Kasus: penganiayaan

  • Polres Pamekasan Tangkap Pelaku Penganiayaan Berujung Maut

    Polres Pamekasan Tangkap Pelaku Penganiayaan Berujung Maut

    Pamekasan (beritajatim.com) – Polres Pamekasan menangkap pelaku penganiayaan berujung maut yang terjadi di Kecamatan Batumarmar, Pamekasan, Rabu (25/10/2023).

    Peristiwa berdarah tersebut mengakibatkan berinisial AS (39) warga Desa Batubintang, Kecamatan Batumarmar, Pamekasan, meninggal dunia di Puskesmas Batumarmar, Selasa (24/10/2023) kemarin.

    “Hari ini Opsnal Satreskrim Polres Pamekasan berhasil mengamankan pelaku pembunuhan inisial R (38), warga Desa Blaban, Batumarmar,” kata Kapolres Pamekasan, AKBP Satria Permana melalui Kasi Humas IPTU Sri Sugiarto.

    Peristiwa tersebut berawal saat korban bersama inisial SMJ (istri pelaku) berada dalam sebuah kamar. “Mengetahui istinya bersama korban, pelaku mendobrak pintu dan langsung berusaha melukai korban, namun korban langsung melarikan diri,” ungkapnya.

    “Pelaku mengejar korban hingga tiga di TKP (Tempat Kejadian Perkara), selanjutnya pelaku menyabetkan celurit dan mengenai bagian punggung dan paha korban, sehingga mengakibatkan korban jatuh berlumuran darah,” imbuhnya.

    Melihat kondisi korban tidak berdaya, pelaku langsung meninggalkan korban di TKP. “Pelaku melakukan aksi itu karena sakit hati mengetahui istrinya berada dalam satu kamar bersama korban (diduga selingkuh),” jelasnya.

    Selain menangkap pelaku, polisi juga mengamankan sejumlah barang bukti berupa sebuah baju milik korban, sebilah celurit pelaku dengan bercak darah. “Akibat perbuatan itu, pelaku terancam Pasal 338 KUHP Sub 351 Ayat 3,” pungkasnya. [pin/ted]

  • Cewek Dianiaya karena Diminta Aborsi, Polres Tanjung Perak Belum Bicara Identitas Pelaku

    Cewek Dianiaya karena Diminta Aborsi, Polres Tanjung Perak Belum Bicara Identitas Pelaku

    Surabaya (beritajatim.com) – Cewek dianiaya karena diminta aborsi, polisi belum bicara identitas pelaku. Perlu diketahui, korban berinisial AH dianiaya oleh pacarnya berinisial FA dan dua rekannya berinisial AM dan AB karena menolak bertanggungjawab atas janin yang ada di rahim AH.

    Janin itu adalah hasil pemerkosaan FA kepada AH pada waktu sebelumnya.

    Selain dianiaya, AH juga diancam akan diperkosa beramai-ramai. Ia juga diancam dibunuh dan dicekoki obat aborsi. Selain itu, ia juga diancam menggunakan senjata tajam. Kasus ini telah dilaporkan ke Polres Pelabuhan Tanjung Perak. Namun, polisi masih enggan untuk membuka identitas terlapor dari kasus ini.

    “Belum tahu ya Mas, kita masih fokus pada saksi yang menyaksikan kejadian itu,” kata Kasat Reskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak, Iptu Muhammad Prasetyo ketika dikonfirmasi wartawan.

    Sementara informasi yang dihimpun, pelaku berjumlah 3 orang yang salah satunya ialah kekasih korban yang berinisial FA, sedangkan dua rekannya yang turut terlibat penganiayaan itu berinisial ABD dan AMR. Ketiganya asal Sampang, Madura.

    Sebelumnya, Korban yang ditemukan warga di kolong Suramadu ternyata sempat dihajar karena menolak aborsi sampai perkosaan bersama. Dalam kondisi hamil 1 bulan, korban mengalami penyiksaan selama berada di dalam mobil dari Surabaya sampai Madura.

    AHS (21) mengatakan bahwa awalnya ia bersepakat bertemu dengan pelaku berinisial FA (18) warga Sampang di sebuah tempat di Kenjeran untuk membahas hubungan mereka. AHS yang sebelumnya diperkosa hingga hamil satu bulan memutuskan untuk pisah dengan FA.

    “FA itu malah marah-marah ketika saya putusin. Dan memang menyuruh saya untuk menggugurkan janin yang saya kandung ini,tapi saya tidak mau,” ujar AHS, Selasa (24/10/2023).

