Sederet Fakta Pendukung Paslon Pilkada Sampang Tewas Dikeroyok, 3 Orang Ditangkap
Editor
KOMPAS.com
– Aksi
pembacokan
menewaskan seorang pria, Jimmy Sugito Putra, di Ketapang, Kabupaten
Sampang
, Jawa Timur, Minggu (17/11/2024).
Korban dikeroyok oleh sejumlah orang menggunakan celurit hingga meregang nyawa.
Jimmy diketahui pendukung pasangan calon Pilkada Kabuaten Sampang, Slamet Junaidi-Ahmad Mahfudz (Jimad).
Ketua tim pemenangan paslon Jimad, Surya Noviantoro, menjelaskan, Jimmy merupakan saksi paslon tersebut untuk pemungutan suara pada 27 November di desanya.
Kejadian ini bermula saat beberapa orang membawa celurit datang usai bertemu dengan paslon di rumah salah satu tokoh pendukung Jimad.
“Sebelum pertemuan paslon dengan tokoh Desa Ketapang Laok, paslon sudah diadang oleh beberapa orang di jalan namun berhasil pulang dengan selamat,” kata Surya saat dihubungi melalui telepon seluler, Senin (18/11/2024).
Sepulangnya paslon Jimad dari pertemuan, beberapa warga mendatangi pendukung Jimad dengan membawa senjata celurit dalam keadaan sudah dilepas dari sarungnya.
Korban Jimmy yang menemui warga tersebut dalam keadaan tangan kosong, langsung dikeroyok.
“Korban datang dengan tangan kosong karena tidak ada keinginan untuk melawan,” imbuh Surya.
Korban masih sempat dibawa ke RSUD Ketapang Puskesmas Ketapang. Namun saat tiba di Puskesmas, kondisinya sudah hilang kesadaran karena banyaknya darah yang keluar.
“Sempat kami tangani luka korban. Namun karena banyaknya darah yang keluar akhirnya korban tewas,” ujarnya.
Polisi berhasil menangkap tiga pelaku dan mengamankan barang bukti berupa celurit.
Sampai saat ini, tiga orang sudah diamankan dan sudah dibawa ke Polda Jatim.
“Sekarang sudah tiga yang ditangkap,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jatim Kombes Farman, dikonfirmasi Selasa (19/11/2024).
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memberikan perhatian pada insiden pembunuhan saksi pasangan calon Pilkada Sampang yang menggegerkan publik.
Kapolri menyebutkan, sudah ada 3 orang yang ditangkap dalam tragedi di desa Ketapang Laok, kecamatan Ketapang, Kabupaten Sampang, Madura tersebut. Ketiganya berinsial FS, IDI, dan DUR.
Mereka ditangkap anggota gabungan dari Ditreskrimum Polda Jatim dan Satreskrim Polres Sampang, selama bergulirnya penyelidikan hingga Selasa (19/11/2024).
Mantan Kapolda Banten itu, telah menginstruksikan kepada Polres Sampang dan Polda Jatim untuk mengusut kasus penganiayaan pembacokan ”carok’ terhadap korban beberapa hari lalu.
“Saya cek tadi terakhir ada menambahkan 3 orang yang sudah diamankan oleh Polres Sampang dan sudah dipegang oleh Polda Jatim. Akan terus melaksanakan pengembangan sampai dengan tuntas,” ujarnya di Mapolda Jatim, pada Selasa (19/11/2024).
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunmataraman.com dengan judul Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo Soroti Kasus Pembunuhan Saksi Paslon Pilkada Sampang
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kasus: penganiayaan
-
/data/photo/2024/11/06/672b4ab907b94.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kasus Penganiayaan Balita di Depok, Meita Irianty Dituntut 1,5 Tahun Penjara Megapolitan 20 November 2024
Kasus Penganiayaan Balita di Depok, Meita Irianty Dituntut 1,5 Tahun Penjara
Tim Redaksi
DEPOK, KOMPAS.com
– Kasus
Meita Irianty
, pemilik
daycare
Wensen School Depok sekaligus
influencer parenting
penganiaya dua balita berinisial MK (2) dan AM (9 bulan) sampai ke sidang tuntutan.
Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Depok, Rabu (19/11/2024), jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Meita dihukum 1 tahun 6 bulan penjara.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Meita Irianty dengan pidana penjara selama satu tahun dan enam bulan, dengan perintah terdakwa tetap ditahan dikurangi dengan masa penahanan yang telah dijalani,” kata jaksa Tiara Robena Panjaitan di ruang sidang PN Depok.
Selain itu, Meita juga dituntut pidana tambahan membayar restitusi terhadap korban MK dan AM. Terhadap korban MK, Meita dituntut membayar restitusi Rp 331.080.000,00 subsidair tiga bulan pidana kurungan.
Sedangkan kepada korban AM, terdakwa dituntut membayar sebesar Rp 321.675.000,00 subsidair tiga bulan pidana kurungan.
Jaksa menilai, Meita bersalah dan melanggar Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
“(Meita) telah menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak, dalam hal berbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri,” ujar jaksa Tiara dalam sidang.
Tuntutan yang diajukan jaksa ini berbeda dengan dakwaan yang disampaikan dalam sidang perdana, Rabu (16/10/2024).
Pada sidang dakwaan, Meita didakwa secara alternatif berdasarkan Pasal 80 Ayat 2 dan Pasal 80 Ayat 1 Undang-Undang Perlindungan Anak mengenai kekerasan fisik terhadap anak hingga menyebabkan anak tersebut menderita sakit atau luka, dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara.
Penganiayaan itu pertama kali dilakukan terhadap MK pada Senin (10/6/2024).
“Terdakwa memukul pantat kiri, mencubit lengan, dan kembali memukul pantat korban,” ungkap hakim Edrus di ruang sidang.
Selain itu, Meita juga diduga mendorong, memukul, dan menendang kaki korban.
Sementara, terhadap korban AM yang masih berusia 9 bulan saat kejadian, penganiayaan terjadi pada Selasa (11/6/2024) dan Rabu (12/6/2024).
“Terdakwa menarik tangan kiri AM dengan kasar dan mencubit pantat korban beberapa kali, lalu mendorong kepala belakang korban,” ujar Edrus.
Terpisah, Kepala Seksi Intelijen Kejari Depok, Arief Ubaidillah menjelaskan, tuntutan jaksa terhadap Meita telah melalui pertimbangan fakta-fakta di persidangan.
Meita dianggap melanggar satu pasal saja, sesuai dengan tuntutan jaksa dalam persidangan.
“Selanjutnya berdasarkan fakta yg terungkap di persidangan, Penuntut Umum berkeyakinan terhadap perbuatan terdakwa telah terbukti bersalah melanggar Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP,” jelas Arief.
Setelah tuntutan dibacakan, Meita akan diberi kesempatan untuk membacakan pledoi atau nota pembelaan dalam perkara ini. Sidang pledoi akan digelar pada Senin (25/11/2024).
“Izin, hari Senin saya ingin menyampaikan pledoi saya secara tertulis dan akan ada yang saya sampaikan juga,” kata Meita yang hadir secara daring dalam sidang.
Adapun sidang pledoi akan digelar secara luring. Namun, Meita kembali dijadwalkan hadir secara daring.
Pledoi ini akan menjadi kesempatan terakhir bagi Meita membela diri, mencari peluang pengurangan hukuman sebelum vonis dibacakan Majelis Hakim PN Depok.
Apakah vonis hukuman Meita akan sama dengan tuntutan jaksa, berkurang, atau malah bertambah?
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Pemotor Pelat Merah Arogan usai Tak Boleh Isi Pertalite, Dorong Operator SPBU Hingga Sakit Kepala
TRIBUNJATIM.COM – Pengendara motor pelat merah atau dinas instansi pemerintah arogan melakukan kekerasan ke operator SPBU.
Akibat perlakuan pengendara motor tersebut, operator pompa pengisian bahan bakar di SPBU 41.502.02 atau SPBU Sultan agung Semarang, Afrida mengalami sakit di kepala, Selasa (19/11/2024).
Pengendara sepeda motor itu nekat melakukan penganiayaan kepada Afrida operator Selasa (19/11/2024).
