Kasus: pengangguran

  • Harga Buyback Antam Hari Ini 29 Mei 2025 Turun, Jadi Berapa? – Page 3

    Harga Buyback Antam Hari Ini 29 Mei 2025 Turun, Jadi Berapa? – Page 3

    Harga emas bergerak stabil pada Rabu saat investor mencermati risalah rapat Mei Federal Reserve AS, yang menyoroti meningkatnya inflasi dan risiko resesi.

    Hal ini memperkuat daya tarik harga emas sebagai aset lindung nilai di tengah ketidakpastian ekonomi global yang terus berlangsung.

    Dikutip dari CNBC, Kamis (29/5/2025), harga emas spot tercatat stabil di level USD 3.299,95 per ons, sementara kontrak berjangka emas AS ditutup turun 0,2% ke USD 3.294,90.

    “Pasar emas belakangan ini cenderung berfluktuasi, merespons berita-berita fundamental harian tanpa adanya arah tren harga yang jelas,” kata Jim Wyckoff, analis senior di Kitco Metals.

    Pejabat The Fed dalam rapat 6–7 Mei mengakui adanya “kompromi sulit” yang mungkin dihadapi antara inflasi yang meningkat dan tingkat pengangguran, serta memperingatkan tentang risiko resesi yang semakin besar, berdasarkan risalah rapat.

    Rapat tersebut berlangsung di tengah meningkatnya kekhawatiran atas ketegangan perdagangan global, menyusul pengumuman tarif impor besar-besaran oleh Presiden AS Donald Trump pada awal April. Namun, sebagian tarif impor tersebut akhirnya dilonggarkan atau ditunda sepekan kemudian.

  • Harga Emas Pegadaian Hari Ini 29 Mei 2025: Antam, UBS, dan Galeri24 Turun – Page 3

    Harga Emas Pegadaian Hari Ini 29 Mei 2025: Antam, UBS, dan Galeri24 Turun – Page 3

    Harga emas bergerak stabil pada Rabu saat investor mencermati risalah rapat Mei Federal Reserve AS, yang menyoroti meningkatnya inflasi dan risiko resesi. Hal ini memperkuat daya tarik harga emas sebagai aset lindung nilai di tengah ketidakpastian ekonomi global yang terus berlangsung.

    Dikutip dari CNBC, Kamis (29/5/2025), harga emas spot tercatat stabil di level USD 3.299,95 per ons, sementara kontrak berjangka emas AS ditutup turun 0,2% ke USD 3.294,90.

    “Pasar emas belakangan ini cenderung berfluktuasi, merespons berita-berita fundamental harian tanpa adanya arah tren harga yang jelas,” kata Jim Wyckoff, analis senior di Kitco Metals.

    Pejabat The Fed dalam rapat 6–7 Mei mengakui adanya “kompromi sulit” yang mungkin dihadapi antara inflasi yang meningkat dan tingkat pengangguran, serta memperingatkan tentang risiko resesi yang semakin besar, berdasarkan risalah rapat.

    Rapat tersebut berlangsung di tengah meningkatnya kekhawatiran atas ketegangan perdagangan global, menyusul pengumuman tarif impor besar-besaran oleh Presiden AS Donald Trump pada awal April. Namun, sebagian tarif impor tersebut akhirnya dilonggarkan atau ditunda sepekan kemudian.

  • Harga Emas Antam Hari Ini 29 Mei 2025 Anjlok Parah, Simak Daftarnya – Page 3

    Harga Emas Antam Hari Ini 29 Mei 2025 Anjlok Parah, Simak Daftarnya – Page 3

    Harga emas bergerak stabil pada Rabu saat investor mencermati risalah rapat Mei Federal Reserve AS, yang menyoroti meningkatnya inflasi dan risiko resesi.

    Hal ini memperkuat daya tarik harga emas sebagai aset lindung nilai di tengah ketidakpastian ekonomi global yang terus berlangsung.

    Dikutip dari CNBC, Kamis (29/5/2025), harga emas spot tercatat stabil di level USD 3.299,95 per ons, sementara kontrak berjangka emas AS ditutup turun 0,2% ke USD 3.294,90.

