Kasus: penganiayaan

  • Jadi Saksi, Anak Korban Tolak Adegan Rekonstruksi Peristiwa Adik Bunuh Kakak Kandung di Ponorogo

    Jadi Saksi, Anak Korban Tolak Adegan Rekonstruksi Peristiwa Adik Bunuh Kakak Kandung di Ponorogo

    Ponorogo (beritajatim.com) – Sejatinya, dalam rekonstruksi adegan penganiayaan adik kandung terhadap kakaknya yang berujung kematian di Desa Karangjoho Kecamatan Badegan, ada sejumlah saksi yang menolong korban.

    Salah satu saksi dalam peristiwa kematian Ismu (70) oleh adiknya Ismono (65), tidak lain adalah anak korban, yakni Majid. Namun, saat akan memeragakan perannya, anak korban pun tidak bersedia. Alhasil, Satreskrim Polres Ponorogo pun hanya melakukan rekonstruksi saat korban dianiaya hingga meninggal dunia saja.

    Untuk diketahui, menurut keterangan dari polisi, usai ditebas dengan kapak oleh Ismono, korban terkapar bersimbah darah. Dalam keadaan tersebut, anak korban Majid dibantu oleh satu tetangganya menolong Ismu. Keduanya mengangkat korban ke dalam mobil untuk dibawa ke Puskesmas Badegan.

    “Terkait dengan tidak bersedia jadi saksi dalam rekonstruksi adegan oleh anak korban, tidak menjadi persoalan,” ungkap Kanit Pidum Satreskrim Polres Ponorogo, Iptu Guling Sunaka, Rabu (10/7/2024).

    Guling menjelaskan bahwa dalam rekonstruksi ini, jika keluarga maupun masyarakat tidak bersedia jadi saksi, Ia pun menghormati keputusan tersebut. Lagi pula, ini juga bagian untuk melindungi keluarga korban itu sendiri.”Ya kita hormati, jika keluarga korban dan masyarakat tidak bersedia ya kita hormati,” katanya.

    Guling menjelaskan bahwa inti dari rekonstruksi itu dilakukan, pihaknya ingin memastikan bagaimana detail dari peristiwa itu terjadi. Hal dilakukan untuk pemenuhan alat bukti, yang nantinya akan dilampirkan di berkas perkara yang akan dikirim ke jaksa penuntut umum.

    “Inti rekonstruksi ini untuk memastikan peristiwanya. Nantinya ini dilampirkan di berkas perkara yang nanti diserahkan ke jaksa penuntut umum dalam proses penegakan hukum,” katanya.

    Diberitakan sebelumnya, Satreskrim Polres Ponorogo lakukan rekonstruksi reka adegan terkait peristiwa tindak pidana penganiayaan hingga menyebabkan hilanngnya nyawa korban di Desa Karangjoho Kecamatan Badegan. Dari rangkain rekonstruksi itu, ada sekitar 16 adegan yang diperagakan tersangka Ismono (65) untuk membunuh kakak kandungnya sendiri, yakni korban Ismu (70).

    Peristiwa penganiayaan dengan menggunakan benda tajam kapak itu, terjadi pada reka adegan nomor 10 hingga 15. Tersangka membacok korban dengan kapak sebanyak 4 kali. Penganiayaan pertama mengenai leher, dibacok sebanyak 2 kali. Korban Ismu pun langsung tersungkur. Nah, dalam kondisi itu, tersangka Ismono kembali membacok korban 2 kali, mengenai leher.

    “Penganiayaannya 4 kali tebas pakai kapak. Pertama kena telinga 2 kali dan menebas leher juga sebanyak 2 kali,” kata Guling. [end/suf]

  • Kronologi Pembunuhan Sadis Warga Beji Pasuruan, Video Mesum Turut Memicu

    Kronologi Pembunuhan Sadis Warga Beji Pasuruan, Video Mesum Turut Memicu

    Pasuruan (beritajatim.com) – Peristiwa pembunuhan sadis yang menggemparkan warga Desa Beji, Kabupaten Pasuruan diakibatkan korban sering menggoda penghuni kos miliknya. Pelaku yang diketahui bernama Abdur Rosyid (27) dan juga Abdur Rohnan (26) mendatangi rumah korban pada malam hari.

    Kedatangan kedua pelaku ini mulanya ingin melakukan konfirmasi kepada korban atas perbuatannya kepada saudaranya. Diketahui kedua saudara pelaku yakni adik perempuannya ini sedang menyewa rumah kos milik korban.

    Kapolsek Beji, Kompol Yokbeth Wally, mengatakan bahwa sebelum kejadian beberapa hari belakangan adik pelaku sering digoda oleh korban. Adik pelaku ini digoda dengan menunjukkan video mesum yang ada di handphone milik korban.

