Kasus: pengangguran

  • Tingkatkan Kualitas SDM, Wali Kota Mojokerto Tinjau Pelatihan Berbasis Kompetensi

    Tingkatkan Kualitas SDM, Wali Kota Mojokerto Tinjau Pelatihan Berbasis Kompetensi

    Mojokerto (beritajatim.com) – Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari meninjau langsung pelaksanaan Pelatihan Berbasis Kompetensi Tahap I Tahun 2025. Pelatihan ini menjadi bagian dari strategi Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sekaligus menurunkan angka pengangguran terbuka di daerah.

    Sebanyak 80 peserta usia produktif mengikuti pelatihan tahap pertama di UPT Balai Latihan Kerja (BLK) Mojokerto. Mereka terbagi dalam lima kelas pelatihan, masing-masing berjumlah 16 orang. Adapun jenis pelatihan yang diselenggarakan meliputi, desain grafis, tata boga, tata kecantikan rambut, tata rias pengantin muslim modifikasi dan menjahit pakaian dengan mesin.

    Didampingi Wakil Wali Kota Rachman Sidharta Arisandi, Ning Ita (sapaan akrab, red) menyapa langsung para peserta dan memberikan motivasi agar mereka serius mengikuti setiap sesi pelatihan. “Pelatihan ini bukan sekadar formalitas, tetapi langkah konkret untuk membekali masyarakat dengan keterampilan yang sesuai kebutuhan pasar kerja,” tegasnya, Kamis (12/6/2025).

    Orang nomor satu di lingkungan Pemkot Mojokerto ini menambahkan, pemerintah hadir untuk mempersiapkan SDM yang berkualitas dan kompetitif. Sehingga para peserta diharapkan bisa langsung bekerja atau bahkan membuka usaha sendiri selepas pelatihan.

    “Ini bukan hanya soal ilmu, tapi juga tentang membuka peluang hidup yang lebih baik. Jika mereka lulus uji kompetensi dan mendapat sertifikasi, maka peluang untuk masuk dunia kerja atau menjadi pelaku usaha akan jauh lebih besar. Ini bentuk investasi jangka panjang bagi pembangunan Kota Mojokerto,” jelasnya.

    Pelatihan berbasis kompetensi ini sejalan dengan visi Kota Mojokerto sebagai kota yang maju, berdaya saing, berkarakter, sejahtera, dan berkelanjutan. Selain itu, kegiatan ini juga ditargetkan untuk menurunkan angka pengangguran terbuka yang pada tahun 2024 tercatat masih sebesar 3,76 persen. [tin/kun]

  • Banyak yang Curigai Kopdes Merah Putih, Ini Jawaban Budi Arie

    Banyak yang Curigai Kopdes Merah Putih, Ini Jawaban Budi Arie

    Jakarta

    Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi menilai pembentukan Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih mencatatkan sejarah baru. Menurutnya, sebanyak 80 ribu koperasi desa akan dibentuk hanya oleh satu negara saja, Indonesia.

    Meski begitu banyak rasa takut, keragu-raguan hingga perasaan curiga yang dialamatkan pada Kopdes Merah Putih. Hal itulah yang kemudian disebutnya sebagai tiga musuh utama Kopdes Merah Putih.

    “Orang dasarnya takut dulu, oh ini Kopdes jalan nggak, terus curiga dulu, iya kan. Terus akhirnya apa? Ragu-ragu, ini mau jalan nggak. Program Kopdes Merah Putih ini adalah sejarah baru di dunia. Satu negara membangun 80 ribu koperasi desa,” ujar Budi Arie dalam diskusi di Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Kamis (12/6/2025).

    Meski mengakui belum memiliki banyak pengalaman, Budi Arie menyebut yang terpenting adalah keberanian untuk melaksanakannya. Jika menunggu semua sumber daya manusia (SDM) siap, kata dia, Kopdes Merah Putih tidak akan berjalan.

    “Jadi artinya apa? Keberanian. Kalau nunggu semua SDM siap, nggak akan siap. Saya juga nggak punya pengalaman bikin 80 ribu Kopdes Merah Putih. Siapa saya tanya, seluruh dunia cek, ada nggak yang punya pengalaman negara bisa membentuk 80 ribu koperasi? Nggak ada,” ujarnya.

    Budie Are memastikan program tersebut akan membuahkan hasil yang jelas. Misalnya, menekan angka pengangguran hingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, ia berharap ketakutan terhadap program Kopdes Merah Putih dapat dikurangi.

    Sementara itu, besarnya anggaran yang dikelola Kopdes Merah Putih dinilai berpotensi membuka celah korupsi. Anggaran yang disiapkan untuk masing-masing Kopdes Merah Putih diketahui mencapai Rp 5 miliar yang bisa berasal dari APBN hingga APBD.

    “Dan tentu kami di Ombudsman tidak berharap ini menjadi potensi maladministrasi yang muncul dan jadi aduan yang ditangani Ombudsman. Misalnya salah kelola atau korupsi di internal koperasi itu sendiri. Kita tahu pemerintah desa banyak mendapat gelontoran anggaran,” sebut Anggota Ombudsman RI, Dadan Suharmawijaya.

    (ily/rrd)

  • Koalisi Ojol hingga DPR Tolak Konvensi ILO, Ini Alasannya

    Koalisi Ojol hingga DPR Tolak Konvensi ILO, Ini Alasannya

    Jakarta: Koalisi ojek online (ojol) bersama DPR menyampaikan sikap menolak intervensi lembaga internasional terhadap sistem kemitraan ojek online di Indonesia.

