Kasus: penganiayaan

  • Pelajar Tewas Dianiaya, Ketua Rayon PSHT di Malang Jadi Tersangka

    Pelajar Tewas Dianiaya, Ketua Rayon PSHT di Malang Jadi Tersangka

    Malang (beritajatim.com) – Satua Reserse Kriminal Polres Malang kembali menetapkan satu orang tersangka dari perguruan silat setia hati terate (PSHT). Kasus ini menyeret para ‘pendekar silat’ usai menganiaya seorang pelajar SMK di Karangploso, Kabupaten Malang hingga meregang nyawa.

    Sebelumnya, polisi sudah menetapkan 10 orang tersangka kasus penganiayaan itu. Korban pun diajak sabung atau berkelahi satu lawan satu. Namun ternyata, dijadikan sansak hidup beramai ramai. Korban sempat koma di rumah sakit selama 6 hari sebelum akhirnya meninggal.

    Korban tewas berinisial ASA (17), remaja asal Karangploso, Kabupaten Malang. Kasi Humas Polres Malang AKP Ponsen Dadang Martianto menuturkan, kedua tersangka adalah Nurohman (28) dan Ahmad Sifa (23), merupakan ketua rayon perguruan silat PSHT Karangploso.

    “Dari perkembangan penyidikan, kami menetapkan dua orang sebagai tersangka. Jadi total tersangka ada 12 orang. 6 orang diantaranya masih anak di bawah umur, dan enam dewasa,” ujar Dadang kepada wartawan di Mapolres Malang, Rabu (25/9/2024).

    Dadang membeberkan, tersangka Ahmad Syifa merupakan ketua rayon yang bertanggung jawab terhadap kegiatan latihan, yang digelar saat pengeroyokan terjadi. “Sementara tersangka Nurohman merupakan senior yang juga turut dalam melakukan penganiayaan,” beber Dadang.

    Nurohman diketahui melakukan pemukulan satu kali dan membiarkan para tersangka lain menganiaya korban hingga kritis dan meninggal dalam perawatan di rumah sakit.

    “Dalam proses penyidikan akhirnya diketahui bahwasanya tersangka Nurohman ini juga melakukan penganiayaan memukul pipi sebanyak satu kali, serta membiarkan pelaku yang lain untuk melakukan tindak pidana,” pungkas Dadang.

    Karena perbuatannya para tersangka dijerat Pasal 80 ayat 3 jounto Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Pasal 170 KUHP dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.

    Seperti diberitakan, Polres Malang menetapkan 10 tersangka dalam kasus penganiayaan yang menewaskan ASA (17), warga Karangploso, Kabupaten Malang, Kamis (12/9/2024).

    Kesepuluh tersangka adalah Achmat Ragil (19), Ahmat Efendi alias Somad (20), Muhamad Andika Yudistira (19), ketiganya merupakan warga Desa Ngenep, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang, dan Iman Cahyo Saputro (25), warga Bumiaji, Kota Batu.

    Sementara enam tersangka anak-anak berinisial Ms (17), Rf (17), VM (16), RH (15), RFP (17), dan PIA (15), kesemuanya tersangka dibawah umur ini berstatus pelajar. [yog/suf]

  • Mahasiswa di Bangkalan Jadi Tersangka Penganiayaan Pacar

    Mahasiswa di Bangkalan Jadi Tersangka Penganiayaan Pacar

    Bangkalan (beritajatim.com) – Mahasiswa salah satu kampus di Bangkalan menjadi tersangka penganiayaan. Mahasiswa berinisial F, asal Gresik, ditangkap polisi setelah terekam menganiaya kekasihnya, D, mahasiswi asal Nganjuk.

    Kapolres Bangkalan, AKBP Febri Isman Jaya mengatakan, penganiayaan dipicu oleh sikap korban yang dinilai acuh terhadap pelaku. Akibatnya, pelaku emosi dan melakukan penganiayaan sejak April hingga September 2024.

    “Korban ini katanya pelaku cuek, sehingga melakukan penganiayaan. Mereka telah menjalin hubungan sejak 1,5 tahun,” terangnya, Rabu (25/9/2024).

    Febri menambahkan, saat dilakukan pemeriksaan, pelaku mengaku pada polisi jika ia emosi saat menghubungi korban pada hari Sabtu (21/9/2024) lalu tak direspon. Lalu pelaku mendatangi kos korban dan meminta teman kosnya untuk memanggil korban.

    Korban yang saat itu tidur merasa kaget, lalu menemui pelaku. Keduanya kemudian cekcok hingga pelaku memukul dan menginjak korban.

    Aksi penganiayaan itu terekam oleh video tetangga depan kos yang menyaksikan langsung pelaku memukuli korban dengan membabi buta.

    “Hasil visumnya terdapat lebam disejumlah titik tubuh korban dan juga terdapat luka gigitan serta cakaran, akibat perbuatannya pelaku terancam dijerat Pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman penjara 2 tahun 8 bulan,” tandasnya. [sar/beq]

  • Aniaya Pacar Hingga Lebam, Mahasiswa UTM Dilaporkan Polisi

    Aniaya Pacar Hingga Lebam, Mahasiswa UTM Dilaporkan Polisi

    Bangkalan (beritajatim.com) – Kasus penganiayaan yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura (UTM) berinisial F (21) asal Gresik terhadap D (21) asal Nganjuk kini bergulir ke ranah hukum. Sebab, korban melaporkan kasus tersebut ke polisi.