    Korban yang yatim piatu lantas bertemu dengan pelaku bersama dua temannya berinisial AB dan AM. Saat itu, Korban dipaksa masuk mobil Calya yang dikendarai oleh AM. AB berada di kursi samping pengemudi sedangkan FA fan AHS di kursi belakang. Selama di mobil, FA mengintimidasi untuk AHS menggugurkan janin yang dikandung AHS.

    “Dia marah karena saya ga mau aborsi. Saya malah minumin vitamin biar jabang bayinya kuat. Saya pikir biar saya tanggung jawab atas kesalahan saya,” imbuhnya. (ang/ted)

  • Korban Penganiayaan di Suramadu Trauma dan Tidak Bisa Beraktifitas

    Korban Penganiayaan di Suramadu Trauma dan Tidak Bisa Beraktifitas

    Surabaya (beritajatim.com) – Korban penganiayaan di Suramadu trauma dan tidak bisa beraktifitas normal sebab beberapa anggota tubuhnya lebam.

    Korban berinisial AH menderita luka di leher akibat dicekik dengan dua tangan FD kekasihnya. Ia juga dipukul dan ditendang perutnya oleh AB sedangkan AM menekan korban agar mau menurut aborsi dan seks secara bersama-sama. Diketahui, AB dan AM adalah rekan FD kekasih dari AH.

    “Ini sudah agak mendingan (kondisi kesehatan), Mas, sebelumnya badan saya terasa sakit semua, malamnya (22/10/2023) pas buat laporan ke polisi,” kata AH, Selasa (24/10/2023).

    Baca Juga: Wartawati Kehilangan Sepeda Motor di Halaman Kantor PKB Jember

    AH menceritakan bahwa ia dianiaya sejak berada di Surabaya sampai Madura. Selama di dalam mobil, AH mendapatkan intimidasi ancaman pembunuhan dan dicekoki dengan obat aborsi. AH mengatakan pergelangan tangan kanannya memar. Leher sisi kanan dan belakang serta dagu masih terasa sakit.

    Menurut AH, korban dari FD bukan hanya dirinya. FD sempat menceritakan ada 11 orang yang mengalami kejadian disetubuhi lalu disuruh untuk aborsi. Ia juga sempat dibanding-bandingkan dengan sejumlah mantan FD yang enggan menurut.

    “Setahu saya, FD pernah cerita tentang mantan-mantannya juga, seingat saya ada 11 mantannya. Dia juga sempat ceritakan seperti itu (melakukan kekerasan), malah saya dibandingkan dengan mantannya asal Madura yang lebih menurut, beda sama saya yang katanya susah nurut,” tuturnya.

    Baca Juga: PPP Minta Pemkab Jember Permudah Akses Pelayanan Pajak

    Saat ini, korban masih berusaha menenangkan diri dan kakek neneknya. Ayah dan ibu korban telah meninggal dunia. Ia pun berharap agar FD bisa dihukum walaupun dari keluarga terpandang.

    “”Bapak ibu saya sudah meninggal dunia karena sakit, Mas. Saya tinggal sama kakak, kakek, dan nenek saya saja. Mereka tahu kejadian yang saya alami, tentunya mereka sedih,” tutupnya.

    Sebelumnya, Korban yang ditemukan warga di kolong Suramadu ternyata sempat dihajar karena menolak aborsi sampai perkosaan bersama. Dalam kondisi hamil 1 bulan, korban mengalami penyiksaan selama berada di dalam mobil dari Surabaya sampai Madura.

    Baca Juga: Tujuh Kali Uji Coba, Timnas U-17 Lebih Sering Kalah Selama TC di Jerman

    AHS (21) mengatakan bahwa awalnya ia bersepakat bertemu dengan pelaku berinisial FA (18) warga Sampang di sebuah tempat di Kenjeran untuk membahas hubungan mereka. AHS yang sebelumnya diperkosa hingga hamil satu bulan memutuskan untuk pisah dengan FA.

    “FA itu malah marah-marah ketika saya putusin. Dan memang menyuruh saya untuk menggugurkan janin yang saya kandung ini,tapi saya tidak mau,” ujar AHS, Selasa (24/10/2023). (ang/ian)

  • Pelaku Penganiayaan Wanita di Suramadu Ternyata Dikenal Alim

    Pelaku Penganiayaan Wanita di Suramadu Ternyata Dikenal Alim

    Surabaya (beritajatim.com) – Pelaku penganiayaan wanita di Suramadu dikenal alim. Korban berinisial AH menceritakan bahwa ia mengenal pelaku F lewat media sosial sekitar 7 bulan lalu.