Awal mula dari peristiwa itu adalah Afrida yang tak mau melayani permintaan pemotor pelat merah yang ingin mengisi BBM Pertalite.
Padahal, motor pelat merah tidak boleh mengisi pertalite.
Berdasarkan rekaman CCTV pelaku menggunakan sepeda motor CBR warna putih plat nomor merah H6279XH.
Pelaku menggunakan jaket bertuliskan UBER.
Pemukulan terjadi jalur pengisian sepeda motor pertalite.
elaku turun dari sepeda motor dan mendorong operator lainnya yang mendatanginya.
Hingga akhirnya pelaku mengikuti korban dan memukul kepalanya.
Saat ditemui Tribun Jateng, wajah Afrida masih terlihat trauma.
Kekerasan itu terjadi pada pukul 08.30 WIB.
“Awalnya ada bapak-bapak mau membeli Pertalite nominal Rp 15 ribu. Tapi bapak itu pakai plat merah,” tuturnya.
Dia memberitahukan ke pelaku jika sepeda motor pelat merah tidak diperbolehkan mengisi Pertalite tetapi Pertamax.Namun pelaku tetap memaksa untuk mengisi pertalite.
“Aku bilang tak panggilin pengawasku. Terus yang datang kepala shift saya,” ujarnya.
Lanjutnya, ketika dihampiri pelaku mendorong kepala shiftnya.
Pelaku kemudian berjalan mendatanginya meminta uang Rp 15 ribu yang dibawanya.
“Belum dikasihkan pelaku malah mendorong kepalaku ke belakang hampir terjatuh,” jelasnya.
Saat terkena kekerasan, dia spontan menyebut akan melaporkan pelaku.
Hal itu membuat tambah semakin marah.
“Saya bilang tak laporin lho pak. Malah tambah marah datangi saya tetapi sudah dihalangi KA shiftnya. Teman saya langsung merangkul saya,” terangnya.
Dia merasakan kepalanya pusing saat kejadian itu.
Rencananya dirinya akan memeriksakan kepalanya ke dokter akibat dipukul pelaku.
“Setelah ini saya mau periksa ke dokter. Saat kejadian saya langsung istirahat,” imbuhnya.
Afrida mengaku baru delapan bulan bekerja menjadi operator SPBU.
Dirinya selama bekerja baru pertama mengalami kekerasan yang dilakukan konsumen.
“Baru kali ini sampai main tangan. Saya sekarang trauma,” kata dia dengan mata yang berkaca-kaca.
Ia berencana akan melaporkan kejadian itu ke polisi.
Dirinya berharap kejadian serupa tidak terjadi di rekan-rekannya yang sesama operator.
“Saya tidak ingin kejadian ini terulang ke orang lain,” tandasnya.
Sementara itu, kisah viral SPBU juga pernah terjadi karena truk yang ditolak mengisi solar di SPBU.
Berikut ini klarifikasi Pertamina soal viral di media sosial video truk ditolak isi solar di SPBU karena bukan milik bos.
Terkait viralnya video tersebut, Pertamina memberikan penjelasan.
Media sosial Instagram diramaikan dengan video sopir truk ditolak petugas Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Pertamina ketika hendak mengisi bahan bakar minyak jenis solar.
Dalam video yang diunggah akun @andr*** pada Jumat (8/11/2024), awalnya sopir truk merasa heran dengan petugas SPBU yang mengatakan solar habis, namun masih ada truk lain yang mengisi bahan bakar.
Sopir truk kemudian bertanya kepada petugas SPBU kenapa truk lain masih bisa mengisi solar.
Petugas SPBU kemudian mengatakan, solar tersebut milik atau kepunyaan bos. Jawaban petugas SPBU sontak membuat sopir truk menjadi kesal.
“Kok itu ngisi? Bos? Oh berarti harus pakai bos, kok gitu peraturannya Mas? POM Bensin Sengeti. Yen ndak pakai bos ndak diisi,” ujar sopir truk.
Namun, tidak dijelaskan siapa bos yang dimaksud petugas SPBU, apakah pemilik truk lain atau pimpinan sebuah perusahaan yang sudah memesan solar.
Berdasarkan penelusuran Kompas.com, peristiwa di video viral tersebut terjadi di SPBU 24.363.34, Sengeti, Muaro Jambi, Provinsi Jambi.
