Kasus: pengangguran

  • Menyudahi Polemik Tarawih/Witir 23/11 Rakaat Menuju Toleransi, Moderasi, dan Ukhuwah Islamiyah

    Menyudahi Polemik Tarawih/Witir 23/11 Rakaat Menuju Toleransi, Moderasi, dan Ukhuwah Islamiyah

    Oleh Dr. Muhammad Ash-Shiddiqy, M.E
    Dosen FEBI UIN Saizu Purwokerto

    Polemik seputar jumlah rakaat shalat tarawih dan witir—apakah 23 atau 11 rakaat—sepertinya masih menjadi perdebatan yang tak kunjung usai di kalangan umat Muslim Indonesia.

    Padahal, di belahan dunia lain, mungkin saja perdebatan semacam ini sudah tidak lagi menjadi isu yang menguras energi. 

    Di Indonesia, polemik ini justru terus berulang, seolah tidak ada habisnya.

    Padahal, shalat tarawih dan witir adalah ibadah sunah, yang artinya tidak wajib dilaksanakan. 

    Namun, mengapa perbedaan pendapat tentang hal ini justru memicu ketegangan dan perpecahan?

    Ini menjadi pertanyaan besar yang perlu kita renungkan bersama.

    Polemik ini sebenarnya mencerminkan betapa umat Muslim di Indonesia masih sulit menerima perbedaan, bahkan dalam hal-hal yang sifatnya tidak fundamental dalam ajaran Islam.

    Padahal, Islam sendiri mengajarkan toleransi dan menghargai keragaman.

    Perbedaan pendapat dalam masalah furu’iyyah (cabang) seperti ini seharusnya tidak menjadi alasan untuk saling menyalahkan atau merendahkan.

    Justru, perbedaan seharusnya menjadi kekuatan untuk saling melengkapi dan belajar.

    Namun, yang terjadi justru sebaliknya: perbedaan dijadikan alasan untuk memecah belah.

    Sudah saatnya umat Muslim Indonesia berpikir lebih maju dan mengalihkan energi untuk hal-hal yang lebih bermanfaat.

    Bagaimana mungkin kita bisa membangun peradaban yang gemilang jika masih sibuk berdebat tentang jumlah rakaat shalat sunah?

    Musuh kita bukanlah perbedaan ormas keagamaan atau perbedaan jumlah rakaat.

    Musuh kita adalah nafsu diri sendiri yang seringkali membuat kita egois dan tidak mau menerima pendapat orang lain.

    Lebih dari itu, masih banyak masalah besar yang harus kita hadapi bersama, seperti kemiskinan, pengangguran, korupsi, kriminalitas, dan ketidakadilan sosial.

    Bukankah lebih baik energi kita dialihkan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut?

    Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan ormas-ormas keagamaan di Indonesia seharusnya lebih proaktif dalam mengurangi ketegangan di antara umat Muslim.

    Mereka bisa menjadi mediator yang membangun dialog antar kelompok yang berbeda pendapat.

    Umat Muslim, sebagai mayoritas di negeri ini, seharusnya bisa menjadi teladan dalam menjaga harmoni di tengah perbedaan.

    Perbedaan seharusnya menjadi anugerah, bukan musibah.

    Jika kita bisa menerima perbedaan dalam hal ibadah sunah, maka kita juga bisa lebih mudah menerima perbedaan dalam hal-hal lain yang lebih kompleks.

    Umat Muslim Indonesia juga perlu lebih dewasa dalam bersikap.

    Bulan Ramadan seharusnya menjadi momentum untuk memperkuat ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama Muslim), bukan malah menjadi ajang saling menyalahkan.

    Andai saja Allah tidak menganugerahkan bulan Ramadan, mungkin banyak masjid dan musala yang akan kosong dari jemaah.

    Ironisnya, di bulan Ramadan pun, jemaah shalat tarawih dan witir seringkali lebih banyak daripada jemaah shalat wajib seperti shubuh.

    Ini menunjukkan bahwa kita masih lebih tertarik pada hal-hal yang bersifat sunah daripada yang wajib.

    Kita patut bersyukur kepada masjid-masjid yang telah berhasil mengoptimalkan manajemennya, tidak hanya dalam hal ibadah ritual, tetapi juga dalam pemberdayaan ekonomi dan sosial umat.

    Contohnya, Masjid Jogokariyan di Yogyakarta, Masjid Al-Falah di Sragen, dan Masjid Sejuta Pemuda di Sukabumi.

    Mereka tidak hanya fokus pada kegiatan ibadah, tetapi juga pada penguatan pendidikan, ekonomi, dan kesehatan umat.

    Ini adalah teladan yang patut kita tiru. Masjid seharusnya menjadi pusat peradaban, bukan sekadar tempat ibadah ritual.

    Sayangnya, masih banyak masjid dan musala di Indonesia yang hanya fokus pada kemegahan bangunan, tanpa memikirkan bagaimana memberdayakan umat.

    Banyak masjid yang megah, tetapi tidak terawat dan kotor.