    “Pasar emas belakangan ini cenderung berfluktuasi, merespons berita-berita fundamental harian tanpa adanya arah tren harga yang jelas,” kata Jim Wyckoff, analis senior di Kitco Metals.

    Pejabat The Fed dalam rapat 6–7 Mei mengakui adanya “kompromi sulit” yang mungkin dihadapi antara inflasi yang meningkat dan tingkat pengangguran, serta memperingatkan tentang risiko resesi yang semakin besar, berdasarkan risalah rapat.

    Rapat tersebut berlangsung di tengah meningkatnya kekhawatiran atas ketegangan perdagangan global, menyusul pengumuman tarif impor besar-besaran oleh Presiden AS Donald Trump pada awal April. Namun, sebagian tarif impor tersebut akhirnya dilonggarkan atau ditunda sepekan kemudian.

  • Poin-Poin Risalah Rapat FOMC The Fed: Risiko Inflasi dan Resesi Masih Menghantui

    Poin-Poin Risalah Rapat FOMC The Fed: Risiko Inflasi dan Resesi Masih Menghantui

    Bisnis.com, JAKARTA – Bank sentral Amerika Serikat Federal Reserve mengambil posisi waspada menyusul lonjakan ketidakpastian ekonomi, dengan memutuskan untuk menahan suku bunga sambil menanti kejelasan lebih lanjut terkait arah inflasi dan pertumbuhan.

    Dalam risalah pertemuan kebijakan Federal Open Market Committee (FOMC) pada 6-7 Mei lalu, The Fed menyatakan bahwa bahwa pendekatan sabar lebih tepat diterapkan dalam kondisi saat ini.

    The Fed mengakui risiko dari tekanan inflasi yang belum mereda bersamaan dengan meningkatnya angka pengangguran semakin meningkat dibandingkan pertemuan sebelumnya pada Maret. Risiko ini muncul di tengah kekhawatiran atas volatilitas pasar keuangan dan peringatan staf internal Fed mengenai potensi resesi yang semakin besar.

    Situasi ini dinilai berpotensi menempatkan dua mandat utama The Fed—menjaga stabilitas harga dan memaksimalkan lapangan kerja—dalam posisi yang saling bertentangan.

    “Peserta sepakat bahwa dengan pertumbuhan ekonomi dan pasar tenaga kerja yang masih kuat, serta sikap kebijakan moneter yang cukup ketat, komite berada pada posisi yang baik untuk menunggu kejelasan lebih lanjut terkait prospek inflasi dan aktivitas ekonomi,” tulis risalah tersebut seperti dilansir Bloomberg, Kamis (29/5/2025).

    Risalah juga menyoroti peningkatan ketidakpastian akibat perubahan arah kebijakan pemerintah, dan menekankan perlunya kehati-hatian sampai dampak bersih dari kebijakan tersebut dapat dipetakan secara lebih akurat.

    The Fed telah mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 4,25%–4,5% untuk ketiga kalinya secara berturut-turut.

    Kebijakan dagang Presiden Donald Trump yang penuh gejolak menjadi faktor utama yang menyelimuti prospek ekonomi dengan ketidakpastian. Rapat Mei sendiri digelar hanya beberapa hari sebelum tercapainya kesepakatan sementara antara AS dan Tiongkok untuk menurunkan tarif timbal balik.

    Kendati ada sinyal deeskalasi, beban tarif terhadap barang impor tetap tinggi, mendorong banyak pelaku usaha menunda ekspansi dan perekrutan. Para ekonom secara umum menilai bahwa tarif akan mendorong inflasi dan membebani pertumbuhan, meski potensi resesi tahun ini mulai mengecil seiring meredanya ketegangan dagang.

    Proyeksi pertumbuhan ekonomi 2025 dan 2026 turut direvisi turun oleh The Fed, mencerminkan dampak kebijakan tarif. “Staf menilai kemungkinan terjadinya resesi hampir sebanding dengan proyeksi dasar,” bunyi risalah tersebut.

    Mereka juga memperkirakan pasar tenaga kerja akan melemah secara signifikan, dengan tingkat pengangguran diproyeksikan melampaui tingkat alami dan bertahan tinggi hingga 2027. Sementara itu, tarif diperkirakan akan mendorong inflasi naik secara tajam sepanjang tahun ini.