    Anggota KKBH (Klinik Konsultasi Bantuan Hukum) UTM, Ibnu Fajar mengatakan, sebelumnya pihak pelaku sempat membujuk korban untuk menyelesaikan kasus itu secara kekeluargaan.

    Namun, keluarga korban tetap menginginkan pelaku diproses secara hukum. “Bersama korban kami melaporkan pelaku ke polisi,” terangnya, Senin (23/9/2024).

    Ia mengatakan, setelah laporan itu dibuat korban melakukan visum untuk mengetahui bekas penganiayaan “Kemarin sudah visum setelah pelaporan, ” imbuhnya.

    Ibnu menyebut, korban mengaku bahwa aksi biadab pelaku itu dilakukan sejak April. Sejak itu terjadi sebanyak empat kali. Bahkan, korban kerap masuk ke kuliah dengan kondisi lebam.

    Sebelumnya, video penganiayaan yang dilakukan oleh F tersebar di media sosial. Aksi biadab itu dilakukan oleh F di teras rumah kos yang ditempati oleh korban di sekitar kampus UTM. Dalam rekaman terlihat korban dipukul, diinjak dan digigit oleh pelaku. [sar/suf]

  • Pengakuan Suami yang Rekrut Banyak Pria untuk Perkosa Istrinya

    Pengakuan Suami yang Rekrut Banyak Pria untuk Perkosa Istrinya

    Jakarta

    Artikel ini mengandung beberapa detail yang mungkin mengganggu Anda.

    Dominique Pelicot, pria 71 tahun yang didakwa membius istrinya hingga tertidur dan merekrut belasan pria untuk melakukan kekerasan seksual terhadap sang istri selama lebih dari 10 tahun, mengakui semua tuduhan terhadapnya.

    Pengakuan ini dibuka dalam kesaksian pertamanya sejak persidangan dibuka pada 2 September lalu.

    Merujuk pada 50 terdakwa lain yang dituduh melakukan perkosaan kepada perempuan yang sekarang menjadi mantan istrinya, Gisle, Pelicot berkata: “Saya adalah seorang pemerkosa, sama seperti pria-pria lain yang ada di ruangan ini.”

    “Mereka semua tahu, mereka tidak bisa mengatakan sebaliknya,” dia berucap.

    Tentang mantan istrinya, dia berkata, “Dia tidak pantas menerima semua ini.”

    “Saya sangat bahagia bersamanya,” kata dia di hadapan pengadilan.

    Meskipun kamera tidak diperbolehkan di dalam ruang sidang, pengadilan ini terbuka untuk umum atas permintaan Gisle Pelicot, yang melepaskan haknya atas anonimitas sejak awal persidangan.

    Tim hukum Gisle mengatakan, persidangan terbuka akan membalikkan “rasa malu” kepada para terdakwa.

    Pelicot, yang merupakan seorang ayah dan kakek, memulai kesaksiannya dengan menceritakan pengalaman traumatis di masa kecilnya, di mana dia dilecehkan oleh seorang perawat pria saat dia berusia sembilan tahun.

    Saat ditanya tentang kehidupan pernikahannya dengan Gisle, Pelicot berkata dia sempat mempertimbangkan melakukan bunuh diri saat dia mendapati istrinya berselingkuh.

    Dia berkata ingin menabrakkan mobilnya ke deretan pohon, tapi kemudian kehilangan keberanian. “Mungkin seharusnya saya melakukan itu,” dia menambahkan.

    Selama menyampaikan kesaksiannya pada Selasa pagi, Pelicot berulang kali meyakinkan pengadilan bahwa dia tidak pernah “membenci” istrinya dan bahwa dia sesungguhnya “sangat tergila-gila [padanya] saya sangat-sangat mencintainya dan saya masih mencintainya.”

    “Saya mencintainya dengan baik selama 40 tahun dan dengan buruk selama 10 tahun,” dia menambahkan, merujuk pada dekade saat dia membius dan melecehkan istrinya.

    Pelicot juga ditanya tentang ribuan video yang diambilnya, berisi para pria melecehkan istrinya yang sedang tak sadarkan diri. Video-video ini ditemukan oleh para penyidik dan sangat krusial dalam mengidentifikasi 50 pria yang sekarang didakwa sebagai pemerkosaan.

    Pelicot mengakui bahwa dia merekam pria-pria tersebut sebagiannya untuk alasan “kesenangan,” tetapi juga “sebagai jaminan, karena hari ini, berkat [video-video itu] kita dapat menemukan orang-orang yang terlibat.”

    Gisle Pelicot dan pengacaranya tiba di pengadilan pidana di Avignon pada Selasa (17/09). (EPA)

    Stephane Babonneau, salah satu pengacara Gisle, kemudian bertanya kepada Pelicot mengapa dia tidak bisa menemukan kemauan untuk berhenti melecehkannya, bahkan ketika istrinya mulai menunjukkan masalah kesehatan yang sebenarnya merupakan efek samping dari obat-obatan yang dia berikan.

