Kasus: penganiayaan

  • 1
                    
                        Kronologi George Sugama Halim Aniaya Pegawai Toko Roti di Cakung Versi Korban
                        Megapolitan

    1 Kronologi George Sugama Halim Aniaya Pegawai Toko Roti di Cakung Versi Korban Megapolitan

    Kronologi George Sugama Halim Aniaya Pegawai Toko Roti di Cakung Versi Korban
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    D (19), pegawai toko roti di Cakung, Jakarta Timur, yang dianiaya anak bosnya bernama
    George Sugama Halim
    (35) mengungkapkan kronologi penganiayaan yang menimpanya pada 17 Oktober 2024 lalu.
    Hal itu diungkapkan D saat rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR RI, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (17/12/2024).
    “Awalnya saya kan sedang bekerja tanggal 17 Oktober 2024 jam 21.00 WIB. Di situ dia (George) datang ke dalam toko (roti) lalu duduk di sofa, lalu pesan makanan
    online
    ,” jelas D, dikutip dari video YouTube
    Kompas TV
    , Selasa.
    Beberapa saat kemudian, pengemudi ojek online yang mengantarkan makanan yang dipesan George tiba di toko roti.
    Namun, George malah menyuruh D untuk mengantarkan makanan yang ia pesan ke kamarnya.
    “Setelah abang ojek
    online
    datang, dia (George) suruh saya antarin ke kamar pribadinya. Saya nolak karena bukan tugas saya, tapi dia keukeuh saya yang harus antar ke kamar pribadinya. Setelah saya tolak, dia lempar saya pakai patung, bangku, mesin EDC BCA,” kata D.
    Setelah itu, D ditarik keluar toko oleh ayah dari George. Ia diminta oleh ayah pelaku untuk pulang dan melapor ke polisi.
    Namun, saat sudah di luar toko, tas dan dompet milik D masih tertinggal di dalam toko roti.
    “Saya balik lagi ambil barang saya, terus saya malah dilempar lagi (oleh pelaku) pakai bangku. Lalu saya kabur ke dalam ke tempat banyak oven, saya enggak bisa ke mana-mana,” jelas D.

    Ending
    -nya saya dilemparin pakai loyang yang mengakibatkan luka sobek (di kepala) abis itu dia ke dalam, baru saya bisa kabur,” imbuhnya.
    Untuk diketahui,
    anak bos toko roti
    di Cakung bernama George Sugama Halim (35) ditangkap polisi di Anugrah Hotel Sukabumi, Cikole, Sukabumi, Jawa Barat, Senin (16/12/2024) dini hari.
    Polisi menangkap George Sugama usai video penganiayaan terhadap pegawai toko roti berinisial D viral di media sosial. Oleh karena itu, dia bersama keluarga pergi ke luar kota dengan alasan menengkan diri.
    Kendati demikian, polisi mengetahui keberadaan anak bos toko roti itu karena diberitahu oleh orangtua tersangka.
    Akibat ulahnya, polisi menjerat George Sugama dengan Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penganiaya. Ia terancam hukuman penjara paling lama lima tahun.
    Adapun kasus George menganiaya D viral di media sosial. Dalam video itu, korban terlihat dihantam dengan kursi dan benda lain sehingga terluka di kepala. Peristiwa ini terjadi pada 17 Oktober 2024.
    Polisi menyebut anak bos toko roti ini menganiaya pegawainya karena korban menolak mengantarkan makanan ke kamar pribadi pelaku.
    “Awalnya, terlapor meminta tolong kepada korban untuk mengantar makanan ke kamar pribadi terlapor dan korban tidak mau karena itu bukan pekerjaannya,” ujar Kasie Humas Polres Metro Jakarta Timur, AKP Lina Yuliana, saat dihubungi pada Jumat (13/12/2024).
    Amarah George Sugama langsung meledak setelah penolakan itu, yang berujung pada tindakan penganiayaan.
    “Selanjutnya, terlapor marah dan mengambil satu buah kursi yang dilemparkan ke arah korban, mengenai kepala dan bahu korban,” imbuh Lina.
    Tidak terima, D melaporkan anak bos toko roti itu ke Polsek Cakung pada 18 Oktober 2024.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kelakuan Ngelunjak Lady Aurellia saat Koas Diungkap Luthfi, Si Ibu Tak Terima Putrinya Disebut Manja

    Kelakuan Ngelunjak Lady Aurellia saat Koas Diungkap Luthfi, Si Ibu Tak Terima Putrinya Disebut Manja

    TRIBUNJATIM.COM – Kasus dokter koas Universitas Sriwijaya (Unsri) Luthfi yang dianiaya oleh sopir ibunda Lady Aurellia Pramesti, Datuk bin Chairuddin Adil (36) alias Fadilla, menyita perhatian.