    Ekspektasi Inflasi

    Para pejabat juga semakin mencermati ekspektasi masyarakat terhadap inflasi jangka panjang, karena khawatir lonjakan harga akibat tarif bisa menetap lebih lama dari yang diharapkan. “Hampir semua peserta” menyatakan kekhawatiran bahwa inflasi dapat lebih persisten dari prediksi sebelumnya.

    Indeks ekspektasi inflasi konsumen versi Universitas Michigan untuk jangka 5–10 tahun melonjak tahun ini, terutama didorong oleh tarif. Namun, sebagian besar pejabat Fed meredam kekhawatiran tersebut dengan mengacu pada indikator berbasis pasar yang menunjukkan ekspektasi inflasi tetap terjaga.

    “Peserta mencatat bahwa komite mungkin akan menghadapi dilema sulit jika inflasi terbukti lebih persisten sementara prospek pertumbuhan dan lapangan kerja melemah,” lanjut risalah tersebut, seraya menekankan bahwa arah perubahan kebijakan pemerintah dan dampaknya terhadap ekonomi masih sangat tidak pasti.

    Tinjauan Kerangka Kerja

    Selain soal inflasi, para pembuat kebijakan The Fed juga melanjutkan diskusi rutin mengenai evaluasi kerangka kerja strategis bank sentral—dokumen yang menjadi acuan dalam menjalankan kebijakan moneter.

    Ketua The Fed Jerome Powell sebelumnya menyampaikan bahwa saat ini merupakan momen yang tepat untuk meninjau kembali formulasi dalam kerangka kerja tersebut, khususnya terkait pendekatan target inflasi rata-rata dan definisi kekurangan dari target ketenagakerjaan bank sentral.

    Dalam tinjauan sebelumnya yang rampung pada 2020, The Fed memperkenalkan strategi baru yang membiarkan inflasi bergerak sedikit di atas target 2% untuk beberapa waktu, sebagai kompensasi atas periode panjang inflasi rendah. Pendekatan ini dikenal dengan istilah flexible average inflation targeting.

    Namun, risalah terbaru mengisyaratkan adanya dukungan yang lebih kuat terhadap pendekatan yang lebih sederhana, yakni target inflasi fleksibel, di mana bank sentral akan fokus membawa inflasi kembali ke target 2% tanpa harus mengimbangi penyimpangan sebelumnya.

    Langkah ini menunjukkan perubahan sikap yang lebih adaptif terhadap kondisi ekonomi yang dinamis, sekaligus mencerminkan kehati-hatian The Fed dalam menjaga keseimbangan antara stabilitas harga dan ketahanan pasar tenaga kerja.

  • Risalah The Fed Wanti-Wanti Inflasi dan Pengangguran di Tengah Ketidakpastian Ekonomi

    Risalah The Fed Wanti-Wanti Inflasi dan Pengangguran di Tengah Ketidakpastian Ekonomi

    Bisnis.com, JAKARTA – Para pejabat bank sentral Amerika Serikat Federal Reserve (The Fed) mengisyaratkan potensi pertarungan kebijakan yang rumit dalam beberapa bulan mendatang.

    Dalam risalah pertemuan kebijakan Federal Open Market Committee (FOMC) pada 6-7 Mei lalu, The Fed menyatakan akan menghadapi tekanan inflasi yang belum mereda bersamaan dengan meningkatnya angka pengangguran. Risiko ini muncul di tengah kekhawatiran atas volatilitas pasar keuangan dan peringatan staf internal Fed mengenai potensi resesi yang semakin besar.

    Pandangan muram tersebut kemungkinan telah sedikit bergeser setelah Presiden Donald Trump, sepekan pasca-rapat, menunda penerapan tarif impor yang paling ekstrem, termasuk bea masuk 145% atas produk asal China. Keputusan tersebut sempat menekan pasar obligasi, menjatuhkan harga saham, dan memperkuat prediksi perlambatan tajam ekonomi AS.