    “Semula pelaku mendatangi korban karena sering menggoda adiknya yang sedang menyewa kos di rumah korban. Namun, pelaku dan korban sempat cekcok dan salah paham yang mengakibatkan kedua oelaku mengambil tindakan untuk membunuh korban,” jelas Yokbeth, Rabu (10/7/2024).

    Yokhbeth juga menjelaskan setelah melakukan pembunuhan, kedua pelaku langsung menyerahkan diri ke kantor polisi. Sementara itu, korban sudah tergeletak tak bernyata di depan rumahnya sendiri.

    Korban mengalami luka di sekujur tubuhnya dengan darah yang berceceran akibat serangan dua buah celurit yang dilancarkan oleh pelaku. “Korban langsung kami evakuasi dan dibawa ke RS Bhayangkara Watukosek. Tak lama korban langsung kami serahkan ke pihak keluarga untuk dimakamkan,” katanya.

    Polisi lantas mengaman dua buah senjata tajam berupa celurit dan juga sepeda motor Suzuki smash nopol S 2166 Q milik pelaku. Pelaku diancam dengan Pasal 338 dan atau 170 KUHP tentang penganiayaan dengan menggunakan senjata tajam. (ada/but)

  • Peragakan 16 Adegan, Adik di Ponorogo Tebas Kakak 4 Kali

    Peragakan 16 Adegan, Adik di Ponorogo Tebas Kakak 4 Kali

    Ponorogo (beritajatim.com) – Satreskrim Polres Ponorogo menggelar rekonstruksi terkait peristiwa tindak pidana penganiayaan hingga menyebabkan hilangnya nyawa di Desa Karangjoho, Kecamatan Badegan. Dari rangkaian rekonstruksi itu, ada sekitar 16 adegan yang diperagakan tersangka Ismono (65) untuk membunuh kakak kandungnya sendiri, yakni korban Ismu (70).

    “Jadi kita tadi lakukan 16 reka adegan peristiwa penganiayaan yang berujung pembunuhan di Desa Karangjoho beberapa waktu yang lalu,” kata Kanit Pidum Ipda Guling Sunaka, Rabu (10/07/2024).

    Peristiwa penganiayaan dengan menggunakan benda tajam kapak itu, terjadi pada reka adegan nomor 10 hingga 15. Tersangka membacok korban dengan kapak sebanyak empat kali. Penganiayaan pertama mengenai leher, dibacok sebanyak 2 kali. Korban Ismu pun langsung tersungkur. Nah, dalam kondisi itu, tersangka Ismono kembali membacok korban 2 kali, mengenai leher.

    “Penganiayaannya 4 kali tebas pakai kapak. Pertama kena telinga 2 kali dan menebas leher juga sebanyak 2 kali,” katanya.

    Dari hasil rekonstruksi hari ini, kata Guling bahwa penyidik masih melakukan pendalaman dan pengembangan terkait dengan kemungkinan motif lain. Perkembangan selanjutnya atau terbaru akan diinformasikan lebih lanjut oleh Satreskrim Polres Ponorogo.

    “Intinya rekonstruksi ini, memastikan peristiwa yang terjadi, dalam pemenuhan barang bukti,” pungkasnya.

    Untuk diketahui sebelumnya, pembunuhan kakek di Kabupaten Ponorogo oleh adiknya sendiri, ditengarai hanya perkara sepele. Korban Ismu tidak terima pohon mangga dan jati miliknya terkena imbas tebangan adik kandungannya Ismono, yang sedang menebang pohon. Korban pun menanyakan kejelasan terkait dengan pohonnya itu. Meski punya ikatan darah, tidak ada titik temu dalam permasalahan tersebut. Cek cok keduanya pun tak terhindarkan, hingga akhirnya Ismono menyabetkan kapaknya ke telinga dan leher bagian kiri Ismu. Sontak darah segar pun mengalir di bagian tubuh Ismu yang terkena kapak tersebut.

    “Perkaranya ya masalah sepele sih, pelaku ini menebang pohon, nah mengenai pohon milok korban. Korban pun menanyakan kejelasan pohon tersebut, tetapi tidak ada titik temu. Mereka pun cek cok hingga akhirnya pelaku menganiaya korban hingga meninggal dunia,” ungkap Kasat Reskrim Polres Ponorogo AKP Ryo Perdana. [end/beq]

  • Anggota Polres Jombang Dianiaya Istri, Dipicu Masalah PIL?

    Anggota Polres Jombang Dianiaya Istri, Dipicu Masalah PIL?

    Jombang (beritajatim.com) – Anggota Polsek Ploso Jombang, Briptu F, yang dianiaya istrinya FN diduga dipicu hadirnya PIL (Pria Idaman Lain) dalam bahtera rumah tangga itu. Ada pihak ketiga yang menimbulkan polemik.