    “Saya mencoba berhenti, tetapi kecanduan saya lebih kuat, kebutuhannya semakin besar,” dia menjawab.

    “Saya mencoba meyakinkannya, tetapi saya mengkhianati kepercayaannya. Saya seharusnya berhenti lebih cepat, sebenarnya saya seharusnya tidak pernah memulainya.”

    Pelicot juga dituduh membius dan melecehkan putrinya, Caroline, setelah ditemukan foto-foto setengah telanjang sang putri di laptop milik Pelicot.

    Sebelumnya, Pelicot telah membantah hal ini dan pada hari Selasa dia juga menyatakan bahwa dia tidak pernah melecehkan cucu-cucunya.

    “Saya bisa menatap keluarga saya dan mengatakan bahwa tidak ada hal lain yang terjadi,” katanya.

    Beatrice Zavarro, pengacara Pelicot, mengatakan kepada TV Prancis bahwa dia tidak tahu apa yang akan dipikirkan orang tentang kliennya, tetapi dia menekankan bahwa kliennya telah “membagikan kebenarannya.”

    Dia menambahkan bahwa Pelicot “sangat terpuruk” dan meskipun dia tidak tahu apa yang akan dipikirkan istrinya tentang permintaan maafnya, “pengakuan ini sedang berlangsung dan dia akan melanjutkannya.”

    Zavarro berkata, “Kami akan menyelesaikan persidangan ini dan kami akan mengetahui segalanya tentang Dominique Pelicot.”

    Pelicot, yang didiagnosis dengan infeksi ginjal dan batu ginjal, absen dari pengadilan selama hampir seminggu karena sakit. Dia dijadwalkan memberikan kesaksiannya sepanjang hari, meskipun dia akan diizinkan istirahat secara berkala.

    Kesaksian Gisle

    Gisle Pelicot, yang berusia 72 tahun, memberikan kesaksian pada hari ketiga persidangan di Avignon, Prancis tenggara. (AFP)

    Sebelumnya, Gisle Pelicot, menuturkan kengeriannya saat mengetahui bagaimana ia telah dianiaya.

    Gisle, yang berusia 72 tahun, memberikan kesaksian pada hari ketiga persidangan di Avignon, Prancis tenggara. Sidang itu mengadili 51 pria termasuk suaminya yang telah menikah bersamanya selama 50 tahun, Dominique.

    Semua pria dituduh melakukan pemerkosaan.

    Dokumen-dokumen di pengadilan menunjukkan bahwa Dominique Pelicot, 71 tahun, mengaku kepada polisi bahwa ia memperoleh kepuasan dari menonton pria lain berhubungan seks dengan istrinya yang pingsan.

    Banyak terdakwa dalam kasus tersebut menentang tuduhan pemerkosaan terhadap mereka, dengan mengklaim bahwa mereka mengira ikut serta dalam permainan seks atas dasar suka sama suka.

    Namun Gisle Pelicot mengatakan kepada pengadilan bahwa dia “tidak pernah terlibat” dalam tindakan seksual tersebut dan tidak pernah berpura-pura tidur.

    Kasus ini menggemparkan Prancis, terlebih lagi karena persidangannya diadakan secara terbuka.

    Gisle melepaskan hak anonimitasnya untuk memberikan “rasa malu” kepada para terdakwa, kata tim kuasa hukumnya.

    Saat bersaksi pada Kamis (05/09), Gisle mengatakan bahwa dia berbicara mewakili “setiap perempuan yang telah dibius tanpa menyadarinya… sehingga tidak ada perempuan yang harus menderita.”

    Bagaimana kasus ini terungkap?

    Gisle mengenang momen pada November 2020 ketika dia diminta oleh polisi untuk menghadiri sesi wawancara bersama suaminya.

    Suaminya ketika itu tertangkap basah penjaga keamanan merekam bagian bawah rok tiga perempuan di sebuah pusat perbelanjaan.

    Aksi Dominique memotret rok perempuan di supermarket membuat polisi bisa menyelidikinya dan menemukan ratusan foto dan video istrinya di komputernya. Dalam video tersebut, sang istri tampak tak sadarkan diri.

    Polisi mengatakan mereka memiliki bukti sekitar 200 pemerkosaan terhadap istrinya yang dilakukan antara 2011 dan 2020. Aksi pemerkosaan awalnya dilakukan di rumah mereka di luar Paris, tetapi sebagian besar di Mazan, tempat mereka pindah pada 2013.

    Gisle mengatakan kepada pengadilan bahwa kala itu dia yakin pertemuan dengan polisi hanyalah formalitas terkait aksi suaminya memotret di bawah rok perempuan.

    “Petugas polisi itu bertanya kepada saya tentang kehidupan seks saya,” katanya kepada pengadilan. “Saya mengatakan kepadanya bahwa saya tidak pernah melakukan tukar pasangan atau seks bertiga. Saya bilang saya perempuan yang hanya berhubungan dengan satu orang. Saya tidak tahan digerayangi pria mana pun selain suami saya.”

