 Ayat (2) tentang pencurian dengan kekerasan yang dilakukan lebih dari satu orang, termasuk bagi terdakwa Siti Holisah.

    “Siti Holisah diputus 6 bulan, namun dari penasihat hukum menyatakan banding, sehingga kami juga menyatakan banding. Terkait Zainal Arifin, penasihat hukum menerima putusan, tetapi kami masih pikir-pikir,” jelasnya.

    Hal tersebut bukan tanpa alasan, sebab pertimbangan majelis hakim secara prinsip sejalan dengan dakwaan maupun tuntutan. Sekalipun prosedur internal kejaksaan tetap menentukan langkah akhir. “Majelis hakim sepakat dengan dakwaan kami, hanya saja kami tetap harus menunggu keputusan pimpinan sebelum menentukan sikap,” imbuhnya.

    Berbeda dengan respon Kuasa Hukum Terdakwa, Yolies Yongky Nata terhadap putusan tersebut. Ia menyatakan menerima putusan. “Untuk putusan Mas Zainal Arifin, kami terima karena sudah cukup adil. Semoga jaksa mempertimbangkan aspek kemanusiaan dan tidak mengajukan banding. Mas Zainal tulang punggung keluarga dan tidak pernah melakukan tindak kejahatan sebelumnya,” ungkapnya.

    Hanya saja untuk terdakwa Siti Holisah, pihaknya resmi mengajukan banding Seiring dengan kondisi kesehatan kliennya, termasuk ibu dari tiga anak yang membutuhkan pendampingan intensif. “Mbak Siti Holisah punya tiga anak dan memiliki riwayat penyakit, termasuk tiroid yang membutuhkan pemeriksaan rutin, termasuk ia juga mengalami tekanan mental,” jelasnya.

    “Kami berharap putusan banding nantinya mempertimbangkan hal itu, termasuk penerapan Perma (Peraturan Mahkamah Agung) yang mengatur bagaimana perempuan diperlakukan dengan mempertimbangkan aspek kemanusiaan,” pungkasnya. [pin/kun]

  • Wadir Antikekerasan Wartawan PWI Pusat Minta Kapolres Ngawi Usut Tuntas Intimidasi Jurnalis

    Wadir Antikekerasan Wartawan PWI Pusat Minta Kapolres Ngawi Usut Tuntas Intimidasi Jurnalis

    Jakarta  (beritajatim.com)— Wakil Direktur Antikekerasan Wartawan PWI Pusat, Supardi, menyampaikan keprihatinan sekaligus kecaman keras terkait tindakan pengusiran dan intimidasi terhadap sejumlah jurnalis yang tengah melakukan peliputan di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Bintang Mantingan, Kabupaten Ngawi.

    Ia menilai peristiwa tersebut sebagai bentuk nyata penghalangan kerja jurnalistik dan pelanggaran terhadap hak publik dalam memperoleh informasi.

    “Kami meminta Kapolres Ngawi untuk mengusut tuntas kasus tersebut serta menindak siapa pun yang terbukti melakukan intimidasi maupun menghalangi pelaksanaan tugas jurnalistik,” ujar Supardi, yang akrab disapa Hardy, dalam pernyataan resminya, Minggu (7/12/2025).

    Intimidasi Wartawan Langgar UU Pers

    Hardy menegaskan bahwa tindakan mengusir dan menghambat jurnalis saat bertugas tidak hanya bertentangan dengan prinsip demokrasi, tetapi juga merupakan tindak pidana sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

    Pasal 4 ayat (2) menyatakan bahwa pers nasional bebas dari penyensoran, pembredelan, maupun pelarangan penyiaran.

    Pasal 18 ayat (1) mengatur ancaman pidana bagi pihak yang dengan sengaja menghalangi kerja jurnalistik, yaitu pidana penjara hingga dua tahun atau denda maksimal Rp500 juta.

    Menurut Hardy, langkah hukum atas kasus ini penting bukan hanya bagi jurnalis yang menjadi korban, tetapi juga sebagai pembelajaran bagi masyarakat bahwa kebebasan pers memiliki dasar hukum yang kuat dan wajib dihormati.

    Wartawan Berhak Meliput di Lokasi Berkepentingan Publik

    Hardy menambahkan bahwa jurnalis memiliki hak untuk melakukan peliputan di lokasi yang berkaitan dengan kepentingan publik, termasuk fasilitas layanan masyarakat seperti SPPG.

    Selama menjalankan tugas berdasarkan etika dan aturan profesi, tidak boleh ada pihak mana pun yang mengintimidasi atau menghalangi kegiatan jurnalistik.

    Wakil Direktur Antikekerasan Wartawan PWI Pusat Supardi “Hardy”

    Ia juga mengimbau seluruh jurnalis, terkhusus anggota PWI, agar tetap menjaga profesionalisme, mengutamakan akurasi, serta mematuhi Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Wartawan juga diingatkan agar tetap mengedepankan keselamatan dan tidak terprovokasi oleh tindakan-tindakan yang dapat memicu konflik di lapangan.

    “Setiap tindakan melawan hukum yang mengganggu kerja pers harus dilawan melalui mekanisme hukum yang berlaku,” tegas Hardy.

