Kasus: pengangguran

  • Daya Saing RI Merosot 13 Peringkat, Malaysia Malah Melesat

    Daya Saing RI Merosot 13 Peringkat, Malaysia Malah Melesat

    Jakarta, CNBC Indonesia – Institute of Management Development (IMD) kembali merilis peringkat daya saing negara-negara di dunia dalam World Competitiveness Ranking (WCR) 2025. Hasilnya, untuk daya saing Indonesia turun 13 peringkat menjadi peringkat 40 dari total 69 negara dunia yang masuk pemeringkatan.

    Direktur World Competitive Center (WCC) IMD Arturo Bris menjelaskan, peringkat daya saing Indonesia yang turun itu beriringan dengan sejumlah negara ASEAN lain, meski masih ada yang naik seperti Malaysia. Penyebab penurunan ialah efek perang tarif dagang yang diterapkan Presiden AS Donald Trump.

    “Pasca pandemi, Indonesia merupakan salah satu negara dengan performa daya saing terbaik dalam peringkat WCR yang naik 11 peringkat. Kenaikan peringkat daya saing ini didongkrak dari nilai ekspor migas dan komoditi. Namun, saat ini peringkat daya saing Indonesia dan sejumlah negara Asia Tenggara anjlok imbas dari perang tarif yang ditujukan ke kawasan ini,” kata Arturo dikutip dari siaran pers, Kamis (19/6/2025).

    Negara lain yang juga turun 13 peringkat seperti Indonesia ialah Turki. IMD mencatat Turki dan Indonesia merupakan dua negara yang mengalami penurunan peringkat terburuk di banding negara-negara lain dalam WCR 2025.

    “Untuk Turki, kemerosotan peringkat daya saing negara itu imbas buruknya kondisi ekonomi negara itu, khususnya terkait krisis mata uang,” ucap Arturo.

    Selain itu, tiga dari lima negara Asia Tenggara yang diukur dalam survei pun turun peringkat; Thailand turun 5 peringkat dan Singapura turun satu peringkat. Namun di sisi lain, posisi Malaysia berhasil meroket 11 peringkat dan Filipina naik satu peringkat. Kenaikan peringkat kedua negara ini didorong oleh kebijakan industri dan investasi digital yang strategis.

    Berikut peringkat lima besar negara dengan daya saing terbaik di kawasan Asia Tenggara dibanding tahun lalu:

    1. Singapura peringkat 2 turun 1 peringkat

    2. Malaysia peringkat 23 naik 11 peringkat

    3. Thailand peringkat 30, turun 5 peringkat

    4. Indonesia peringkat 40, turun 13 peringkat

    5. Filipina peringkat 51, naik 1 peringkat

    Riset WCR 2025, mengukur tingkat daya saing 69 negara dunia menggunakan data keras dan hasil survei. WCC memperhitungkan 262 informasi berupa 170 data eksternal dan 92 respons survei terhadap 6.162 responden eksekutif di tiap negara.

    Berdasarkan survei, 66,1% eksekutif Indonesia menganggap kurangnya peluang ekonomi menjadi pendorong polarisasi. Artinya, masalah ekonomi mendasar seperti infrastruktur yang tidak memadai, lembaga yang lemah, dan keterbatasan talenta SDM (sumber daya manusia) mesti mendapat porsi perhatian yang besar.

    Pembangunan yang dilakukan negara dianggap tidak inklusif membuat ketimpangan struktural, angka pengangguran yang tinggi, dan pembangunan yang tidak merata. Minimnya penciptaan lapangan kerja baru ini membuat warga frustasi karena mempersulit mereka untuk “naik kelas”.

    (arj/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • The Fed Kembali Tahan Suku Bunga, Prediksi 2 Penurunan pada 2025 – Page 3

    The Fed Kembali Tahan Suku Bunga, Prediksi 2 Penurunan pada 2025 – Page 3

    Prediksi yang direvisi dari pembaruan terakhir pada Maret menunjukkan penurunan sebesar 0,3 poin persentase untuk PDB dan peningkatan dalam jumlah yang sama untuk indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi.