    Ibunda Luthfi Sri Meilani alias Lina Dedy berulang kali terlibat cekcok dengan Luthfi dan kedua teman perempuan terkait jadwal piket malam.

    Penganiayaan ini terjadi di sebuah cafe di kawasan Demang Lebar Daun, Palembang.

    Buntutnya, tabiat Lady Aurellia selama koas di Rumah Sakit Siti Fatimah, Palembang, Sumatera Selatan, terbongkar.

    Dikutip dari Tribun Sumsel, tabiat Lady Aurellia terungkap dari rekaman suara yang dibagikan akun X @PartaiSocmed pada Sabtu (14/12/2024) malam.

    “Tante nih orang Palembang lho, dan tante taunya jadwal Lady dua hari sekali jaga kan, dan kalian empat hari sekali jaga, enggak masalah tante, tapi kenapa harus kasar, ada rekamannya,” ujar suara Lina Dedy.

    “Boleh enggak tante aku ngomong,” ucap wanita diduga teman Luthfi.

    “Saya enggak ada urusan sama kamu, karena rekamannya cuma dia,” timpal Lina Dedy.

    Dalam rekaman, Lutfhi telah berulang kali menjelaskan perihal jadwal piket.

    Menurutnya, jadwal piket tersebut telah dua kali diubah berdasarkan komplain rekan koas lain.

    Rekan koas yang dimaksud mungkin merujuk kepada Lady Aurellia, anak dari Sri Meilina alias Lina Dedy.

    “Sekarang gini tante, ini udah tahu belum tante udah berapa kali diomongi, ini masalah dari awal itu udah tiga kali,” ucap Luthfi.

    “Pertama oke diubah, karena ngomongnya weekend terus, pas diubah dibilang salah lagi, oke diubah, terus sudah diubah. Kedua, kami ubah kemarin malam,” tambahnya.

    “Sudah kita pakai. Sekre itu ada tante, sekre 1 dan sekre 2, sekre 2 itu sibuk, ada kegiatan. Kita sudah pastikan, yang bersangkutan ke sekre 1, gimana ini udah oke belum?” lanjutnya.

    Dokter koas Lady Aurellia kini kelakuannya dikuliti, diduga pakai ruang VVIP selama koas (Kolase tangkapan layar)

    Luthfi pun menjelaskan jika jadwal sudah diganti-ganti terus.

    “Sudah dirombak yang kedua kalinya. Karena kita udah telat, udah ganti-ganti terus. Kita kasih ke dokter dokdiknis (dokter pendidik klinis).” beber Luthfi.

    Oleh karena itu, lanjutnya, jadwal piket tersebut tidak bisa diubah lagi karena sudah dua kali diubah dan dilaporkan ke dokdiknis.

    “Karena kita udah ganti-ganti terus. Dua kali kita ganti, setelah kita ganti, kenapa masih dikomplain, pada sudah diubah sesuai komplainan. Posisinya itu sudah dikirim,” jelasnya.

    Namun penjelasan tersebut sepertinya tidak diterima dan berulang kali ibunda Lady Aurellia mengancam dan marah-marah.

    Ibu Lady Aurellia pun menyebut Luthfi tidak amanah sebagai ketua kelompok dokter koas.

    “Kamu ketua kelompok, harusnya kalau ketua kelompok itu amanah.”

    “Semua di bawah kalian tuh sama, jangan oh ini sahabat, ini pacar. Kamu aja enggak mampu, gimana ngatur rumah tangga?” ungkap dia.

    Salah satu teman Luthfi sempat menjelaskan tentang jadwal.