    Di bulan Ramadan, masjid-masjid ini hanya ramai di minggu pertama, lalu sepi kembali di minggu-minggu berikutnya.

    Ini menunjukkan bahwa kita masih terjebak dalam rutinitas dan formalitas, tanpa memahami esensi dari keberadaan masjid sebagai pusat peradaban.

    Polemik tentang jumlah rakaat tarawih dan witir seharusnya tidak lagi menjadi perdebatan yang menguras energi.

    Perdebatan ini hanya akan menjadi bahan tertawaan orang lain, karena menunjukkan ketidakdewasaan kita dalam beragama.

    Ajaran Islam tentang akhlak karimah (akhlak mulia) seolah tidak ada artinya jika kita masih sibuk berdebat tentang hal-hal yang sepele.

    Sudah saatnya kita mengubah pola pikir dan sikap kita ke arah yang lebih positif dan memberdayakan.

    Masjid dan musala seharusnya menjadi pusat kegiatan umat Muslim yang komprehensif, tidak hanya terbatas pada ibadah ritual.

    Umat Muslim harus membuktikan bahwa masjid bisa menjadi tempat untuk penguatan pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan bidang-bidang lainnya.

    Dengan demikian, masjid tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga menjadi pusat peradaban yang memajukan umat.

    Dalam konteks akademik, kita juga perlu mengedepankan pendekatan yang moderat dan toleran.

    Perbedaan pendapat dalam masalah furu’iyyah seperti jumlah rakaat tarawih dan witir seharusnya tidak menjadi penghalang untuk bekerja sama dalam hal-hal yang lebih penting, seperti penguatan pendidikan dan pemberdayaan umat.

    Moderasi beragama adalah kunci untuk menciptakan harmoni di tengah perbedaan.

    Ukhuwah Islamiyah juga harus terus diperkuat.

    Persaudaraan sesama Muslim tidak boleh terganggu hanya karena perbedaan pendapat dalam hal-hal yang tidak prinsipil. 

    Kita harus belajar dari sejarah, di mana para ulama dahulu bisa berbeda pendapat tanpa harus saling memusuhi.

    Mereka justru saling menghormati dan menghargai perbedaan tersebut.

    Mari kita sudahi polemik tentang jumlah rakaat tarawih dan witir.

    Polemik ini tidak ada gunanya dan hanya akan memecah belah umat.

    Sudah saatnya kita fokus pada hal-hal yang lebih penting, seperti mengatasi kemiskinan, pengangguran, dan ketidakadilan sosial. 

    Dengan demikian, kita bisa membangun peradaban yang lebih baik dan lebih bermartabat.

    Umat Muslim Indonesia harus menjadi teladan dalam menjaga toleransi, moderasi beragama, dan ukhuwah Islamiyah.

    Perbedaan seharusnya menjadi kekuatan, bukan kelemahan. Dengan semangat ini, kita bisa mengakhiri polemik yang tidak produktif dan bersama-sama membangun masa depan yang lebih baik untuk umat Muslim dan bangsa Indonesia secara keseluruhan.

    Semoga Ramadan tahun ini menjadi momentum untuk memperkuat toleransi, moderasi beragama, dan ukhuwah Islamiyah.

    Mari kita jadikan masjid sebagai pusat peradaban yang memajukan umat, bukan sekadar tempat ibadah ritual.

    Dengan demikian, kita bisa membawa Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin, rahmat bagi seluruh alam.

  • Perang Dagang Trump Ancam Stabilitas Ekonomi AS

    Perang Dagang Trump Ancam Stabilitas Ekonomi AS

    Bisnis.com, JAKARTA — Perekonomian AS yang dipuji atas ketahanannya menghadapai pandemi, inflasi tinggi, dan kenaikan suku bunga yang cepat, kini harus menghadapi tantangan baru dari perang dagang yang dideklarasikan sendiri oleh Presiden Donald Trump. 

    Melansir Reuters, Rabu (5/3/2025), kebijakan tarif Trump tersebut dipandang oleh para ekonom sebagai sumber dari turunnya lapangan kerja, perlambatan pertumbuhan, dan kenaikan harga.

    Dampak kebijakan ini diperkirakan akan luas dan berkepanjangan, kecuali Trump mengubah arah di tengah gejolak pasar saham dan melemahnya kepercayaan konsumen serta dunia usaha. AS kini harus beradaptasi dengan lonjakan tarif sebesar 25% untuk sebagian besar barang impor dari Kanada dan Meksiko—dua mitra dagang terdekatnya—serta tarif tambahan 10% terhadap produk dari China.

    Kanada dan China telah mengumumkan tarif balasan terhadap produk AS, sementara Meksiko diperkirakan akan mengikuti langkah serupa dalam beberapa hari ke depan.

    Kepala ekonom KPMG Diane Swonk mengatakan kebijakan ini tidak hanya akan memicu lonjakan harga tetapi juga dapat menghambat permintaan. Jika konsumen mulai mengurangi belanja dan perusahaan menahan investasi serta perekrutan akibat ketidakpastian yang meningkat, dampaknya bisa meluas ke seluruh perekonomian.