    Informasi yang beredar, FN diduga berselingkuh dengan rekan kerjanya. Ibarat pepatah, sepandai-pandai tupai melompat akhirnya jatuh juga. Begitu juga tindakan serong FN yang akhirnya terendus oleh sang suami.

    Selanjutnya, terjadilah peristiwa penganiayaan warga yang tinggal di salah satu perumahan Desa Pulo Lor Jombang ini. Briptu F dianiaya istrinya. Versi polisi, FN memukulkan handphone ke kepala suaminya.

    Kepala Seksi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polres Jombang Ipda Muhammad Teguh membenarkan adanya kasus KdRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga) yang mendera anggota Polsek Ploso tersebut. Namun Teguh hanya menyebut bahwa penganiayaan itu dipicu masalah rumah tangga.

    “Pemicunya masalah rumah tangga. Saat terjadi kesalahpahaman mereka cokcok, Kebetulan sang istri sedang memegang HP. Lalu HP tersebut spontan dilempar ke kepala suami. Hanya bengkak sedikit,” ujar Teguh Ketika dikonfirmasi, Senin (8/7/2024).

    Apa Langkah Propam Polres Jombang atas kejadian itu? Teguh mengungkapkan bahwa kasus tersebut sudah ditangani secara internal. Karena Briptu F merupakan polisi aktif, sedangkan sang istri anggota Bhayangkari.

    “Tidak ada laporan resmi. Hanya penanganan secara internal. Kami akan lakukan konseling, sehingga ke depan rumah tangga mereka bisa normal Kembali,” pungkas Teguh.

    Sebelunmnya, kasus KdRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga) ini terjadi pada Sabtu (6/7/2024) sekitar pukul 23.00 WIB. Awalnya, korban sedang tidur. Setelah itu, pasangan suami istri tersebut terlibat cekcok di rumahnya. Emosi keduanya pun menyala. FN kemudian melemparkan HP ke kepala sang suami. [suf]

  • Bunuh Keponakan Pakai Keris, Paman di Bangkalan Diciduk Polisi

    Bunuh Keponakan Pakai Keris, Paman di Bangkalan Diciduk Polisi

    Bangkalan (beritajatim.com) – Aksi pembunuhan terjadi pada Minggu (30/6/2024) di Desa Tanah Merah Laok Kecamatan Tanah Merah Kabupaten Bangkalan, Madura. Tragedi berdarah ini melibatkan paman dan keponakan.

    Kapolres Bangkalan AKBP Febri Isman Jaya mengatakan, pihaknya menetapkan HN (60) sebagai tersangka kasus pembunuhan terhadap keponakannya M (41). “Pelaku yang kami tetapkan sebagai tersangka ini statusnya adalah paman korban,” ujarnya, Senin (1/7/2024).

    Ia menjelaskan, sebelumnya antara korban dan pelaku tidak pernah ada masalah. Kejadian itu bermula saat pelaku cekcok dengan ayah tiri korban.

    “Sebetulnya antara korban dan pelaku tidak ada masalah. Hanya saja di hari tersebut korban tidak terima karena pelaku cekcok dengan ayah tirinya sehingga mendatangi pelaku di rumahnya,” kata Kapolres.

    Korban mendatangi rumah pelaku tersebut dengan marah-marah. Bahkan korban sempat menganiaya pelaku hingga babak belur. Dari pengakuan pelaku pada polisi, penusukan itu merupakan bentuk perlawanan pelaku terhadap keponakannya.

    Ia mengaku, menusukkan keris tersebut karena ia telah dipukuli berulang kali. Akibat penusukan itu, korban mengalami luka di bagian perut sebelah kiri. Hasil visum menunjukkan bahwa eris tersebut mengenai jantung korban. “Korban meninggal saat perjalanan dari TKP ke Puskesmas Kwanyar,” tandasnya.

    Akibat perbuatannya, pelaku dikenai pasal 338 subsider pasal 351 ayat 3 tentang penganiayaan yang mengakibatkan orang lain kehilangan nyawa dengan ancaman 15 tahun penjara. [sar/suf]

  • Pelaku Penganiayaan Pemilik Restoran Hainan Masih Bebas, Kuasa Hukum : Perkara Sederhana jadi Rumit

    Pelaku Penganiayaan Pemilik Restoran Hainan Masih Bebas, Kuasa Hukum : Perkara Sederhana jadi Rumit

    Surabaya (beritajatim.com) – Pelaku penganiayaan pemilik restoran Hainan, Jalan Pahlawan, Bubutan masih bebas berkeliaran. Kasus yang dilaporkan pada 21 April 2024 itu belum tuntas walaupun sudah pada tahap gelar penetapan.

    Kuasa hukum Tjiu Hong Meng alias Ameng, Firman Rachmanudin menyayangkan proses penanganan kasus yang lambat hingga penyidikan atas kasus yang sebetulnya dapat dibuktikan secara sederhana itu. Menurut Komeng, Visum dan saksi harusnya sudah cukup untuk dapat menyimpulkan para pelaku penganiayaan.