    “Tetapi setelah satu jam petugas itu berkata, ‘Saya akan menunjukkan beberapa hal yang tidak akan Anda sukai’. Dia membuka sebuah map dan menunjukkan sebuah foto kepada saya.”

    “Saya tidak mengenali pria atau perempuan yang sedang tidur di tempat tidur. Petugas itu bertanya: ‘Nyonya, apakah ini tempat tidur dan meja samping tempat tidur Anda?’”

    “Sulit untuk mengenali diri saya sendiri yang berpakaian dengan cara yang tidak biasa. Kemudian dia menunjukkan kepada saya foto kedua dan ketiga.”

    “Saya memintanya untuk berhenti. Itu tak tertahankan. Saya tidak berdaya, di tempat tidur, dan seorang pria memperkosa saya. Dunia saya hancur berantakan.”

    Gisle mengatakan kepada pengadilan bahwa aksi suaminya terungkap setelah sang suami tertangkap basah mengambil foto di bawah rok perempuan di sebuah supermarket. (AFP)

    Gisle mengatakan bahwa hingga saat itu pernikahan mereka pada umumnya bahagia, dan ia dan suaminya telah mengatasi sejumlah kesulitan keuangan dan kesehatan. Ia mengatakan bahwa ia telah memaafkan tindakan suaminya yang memotret bawah rok perempuan setelah suaminya berjanji bahwa itu hanya insiden yang terjadi sekali saja.

    “Semua yang telah kami bangun bersama telah sirna. Tiga anak kami, tujuh cucu. Kami dulunya adalah pasangan yang ideal.”

    “Saya hanya ingin menghilang. Namun, saya harus memberi tahu anak-anak saya bahwa ayah mereka ditahan. Saya meminta menantu laki-laki saya untuk tetap berada di samping putri saya ketika saya memberi tahu dia bahwa ayahnya telah memperkosa saya, dan menyuruh orang lain memperkosa saya.”

    “Putri saya menjerit, yang suaranya masih terukir di benak saya.”

    Bagaimana sang suami merekrut pria lain untuk memperkosa istrinya sendiri?

    Dalam beberapa hari mendatang, pengadilan akan mendengarkan lebih banyak bukti dari penyelidikan, tentang bagaimana Dominique diduga menghubungi pria melalui situs web obrolan seks dan mengundang mereka ke rumahnya di pinggiran kota Mazan, sebuah kota di timur laut Avignon.

    Polisi mengeklaim bahwa para pria tersebut diberi instruksi ketat. Mereka harus memarkir mobil agak jauh dari rumah agar tidak menarik perhatian, dan menunggu hingga satu jam agar obat tidur yang diberikannya kepada Gisle dapat bekerja.

    Polisi selanjutnya mengeklaim bahwa, begitu berada di rumah, para pria tersebut disuruh membuka pakaian di dapur, lalu menghangatkan tangan mereka dengan air panas atau di radiator. Mereka tidak boleh merokok dan memakai parfum karena bisa membangunkan Gisle. Mereka juga tidak perlu memakai kondom.

    Tidak ada uang yang berpindah tangan dari para pria itu ke Dominique.

    Menurut penyelidikan, Dominique menyaksikan dan memfilmkan proses pemerkosaan terhadap istrinya. Dia juga membuat berkas hard-drive berisi sekitar 4.000 foto dan video pemerkosaan.

    Baca juga:

    Penyidik menduga bahwa lebih dari setengah dari seluruh rangkaian aksi pemerkosaan dilakukan oleh suaminya. Sisanya dilakukan sejumlah pria yang tinggal hanya beberapa kilometer dari rumah pasutri tersebut.

    Ketika ditanya oleh hakim pada Kamis (05/09) apakah dia mengenal salah satu terdakwa, Gisle mengatakan dia hanya mengenali satu orang.

    “Dia tetangga kami. Dia datang untuk memeriksa sepeda kami. Saya biasa melihatnya di toko roti. Dia selalu sopan. Saya tidak tahu dia akan datang untuk memperkosa saya.”

    Gisle kemudian diingatkan oleh hakim bahwa untuk menghormati praduga tak bersalah. Sebab telah disepakati di pengadilan untuk tidak menggunakan kata pemerkosaan tetapi “adegan seks”.

    Dia menjawab: “Saya hanya berpikir mereka harus mengakui faktanya. Ketika saya memikirkan apa yang telah mereka lakukan, saya diliputi rasa jijik. Mereka setidaknya harus memiliki tanggung jawab untuk mengakui apa yang mereka lakukan.”

    Apa dampak terhadap sang istri?

    Setelah aksi pemerkosaan terungkap, Gisle mendapati dirinya mengidap empat penyakit menular seksual.

    “Saya tidak pernah mendapat simpati dari salah satu terdakwa. Seorang yang positif HIV datang enam kali. Tidak sekali pun suami saya menyatakan kekhawatiran tentang kesehatan saya,” katanya.

    Saat ini, ia sedang dalam proses perceraian.