    “Saya Kundia tante, kalau dilihat dari jadwal terakhir yang diubah, Lady jam malam empat kali di hari Jumat, Sabtu pagi, Senin malam, Rabu malam.”

    “Dari jarak jaga pertama ke kedua itu ada jarak seminggu enggak jaga tante.”

    “Sebelum akhirnya Lady jaga dua hari sekali dan tiga hari sekali jaraknya, sampai jadwal ketiga ini kita udah ngomong baik-baik,” paparnya.

    “Kamu ini bagaimana, dia bicara kasar dengan anak saya berarti saya ngejar dia (Luthfi),” kata Lina Dedy.

    “Kamu enggak boleh ikut-ikut,” sambungnya.

    “Tante tahu enggak Lady dari awal juga ngomong kasar,” timpal teman Luthfi.

    “Tante, teman-teman Lady tuh banyak yang bilang kalau misalnya diomongi enggak adil, ngomongnya egois, harusnya tante tuh tahu,” sambungnya.

    Ayah Lady Aurellia, Dedy Mandarsyah, ternyata sering disebut dalam operasi tangkap tangan (OTT) BBPJN Kaltim (Istimewa)

    Namun lagi-lagi, ibunda Lady Dedy terus mencecar Luthfi karena harus bertanggung jawab sebagai ketua kelompok koas.

    Dari sini pembicaraan keduanya mulai terdengar meninggi dan bahkan berulang kali muncul ancaman.

    “Ibu mana yang mendengar kayak gitu, anak saya itu anak tunggal lho, tapi enggak manja.”

    “Nah jadi jangan kamu ketawa-tawa, apa maksud kamu ketawa gitu. Saya orang Komering asli di sini, kamu mau jalur apa?”

    “Jalur polisi, kita tidak ribut lho, kamu berpendidikan,” ucap Lina Dedy semakin meninggi.

    Hingga sopir Lady Dedy ikut memanas sempat mengancam Luthfi dan kedua temannya.

    “Nah om kenapa mau main kasar itu,” kata teman Luthfi.

    “Keponakan aku yang kamu anuke tahu enggak,” teriak sopir Lady Dedy, Datuk.

    “Percuma kamu berpendidikan tinggi, tapi dengan orang tua kamu melawan. Saya ini sarjana hukum lho,” kata Lina Dedy.

    Beberapa bagian rekaman terdengar ricuh, mungkin berujung pada pemukulan oleh Fadilah alias Datuk.

    Lady Aurellia juga disorot karena diduga menggunakan ruang VVIP pasien selama koas.

    Seharusnya, Lady Aurellia menggunakan ruang khusus dokter koas.

    Isu tersebut dikuak lewat postingan yang viral di sosial media.

    Menanggapi kabar yang beredar, Manajemen RSUD Siti Fatimah, Palembang, Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) buka suara.

    Diketahui, dokter koas Lady Aurellia Pramesti terdaftar sebagai Tim Bantuan Medis Sriwijaya (TBM Sriwijaya) di RSUD Siti Fatimah, Palembang, Sumatera Selatan.

    Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Siti Fatimah, dr Syamsuddin Isaac Suryamanggala mengatakan, pihaknya akan mengkroscek kabar tersebut.

    “Terima kasih atas informasinya, kami dari RS Siti Fatimah saat ini sedang fokus membantu menyelesaikan terkait pemukulannya, karena kami mitra FK Unsri.”

    “Jadi memang semua sedang fokus terkait masalah pemukulan koas,” ujarnya saat dikonfirmasi, Sabtu (14/12/2024).

    Dokter koas Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sriwijaya (Unsri) menjadi korban penganiayaan gegara jadwal jaga. (Istimewa)

    Menurutnya, terkait informasi penggunaan ruang VVIP mesti dikroscek satu-satu.

    Karena pihaknya tidak tahu tingkah laku koas satu per satu, perilakunya seperti apa.

    Jadi kalau ada informasi tersebut terkait adanya perlakuan khusus, semua koas tidak ada perlakuan khusus. 

    “Saya tidak bisa memastikan perilaku koas-koas selama di RSUD ini, maka saya harus tanya satu persatu dulu ke seluruh tim.”