    Penolakan itu disampaikan sebagai respons atas pernyataan Dirjen PHI dan Jamsos Kemnaker, Indah Anggoro Putri, yang mewakili Menteri Ketenagakerjaan dalam forum ILO.

    Indonesia diketahui mendukung konvensi tersebut, yang dianggap KON bertentangan dengan realitas kemitraan ojol.

    “ILO nggak ada urusannya dengan nasib ojol di Indonesia, karena ojol bukan pekerja dan bukan buruh. Kami tolak intervensi ILO,” ujar Ketua Umum Koalisi Ojol Nasional (KON), Andi Kristiyanto dalam keterangan resminya, Rabu, 11 Juni 2025.

    Andi juga menilai ada pihak-pihak tertentu yang berupaya mengarahkan opini publik agar ojol dianggap sebagai pekerja tetap. Ia meminta pemerintah dan DPR tidak terpengaruh oleh narasi yang dianggap ditunggangi kepentingan tertentu. 
     

    Dukungan terhadap posisi Koalisi Ojol juga datang dari anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Gerindra, H. Obon Tabroni. Menurutnya, ojol bukan pekerja, melainkan mitra.

    “Awalnya saya ragu, tapi setelah mendengarkan masukan dari Koalisi Ojol, saya sadar bahwa benar mereka bukan buruh. Mereka mitra,” ujar Obon, yang kini tergabung dalam tim revisi UU Ketenagakerjaan.

    Koalisi Ojol Nasional juga membacakan petisi berisi empat poin penolakan, termasuk menolak politisasi isu ojol, keberatan atas pemotongan 10% tanpa kajian, serta menolak pengakuan ojol sebagai pekerja tetap.

    Sebelumnya, rencana penerapan Konvensi ILO untuk mereklasifikasi mitra ojek online menjadi pekerja tetap dinilai bisa memicu gejolak ekonomi. Direktur Eksekutif Modantara, Agung Yudha, menyebut dampaknya bisa merembet ke UMKM, layanan publik, hingga meningkatnya angka pengangguran. 

    Menurut Agung, jika reklasifikasi dipaksakan hanya 10–30% mitra pengemudi yang bisa terserap sebagai karyawan. Sisanya, 70-90%, diprediksi akan kehilangan pekerjaan.

    “Pemaksaan kebijakan ini dapat menyebabkan efek domino berupa menurunnya pendapatan jutaan UMKM, meningkatnya pengangguran, dan hilangnya kepercayaan investor,” kata Agung.

    Industri pengantaran dan mobilitas digital disebut menyumbang hingga 2% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Jika sistem kemitraan diganti total, kontribusi ini diperkirakan menurun drastis, dengan potensi kerugian mencapai Rp178 triliun.

    Beberapa temuan dampak serupa juga terjadi di negara lain. Di Spanyol, setelah reklasifikasi, Uber memutus kemitraan dan Deliveroo hengkang dari pasar. Di Inggris dan AS, harga layanan naik dan volume pemesanan menurun drastis. Penurunan pendapatan UMKM, gangguan layanan logistik, dan risiko krisis sosial menjadi kekhawatiran utama.

    Jakarta: Koalisi ojek online (ojol) bersama DPR menyampaikan sikap menolak intervensi lembaga internasional terhadap sistem kemitraan ojek online di Indonesia.
     
    Penolakan itu disampaikan sebagai respons atas pernyataan Dirjen PHI dan Jamsos Kemnaker, Indah Anggoro Putri, yang mewakili Menteri Ketenagakerjaan dalam forum ILO.
     
    Indonesia diketahui mendukung konvensi tersebut, yang dianggap KON bertentangan dengan realitas kemitraan ojol.

    “ILO nggak ada urusannya dengan nasib ojol di Indonesia, karena ojol bukan pekerja dan bukan buruh. Kami tolak intervensi ILO,” ujar Ketua Umum Koalisi Ojol Nasional (KON), Andi Kristiyanto dalam keterangan resminya, Rabu, 11 Juni 2025.
     
    Andi juga menilai ada pihak-pihak tertentu yang berupaya mengarahkan opini publik agar ojol dianggap sebagai pekerja tetap. Ia meminta pemerintah dan DPR tidak terpengaruh oleh narasi yang dianggap ditunggangi kepentingan tertentu. 
     

     
    Dukungan terhadap posisi Koalisi Ojol juga datang dari anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Gerindra, H. Obon Tabroni. Menurutnya, ojol bukan pekerja, melainkan mitra.
     
    “Awalnya saya ragu, tapi setelah mendengarkan masukan dari Koalisi Ojol, saya sadar bahwa benar mereka bukan buruh. Mereka mitra,” ujar Obon, yang kini tergabung dalam tim revisi UU Ketenagakerjaan.
     
    Koalisi Ojol Nasional juga membacakan petisi berisi empat poin penolakan, termasuk menolak politisasi isu ojol, keberatan atas pemotongan 10% tanpa kajian, serta menolak pengakuan ojol sebagai pekerja tetap.
     
    Sebelumnya, rencana penerapan Konvensi ILO untuk mereklasifikasi mitra ojek online menjadi pekerja tetap dinilai bisa memicu gejolak ekonomi. Direktur Eksekutif Modantara, Agung Yudha, menyebut dampaknya bisa merembet ke UMKM, layanan publik, hingga meningkatnya angka pengangguran. 
     
    Menurut Agung, jika reklasifikasi dipaksakan hanya 10–30% mitra pengemudi yang bisa terserap sebagai karyawan. Sisanya, 70-90%, diprediksi akan kehilangan pekerjaan.
     