    Setelah berbicara selama dua jam di hadapan Dominique dan terdakwa lainnya, ia berkata: “Di dalam diri saya, ada kehancuran. Mungkin dari luar tampak kokoh… tetapi di baliknya…”

    Kasus pemerkosaan yang melibatkan puluhan orang ini mengejutkan Prancis (Getty Images)

    Kepolisian Prancis mengidentifikasi sedikitnya 92 kasus pemerkosaan terhadap Gisle yang dilakukan oleh 72 pria. Sebanyak 50 orang telah diidentifikasi serta diadili bersama sang suami.

    Kasus ini menggemparkan Prancis karena skala kejahatan berat tersebut yang begitu besar.

    Diperkosa berkali-kali selama satu dekade

    Terdakwa, Dominique P yang berusia 71 tahun, dituduh merekrut sejumlah pria secara daring untuk datang ke rumahnya dan melakukan kekerasan seksual terhadap korban, istrinya selama lebih dari satu dekade.

    Perempuan itu dibius hingga tak sadarkan diri sampai tidak menyadari bahwa pemerkosaan telah berulang kali terjadi, klaim pengacaranya.

    Korban, yang kini berusia 72 tahun, baru mengetahui penganiayaan tersebut pada tahun 2020 setelah diberitahu polisi.

    Persidangan ini akan menjadi “cobaan yang mengerikan” baginya, kata pengacara korban, Antoine Camus.

    Sebab, ini akan menjadi kali pertama baginya melihat bukti video atas pemerkosaan yang dilakukan terhadapnya.

    “Untuk pertama kalinya, dia harus menyaksikan pemerkosaan yang dialaminya selama lebih dari 10 tahun,” katanya kepada kantor berita AFP.

    Persidangan ini akan menjadi “cobaan yang mengerikan” baginya, kata pengacara korban, Antoine Camus. (Reuters)

    Dia mengaku kepada penyidik bahwa dia memberi istrinya obat penenang yang kuat termasuk obat untuk mengurangi kecemasan yang kemudian membuat istrinya tak sadarkan diri.

    Dia dituding turut serta dalam pemerkosaan, merekamnya, dan mendorong orang lain menggunakan bahasa yang merendahkan martabat, menurut jaksa.

    Namun demikian, jaksa menemukan aksi ini tidak melibatkan uang. Tidak ada uang yang berpindah tangan.

    Para terdakwa pemerkosa berusia antara 26 dan 74 tahun berasal dari semua lapisan masyarakat dan meskipun sebagian besar berpartisipasi satu kali, beberapa lainnya berpartisipasi hingga enam kali, menurut jaksa.

    Pembelaan mereka adalah bahwa mereka membantu pasangan tersebut mewujudkan fantasi mereka, tetapi Dominique P mengatakan kepada para penyelidik bahwa semua orang tahu bahwa istrinya telah diberi obat bius tanpa sepengetahuannya.

    Pengacara terdakwa, Beatrice Zavarro. (Reuters)

    Seorang pakar mengatakan kondisinya “lebih mendekati koma daripada tertidur”.

    Dominique P, yang mengatakan dia diperkosa saat berusia sembilan tahun, siap menghadapi “keluarganya dan istrinya”, kata pengacaranya Beatrice Zavarro kepada kantor berita AFP.

    Dia pernah didakwa atas tuduhan pembunuhan dan pemerkosaan pada 1991yang dibantahnya serta tuduhan percobaan pemerkosaan pada 1999, yang diakuinya setelah pengujian DNA.

    Sidang yang diadakan di Parc des Expositions di Avignon, Prancis selatan, akan berlangsung hingga 20 Desember mendatang.

    Dalam sidang perdana yang digelar pada Senin (02/09), korban muncul di pengadilan didampingi oleh ketiga anaknya, menurut kantor berita AFP.

    Pengacara perempuan tersebut, Antoine Camus, mengatakan bahwa dia bisa saja memilih persidangan secara tertutup, tetapi “itulah yang diinginkan para penyerangnya”.

    Namun Camus menambahkan bahwa korban menghendaki sidang ini digelar secara terbuka demi meningkatkan kesadaran publik akan kekerasan seksual dan pembiusan hingga tak sadarkan diri.

    (ita/ita)

  • Finalis Cak Ning Surabaya Dilaporkan Polisi Diduga Pukul Mahasiswa UWKS 

    Finalis Cak Ning Surabaya Dilaporkan Polisi Diduga Pukul Mahasiswa UWKS 

    Surabaya (beritajatim.com) – Finalis Cak Ning Surabaya berinisial HF (22) dilaporkan ke Polrestabes Surabaya karena diduga memukuli rekannya yang juga mahasiswa Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (UWKS) bernama Imam (21). Pelaporan itu tercatat dalam registrasi nomor LP/B/860/IXI/2024/SPKT/Polrestabes Surabaya/Polda Jawa Timur.

    Imam menceritakan bahwa kejadian penganiayaan itu terjadi pada Selasa (10/09/2024). Saat itu ia sedang berbincang dengan kekasihnya di warung dekat kampus. Tema obrolannya adalah tentang fakultas lain. Setelah obrolan selesai, ia tiba-tiba diajak bertemu oleh HF. Ia pun menduga ada orang di sekitarnya yang membocorkan isi pembicaraannya dengan kekasih.

    “Kemungkinan ada yang tersinggung dari obrolan dengan pacar. Saya sudah bersalaman dan berpelukan dengan beberapa teman (yang berbeda pendapat) dan sudah clear,” ungkap Imam, Sabtu (14/09/2024).