    Personal Consumption Expenditures Inti (PCE inti), yang menghilangkan harga pangan dan energi, diproyeksikan sebesar 3,1%, juga 0,3 poin persentase lebih tinggi. Prospek pengangguran mengalami sedikit revisi, hingga 4,5%, atau 0,1 poin persentase lebih tinggi dari bulan Maret dan 0,3 poin persentase di atas level saat ini.

    Pernyataan FOMC tidak banyak berubah dari pertemuan Mei. Secara umum, ekonomi tumbuh pada “kecepatan yang solid,” dengan pengangguran “rendah” dan inflasi “agak tinggi,” kata komite tersebut.

    Selain itu, komite mengindikasikan kekhawatiran yang lebih sedikit tentang gejolak ekonomi dan ketidakpastian atas kebijakan perdagangan Gedung Putih.

    “Ketidakpastian tentang prospek ekonomi telah berkurang tetapi tetap tinggi. Komite memperhatikan risiko bagi kedua belah pihak dari mandat gandanya,” kata komite tersebut.

    Selama konferensi pers, Ketua Federal Reserve Jerome Powell menyarankan ada waktu untuk menunggu kejelasan lebih lanjut.

    “Untuk saat ini, kami berada dalam posisi yang baik untuk menunggu untuk mempelajari lebih lanjut tentang kemungkinan arah ekonomi sebelum mempertimbangkan penyesuaian apa pun terhadap kebijakan kami,” ujar Powell.

    Saham AS berfluktuasi mendekati garis datar setelah pengumuman tersebut.

     

  • Sri Mulyani ‘Bingung’ WTO Letoy

    Sri Mulyani ‘Bingung’ WTO Letoy

       

    Oleh: Sefdin Alamsyah*

    MENTERI Keuangan Sri Mulyani menyebut Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) sangat tidak berguna di era sekarang. Itu dikatakan perempuan berdarah Kebumen yang lahir di Lampung itu, dalam forum CNBC Economic Update 2025 di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Rabu 18 Juni 2025, yang dilansir banyak media.

    “Hari ini negara-negara besar tidak mempercayai lembaga multilateral karena merasa tidak terwadahi interest-nya. Sehingga negara-negara yang kuat merasa; ‘That I have to solve my own problem, without using those multilateral institution’,” tegas Ani.

    Masih kata Ani, saat ini era sudah bergeser ke unilateral. Ini utamanya terjadi imbas Amerika Serikat (AS) yang selalu merasa sebagai korban globalisasi. Padahal, lanjut Ani, WTO dan organisasi global lain awalnya dibentuk oleh AS bersama negara G7.

    Ani juga menyinggung negara di dunia sekarang lebih memilih mengamankan kepentingan masing-masing. Ini yang akhirnya melanggengkan persaingan politik, ideologi, militer, keamanan, sampai ekonomi.

    “Coba kita lihat akhir-akhir ini, dalam dua bulan terakhir. Negara terbesar, Amerika Serikat, terkuat, ekonominya terbesar yang merasa menjadi victim dari globalisasi yang merupakan sistem yang diadvokasi oleh Amerika Serikat sendiri,” sambung Ani.

    Pernyataan Ani ini seperti menunjukkan kebingungan. Karena tidak ada teori yang bisa menjawab situasi saat ini. Padahal, teorinya sederhana: Karma. Negara-negara yang dulu mengimpor mazhab pasar bebas, ekonomi neoliberal dan globalisasi sekarang sedang terkena karmanya sendiri.

    AS sekarang APBN-nya suffering. Karena harus menanggung biaya social safety net yang begitu besar. Akibat dari industri manufakturnya yang jeblok. Karena perusahaan di AS yang sudah diberi ruang oleh globalisasi melalui model ekonomi pasar bebas, memindahkan pabrik-pabriknya ke Asia-Afrika yang biaya buruhnya lebih murah. 

    Celakanya, hasil keuntungan mereka tidak lagi masuk ke AS. Tapi parkir dan diinvestasikan lagi di beberapa negara di luar AS. Hasilnya? Pajak yang masuk ke AS mengecil. Akibatnya: APBN negara Paman Sam itu “keringat dingin”. Karena harus membiayai penduduknya yang menjadi pengangguran dan angkanya meningkat.