    “Pemaksaan kebijakan ini dapat menyebabkan efek domino berupa menurunnya pendapatan jutaan UMKM, meningkatnya pengangguran, dan hilangnya kepercayaan investor,” kata Agung.
     
    Industri pengantaran dan mobilitas digital disebut menyumbang hingga 2% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Jika sistem kemitraan diganti total, kontribusi ini diperkirakan menurun drastis, dengan potensi kerugian mencapai Rp178 triliun.
     
    Beberapa temuan dampak serupa juga terjadi di negara lain. Di Spanyol, setelah reklasifikasi, Uber memutus kemitraan dan Deliveroo hengkang dari pasar. Di Inggris dan AS, harga layanan naik dan volume pemesanan menurun drastis. Penurunan pendapatan UMKM, gangguan layanan logistik, dan risiko krisis sosial menjadi kekhawatiran utama.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (PRI)

  • Walk in Interview di Gresik Serap Ratusan Pencari Kerja, Dorong Perusahaan Rekrut Warga Lokal

    Walk in Interview di Gresik Serap Ratusan Pencari Kerja, Dorong Perusahaan Rekrut Warga Lokal

    Gresik (beritajatim.com) – Ratusan pencari kerja di Kabupaten Gresik antusias mengikuti kegiatan Walk in Interview yang digelar di salah satu pusat perbelanjaan, Selasa (10/6/2025).

    Kegiatan ini menjadi solusi efektif dalam mempertemukan pencari kerja dengan perusahaan secara langsung tanpa proses rumit. Sebanyak 193 pencari kerja hadir dengan membawa berkas lamaran lengkap untuk mengikuti wawancara di tempat.

    Sebanyak 241 posisi dari berbagai sektor ditawarkan dalam kegiatan ini, mulai dari industri manufaktur, sektor jasa, hingga ritel. Para pencari kerja dapat langsung bertatap muka dengan perwakilan perusahaan dan menjalani wawancara tanpa harus melewati proses administrasi yang panjang.

    Pelaksana tugas (Plt) Bupati Gresik, dr Asluchul Alif, menyampaikan pentingnya digitalisasi dalam membuka akses ketenagakerjaan yang lebih luas, salah satunya melalui aplikasi AK1 yang dikembangkan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Gresik.

    “Saya mengecek salah satu peserta mencoba aplikasi AK1. Ternyata sangat mudah digunakan. Lewat aplikasi ini, pengguna bisa mengetahui lokasi wawancara, informasi lowongan, hingga mengakses media sosial resmi Disnaker Gresik,” katanya.

    Mantan Wakil Ketua DPRD Gresik itu juga menekankan pentingnya penerapan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 71 Tahun 2024, yang mewajibkan perusahaan di Gresik untuk merekrut minimal 60 persen tenaga kerjanya dari warga lokal.

    “Kami ingin masyarakat Gresik menjadi tuan rumah di daerahnya sendiri. Perusahaan harus berperan aktif membuka peluang bagi warga sekitar,” ungkapnya.

    Kepala Disnaker Gresik, Zainul Arifin, menyampaikan bahwa hingga saat ini sebanyak 645 pencari kerja telah mendaftar melalui aplikasi AK1. Dari jumlah tersebut, 193 di antaranya mengikuti proses Walk in Interview secara langsung.

    “Disnaker ingin memastikan masyarakat memiliki akses yang seluas-luasnya terhadap pekerjaan yang layak. Inilah salah satu bentuk nyata dari komitmen kami,” paparnya.

    Salah satu peserta, Alfin (25) asal Manyar, mengaku terbantu dengan penyebaran informasi lowongan melalui media sosial resmi milik Disnaker Gresik. “Informasi dari media sosial Disnaker Gresik sangat membantu saya menemukan lowongan yang sesuai dengan ijazah saya,” tandasnya.

    Langkah rekrutmen terbuka ini diharapkan mampu menekan angka pengangguran di Kabupaten Gresik secara signifikan. Dengan sinergi antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat, Gresik menargetkan peningkatan kesejahteraan melalui peningkatan serapan tenaga kerja lokal. [dny/suf]

  • Mewujudkan filosofi “Mengubah rongsokan menjadi emas”

    Mewujudkan filosofi “Mengubah rongsokan menjadi emas”

    Mari kita wujudkan potensi tersebut, karena era emas kewirausahaan Indonesia ada di tangan kita

    Jakarta (ANTARA) – Jiwa kewirausahaan atau entrepreunership sejati, sebagaimana diajarkan oleh maestro wirausaha Indonesia Ciputra, adalah kemampuan untuk mengubah sesuatu yang tidak bernilai menjadi sesuatu yang bermakna dan menguntungkan.

    Filosofi “mengubah rongsokan menjadi emas” adalah cara berpikir entrepreuner sebagai manifestasi nyata dari kemandirian dan inovasi, yang harus menjadi landasan perekonomian kita.

    Hari Kewirausahaan Nasional yang diperingati pada 10 Juni merupakan momentum penting untuk merefleksikan peran kewirausahaan dalam perekonomian.

    Indonesia, dengan fondasi ekonomi yang kuat, berdiri di ambang peluang historis untuk menjadi kekuatan ekonomi global. Namun demikian, rasio kewirausahaan di negeri ini masih berada di bawah level ideal minimal 4 persen dari jumlah penduduk.

    Data tahun 2025 menunjukkan bahwa rasio kewirausahaan Indonesia masih berkisar antara 3,47–3,57 persen dari total populasi, jauh di bawah standar negara maju yang mencapai 10-12 persen.