    AH mengatakan bahwa ia masih trauma dengan kelakuan pelaku F yang merupakan kekasihnya itu. Ia pun tidak menyangka bahwa F yang selama ini dikenal alim dan rajin beribadah malah memperkosa dan menganiaya dirinya agar mau aborsi.

    “Jujur, sampai sekarang saya nggak menyangka dia (FD) seperti itu (menganiaya), dia rajin beribadah. Lalu juga pakaiannya selalu alim,” katanya, Selasa (24/10/2023).

    Baca Juga: Gadis 17 Tahun di Madiun Dicabuli Ayah Kandung, Paman, dan Kakek 

    Perilaku FD mulai bengis ketika berhasil memperkosa korban di mobil. Aksi perkosaan itu dijaga oleh dua orang lainnya berinisial AB dan AM. FD tambah bengis ketika mengetahui FD hamil dan enggan untuk aborsi.

    “Mungkin sekarang usia kandungannya 4 minggu, tapi tidak tahu ini kondisinya sudah gugur atau tidak, karena saya kan dipukulin dan dikasih obat saat itu,” katanya.

    Pada Minggu (22/10/2023), FD mengajak AH bertemu. Korban mengiyakan karena ingin putus. Ketika hendak berangkat, AH pun mengaku ada firasat buruk. Korban mendapat firasat buruk karena untuk pertama kalinya nenek korban melarang AH keluar rumah.

    Baca Juga: Tolak Peralihan Tanamam Hutan Jadi Tebu, Petani Hutan di Mojokerto Lakukan Aksi

    “Firasat buruk ya nenek saya itu melarang saya pergi, padahal saya bilang perginya dekat, karena kan tidak pakai helm, Mas. Tapi malah dimarahi, sampai teriak-teriak. Padahal sebelumnya kalau saya mau pergi nggak pernah dilarang,” paparnya.

    Firasat buruknya pun terbukti ketika AH bertemu FD. Sebab, FD tak sendiri, ia bersama dua rekannya AM dan AB. Ia dianiaya dengan cara dicekik, ditendang perutnya, dipukuli sampai tidak sadarkan diri. Ia juga dicekoki obat untuk aborsi dan diancam akan dibunuh.

    “Saya sempat berusaha melawan, menendang pintu, tapi malah dipukul sampai tangan kanan saya memar, leher saya juga dicekik, lalu diancam mau dibunuh,” tuturnya.

    Baca Juga: Bisnis Jaringan Internet di Jember Berpotensi Jadi Sumber PAD

    Pasca kejadian itu, ia mengaku langsung menutup akses komunikasi FD beserta teman dan keluarganya. Bahkan, ia juga berharap tak ada ancaman maupun intervensi dari pihak manapun. AH kekeh ingin FD dipidana, ia enggan damai meski diiming-iming fasilitas hingga uang sekalipun.

    Kini, AH mengaku sudah tak ada rasa dengan FD. Bahkan, ia berharap FD beserta 2 saudaranya segera ditangkap. (ang/ian)

  • IPW : Tiga Perwira Polrestabes Surabaya Tidak Lakukan Obstruction of Justice

    IPW : Tiga Perwira Polrestabes Surabaya Tidak Lakukan Obstruction of Justice

    Surabaya (beritajatim.com) – Indonesian Police Watch (IPW) berpandangan bahwa tiga perwira Polrestabes Surabaya yang dilaporkan ke Propam Polda Jawa Timur tidak melakukan Obstruction of Justice. Artinya, IPW tidak sependapat dengan laporan tim kuasa hukum Dini Sera Afrianti terkait obstruction of justice.

    “Karena yang dinamakan obstruction of justice adalah suatu tindakan aktif menghilangkan barang bukti, menghalangi suatu proses pengungkapan tindak pidana secara aktif,” kata Sugeng, Sabtu (21/10/2023).

    Sugeng mengatakan, bahwa tiga perwira Polrestabes Surabaya, Kapolsek dan Kanit Reskrim Lakarsantri, Kompol Hakim dan Iptu Samikan serta Kasi Humas Polrestabes Surabaya AKP Haryoko Widhi hanya melakukan unprofessional conduct. Artinya, ketiga perwira Polrestabes Surabaya itu dianggap tidak profesional dalam menjalankan tugasnya.

    “Ketiga orang itu tidak mempunyai hak untuk menentukan apakah matinya karena penganiayaan atau sakit karena hasil otopsi kan belum ada saat itu,” imbuh Sugeng.