Video truk ditolak mengisi solar karena bukan milik bos sudah ditayangkan sebanyak 33.700 kali hingga Jumat (15/11/2024).
Penjelasan Pertamina soal video beli solar harus pakai bos
Area Manager Communication, Relation, and CSR Pertamina Regional Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) Tjahyo Nikho Indrawan buka suara perihal video beli solar harus pakai bos.
Ia membenarkan, lokasi SPBU yang terekam di dalam video benar terjadi di SPBU 24.363.34 Muaro Jambi.
Namun, ia membantah bahwa pembelian solar di wilayah tersebut harus menggunakan bos, seperti yang dikatakan sopir truk.
Menurut Tjahyo, peristiwa yang sebenarnya terjadi adalah salah komunikasi antara petugas SPBU yang bertugas sebagai operator dengan sopir truk.
Kata bos yang dimaksud petugas SPBU sebenarnya adalah truk operasional milik pengusaha SPBU itu sendiri
Sebelum sopir truk bertanya kenapa ia ditolak mengisi solar, petugas SPBU sudah memasang pengumuman bahwa solar habis.
Pengumuman tersebut disampaikan karena stok solar di tangki SPBU sudah hampir habis sekitar +1.400 liter.
“Namun masih ada yang antri dan mau beli. Yang sedang diisi itu truk operasional milik pengusaha SPBU. Jadi hanya salah komunikasi saja antara pelanggan dan operator,” ujar Tjahyo kepada Kompas.com, Kamis (14/11/2024).
“Nggak ada (kongkalikong antara petugas SPBU dengan pihak lain yang memesan solar). Gak ada itu,” tandasnya.
Pertamina minta maaf
Terkait video yang beredar di media sosial, Tjahyo mewakili Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagsel menyampaikan permintaan maaf atas kesalahan yang dilakukan petugas SPBU.
Pihaknya juga sudah menginstruksikan pihak SPBU supaya memberikan arahan terkait prosedur operasional dapat dilakukan dengan baik.
Ia menegaskan, Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagsel terus memastikan distribusi Energi untuk masyarakat tetap aman dan tidak mengalami kendala.
Bagi masyarakat yang membutuhkan informasi lebih tentang berbagai layanan dan produk Pertamina dapat menghubungi Pertamina Call Center (PCC) 135.
Berita Viral dan Berita Jatim lainnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com
-

Oknum anggota DPRD diduga aniaya pendukung paslon Bupati-Wabup Kudus
G, korban dugaan penganiayaan dan pengancaman oknum anggota DPRD Kudus. Sumber foto: Sutini/elshinta.com.
Oknum anggota DPRD diduga aniaya pendukung paslon Bupati-Wabup Kudus
Dalam Negeri
Editor: Sigit Kurniawan
Selasa, 19 November 2024 – 22:23 WIBElshinta.com – Tim Hukum Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati Kudus nomer urut 02 Hartopo-Mawahib, mengutuk keras terjadinya dugaan tindak pidana penganiaayaan dan pengancaman yang dilakukan oleh oknum ketua salah satu partai politik di Kudus sekaligus anggota DPRD Kudus berinisial SP dengan korban beinisial G merupakan warga Desa Karangrowo, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.
Menurut Ketua Tim Hukum, Yusuf Istanto mengatakan, pelaku dan korban merupakan satu desa mereka sudah saling mengenal. Untuk kejadian pada hari Sabtu tanggal 16 November di Dukuh Ngelo RT 06 RW 04 Desa Karangrowo, Kecamatan Undaan Kabupaten Kudus. Korban menempelkan stiker salah satu paslon di rumah-rumah warga dari jam 16.00-18.00 WIB. Pada hari minggu tanggal 17 November 2024 jam 17.00 WIB, SP mencari G ke rumahnya, namun hanya bertemu dengan anaknya. Kemudian setelah korban pulang ke rumah diberi tahu anaknya.
“Korban mempunyai firasat jika ia dicari oleh SP gara-gara memasang stiker paslon, namun karena sudah magrib. Ia bersiap ke masjid tidak menemui S”, kata Yusuf seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Sutini, Selasa (19/11).