    Kronologi Intimidasi di Ngawi

    Peristiwa intimidasi di SPPG Bintang Mantingan terjadi pada Jumat (5/12). Sebanyak delapan jurnalis dari berbagai media tengah melakukan peliputan terkait program pemenuhan gizi dan perkembangan dugaan kasus keracunan di lokasi tersebut.

    Namun, kegiatan peliputan tiba-tiba dihentikan paksa oleh seseorang yang diduga berada di area SPPG. Para jurnalis juga menerima ancaman bernada intimidatif, termasuk ancaman penganiayaan.

    Atas kejadian tersebut, para jurnalis melaporkan kasus ini ke Polres Ngawi dengan didampingi kuasa hukum untuk diproses lebih lanjut. (ted)

  • Menyingkap Tabir Gelap Sindikat Perdagangan Orang di Balik Kematian Calon LC di Batam

    Menyingkap Tabir Gelap Sindikat Perdagangan Orang di Balik Kematian Calon LC di Batam

    Tim hukum juga telah melihat rekaman CCTV yang memperlihatkan rangkaian penganiayaan brutal selama tiga hari Selasa hingga Kamis pada (27/11/25 ) yang berujung pada kematian korban. Penganiayaan meliputi, dipukul sapu lidi ujung padat, ditendang dan dijambak, diborgol dan dilakban, disemprot air ke hidung, dipukul selang, disiksa hingga tidak berdaya selama dua jam

    “Ini lebih dari psikopat. Penganiayaan itu seperti dipertontonkan,” ujar Maya.

    Selain mengawal perkara utama, tim Hotman 911 juga meminta rekonstruksi ulang, menyerahkan keterangan tambahan keluarga, mengambil barang-barang pribadi korban,dan menelusuri dugaan keterlibatan pihak lain yang disebut menghilangkan CCTV.

    Polisi telah menetapkan empat tersangka, yakni Wilson Lukman alias Koko (28), pelaku utama pembunuhan, Meylika Levana (36), perekrut lewat Instagram, pembuat video rekayasa, Putri Eangelina alias Papi Tama (23), penjaga mess, pembeli lakban, membantu pengikatan, Salmiati alias Papi Charles (25), membantu penyiksaan dan menghapus CCTV.

    Wilson dijerat Pasal 340 KUHP (pembunuhan berencana) dengan ancaman hukuman mati. Tiga tersangka lainnya dikenai pasal yang sama secara turut serta. 

  • Gaspol Hari Ini: Perjalanan Panjang David Ozora Bangkit dari Bullying
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        6 Desember 2025

    Gaspol Hari Ini: Perjalanan Panjang David Ozora Bangkit dari Bullying Nasional 6 Desember 2025

    Gaspol Hari Ini: Perjalanan Panjang David Ozora Bangkit dari Bullying
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Perjalanan David Ozora selama dua tahun sebagai penyintas kekerasan bukanlah hal yang mudah.
    David menjadi korban penganiayaan berat oleh Mario Dandy pada awal 2023 lalu, sebuah kasus yang menyita perhatian nasional karena tingkat kekerasannya dan keterlibatan pelaku dari keluarga pejabat.
    Akibat peristiwa itu, David sempat koma dan menjalani perawatan panjang.
    Bahkan, ia masih harus menanggung dampak psikis serta psikologis hingga kini.
    Ayah David,
    Jonathan Latumahina
    , mengatakan, proses memulihkan rasa aman dan kepercayaan diri anaknya membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
    “Yang harus diketahui oleh orangtua, trauma karena
    bullying
    itu dibawa sampai mati,” kata Jonathan, dalam podcast Gaspol! yang tayang di YouTube Kompas.com, Sabtu (6/12/2025).
    “Supaya kita
    aware
    , dampak dari
    bullying
    itu enggak sesederhana itu. Kalau zaman dulu itu ada namanya plonco, (kekerasan) enggak sesederhana itu,” sambung dia.
    Setahun terakhir, keluarga menghadapi berbagai tantangan, mulai dari perawatan medis berkala hingga penyesuaian David dalam kembali berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.
    Jonathan menuturkan, David sempat kembali bersekolah formal.
    Namun, masa adaptasi itu tidak berjalan mulus.
    David yang masih membawa dampak psikologis dari peristiwa
    kekerasan
    kerap menunjukkan perilaku membandel.
    Melihat kondisi tersebut, Jonathan akhirnya memutuskan untuk meminta David mengundurkan diri demi memulihkan diri secara lebih terarah.
    “Ini untuk mengajarkan hidup, itu ada yang namanya konsekuensi dari hal-hal yang kamu lakukan,” kata Jonathan.
    Meski begitu, Jonathan mengakui bahwa hubungan dirinya dengan David justru berubah menjadi lebih dekat.
    Proses pendampingan yang intens selama masa pemulihan membuat keduanya lebih terbuka dan saling memahami kebutuhan masing-masing.
    Seperti apa kisah lengkapnya?
    Simak obrolan selengkapnya dalam podcast Gaspol! yang tayang perdana hari ini, pukul 20.00 WIB.

    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.