    “Bukan malah berbelit pada motif penganiayaan. Perbuatan dan peristiwa hukum dugaan pidananya sudah jelas,” kata Firman kepada Beritajatim.com, Senin (01/07/2024).

    Firman menjelaskan sesuai Perkap nomor 12 tahun 2009 tentang klasifikasi perkara batas maksimal penyidikan itu dikategorikan berdasarkan tingkat kesulitan. Menurut Firman, Perkara penganiayaan yang menjerat Ameng merupakan kasus yang mudah apalagi ditangani oleh penyidik Polrestabes Surabaya yang diatas rata-rata.

    “Kalau ada orang dipukul, lalu ada akibat trauma dari pemukulan tersebut kemudian disaksikan oleh beberapa orang dan menjadi bagian dari alat bukti yang sah sesuai pasal 183 KUHAP. Maka harusnya dengan kompetensi penyidik Polrestabes Surabaya yang diatas rata-rata ini menjadi perkara yang mudah dengan batas maksimal 30 hari penyelesaian sampai dilimpahkan pada jaksa,” lanjutnya.

    Atas lambannya penanganan kasus ini, Firman menduga ada intervensi peran serta mafia hukum. Hal itu berlandaskan pada kliennya yang sempat didatangi oleh orang yang mengaku sebagai utusan tokoh terkenal di Surabaya. Perwakilan tokoh terkenal itu, menawarkan perdamaian dengan terduga pelaku.

    “Beberapa waktu lalu, klien kami sempat bercerita didatangi oleh salah satu utusan dari tokoh terkenal di Surabaya. Menurutnya kedatang tersebut membawa misi untuk mendamaikan para terduga pelaku dengan klien kami,” lanjutnya.

    Selain proses laporan yang lamban, Firman juga menyoroti proses hukum yang sedang menjerat kliennya di Polsek Bubutan atas peristiwa yang sama. Dalam perkara laporan penganiayaan yang dibuat oleh saudara kandung Ameng, tidak ada satupun saksi dari pegawai restoran Hainan yang diperiksa oleh penyidik Polsek Bubutan. Namun, petugas Polsek Bubutan berani menaikan perkara dari lidik ke sidik.

    “Fungsi saksi adalah sebagai pertimbangan penyidik menentukan arah perkara dan menambah keyakinan penyidik atas penanganan suatu perkara. Jika dalam peristiwa yang sama namun ada laporan yang berbeda, penyidik yang berkompeten seharusnya memanggil para pihak dan saksi-saksi yang berada di lokasi kejadian untuk dimintai keterangannya sebagai upaya membentuk objektivitas penanganan perkara,” kata Firman.

    Atas kejanggalan-kejanggalan yang dialami oleh kliennya, Firman pun telah meminta perlindungan ke Lembaga Saksi dan Korban Republik Indonesia. “Langkah ini kami lakukan sebagai wujud memperjuangkan hak hukum dan kebenaran terhadap korban. Alhamdulillah aduan kami sudah diterima dan menunggu tindak lanjut dari LPSK pusat,” tandasnya.

    Sementara itu, Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Hendro Sukmono belum memberikan statement resmi atas peristiwa ini. (ang/kun)

  • Kejati Jatim Hentikan 10 Perkara Melalui Restoratif Justice

    Kejati Jatim Hentikan 10 Perkara Melalui Restoratif Justice

    Surabaya (beritajatim.com) – Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Timur menghentikan 10 perkara melalui Keadilan Restoratif Justice setelah sebelumnya perkara tersebut diekspose oleh Wakil Kejaksaan Tinggi (Wakajati) Jawa Timur Basuki Sukardjono SH MH bersama Aspidum dan beberapa Kajari di Jatim.

    Jam Pidum Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, S.H., M.Hum menyetujui 10 perkara yang dimohonkan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif, yaitu :

    10 perkara oharda, yang terdiri dari :

    7 (tujuh) Perkara Penganiayaan (Pasal 351 KUHP) dari 2 (dua) Kejari Surabaya, 4 (empat) Kejari Tanjung Perak dan 1 (satu) Kejari Kota Probolinggo
    1 (satu) Perkara Pasal 310 ayat (4) (Laka lantas yang mengakibatkan korban meninggal dunia) UULLAJ No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dari Kejari Tanjung Perak
    1 (satu) Perkara Penggelapan / Penipuan (Pasal 372 / 378 KUHP) dari Kejari
    1 (satu) Perkara Penggelapan / Penipuan (Pasal 372 / 378 KUHP) dari Kejari Surabaya
    1 (satu) Perkara Pasal 44 ayat (1) UU RI No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dari Kejari Ngawi.