    Skenario Trump menggunakan senjata hambatan tarif sejatinya adalah upaya untuk melakukan Reshoring. Untuk memindahkan kembali operasi produksi perusahaan AS dari luar negeri ke AS. Tapi rupanya doktrin ekonomi liberal dan globalisasi lebih menarik perusahaan AS untuk melakukan offshoring. Alias memindahkan operasi produksi ke luar negeri untuk mengurangi biaya produksi.

    China, sejak 40 tahun yang lalu, sebagai negara yang paling banyak menerima tamu perusahaan-perusahaan asing, cerdik mengelola. China sadar. Dirinya dituju karena upah buruh yang murah. Bukan karena persahabatan. Tapi karena buruh yang pekerja keras. Tidak banyak istirahat. Apalagi merokok sambil kerja. 

    Sekarang tiba-tiba Trump marah-marah ke China. Rupanya Trump terlambat menbaca buku ‘Globalization and Its Discontents’ karya Joseph E. Stiglitz. Yang membahas kritik terhadap dampak negatif globalisasi. Terutama dalam hubungannya dengan negara berkembang. 

    Trump rupanya juga lupa sejarah. Bahwa gagasan globalisasi melalui pendirian World Bank, IMF, GATT yang dilahirkan dalam pertemuan di Bretton Woods juga inisiasi AS. Hakikat tujuan pertemuan itu adalah agar kolonialisme tetap dapat dilanjutkan tanpa harus melakukan pendudukan fisik. 

    Rupanya dunia harus mulai sadar. Sistem pasar bebas yang menyerahkan ekonomi tersusun dengan sendirinya oleh mekanisme pasar: gagal. Sekarang saatnya kita kembali menengok sejarah. Menengok pikiran para hikmat yang dulu di Indonesia pernah ada. Mereka bersidang di Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). 

    Mereka menawarkan sistem Negara Sosialisme yang Berketuhanan melalui Lima Sila yang dijabarkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli. Sebelum diobrak-abrik dalam Amandemen pada tahun 1999 hingga 2002. 

    Negara dengan sistem Sosialisme yang Berketuhanan ini adalah penjabaran dari lima Sila di dalam Pancasila. Sila Pertama, Ketuhanan yang berarti ekonomi harus mendasarkan kepada moral, karena pemilik sejati adalah Tuhan. 

    Sila Kedua, Kemanusian yang Adil dan Beradab, artinya ekonomi itu harus bersifat manusiawi dan adil, dengan menganggap sama semua manusia. Satu dengan yang lain tidak boleh ada yang memiliki kedudukan atau hak yang lebih tinggi untuk melakukan penghisapan kepada yang lemah. 

    Lalu Sila Ketiga, Persatuan Indonesia, adalah wujud dari nasionalisme ekonomi, sehingga semua kebijakan harus sejalan dengan nasionalisme. Contoh teranyar: Jangan membuat gaduh dengan memindahkan hak atas pulau-pulau kecil. 

    Sila Keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan, adalah prinsip demokrasi ekonomi. Setiap orang, meskipun dia miskin atau lemah, tetap harus diikutsertakan melalui perwakilan yang utuh dan perwakilan yang mewakili mereka dalam setiap pembuatan kebijakan. 

    Dan yang terakhir, Sila Keadilan Sosial adalah tujuan dari semuanya itu. 

    Kalau diperas: Sila Pertama dan Kedua adalah dasarnya, yaitu moral dan kemanusiaan. Sila Ketiga dan Keempat adalah caranya. Dan Sila Kelima adalah tujuannya.

    Jadi, wajar kalau Sri Mulyani bingung melihat situasi global hari ini. Tapi kata Gus Baha: Bingung itu perlu. Katanya: Barokahnya bingung orang tidak menjadi sombong dan tidak merasa paling tahu. Karena segala sesuatu harus dipikirkan dan dikaji dulu secara mendalam. 

    *(Penulis adalah pendiri Pusat Studi Pembangunan berbasis Pancasila. Kandidat Doktor Hukum dan Pembangunan, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Airlangga Surabaya.)

  • Target Pemkot Bandung Turunkan Angka Pengangguran Terbuka Dinilai Ekonom Berat

    Target Pemkot Bandung Turunkan Angka Pengangguran Terbuka Dinilai Ekonom Berat

    PIKIRAN RAKYAT – Angka pengangguran terbuka di Kota Bandung saat ini mencapai sekitar 100.000 orang. 