    “Hanya saja saat ini semua sedang fokus bekerja sama dengan Unsri untuk menyelesaikan terkait kasus pemukulan nya dulu,” katanya.

    Dengan adanya kejadian ini, pihak RSUD Siti Fatimah ke depannya akan meningkatkan koordinasi lagi. 

    Karena koas sudah diberikan jalur untuk memberikan masukan ke pihak rumah sakit.

    Misal ada yang kurang atau tidak pas bahkan kalau ada yang merasa dikhawatirkan bisa diadukan ke manajemen.

    “Karena menajemen sejauh ini sudah berusaha memenuhi pendidikan mereka.”

    “Sekali lagi saya mewakili manajemen rumah sakit, kalau mau tahu detail memang harus ditelurusi terlebih dulu. Apalagi perilaku-perilaku yang sifatnya belum terinfokan,” katanya.

  • Kepala BPJN Kalbar Dedy Mandarsyah Jadi Sorotan, Rumah Mewah di Palembang Terungkap
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        17 Desember 2024

    Kepala BPJN Kalbar Dedy Mandarsyah Jadi Sorotan, Rumah Mewah di Palembang Terungkap Regional 17 Desember 2024

    Kepala BPJN Kalbar Dedy Mandarsyah Jadi Sorotan, Rumah Mewah di Palembang Terungkap
    Tim Redaksi
    PALEMBANG, KOMPAS.com –
    Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Kalimantan Barat,
    Dedy Mandarsyah
    , menjadi sorotan setelah istri dan anaknya terseret dalam kasus penganiayaan dokter koas Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, Muhammad Luthfi.
    Diketahui, istri Dedy, Sri Meilina alias Lina, dan anaknya,
    Lady Aurellia Pramesti
    , telah diperiksa polisi terkait kasus tersebut. Di tengah sorotan ini, rumah mewah milik Dedy di Palembang turut menjadi perhatian publik.
    Rumah tiga lantai yang terletak di Jalan Supeno Nomor 9, Kelurahan Talang Semut, Kecamatan Bukit Kecil, Palembang, Sumatera Selatan, terlihat masih dalam tahap renovasi.
    Menurut KLN, warga setempat, Dedy berencana menempati rumah tersebut setelah renovasi selesai usai Lebaran.
    “Rencananya keluarga Dedy mau pindah ke rumah ini setelah Lebaran. Saya sudah diminta untuk berjaga malam di rumah itu,” ujar KLN, Selasa (17/12/2024).
    KLN menjelaskan, rumah tersebut sudah lama dimiliki keluarga Dedy. Bangunan awalnya berdiri sejak tahun 1953 dan merupakan rumah orang tua Dedy. Namun, rumah itu dulunya tidak semegah sekarang.
    “Dedy lahir dan besar di rumah ini. Sekitar tahun 2001 atau 2002, dia pindah ke Pekanbaru, jadi jarang ketemu lagi. Saya dengar dia sekarang di Kalimantan, tapi tidak tahu di mana persisnya,” kata KLN.
    Proses renovasi rumah disebut sudah berlangsung hampir satu tahun, tetapi belum rampung.
    Sebagai tetangga, KLN mengenal Dedy sebagai sosok yang ramah dan baik kepada warga sekitar.
    “Selama ini tidak ada masalah apa pun. Orangnya baik, sering berbaur kalau datang ke Palembang,” ujarnya.
    Sementara itu, salah seorang pekerja bangunan mengaku tidak tahu siapa pemilik rumah tersebut.
    “Saya cuma kerja di sini, Mas. Tidak pernah ketemu sama pemiliknya. Sekarang masih proses finishing,” katanya sambil menutup pagar rumah.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Video Mengadu ke DPR, Korban Anak Bos Roti Ungkap Jual Motor demi Bayar Pengacara, tapi Malah Ditipu – Halaman all

    Video Mengadu ke DPR, Korban Anak Bos Roti Ungkap Jual Motor demi Bayar Pengacara, tapi Malah Ditipu – Halaman all

    Korban penganiayaan oleh anak bos toko roti di Cakung, Jakarta Timur mengadu ke Komisi III DPR RI, Selasa (17/12).