    Namun, Sugeng menyatakan bahwa pelaporan yang diajukan oleh kuasa hukum korban Andini perlu diproses oleh Propam Polda Jatim. Nantinya dari Propam akan meninjau apakah laporannya sesuai atau tidak. “Anggota polisi yang dilaporkan tersebut, sebelum mengetahui adanya kejelasan proses penyidikan berdasarkan hasil otopsi, sudah menyatakan pernyataan yang menurut saya keliru,” tutup Sugeng.

    Diketahui, Tim pengacara keluarga Dini Sera Afrianti telah mengadukan tiga perwira jajaran Polrestabes Surabaya ke Bidang Propam Polda Jatim. Pengaduan itu telah diterima, dengan bukti pengaduan berstempel Bid Propam dan berparaf tertanggal 16 Oktober 2023. (ang/kun)

    BACA JUGA: Polrestabes Surabaya Tangkap Begal yang Kabur 10 Bulan

  • Aniaya Pasangan Mantan Pancar, Pelajar Surabaya Dihukum 7 Bulan

    Aniaya Pasangan Mantan Pancar, Pelajar Surabaya Dihukum 7 Bulan

    Surabaya (beritajatim.com) – Majelis hakim yang diketuai Ojo Sumarna menjatuhkan hukuman selama tujuh bulan kepada terdakwa MR. Pelajar SMK ini dinilai terbukti melakukan kekerasan secara bersama-sama. Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dalam pasal 170 ayat 1 KUHP.

    Putusan tersebut sama dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yustus One Simus Parlindungan, dari Kejari Tanjung Perak Surabaya yang dalam sidang sebelumnya menuntut pidana penjara selama tujuh bulan.

    Terhadap putusan hakim, MR yang didampingi kuasa hukumnya, menyatakan menerima putusan tersebut. “Saya menerima yang mulia,” katanya.

    Perbuatan Terdakwa dilakukan pada Senin tanggal 15 Mei 2023 jam 20.00 WIB di warung angkringan jalan Benowo. Terdakwa MR (19), bercerita kepada ASD (DPO) dan RMA (DPO), masalahan Ibu dari mantan pacarnya saksi Dela Putri Anggraini, selalu menanyakan keberadaan anaknya ke terdakwa jika tidak pulang ke rumah.

    Padahal Della sudah punya pacar baru yakni saksi RA. Terdakwa bersama temannya sepakat mencari keberadaan RA untuk tanggung jawab kepada ibu Della. Selanjutnya Rabu tanggal 17 Mei 2023 jam 20.00 wib saat melewati
    di depan SMP di Manukan Kulon Surabaya, MR berpapasan dengan saksi RA.

    BACA JUGA:
    Warga Rangkah Bacok Pelajar SMK di Surabaya, Alasannya Ternyata Sepele

    Terdakwa menghentikan RA. Dia langsung memukul bagian pipi rahang menggunalan tangan kosong.Warga datang melerai, Terdakwa mengajak RA pergi ke jalan Pakal Madya. Di jalan terdakwa menghubungi ASD dan RMA (DPO) untuk datang. Setibanya di jalan Pakal Madya, terdakwa kembali memukul RA di bagian Kepala, bagian mata dan wajah dibenturkan ke lutut terdakwa MR.

    Dilanjutkan oleh RMA (DPO) memukul korban menggunakan siku lengan kanan diarahkan bagian punggung, menendang mengenai perut dan dada. Pemukulan dilanjutkan oleh ASD (DPO), dengan cara saat RA sedang duduk dan minum langsung ditendang dengan kaki kanan mengenai mulut dan muka korban.

    Tak terima dengan penganiayaan atas dirinya, korban melaporkan kejadian tersebut ke polisi. MR langsung dibekuk dan ditahan, sementara teman-temannya melarikan diri menjadi DPO (daftar pencarian orang). [uci/suf]

  • Bogem Warganya, Oknum Sekdes di Sampang Divonis Tiga Bulan Penjara

    Bogem Warganya, Oknum Sekdes di Sampang Divonis Tiga Bulan Penjara

    Sampang (beritajatim.com) – Setelah ditetapkan tersangka dan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) untuk di sidangkan. Sekretaris Desa (Sekdes) Desa Daleman, Kecamatan Kedungdung, Kabupaten Sampang Inisial M yang tak lain adalah Matjari, akhirnya divonis bersalah atas kasus penganiayaan ringan atau Tindak Pidana Ringan (Tipiring).

