Kasus: pengangguran

  • Pengamat: Redenominasi Rupiah Bisa jadi Senjata Deteksi Uang Korupsi

    Pengamat: Redenominasi Rupiah Bisa jadi Senjata Deteksi Uang Korupsi

    Liputan6.com, Jakarta – Pengamat ekonomi, mata uang, dan komoditas Ibrahim Assuaibi menilai rencana pemerintah untuk melakukan redenominasi rupiah bukan sekadar kebijakan teknis moneter, tetapi juga strategi politik-ekonomi untuk membersihkan peredaran uang gelap di Indonesia.

    Menurut Ibrahim, pemangkasan tiga angka nol pada rupiah akan memaksa para pelaku korupsi dan pengusaha nakal keluar dari persembunyian. 

    “Ini yang cukup luar biasa, dan ini yang diinginkan oleh pemerintahan Prabowo. Prabowo selalu mengatakan bahwa koruptor ayo sadar. Tetapi selama satu tahun Pemerintahan Prabowo para koruptor itu menjadi-jadi. Di sinilah akhirnya, cara satu-satu yang tepat adalah redenominasi. Pemangkasan, ya, pemotongan harga rupiah dari seribu menjadi satu rupiah,” kata Ibrahim kepada Liputan6.com, Senin (10/11/2025).

    Ia menjelaskan, proses penukaran uang nanti akan menuntut setiap warga untuk menunjukkan identitas diri, sehingga sumber dana bisa lebih mudah dilacak. Ibrahim mengungkapkan, langkah ini sejalan dengan semangat Presiden Prabowo Subianto yang berulang kali menegaskan perang terhadap korupsi.

    “Maka pada saat menukar uang, itu nanti kan KTP muncul kan. Seperti kita beli logam mulia, beli logam mulia kan kita pakai KTP. Ya kan, pada saat nanti, ya di KTP inilah nanti akan ketahuan dari siapa, uang siapa,” ujarnya. Lebih lanjut, Ibrahim menilai redominasi menjadi mekanisme alami yang membuat uang haram terdeteksi lewat sistem penukaran resmi.

    Selain itu, Ibrahim menegaskan bahwa dengan sistem pelacakan berbasis identitas, aparat penegak hukum akan lebih mudah mengungkap transaksi mencurigakan.

    “Misal orang cuma supir, kemudian bisa nukerin uang Rp 10 miliar (karena redenominasi). Ini uang siapa? Nah biasanya nanti kan orang-orang tanda kutip yang nakal, itu pasti akan mencari orang-orang korban, istilahnya pembantu rumah tangga biasa atau pengangguran. Kemungkinan besar akan dicatat oleh penegak hukum bahwa ini siapa, terus di belakangnya siapa. Nah jadi ini sebenarnya strategi pemerintah untuk itu,” jelasnya.

  • Arah Wall Street Pekan Ini: Minim Data Ekonomi, Investor Cermati Dampak Shutdown AS

    Arah Wall Street Pekan Ini: Minim Data Ekonomi, Investor Cermati Dampak Shutdown AS

    Bisnis.com, JAKARTA – Pergerakan bursa saham Amerika Serikat (AS) pekan ini akan dipengaruhi oleh sikap investor yang mencermati arah ekonomi Negeri Paman Sam.

    Pasar AS saat ini menghadapi dilema karena minimnya data resmi akibat shutdown pemerintah dan tekanan di saham teknologi yang mengguncang Wall Street dari rekor tertingginya.

    Melansir Reuters pada Senin (10/11/2025), indeks S&P 500 ditutup melemah pada akhir pekan lalu, mengakhiri tren kenaikan selama tiga pekan berturut-turut. Meski kinerja emiten besar AS umumnya kuat pada musim laporan keuangan kuartal III/2025, indeks acuan itu masih turun sekitar 2,4% dari rekor penutupan tertinggi yang tercatat pada 28 Oktober.

    Kekhawatiran terhadap valuasi saham yang dinilai terlalu tinggi—terutama pada emiten yang terkait euforia kecerdasan buatan (AI)—kian meningkat setelah munculnya data tenaga kerja yang lemah, termasuk laporan lonjakan pengumuman pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh perusahaan-perusahaan AS.

    Minimnya rilis data resmi pemerintah akibat penutupan operasional (shutdown) sejak 1 Oktober membuat investor kini lebih banyak mengandalkan data alternatif dari sektor swasta.

    “Kami tidak mendapatkan banyak data ekonomi. Dengan valuasi saat ini dan kenaikan yang sudah signifikan, investor mulai sedikit lebih berhati-hati. Itu bukan hal buruk, tapi terjadi di saat ketidakpastian terhadap laju pertumbuhan ekonomi makin besar,” ujar Anthony Saglimbene, Chief Market Strategist di Ameriprise Financial.