    Tayang: Selasa, 17 Desember 2024 18:37 WIB

    TRIBUNNEWS.COM – Korban penganiayaan oleh anak bos toko roti di Cakung, Jakarta Timur, mengadu kepada Komisi III DPR RI, Selasa (17/12).

    Wanita berinisial D tersebut mengatakan saat melaporkan kasus ini kepada polisi, dirinya dikirimi pengacara dari keluarga pelaku.

    Mulanya D tak tahu bahwa pengacaranya tersebut berasal dari keluarga pelaku.(*)

    Berita selengkapnya simak video di atas.

    “);
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’2′,img:’thumb2′}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }
    else{
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    $(“#test3”).val(“Done”);
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else if (getLast > 150) {
    if ($(“#ltldmr”).length == 0){
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    }
    }
    }
    });
    });

    function loadmore(){
    if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
    var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast ;
    if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
    newlast=0;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;
    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else{
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast+1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    }

    Berita Terkini

  • Cerita Korban Penganiayaan Anak Bos Toko Roti Ditipu Pengacara hingga Jual Motor – Page 3

    Cerita Korban Penganiayaan Anak Bos Toko Roti Ditipu Pengacara hingga Jual Motor – Page 3

    Sementara itu, Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Nicolas Ary Lilipaly menjelaskan, salah satu alasan lamanya penanganan kasus penganiayaan yang dilakukan oleh anak bos toko roti George Halim Sugama (GHS).

    Menurutnya, laporan yang dilakukan korban yakni Dwi Ayu Darmawati (DAD) hanya laporan umum saja. Hal ini dikatakan usai melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI.

    “Saya sampaikan di RDP bahwa kami sesuai kan dengan SOP yang berlaku dalam proses penyelidikan dan penyidikan, karena yang dilaporkan ke kami itu kasus tindak pidana umum biasa,” kata Nicolas kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (17/12/2024).

    “Dia tidak melampiri foto-foto luka yang beredar media, tidak dilampiri itu. Dia juga tidak memberitahukan bahwa ada video, jadi seperti layaknya kasus yang lain,” sambungnya.

    Menurutnya, kasus serupa seperti itu banyak terjadi dan penanganannya pun sudah sesuai standar operasional (SOP).

    “Karena kasus yang lain seperti itu banyak terjadi kami perlakukan sesuai SOP yang ada di kepolisian mengenai kasus pidana, jadi terkesannya lambat,” ujarnya.

    Kemudian, lamanya penanganan ini juga adanya saksi yang tidak ingin menghadiri pemanggilan dari penyidik.

    “Kedua ada saksi yang kita panggil dalam tahap penyelidikan sampai saat ini tidak mau datang, itu teman dari korban tidak mau datang,” ucapnya.

  • Kasus Penganiayaan Karyawati Toko Roti, Kapolres Jelaskan Alasan Lamanya Proses Penanganan – Page 3

    Kasus Penganiayaan Karyawati Toko Roti, Kapolres Jelaskan Alasan Lamanya Proses Penanganan – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Nicolas Ary Lilipaly menjelaskan, salah satu alasan lamanya penanganan kasus penganiayaan yang dilakukan oleh George Halim Sugama (GHS), anak bos toko roti di Jakarta Timur. Menurutnya, laporan yang dilakukan korban yakni Dwi Ayu Darmawati (DAD) hanya laporan umum saja.

    Hal itu dikatakan usai melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI.

    “Saya sampaikan di RDP bahwa kami sesuai kan dengan SOP yang berlaku dalam prises penyelidikan dan penyidikan, karena yang dilaporkan ke kami itu kasus tindak pidana umum biasa,” kata Nicolas kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (17/12/2024).

    “Dia tidak melampiri foto-foto luka yang beredar media, tidak dilampiri itu. Dia juga tidak memberitahukan bahwa ada video, jadi seperti layaknya kasus yang lain,” sambungnya.

    Menurutnya, kasus serupa banyak terjadi dan penanganannya pun sudah sesuai standar operasional (SOP).

    “Karena kasus yang lain seperti itu banyak terjadi kami perlakukan sesuai SOP yang ada di kepolisian mengenai kasus pidana, jadi terkesannya lambat,” ujarnya.