    Kekerasan Dalam Rumah Tangga dari Kejari Ngawi

    Penyelesaian perkara pidana melalui mekanisme penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif menjadi bukti bahwa negara hadir memberikan penegakan hukum yang humanis dalam rangka menciptakan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat.

    “Melalui kebijakan restorative justice, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan Meskipun demikian, perlu juga untuk digarisbawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi kesalahan serupa,” ujar Wakajati Jatim, Basuki Sukardjono. [uci/kun]

  • 3 Kemungkinan Penyebab Kematian Afif Maulana Versi Kompolnas dan Polisi, Saksi Mata Masih Dicari

    3 Kemungkinan Penyebab Kematian Afif Maulana Versi Kompolnas dan Polisi, Saksi Mata Masih Dicari

    TRIBUNNEWS.COM, PADANG – Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Irjen (Purn) Benny Mamoto mengungkap beberapa kemungkinan penyebab kematian Afif Maulana, pelajar SMP yang ditemukan tak bernyawa di bawah Jembatan Kuranji, Minggu (9/6/2024) lalu.

    Hal itu diungkapkan Benny Mamoto berdasarkan hasil cek TKP di lokasi ditemukannya jenazah Afif Maulana, Kamis (27/6/2024) sekitar pukul 03.00 dinihari.

    Kedatangan Ketua Kompolnas disesuaikan dengan perkiraan waktu saat terjadinya pembubaran belasan orang yang diduga akan melakukan tawuran pada Minggu (9/6/2024) dini hari.

    “Beberapa kemungkinan apakah dia terpeleset jatuh ketika mau lompat ke sebelah, ataupun memang sengaja melarikan diri ke sungai, tapi tidak mengira bahwa sungai itu tidak ada airnya atau kering, sehingga jatuhnya ke batu,” jelas Benny Mamoto dikutip dari TribunPadang.com.

    Namun Benny Mamoto belum bisa memberikan kesimpulan awal terkait kasus kematian Afif sebelum mendapatkan pemaparan secara menyeluruh dari berbagai pihak.

    Dia mengatakan sudah ada beberapa hasil diskusi yang nanti akan ditindaklanjuti.

    Menurut Benny, untuk gambaran awal peristiwa, setidaknya dengan mendatangi TKP, sudah diketahui dimana Afif dengan A terjatuh.

    “Lalu jaraknya berapa, ketika mereka bicara kedengaran atau tidak, itu tadi tergambar bahwa apa yang diomongin korban (Afif) ke A kedengaran karena tidak terlalu jauh, kemudian cahaya, penerangan, kemudian situasi jarak antara jalan yang berlubang bisa tergambar di situ,” ungkapnya.

    Benny menuturkan akan memintai para saksi, utamanya A sebagai saksi kunci.

    Ia menegaskan, Kompolnas bersama Polda Sumbar dalam hal ini ingin membuka seterang-terangnya peristiwa ini, yaitu tentang apa yang sesungguhnya terjadi, hingga untuk menjawab simpang siurnya isu yang beredar.

    “Kan ketika isu beredar tidak berangkat dari fakta yang bisa dibuktikan, ini kan membuat bingung publik. Makanya kami ingin berangkat dari fakta dulu, barulah nanti mana-mana yang ada kesesuaian dan mana yang tidak,” pungkasnya.

    Afrinaldi (36, kanan) dan Anggun (32) berfoto dengan potret almarhum putra sulung mereka yang masih duduk di bangku SMP, Afif Maulana (13), di kantor LBH Padang, Kota Padang, Sumatera Barat, Kamis (20/6/2024). Siswa SMP itu ditemukan tewas dengan penuh luka lebam di bawah jembatan Batang Kuranji, Padang, Minggu (9/6/2024), dan diduga akibat disiksa polisi. (Dok. LBH Padang/Ist)

    Dugaan Penyebab Kematian Afif versi Polisi

    Sementara itu pihak kepolisian menduga Afif Maulana masuk dalam rombongan yang akan melakukan tawuran pada, Minggu (9/6/2024) dinihari.

    Korban diduga meloncat ke bawah Jembatan Kuranji dan ditemukan sudah dalam kondisi meninggal dunia.

    Namun, pihak keluarga menduga anaknya tidak terlibat tawuran.

    Menurut pihak keluarga, Afif meninggal dunia akibat dianiaya anggota kepolisian.

    Kabid Humas Polda Sumbar, Kombes Pol Dwi Sulistyawan, mengaku sudah memeriksa 39 anggota Polri terkait hal tersebut.

    Menurutnya, pada saat pengamanan, sebanyak 18 orang dan barang bukti berupa senjata tajam dibawa ke Polsek Kuranji.

    Namun tidak terdapat Afif Maulana.

    Afif diduga terjun dari Jembatan Kuranji, Padang.