    Investor kini menimbang apakah pelemahan saham belakangan ini hanya aksi ambil untung dan koreksi sehat setelah reli panjang, atau sinyal awal penurunan yang lebih dalam. 

    Kekhawatiran akan terjadinya “gelembung AI” masih membayangi Wall Street, di mana S&P 500 telah naik 14% sepanjang tahun berjalan dan 35% sejak posisi terendah pada April.

    Sektor teknologi, yang menjadi motor utama reli pasar sejak lebih dari tiga tahun lalu, justru paling terpukul dalam penurunan terakhir, melemah sekitar 6% sejak pekan lalu.

    Sejumlah laporan pada Kamis menunjukkan tanda-tanda pelemahan pasar tenaga kerja AS. Data Revelio Labs mencatat sekitar 9.100 kehilangan pekerjaan pada Oktober, sementara laporan Challenger, Gray & Christmas mengungkap rencana PHK melonjak hingga lebih dari 153.000 posisi. Bank Sentral Chicago memperkirakan tingkat pengangguran AS naik ke level tertinggi dalam empat tahun.

    Data tersebut muncul sehari setelah laporan ADP menunjukkan penambahan 42.000 pekerjaan di sektor swasta pada Oktober.

    Peter Cardillo, Chief Market Economist di Spartan Capital Securities menuturkan, laporan PHK dari Challenger, ditambah absennya data ketenagakerjaan resmi pemerintah, menjadi sinyal peringatan bahwa pasar tenaga kerja mungkin belum benar-benar stabil.

    Pekan ini seharusnya menjadi periode padat rilis data ekonomi, termasuk laporan inflasi konsumen dan produsen serta penjualan ritel. Namun, publikasi tersebut kemungkinan tertunda akibat penutupan pemerintah. 

    Investor kini akan mengandalkan laporan sekunder seperti indeks optimisme usaha kecil dari National Federation of Independent Business (NFIB) yang dijadwalkan terbit Selasa.

    Sementara itu, Menteri Transportasi AS memperingatkan pada Jumat bahwa pemerintah dapat memaksa maskapai mengurangi hingga 20% jadwal penerbangan bila shutdown tidak segera berakhir.

    Keterbatasan data resmi juga memperumit keputusan bank sentral AS (The Fed) yang harus menentukan langkah suku bunga pada rapat Desember. Setelah memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin untuk kedua kalinya pada 29 Oktober, Ketua The Fed Jerome Powell menegaskan bahwa penurunan lanjutan belum menjadi kepastian.

    “The Fed membutuhkan lebih banyak panduan untuk memahami kondisi pasar tenaga kerja. Mereka mendapatkan sinyal yang saling bertentangan, dan keputusan pada Desember tentu akan berdampak besar bagi pasar saham,” ujar Chuck Carlson, CEO Horizon Investment Services.

    Data futures Fed Funds pada Jumat malam memperkirakan peluang pemangkasan suku bunga Desember sekitar 65%. Sebelum pernyataan Powell pada Oktober, pasar hampir sepenuhnya yakin pemangkasan akan dilakukan.

    Investor juga menantikan perkembangan negosiasi yang dapat mengakhiri shutdown, yang kini menjadi yang terpanjang dalam sejarah AS.

    Selain itu, perhatian pasar tertuju pada sisa laporan keuangan kuartalan sejumlah emiten besar, menjelang berakhirnya musim rilis laba yang umumnya positif. Dari 446 perusahaan dalam indeks S&P 500 yang telah melaporkan, 82,5% mencatatkan laba di atas ekspektasi analis — tingkat tertinggi sejak kuartal II/2021, menurut LSEG IBES.

    Pekan depan, laporan keuangan dari Walt Disney dan Cisco Systems akan menjadi sorotan, sebelum giliran raksasa semikonduktor Nvidia yang dijadwalkan pekan berikutnya. Nvidia kini menjadi perusahaan dengan valuasi pasar terbesar di dunia dan simbol antusiasme investor terhadap AI.

    “Saya memperkirakan volatilitas akan meningkat di saham-saham teknologi menjelang laporan Nvidia,” kata Saglimbene.

  • AS Masih Shutdown, Efeknya ke Loyalis Trump Begini

    AS Masih Shutdown, Efeknya ke Loyalis Trump Begini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah Amerika Serikat (AS) masih mengalami penutupan sebagian atau shutdown terpanjang dalam sejarah negara itu, yang kini berdampak pada jutaan warga, termasuk para pendukung Presiden Donald Trump. Dari gaji pegawai federal hingga tunjangan publik, banyak warga kehilangan akses terhadap kebutuhan dasar mereka akibat kebijakan ini.

    Namun, wawancara Reuters dengan lima pemilih Trump – bagian dari kelompok 20 orang yang diwawancarai setiap bulan sejak Februari – menunjukkan bahwa gangguan ini tidak mengubah pandangan mereka terhadap kinerja sang presiden. Baik Partai Demokrat maupun Republik kini sama-sama khawatir akan dampak politik yang ditimbulkan oleh shutdown berkepanjangan tersebut.