    Pemerintah Kota Bandung menargetkan 15.000 tenaga kerja baru bisa terserap setiap tahun, termasuk di antaranya melalui kegiatan bursa kerja (job fair).

    Guru Besar bidang Ilmu Ekonomi Pembangunan Unisba, Prof. Dr. Atih R. Dariah mengatakan target penurunan angka pengangguran terbuka di Kota Bandung tersebut dirasa akan berat. 

    Menurut dia, target rasional yang harus ditentukan Pemkot Bandung didasarkan pada besaran elastisitas kesempatan kerja selama ini.

    Elastisitas kesempatan kerja merupakan angka yang menunjukan berapa besar perubahan kesempatan kerja karena adanya pertumbuhan ekonomi.

    “Kemudian berapa target pertumbuhan ekonominya. Jadi mungkin tidaknya bergantung besaran elastisitas kesempatan kerja dan rasionalitas perkiraan pertumbuhan ekonomi ke depannya,” kata Atih, Rabu 18 Juni 2025.

    Dikatakan Atih, kesempatan kerja itu ada yang bersifat formal dan informal dan tersebar di 17 lapangan usaha. Sementara, 15.000 kesempatan kerja untuk setiap tahun jika disandarkan pada sektor formal lumayan berat.

    Ini mengingat karakteristik ekonomi Kota Bandung yang berbasis jasa sehingga cenderung padat pengetahuan. Untuk itu  agar percepatan penurunan angka pengangguran terbuka, Pemkot Bandung sebaiknya mendorong pertumbuhan ekonomi yang padat karya.

    “Terutama sektor usaha mikro kecil. Dan lebih khusus lagi yang memiliki produk khas/unik bercirikan Kota Bandung,” kata Atih. (*)

  • Butterfly Effect Data Semu Perekonomian

    Butterfly Effect Data Semu Perekonomian

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang kembali marak di berbagai sektor pada 2024 dan awal 2025 bukanlah peristiwa biasa. Ini merupakan refleksi dari krisis struktural dalam sistem ketenagakerjaan dan perekonomian nasional.

    PHK sering dianggap keputusan logis atas tekanan pasar dan perlambatan ekonomi global. Namun, jika dicermati lebih dalam, gelombang PHK massal tidak berdiri sendiri. Kondisi ini datang bersamaan dengan tren yang jauh lebih mengkhawatirkan: penurunan produktivitas tenaga kerja dan tingginya rasio ICOR (Incremental Capital Output Ratio), yang menandakan rendahnya efisiensi investasi nasional.

    Kita tengah menghadapi kombinasi masalah sistemik yang membentuk bom waktu sosial-ekonomi. Jika tidak segera ditangani, ketiga indikator ini akan mengikis daya tahan nasional secara perlahan, memicu kemiskinan struktural, ketimpangan yang memburuk, dan bahkan potensi instabilitas keamanan.

    Produktivitas Menurun, Daya Saing Terancam

    Data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Asian Productivity Organization mencatat bahwa pertumbuhan produktivitas tenaga kerja Indonesia pada akhir 2024 mengalami kontraksi –1,55 persen secara tahunan (YoY). Ini menjadi sinyal serius bahwa tenaga kerja kita, khususnya di sektor industri dan jasa, belum mampu beradaptasi terhadap tantangan dan kebutuhan pasar yang terus berubah. Dalam jangka panjang, tren ini akan menurunkan daya saing nasional.

    Selama hampir satu dekade terakhir, pertumbuhan produktivitas tenaga kerja Indonesia stagnan di kisaran 2,5 persen per tahun. Bandingkan dengan Vietnam yang mampu mempertahankan laju produktivitas di atas 5 persen.

    Lemahnya pertumbuhan ini antara lain disebabkan tingginya proporsi pekerja informal, rendahnya kualitas pendidikan vokasi, serta kurangnya reskilling dan upskilling yang adaptif terhadap teknologi baru.

    Investasi Mahal, Pertumbuhan Lambat

    Sementara itu, ICOR Indonesia pada awal 2025 masih berada di kisaran 6. Artinya, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar satu persen, dibutuhkan investasi hingga enam persen dari produk domestik bruto (PDB). Ini menunjukkan investasi yang digelontorkan, baik oleh pemerintah maupun sektor swasta, belum menghasilkan output ekonomi yang optimal.