    Ia menyebutkan, untuk saksi yang melihat Afif Maulana terjun dari atas Jembatan Kuranji belum ada.

    “Untuk saksi mata sampai saat ini masih dicari, silakan masyarakat yang melihat dan siap untuk menjadi saksi mata kalau Afif Maulana meloncat silakan datang ke Polda Sumbar,” kata Kombes Pol Dwi Sulistyawan.

    Pihaknya saat ini berkonsentrasi untuk mengungkap kasus kematian Afif Maulana.

    Sampai saat ini pihak kepolisian baru menemukan saksi kunci bernama Adit.

    “Oleh karena itu, Bapak Kapolda secara tegas kepada yang melihat agar melaporkannya kepada kami. Kita bicara data dan tidak bisa berandai-andai,” ujarnya.

    CCTV Tak Berfungsi Maksimal

    Kabid Humas Polda Sumbar, Kombes Pol Dwi Sulistyawan menjelaskan, di Polsek Kuranji ada terdapat kamera CCTV, akan tetapi CCTV tersebut tidak berfungsi maksimal.

    “Jadi rekamannya itu, tidak menyimpan,” ujar Kombes Pol Dwi Sulistyawan.

    Selain itu, untuk CCTV di kawasan Jembatan Kuranji juga tidak ada.

    Kamera CCTV hanya terdapat di Cafe Uje BP, namun hanya menyorot ke parkiran.

    Keluarga Tuntut Keadilan

    Keluarga Afif Maulana menghadiri aksi hari tanpa penyiksaan di Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Sumatra Barat (Sumbar), Rabu (26/6/2024) sore.

    Tampak hadir ibu, ayah, adik, nenek dan beberapa keluarga Afif lainnya.

    Adik laki-laki Afif tampak memegang foto kakaknya di antara massa aksi lainnya.

    Keluarga almarhum Afif lainnya juga memegang sejumlah kertas tuntutan yang bertuliskan “Kami keluarga AM membantah anak kami melompat dari Jembatan Kuranji”, “OTW Keadilan”, “Anak Kami ‘AM’ anak berprestasi bukan anak anarki”.

    Ada juga kertas dengan narasi “Pak Kapolri, Kapolda, tolong berikan keadilan pada alm Afif Maulana dan keluarga”, “Berikan kami kepastian hasil otopsi ‘AM’”.

    Ayah Afif, Afrinaldi (36) juga ikut berorasi meminta keadilan bagi anaknya.

    “Saya ayah Afif, dan kami keluarga datang ke sini untuk meminta keadilan untuk anak kami yang telah mati disiksa dan dianiaya dan diletakkan di bawah jembatan, kami tidak terima perlakuan ini,” kata Afrinaldi.

    Ia menuturkan, keluarga juga tak terima pernyataan Kapolda yang mengatakan Afif terjun dari atas jembatan Kuranji.

    “Bukti-bukti yang ada di badan anak saya menunjukkan luka-luka lebam bekas penganiayaan. Kenapa Kapolda hanya menerima kesaksian dari A? Padahal banyak kesaksian dari yang lain,” katanya.

    Afrinaldi mengatakan, keluarga Afif terus berjuang untuk mendapatkan keadilan.

    “Saya mohon kepada Pak Kapolri, Kapolda untuk mengusut kasus anak saya ini sampai tuntas dan secara transparan, dan pelaku dihukum seberat-beratnya. Kami meminta agar hasil visum dan autopsi dibuka secara terbuka kepada kami keluarga,” ujar Afrinaldi.

    Ibu Afif, Anggun (32) saat aksi juga memohon kepada Kapolri dan Kapolda Sumbar untuk mengusut tuntas kasus anaknya. Ia meminta pelaku dihukum mati dan dipecat.

    “Pak Kapolri, Kapolda tolong tuntaskan kasus cucu saya, saya memohon, saya tak terima anak saya melompat dari jembatan,” ujar nenek Afif yang juga hadir di aksi yang bertepatan dengan hari anti penyiksaan.

    “Saya meminta bantu keadilan untuk Abang saya, tolong dihukum mati seberat-beratnya, dan dipecat, terima kasih bapak Kapolri,” tambah adik Afif.

    Aksi hari anti penyiksaan diikuti oleh puluhan aktivis yang mengenakan pakaian serba hitam.

    Di saat aksi, massa juga membawa atribut aksi berupa replika mayat yang dikafani sebagai lambang solidaritas untuk Afif.

    Selain berorasi, massa juga melakukan aksi teatrikal solidaritas untuk almarhum Afif. Sejumlah spanduk juga dipasang di pagar Mapolda Sumbar.

    Massa aksi belum beranjak dari Mapolda Sumbar hingga jelang malam.

    Mereka tetap berorasi dan meminta Kapolda Sumbar Irjen Pol Suharyono turun menemui keluarga Afif.