    Namun, risalah rapat yang dirilis Rabu (28/5/2025) tetap menunjukkan bahwa para pejabat The Fed terlibat dalam diskusi penting mengenai dampak kebijakan perdagangan yang terus berubah dari Gedung Putih. Meskipun tarif tinggi telah ditangguhkan, ketidakpastian tetap menyelimuti prospek ekonomi ke depan.

    Pejabat Fed menyoroti gejolak pasar obligasi sebagai risiko potensial terhadap stabilitas keuangan, serta menekankan bahwa perubahan persepsi terhadap dolar AS sebagai aset aman dan kenaikan imbal hasil Treasury bisa berdampak jangka panjang terhadap ekonomi.

    Kemungkinan inflasi dan pengangguran naik secara bersamaan disebut sebagai tantangan utama, yang dapat memaksa bank sentral memilih antara memperketat kebijakan moneter untuk menekan inflasi atau memangkas suku bunga demi mendukung pertumbuhan dan pekerjaan.

    “Hampir semua peserta mengomentari risiko bahwa inflasi dapat menjadi lebih persisten daripada yang diperkirakan, karena ekonomi beradaptasi dengan pajak impor yang lebih tinggi yang diusulkan oleh pemerintahan Trump,” demikian tulis risalah rapat FOMC seperti dikutip Reuters, Kamis (29/5/2025).

    Mereka menegaskan bahwa ketidakpastian ekonomi telah meningkat, dan pendekatan kebijakan yang lebih hati-hati dibutuhkan hingga dampak berbagai perubahan kebijakan pemerintah menjadi lebih jelas.

    Risiko di Dua Sisi

    Staf The Fed dalam pemaparan mereka menyampaikan bahwa kombinasi tarif dan pelemahan pasar tenaga kerja dapat mendorong inflasi jauh di atas target 2%, sementara tingkat pengangguran diperkirakan melampaui ambang batas pekerjaan penuh dan bertahan di level tersebut selama dua tahun ke depan.

    Per April, tingkat pengangguran AS berada di 4,2%. Sementara itu, Fed menilai angka 4,6% sebagai tingkat pengangguran jangka panjang yang masih berkelanjutan dengan inflasi stabil di 2%.

    Penundaan tarif yang paling agresif telah membuat sejumlah analis menurunkan estimasi risiko resesi mereka, meskipun pada awal Mei staf Fed masih menilai kemungkinan resesi hampir setara dengan proyeksi dasar pertumbuhan yang melambat namun tetap berlanjut.

    Secara teori, tarif tinggi itu hanya ditangguhkan hingga Juli sambil menunggu negosiasi soal tingkat tarif akhir. Baik pejabat Fed maupun pelaku bisnis masih dibayangi ketidakjelasan mengenai arah kebijakan ekonomi.

    Ketidakpastian itulah yang mendominasi rapat awal Mei, ketika Fed memutuskan mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 4,25% hingga 4,5%. Dalam konferensi pers usai rapat, Ketua Fed Jerome Powell menyatakan bahwa bank sentral akan menahan diri dari perubahan kebijakan hingga ada kejelasan lebih lanjut dari pemerintahan Trump mengenai rencana tarif dan dampaknya terhadap perekonomian.

    Pernyataan terseut kemudian dikukuhkan lagi oleh Powell dan sejumlah pejabat Fed dalam beberapa pekan terakhir.

    The Fed dijadwalkan menggelar rapat berikutnya pada 17-18 Juni, di mana proyeksi terbaru dari para pembuat kebijakan terkait inflasi, ketenagakerjaan, dan pertumbuhan ekonomi akan dirilis, beserta pandangan mereka mengenai suku bunga yang sesuai ke depan.

    Dalam pertemuan Maret, proyeksi median menunjukkan dua kali pemangkasan suku bunga masing-masing sebesar 25 basis poin poin hingga akhir 2025.

  • Batas Usia Dihapus dari Syarat Loker, Tekan Pengangguran atau Beban Perusahaan?

    Batas Usia Dihapus dari Syarat Loker, Tekan Pengangguran atau Beban Perusahaan?

    Jakarta

    Batas usia dalam lowongan kerja (loker) resmi dihapus Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) melalui Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/6/HK.04/V/2025 tentang Larangan Diskriminasi dalam Proses Rekrutmen Tenaga Kerja.