    Sebagai perbandingan, negara-negara seperti Vietnam dan Thailand memiliki ICOR di kisaran 4–5. Tingginya ICOR Indonesia mencerminkan inefisiensi dalam pelaksanaan proyek-proyek publik, tumpang tindih kebijakan sektoral, serta minimnya adopsi teknologi dalam proses produksi.

    Produktivitas yang stagnan ditambah ICOR yang tinggi menciptakan paradoks pembangunan. Kita berinvestasi besar, tetapi pertumbuhan yang dihasilkan kecil. Sementara tekanan terhadap pembiayaan negara dan sektor keuangan semakin berat, terlebih dengan melambatnya penerimaan pajak dan meningkatnya belanja sosial.

    Gejala dan Dampak Domino

    PHK massal tidak hanya menyangkut persoalan ketenagakerjaan. Namun, mencerminkan dari gagalnya sistem produksi dalam menyerap dan mempertahankan tenaga kerja secara berkelanjutan. Akibatnya, beban negara meningkat karena harus menyalurkan bantuan sosial, tunjangan pengangguran, dan subsidi kebutuhan dasar.

    Pada Maret 2025, BPS mencatat bahwa angka kemiskinan naik menjadi 8,57 persen, namun dan Bank Dunia mengumumkan laporan bahwa tingkat kemiskinan Indonesia sebesar 68,3% (lebih baik dari Zimbabwe). Sebagian besar berasal dari rumah tangga dengan anggota usia produktif yang kehilangan pekerjaan tetap. Di sisi lain, PHK menimbulkan tekanan psikososial—stres, kecemasan, bahkan konflik keluarga—yang bisa menjalar menjadi masalah sosial yang lebih kompleks.

    Dalam skenario ekstrem, ketidakpuasan sosial akibat pengangguran dan ketimpangan ekonomi bisa menjadi lahan subur bagi radikalisasi, kriminalitas, dan konflik horizontal. Jika tidak diantisipasi, hal ini dapat menggoyahkan stabilitas sosial dan keamanan nasional.

    Peningkatan Produktivitas dan Inklusivitas

    Kita membutuhkan perubahan pendekatan. Pertama, pemerintah harus memperbesar investasi pada pendidikan vokasi dan pelatihan kerja yang sesuai kebutuhan industri. Reskilling dan upskilling tenaga kerja, terutama korban PHK, harus menjadi prioritas nasional.

    Kedua, efisiensi investasi publik harus ditingkatkan. Proyek-proyek besar harus dievaluasi tidak hanya dari sisi serapan anggaran, tetapi juga dari kontribusinya terhadap produktivitas dan nilai tambah ekonomi.

    Ketiga, insentif fiskal dan regulasi perlu diarahkan untuk mendorong perusahaan mempertahankan pekerja, misalnya melalui skema kerja fleksibel, pengurangan jam kerja, atau pelatihan internal. PHK seharusnya menjadi langkah terakhir, bukan pertama.

    Keempat, pemerintah daerah perlu mengembangkan diversifikasi ekonomi lokal yang berbasis potensi wilayah. Ketergantungan pada satu sektor atau industri membuat daerah rentan terhadap krisis. Sektor pertanian modern, perikanan berkelanjutan, pariwisata berbasis budaya, dan ekonomi digital dapat menjadi alternatif penciptaan lapangan kerja yang berdaya saing.

    Mengatasi Government Failure

    PHK massal, produktivitas yang melemah, dan ICOR yang tinggi adalah tiga gejala dari satu penyakit: rapuhnya struktur ekonomi yang terlalu bergantung pada pertumbuhan nominal dan kurang peduli pada kualitas pertumbuhan. Indonesia tidak bisa selamanya berharap pada ekspansi investasi dan konsumsi semata. Kita harus beralih ke strategi pembangunan yang produktif, efisien, dan inklusif.

    Pada Q1-2025 menjadi bukti adanya kegagalan Pemerintah (Government Failure) dalam mengorkestrasi pertumbuhan ekonomi yang hanya tumbuh sebesar 4,87% YoY. Berdasarkan berbagai perlambatan tersebut, tidak adanya seasonal event seperti hari raya keagamaan dan panen raya serta sebanyak 16 hari libur maka pada Q2-2025 diperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan bergerak pada rentang 4,65 – 4,8%.