    Angka ini merupakan tantangan sekaligus peluang emas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

    Akselerasi rasio kewirausahaan nasional sepertinya memang tidak bisa ditunda lebih lama. Peningkatan jumlah wirausahawan adalah keniscayaan bagi Indonesia. Wirausaha, terutama Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), merupakan motor penggerak ekonomi inklusif.

    Mereka menyerap sebagian besar angkatan kerja dan memberikan kontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

    Gelombang wirausaha baru menciptakan efek multiplikasi ekonomi yang luas, meningkatkan konsumsi dan perputaran roda ekonomi di berbagai wilayah.

    Kewirausahaan juga menjadi solusi efektif untuk mengatasi pengangguran dan menciptakan kemandirian. Di tengah bonus demografi, penciptaan lapangan kerja merupakan kebutuhan mendesak, dan wirausahawan adalah jawaban paling tepat.

    Mereka tidak hanya menciptakan pekerjaan untuk diri sendiri, tetapi juga membuka peluang bagi masyarakat luas.

    Copyright © ANTARA 2025

  • 13 Ribu Warga Magetan Nganggur, Pemkab Dorong Digitalisasi Penyaluran Naker

    13 Ribu Warga Magetan Nganggur, Pemkab Dorong Digitalisasi Penyaluran Naker

    Magetan (beritajatim.com) – Pemerintah Kabupaten Magetan berupaya mengurangi angka pengangguran di Magetan yang diperkirakan sekitar 13 ribu orang, atau sekitar 3,28 persen dari total penduduk.

    Wakil Bupati Magetan, Suyatni Priasmoro, menekankan pentingnya pengembangan sistem penyaluran tenaga kerja berbasis teknologi informasi. Ke depannya, Dinas Tenaga Kerja Magetan didorong untuk mengembangkan aplikasi atau database digital yang memuat profil lengkap para pencari kerja, mulai dari latar belakang pendidikan hingga keahlian yang dimiliki.

    “Kami ingin punya database digital yang bisa diakses oleh perusahaan-perusahaan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, swasta maupun pemerintah. Konsepnya mirip mak comblang, antara pencari kerja dan penyedia lapangan pekerjaan. Harapannya, pola penyaluran tenaga kerja melalui sistem digital ini dapat memperluas jangkauan dan meningkatkan efisiensi penempatan kerja,” kata Suyatni, saat gelaran Job Fair di GOR Ki Mageti, Selasa (10/6/2025).

    Pria yang lekat disapa Kang Suyat itu mengatakan Job Fair bakal berlangsung selama dua hari. Kegiatan ini disambut antusias oleh masyarakat karena membuka ribuan peluang kerja dari berbagai sektor.

    Menurutnya, gelaran job fair ini merupakan bentuk keseriusan pemerintah daerah dalam menyalurkan calon tenaga kerja, atau dalam istilah umumnya, para pencari kerja. Ia menyebut bahwa kegiatan seperti ini adalah salah satu model efektif dalam mengatasi pengangguran di daerah.

    “Job Fair ini intinya pemerintah kabupaten sangat berkepentingan untuk menyalurkan calon-calon tenaga kerja kita. Salah satu caranya ya lewat Job Fair ini,” ujar Suyatni.

    Dalam pelaksanaan Job Fair kali ini, sebanyak 60 perusahaan turut berpartisipasi, baik secara virtual maupun langsung. Total tersedia sekitar 10.000 lebih lowongan kerja.

    Namun, ia menyadari bahwa setiap perusahaan tetap memiliki mekanisme dan kriteria seleksi masing-masing yang harus dihormati. Oleh karena itu, pemerintah tidak bisa melakukan intervensi dalam proses rekrutmen, namun terus mendorong warga Magetan untuk memanfaatkan kesempatan yang ada sebaik mungkin.

    Wakil Bupati juga mengimbau kepada seluruh masyarakat dan pihak terkait untuk membantu menyosialisasikan kegiatan ini. Mengingat waktu pelaksanaannya hanya berlangsung selama dua hari, ia berharap antusiasme masyarakat tinggi sehingga peluang kerja tidak terbuang sia-sia.

    “Mudah-mudahan masyarakat segera berduyun-duyun untuk memanfaatkan peluang ini,” pungkasnya.

    Dengan pelaksanaan Job Fair ini, Pemkab Magetan berharap dapat menjadi jembatan yang efektif antara dunia usaha dan pencari kerja, sekaligus sebagai langkah awal untuk membangun sistem penyaluran tenaga kerja yang lebih modern dan berkelanjutan di masa depan.

    Sementara itu, salah seorang pencari kerja yakni Voni Hana mengatakan bahwa dirinya masih melihat sejumlah kriteria yang diminta oleh sejumlah perusahaan yang membuka stand di job fair tersebut.

    “Saya masih lihat-lihat dulu ya. Tadi saya scan beberapa barcode, dan masih mencari yang cocok,” katanya.

    Menurutnya, dia tak terlalu percaya dengan sejumlah opini yang beredar di media sosial yang mengatakan bahwa job fair hanya sekadar formalitas.

    “Yang penting kan percaya dulu kalau memang bisa dapat kerja lewat job fair ini. Soal diterima atau tidak, tentu itu urusan nanti. Kalau ada kesempatan seperti ini ya dipakai saja dulu,” katanya. [fiq]

  • Manusia, kekayaan dan investasi terbesar bangsa

    Manusia, kekayaan dan investasi terbesar bangsa

    Jakarta (ANTARA) – Indonesia adalah negara dan bangsa yang besar, semua orang sepertinya mengetahui fakta tersebut. Besar dari kekayaan alamnya, besar di berbagai potensi di banyak sektor ekonomi, dan besar dari jumlah penduduk yang juga begitu majemuk.