    Hasil jajak pendapat Reuters-Ipsos menunjukkan dua perlima warga Amerika menyalahkan Partai Demokrat atas kebuntuan ini, karena menolak membuka kembali pemerintahan tanpa perpanjangan subsidi asuransi kesehatan melalui Affordable Care Act. Sebagian kecil responden menilai kedua partai sama-sama bersalah atau mengkritik Trump karena berupaya menggunakan shutdown untuk melakukan pemutusan kerja massal pegawai federal, meskipun langkah itu sementara diblokir oleh pengadilan.

    Salah satu pendukung Trump, Joyce Kenney (74), pensiunan asal Arizona, ikut terdampak karena penyewa rumahnya yang bekerja di lembaga sosial federal kini dirumahkan. Pendapatannya menurun karena penyewa tersebut hanya menerima tunjangan pengangguran dua pertiga dari gaji normalnya, sehingga sulit membayar sewa sebesar US$2.000 per bulan.

    Kenney menyebut kondisi ini sebagai “efek domino”, di mana ketidakpastian pendapatan menyebar dari satu pihak ke pihak lain. Ia juga kehilangan pembayaran dari Departemen Pertanian AS untuk usaha keluarganya di Montana, dan menuding Partai Demokrat sebagai penyebab utama shutdown karena perdebatan terkait subsidi kesehatan.

    Sementara itu, Steve Egan (65), pengusaha kecil di Tampa, Florida, mengaku kehilangan pesanan senilai US$4.000 dari rumah sakit veteran akibat pembatalan acara festival tahunan. Ia juga menghadapi keterlambatan pengiriman barang impor karena gangguan di sektor penerbangan dan bea cukai selama shutdown.

    Egan yang pernah menyatakan penyesalan telah memilih Trump kini menyalahkan kedua partai atas kebuntuan ini. Meski begitu, ia berharap Partai Republik mau menyetujui perpanjangan subsidi asuransi kesehatan agar pemerintahan bisa kembali berjalan.

    Foto: Presiden AS Donald Trump menyampaikan pidato di Kediaman Duta Besar AS di Tokyo, Jepang, 28 Oktober 2025. (REUTERS/Evelyn Hockstein)
    Presiden AS Donald Trump menyampaikan pidato di Kediaman Duta Besar AS di Tokyo, Jepang, 28 Oktober 2025. (REUTERS/Evelyn Hockstein)

    Dampak shutdown juga dirasakan Robert Billups (34), seorang akuntan di Washington State, yang kesulitan mencari pekerjaan karena banyak posisi kontraktor federal dibekukan. Ibunya, seorang pegawai kontrak di Internal Revenue Service (IRS), juga dirumahkan sejak awal Oktober dan mulai khawatir jika situasi terus berlanjut.

    Billups menilai, walau ibunya menyalahkan Partai Republik karena menolak mendukung subsidi kesehatan, ia memahami alasan mereka ingin membatasi pengeluaran negara. Menurutnya, tidak ada pihak yang menang dalam situasi ini karena polarisasi politik justru merugikan kedua kubu.

    Kekhawatiran juga muncul dari Amanda Taylor (52), pegawai perusahaan asuransi di Georgia, yang takut suaminya di lembaga federal akan segera dirumahkan. Pendapatan suaminya menjadi tumpuan utama keluarga, termasuk pembayaran hipotek rumah baru mereka.

    Taylor mengaku kerap menerima permintaan keringanan dari nasabah yang tak lagi mampu membayar premi asuransi akibat tidak menerima gaji. Ia menyalahkan Partai Demokrat “100%” atas shutdown, menilai mereka seharusnya menyetujui anggaran terlebih dahulu sebelum memperjuangkan perpanjangan subsidi Obamacare.

    Dampak penutupan pemerintahan juga terasa di kalangan penerima tunjangan publik seperti Juan Rivera (26), seorang kreator konten di California. Ia menunda operasi gigi setelah dokter memperingatkan kemungkinan penundaan klaim karena kekurangan staf di lembaga asuransi publik.

    Rivera menuduh Partai Demokrat bersikap munafik karena menolak rancangan resolusi darurat untuk membuka kembali pemerintahan, padahal mereka pernah menyetujuinya di masa lalu. Ia juga menilai subsidi Affordable Care Act yang ingin diperpanjang tidak efektif, karena biaya asuransi tetap tinggi dan sistemnya perlu diperbaiki secara menyeluruh.

    (wur)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Youth Innovation Challenge 2025 dorong inovator muda dukung pertanian

    Youth Innovation Challenge 2025 dorong inovator muda dukung pertanian

    Jakarta (ANTARA) – Ajang Youth Innovation Challenge 2025 mendorong para inovator muda terlibat mendukung sektor pertanian dan pangan di Indonesia.