    Apabila Pemerintah tetap nyaman dengan rasionalisasi data perekonomian maka dapat dipastikan akan terjadinya butterfly effect pada perekonomian nasional ditengah dunia yang sedang bergejolak. Maka insentif yang lebih pro-pasar, dukungan pada inovasi, dan menciptakan kepastian dalam ekosistem perindustrian nasional sangat dibutuhkan. 

  • Jakarta Job Fair Kembali Digelar di Dua Lokasi 17-18 Juni 2025
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        16 Juni 2025

    Jakarta Job Fair Kembali Digelar di Dua Lokasi 17-18 Juni 2025 Megapolitan 16 Juni 2025

    Jakarta Job Fair Kembali Digelar di Dua Lokasi 17-18 Juni 2025
    Penulis

    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Jakarta
    Job Fair
    2025 kembali diselenggarakan oleh Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi (Disnakertransgi) DKI Jakarta.
    Jakarta Job Fair 2025
    kali ini akan digelar di dua lokasi di wilayah Jakarta Utara.
    Job fair
    atau
    bursa kerja
    ini digelar sebagai bagian dari upaya mengurangi tingkat pengangguran dan meningkatkan layanan penempatan tenaga kerja, khususnya di Jakarta Utara.
    Jakarta Job Fair 2025 menghadirkan 40 perusahaan dari berbagai sektor industri dengan ribuan
    lowongan kerja
    , termasuk bagi penyandang disabilitas.
    Jakarta Job Fair 2025 ini akan dilaksanakan selama dua hari, dengan rincian tanggal, waktu, dan lokasi berikut:
    1. Gelanggang Remaja Kecamatan Koja

    Jl. Balai Rakyat Raya No.16, Tugu Selatan, Kec. Koja, Jakarta Utara
    2. Gedung Judo Kelapa Gading

    Jl. Kelapa Puan Raya No.1, Kelapa Gading Timur, Kelapa Gading, Jakarta Utara
    Para pencari kerja yang ingin menghadiri Jakarta Job Fair 2025 di Jakarta Utara ini diimbau untuk menyiapkan CV dan portofolio terbaik, berpakaian rapi dan sopan, serta mempersiapkan diri untuk kemungkinan wawancara langsung di lokasi.
    Untuk informasi lebih lanjut dan pembaruan informasi terkait Jakarta Job Fair 2025 ini, masyarakat pencari kerja dapat mengikuti akun Instagram resmi Sudin Nakertransgi Jakarta Utara di @
    sudin.nakertransgi.jakut
    .
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • peluang kerja di industri sudah tidak imbang dengan pencari kerja

    peluang kerja di industri sudah tidak imbang dengan pencari kerja

    Sumber foto: Eko Purnomo/elshinta.com.

    SPSI: peluang kerja di industri sudah tidak imbang dengan pencari kerja
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Senin, 16 Juni 2025 – 13:47 WIB

    Elshinta.com – Pemerintah daerah dan pusat diharap bisa membuka peluang pekerjaan selain daripada industri menyusul tingginya angkatan kerja baru di berbagai daerah, namun tidak sebanding dengan peluang atau lapangan pekerjaan di industri yang ada. Seperti halnya di wilayah Bekasi Jawa Barat.

    Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) wilayah Bekasi Jawa Barat. Abdullah mengatakan. Saat ini perlu adanya duduk bersama semua pihak mengingat persoalan pengangguran dan angkatan kerja baru merupakan PR besar kedepan, terlebih wilayah kabupaten Bekasi menjadi magnet bagi pencari kerja namun tidak sebanding dengan peluang kerja yang tersedia di dunia industri.

    Selain itu. Abdullah menilai saat ini peluang industri sudah bukan menjadi solusi, melainkan bisa beralih ke usaha mandiri, sehingga diperlukan peran pemerintah guna menciptakan peluang kerja tersebut di berbagai daerah termasuk Bekasi, sehingga angkatan kerja baru bisa terserap.