Dijelaskan, saat di tengah jalan menuju masjid di depan tempat tongkrong (angkruk) dekat Puskesmas Ngelo Karangrowo, korban dipanggil S dengan kata-kata tidak baik. Setelah korban mendekat ia ditanyai terkait pemasangan stiker paslon. Kemudian, SP malah mencolokkan tiga jarinya ke mata korban tiga kali sambil bilang kata-kata kasar menyatakan jika SP adalah ketua tim pemenangan paslon lain sambil menunjukan gambar paslon Sam’ani Intakoris-Bellinda Birton.
Tak sampai di situ, SP juga menyulutkan batang rokoknya yang masih hidup ke bibir korban, sambil meludahi muka korban. “SP mengancam jika korban tidak memilih paslon sesuai pilihannya akan dibunuh. Oleh salah satu warga kemudian dilerai dan diajak ke masjid,” ungkapnya.
Akibat kejadian itu korban mengalami luka pada bagian bibir, mata, dan jidat serta merasa tertekan secara psikis dan mengalami pusing. Sebagai bentuk komitmen melindungi relawan, tim hukum akan terus memberikan bantuan hukum dan perlindungan kepada korban.
“Kami juga menyesalkan terjadinya kekerasan terhadap relawan kami. Kami menuntut agar aparat penegak hukum mengusut tuntas kasus ini. Termasuk Dewan Kehormatan DPRD Kudus dapat menindaklanjuti hal ini tanpa harus menunggu pelaporan”, imbuh Yusuf.
Sementara itu, SP anggota DPRD Kudus saat dikonfirmasi membantah tuduhan tersebut. Dalam keterangannya, ia menyatakan bahwa laporan tentang penganiayaan ini merupakan pencemaran nama baiknya.
“Saya tegaskan, tidak ada kejadian seperti yang diberitakan. Semua ini dimainkan oleh pihak tertentu untuk menjatuhkan saya sebagai wakil rakyat,” katanya, Selasa (19/11).
Ia juga menambahkan bahwa orang yang melaporkan sebenarnya merupakan salah satu anggota timnya, namun sempat terlibat dengan kubu Paslon 02.
SP mengaku memiliki saksi-saksi yang dapat membuktikan bahwa tidak terjadi kekerasan fisik. Ia menegaskan bahwa saat itu tidak ada benturan fisik ataupun luka yang dialami pelapor. “Kalau memang ada luka, kenapa baru ada laporan 24 jam kemudian? Ini jelas ada rekayasa,” imbuh SP.
Sumber : Radio Elshinta
-

Ternyata Plat Merah CBR Pelaku Penganiaya SPBU Sultan Agung Semarang Tak Sesuai
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Pertamina ungkap plat nomor merah yang digunakan di kendaraan CBR pelaku pemukul operator pompa bensin di SPBU Sultan Agung tidak sesuai.
Area Manager Communication, Relations, & Corporate Social Responsibility (CSR) Regional Jawa Bagian Tengah Pertamina Patra Niaga, Brasto Galih Nugroho mengatakan setelah dilakukan penelusuran plat merah H6279XH yang terpasang di sepeda motor CBR digunakan pelaku tidak sesuai.
Plat nomor yang digunakan pelaku merupakan plat nomor sepeda motor Suzuki tahun 2008.
“Pengecekan sementara, plat yang digunakan tidak sesuai dengan kendaraannya. Ada indikasi digunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab,” jelasnya kepada tribunjateng.com, Selasa (19/11/2024).
Brasto menyebut bahwa pelaku datang ke SPBU Sultan Agung menggunakan motor. Pelaku datang ke SPBU hendak mengisi pertalite.
“Operator mengarahkan untuk mengisi BBM nonsubsidi,” ujarnya.
Menurutnya, saat mengarahkan ke BBM non subsidi, operator SPBU bukannya mendapat respon yang baik. Operator itu justru mendapat penganiayaan di bagian kepala.
“Operator mengarahkan untuk mengisi BBM nonsubsidi namun justru mendapatkan penganiayaan di kepala oleh oknum pengendara sepeda motor tersebut,” jelasnya.