    “Berbagai inovasi ini membuktikan bahwa anak muda Indonesia mampu menjawab tantangan global dengan solusi lokal yang berdampak dan cerdas,” kata Asisten Deputi Pengembangan Kepemudaan Global Kementerian Pemuda dan Olahraga Esa Sukmawijaya dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.

    Youth Innovation Challenge merupakan titik awal bagi pengabdian anak muda yang lebih besar kepada Indonesia, dan momentum bagi kami untuk memperkuat kolaborasi dalam mendukung inovasi anak muda, ujar dia.

    Inovator muda dari seluruh Indonesia berkumpul di Youth Innovation Challenge 2025 di Jakarta untuk mempresentasikan inovasi berdampak untuk mempercepat transformasi sistem agripangan nasional. Kompetisi ini diselenggarakan oleh Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) bersama Kementerian Pemuda dan Olahraga, serta organisasi berbasis kepemudaan, Pijar Foundation dan World Food Forum Indonesia.

    Sebanyak 12 start-up tahap awal dan enam naskah kebijakan terpilih dari lebih dari 230 proposal dengan tema ‘Ekonomi Sirkular untuk Masa Depan Berkelanjutan’. Inovasi-inovasi ini mencakup berbagai bidang, mulai dari memastikan sistem agrifood yang terintegrasi dan berkelanjutan. Kemudian meningkatkan akses modal yang inklusif, memberdayakan petani dengan teknologi yang aplikatif, dan membantu Indonesia mengurangi kehilangan dan pemborosan pangan.

    Perwakilan FAO di Indonesia dan Timor-Leste Rajendra Aryal mengatakan, FAO menyadari tantangan berkelanjutan yang dihadapi kaum muda: meskipun inovator muda di seluruh negeri penuh dengan ide, hanya ada sedikit wadah yang menghubungkan mereka dengan peluang nasional dan pengaruh kebijakan.

    “Youth Innovation Challenge diciptakan untuk menjembatani kesenjangan ini, membantu mengubah ide-ide tahap awal menjadi solusi yang dapat diterapkan untuk setiap masyarakat yang membutuhkan,” kata Rajendra.

    Di Indonesia, petani kian menua yang mana 80 persen dari mereka telah berusia 40 tahun ke atas menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023. Sementara itu, separuh dari pengangguran di Indonesia adalah anak muda berusia 15-29 tahun.

    Tantangan itu bersifat global. Laporan FAO tahun 2025 berjudul “The Status of Youth in Agrifood Systems” mengungkapkan bahwa lebih dari 20 persen pemuda tidak memiliki pekerjaan dan mengikuti pendidikan atau pelatihan (NEET).

    “Menjembatani kesenjangan pekerjaan bagi pemuda di bidang pertanian dapat meningkatkan ekonomi global sebesar 1,4 persen, setara dengan 1,5 triliun dolar AS,” ujar Rajendra.

    Youth Innovation Challenge memberikan bimbingan dan pelatihan kepada para peserta yang menghadirkan wawasan praktis dan panduan personal untuk memperkuat strategi bisnis, skalabilitas, dan dampak, serta peluang jejaring dengan para pakar industri dan investor.

    Aspirasi mereka juga disuarakan langsung kepada perwakilan pemerintah dari Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, dan Kementerian Pemuda dan Olahraga melalui dialog kebijakan.

    Direktur Eksekutif Pijar Foundation Cazadira F. Tamzil mengatakan, Youth Innovation Challenge bukan sekadar kompetisi, ini adalah awal dari sebuah gerakan kolektif.

    “Sebuah gerakan yang menyatukan pemerintah, organisasi internasional, akademisi, sektor swasta, dan generasi muda, untuk memastikan bahwa ide-ide inovatif dari para pemuda ini akan diimplementasikan, dikembangkan, dan diintegrasikan ke dalam kebijakan dan tindakan nyata,” ujar Cazadira F Tamzil.

    Pewarta: Aji Cakti
    Editor: Virna P Setyorini
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • 448 Ribu Orang di Sumut Masih Menganggur

    448 Ribu Orang di Sumut Masih Menganggur

    Liputan6.com, Jakarta Jumlah pengangguran di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) pada Agustus 2025 sebanyak 448 ribu orang, turun 10 ribu orang dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

    Hal tersebut berdadarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumut. Penurunan ini membuat Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sumut berada di level 5,32 persen, atau menurun 0,28 persen poin dibanding Agustus 2024.

    Kepala BPS Sumut, Asim Saputra mengatakan, penurunan pengangguran ini menunjukkan kondisi pasar tenaga kerja di Sumut semakin membaik, seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang solid.

    “Penurunan ini menjadi sinyal positif penyerapan tenaga kerja di Sumut semakin kuat. Meskipun masih ada tantangan, tren ini menunjukkan arah perbaikan,” kata Asim di Medan, Jumat (7/11/2025).