    Swonk juga menyoroti risiko tambahan, seperti potensi pengetatan kredit oleh bank yang lebih berhati-hati dalam memberikan pinjaman kepada usaha kecil. Kemungkinan resesi pada awal tahun depan tidak bisa diabaikan, menurutnya.

    Beberapa analis bahkan memperkirakan bahwa dampaknya bisa meluas ke seluruh Amerika Utara, mengingat betapa besarnya ketergantungan ekonomi Kanada dan Meksiko pada ekspor ke AS. Jika negara-negara ini terus memperketat kebijakan balasan mereka, pukulan terhadap ekonomi AS bisa semakin dalam.

    “Saat ini kita memiliki banyak perang dagang di berbagai bidang,” kata Swonk. 

    Analisisnya menunjukkan tingkat tarif efektif yang tersebar di sekitar US$3 triliun impor AS dapat meroket menjadi 16% pada awal 2026 dari tingkat dasar saat ini sekitar 3% jika Trump menindaklanjuti semua ancamannya. 

    “Itu akan menjadi tingkat tertinggi sejak 1936,” selama Depresi Besar, dan ‘membuat Anda menggoda dengan stagflasi’—kondisi ekonomi di mana pertumbuhan yang lemah, pengangguran yang tinggi, dan inflasi yang terus-menerus yang menjadi ciri khas tahun 1970-an.

     Meskipun ekonomi AS saat ini diatur secara berbeda dari tahun 1930-an atau 1970-an, tindakan Trump dan ketidakpastian mengenai apa yang akan terjadi selanjutnya masih mengejutkan pasar yang berharap bahwa penerapan tarif hanya merupakan gertakan untuk mendapatkan pengaruh dalam negosiasi dengan mitra dagang.

    Indeks S&P 500 telah mengalami penurunan tajam sejak Trump pada hari Senin memupuskan ekspektasi penangguhan tarif di menit-menit terakhir, dan saat ini turun sekitar 5,5% dari level tertinggi sepanjang masa pada tanggal 19 Februari. Imbal hasil obligasi negara AS telah jatuh ke level terendah sejak Oktober.

  • Mengapa Masyarakat Harus Jeli terhadap Ajakan Boikot? Berikut Penjelasan Akademisi – Halaman all

    Mengapa Masyarakat Harus Jeli terhadap Ajakan Boikot? Berikut Penjelasan Akademisi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA —  Dekan Fakultas Ekonomi dan Sosial Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Kasim, Riau, Dr. Mahyarni, SE, M.M mengatakan, dalam jangka pendek mungkin gerakan boikot terhadap produk-produk yang diduga terafiliasi Israel itu tidak bermasalah.

    Namun, jika isu boikot itu mengarah ke jangka panjang bisa menimbulkan masalah di masyarakat maupun pemerintah.

    “Apalagi ajakan boikot itu sudah ditunggangi pihak-pihak tertentu yang bersembunyi di balik isu kemanusian, tapi tujuan sebenarnya hanya untuk persaingan bisnis semata dengan berupaya melakukan framing baru di masyarakat,” ujarnya ditulis di Jakarta, Selasa(4/2/2025).

    Masyarakat harus jeli dan tidak begitu saja mengikuti ajakan boikot. Baiknya lebih selektif dalam menerima informasi yang beredar.

    “Masyarakat harus selektif dan berhati-hati menyikapi apakah ajakan boikot itu memang benar-benar murni untuk gerakan kemanusiaan atau hanya bersembunyi di balik isu kemanusiaan untuk menjatuhkan produk-produk pesaingnya,” ungkapnya.

    Jika salah dalam mengikuti ajakan boikot, maka masyarakat sendiri yang akan turut terdampak.

    Seperti banyak masyarakat yang terkena PHK karena perusahaan yang diboikot itu dalam jangka panjang bisa saja tutup karena sepinya penjualan mereka.  

    Jika perusahaan banyak yang tutup, itu kan akan berdampak pada perekonomian negara.

    Begitu juga jika banyak yang terkena PHK, pengangguran di Indonesia kan semakin banyak.

    Mahasiswa harus mengutamakan literasi dalam menyikapi sebuah isu boikot ini.

    Hal ini bertujuan agar para mahasiswa bisa menyaring informasi yang muncul di media-media sosial atau media apapun yang mengarah ke upaya untuk mendiskreditkan jenis atau kelompok tertentu.  

    “Informasi yang sampai ke masyarakat selama ini kan terlalu lebar, dalam arti kata bebas begitu, masyarakat nggak bisa menentukan. Peran dari Menkominfo barangkali penting untuk memberikan informasi yang benar terkait isu boikot ini,” ucapnya.

    Demikian juga sebaiknya di komunitas muslim atau lembaga-lembaga muslim Indonesia, sebaiknya juga memberikan informasi yang jelas dan berimbang.

    Hal senada juga disampaikan Dr. Ade Ria Nirmala, S.E, M.M, Dosen Program Studi Manajemen dari Universitas yang sama.