    Penting untuk kembali disoroti, bahwa sumber daya manusia (SDM), sejatinya adalah bentuk kekayaan sebuah bangsa yang paling tinggi nilainya.

    Berdasarkan estimasi proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2025 adalah sekitar 284,4 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk diperkirakan sekira 1,11 persen per tahun.

    Angka yang begitu besar ini pun turut dibarengi dengan puncak bonus demografi yang terjadi di Indonesia pada rentang tahun 2020-2030.

    Bonus demografi terjadi ketika jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) menjadi dominan dalam struktur populasi negara.

    Bukan rahasia lagi bahwa bonus ini harus bisa dimanfaatkan dengan baik oleh negara demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui tenaga kerja yang dapat mendongkrak produktivitas.

    Namun, apakah peluang itu bisa direngkuh jika berkaca dengan fenomena ketenagakerjaan saat ini di Indonesia?

    Tantangan

    Masih segar di ingatan tentang puluhan ribu orang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Mulai dari PHK massal di PT Sritex, hingga perusahaan-perusahaan di sektor padat karya, teknologi, hingga ancaman PHK di industri perhotelan.

    Ancaman dan PHK yang sudah terjadi ini, tentu berdampak besar pada puluhan ribu jiwa dan keluarga yang mereka hidupi.

    Dengan meningkatnya jumlah PHK, maka jumlah pengangguran pun juga bakal naik, dan pada akhirnya berdampak pada daya beli atau konsumsi masyarakat yang menurun.

    Dana Moneter Internasional (IMF), sebagaimana dikutip dari World Economic Outlook Edisi April 2025, memprediksi tingkat pengangguran (unemployment rate) di Indonesia bakal mencapai 5 persen pada 2025, atau naik dari angka tahun lalu sebesar 4,9 persen.

    Tingkat pengangguran versi IMF tersebut merupakan persentase angkatan kerja yang menganggur ataupun masih mencari pekerjaan.

    Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli pun tidak menampik hal tersebut. Ia melihat prediksi IMF sebagai masukan atau “alarm” bagi pemerintah untuk terus proaktif mencari solusi yang relevan dan berkelanjutan.

    “Yang jelas, yang kita lakukan sekarang adalah kita harus proaktif untuk mengorkestrasi setiap kementerian teknis, kemudian (melihat) peluang-peluang lowongan pekerjaan itu di mana. Dan ini terus kita bahas dalam lingkup rapat koordinasi lintas kementerian,” ujar Yassierli.

    Kesempatan yang inklusif

    Baru-baru ini pula, ramai pemberitaan tentang bursa kerja (job fair) yang berakhir ricuh, seperti yang terjadi di Cikarang, Bekasi.

    Job fair yang digelar pada akhir Mei itu menarik sekitar 25 ribu pekerja, sementara lowongan yang tersedia hanya sekira 2.000-3.000 saja.

    Apa yang terjadi di Cikarang, bisa jadi merupakan potret yang sama di daerah-daerah lainnya. Tak hanya pada tahun ini, tapi juga di tahun-tahun sebelumnya.

    Tentu ini merupakan pekerjaan rumah yang besar bagi pemerintah, untuk menciptakan lapangan kerja di sektor formal yang laik. Terlebih, Indonesia memiliki potensi angkatan kerja baru yang sangat tinggi pada periode ini.

    Untuk itu, pemerintah juga perlu adaptif dalam proses penciptaan lapangan kerja, agar lebih relevan seiring dengan perkembangan zaman.

    Hal ini pun sudah mulai dilakukan melalui beberapa upaya, mulai dari Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2023 yang mewajibkan pelaporan lowongan kerja secara terbuka dan transparan melalui platform SIAPkerja, hingga menerbitkan surat edaran terkait larangan diskriminasi dalam proses rekrutmen lowongan kerja.

    Investasi SDM

    Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang inklusif, berbagai kapasitas harus menjadi perhatian oleh negara. Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi menilai, investasi sumber daya manusia adalah salah satu hal yang paling krusial.

    Hal ini mengingat persaingan kerja di era sekarang, utamanya di sektor formal, bukan hanya dengan sesama manusia, tapi juga dengan perkembangan teknologi dan digitalisasi yang begitu cepat.

    Guru Besar Universitas Indonesia Rhenald Kasali mengatakan, otomasi hingga penggunaan kecerdasan buatan (AI) bisa saja menggantikan peran manusia dalam melakukan suatu pekerjaan. Bukan hanya karena lebih cepat, tapi juga lebih efisien secara biaya.

    Oleh karenanya, penting bagi negara untuk hadir dan meninjau kembali strategi yang tepat dalam menciptakan lapangan pekerjaan seiring dengan akselerasi teknologi digital.

    “Sementara, dari sisi manusianya, keterampilan kerja berubah dengan sangat cepat, sehingga dibutuhkan kemampuan adaptasi dengan pekerjaan baru,” kata Rhenald.

    Di dunia yang kini berjalan dan berubah dengan sangat dinamis, menuntut manusia di dalamnya untuk terus belajar (life-long learning). Terlebih, generasi muda saat ini juga lebih mencari pekerjaan yang bukan hanya sekadar memberikan sumber nafkah, melainkan memiliki makna (purpose-driven).

    Untuk itu, investasi pada keterampilan dan pengetahuan menjadi begitu penting. Diperlukan transformasi besar di berbagai sektor utamanya pendidikan, demi membuat para pencari dan pelaku kerja kita tetap berdaya saing.

    Karena pada hakikatnya, bangsa yang besar adalah bangsa yang memiliki manusia yang kompeten dan teredukasi, bukan hanya bergantung dengan mengeruk dalam sumber daya alam yang dimiliki.