    Meski pengangguran menurun, berdasarkan data BPS Sumut, tingkat setengah pengangguran naik menjadi 9,05 persen, atau meningkat 0,34 persen poin dibanding Agustus 2024. Sedangkan tingkat pekerja paruh waktu turun menjadi 24,06 persen, menurun 1,02 persen poin.

    Setengah pengangguran adalah mereka yang jam kerjanya di bawah jam kerja normal, yaitu kurang dari 35 jam per minggu, dan masih mencari pekerjaan atau bersedia menerima pekerjaan lain.

    “Tingkat S”setengah pengangguran pada Agustus 2025 adalah sebesar 9,05 persen. Hal ini berarti dari 100 penduduk bekerja terdapat sekitar sembilan sampai sepuluh orang yang termasuk Setengah pengangguran,” Asim menjelaskan.

    Sementara, pada Agustus 2025, tingkat setengah pengangguran laki-laki sebesar 9,56 persen, sedangkan tingkat setengah pengangguran perempuan sebesar 8,32 persen.

    Dibandingkan Agustus 2024, tingkat setengah pengangguran laki-laki mengalami kenaikan sebesar 0,45 persen poin untuk tingkat setengah pengangguran laki-laki dan 0,18 poin untuk tingkat setengah pengangguran perempuan.

    Dari total 11,65 juta penduduk usia kerja, sebanyak 8,42 juta orang termasuk dalam angkatan kerja. Sedangkan 3,23 juta orang tergolong bukan angkatan kerja. Jika dibandingkan Agustus 2024, jumlah angkatan kerja naik 243 ribu orang, sementara jumlah penduduk bekerja meningkat 253 ribu orang.

  • Badai PHK Menggila di 2025, Sebulan 153.000 Orang Jadi Pengangguran

    Badai PHK Menggila di 2025, Sebulan 153.000 Orang Jadi Pengangguran

    Jakarta, CNBC Indonesia – Badai PHK kembali menghantam banyak sektor. Dalam bulan Oktober saja, terdapat 153.074 orang yang dipecat di Amerika Serikat (AS).

    Laporan data dari Challenger, Gray & Christmas mengungkapkan jumlah itu melompat 175% dibandingkan tahun sebelumnya. Pemangkasan biaya dan pengembangan AI jadi alasan kebijakan PHK selama bulan ini.

    Sementara itu, selama 10 bulan tahun ini, PHK telah terjadi sebanyak 1.099.500 atau meningkat 55% dalam setahun sebelumnya dari 664.839 pekerja.

    Untuk 2025, alasan terbesar PHK karena adanya DOGE Impact. Istilah itu merujuk pada lembaga pemerintahan AS, Departemen of Government Efficiency (DOGE) yang sempat dipimpin miliarder Elon Musk, untuk melakukan pemangkasan pengeluaran federal dan menghemat anggaran negara.

    “Sejumlah industri mengalami koreksi pasca-lonjakan perekrutan akibat pandemi, namun ini terjadi seiring dengan adopsi AI, melemahnya belanja konsumen dan perusahaan, serta meningkatnya biaya untuk penghematan dan pembekuan perekrutan,” kata kepala pendapatan Challenger, Gray & Christmas, Andy Challenger, dikutip dari Reuters, Jumat (7/11/2025).

    Laporan yang sama juga menyebutkan PHK terbesar terjadi pada perusahaan teknologi dan diikuti dengan pengecer dan sektor jasa.

    Dia menambahkan terdapat 450 rencana PHK perorangan yang diumumkan selama bulan Oktober saja. Jumlah itu juga naik dari bulan sebelumnya yang kurang dari 400 rencana PHK.

    Namun jumlah PHK 2025 belum melampaui 2020, yang menjadi level tertinggi. Saat itu, terdapat 2.304.755 PHK terjadi.

    AI Alasan Terbesar PHK

    Dalam beberapa waktu terakhir, sejumlah perusahaan mengumumkan melakukan PHK karena AI. Salah satunya perusahaan konsultan teknologi, Accenture yang memecat mereka yang tidak mampu meningkatkan keterampilan di bidang AI.

    Salesforce juga mengandalkan AI untuk melakukan setengah pekerjaan peran dukungan dalam perusahaan. Ini mengakibatkan 4.000 peranan dukungan pelanggan dipecat pada bulan September.

    Perusahaan fintech, Klarna juga memecat 40% pegawainya karena AI. Klarna mengadopsi alat berbasis AI secara agresif.

    PHK juga dilakukan penyedia platform pembelajaran bahasa Duolinggo. Perusahaan yak lagi bergantung pada kontrakgtor dan menggantikannya dengan AI.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Purbaya Sebut Jumlah Pengangguran Turun 4 Ribu Orang, Benarkah?

    Purbaya Sebut Jumlah Pengangguran Turun 4 Ribu Orang, Benarkah?

