Status Mahasiswi Lady Aurellia Dibekukan Usai Terlibat Penganiayaan Dokter Koas
Editor
KOMPAS.com –
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Azhar Jaya, menyatakan bahwa status
Lady Aurellia Pramesti
(LD), seorang mahasiswa koas RSUD Siti Fatimah Palembang yang terlibat dalam kasus penganiayaan terhadap
dokter koas
Muhammad Luthfi, telah dibekukan sementara.
”Ini termasuk tipe bullying di pendidikan kedokteran namun bukan sistematik tetapi kasuistis. Dari informasi direktur RSUD (Siti Fatimah), status oknum (LD) ini sebagai mahasiswa sudah dibekukan sementara oleh dekannya sampai kasusnya jelas dengan kepolisian,” tutur Azhar, Sabtu (14/12/2024), dikutip dari
Kompas.id
.
Sementara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang juga Wakil Ketua Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) Ari Fahrial Syam, mengatakan, perisitiwa yang terjadi sudah masuk dalam tindakan kriminal.
Apalagi penganiayaan dilakukan pihak ketiga.
”Jadi ini urusan dengan polisi. Apalagi jelas ada penganiayaan. Penegakan hukum perlu ditunjukkan ke masyarakat agar jangan sampai ada anggapan bahwa penganiayaan mudah dilakukan ke orang lain,” tuturnya saat dihubungi terpisah.
Sebelumnya diberitakan, kasus penganiayaan mahasiswa koas RSUD Siti Fatimah asal FK Unsri Palembang, Muhammad Luthfi, dipicu oleh masalah jadwal piket jaga di tahun baru.
Awalnya, ibu Lady, Sri Meilina alias Lina, dan sopirnya, Fadilla alias DT, menemui Lutfhi untuk membicarakan jadwal piket Lady di RSUD Siti Fatimah, Rabu (11/12/2024).
Lutfi merupakan ketua koordinator koas di RSUD Siti Fatimah. Sebagai ketua, Lutfi bertanggung jawab terhadap jadwal piket jaga koas di rumah sakit tersebut.
Pertemuan berlangsung di salah satu tempat makan di kawasan Demang Lebar Daun, Palembang.
Saat perbincangan, Luthfi dinilai tidak merespons permintaan agar jadwal Lady diganti hingga Fadilla alias DT tersulut emosi dan terjadi pemukulan.
Atas perbuatannya, Fadilla telah dijadikan tersangka dan dikenakan Pasal 351 ayat 2 tentang Penganiayaan, dengan hukuman penjara maksimal 5 tahun.
Artikel ini telah tayang di Kompas.id dengan judul: Status Mahasiswa Koas yang Terlibat Penganiayaan Dibekukan Sementara
Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kasus: penganiayaan
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5051837/original/098385800_1734311327-WhatsApp_Image_2024-12-16_at_07.54.39.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Tega, 2 Pria Asal Jombang Bunuh Balita Perempuan Pakai Racun Tikus
Liputan6.com, Surabaya -D Kasatreskrim Polres Jombang, AKP Margono Suhendra membenarkan, pihaknya telah mengamankan dua laki-laki yaitu JG (23) warga Jogoroto dan keponakannya, AZ (20) warga Mojoagung, yang telah membunuh seorang balita perempuan berusia 3,5 tahun menggunakan racun tikus.
“Tersangka utama yaitu JG, yang merupakan pacar ibu korban dan satunya AZ adalah keponakannya, yang melakukan pembunuhan berencana,” ujarnya kepada jurnalis di Surabaya, Senin (16/12/2024).
“Keduanya ditangkap di rumahnya masing-masing. Racun tikus dibeli tersangka melalui media sosial,” imbuh Margono.
Margono menceritakan kronologi pembunuhan berencana itu, awalnya pada 6 Desember 2024 malam, kedua pelaku datang ke rumah ibu korban. Saat JG tidur dengan ibu korban, pelaku AZ menaruh racun tikus ke botol yang biasa digunakan korban minum susu.
“Tanggal 6 sampai 9 itu kedua pelaku menginap di rumah ibu korban, dengan kondisi pada malam hari pelaku utama tidur sama pacarnya dan yang satunya AZ itu menuangkan ke botol susu, itu setiap malam, jadi mulai hari Jumat-Senin itu dituangkan,” ucapnya.
Upaya meracuni korban dengan racun tikus cair rupanya tak kunjung membuat balita tersebut meninggal. Akhirnya, JG memesan lagi racun tikus berbentuk serbuk. Aksi meracuni korban pun kembali dilakukan dengan cara serupa.
“Hingga puncaknya, pada Rabu 11 Desember siang, korban diajak pelaku JG ke rumah kontrakannya di Desa Palrejo, Kecamatan Sumobito, Kabupaten Jombang,” ujarnya.
Menurut Margono, di rumah tersebut, korban rewel hingga akhirnya pelaku diindikasikan melakukan penganiayaan terhadap korban.
“Setelah dianiaya, korban kemudian mengalami kejang-kejang. Pelaku kemudian menghubungi ibu korban hingga akhirnya dibawa ke rumah sakit dan meninggal dunia,” ucapnya.
Dari hasil autopsi, lanjut Margono, korban meninggal dengan indikasi mengalami kekerasan akibat benda tumpul pada kepala dan juga terindikasi mengalami keracunan.
-