    Sumber daya alam, pada akhirnya bisa habis. Sementara manusia, terus berjalan, hidup, dan berperan untuk melanjutkan peradaban.

    Copyright © ANTARA 2025

  • Survei The Fed Sebut Penundaan Tarif AS-China Bikin Ekspektasi Inflasi Membaik

    Survei The Fed Sebut Penundaan Tarif AS-China Bikin Ekspektasi Inflasi Membaik

    Bisnis.com, JAKARTA – Ekspektasi konsumen Amerika Serikat terhadap tekanan inflasi menunjukkan perbaikan di semua cakrawala waktu pada Mei 2025, seiring meredanya pesimisme rumah tangga terhadap kondisi pasar tenaga kerja.

    Survei bulanan Federal Reserve Bank of New York yang dikutip Bloomberg pada Selasa (10/6/2025) mencatat bahwa ekspektasi median inflasi dalam satu, tiga, dan lima tahun ke depan semuanya mengalami penurunan.

    Proyeksi untuk tahun mendatang turun tajam menjadi 3,2% dari sebelumnya 3,6% di April. Untuk jangka tiga tahun, ekspektasi turun ke 3% dari 3,2%, sementara untuk lima tahun ke depan sedikit melemah ke 2,6%.

    Penurunan ekspektasi harga ini terjadi setelah Presiden Donald Trump menyepakati penurunan tarif impor China, langkah yang meski bersifat sementara, memberikan sinyal positif ke pasar. Peningkatan sentimen konsumen juga tercermin dalam survei lain yang mencerminkan optimisme setelah pengumuman kebijakan tersebut.

    Sejak awal tahun, konsumen mengantisipasi lonjakan harga dan perusahaan mulai melakukan penyesuaian, sebagian untuk menutupi biaya impor yang meningkat. Namun kini, ekspektasi tersebut mulai melandai.

    Laporan menyebut para pejabat The Fed secara aktif memantau persepsi inflasi konsumen untuk menilai dampak jangka panjang kebijakan tarif terhadap tekanan harga.

    Perbaikan ekspektasi terjadi merata di semua kelompok umur, tingkat pendidikan, dan pendapatan. Sementara itu, indikator pasar masih sejalan dengan target inflasi 2% yang ditetapkan The Fed.

    Bank sentral AS secara luas diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuannya dalam pertemuan tanggal 17–18 Juni mendatang di Washington.

    Perbaikan di Pasar Tenaga Kerja

    Kebijakan perdagangan dan imigrasi terbaru dari pemerintahan Trump juga diperkirakan akan memengaruhi dinamika pasar kerja. Beberapa pejabat The Fed memperkirakan tingkat pengangguran berpotensi naik tahun ini.

    Namun, di sisi lain, pandangan publik terhadap prospek pekerjaan menunjukkan perbaikan pada Mei. Kemungkinan kehilangan pekerjaan dalam setahun ke depan turun 0,5 poin persentase. Sementara itu, jumlah responden yang mengaku siap berhenti bekerja secara sukarela meningkat.

    Harapan akan kenaikan tingkat pengangguran dalam 12 bulan ke depan juga menurun, meski masih berada di atas rata-rata tahunan. Persepsi rumah tangga terhadap kondisi keuangan mereka membaik; jumlah yang memperkirakan kondisi keuangan mereka memburuk dalam setahun mengalami penurunan.

    Di sisi kredit, sebagian kecil responden melaporkan kesulitan akses pembiayaan. Namun, probabilitas gagal bayar pembayaran minimum dalam tiga bulan ke depan tercatat turun ke titik terendah sejak Januari.

    Optimisme terhadap pasar saham juga tumbuh, dengan rata-rata responden memperkirakan indeks saham AS akan lebih tinggi dalam setahun ke depan.

  • Prediksi Harga Emas 10 Juni 2025, Simak Analisanya – Page 3

    Prediksi Harga Emas 10 Juni 2025, Simak Analisanya – Page 3

    Sebelumnya, harga emas dunia memulai perdagangan awal pekan ini dengan kecenderungan mendatar, bertahan di kisaran USD 3.310 selama sesi Asia pada hari Senin (9/6/2025).

    Meski pekan lalu diakhiri dengan lonjakan lebih dari 1,30%, tekanan dari penguatan Dolar AS dan ekspektasi stabilnya suku bunga The Fed menahan pergerakan harga emas untuk melanjutkan reli.

    Analis Dupoin Futures Indonesia Andy Nugraha menjelaskan, harga emas saat ini masih dalam bayang-bayang tren bearish setelah mengalami dua hari penurunan beruntun, imbas dari laporan ketenagakerjaan AS yang lebih kuat dari ekspektasi.

    Data Nonfarm Payrolls (NFP) yang dirilis pada hari Jumat (6/6/2025) mencatat penambahan 139.000 lapangan kerja pada bulan Mei, lebih tinggi dari ekspektasi pasar sebesar 130.000. Meski angka ini sedikit lebih rendah dari revisi April yang mencapai 147.000, pasar tetap bereaksi positif terhadap ketangguhan pasar tenaga kerja AS.

    Sementara itu, tingkat pengangguran tetap stabil di 4,2%, dan pendapatan rata-rata per jam juga bertahan di 3,9%, keduanya di atas proyeksi analis. Reaksi langsung pasar adalah penguatan Dolar AS dan imbal hasil obligasi pemerintah, yang keduanya memberi tekanan pada logam mulia.