    Purbaya Sebut Jumlah Pengangguran Turun 4 Ribu Orang, Benarkah?

  • Pejabat The Fed Ragu Lanjutkan Pemangkasan Bunga Imbas Government Shutdown

    Pejabat The Fed Ragu Lanjutkan Pemangkasan Bunga Imbas Government Shutdown

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Federal Reserve Bank of Chicago Austan Goolsbee mengaku cemas atas rendahnya angka inflasi selama penutupan pemerintahan Amerika Serikat (government shutdown). Menurutnya, hal tersebut membuat langkah pemangkasan suku bunga lanjutan menjadi lebih berisiko.

    “Jika ada masalah yang berkembang di sisi inflasi, butuh waktu cukup lama sebelum kita bisa melihatnya. Hal itu membuat saya semakin tidak tenang,” ujar Goolsbee dalam sebuah wawancara dikutip dari Bloomberg, Jumat (7/11/2025).

    Goolsbee menambahkan, sumber data sektor swasta terkait inflasi jauh lebih sedikit dibandingkan dengan data pasar tenaga kerja, sehingga pembuat kebijakan tidak memiliki gambaran yang jelas mengenai pergerakan harga selama shutdown, seperti halnya pada data ketenagakerjaan.

    “Saya memiliki beberapa kekhawatiran, dan saya lebih cenderung berpikir bahwa ketika situasinya masih berkabut, sebaiknya kita berhati-hati dan melangkah lebih lambat,” katanya.

    Bulan lalu, The Fed kembali menurunkan suku bunga untuk kedua kalinya secara beruntun guna memperkuat pasar tenaga kerja setelah perlambatan tajam perekrutan selama musim panas. 

    Namun, inflasi yang tercatat 3% pada September, masih di atas target 2% The Fed, menimbulkan kekhawatiran bahwa proses penurunan harga mungkin memakan waktu lebih lama dari perkiraan.

    Goolsbee mengaku waspada terhadap kenaikan inflasi inti sektor jasa karena menunjukkan tekanan harga masih bertahan, bahkan di luar kategori yang langsung terdampak tarif. Dia menilai inflasi jasa cenderung lebih sulit dikendalikan.

    Harga jasa, tidak termasuk energi, naik 3,5% dalam setahun hingga September. 

    Sementara itu, indikator pengangguran waktu nyata yang diterbitkan The Fed Chicago pada Kamis, berdasarkan sumber data sektor swasta, menunjukkan tingkat pengangguran berada di 4,36% pada Oktober, nyaris tidak berubah dari estimasi 4,35% pada September.

    Pasar obligasi AS merespons positif pernyataan tersebut. Imbal hasil surat utang pemerintah AS tenor 10 tahun turun 8 basis poin menjadi 4,08%, sementara obligasi 2 tahun — yang paling sensitif terhadap perubahan kebijakan moneter — turun ke kisaran 3,55%.

  • Raperda KTR Difinalisasi, Ketua DPRD DKI Pastikan Merokok dan Penjualannya Tetap Boleh di Tempat Hiburan  

    Raperda KTR Difinalisasi, Ketua DPRD DKI Pastikan Merokok dan Penjualannya Tetap Boleh di Tempat Hiburan  

    JAKARTA – Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Raperda KTR) DPRD DKI Jakarta telah memfinalisasi pembahasan Raperda KTR. Setelahnya, draf raperda dibawa ke Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI Jakarta untuk dimatangkan sebelum pengesahan.

    Pada draf tersebut, Pansus memutuskan tetap mempertahankan pasal pelarangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan.bSelain itu, Raperda KTR yang telah rampung juga menegaskan tidak ada lagi ruang merokok di dalam ruangan tertutup.

    Meski begitu, Ketua DPRD DKI Jakarta Khoirudin menegaskan merokok maupun aktivitas perdagangan rokok masih diperbolehkan di tempat-tempat hiburan.

    “Untuk tempat-tempat tertentu di tempat hiburan, kafe, itu dibolehkan. Jangan sampai merokoknya para perokok bisa mengganggu kesehatan orang lain. Kalau untuk berdagang, kan, masih boleh. Berdagang boleh. Iya, masih boleh di tempat hiburan seperti itu ya,” kata Khoirudin kepada wartawan, Kamis, 6 November.

    Khoirudin menyampaikan, penerapan kawasan tanpa rokok tidak dimaksudkan untuk melarang aktivitas merokok secara keseluruhan, tetapi membatasi agar tidak dilakukan di lingkungan yang rentan, terutama pendidikan dan kesehatan.

    “Karena ini adalah lembaga pendidikan, calon-calon pemimpin masa depan yang harus steril. Yang kedua, untuk lembaga kesehatan dan lain-lain,” papar Khoirudin.

    Rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan DPRD DKI merampungkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) kembali menuai sorotan.