    Kemudian, lamanya penanganan ini juga adanya saksi yang tidak ingin menghadiri pemanggilan dari penyidik. “Kedua ada saksi yang kita panggil dalam tahap penyelidikan sampai saat ini tidak mau datang, itu teman dari kornan tidak mau datang,” ucapnya.

    Selain itu, dalam laporan yang dilakukan oleh Dwi Ayu. Ketika itu ia datang dengan sudah tidak adanya luka atau sudah disembuhkan dengan menggunakan salep.

    “Saat pelapor datang ke kami itu kan punya luka itu sudah dibersihkan dan pakai salep. Sebelum ke Polres dia sudah diantar oleh ibu dari tersangka untuk ke Klinik mengobati itu, setelah itu dia sudah bersih ya, baru kita antar ke RS Polri, dilakukan pemeriksaan ver visum,” pungkasnya.

     

  • 6
                    
                        Kapolres Jaktim Minta Maaf Lambat Tangani Kasus Anak Bos Toko Roti
                        Nasional

    6 Kapolres Jaktim Minta Maaf Lambat Tangani Kasus Anak Bos Toko Roti Nasional

    Kapolres Jaktim Minta Maaf Lambat Tangani Kasus Anak Bos Toko Roti
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Nicolas Ary Lilipaly meminta maaf atas keterlambatan tim penyidik mengusut
    kasus penganiayaan
    anak bos toko roti di Cakung,
    George Sugama Halim
    , terhadap pegawai bernama
    Dwi Ayu Darmawati
    .
    Nicolas mengaku ada sejumlah kendala nonteknis yang membuat polisi baru menangkap George pada Senin (16/12/2024) setelah kasusnya viral meski penganiayaan terjadi pada 17 Oktober 2024.
    “Kami selaku penyidik mohon maaf atas keterlambatan proses penyidikan ini bukan karena keinginan kami, tapi ada juga hal-hal nonteknis yang kami hadapi,” kata Nicolas di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (17/12/2024).
    Nicolas menegaskan, pihak kepolisian sudah menindaklanjuti kasus penganiayaan ini sebelum viral di media sosial.
    Setelah laporan dibuat, polisi sudah mengantarkan korban untuk visum dan memeriksa saksi pada 1 November 2024.
    “Memang dalam penanganannya terkesan lama, kami mengaku itu karena standar operasional prosedur yang harus kita lalui dalam proses penyidikan itu sendiri,” kata dia.
    Ia melanjutkan, kendala lain yang dihadapi polisi adalah saksi yang tak kunjung memenuhi panggilan penyidik serta mengulur waktu pemeriksaan.
    “Yang kedua, memang ada saksi, karena ini tahapnya penyelidikan, maka kami mengundang para saksi itu untuk undangan klarifikasi, tidak ada alat penekan di situ,” kata Nicolas.
    Diketahui, kasus ini menjadi perhatian setelah viral di media sosial.
    Dalam kasus ini, Dwi dianiaya oleh anak bosnya, George Sugama Halim, pada 17 Oktober 2024.
    Dalam video yang beredar, George sempat melempar Dwi Ayu dengan barang-barang hingga melukainya.
    George telah ditangkap polisi di Anugrah Hotel Sukabumi, Cikole, Sukabumi, Jawa Barat, pada Senin (16/12/2024) dini hari.
    Polisi menjerat George dengan Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penganiayaan.
    Ia terancam hukuman penjara paling lama lima tahun.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tanggapi Kasus Penganiayaan Anak Bos Toko Roti, Hotman Paris: No Viral No Justice

    Tanggapi Kasus Penganiayaan Anak Bos Toko Roti, Hotman Paris: No Viral No Justice

    Jakarta, Beritasatu.com – Pengacara kondang, Hotman Paris Hutapea, menanggapi kasus penganiayaan yang menimpa seorang karyawati oleh George Sugama Halim, anak bos toko roti Lindayes Patisserie and Coffee di Cakung, Jakarta Timur.

    Melalui unggahan terbaru di Instagram pribadinya, @hotmanparisofficial, Hotman Paris membagikan foto tersangka dan menyoroti situasi tersebut. 