    Terkait dengan ajakan boikot terhadap produk-produk yang diduga terafiliasi Israel, masyarakat harus mencari informasi yang benar terlebih dahulu mana yang benar-benar harus diboikot. “Jangan ikut-ikutan. Jadi, jangan FOMO, kalau orang-orang ngelakuin kita pengen ngelakuin juga. Tapi kita enggak tahu sebenarnya seperti apa,” ungkap Ade..

    Menurutnya, jika produk itu mayoritas dikelola di dalam negeri, dan para pekerjanya juga mayoritas masyarakat Indonesia dan karyawannya ada yang muslim, kemudian juga memberikan sumbangan kepada Palestina, sebaiknya produknya jangan diboikot.

    “Jangan diboikotlah. Itu kan sama saja akan mematikan usaha saudara kita sendiri di sini,” katanya.

    Dia meminta pemerintah agar tidak membiarkan isu-isu hoaks terkait ajakan boikot itu terus terjadi.

    Dia juga meminta lembaga seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) agar ikut memberikan klarifikasi mengenai isu hoaks produk-produk terafiliasi Israel yang tersebar di masyarakat.

    “Sebagai sebuah lembaga memang harus melakukan sebuah klarifikasi, dan memberikan penjelasan ke masyarakat  apakah berita-berita itu ditunggangi atau ini gerakan murni. Jangan sampai ada pihak yang membawa-bawa nama mereka, tapi sebenarnya mereka nggak ngelakuin itu,” ucapnya. (Tribun/Rina Ayu)

  • Bupati Boyolali ikuti sidang paripurna perdana dengan DPRD

    Bupati Boyolali ikuti sidang paripurna perdana dengan DPRD

    Sumber foto: Sarwoto/elshinta.com.

    Bupati Boyolali ikuti sidang paripurna perdana dengan DPRD
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Selasa, 04 Maret 2025 – 20:45 WIB

    Elshinta.com – Usai dilantik Presiden Prabowo Subiyanto di Jakarta pada Kamis (20/2/2025) lalu dan mengikuti retreat di Magelang, Jawa Tengah, Bupati Boyolali Agus Irawan menghadiri Rapat Paripurna DPRD setempat.

    Bupati Agus Irawan hadir bersama wakil Bupati Dwi Fajar Nirwana, dalam agenda rapat paripurna penyampaian pidato sambutan Bupati masa jabatan 2025-2030 pada Senin (3/3/2025) di DPRD setempat.

    Rapat paripurna DPRD tersebut dipimpin langsung Ketua DPRD Susetya Kusuma Dwihartanta didampingi Wakil Ketua DPRD Fuadi dan Aziz Aminudin.

    Dalam agenda tersebut Bupati menyampaikan visi misinya lima tahun kedepan, yakni mewujudkan perubahan Boyolali maju, nyaman dihuni, berdaya saing dan ramah investasi menuju Indonesia Emas 2045.

    “Kami membuat program kerja, merujuk pada dokumen RPJPD 2025-2045. Masih perlu penjabaran ke dalam tujuan sasaran, strategis, kebijaksanaan hingga program kegiatan secara detail. Selama enam bulan kedepan akan kita susun dan bahas bersama menjadi dokumen RPJMD 2025-2029,” kata Bupati Agus Irawan seperti dilaporkan Kontributor Elshinta Sarwoto, Selasa (4/3). 

    Agus mengatakan, fokus program kegiatan diprioritaskan pembangunan ke depan, pada peningkatan pelayanan masyarakat. Utamanya bidang kesehatan, pendidikan dan pekerjaan umum dan tata ruang, kesehatan sosial dan perlindungan masyarakat.

    “Yang jadi indikator kinerja utama daerah juga masih banyak meliputi penurunan angka kemiskinan, angka pengangguran terbuka dan penanganan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH ), pemenuhan air bersih, penanganan stunting, UMKM Boyolali naik kelas dan pembangunan infrastruktur dan lain sebagainya. Untuk mewujudkan hal ini dibutuhkan kerjasama semua pihak,” ujarnya. 

    Sementara itu Ketua DPRD Boyolali, Susetya Kusuma Dwihartanta mengatakan, selamat atas dilantiknya Bupati dan Wakil Bupati terpilih dan berharap selalu bersinergi membangun Boyolali.

    “Semoga dalam memgemban tugas mulia dan tanggungjawabnya memimpin Boyolali, amanah dan mendapat rahmat dari Tuhan yang Maha Esa. Kami harap dapat bersama sama kami mengemban tugas membangun kemitraan yang sebaik-baiknya,” tandasnya. 

    Sumber : Radio Elshinta

  • OJK: Stabilitas Sektor Jasa Keuangan Tetap Stabil di Tengah Tantangan Ekonomi Global – Halaman all

    OJK: Stabilitas Sektor Jasa Keuangan Tetap Stabil di Tengah Tantangan Ekonomi Global – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai stabilitas Sektor Jasa Keuangan (SJK) tetap terjaga, di tengah tantangan perekonomian global dan domestik.

    Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan, pertumbuhan ekonomi global relatif stagnan dengan inflasi di beberapa negara maju mulai menunjukkan tren penurunan. 