    “Ini perlu adanya kerjasama, guna menciptakan peluang kerja selain di industri, karena jika hanya ke industri seperti job fair yang lalu sangat prihatin ledakan pelamar kerja tidak sesuai dengan peluang yang ada,” ujar Abdullah seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Eko Purnomo, Senin (16/6).

    Sementara itu. SPSI Bekasi juga eksis  melakukan pendidikan kaderisasi terhadap para pengurus unit kerja di tiap perusahaan di Kota dan Kabupaten Bekasi, sebagai upaya lebih memiliki rasa percaya diri dalam menghadapi tantangan kerja kedepan yang makin kompleks. Bahkan baru baru ini SPSI Bekasi menandatangani kerjasama dengan universitas Suryadarma yang berlokasi di Halim jakarta timur guna menambah wawasan formal para pekerja.

    Sumber : Radio Elshinta

  • Kelakar Anies soal Pengangguran Saat Jadi Pembicara ‘Jakarta Future Festival’

    Kelakar Anies soal Pengangguran Saat Jadi Pembicara ‘Jakarta Future Festival’

    Jakarta

    Mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, menjadi salah satu pembicara kegiatan Jakarta Future Festival di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Saat memberikan pemaparan soal ‘Sigmazing Cities Become Global, How?’, Anies sempat berkelakar dirinya yang pengangguran.

    Hal itu disampaikan Anies menjawab sejumlah pertanyaan dari peserta acara. Ada peserta yang bertanya bagaimana membangun kesadaran masyarakat terhadap akses pangan sehat dan bagaimana mereka mau menjalankan program yang sebenarnya sudah ada di Pemda untuk meminimalisir stunting hingga obesitas.

    “Bung Rizal soal gizi, kalau saya boleh usul Bung Rizal. Bung Rizal kabari aja ke kita. Eh kita? Seperti saya di pemerintahan,” kata Anies di Gedung Teater TIM, Jakarta Pusat, Minggu (15/6/2025).

    “Ini pengangguran di sini,” kelakar Anies yang diiringi gelak tawa peserta.

    Dia mengatakan mestinya negara memberikan ucapan terima kasih terhadap komunitas yang ikut serta untuk menangani masalah masyarakat. Menurutnya, komunitas yang menggaungkan soal kesehatan gizi sudah berkontribusi secara langsung.

    “Jadi Bung Rizal komunitas Anda sudah tumbuh, peduli, berkarya dan negara harus bilang terima kasih Anda sudah mengurusi soal gizi buat rakyat Jakarta,” ujar Anies.

    “Nah lalu ide-idenya menurut saya perlu diobrolin dengan kita, dengan DKI, dengan DKI. Supaya itu bisa diadopsi, negara itu punya dua kewenangan dan fiskal,” ujar Anies.

    “Jadi, jangan sering-sering tanya kepada pemerintah sebaiknya apa yang dikerjakan, tapi beri tahu pemerintah apa yang harusnya pemerintah kerjakan berdasarakan pengalaman yang dimiliki teman-teman di program gizi,” imbuhnya.

    (dwr/fas)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Kadin dan P2MI Buka Pintu Kerja ke Luar Negeri pada 2025

    Kadin dan P2MI Buka Pintu Kerja ke Luar Negeri pada 2025

    Jakarta, Beritasatu.com – Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) bersama Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) sepakat memperkuat sinergi dalam membuka peluang kerja legal di luar negeri bagi warga negara Indonesia.

    Targetnya lebih dari 400.000 pekerja migran Indonesia (PMI) siap diberangkatkan ke berbagai negara sepanjang 2025.

    Komitmen ini disampaikan oleh Menteri P2MI Abdul Kadir Karding dalam acara pelepasan simbolis calon pekerja migran di Menara Kadin, Jakarta, Minggu (15/6/2025).

    “Hari ini Kadin Indonesia mengirim simbolik 5.000 CPMI. Ini momentum besar bagi kerja sama kami antara Kadin dan kementerian,” kata Menteri Abdul Kadir Karding.

    Dalam program awal ini, sekitar 5.000 calon pekerja migran Indonesia (CPMI) akan ditempatkan di delapan negara, yakni Turki, Slovakia, Taiwan, Jepang, Arab Saudi, dan Jerman.

    Jenis pekerjaan yang ditawarkan pun beragam, mulai dari chef, pekerja konstruksi, perawat spesialis, penggalian tanah, hingga peternakan sapi.