     

  • Reformasi birokrasi: Pangkas lemak, bukan produktivitas

    Reformasi birokrasi: Pangkas lemak, bukan produktivitas

    Jakarta (ANTARA) – Dalam debat kebijakan publik, efisiensi anggaran sering kali dianggap sebagai pemangkasan belanja secara membabi buta. Padahal, pelajaran dari Amerika Serikat menunjukkan bahwa efisiensi yang dirancang dengan baik justru bisa meningkatkan produktivitas, tanpa mengorbankan pelayanan publik atau pertumbuhan ekonomi.

    Indonesia, dengan birokrasi pemerintahan yang masih gemuk dan boros, dapat belajar banyak dari pengalaman ini, asalkan pendekatannya adaptif, bertahap, dan berbasis data.

    Amerika Serikat pada era 1950-an hingga 1980-an berhasil mengembangkan birokrasi yang lincah dalam mendukung inovasi dan pelayanan publik. Lembaga seperti Centers for Disease Control (CDC) dan NASA menjadi contoh efisiensi kelembagaan dengan jumlah pegawai yang ramping namun hasil kerja luar biasa.

    Salah satu prinsip utamanya adalah pembatasan jumlah manajer dan pejabat administratif, serta penekanan pada akuntabilitas kinerja, penggunaan teknologi, dan keberanian untuk bereksperimen. Pemerintah AS juga menerapkan alat evaluasi kinerja seperti Program Assessment Rating Tool (PART), yang mirip SAKIP di Indonesia, namun lebih konsisten dalam implementasi.

    Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Saat ini, birokrasi kita masih dihantui oleh masalah klasik yaitu struktur kelembagaan yang berlapis-lapis, alokasi anggaran yang tidak berbasis output, serta resistensi terhadap perubahan digital.

    Menurut Laporan Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) 2023, potensi penghematan belanja negara bisa mencapai Rp121,9 triliun per tahun jika birokrasi dikelola dengan efisien. Bahkan, dalam laporan Kemenkeu terbaru, efisiensi belanja di tahun 2024 sudah mencapai Rp128,5 triliun.

    Namun penghematan ini baru permukaan. Masih banyak ruang untuk memperkuat fondasi kebijakan fiskal Indonesia melalui reformasi birokrasi yang lebih dalam dan terstruktur.

    Salah satu strategi yang perlu dipertimbangkan adalah delayering alias pengurangan lapisan manajerial yang tidak produktif. Banyak kementerian dan lembaga memiliki struktur hirarkis yang terlalu kompleks, yang tidak sejalan dengan prinsip kerja efektif. Di AS, jumlah manajer dalam satu lembaga dibatasi agar tidak lebih dari 20 persen dari total pegawai.

    Indonesia belum memiliki rasio resmi, tetapi data BKN menunjukkan bahwa sebagian besar kementerian memiliki rasio struktural yang tidak proporsional, sehingga memperlambat proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan program.

    Namun efisiensi yang tidak didasarkan pada kajian dampak bisa menjadi bumerang. Salah satu contohnya adalah kebijakan Kementerian Dalam Negeri beberapa tahun lalu yang melarang seluruh instansi pemerintah, termasuk pemda, mengadakan rapat di hotel. Tujuannya adalah penghematan anggaran negara dan mendorong penggunaan fasilitas internal. Namun, dampaknya sangat besar terhadap sektor perhotelan, khususnya di kota-kota kedua seperti Padang, Manado, Balikpapan, dan Yogyakarta yang sangat mengandalkan kegiatan MICE (Meeting, Incentives, Convention, and Exhibition).

    Menurut data Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), setelah larangan itu diterapkan, tingkat hunian hotel di beberapa daerah turun drastis hingga 40–60 persen dalam satu kuartal. Di Sumatera Barat misalnya, asosiasi hotel melaporkan bahwa lebih dari 700 karyawan hotel dirumahkan hanya dalam waktu tiga bulan pertama kebijakan berjalan. Rapat kementerian dan pelatihan aparatur sipil negara yang biasanya menghidupkan sektor jasa lokal tiba-tiba lenyap. Di Bali, yang biasanya mengandalkan tamu pemerintah di luar musim liburan, okupansi hotel sempat anjlok ke angka 20 persen.

    Kebijakan tersebut memang akhirnya direvisi beberapa tahun kemudian, namun pelajaran pentingnya tetap relevan yaitu efisiensi yang tidak memperhitungkan efek turunan ke sektor riil bisa memukul perekonomian lokal dan menyebabkan pengangguran. Ini bukan efisiensi, tetapi pemindahan beban dari negara ke masyarakat. Dalam konteks ini, kebijakan semestinya mempertimbangkan multiplier effect, bukan sekadar penghematan nominal.

    Langkah berikutnya dalam membenahi birokrasi adalah digitalisasi proses layanan dan administrasi yang benar-benar berdampak. Indonesia sudah memulai melalui GovTech INA Digital, tetapi penerapannya belum merata.

    Laporan Kominfo menunjukkan bahwa hanya sekitar 35 persen lembaga pemerintah yang memiliki SDM TI yang memadai. Padahal, transformasi digital tidak hanya soal teknologi, melainkan juga soal cara kerja, kultur organisasi, dan kemauan untuk mengubah paradigma birokrasi.

    Kementerian/lembaga perlu difokuskan pada proyek strategis berdampak tinggi, seperti digitalisasi rumah sakit, pelayanan sosial daring, dan proyek padat karya. Untuk itu, pemerintah bisa membentuk program “Ministry Strategic Projects” (ModSP), meniru model “Operation Warp Speed” di AS saat pandemi. Proyek-proyek ini harus memiliki timeline, indikator kinerja, dan audit independen agar tidak menjadi sekadar jargon.