    “Rapat Dewan Komisioner Bulanan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 26 Februari 2025 menilai stabilitas Sektor Jasa Keuangan (SJK) tetap terjaga,” kata Mahendra dalam Konferensi Pers RDK Bulanan, Selasa (4/3/2025). 

    Dari sisi domestik, kata Mahendra inflasi cukup terkendali dengan inflasi Januari tercatat 0,76 persen secara tahunan, dan inflasi inti sebesar 2,26 persen secara tahunan yang menunjukkan permintaan domestik masih cukup baik. 

    “Namun demikian, perlu dicermati indikator permintaan domestik lainnya, di antaranya berlanjutnya penurunan penjualan kendaraan baik motor dan mobil, penurunan penjualan semen, serta perlambatan pertumbuhan harga dan penurunan volume penjualan rumah,” ujarnya.

    Di sisi supply, kata Mahendra PMI Manufaktur pada Januari 2025 naik ke level 51,9 dari sebelumnya 51,2. Kinerja eksternal juga tetap solid di tengah perlambatan ekonomi global.

    “Terlihat pada surplus neraca perdagangan yang terus berlangsung, pada Januari 2025 meningkat ke 3,45 miliar dolar AS (Des-24 setara 2,24 miliar dolar AS), tumbuh sebesar 71,71 persen secara tahunan,” ungkapnya.

    Mahendra bilang, volatilitas pasar tetap tinggi seiring ketidakpastian kebijakan ekonomi dan geopolitik yang terus berkembang. Di Amerika Serikat (AS), pertumbuhan ekonomi tetap solid dengan aktivitas ekonomi didukung oleh konsumsi domestik. 

    Kemudian inflasi berada di level 3 persen secara tahunan pada Januari 2025 dan core CPI naik ke 3,3 persen secara tahunan, menunjukkan bahwa tekanan harga di luar sektor energi dan pangan masih cukup tinggi. 

    “Pasar tenaga kerja tetap kuat dengan tingkat pengangguran turun ke 4 persen, meski angka peningkatan Nonfarm Payroll jauh lebih rendah dari ekspektasi pasar,” jelas Mahendra.

    Di Tiongkok, pertumbuhan ekonomi cenderung tertahan dengan CPI tercatat masih rendah sebesar 0,5 persen secara tahunan dan indeks harga produsen (PPI) terus mengalami kontraksi. 

    Adapun PMI masih di zona ekspansi namun turun menjadi sebesar 50,1, di bawah ekspektasi pasar. 

    Di satu sisi, kebijakan moneter cenderung netral bahkan kata Mahendra, The Fed hanya akan memangkas Fed Fund Rate (FFR) 1 hingga 2 kali di tahun 2025. 

    Sementara sisi geopolitik, upaya penyelesaian konflik Ukraina dan Rusia belum menemukan titik terang pasca pertemuan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dengan Presiden AS Donald Trump di Gedung Putih. 

    Bahkan pertemuan itu tidak mencapai kesepakatan. Selain itu, rencana penerapan tarif baru AS terhadap negara mitra dagang juga meningkatkan ketidakpastian.

    “Sementara itu, Bank Sentral mempertahankan suku bunga acuan, menunjukkan pendekatan hati-hati dalam pelonggaran moneter. Tiongkok juga memperketat regulasi ekspor rare earth yang dapat berdampak pada industri teknologi global,” jelas dia.

  • Ekosistem Danantara dan Akselerasi Kaum Muda Menuju Indonesia Emas 2045

    Ekosistem Danantara dan Akselerasi Kaum Muda Menuju Indonesia Emas 2045

    loading…

    Irfan Ahmad Fauzi, Wakil Ketua Umum DPP Persatuan Ummat Islam (PUI). Foto/Dok.Pribadi

    Irfan Ahmad Fauzi
    Wakil Ketua Umum DPP Persatuan Ummat Islam (PUI)

    BAYANGKAN sebuah Indonesia yang berdiri tegak sebagai negara maju pada tahun 2045, saat merayakan 100 tahun kemerdekaannya. Sebuah negara dengan perekonomian yang kuat, inovasi teknologi yang berkembang pesat, dan generasi muda yang berperan aktif dalam pembangunan nasional.

    Apakah ini sekadar impian? Atau justru inilah peta jalan menuju Indonesia Emas 2045? Namun, apakah generasi muda Indonesia siap menghadapi era keemasan tersebut?

    Tantangan besar mengintai di berbagai sektor, mulai dari ketimpangan akses modal hingga kesenjangan keterampilan dengan kebutuhan industri. Di sinilah peran ekosistem Danantara (Daya Anagata Nusantara) sebagai katalisator utama percepatan pembangunan ekonomi yang berbasis pemuda.

    Bonus Demografi: Peluang dan Tantangan
    Indonesia saat ini berada dalam periode bonus demografi, sebuah fase di mana proporsi penduduk usia produktif (15-64 tahun) mencapai lebih dari 70% dari total populasi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa sejak tahun 2012 hingga 2035, Indonesia menikmati bonus demografi dengan puncaknya antara tahun 2020-2030. Pada tahun 2045, jumlah penduduk Indonesia diproyeksikan mencapai 324 juta jiwa, dengan 213,18 juta di antaranya berada pada usia produktif.