    Dalam keterangan fotonya, dia menekankan kritik terhadap kasus penganiayaan oleh anak bos toko roti tersebut. Ia mengatakan, apabila kejadian tersebut tidak viral maka keadilan akan sulit ditegakkan.

    “No viral, no justice,” tulis Hotman Paris dikutip Beritasatu.com, Selasa (17/12/2024).

    Namun, belum diketahui apakah Hotman Paris dan timnya akan bertindak sebagai pengacara korban penganiayaan George Sugama Halim.

    Di sisi lain, unggahan tersebut mendapat perhatian publik, yang kemudian mengungkapkan kekecewaannya terhadap respons polisi yang baru bergerak setelah kasus ini menjadi viral.

    “Bang Hotman saja sampai menulis status: no viral no justice. Di hati mungkin berpikir, ‘hukum di negara kita sudah hancur’,” kata salah satu netizen.

    “Semua harus menunggu viral dahulu, kalau tidak, warga biasa seperti kita tidak akan mendapat perhatian jika melapor,” timpal warganet lainnya.

    Sebelumnya, George Sugama Halim melakukan penganiayaan terhadap seorang perempuan berinisial D, yang bekerja di toko roti ayahnya di Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur pada 17 Oktober 2024. 

    Tak terima dengan perlakuan kasar anak bosnya, korban baru melapor keesokan harinya. Namun, polisi baru berhasil menangkap pelaku di Hotel Anugerah Sukabumi pada Senin (16/12/2024) dua bulan setelah laporan D dibuat dan viral di media sosial.

    Saat ini, George telah ditetapkan sebagai tersangka dan dikenakan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dengan ancaman hukuman penjara maksimal 5 tahun.

    Selain itu, Hotman Paris juga mendapat dukungan dari netizen untuk menjadi kuasa hukum korban dalam kasus penganiayaan yang dilakukan oleh George Sugama Halim, anak bos toko roti.

  • Kisah Pilu Korban Penganiayaan Anak Bos Roti, Rugi Rp 12 Juta Ditipu Pengacara Saat Cari Keadilan – Halaman all

    Kisah Pilu Korban Penganiayaan Anak Bos Roti, Rugi Rp 12 Juta Ditipu Pengacara Saat Cari Keadilan – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Korban kekerasan anak bos toko roti, Dwi Ayu Darmawati, bakal melaporkan oknum pengacara yang telah menipunya.

    Ada pun, Dwi Ayu mengalami kasus penipuan seorang yang mengaku pengacara, saat mencari keadilan dalam kasus penganiayaan yang dialaminya.

    Pengacara yang dimaksud adalah kuasa hukum kedua setelah sebelumnya menolak bantuan hukum dari pihak keluarga pelaku penganiayaan.

    “Harusnya ada pertanggungjawaban dari oknum pengacara ini. Itu akan kita dalami, tidak menutup kemungkinan kita pun akan laporkan seperti itu,” kata kuasa hukum Dwi Ayu saat ini, Jaenudin, usai RDPU bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/12/2024).

    Jaenudin mengungkap kuasa hukum Dwi Ayu sebelumnya, selalu meminta uang, dengan alasan untuk menyelesaikan proses hukumnya.

    Ia menjelaskan, total kerugian Rp12 juta itu diberikan secara bertahap kepada oknum pengacara tersebut.

    Hingga, akhirnya Dwi Ayu menjual motor satu-satunya untuk membayar pengacara keduanya itu.

    “Sampai dia jual motor demi membayar oknum pengacara ini. Namun hasilnya apa? Jadi dia menghilang,” ucapnya.

    “Alasannya buat operasional, agar prosesnya biar cepat. Namun tidak ada kejelasannya, bahkan pada BAP terakhir pun tanggal 15 itu dia dihubungi susah bahkan tidak balas,” imbuhnya.

    Pada RDPU hari ini, Dwi bercerita mulanya seusai kejadian dirinya berniat melaporkan kasus kekerasan anak bos toko roti, George Sugama Halim (GSH) itu kepada Polsek Rawamangun.

    Saat itu, Polsek Rawamangun mengaku tidak bisa menangani kasus tersebut.

    Kemudian, ia melaporkan kasus itu kepada Polsek Cakung.