    Sejumlah pasal dalam rancangan aturan itu dinilai berpotensi menekan sektor ekonomi rakyat kecil, terutama pedagang pasar tradisional dan pelaku usaha mikro.

    Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), M. Rizal Taufikurahman, menilai ketentuan tersebut tidak mempertimbangkan kondisi ekonomi masyarakat bawah. Pelarangan yang meluas berpotensi menekan pedagang kecil dan memutus rantai ekonomi informal yang selama ini menopang perekonomian Jakarta.

    “Jangan lupa bahwa pedagang kecil merupakan bantalan ekonomi Jakarta. Jika larangan penjualan diterapkan, efek domino negatifnya mencakup turunnya omzet, lesunya daya beli, dan meningkatnya pengangguran terselubung. Kondisi ini bisa menekan stabilitas sosial dan memperlebar kesenjangan ekonomi di tingkat bawah,” ujar Rizal kepada wartawan, Rabu, 5 November.

    Menurut Rizal, pembuat kebijakan perlu berhati-hati karena Raperda KTR juga berpotensi menggerus pendapatan daerah. Pansus sendiri sebelumnya mengakui bahwa penerapan aturan ini dapat menurunkan penerimaan daerah hingga 50 persen dari sektor pertembakauan.

    “Jadi, bukan langsung memangkas sumber penerimaan tanpa pengganti yang siap. Oleh karena itu, Ranperda KTR seharusnya mengedepankan keseimbangan antara kesehatan publik dan keberlanjutan ekonomi rakyat,” ujarnya.

    Rizal menambahkan, kebijakan ini seharusnya dirancang secara proporsional dan adaptif, dengan menitikberatkan pada edukasi serta pengaturan kawasan publik bebas rokok tanpa menutup ruang legal bagi usaha mikro.

    “Yang berfokus pada edukasi dan kawasan publik bebas rokok, namun tetap beri ruang legal bagi usaha mikro agar kebijakan ini inklusif dan tidak menimbulkan eksklusi ekonomi baru,” tutur Rizal.

  • Cari Kerja Makin Susah, Gelar Sarjana Sudah Tidak Laku

    Cari Kerja Makin Susah, Gelar Sarjana Sudah Tidak Laku

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pendidikan tinggi dulunya menjadi salah satu ‘penjamin’ seseorang bisa mendapat pekerjaan dengan gaji layak. Tak heran jika banyak orang mengupayakan pendidikan hingga ke jenjang kuliah. 

    Namun, terjadi pergeseran tren di bursa kerja di masa depan. Gelar sarjana tak lagi menjadi komponen utama dalam menentukan nasib seseorang mendapat kerja.

    Fenomenanya sudah terlihat belakangan ini. Banyak lulusan kuliah yang kesulitan mencari pekerjaan dan menjadi pengangguran. Pameran bursa kerja selalu disesaki, tetapi hasilnya tak selalu indah. 

    Beberapa saat lalu, CEO Nvidia Jensen Huang mengatakan pekerjaan yang dicari di masa depan membutuhkan keterampilan fisik. Misalnya tukang ledeng dan tukang listrik untuk membangun data center yang menjadi infrastruktur penting dalam pengembangan kecerdasan buatan (AI).

    Perusahaan analitik data bernama Palantir Technologies juga mengamini hal tersebut. Startup yang mendadak terkenal karena mendapat banyak kontrak di pemerintahan Trump tersebut memilih merekrut karyawan lulusan SMA, alih-alih memperkerjakan lulusan kuliah.

    Perusahaan itu memiliki program Beasiswa Meritokrasi buatan CEO Alex Karp dengan tawaran bekerja penuh waktu di sana. Menurut Palantir, kampus adalah sistem yang rusak dan penerimaannya menggunakan kriteria yang cacat.

    Bahkan, Karp menyebutkan kampus di Amerika Serikat (AS) tidak bisa diandalkan untuk melatih pekerja. Sekitar 500 lulusan SMA mendaftar Beasiswa Meritokrasi. Beberapa orang mendaftar mengaku karena tak tertarik untuk kuliah, sementara lainnya mendaftar setelah ditolak kampus yang diinginkan, dikutip dari WSJ, Kamis (6/11/2025).

    Pada angkatan pertama, terdapat 22 orang penerima beasiswa. Dimulai dengan seminari empat minggu dengan banyak pembicara.

    Tema yang dibawakan cukup bervariasi, dari fondasi Barat, sejarah AS, hingga studi kasus pemimpin. Program akan berakhir November ini, dan bagi yang lulus akan punya kesempatan bekerja di Palantir secara full-time.

    Karena yang dihadapi adalah anak-anak lulusan SMA, program ini juga dibuat berbeda dari magang lainnya. Konselor senior yang bekerja dengan Karp dalam proyek khusus, Jordan Hirsch mengatakan punya kewajiban menyediakan sesuatu yang lebih bagi mereka.