    Dalam aturan tersebut, memuat larangan syarat dalam lowongan kerja yang dianggap diskriminatif, seperti batas usia pelamar, penampilan menarik, hingga status pernikahan. Aturan ini menuai beragam respons, baik dari ekonom maupun pengusaha.

    Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin mengatakan, aturan ini berpotensi menambah beban bagi dunia usaha lantaran batas usia biasanya ditetapkan sebagai tahap penyaringan awal. Ia juga menyebut regulasi ini tidak berdampak signifikan terhadap penciptaan lapangan kerja.

    “Kebijakan ini netral saja impact-nya bagi penciptaan lapangan kerja, tetapi ada potensi menambah kerepotan bagi dunia usaha,” kata Wijayanto kepada detikcom, Rabu (28/5/2025).

    Wijayanto menambahkan, hanya sedikit negara di dunia yang menetapkan unsur usia dalam proses rekrutmen lowongan kerja. Adapun pengertian inklusif dalam lowongan kerja pada umumnya hanya meliputi penampilan fisik, gender, ras, suku dan agama.

    Lain halnya dengan Direktur Ekonomi Center of Economics and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda, yang menilai regulasi ini dapat menyerap tenaga kerja lantaran dipercaya membuka peluang bagi pelamar berusia 30-40 tahun.

    “Ke depan, dengan semakin maraknya PHK, pengangguran usia dewasa akan cukup tinggi. Penghapusan batas usia ini bisa dibilang menjadi peluang bagi mereka yang kehilangan pekerja di usia dewasa (30-40 tahun) bahkan lebih dari 40 tahun,” jelas Huda kepada detikcom.

    Huda juga menilai batas usia menjadi syarat yang diskriminatif terhadap individu. Terlebih di tengah maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK).

    “Orang yang terkena PHK di usia 30-40 tahun akan semakin susah mendapatkan pekerjaan kembali. Padahal kebutuhan mereka tambah tinggi dengan berkeluarga. Usia tersebut juga masih bisa bekerja secara produktif. Akibatnya, di usia yang tidak muda lagi, korban PHK beralih ke sektor informal yang tidak memberikan kesejahteraan yang lebih baik,” ungkapnya.

    Sementara itu, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Bob Azam menilai, persyaratan kerja mestinya menjadi domain bagi perusahaan, bukan pemerintah. Pasalnya, perusahaan memiliki spesifikasi yang disesuaikan dengan kebutuhan.

    “Sebaiknya persyaratan kerja biar ditentukan perusahaan penerima, bukan pemerintah terutama yang berkaitan dengan spesifikasi pekerjaan,” ujar Bob kepada detikcom.

    Namun begitu, Bob tak menampik regulasi ini ditetapkan untuk menghapus segala bentuk diskriminasi kerja. Hanya saja menurutnya, spesifikasi kerja mestinya menjadi kewenangan perusahaan.

    (hns/hns)

  • RUPTL 2025-2034 PLN, tingkatkan investasi serap tenaga kerja

    RUPTL 2025-2034 PLN, tingkatkan investasi serap tenaga kerja

    Menteri ESDM Bahlil Lahadalia di Jakarta, Senin (26/5/2025). Foto: PLN

    RUPTL 2025-2034 PLN, tingkatkan investasi serap tenaga kerja
    Dalam Negeri   
    Editor: Nandang Karyadi   
    Rabu, 28 Mei 2025 – 05:47 WIB

    Elshinta.com – PT PLN (Persero) siap melaksanakan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034 demi meningkatkan investasi, menyerap tenaga kerja dan memperkuat ekonomi mikro. RUPTL tersebut telah diumumkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia di Jakarta, Senin (26/5/2025).

    Bahlil menegaskan RUPTL ini merupakan instrumen penting untuk mewujudkan visi Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam mencapai kedaulatan energi nasional berbasis potensi dalam negeri.

    ”Bapak Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Mas Gibran salah satu programnya itu adalah terkait dengan kedaulatan energi dan transisi energi, dan RUPTL ini sebagai salah satu instrumen untuk pedoman dalam implementasi dari ketersediaan kelistrikan kita,” tambahnya, dalam keterangan tertulis yang diterima Elshinta.