    “Minta maaf di depan keluarga korban. Mana Kapolda? Turun, jangan hanya mengucapkan belasungkawa di televisi, turun segera minta maaf langsung ke keluarga korban,” kata Direktur LBH Padang Indira Suryani saat berorasi.

    Polda Sumbar Diminta Fokus Penanganan Kasus Kematian Afif

    Koordinator Divisi Advokasi LBH Padang, Diki Rafiqi menanggapi pernyataan Polda Sumbar yang ingin mencari orang viralkan tewasnya Afif Maulana.

    Menurut kuasa hukum Afif Maulana ini, seharusnya Polda Sumbar fokus pada penyelesaian kasus. Bukan malah mencari pembenaran.

    “Ini kayanya sedikit salah ya Polda Sumbar. Kenapa? Harusnya Polda Sumbar harus fokus penanganan kasus bukan mencari pembenaran atau hal yang lain,” kata Diki kepada awak media di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Selasa (25/6/2024).

    Diki menilai Polda Sumbar tak serius dalam menanggapi kasus tewasnya Afif Maulana.

    “Dan hemat kami bahwa Polda Sumbar tidak serius dalam penanganan kasus ini. Dan malah mencari tumbal dibalik ini,” tegasnya.

    Diki juga menuding hal itu menjadi bentuk intervensi menutup kasus tersebut.

    “Iya salah satu bentuk menutup secara perlahan dalam kasus ini,” ungkapnya.

    Diberitakan sebelumnya, viral di media sosial bocah bernama Afif Maulana alias AM (13) di Padang tewas diduga dianiaya sejumlah oknum polisi.

    Viralnya kasus itu pun dinilai Polda Sumatra Barat (Sumbar) merusak citra institusi kepolisian.

    Alhasil kini Polda Sumbar mencari orang yang memviralkan informasi tersebut

    Dilansir dari Kompas.id, Kepala Polda Sumbar, Inspektur Jenderal Suhartoyo, Minggu (23/6/2024) mengatakan pihaknya tengah mencari orang yang memviralkan kasus AM yang tewas diduga dianiaya oknum polisi.

    Suhartoyo mengaku, pihak kepolisian merasa menjadi korban pengadilan oleh pers dari viralnya berita tersebut.

    Ia juga mengatakan bahwa informasi soal kasus tersebut merusak citra institusi kepolisian.

    “Polisi dituduh telah menganiaya seseorang sehingga berakibat hilangnya nyawa orang lain. Tidak ada saksi dan bukti sama sekali. Dalam penyelidikan terhadap 18 pemuda yang diamankan (ditangkap), tidak ada yang namanya Afif Maulana,” kata Suharyanto.

    Sumber: (TribunPadang.com) (Tribunnews.com/Rahmat W Nugraha/wik)

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunPadang.com dengan judul Setelah Cek TKP, Ketua Kompolnas Ungkap Beberapa Kemungkinan Penyebab Tewasnya Afif Maulana

  • LBH Padang: Keluarga Cuma Boleh Lihat Wajah Afif Maulana, Jenazah Dilarang Dimandikan di Rumah Duka

    LBH Padang: Keluarga Cuma Boleh Lihat Wajah Afif Maulana, Jenazah Dilarang Dimandikan di Rumah Duka

    TRIBUNNEWS.COM – Koordinator Bidang Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Diki Rafiqi menuturkan pihak keluarga dilarang untuk melihat secara keseluruhan jenazah Afif Maulana yang ditemukan tewas di jembatan Kuranji, Padang pada 9 Juni 2024 lalu.

    Diki menyebut keluarga cuma diperbolehkan melihat wajah Afif saja.

    Selain itu, dia juga mengungkapkan jenazah Afif juga dilarang untuk dimandikan di rumah duka.

    “Sayangnya, pihak keluarga dilarang memandikan (jenazah Afif) di rumah dan hanya boleh melihat wajahnya saja,” kata Diki di Kantor Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Jakarta pada Rabu (26/6/2024).

    Padahal, kata Diki, warga Padang memiliki tradisi tersendiri ketika akan memandikan jenazah.

    Di sisi lain, dia juga mengungkapkan pihak kepolisian tidak memberikan alasan yang jelas terkait keluarga dilarang untuk melihat jenazah Afif secara keseluruhan.

    “Setelah kami proses, tanpa alasan yang kuat juga sebenarnya (dari kepolisian) dan keluarga tidak pernah melihat badan (Afif) dan lain-lainnya,” jelasnya.

    Tak hanya itu, Diki juga mengungkapkan pihak keluarga belum mengetahui secara pasti terkait penyebab tewasnya Afif.

    Dia mengatakan keluarga hanya mendapat surat dari hasil autopsi RS Bhayangkara Padang yang berisi keterangan bahwa Afif meninggal karena hal yang tidak wajar.