    Namun di sana juga tidak bisa menangani kasus tersebut.

    Akhirnya, dia baru bisa membuat laporan ke Polres Jatinegara.

    Di sana, Dwi becerita dirinya dan keluarganya sempat dikirimkan pengacara yang ternyata dari pihak keluarga pelaku. 

    Mulanya, pengacara itu mengaku berasal dari lembaga bantuan hukum (LBH).

    “Saya sempat dikirimkan pengacara dari pihak pelaku tapi awalnya saya enggak tahu kalau itu dari pihak pelaku dia ngakunya dari LBH utusan dari Polda dia ngakunya. Awalnya enggak tau terus pertemuan di Polres ngasih BAP terus di situ dia ngasih tau kalau dia disuruh sama bos saya,” kata Dwi saat rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR RI, Jakarta, Selasa (17/12/2024).

    Seusai mengetahui itu, Dwi mengatakan pihaknya pun mengganti pengacara atas perintah dari sang ibunda.

    Saat itu, dia mengganti pengacara kedua yang enggan dibeberkan identitasnya.

    Namun ternyata, pengacara keduanya itu tidak kooperatif dalam memperjuangkan kasusnya.

    Saat ditanya kelanjutan kasus, pihak pengacara tersebut selalu menyatakan sedang memprosesnya.

    “Di situ pengacara yang keduanya enggak kalau saya tanya gimana kelanjutannya dia selalu jawab sedang diproses sedang diproses,” jelasnya.

    Dwi menjelaskan sang pengacara selalu minta sejumlah uang kepada orang tuanya saat datang ke rumah.

    Bahkan, sang ibu sampai menjual motor satu-satunya agar kasus itu bisa berlanjut.

    “Di situ dia (pengacara) setiap ada info dia selalu ke rumah dan minta duit mama saya sampai jual motor. Iya jual motor satu-satunya,” jelasnya.

    Setelah memberikan uang dari penjualan motor, kasus pun tetap jalan di tempat. Menurutnya, sang pengacara malah tidak bisa dihubungi kembali.

    “Abis jual motor itu saya tanya tanyakan itu sudah enggak ada, enggak bisa dihubungin lagi,” ujarnya.

  • Cerita Pilu Korban Penganiayaan Anak Bos Toko Roti, Lapor Polisi di 2 Polsek Tapi Ditolak

    Cerita Pilu Korban Penganiayaan Anak Bos Toko Roti, Lapor Polisi di 2 Polsek Tapi Ditolak

    loading…

    Dwi Ayu Darmawati, korban penganiayaan tersangka George Sugama Salim, anak bos toko roti di Cakung, Jaktim ternyata sudah pernah lapor polisi. Namun kedua laporan itu ditolak. Foto/YouTube TV Parlemen

    JAKARTA – Korban penganiayaan tersangka George Sugama Salim, anak bos toko roti di Cakung, Jakarta Timur (Jaktim) ternyata sudah melakukan laporan ke dua Polsek di Jaktim usai kejadian. Namun ternyata kedua laporan itu ditolak.
    George Sugama Halim (GSH), anak bos toko roti di Cakung, Jakarta Timur ditangkap polisi karena menganiaya pegawai perempuan di toko roti milik ayahnya. Foto/X @ahriesonta

    Hal ini terungkap ketika korban Dwi Ayu Darmawati (DAD), membeberkan kronologis pada saat rapat dengar pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III DPR di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/12/2024).

    Korban menceritakan, usai dianiaya oleh George pada 17 Oktober 2024 lalu, dirinya pergi ke klinik. Kemudian, DAD melanjutkan pergi ke kantor polisi.

    “Habis kejadian itu lapor ke polsek Cakung, eh Rawamangun dulu, tapi di situ gak bisa nanganin. Dirujuk ke Cakung, yang di Cakung juga gabisa nanganin juga,” kata DAD.

    Saat di Polsek Cakung, dia mengaku mendapat rujukan untuk melakukan laporan secara langsung ke Polres Jakarta Timur. Dirinya pergi bersama teman dan keluarga.

    “Akhirnya saya disuruh ke Polres Jatinegara, Jakarta Timur, hari itu juga,” ujarnya.