Ia mengatakan imbauan operator kepada pelaku telah benar. Operator itu telah menghimbau pelaku menggunakan plat merah untuk mengisi BBM non Subsidi.
“Kami menyayangkan aksi penganiayaan tersebut,” tandasnya (rtp)
-
/data/photo/2024/11/06/672b4ab907b94.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Meita Irianty, Penganiaya Balita di Depok Akan Ajukan Pleidoi atas Tuntutan 1,5 Tahun Penjara Megapolitan 19 November 2024
Meita Irianty, Penganiaya Balita di Depok Akan Ajukan Pleidoi atas Tuntutan 1,5 Tahun Penjara
Tim Redaksi
DEPOK, KOMPAS.com
–
Meita Irianty
, pemilik
daycare
Wensen School yang didakwa menganiaya dua balita berinisial MK (2) dan AM (9 bulan), akan mengajukan pleidoi atau pembelaan, Senin (25/11/2024) mendatang.
Hal ini disampaikan Meita sesaat sebelum hakim menutup sidang tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Depok, Selasa (19/11/2024).
“Izin, hari Senin saya ingin menyampaikan pleidoi saya secara tertulis dan akan ada yang saya sampaikan juga,” ujar Meita secara daring dalam sidang tersebut.
Rencananya, sidang pleidoi akan digelar secara luring, namun Meita tetap akan hadir melalui Zoom Meetings.
Pada sidang tuntutan sebelumnya, Meita dinyatakan bersalah melanggar Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Jaksa penuntut umum (JPU) menuntut hukuman penjara selama satu tahun enam bulan untuk Meita.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Meita Irianty dengan pidana penjara selama satu tahun dan enam bulan, dengan perintah terdakwa tetap ditahan dikurangi dengan masa penahanan yang telah dijalani,” kata Jaksa Tiara Robena Panjaitan.
Selain hukuman penjara, Meita juga dituntut membayar restitusi kepada korban MK sebesar Rp 331.080.000,00 dan kepada korban AM sebesar Rp 321.675.000,00. Jika tidak dibayar, restitusi diganti dengan pidana kurungan tiga bulan untuk masing-masing korban.
Kasus ini bermula dari dugaan penganiayaan yang dilakukan Meita terhadap MK pada Senin (10/6/2024). Jaksa menyebut Meita memukul pantat kiri, mencubit lengan, serta kembali memukul pantat korban.
“Terdakwa memukul pantat kiri, mencubit lengan, dan kembali memukul pantat korban,” ujar Jaksa Edrus di ruang sidang.
Penganiayaan serupa juga dilakukan terhadap AM, balita berusia 9 bulan, pada Selasa (11/6/2024) dan Rabu (12/6/2024). Meita diduga menarik tangan kiri AM secara kasar, mencubit pantat, serta mendorong kepala belakang korban.
Kasus ini telah menyita perhatian publik, terutama terkait kekerasan terhadap anak yang seharusnya mendapat perlindungan di tempat penitipan. Sidang lanjutan akan digelar pekan depan untuk mendengarkan pleidoi dari terdakwa.
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Viral Driver Taksi Online Dikeroyok di Tol Kebon Jeruk, Penumpang Histeris
Jakarta –
Seorang pria yang merupakan driver taksi online lapor polisi usai dikeroyok sejumlah orang tak dikenal (OTK) di Jalan Tol Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Aksi penganiayaan dilakukan di depan penumpangnya hingga histeris.
Dalam video yang beredar, dinarasikan aksi pengeroyokan tersebut bermula saat korban hendak mendahului mobil pelaku. Para pelaku saat itu tidak terima lalu memepet mobil korban.
Terlihat pelaku memalangkan kendaraannya di tengah jalan dan mencegat mobil korban. Salah seorang pelaku menghampiri korban dan langsung melakukan pemukulan. Tak berselang lama, pelaku lainnya pun ikut menghampiri dan melakukan pemukulan terhadap korban.
Tampak salah seorang pelaku mencoba menarik korban keluar hingga baju korban robek. Korban berulang kali mengucapkan kata maaf, namun tak digubris.
“Saya bawa orang bang, saya bawa penumpang, maaf bang,” kata korban dalam rekaman video.