    Menteri Abdul Kadir Karding menegaskan, peningkatan jumlah PMI bukan hanya berdampak pada pengurangan pengangguran dan kemiskinan, tetapi memperkuat ekonomi nasional dan keluarga melalui devisa.

    Lebih jauh, penempatan pekerja migran juga dinilai sebagai bentuk investasi sumber daya manusia (SDM). Pasalnya, akan terjadi transfer ilmu dan keterampilan serta perluasan jaringan (networking) internasional.

    Data 2024 menunjukkan bahwa 80 persen PMI berasal dari sektor low-skilled, seperti asisten rumah tangga, caregiver, pembersih, dan sopir. Kementerian P2MI kini gencar mendorong transformasi menuju pekerja profesional melalui pelatihan dan sertifikasi yang sesuai standar global.

    Pemerintah mengajak Kadin untuk tak hanya berperan dalam penempatan tenaga kerja, tetapi juga aktif sejak proses rekrutmen, pelatihan, sertifikasi hingga pendampingan di luar negeri. Dengan cara ini, para pekerja migran Indonesia bisa lebih siap, kompeten, dan terlindungi.

    “Kadin jangan hanya di penempatan, tapi juga harus terlibat dalam pelatihan dan pemberdayaan,” tegasnya.

  • Ekonomi Melambat PHK Melonjak, Apindo Wanti-wanti Lampu Kuning

    Ekonomi Melambat PHK Melonjak, Apindo Wanti-wanti Lampu Kuning

    Jakarta, Beritasatu.com –  Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengingatkan akan adanya lampu kuning terhadap capaian pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat sebesar 4,87% pada kuartal I 2025. Angka ini lebih rendah dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 5,11%.

    “Angka ini adalah lampu kuning, bukan hanya bagi pemerintah maupun pelaku industri besar, tetapi juga untuk kita semua,” ujar Ketua Umum Apindo, Shinta W Kamdani dikutip dari Antara, Minggu (15/6/2025).

    Shinta menyoroti tantangan besar yang dihadapi dunia ketenagakerjaan Indonesia. Berdasarkan data dari BPJS Ketenagakerjaan, lebih dari 40.000 pekerja telah mengajukan klaim Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dalam tiga bulan pertama tahun ini.

    Ia menyebut sektor tekstil, garmen, dan elektronik sebagai sektor yang paling terdampak.

    “Sektor tekstil, garmen, dan elektronik yang selama ini menjadi tulang punggung industri padat karya adalah yang paling terdampak,” tegasnya.

    Kondisi ini diperparah oleh tekanan eksternal dan internal seperti meningkatnya persaingan global, ketidakpastian geopolitik, perubahan pola konsumsi masyarakat, serta menurunnya daya beli.

    Di tengah tantangan tersebut, Apindo mengajak semua pihak untuk melakukan refleksi dan menyusun strategi baru yang adaptif dengan pendekatan dan pola pikir yang lebih inovatif.

    Shinta juga menekankan pentingnya kewirausahaan sebagai pendorong pemulihan dan transformasi ekonomi, dengan UMKM sebagai aktor sentralnya.

    “UMKM menyerap 97% tenaga kerja nasional dan menyumbang lebih dari 61% terhadap PDB. Maka mereka harus jadi pusat perubahan,” tambah Shinta.

    Berdasarkan catatan Apindo, sebanyak 73.992 pekerja menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) sejak 1 Januari hingga 10 Maret 2025.

    Jumlah tersebut berdasarkan data pekerja yang tidak lagi tercatat dalam BPJS Ketenagakerjaan. Sementara itu, data dari Kementerian Ketenagakerjaan mencatat angka PHK sebanyak 26.455 orang hingga 20 Mei 2025.

    Jawa Tengah tercatat sebagai provinsi dengan jumlah korban PHK terbanyak, yakni 10.695 orang, disusul Jakarta sebanyak 6.279 orang dan Riau sebanyak 3.570 orang.

    Badan Pusat Statistik (BPS) juga merilis bahwa angka pengangguran di Indonesia per Februari 2025 mencapai 3,67 juta orang, naik sekitar 83.000 orang dibandingkan periode yang sama tahun lalu.