    Dijelaskannya pula RUPTL akan berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional melalui 3 (tiga) faktor, yakni peningkatan investasi, penyerapan tenaga kerja dan penguatan ekonomi mikro. Pengembangan RUPTL berpotensi memperoleh investasi sebesar Rp2.967,4 triliun (T).

    Secara rinci, investasi ini terbagi untuk sektor pembangkit sebesar Rp2.133,7 T, sektor penyaluran sebesar Rp565,3 T, sektor distribusi, sektor listrik desa dan lainnya sebesar Rp268,4 T. “Proyek di RUPTL ini diharapkan akan berkontribusi kepada Produk Domestik Bruto (PDB) dan pertumbuhan ekonomi nasional secara signifikan,” terang Bahlil.

    Selain itu, diproyeksikan sebanyak 1,7 juta lapangan kerja baru akan tercipta melalui RUPTL terbaru ini, yang terdiri dari 836 ribu tenaga kerja di sektor pembangkitan dan 881 ribu di sektor transmisi serta gardu induk. Pihaknya juga optimistis hal ini dapat turut berkontribusi pada peningkatan daya beli masyarakat dan menekan angka pengangguran.

    “Kami memproyeksikan RUPTL ini akan menciptakan 1,7 juta lapangan kerja yang 91% di antaranya merupakan kategori green jobs,” terang Bahlil.

    Tak hanya itu, program Listrik Desa (Lisdes) dalam RUPTL 2025-2034 juga akan menargetkan aliran listrik ke 780 ribu rumah tangga di wilayah terluar, terdepan, dan tertinggal (3T). Melalui program Lisdes ini, diharapkan usaha mikro di berbagai daerah tersebut dapat bertumbuh dan mendorong perekonomian.

    Sementara itu, Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo menyatakan kesiapan pihaknya dalam mendukung penuh dan melaksanakan RUPTL 2025-2034.

    “Melalui RUPTL ini, PLN tak hanya menjalankan mandat transisi energi dan komitmen Indonesia dalam Paris Agreement menuju Net Zero Emissions, kami juga ingin berkontribusi nyata dalam pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja hijau, dan pengentasan kemiskinan,” pungkas Darmawan. (Vit/Ter/PLN)

    Sumber : Radio Elshinta

  • Banyak Sarjana jadi Pengangguran, Salah Siapa? – Page 3

    Banyak Sarjana jadi Pengangguran, Salah Siapa? – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Tingkat pengangguran di kalangan lulusan pendidikan tinggi di Indonesia masih menjadi sorotan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), per Februari 2025, tingkat pengangguran terbuka bagi lulusan universitas mencapai 5,25 persen. Angka ini lebih tinggi dibanding lulusan diploma I/II/III yang mencatatkan angka 4,83 persen.

    Selain itu, tingkat setengah pengangguran umum tercatat sebesar 5,03 persen, dengan lulusan diploma berkontribusi sebesar 4,01 persen.

    Pengamat Ketenagakerjaan, Timboel Siregar, mengatakan fenomena ini mengindikasikan masih adanya ketimpangan antara output pendidikan tinggi dan kebutuhan dunia kerja. Lulusan perguruan tinggi dinilai belum sepenuhnya siap memasuki pasar kerja karena keterbatasan keterampilan praktis serta kurangnya sertifikasi yang relevan dengan industri.

    Pendidikan tinggi disebut perlu bertransformasi untuk merespon kebutuhan dunia usaha dan industri yang terus berubah. Fokus pembelajaran yang selama ini hanya menekankan aspek pengetahuan atau teori dianggap kurang cukup. Institusi pendidikan tinggi diharapkan mampu mengintegrasikan pengembangan keterampilan (skill) dan sertifikasi profesional dalam proses pembelajarannya.

    “Menurut saya memang tentunya pendidikan tinggi ini harus juga bisa menyesuaikan diri dengan kebutuhan dunia usaha, dunia industri. Karena orientasinya kan memang lulusan perguruan tinggi kan mau bekerja gitu ya. Yang memang ada juga yang memang mau menjadi akademisi mengajar ya,” kata Timboel kepada Liputan6.com, Selasa (27/5/2025).