    Hirsch juga harus menghadapi anak-anak yang belum berpengalaman. Misalnya belum pernah mencatat selama seminar atau mengerjakan sesuatu di luar pelajaran sekolahnya.

    Mantan editor majalah Foreign Affairs dan asisten profesor tambahan di Barnard College, Gideon Rose mengatakan pelajaran yang diberikan pada penerima beasiswa tak membahas soal perspektif ideologis atau partisan politik. Namun pada pengantar hubungan internasional.

    Berikutnya penerima beasiswa juga berkesempatan pergi bersama tim yang ada di Palantir. Ini menjadi ajang uji coba, dan mereka bisa mengalami sendiri bertemu klien saat bekerja.

    Minggu ketiga atau keempat, bos-bos di Palantir telah memiliki gambaran siapa saja yang bekerja baik untuk lingkungan perusahaan.

    Meski begitu, bekerja cepat tanpa kuliah bukan pilihan mudah bagi penerima beasiswa. Mereka harus mendapatkan tantangan dari orang tua dan orang terdekatnya.

    Salah satunya Matteo Zanini yang mengaku mendapatkan beasiswa saat menerima pemberitahuan penerimaan di Universitas Brown. Tidak ada yang menyarankan untuk ikut dalam beasiswa tersebut, sementara orang tuanya menyerahkan keputusan itu pada dirinya.

    Karyawan perusahaan, Sam Feldman mengatakan mungkin ada beberapa orang yang menolak bekerja di tempatnya dan mendaftar untuk kuliah. Dia memastikan tidak ada satupun penerima beasiswa yang akan bekerja di bidang investasi dan konsultan.

    “Mereka telah merasakan rasanya membangun dan memiliki agensi,” ungkapnya.

    Bos Nvidia Ungkap Pekerjaan Masa Depan

    Seperti ditulis di atas, CEO Nvidia Jensen Huang pernah menepis anggapan bahwa generasi Z sulit mendapat pekerjaan akibat pesatnya perkembangan AI. Ia justru menilai peluang kerja semakin terbuka lebar seiring ledakan data center di berbagai negara.

    Namun, kata Huang, peluang besar itu bukan untuk lulusan kuliah, melainkan bagi mereka yang memiliki keterampilan teknis di bidang kejuruan seperti listrik, pipa, hingga pertukangan.

    “Kalau kamu seorang teknisi listrik, tukang ledeng, atau tukang kayu, kita akan membutuhkan ratusan ribu orang seperti itu untuk membangun semua pabrik ini,” ujar Huang dalam wawancara dengan Channel 4 News, dikutip dari Fortune, beberapa saat lalu.

    Menurut Huang, sektor tenaga kerja terampil akan menjadi tulang punggung ekonomi baru yang digerakkan oleh teknologi fisik, bukan sekadar perangkat lunak.

    “Segmen tenaga kerja terampil di setiap ekonomi akan mengalami ledakan. Jumlahnya akan terus berlipat ganda setiap tahun,” tegasnya.

    Pernyataan Huang sejalan dengan tren peningkatan permintaan tenaga kerja konstruksi dan teknisi di Amerika Serikat. Berdasarkan laporan McKinsey, belanja modal global untuk pembangunan pusat data diperkirakan mencapai US$7 triliun pada 2030.

    Satu fasilitas pusat data berukuran 250.000 kaki persegi dapat mempekerjakan hingga 1.500 pekerja konstruksi selama masa pembangunan.

    Banyak di antara mereka berpenghasilan lebih dari US$100.000 (Rp1,6 miliar) per tahun tanpa gelar sarjana, belum termasuk lembur. Setelah beroperasi, fasilitas tersebut masih membutuhkan sekitar 50 pekerja tetap untuk perawatan.

    Huang juga menegaskan bahwa Nvidia akan ikut mendukung pembangunan ekosistem tenaga kerja ini.

    CEO BlackRock Larry Fink sebelumnya juga telah memperingatkan bahwa Amerika Serikat menghadapi krisis tenaga kerja untuk membangun data center AI.

    “Saya bahkan mengatakan kepada beberapa anggota tim Trump bahwa kita akan kehabisan teknisi listrik untuk membangun pusat data AI. Kita memang tidak punya cukup banyak tenaga kerja,” kata Fink dalam sebuah konferensi energi pada Maret lalu.

    CEO Ford Jim Farley juga menyampaikan kekhawatiran serupa. Ia menyebut, meski pemerintah AS berambisi memulangkan industri manufaktur (reshoring), tidak ada cukup tenaga kerja untuk mewujudkannya.

    “Bagaimana kita bisa memulangkan industri kalau tidak punya orang untuk bekerja di sana?” ujar Farley kepada Axios.

    Saat ini, AS kekurangan sekitar 600.000 pekerja pabrik dan 500.000 pekerja konstruksi, menurut unggahan Farley di LinkedIn pada Juni lalu.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]