    Presiden kedua Indonesia, Soeharto, pernah berkata, “Jangan hanya berpikir tentang hari ini, tetapi pikirkan juga masa depan. Karena yang kita tanam hari ini adalah yang akan kita tuai di masa depan.”

    Kutipan ini menegaskan bahwa pembangunan harus dilakukan dengan visi jangka panjang, terutama dalam mempersiapkan generasi muda sebagai pemimpin masa depan. Namun, tanpa strategi yang tepat, bonus demografi ini bisa berubah menjadi bencana demografi, di mana jumlah angkatan kerja yang besar justru berujung pada meningkatnya pengangguran dan ketimpangan sosial.

    Sebuah studi dari World Economic Forum (WEF) menunjukkan bahwa 65% dari anak-anak yang masuk sekolah saat ini akan bekerja di jenis pekerjaan yang belum ada saat ini. Tantangan ini semakin kompleks dengan disrupsi teknologi yang mengharuskan generasi muda untuk terus beradaptasi dan meningkatkan keterampilan digital. Tanpa kesiapan, Indonesia akan kehilangan peluang besar untuk menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia.

    Ekosistem Danantara: Solusi Strategis untuk Pemberdayaan Pemuda
    Untuk mengatasi tantangan tersebut, pemerintah Indonesia meluncurkan Danantara, sebuah ekosistem investasi yang dirancang untuk mengoptimalkan peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam pembangunan nasional. Melalui ekosistem ini, Danantara menghubungkan BUMN, startup, UMKM, serta institusi pendidikan dan teknologi dalam satu jaringan ekonomi yang saling mendukung.

    Danantara berperan sebagai akselerator bagi kaum muda untuk berkembang dan berkontribusi dalam berbagai sektor strategis. Melalui program inkubasi dan akselerasi startup, ekosistem ini mendukung perusahaan rintisan dalam teknologi, energi terbarukan, dan ekonomi kreatif.

    Investasi dalam kewirausahaan muda juga menjadi salah satu langkah nyata dalam membantu UMKM berbasis digital untuk berkembang dengan pendanaan yang lebih mudah. Kemitraan dengan BUMN dan swasta membuka akses pasar dan jaringan industri yang lebih luas, sehingga anak muda tidak lagi menjadi penonton, tetapi justru pemain utama dalam pembangunan ekonomi.

    Menurut ekonom terkemuka Joseph Schumpeter, inovasi dan kewirausahaan adalah kunci utama pertumbuhan ekonomi. Ia menekankan pentingnya konsep creative destruction, di mana inovasi yang dihasilkan oleh generasi muda menggantikan teknologi lama dan mempercepat transformasi ekonomi. Dengan ekosistem Danantara, Indonesia memiliki kesempatan untuk mendorong anak muda menjadi penggerak perubahan dalam berbagai sektor.

    Peran Aktif Pemuda dalam Ekosistem Danantara
    Pemberdayaan pemuda bukan hanya sekadar meningkatkan keterampilan individu, tetapi juga memastikan bahwa mereka memiliki akses ke peluang yang memungkinkan mereka untuk berkembang. John F. Kennedy, Presiden Amerika Serikat, pernah berkata, “Ask not what your country can do for you – ask what you can do for your country.” Kutipan ini menegaskan pentingnya peran aktif kaum muda dalam pembangunan.

  • BPS Catat Deflasi 0,48 Persen di Februari 2025, Apa Dampaknya?

    BPS Catat Deflasi 0,48 Persen di Februari 2025, Apa Dampaknya?

    PIKIRAN RAKYAT – Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pada Februari 2025 terjadi deflasi secara bulanan sebesar 0,48 persen month-to-month (mtm), dengan penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 105,99 pada Januari 2025 menjadi 105,48 pada Februari 2025.

    “Secara year-on-year (tahunan) juga terjadi deflasi sebesar 0,09 persen dan secara tahun kalender (year-to-date/ytd) mengalami deflasi sebesar 1,24 persen,” ujar Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers, di Jakarta, Senin (3/3/2025).

    Amalia mengatakan, penyebab deflasi adalah tarif diskon listrik dengan andil 0,67 persen. “Komoditas utama penyebab deflasi Februari adalah diskon tarif listrik, daging ayam ras, cabai merah, tomat, dan telur ayam ras,” katanya.

    Deflasi ini melanjutkan situasi Januari 2025, tetapi tidak lebih dalam. Jika melihat data lima tahun terakhir, tingkat inflasi Februari lebih rendah dibandingkan Januari 2021-2023. Sedangkan Februari 2024, inflasinya lebih tinggi dibandingkan Januari.

    Amalia menyatakan bahwa deflasi tahunan yang tercatat sebesar 0,09 persen year-on-year (yoy) pada Februari 2025 merupakan yang pertama kali terjadi sejak deflasi tahunan terakhir tercatat pada Maret 2000.