    Sidang dipimpin oleh Hakim Tunggal Ratna Mutia Rinanti dengan dihadiri enam orang saksi, diantaranya korban Agus warga Desa Daleman serta wasit pertandingan mengingat insiden penganiayaan tersebut terjadi di tengah kericuhan antar suporter sepak bola.

    Dalam jalannya sidang, terdakwa Matjari terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan ringan. “Terdakwa dijatuhi hukuman penjara selama tiga bulan serta membayar biaya perkara Rp 5.000,” ujar Humas Pengadilan Negeri Sampang, Abdurrahman, Kamis (19/10/2023).

    Ia menambahkan, terdawa tidak perlu menjalani pidana penjara, kecuali dikemudian hari terdapat keputusan hakim yang menentukan lain karena disebabkan terpidana melakukan pidana lain sebelum masa percobaan berakhir. “Terdakwa menjalankan masa percobaan selama 6 bulan dan selama itu harus berkelakuan baik maka dianggap selesai,” tandasnya.

    Seperti yang diberitakan sebelumnya, Insiden pemukulan oknum Sekdes kepada warga ini terjadi saat turnamen sepak bola berlangsung di Desa Daleman, Jumat (18/8/2023) lalu.

    Saat itu terjadi cekcok antar suporter hingga masuk ke lapangan, hal itu dipicu bola masuk gawang, namun wasit menyebut tidak sah. Kemudian, Sekdes M juga masuk ke lapangan dan terjadilah insiden pemukulan. Korban adalah insial A yang tercatat sebagai warga tersangka.[sar/kun]

    BACA JUGA: Kandang Ternak di Sampang Terbakar, Satu Sapi Mati Terpanggang

  • Apa Perbedaan Antara Antisemitisme dan Anti-Zionisme?

    Apa Perbedaan Antara Antisemitisme dan Anti-Zionisme?

    Jakarta

    Ketika pertikaian Israel-Hamas berkobar, banyak warganet di media sosial mencoba memahami perbedaan antara antisemitisme dan anti-Zionisme.

    Apa arti sebenarnya dari dua istilah ini?Antisemitisme adalah sikap prasangka atau permusuhan terhadap orang Yahudi dan telah ada selama berabad-abad.Anti-Zionisme secara umum dapat didefinisikan sebagai perlawanan terhadap keberadaan negara Israel.

    Bentrokan tahun 2021 di Masjid al-Aqsa, situs tersuci ketiga umat Islam dan juga tempat tersuci bagi umat Yahudi, yang dikenal dengan Temple Mount (Getty Images)

    Apa itu antisemitisme?

    Orang-orang Yahudi telah menghadapi prasangka, permusuhan, dan penganiayaan selama berabad-abad.

    Selama Perang Dunia II, enam juta orang Yahudi dibunuh oleh Nazi atau kaki tangan mereka dalam peristiwa yang dikenal sebagai Holokos.

    Terkadang, orang-orang dengan sudut pandang berbeda mengenai Israel akan tidak setuju apakah komentar atau opini tertentu bersifat antisemit atau tidak.

    Sering kali diskusi-diskusi itu melibatkan Israel dan istilah “Zionisme”.

    Holokos adalah periode dalam sejarah di mana jutaan orang Yahudi dan orang lain dibunuh oleh partai Nazi di Jerman (Getty Images)

    Apa itu Zionisme?

    Zionisme dimulai sebagai sebuah gerakan politik di Eropa pada akhir abad ke-19.

    Gerakan ini berupaya untuk membentuk sebuah negara Yahudi di tanah yang dikenal sebagai Palestina yang juga dikenal oleh orang Yahudi sebagai Tanah Israel kuno.

    PBB merekomendasikan pembagian Palestina menjadi negara Yahudi dan Arab, dan pada tahun 1948 negara Israel dideklarasikan.

    Namun, banyak orang Arab yang tinggal di Palestina dan sekitarnya menentang pembentukan negara Israel itu, menganggapnya sebagai pengingkaran terhadap hak-hak Arab.

    Baca juga:

    Biasanya di masa sekarang, mereka yang mengidentifikasi diri sebagai bagian dari gerakan Zionis percaya pada perlindungan dan pengembangan Israel sebagai negara Yahudi.

    Terdapat variasi dalam Zionisme – misalnya, beberapa Zionis percaya Israel mempunyai hak atas beberapa area di luar wilayahnya. Zionis lainnya tidak setuju.

    Mayoritas orang Yahudi adalah Zionis, meskipun sebagian kecil menentang Zionisme – baik karena alasan agama maupun politik.