    Menurutnya, selain ijazah, lulusan juga diharapkan memiliki nilai tambah berupa kemampuan bahasa asing dan keterampilan teknis lain yang dibutuhkan industri, seperti kemampuan di bidang teknologi, kecerdasan buatan, dan penguasaan perangkat lunak.

    Misalnya, lulusan ilmu komunikasi tidak hanya harus memahami teori komunikasi, tetapi juga memiliki kemampuan multibahasa serta keterampilan teknologi penunjang komunikasi modern.

    “Gelar akademik penting, iya. Cuma tidak boleh menjadi variable tunggal. Dia harus disertai dengan sertifikasi. Dia harus disertai dengan keterampilan apa. Misalnya di komunikasi, ilmu komunikasi. Dia harus bisa paling tidak berapa bahasa,” ujarnya.

     

  • Rupiah menguat seiring kekhawatiran atas kesehatan fiskal AS

    Rupiah menguat seiring kekhawatiran atas kesehatan fiskal AS

    Pelemahan dolar pagi ini membalikkan semua kenaikan semalam yang dipicu oleh data ekonomi AS yang lebih kuat

    Jakarta (ANTARA) – Analis mata uang Doo Financial Futures Lukman Leong menganggap penguatan nilai tukar (kurs) rupiah seiring kekhawatiran investor atas kesehatan fiskal Amerika Serikat (AS).

    “Rupiah dan mata uang Asia pada umumnya menguat terhadap dolar AS yang dimana indeks dolar AS terpantau turun cukup besar pagi ini oleh kekhawatiran akan kesehatan fiskal AS,” ujarnya kepada ANTARA di Jakarta, Jumat.

    Mengutip Xinhua, penurunan peringkat utang pemerintah AS dari Aaa menjadi Aa1 oleh Moody’s akan meningkatkan tekanan ekonomi AS yang tengah menghadapi risiko resesi di tengah peningkatan tarif dan ekspektasi inflasi.

    Moody’s menjadikan utang pemerintah dan pembayaran bunga AS sebagai alasan penurunan peringkat tersebut.

    Pemerintah dan Kongres AS dinilai gagal untuk membalikkan tren defisit fiskal tahunan yang besar dan kenaikan biaya bunga.

    Moody’s memprediksi defisit federal AS akan melebar hingga hampir 9 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada 2035, naik dari 6,4 persen pada 2024.

    Adapun beban utang Federal akan meningkat menjadi 134 persen dari PDB pada 2035, dibandingkan dengan 98 persen pada 2024.

    Kekhawatiran atas kondisi fiskal itu semakin membuat prospek ekonomi jangka panjang negara tersebut menjadi kabur.

    Federal Reserve Bank of Philadelphia mengungkapkan prospek ekonomi AS tampak lebih suram sekarang dibandingkan tiga bulan lalu.

    Menurut 36 forecasters yang disurvei oleh bank tersebut, mereka memperkirakan ekonomi AS akan tumbuh pada tingkat 1,4 persen pada 2025, turun tajam dari perkiraan pertumbuhan 2,4 persen sebelum perang dagang berkobar.

    MarketWatch menilai angka tersebut merupakan kemungkinan capaian paling lambat dalam 16 tahun jika era pandemi COVID-19 dikecualikan.

    “Pelemahan dolar pagi ini membalikkan semua kenaikan semalam yang dipicu oleh data ekonomi AS yang lebih kuat seperti klaim pengangguran dan PMI (Purchasing Managers Index). Rupiah berpotensi kembali menguat, namun mungkin terbatas mengingat penguatan yang cukup besar pada rupiah dan kenaikan di pasar saham rentan aksi ambil untung,” ucap Lukman.

    Berdasarkan faktor-faktor tersebut, dia memprediksi kurs rupiah berkisar Rp16.300-Rp16.400 per dolar AS.

    Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan hari Jumat pagi di Jakarta menguat sebesar 8 poin atau 0,05 persen menjadi Rp16.320 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.328 per dolar AS.

    Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

  • IHSG diprediksi variatif di tengah pasar cermati data uang beredar

    IHSG diprediksi variatif di tengah pasar cermati data uang beredar

    Jakarta (ANTARA) – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Jumat diperkirakan bergerak variatif di tengah pelaku pasar mencermati rilis data uang beredar (M2 Money Supply) di dalam negeri.

    IHSG dibuka menguat 39,38 poin atau 0,55 persen ke posisi 7.206,36. Sementara kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 naik 5,84 poin atau 0,72 persen ke posisi 820,85.

    “Kami memperkirakan IHSG konsolidatif dalam rentang 7. 100 sampai 7.200,” ujar Senior Equity Research Analyst Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan di Jakarta, Jumat.

    Dari dalam negeri, pelaku pasar menantikan rilis data M2 Money Supply bulan April 2025 sebagai acuan untuk mengukur likuiditas uang yang beredar.

    Meningkatnya ketidakpastian ekonomi AS akibat perang dagang dan kenaikan utang, serta melebarnya defisit anggaran belanja, disinyalir membuat investor global melakukan diversifikasi portofolio dari aset yang berdenominasi dolar Amerika Serikat (AS), termasuk investasi ke pasar negara berkembang seperti Indonesia.

    Pada Jumat ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani akan mengumumkan dua kabar penting yakni pergantian Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak dan Dirjen Bea Cukai serta realisasi APBN 2025.

    Presiden Prabowo Subianto menunjuk Bimo Wijayanto sebagai Direktur Jenderal Pajak menggantikan Suryo Utomo.

    Sementara itu, Letnan Jenderal Djaka Budi Utama dipercaya sebagai Direktur Jenderal Bea Cukai menggantikan Askolani.

    Dua dirjen ini berperan sangat strategis dalam penerimaan negara, karena menyumbang hampir 70 persen dari total pendapatan negara.

    Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) mencatat pada kuartal I 2025, transaksi berjalan mengalami defisit 200 juta dolar AS atau 0,1 persen dari PDB atau lebih rendah dibandingkan defisit 1,1 miliar dolar AS atau 0,3 persen dari PDB pada kuartal IV 2024.

    Dari AS, pelaku pasar mengantisipasi rilis data New Home Sales April 2025 pada 23 Mei 2025, yang diperkirakan turun ke minus 4,7 persen month to mont (mtm) dari sebelumnya naik 7,4 persen (mtm) pada Maret 2025.

    Kondisi ini mengindikasikan permintaan di sektor perumahan baru mengalami pelemahan.

    Di sisi lain, konsensus memperkirakan The Fed baru akan mulai memangkas suku bunga pada September 2025, karena masih adanya ketidakpastian terkait tarif, inflasi, dan laju pertumbuhan ekonomi.

    Dari data, klaim pengangguran AS untuk periode seminggu yang berakhir pada 17 Mei 2025 bertambah 227.000, lebih sedikit dari perkiraan pasar sebanyak 230.000 dan periode pekan sebelumnya 229.000.

    Dari kawasan Eropa, pasar mengantisipasi rilis data Retail Sales April 2025 di Inggris yang diperkirakan tumbuh 4,5 persen year on year (yoy) dari 2.6 persen (yoy) di Maret 2025, yang mengindikasikan bahwa konsumsi domestik cenderung meningkat.

    Sementara itu, bursa saham AS di Wall Street ditutup beragam pada perdagangan Kamis (22/5/2025), indeks Dow Jones Industrial Average turun 1,35 poin dan ditutup di level 41.859,09, indeks S&P 500 melemah 0,04 persen ke 5.842,01, sementara Nasdaq Composite naik 0,28 persen ke 18.925,73.

    Bursa saham regional Asia pagi ini, antara lain indeks Nikkei menguat 263,63 poin atau 0,71 persen ke 37.248,50, indeks Shanghai menguat 0,73 poin atau 0,02 persen ke 3.381,76, indeks Hang Seng menguat 88,69 poin atau 0,38 persen ke 23.640,00, dan indeks Strait Times melemah 7,75 poin atau 0,20 persen ke 3.872,33.

    Pewarta: Muhammad Heriyanto
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025