Korban Ungkap Sesumbar ‘Kebal Hukum’ Anak Bos Toko Roti Dijawab Polisi
Jakarta –
Pernyataan sesumbar dari terduga pelaku penganiayaan, GSH, soal kebal hukum diungkap oleh korban berinisial D. Polisi menegaskan tak ada pihak yang kebal dari hukum di kasus dugaan penganiayaan anak bos toko roti terhadap pegawainya itu.
Penganiayaan yang diduga terjadi pada 17 Oktober 2024 tersebut viral di media sosial. Dari postingan yang beredar, terlihat kepala korban berdarah karena diduga dipukul dengan kursi.
Polisi mengungkap pemicu wanita pegawai toko roti di Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur, berinisial D dianiaya hingga dilempar kursi oleh anak bosnya. Aksi penganiayaan terjadi lantaran korban menolak mengantarkan makanan kepada terlapor.
“Terlapor minta tolong kepada korban untuk nganterin makanan terlapor ke kamar pribadi terlapor. Korban tidak mau yang dikarenakan bukan pekerjaannya,” kata Kasi Humas Polres Metro Jakarta Timur AKP Lina Yuliana kepada wartawan, Minggu (15/10/2024).
Hal tersebut memicu amarah dari terlapor hingga melakukan penganiayaan. Lina menyebut terlapor melemparkan kursi ke arah korban hingga korban mengalami luka di bagian kepalanya.
“Selanjutnya terlapor marah dan mengambil satu buah kursi yang dilemparkan ke arah korban dan mengenai kepala dan bahu korban. Mengenai kepala bagian sebelah kiri yang mengakibatkan luka sobek,” ujarnya.
Korban Ungkap Pelaku Sesumbar
“Sebelum kejadian ini saya pernah dilempar meja, tapi tidak mengenai saya dan saya dikatain babu dan orang miskin, dia merendahkan saya dan keluarga saya. Dia juga sempat ngomong ‘orang miskin kaya lu nggak bakal bisa masukin gua ke penjara gua kebal hukum’,” kata D saat dihubungi, Minggu (15/12/2024).
Puncaknya pada Kamis (17/10), aksi arogan pelaku terulang. Saat itu pelaku meminta korban mengantarkan pesanan makanannya. Namun korban menolak lantaran tengah bekerja dan juga hal tersebut bukan bagian dari tugasnya.
“Akhirnya setelah saya tolak berkali-kali dia marah dan melempar saya pakai patung batu, kursi, meja, mesin bank dilakukan berkali-kali dan semua barang yang dilempar oleh si pelaku semua kena tubuh saya,” kata dia.
“Setelah saya dilempari barang di situ bapaknya pelaku narik saya dan suruh saya pulang tapi tas dan HP saya masih tertinggal. Di dalam pas saya mau ambil tas dan HP saya di situ saya dilempari lagi pakai kursi berkali-kali akhirnya saya kabur dan terpojok tidak bisa ke mana-mana,” imbuhnya.
Baca selengkapnya di halaman berikutnya
-

Ramai Soal Kasus Penganiayaan Dokter Koas di Palembang, Begini Kata Praktisi Kesehatan – Halaman all
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Baru-baru ini viral terkait kasus penganiayaan dokter koas Universitas Sriwijaya (Unsri) di Palembang gara-gara jadwal jaga saat libur Natal dan Tahun Baru.
Terkait hal ini, Praktisi Kesehatan Masyarakat, dokter Ngabila Salama beri tanggapan.
Menurutnya, rutinitas jaga dari seorang dokter koas tidaklah terlalu berat.
“Rutinitas jaga dokter muda atau koas tidaklah berat. Masih banyak observasi dan belum menatalaksana pasien secara mandiri karena belum menjadi dokter,” ungkapnya pada Tribunnnews, Minggu (15/12/2024).
Rutinitas dokter muda (koas) memang lebih banyak berfokus pada pembelajaran dan observasi di bawah supervisi dokter yang lebih senior.
Mereka, kata dokter Ngabila belum memiliki tanggung jawab penuh dalam menatalaksana pasien secara mandiri karena statusnya masih sebagai pelajar.
Sehingga, menurutnya aktivitas yang dilakukan selama menjadi koas tidak sampai melakukan tindakan yang berlebihan.
“Jadi memang masih lebih banyak melihat, mengikuti, seperti itu. Karena belum bisa memegang atau menata laksana pasien secara utuh. Paling melakukan pengukuran tekanan darah nadi suhu pernapasan seperti itu,” lanjutnya.
Jadi, proses pendidikan koas menurut dokter Ngabila tergantung pada sikap mental dan juga kerentanan individunya.
“Apakah seseorang itu tangguh dan juga memiliki sisi adversity question atau ketahanan yang baik,” imbuhnya.
Namun, jam kerja yang panjang, tugas akademik, dan tuntutan mental untuk terus belajar tetap bisa menjadi tantangan tersendiri.
“Bagi koas, fase ini penting untuk membangun pemahaman klinis dan keterampilan praktis sebelum akhirnya menjadi dokter yang bertanggung jawab penuh,” pungkasnya.
Sebagai informasi, kasus ini bermula ketika viralnya di media sosial video pria berkaos merah yang memukuli dokter koas Universitas Sriwijaya (Unsri) bernama Luthfi.
Dalam video tampak bahwa korban yang masih mengenakan pakaian seragam koas memperoleh pukulan bertubi-tubi dari pria tersebut tanpa perlawanan.
“Kami sudah baik-baik, ” ucap korban di dalam video.
Beberapa orang yang berada di lokasi, termasuk ibu-ibu dan rekan korban terlihat berusaha melerai.
Namun, tetap tidak bisa meredam perbuatan pelaku yang tetap memukuli korban.
Diduga peristiwa penganiayaan itu terjadi dilatarbelakangi perselisihan tentang jadwal jaga koas yang diatur oleh korban.
/data/photo/2024/12/14/675d687047915.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)


/data/photo/2019/07/16/5d2d6d7a48885.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2024/01/30/65b8d8fd0dbbc.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