    Orang non-Yahudi juga bisa menjadi Zionis.

    Perdana Menteri Israel David Ben-Gurion mendeklarasikan negara Yahudi Israel yang baru pada tahun 1948 (Getty Images)

    Apa itu anti-Zionisme?

    Anti-Zionisme secara umum didefinisikan sebagai bentuk perlawanan terhadap keberadaan negara Israel.

    Terdapat kritik -kritik Zionis terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah Israel, seperti pendudukan Tepi Barat, jalur-jalur pembatas (yang dibangun Israel di dalam dan sekitar Tepi Barat, yang disebut bertujuan untuk keamanan dari penyerang Palestina, meskipun para pendukung Palestina melihat itu sebagai alat perampasan tanah) dan pembangunan permukiman.

    Dalam beberapa kasus ketika orang-orang mengkritik Israel dengan tajam, sulit untuk mengetahui apakah kritik tersebut dimotivasi oleh sikap antisemitisme atau tidak.

    Hal ini menimbulkan tuduhan bahwa anti-Zionisme yaitu penolakan terhadap negara Yahudi hanyalah sebuah bentuk antisemitisme modern. Aliansi Peringatan Holokos Internasional mengatakan beberapa klaim dan tuduhan terhadap Israel merupakan antisemitisme.

    Mereka yang menolak gagasan ini mengatakan bahwa argumen ini digunakan sebagai alat oleh para pendukung Israel untuk membungkam kritik yang masuk akal terhadap Israel, dengan menggambarkan kritik tersebut sebagai rasis.

    Beberapa orang mengatakan bahwa “Zionis” dapat digunakan sebagai serangan berkode terhadap orang-orang Yahudi, sementara yang lain mengatakan pemerintah Israel dan para pendukungnya sengaja mengacaukan anti-Zionisme dengan antisemitisme untuk menghindari kritik.

    (nvc/nvc)

  • Perjuangan Warga Banaran Blitar Merebut Tanah Leluhur Yang Telah Terampas 40 Tahun Lamanya

    Perjuangan Warga Banaran Blitar Merebut Tanah Leluhur Yang Telah Terampas 40 Tahun Lamanya

    Blitar (beritajatim.com) – Satu tahun sudah warga Dusun Klakah Desa Sidorejo Kecamatan Doko Kabupaten Blitar, memasang bendera setengah tiang di depan rumah mereka. Langkah ini dilakukan sebagai simbol karena warga tidak bisa hidup merdeka di tanah leluhurnya sendiri.

    Aksi ini sebenarnya merupakan simbol perlawanan warga untuk mempertahankan lahan yang diklaim merupakan milik nenek moyangnya. Namun kini lahan tersebut, justru termasuk dalam HGU salah satu perkebunan cengkeh terbesar di Blitar.

    Djemuri dan warga sekitar menceritakan bahwa lahan yang kini masuk dalam HGU perusahaan cengkeh tersebut adalah milik nenek moyangnya. Hal itu dibuktikan adanya pemberian lembaran Letter D pada akhir tahun 1956 lalu oleh seorang petugas dari Tulungagung bernama Arimun. Dokumen Letter D ini diberikan di rumah salah satu RT di desa tersebut.

    Lembaran Letter D ini muncul setelah warga menggarap lahan yang merupakan bekas perkebunan karet milik Belanda usai perang kemerdekaan. “Pada tahun 1958 petugas Pendapatan Tulungagung mengadakan rapat di bekas pabrik Karet Belanda di Desa Senggrong, lurah Senggrong nama awal desa Sidorejo kala itu bernama Rustamaji mengatakan akan menarik kembali seluruh dokumen bukti kepemilikan lahan masyarakat dengan alasan akan diperbarui,” kata Djemuri, warga Branggah Banaran, Rabu (18/10/23).

    Konflik lahan di Dusun Klakah dan Telogo Arum atau yang lebih di kenal dengan Branggah Banaran ini muncul ketika tahun 1958. Saat itu sejumlah petugas mulai melakukan penarikan Lembaran Letter D yang dimiliki oleh 150 kepala keluarga dan 415 hak pilih.

    Setahun berselang dilakukanlah rapat dengan warga di lokasi tanah garapan tersebut. Disana warga diberi tahu bahwa penarikan Letter D ini dilakukan lantaran tanah mereka akan digunakan sebagai lapangan pesawat terbang.

    Lalu pada tahun 1960, pemerintah setempat menjanjikan ganti rugi atas lahan tersebut, seluruh lembaran dokumen Letter D di masyarakat ditarik oleh aparat desa kala itu dengan alasan akan diperbaharui. Tentu saja masyarakat desa pun patuh pada aturan pemerintah kala itu.