    Setelah menemui beberapa teman yang salah paham, HF datang dan mengajak Imam ke rooftop lantai 4 gedung FEB. Disana, Imam dipukul oleh HF hingga mengalami luka dibagian wajah. Saat itu beberapa teman langsung datang dan melerai keduanya.

    “Saat ada pemukulan, ada 2 teman yang melihat,” imbuh Imam.

    Setelah itu, mahasiswa asal Palembang itu berkoordinasi dengan kampus untuk mendapatkan keadilan. Ia pun kemudian melapor ke Polrestabes Surabaya setelah mendapatkan ‘restu’ dari kampus.

    “Saya sudah melapor ke Polrestabes Surabaya. Pihak kampus mendukung karena tindakan pemukulan sudah dianggap kriminal,” tutur Imam.

    Saat dikonfirmasi wartawan, HF mengakui perbuatannya. Ia mengaku setelah melakukan pemukulan ia sudah meminta maaf kepada Imam dan masalah dianggap selesai. Ia mengatakan bahwa permasalahan muncul lantaran Imam dianggap menyebar berita hoaks tentang 2 organisasi kampus kepada mahasiswa baru.

    “Setelah kejadian saya minta maaf dan sudah minta maaf ke dia. Ada videonya saat saya minta maaf kepada Imam dan masalahnya clear,” ungkap HF.

    Penyebaran informasi hoax yang dilakukan Imam membuat teman-teman HF tidak terima. Teman-teman HF meminta klarifikasi dari Imam. Namun, kubu HF menganggap Imam ingkar dan tetap menyebar informasi yang dianggap hoaks.

    Dikonfirmasi terpisah, Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya AKBP Aris Purwanto bakal mengecek terkait laporan kejadian pemukulan tersebut.

    “Kami cek dulu laporannya,” jawab Aris. (ang/ian)

  • Tidak Terima Difitnah, Warga Balas Klumprik Aniaya dan Ancam Temannya dengan Celurit

    Tidak Terima Difitnah, Warga Balas Klumprik Aniaya dan Ancam Temannya dengan Celurit

    Surabaya (beritajatim.com) – Tidak terima difitnah sebagai pecandu narkoba, TP (30) warga Balas Klumprik tega menganiaya temannya sendiri, Selasa (27/08/2024) kemarin. Selain menganiaya, TP juga sempat mengancam korban Dimas dengan celurit.

    Kapolsek Lakarsantri, Kompol M Akhyar menceritakan, saat itu TP sudah dendam kesumat dengan Dimas. Dendam itu dilandasi oleh kabar burung yang mengatakan bahwa Dimas menyebarkan fitnah dan menuduh TP sebagai pecandu narkoba.

    Pucuk dicinta ulam pun tiba, keduanya berpapasan di pertigaan Lakarsantri-Driyorejo. Saat itu, Dimas sedang mencoba sepeda motor yang baru saja ia servis. TP yang kebetulan berada di depan bengkel las pertigaan tersebut langsung menghampiri Dimas. Dimas diseret hingga duduk di bangku depan bengkel las.

    “TP sempat cekcok dengan Dimas. Tidak berlangsung lama. Dimas langsung memanggil temannya berinisial A,” kata Akhyar, Jumat (13/09/2024).

    Sambil menunggu A datang, TP memukul bibir Dimas. Setelah A datang, mereka melakukan penganiayaan bersama-sama. Sampai akhirnya, TP mengambil celurit dan mengancam Dimas. Karena takut, Dimas langsung kabur dan melapor ke Polsek Lakarsantri.

    “Setelah menerima laporan. Anggota kami langsung melakukan penelusuran ke lokasi. Anggota sempat tidak menemui TP,” imbuh Akhyar.

    Setelah dicari beberapa saat, TP akhirnya diamankan oleh petugas kepolisian setelah pulang dari pelariannya. Saat ini petugas kepolisian masih mencari teman TP berinisial A.

    “Saat ini kami masih memburu 1 pelaku lainnya. Semoga tertangkap,” pungkas Akhyar. (ang/ian)

  • 10 Oknum PSHT Tersangka Penganiayaan Siswa di Malang Hingga Tewas

    10 Oknum PSHT Tersangka Penganiayaan Siswa di Malang Hingga Tewas

    Malang (beritajatim.com) – Kasus penganiayaan hingga menewaskan seorang pelajar SMK berinisial SA (17), warga Desa Kepuharjo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang, dilakukan oleh 10 oknum dari perguruan silat setia hati terate (PSHT).

    Kesepuluh tersangka itu kini dilakukan penahanan di rumah tahanan Polres Malang. Empat dari pelaku berusia dewasa. Sementara 6 orang masih berusia dibawah umur.

    Wakapolres Malang Kompol Imam Mustolih menjelaskan, dari 10 orang tersangka penganiayaan, 6 orang pelaku masih berusia dibawah umur.

    “Ada 4 pelaku yang kita hadirkan dan sudah dewasa siang ini. Sementara 6 orang tersangka masih dibawah umur. Tetap kita lakukan proses pemeriksaan sampai tuntas,” tegas Imam, Jumat (13/9/2024) siang saat konferensi pers di Polres Malang.