    “Terakhir menurut catatan BPS, deflasi yoy pernah terjadi pada bulan Maret 2000, di mana pada saat itu deflasi sebesar 1,10 persen, di mana deflasi itu disumbang didominasi oleh kelompok bahan makanan,” kata Amalia.

    Sementara itu, pengamat ekonomi Achmad Nur Hidayat menilai, deflasi bulan Februari 2025 yang tercatat 0,48 persen (mtm) menjadi sinyal melemahnya daya beli masyarakat.

    Meskipun BPS menyatakan deflasi ini disebabkan oleh diskon tarif listrik 50 persen bagi pelanggan rumah tangga dengan daya hingga 2.200 VA, tren ini menunjukkan indikasi yang lebih serius terhadap permintaan domestik.

    “Analisis lebih dalam mengungkapkan bahwa meskipun faktor ini berkontribusi pada penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK), angka deflasi yang signifikan ini merupakan bukti nyata dari melemahnya daya beli masyarakat,” katanya.

    Berdasarkan laporan Bank Indonesia (BI), Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) terus mengalami penurunan sejak pertengahan 2024, mencerminkan kehati-hatian masyarakat dalam berbelanja. Dia menilai, penurunan daya beli ini bukan sekadar fluktuasi ekonomi, tetapi mencerminkan tantangan yang harus segera diatasi.

    Data BPS menunjukkan jumlah penduduk kelas menengah di Indonesia menyusut dari 21,5 persen pada 2019 menjadi 17,1 persen pada 2024. Hal itu berarti sekitar 10 juta individu mengalami ketidakpastian ekonomi tanpa mendapat bantuan signifikan dari pemerintah.

    “Kelas menengah memiliki peran vital dalam menjaga keseimbangan ekonomi nasional. Mereka adalah konsumen utama bagi sektor barang dan jasa, dan juga merupakan kelompok yang memiliki kemampuan investasi yang cukup besar. Penurunan jumlah kelas menengah berarti berkurangnya konsumsi rumah tangga, yang secara langsung berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional,” katanya.

    Dikatakan, lemahnya daya beli masyarakat turut berdampak pada sektor usaha, terutama ritel dan manufaktur. Indeks penjualan ritel yang terus menurun sejak kuartal III-2024 menunjukkan bahwa konsumen semakin mengurangi pengeluarannya.

    Tingginya biaya produksi akibat kenaikan harga bahan baku dan energi global, juga semakin menekan margin keuntungan usaha. Akibatnya, beberapa Usaha Kecil dan Menengah (UKM) terpaksa melakukan efisiensi, termasuk pengurangan tenaga kerja.

    “Beberapa di antaranya terpaksa menutup usaha, sementara yang lain harus melakukan efisiensi dengan mengurangi tenaga kerja. Fenomena ini menimbulkan efek domino, di mana meningkatnya angka pengangguran semakin memperburuk daya beli masyarakat,” katanya pula.

    Untuk mengatasi pelemahan daya beli, dia menyarankan beberapa langkah strategis. Pertama, penciptaan lapangan kerja berkualitas melalui insentif bagi industri padat karya. Kedua, penguatan program perlindungan sosial seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan subsidi bahan pokok yang lebih tepat sasaran.

    Ketiga, pengendalian harga komoditas strategis dengan memperkuat koordinasi antara Bank Indonesia dan pemerintah melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID). “Penyederhanaan regulasi dan peningkatan insentif investasi dapat menarik lebih banyak modal asing dan domestik untuk mempercepat pertumbuhan industri. Dengan demikian, penciptaan lapangan kerja baru dapat dipercepat dan daya beli masyarakat dapat diperbaiki secara berkelanjutan,” tuturnya.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Bisa Buka Lapangan Kerja untuk Korban PHK PT Sritex

    Bisa Buka Lapangan Kerja untuk Korban PHK PT Sritex

    Garut, Beritasatu.com – Wakil Menteri Tenaga Kerja (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Gerungan menghadiri grand launching PT Ultimate Noble Indonesia, sebuah pabrik sepatu yang berlokasi di Kecamatan Cibatu, Garut, Jawa Barat, Senin (3/3/2025).

    Selain Wamenaker, acara ini juga dihadiri oleh Kapolda Jawa Barat Irjen Pol Akhmad Wiyagus, jajaran Forkopimda Kabupaten Garut, perwakilan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat, serta berbagai unsur lainnya.

    Dalam sambutannya, Immanuel Ebenezer menyampaikan bahwa kehadiran pabrik sepatu Garut ini menjadi peluang besar bagi tenaga kerja, baik bagi mereka yang belum berpengalaman maupun bagi karyawan yang sebelumnya terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

    “Dengan adanya pabrik baru ini, kita berharap dapat membuka lebih banyak lapangan kerja, termasuk bagi mereka yang terdampak PHK dari PT Sritex,” ujar Ebenezer.

    Ia juga menekankan bahwa peresmian pabrik ini merupakan langkah strategis dalam mengurangi angka pengangguran di Jawa Barat. Diperkirakan, lebih dari 10.000 tenaga kerja akan terserap melalui operasional pabrik ini.

    Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat Ning Wahyu A menanggapi pembangunan pabrik ini dengan menyoroti aspek mekanisme dan perizinan. Ia menyesalkan bahwa pabrik ini belum menjadi bagian dari Apindo, meskipun memiliki potensi besar dalam dunia usaha di Jawa Barat.

    “Keberhasilan pabrik ini dalam menyerap 10.000 tenaga kerja bergantung pada berbagai faktor, seperti keamanan berusaha, kepastian hukum, serta kolaborasi antara pengusaha, pekerja, dan pemerintah daerah,” kata Ning Wahyu.

    Dengan adanya investasi ini, diharapkan perekonomian daerah dapat semakin berkembang, sekaligus menciptakan lingkungan kerja yang lebih stabil bagi para tenaga kerja lokal. Pemerintah juga akan terus memantau dan memastikan bahwa operasional pabrik berjalan sesuai regulasi, sehingga dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat Garut dan sekitarnya.

  • Ribuan karyawan PT Sritex di-PHK, Gubernur Jateng carikan solusi kerja

    Ribuan karyawan PT Sritex di-PHK, Gubernur Jateng carikan solusi kerja

    Sumber foto: Joko Hendrianto/elshinta.com.

    Ribuan karyawan PT Sritex di-PHK, Gubernur Jateng carikan solusi kerja
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Senin, 03 Maret 2025 – 14:39 WIB

    Elshinta.com – Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bagi ribuan karyawan PT Sritex, mendapat tanggapan dari Gubernur Jateng, Ahmad Luthfi.

    Mantan Kapolda Jateng tersebut menegaskan pihaknya telah berkoordinasi dengan kementerian terkait untuk mengatasi masalah PT Sritex.

    “Kita akan lakukan vokasi. Jadi artinya kita akan siapkan Badan Latihan Kerja (BLK). Saya sudah koordinasi dengan tingkat kementerian untuk kita lakukan penanganan,” terang Ahmad Luthfi usai bertemu Presiden RI ke-7 Jokowi bersama Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa, Jumat (28/2).

    Orang pertama di Pemprov Jateng tersebut menyebut karyawan yang terkena PHK juga akan ditampung ke perusahaan lainnya di Jateng. 

    “Mereka yang terkena PHK akan ditampung di perusahaan lain di Jateng yang mungkin membutuhkan,” katanya seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Joko Hendrianto, Senin (3/3). 

    Dia menambahkan dari pelatihan BLK tersebut mereka bisa bekerja di perusahaan lain. Dengan demikian PHK karyawan PT Sritex tidak menambah pengangguran di Jateng.

    “Kita tampung mereka, sehingga Jateng tidak terlalu banyak yang berkaitan dengan pengangguran,” paparnya.

    Sumber : Radio Elshinta

  • Bisa Buka Lapangan Kerja untuk Korban PHK PT Sritex

    Wamenaker Resmikan PT UNI yang Berpotensi Serap 10.000 Tenaga Kerja

    Jakarta, Beritasatu.com – Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer meresmikan PT Ultimate Noble Indonesia (UNI) di Garut, Jawa Barat yang berpotensi menyerap hingga 10.000 tenaga kerja.

    “Hari ini kita membuka grand opening PT Ultimate Noble Indonesia. Kabar luar biasa, mereka mampu menyerap hingga 10.000 tenaga kerja,” ujar Noel, sapaan akrab Immanuel Ebenezer, dalam acara peresmian di Sindangsuka, Garut, Senin (3/3/2025).

    Peresmian PT UNI membawa harapan besar bagi masyarakat, khususnya warga Garut dan Jawa Barat, di tengah maraknya pemutusan hubungan Kerja (PHK) di berbagai sektor industri.

    Pemerintah, menurut wamenaker, terus berupaya mengantisipasi gelombang PHK yang terjadi akibat berbagai faktor ekonomi. Noel menekankan pentingnya komunikasi yang kondusif antara perusahaan dan pekerja agar kondisi ketenagakerjaan tetap stabil, termasuk terkait peremian PT UNI.

    “Sebagai wamenaker, saya ingin memastikan ada lebih banyak serapan tenaga kerja, menekan angka pengangguran, serta mengurangi kemiskinan,” tambahnya terkait peresmian PT UNI.

    Peresmian PT UNI, perusahaan manufaktur sepatu bermerek, turut dihadiri sejumlah pejabat dan tokoh penting, seperti Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, Bupati Garut Abdusy Syakur Amin, Kapolda Jawa Barat Irjen Pol Akhmad Wiyagus, dan Ketua Apindo Jabar Ning Wahyu.

    Pada saat peresmian, PT UNI telah mempekerjakan 1.100 karyawan, dan jumlah ini diproyeksikan akan terus bertambah seiring ekspansi perusahaan.

    Hadirnya PT Ultimate Noble Indonesia (UNI) menjadi angin segar bagi sektor ketenagakerjaan di Jawa Barat, terutama bagi mereka yang terkena dampak PHK massal. Wamenaker berharap investasi semacam ini dapat menjadi solusi jangka panjang dalam mengatasi pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.