    “Hingga tahun lalu ,dilampiri oleh dokumen yang diperlukan untuk diserahkan kepada Kantor Staf Presiden NKRI, surat pembaharuan yang dimaksud di atas tidak kunjung ada, dan Letter D yang sudah terlanjur diserahkan hingga sekarang tidak dikembalikan dan lapangan Kapal Terbang yang diceritakan tidak pernah ada,” ungkapnya.

    Waktu terus berlalu, namun tidak ada kejelasan mengenai Letter D yang telah tarik oleh petugas. Warga desa pun tidak tahu kemana dokumen kepemilikan tanah mereka tersebut, kompensasi yang pernah dijanjikan pun juga tak kunjung ada titik terangnya.

    Sampai pada tahun 1962, Lapangan Kapal Terbang yang pernah diinformasikan ternyata juga tidak dibangun. Pada saat itu justru dimulailah penanaman pohon cengkeh oleh perusahaan yang bernama GAPRI Gabungan Pabrik Rokok Republik Indonesia.

    Waktu terus berjalan dimana nama perusahaan yang mengelola lahan cengkeh itu terus berganti berganti ganti. Selama perusahaan perkebunan cengkeh tersebut beroperasi, masyarakat di 2 dusun yaitu Dusun Klakah dan Dusun Telogo Arum tidak diperkenankan masuk areal kebun. Masyarakat yang nekat masuk hanya untuk sekedar mencari rumput pun sering mengalami perlakuan kasar hingga kontak fisik dengan petugas keamanan dari perkebunan cengkeh tersebut.

    Upaya masyarakat Dusun Klakah dan Dusun Telogo Arum untuk bisa menggarap lahan berlangsung selama 40 tahun, dilakukan baik kepada Pemerintah Desa, Kecamatan hingga Kabupaten. Namun semua upaya itu nampak sia sia tanpa ada hasil ataupun perhatian dari Pemerintah.

    Puncak konflik lahan ini terjadi pada tahun 2000 lalu, saat itu warga melakukan unjuk rasa besar-besaran di area perkebunan cengkeh. Kericuhan dan kontak fisik pun tidak bisa terhindarkan, bahkan dari keterangan warga ada tindakan represif dari aparat.

    “Yang kami tahu dua warga kami yang tewas itu Pak Sumarlin dan Samidi. Itupun jasadnya disembunyikan pihak perkebunan. Jumlah yang korban sangat banyak, dibiarkan saja bergeletakan di lokasi,” tutur Djemuri yang saat itu berada di lokasi.

    Jumlah korban meninggal saat demo tanah leluhur itu bisa jadi lebih banyak. Pasalnya informasi yang beredar di masyarakat memang saat itu banyak jatuh korban jiwa yang berasal dari daerah lain seperti Dampit, Kalipare hingga Ngadri. Mereka yang meninggal dari daerah lain ini masih memiliki hubungan darah dengan nenek moyang mereka yang berasal dari Branggah Banaran.

    “Hingga saat ini kasus tersebut seolah terkubur dan tidak ada keadilan hukum bagi masyarakat dusun Klakah dan dusun Telogo Arum,” kata Djemuri.

    Pasca kerusuhan tersebut, masyarakat sempat dijanjikan kompensasi oleh perusahaan cengkeh yang memiliki HGU. Hal tersebut dituangkan dalam bentuk Perdes, yang menyatakan, jika panen raya, masyarakat akan mendapat 5 ton cengkeh kering. Jika tidak panen raya, masyarakat akan mendapat separuhnya yaitu 2,5 ton dibagikan secara merata kepada seluruh masyarakat di 5 dusun yang jumlahnya 1.500 KK.

    “Padahal kasus lahan diatas menimpa masyarakat 2 Dusun yaitu dusun Klakah dan Telogo Arum saja. Ini merupakan potensi konflik horizontal. Kami seperti diadu domba,” imbuhnya.

    Selama 19 tahun berjalan pembagian 5 ton cengkeh kering terjadi selama 10 kali. Dan sisa 9 tahun dibagikan 50% yaitu 2,5 ton Cengkeh Kering.

    Namun pembagian ganti rugi itu secara mendadak berubah. Perusahaan cengkeh secara tiba-tiba dan sepihak mengubah besaran sharing hasil panen yang sebelumnya 5 ton dan atau 2,5 ton menjadi hanya 2,5 kuintal. Dan dibagikan 4 mata antara perkebunan dan pihak Kades saja.