“Kamu siapa? Mau sok jago? Lu keluar anj***,” kata pelaku.
“Pak tolong pak, saya mau berangkat. Astagfirullahaladzim, pak tolong pak, pak tolong pak saya,” kata penumpang taksi online.
Polisi Selidiki
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary pihaknya sudah menerima laporan korban. Korban melaporkan terkait dugaan pengeroyokan yang dilakukan para pelaku.
Berdasarkan keterangan korban, aksi pengeroyokan dipicu ribut-ribut di jalan. Korban mengalami sejumlah luka lantaran berulang kali dipukuli para pelaku.
“Ini berawal dari ribut-ribut di jalan, akhirnya terlapor memukul dengan tangan kosong ke arah wajah korban. Berdasarkan laporan pelapor atau korban, korban mengalami pemukulan dengan tangan kosong di wajah korban. Sehingga korban mengalami luka memar di bagian wajah,” ujarnya.
Saat ini pihak kepolisian masih melakukan serangkaian pendalaman, termasuk memburu para pelaku. Ade Ary juga mengimbau masyarakat untuk tidak terpancing emosi saat terlibat kesalahpahaman.
“Saat ini dilakukan pendalaman oleh Polda Metro Jaya untuk mengungkap kasus ini, pelaku masih diburu. Hati-hati, tolong selesaikan masalah dengan baik jangan sampai menimbulkan masalah baru apalagi menimbulkan peristiwa pidana,” tuturnya.
(wnv/mea)
-
/data/photo/2024/10/30/6721ff82d0c30.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Nasib Meita Irianty, Penganiaya Balita di Depok: Dituntut 1,6 Tahun Penjara dan Restitusi Rp 652 Juta Megapolitan 19 November 2024
Nasib Meita Irianty, Penganiaya Balita di Depok: Dituntut 1,6 Tahun Penjara dan Restitusi Rp 652 Juta
Editor
DEPOK, KOMPAS.com
— Pemilik daycare Wensen School Depok,
Meita Irianty
, menghadapi tuntutan pidana berat atas kasus penganiayaan dua balita, MK (2) dan AM (9 bulan).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Meita dengan hukuman penjara selama 1 tahun 6 bulan dan kewajiban membayar restitusi kepada para korban dengan total sebesar Rp 652.755.000.
Tuntutan itu disampaikan dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Depok pada Selasa (19/11/2024).
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Meita Irianty dengan pidana penjara selama satu tahun dan enam bulan, dengan perintah terdakwa tetap ditahan dikurangi dengan masa penahanan yang telah dijalani,” ujar Jaksa Tiara Robena Panjaitan di ruang sidang.
Meita juga dituntut membayar restitusi kepada keluarga dua balita yang menjadi korban penganiayaannya.
Untuk korban MK, jaksa meminta Meita membayar Rp 331.080.000 subsidair tiga bulan kurungan.
Sementara untuk korban AM, jumlah restitusi yang dituntut adalah Rp 321.675.000 subsidair tiga bulan kurungan.
Dalam persidangan itu, Jaksa menyatakan, tindakan Meita melanggar Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Kasus ini bermula pada Juni 2024, saat Meita diduga melakukan serangkaian tindakan kekerasan terhadap kedua balita yang berada dalam asuhannya.
Berdasarkan dakwaan, Meita menganiaya MK dengan cara memukul bokong, mencubit lengan, hingga menendang kaki korban.
Sementara terhadap korban AM, Meita disebut menarik tangan dengan kasar, mencubit bokong, hingga mendorong kepala belakang balita berusia 9 bulan itu. Tindakan tersebut terjadi pada tanggal 10 hingga 12 Juni 2024.
Meita pun didakwa berdasarkan Pasal 80 ayat 2 dan Pasal 80 ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP. Ancaman hukuman maksimal atas pelanggaran ini adalah 15 tahun penjara.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya perlindungan anak, terutama di lembaga penitipan anak yang seharusnya menjadi tempat aman.
(Reporter: Dinda Aulia Ramadhanty | Editor: Fitria Chusna Farisa)
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2023/10/11/652626a5786a6.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5010586/original/014614700_1731918811-pencurian_dengan_senjata_laras_panjang.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)