    “Secara lengkap tidak mengetahui hasil yang diberikan ke keluarga bahwa di dalam (surat) termuat (Afif tewas) tak wajar dan kedua penyebabnya yang belum ditentukan,” tuturnya.

    Sebagai informasi, tewasnya Afif menjadi sorotan publik setelah adanya perbedaan temuan dari Polda Sumbar dan LBH Padang terkait penyebab kematian bocah 13 tahun tersebut.

    Kapolda Sumatera Barat, Irjen Suharyono menuturkan bahwa tewasnya Afif karena terjun dari jembatan.

    “Masuk ke sungai ini sudah ada keterangan dari A. Bahwa memang AM (Afif) ini berencana akan masuk ke sungai menceburkan diri ke sungai,” ujarnya pada Minggu (23/6/2024).

    Berdasarkan keterangan rekan korban, Suharyono menuturkan Afif diajak rekannya untuk masuk sungai untuk mengamankan diri dari kejaran polisi.

    Namun, keterangan Suharyono berbeda dengan hasil investigasi dari LBH Padang yang menduga Afif dianiaya oleh oknum polisi hingga tewas.

    Direktur LBH Padang, Indira Suryani, ada luka lebam yang ditemukan di tubuh korban.

    “Di sekujur tubuh korban terdapat luka-luka lebam yang diduga karena penganiayaan,” ungkap Indira, Sabtu (22/6/2024).

    Selain bukti tersebut, keterangan terkait kronologi peristiwa antara Polda Sumatra Barat dan LBH Padang pun berbeda.

    Indira menyebut saat A dan AM berboncengan melintasi jembatan Batang Kuranji pada Minggu dini hari, mereka dihampiri polisi yang tengah melakukan patroli.

    Dia mengungkapkan polisi menendang kendaraan korban hingga membuat AM dan A terpelanting ke jalan.

    Namun, sambung Indira, A langsung diamankan oleh salah satu oknum polisi sehingga tidak mengetahui kondisi AM sampai jasadnya ditemukan di sungai.

    “Dari keterangan itu, hingga adanya luka lebam di sekujur tubuh, ini berat dugaan sebelum tewas AM dianiaya dulu,” ujarnya.

    Terkait hal ini, LBH Padang pun sudah mendatangi Komnas HAM pada Selasa (25/6/2024) untuk meminta agar dilakukan investigasi mendalam sebagai pembanding antara temuan pihaknya dengan Polda Sumbar.

    (Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)

    Artikel lain terkait Siswa SMP Tewas di Padang

  • Kesal, Ortu di Kediri Aniaya Anak Kandung Masih Balita Hingga Tewas

    Kesal, Ortu di Kediri Aniaya Anak Kandung Masih Balita Hingga Tewas

    Kediri (beritajatim.com) – Pasangan suami istri Taskin dan Novita warga RT 1 RW 2 Dusun Babadan, Desa Tugurejo, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri diamankan Polres Kediri. Mereka diduga menganiaya anak kandungnya AF (3) hingga tewas lalu mengubur jenazah korban di depan rumah.

    Kasatreskrim Polres Kediri AKP Fauzy Pratama membenarkan telah mengamankan kedua terduga pelaku. Dari pemeriksaan sementara, Taskin dan Novita melakukan kekerasan terhadap buah hatinya karena rasa kesal.

    “Ada rasa kesal dari orang tua karena pengakuan dari pelaku mendengar anaknya berbicara tidak sesuai dengan fakta dan cenderung menyudutkan orang tua. Sehingga orang tua kesal akhirnya melakukan kekerasan,” terang AKP Fauzi.

    Masih kata Fauzi, awalnya petugas mendapat informasi dari masyarakat tentang adanya anak balita yang meninggal dunia secara tidak wajar. Korban sudah dimakamkan oleh orang tuanya di depan rumah mereka. Kemudian petugas mendatangi TKP untuk melakukan pembongkaran makam korban, pada Selasa 25 Juni 2024.

    “Di tubuh korban terdapat luka di daerah kepala dan badan. Untuk penyebab kematiannya sejauh ini adanya pendarahan di kepala yang diakibatkan oleh kekerasan benda tumpul,” terang Fauzi.

    Lebih lanjut Fauzi menerangkan, alasan pelaku mengubur jenazah buah hatinya di depan rumah karena mereka panik.

    “Setelah diketahui anak korban dalam kondisi tidak sadar, kemudian berusaha memberikan pertolongan. Namun ternyata masih belum bisa. Kemudian setelah dinyatakan anak ini tidak bernyawa, maka langsung dilakukan tindakan untuk menguburkan,” tambahnya.

    Menurut dugaan Fauzy, penganiayaan terhadap korban ini terjadi di beberapa waktu yang berbeda- beda. Kini, penyidik masih mendalami kasus itu dengan memeriksa kedua pelaku dan saksi-saksi. [nm/aje]