    Efisiensi juga tidak boleh dilakukan secara serampangan. Pengurangan anggaran kementerian sebesar Rp306,7 triliun dalam RAPBN 2025, seperti dilansir berbagai media, harus dikaji dengan seksama agar tidak memukul kementerian yang sedang menjalankan reformasi penting.

    Jika efisiensi tidak disertai dengan prioritas dan data dampak, maka justru bisa menurunkan PDB. Dalam proyeksi Bank Indonesia, pertumbuhan ekonomi tahun depan berada di kisaran 4,7 hingga 5,5 persen. Pemangkasan anggaran secara membabi buta bisa menghambat pemulihan ekonomi, terutama jika menyasar sektor produktif

    Yang juga penting adalah mengukur ulang efisiensi birokrasi bukan hanya dari jumlah pengeluaran, tetapi dari kualitas layanan dan dampaknya terhadap masyarakat.

    Pemerintah Australia mengevaluasi ribuan program setiap tahun dan hanya menyetujui sekitar 80–90 program yang benar-benar berdampak. Indonesia dapat mencontoh ini dengan memperkuat evaluasi lintas kementerian yang melibatkan Bappenas, Kemenkeu, dan Kantor Staf Presiden.

    Dari sisi pembiayaan, pemerintah dapat menata ulang struktur anggaran pegawai. Saat ini, belanja pegawai mencapai 14,62 persen dari APBN (data 2022), padahal produktivitasnya belum sebanding. Dengan mengurangi posisi manajerial tidak produktif dan menggantinya dengan SDM digital dan profesional, efisiensi bisa tercapai tanpa PHK besar-besaran.

    Rekomendasi kebijakan

    Agar efisiensi birokrasi Indonesia tidak menurunkan produktivitas dan pendapatan domestik bruto, maka setidaknya ada lima rekomendasi kebijakan yang perlu dipertimbangkan. Pertama, evaluasi dampak kebijakan secara holistik. Seperti kasus larangan rapat di hotel, setiap kebijakan efisiensi harus dievaluasi dengan mempertimbangkan dampak ke sektor riil dan lapangan kerja.

    Kedua, penyederhanaan struktur birokrasi. Tetapkan rasio struktural maksimum dan lakukan delayering bertahap berbasis kinerja.

    Ketiga, digitalisasi yang terpadu dan terukur. Bangun SDM digital di seluruh K/L dan percepat sistem layanan satu pintu daring.

    Keempat, prioritaskan proyek strategis nasional. Terapkan model impact-based budgeting, bukan across-the-board cuts. Impact-based budgeting adalah metode penganggaran yang memprioritaskan pendanaan berdasarkan kontribusi nyata suatu program atau proyek terhadap tujuan pembangunan nasional, seperti penciptaan lapangan kerja, peningkatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan kemiskinan, atau pencapaian target SDGs. Pendekatan ini menilai secara empiris dan kuantitatif apakah suatu proyek menghasilkan manfaat ekonomi dan sosial yang tinggi dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan.

    Di Indonesia, pemerintah telah menetapkan Proyek Strategis Nasional (PSN) sebagai program prioritas untuk mendukung pertumbuhan jangka menengah-panjang. Hingga 2023, tercatat 200 PSN dengan nilai investasi mencapai Rp5.746 triliun, yang mencakup sektor infrastruktur, energi, teknologi, hingga ketahanan pangan.

    Proyek-proyek ini dirancang untuk memperluas konektivitas wilayah (jalan tol, pelabuhan, bandara), meningkatkan akses listrik dan energi bersih, meningkatkan produksi pangan dan ketahanan air, dan mendorong transformasi digital dan industri 4.0.

    Namun, jika pemotongan anggaran dilakukan tanpa melihat dampak proyek, maka proyek-proyek yang seharusnya menjadi mesin pertumbuhan justru bisa terhambat, dan akhirnya akan berdampak pada menurunnya PDB, meningkatnya pengangguran, serta hilangnya efek multiplier ke sektor swasta.

    Kelima, perkuat evaluasi program dan transparansi. Libatkan pihak ketiga dan audit independen untuk mengevaluasi efektivitas anggaran secara berkala.

    Indonesia perlu mengadopsi semangat reformasi ala Amerika Serikat bukan hanya dari sisi pemangkasan anggaran, tetapi dari cara berpikir yang mendasarinya yaitu hasil lebih penting dari prosedur, inovasi lebih penting dari formalitas.

    Efisiensi anggaran bukan sekadar menghemat, tapi tentang mengarahkan belanja ke hal yang benar, untuk hasil yang benar. Efisiensi anggaran bukan sekadar mengurangi pengeluaran, tetapi menata ulang pengeluaran agar menghasilkan dampak terbesar bagi rakyat dan perekonomian.

    Pendekatan impact-based budgeting, jika diterapkan dengan baik, bisa menjadi jawaban untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tanpa mengorbankan lapangan kerja dan kesejahteraan sosial.

    Pemerintah Indonesia harus belajar dari kelemahan kebijakan pemotongan seragam dan mulai mengarahkan belanja negara ke program-program yang benar-benar strategis dan berdampak langsung Ini adalah momen langka untuk membenahi birokrasi dari akarnya dengan memangkas lemak, tapi menjaga otot ekonomi tetap kuat dan tumbuh.

    Jangan sampai niat baik efisiensi justru menekan sektor produktif dan memperbesar pengangguran, seperti yang sudah pernah terjadi. Mari kita belajar, bukan mengulang.

    *) Dr. Aswin Rivai, SE., MM adalah Pemerhati Ekonomi dan Dosen FEB-UPN Veteran, Jakarta

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.