    Praktik tersebut berhenti ketika tahun 2019 lalu saat itu Kepala Desa yang baru yakni Danang Dwi Suratno, tidak bersedia menerima atas tawaran 2,5 kuintal tersebut dan berlangsung hingga sekarang.

    Masyarakat di 2 dusun tersebut sebenarnya sempat menulis surat kepada Presiden dan pihak terkait, mengenai konflik lahan ini. Hal ini dilakukan warga lantaran tekanan ekonomi akibat pandemi covid pada tahun 2022 lalu.

    Harapan masyarakat dusun Klakah dan dusun Telogo Arum adalah, lahan seluas sekitar 200 hektar yang awalnya milik masyarakat, bisa dikembalikan lagi kepada pemiliknya. Serta kompensasi hasil panen yang dijanjikan bisa diberikan kepada masyarakat Dusun Klakah dan Dusun Telogo Arum. Terakhir, penegakan keadilan terhadap masyarakat korban penganiayaan dan penembakan.

    “Saya berpegang teguh pada aturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Saya memohon, pihak perkebunan terbuka berkomunikasi dengan pihak desa. Saya selama ini tidak pernah tahu bentuk fisiknya HGU yang dimiliki mereka seperti apa. Saya tidak pernah dikasih hanya untuk melihat saja. Apakah benar masih aktif atau tidak. Makanya saya mengakomodir tuntutan warga, ayo kalau mau menuntut hak, tapi kita pakai jalan yang benar,” pungkasnya. (owi/kun)

    BACA JUGA: Imbas KA Argo Semeru Anjlok, 9 KA Terlambat Datang di Stasiun Blitar dan Malang

  • Terkait Kasus Ronald Tannur, Mantan Kapolsek Lakarsantri Dipropamkan

    Terkait Kasus Ronald Tannur, Mantan Kapolsek Lakarsantri Dipropamkan

    Surabaya (beritajatim.com) – Tim pengacara Dini Sera Afrianti (29), korban kasus penganiayaan hingga tewas yang dilakukan Gregorius Ronald Tannur (31) melaporkan mantan Kapolsek Lakarsantri, Kompol Hakim, Kanit Reskrim Iptu Samikan dan Kasi Humas Polrestabes Surabaya, AKP Haryoko Widhi, ke Bid Propam Polda Jatim, Senin (16/10/2023).

    Hendrayana salah satu kuasa hukum korban mengatakan, Kompol Hakim dan Iptu Samikan telah melakukan obstruction of justice atau penghalangan keadilan. Sebab, mereka menyebut Andini tewas dikarenakan penyakit lambung dan tak ada penganiayaan.

    “Apa yang dilakukan keduanya telah melanggar Pasal 221 KUHP, juga pelanggaran kode etik sebagaimana yang dimaksud dalam Perkap Polri, yakni menyebarkan berita bohong dan atau ketidakpatutan berita yang menyebabkan keresahan masyarakat,” katanya.

    Baca Juga: Pemuda Milenial Ponorogo Syukuran, Mas Gibran Berpeluang Maju Pilpres 2024

    “Dugaan kami disitu ketika muncul konfirmasi dari media massa ke Kanit Reskrim (Polsek) Lakarsantri, ditepis dan dibantah secara langsung (dugaan penganiayaan) tanpa dilakukan pemeriksaan yang komperhensif terlebih dulu,” lanjutnya.

    Menurutnya, tindakan dua perwira tersebut terlalu gegabah dalam menyimpulkan penyebab kematian Andini, sebelum hasil otopsi dikeluarkan oleh pihak medis. Sementara itu, AKP Haryoko Widhi juga disebut memberikan komentar yang serupa pada salah satu stasiun televisi.

    “Kasi Humas (AKP Haryoko) menjawab berdasarkan hasil olah TKP tidak ada luka di anggota tubuh korban, cuma luka lecet di bagian punggung. Padahal sudah jelas banyak luka lebam di punggung, tangan, paha, terus kepala bagian belakang, leher, perut bagian kiri,” pungkasnya.

    Baca Juga: 6 Puskesmas di Kabupaten Kediri Bakal Buka Layanan Poli Sore

    Dalam pelaporan ini, tim kuasa hukum telah menyiapkan sejumlah barang bukti antara lain, tujuh buah screen shot (foto layar) pemberitaan di media online, empat foto korban dengan sejumlah luka di tubuhnya, dan rekaman jumpa pers di Mapolrestabes Surabaya. [Uci/ian]