    Sementara itu, Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Malang AKP Muhammad Nur menjelaskan, terdapat dua kejadian perkara kasus penganiayaan dan pengeroyokan yang dilakukan para pelaku dari perguruan silat.

    Korban meninggal dunia karena terjadi pendarahan dibagian otak akibat hantaman dan pukulan dari 10 orang pelaku di dua tempat berbeda.

    “Ada dua TKP terjadinya pengeroyokan. Pertama di Jalan Raya Sumbernyolo, Desa Ngenep, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang pada tanggal 4 September 2024 sekitar pukul sepuluh malam,” ucap Kasatreskrim Polres Malang Muhammad Nur.

    Dari TKP pertama itu, pelaku oknum PSHT bernama Ragil (19), warga Desa Ngenep, Karangploso. Ahmad Erfendi alias Somad (20), warga Dusun Mojosari, Desa Ngenep, Karangploso. Kemudian MAS (17), RAF (17) dan VM (16). Ketiganya warga Mojosari, Karangploso.

    Rilis Ungkap Kasus Penganiyaan oleh Polres Malang

    Sementara TKP penganiayaan kedua, terjadi pada tanggal 6 September 2024 di Petren Ngijo, Dusun Kedawung, Desa Ngenep, Karangploso pada pukul 20.30 wib. Di TKP kedua ini pelaku yang terlibat atas nama Imam Cahyo Saputro (25), warga Dusun Sumbersari Junggo, Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu.

    Andika Yudhistira (19), warga Mojosari, Desa Ngenep, Karangploso. PIA (15), pelajar warga Ngenep, Karangploso. RH (15), pelajar warga Desa Ngenep, Karangploso. VM (16), warga Ngenep, Karangploso. RAF (17), warga Ngenep, Karangploso. Dan RFP (17), warga Kedungbanteng, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang.

    Kata Muhammad Nur, dari hasil penyidikan, ada pukulan batu kearah korban hingga mengalami luka serius. “Ada batu yang dipukulkan ke korban. Lalu ada yang menendang. Menyikut. Memukul dengan sandal juga kerah korban. Jadi korban dibawa ke tempat mereka latihan, kemudian sabung dan dianiaya,” terang Nur.

    Ia menambahkan, awal mula kejadian ini ketika korban, mengaku-ngaku sebagai warga PSHT.
    Dimana sebenarnya korban tidak pernah menjadi warga PSHT.

    Para pelaku yang kesal mencari korban dan melakukan penganiayaan berat. Korban sempat menjalani perawatan selama 6 (enam) hari di Rumah Sakit Soepraoen, Kota Malang dan meninggal dunia pada Kamis 12 September 2024.

    “Pelaku kita jerat Pasal 80 ayat (3) Jo Pasal 76C Undang – Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang – Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan atau Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP. Ancaman pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan atau denda paling banyak Rp 3 miliar dan atau pidana penjara paling lama 12 tahun,” pungkas Muhammad Nur. (yog/ted)

  • Perempuan Korban Penganiayaan di Bojonegoro Tolak Damai

    Perempuan Korban Penganiayaan di Bojonegoro Tolak Damai

    Bojonegoro (beritajatim.com) – Seorang perempuan berinisial AG (18) menjadi korban penganiayaan. Sebagai terlapor, seorang pria berinisial AP yang juga pemilik kafe di Jalan Meliwis Putih, Kecamatan/ Kabupaten Bojonegoro.

    Atas kejadian yang dialami, korban asal Desa Jatiblimbing Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro kemudian melaporkan itu ke Mapolres Bojonegoro.

    Saat ini korban atau pelapor sedang dimintai keterangan oleh penyidik Satreskrim Polres Bojonegoro. Karena korban menolak damai dengan pelaku, kasus tersebut akan didalami secara hukum.

    “Hari ini dimintai keterangan sama penyidik. Alhamdulillah, saat ini sudah didampingi pengacara,” ujarnya, Jumat (13/9/2024).

    Sementara itu, Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Bojonegoro, AKP Bayu Adjie Sudarmono mengatakan, bahwa kasus tersebut kini masih didalami oleh pihaknya.

    “Hari Rabu malam sebenarnya korban bersama 2 orang saksi mau dimintai keterangan, tapi sudah terlalu malam, kita agendakan hari ini,” ungkapnya.

    Sebelumnya, peristiwa penganiayaan ini berlangsung di cafe Jalan Meliwis Putih, Kelurahan Ngrowo, Kecamatan Kota Bojonegoro, pada 29 Juli 2024 kemarin.

    Korban yang notabene merupakan mantan pekerja di kafe milik pelaku mengaku ditampar dan ditendang. Korban mengalami luka di bagian wajah dan perut.

    Sementara, Presidium Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Jawa Timur Nafidatul Himma mengapresiasi keberanian korban melapor ke pihak berwenang atas kejadian yang dialaminya.

    Hal itu dinilai bisa menjadi contoh baik bagi perempuan yang menjadi korban untuk berani speak up.

    “Kita mengapresiasi korban yang berani speak up, karena biasanya korban perempuan banyak yang takut, apalagi yang melakukan ini mantan bosnya,” kata Nafidatul.

    Menurut perempuan yang juga sebagai koordinator Aliansi Peduli Peremuan dan Anak (APPA) Bojonegoro ini, pihak kepolisoan seharunya juga mengapresiasi keberanian korban, dengan segera memproses laporan tersebut.

    “Kasus ini katanya kan sudah sebulan lebih dilaporkan, kenapa ko agak lama, seharusnya bisa lebih cepat,” pungkasnya. [lus/but]

  • Lukai Tetangga dengan Sajam, Pria di Bangkalan Terancam Dibui 9 Tahun

    Lukai Tetangga dengan Sajam, Pria di Bangkalan Terancam Dibui 9 Tahun

    Bangkalan (beritajatim.com) – Satreskrim Polres Bangkalan menetapkan seorang pria inisial A (35) sebagai tersangka penganiayaan dengan senjata tajam terhadap tetangganya berinisial M (54) di Desa Nyormanis, Kecamatan Blega, Bangkalan, pada Jumat (6/9/2024) malam.

    Kasatreskrim Polres Bangkalan, AKP Heru Cahyo melalui Kanit Pidum Polres Bangkalan, Iptu Mas Herly mengatakan, kejadian bermula saat korban cekcok dengan pelaku pada siang hari. Keduanya lantas bertemu di hajatan tetangganya, di tempat itu pelaku lalu menegur korban.

    “Saat ditegur pelaku, korban lalu mengeluarkan celurit dan membuat pelaku marah hingga mengeluarkan celurit dan membacok korban,” terangnya, Selasa (10/9/2024).

    Tak hanya itu, Herly menduga pelaku tak beraksi seorang diri. Diduga terdapat pelaku lain yang turut membantu pelaku melukai korban. “Diduga ada pelaku lain dan segera kita tetapkan sebagai DPO,” tambahnya.

    Sementara itu, pelaku inisial A terancam dijerat dengan pasal 170 ayat 2 KUHP tentang pengeroyokan dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara.

    Seperti yang diberitakan sebelumnya antara korban dan pelaku sedang melakukan kerja bakti di sekitar rumahnya. Pelaku diduga tersinggung dengan ucapan korban dan sempat terjadi cekcok namun mereda karena dilerai oleh warga. Setelah menjelang malam, pelaku dan korban bertemu kembali di salah satu hajatan warga setempat. Saat itulah, pelaku mengajak korban keluar dari kerumunan warga.

    Pelaku lalu membacok korban hingga mengalami luka di bagian betis dan paha kanan serta di perutnya. Aksi itu itu sontak membuat warga berhamburan dan melerai keduanya. Melihat korban penuh luka, warga lalu berusaha menolong dan melaporkan kejadian itu ke polisi.[sar/kun]

  • Pengasuh Panti Asuhan Magetan Jadi Tersangka Aniaya Anak

    Pengasuh Panti Asuhan Magetan Jadi Tersangka Aniaya Anak

    Magetan (beritajatim.com) – Pengasuh salah satu panti asuhan di bawah naungan ormas Islam Muhammadiyah di Magetan jadi tersangka penganiayaan terhadap anak. Status tersangka tersebut ditetapkan Unit IV Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Magetan pada Jumat pekan lalu (6/9/2024).

    “Kami telah menetapkan tersangka untuk kasus penganiayaan anak ini,” ungkap Kanit IV Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Magetan, Aipda Totok Sudiartanto, Selasa (10/9/2024)

    Tersangka yang dimaksud adalah MF, pria berusia 37 tahun yang bekerja sebagai pengasuh di panti asuhan tempat kejadian. MF diduga melakukan kekerasan terhadap seorang remaja putri berusia 14 tahun, yang mengakibatkan trauma psikis pada korban.

    Totok menjelaskan, MF awalnya diperiksa sebagai salah satu dari tujuh saksi. Namun berdasarkan hasil penyidikan, statusnya ditingkatkan menjadi tersangka.

    “MF sebelumnya adalah saksi, tetapi setelah penyidikan, statusnya berubah menjadi tersangka,” jelas Totok.

    Laporan tentang kekerasan ini disampaikan pada Rabu (4/9/2024) oleh kakak korban. Penganiayaan yang dilaporkan sudah berlangsung sejak Desember 2023.

    Berdasarkan hasil pemeriksaan, MF diketahui menggunakan selang untuk menganiaya dan memotong rambut korban. Kondisi korban menunjukkan adanya trauma psikis, dengan perasaan takut dan cemas yang mendalam.

    Korban sempat beberapa kali berobat ke rumah sakit dan dari situlah petugas kesehatan mengetahui jika korban mengalami trauma psikis.

    Pihak kepolisian menegaskan akan bertindak tegas terhadap pelaku kekerasan anak.

    “Kami berharap kejadian seperti ini tidak terulang lagi. Pihak kepolisian akan selalu bertindak tegas jika ada kasus kekerasan terhadap anak,” tambah Totok. Tersangka MF dijerat dengan Pasal 80 juncto Pasal 76C Undang-Undang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman maksimal tiga tahun enam bulan penjara. [fiq/beq]