Kasus: pengangguran

  • antara ekonomi dan kesehatan masyarakat

    antara ekonomi dan kesehatan masyarakat

    Sejumlah warga menikmati libur akhir pekan di Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Taman Ranggon Wijaya Kusuma, Jakarta Timur, Minggu (19/5/2024). DPRD DKI Jakarta mendorong Pemprov DKI Jakarta untuk menegakkan aturan Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan menekankan pentingnya Raperda KTR untuk memberikan payung hukum bagi Satpol PP dalam menegakkan aturan tersebut. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/YU.

    Dilema Ranperda KTR: antara ekonomi dan kesehatan masyarakat
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Selasa, 24 Juni 2025 – 15:03 WIB

    Elshinta.com – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta kini sedang fokus menggodok Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) untuk mengatur tempat bagi para perokok demi menciptakan lingkungan yang sehat dan nyaman.

    Ranperda KTR mencakup pelarangan aktivitas merokok, iklan, promosi, dan sponsor produk tembakau di fasilitas umum seperti sekolah, transportasi publik, tempat ibadah, serta area terbuka yang digunakan oleh masyarakat luas.

    Saat ini, Ranperda tentang KTR masih menjadi pembahasan DPRD DKI dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan diharapkan segera menjadi Perda.

    Urgensi pembahasan dilakukan karena Jakarta termasuk salah satu dari 45 kabupaten/kota yang belum memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang KTR selain beberapa kota di Aceh dan Papua. Padahal, saat ini sudah 469 kabupaten/kota di Indonesia yang memiliki Perda KTR.

    Aturan ini dianggap penting karena berdasarkan Data Survei Kesehatan Indonesia 2023, 42,1 persen warga Jakarta mulai merokok pada usia 15–19 tahun, sementara 5,3 persen anak-anak telah menjadi perokok aktif. Angka yang,  meskipun lebih rendah dari rata-rata nasional, tetap dinilai mengkhawatirkan.

    Selain itu, data terbaru survei berbasis sekolah pada 2024, terhadap 2.771 remaja laki-laki di Jakarta menemukan bahwa 12 persen melaporkan mereka sedang merokok.

    Dari ribuan remaja laki-laki tersebut usia rata-rata mereka mulai merokok pada usia 13,2 tahun.

    24 persen melaporkan bahwa saat ini mereka menggunakan rokok elektrik, 28 persen menggunakan rokok atau rokok elektrik dan tujuh persen menggunakan rokok dan rokok elektrik secara bersamaan.

    Tentunya, hal ini dinilai dapat merusak kesehatan mereka dan juga lingkungan. Oleh karenanya, kini Ranperda KTR menjadi salah satu prioritas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

    Pada 23 Maret lalu, Wakil Gubernur Jakarta, Rano Karno, dalam Rapat Paripurna DPRD DKI Jakarta di Gedung DPRD, Jakarta Pusat, mengatakan telah menyelaraskan Raperda tersebut dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029 yang memuat Asta Cita sebagai prioritas nasional.

    Hal ini tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, yang diperkuat dengan Peraturan Gubernur Nomor 75 Tahun 2005 dan perubahannya, yakni Pergub Nomor 88 Tahun 2010 tentang Kawasan Dilarang Merokok.

    Dari sisi kesehatan

    Melihat dari tujuan Ranperda KTR yang ingin menciptakan lingkungan yang sehat, masyarakat banyak setuju dengan aturan ini.

    Salah satunya adalah Putri (28) yang mengaku sangat senang apabila peraturan ini benar-benar disahkan. Sebagai wanita yang tidak merokok, ia kerap dirugikan oleh para perokok yang dinilainya egois.

    Menurut Putri, para perokok seringkali tak melihat sekitar saat sedang merokok. Mereka seolah tak peduli jika ada anak kecil atau ibu hamil yang ada di dekatnya.

    “Suka nggak tahu diri, nggak tahu tempat. Biasanya di angkot, supirnya saja merokok, nggak peduli sama pejalan lain kena abu-nya dan penumpang hirup asapnya,” kata Putri.

    Sama dengan Putri, Tasya (30) juga setuju dengan adanya aturan tersebut. Sebab, menurutnya para perokok kini sudah semakin bebas untuk mengepulkan asap dimana-mana termasuk di ruangan tertutup.

    “Mentang-mentang rokok elektrik katanya wangi. Padahal dia ngajak seruangan sakit bareng-bareng,” kata Tasya.

    Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ani Ruspitawati menilai Ranperda KTR bisa menjadi awal baik untuk menciptakan lingkungan yang lebih sehat. Terlebih lagi jika nantinya para pelanggar dikenakan sanksi berupa denda dengan nominal Rp250.000. Harapannya, adanya sanksi tersebut dapat membuat para perokok lebih tertib.

    Dianggap jadi kado terbaik

    Jaringan organisasi pengendalian tembakau di Indonesia berpendapat pengesahan Ranperda KTR akan menjadi kado terbaik bagi warga Jakarta di HUT ke-498.

    Tubagus Haryo Karbyanto dari Solidaritas Advokat Publik untuk Pengendalian Tembakau Indonesia mengatakan Jakarta punya target menjadi kota global dan indikator ini tidak hanya terdiri dari indikator ekonomi tapi juga kualitas hidup sehat dan layak masyarakatnya.

    Bagi Tubagus, hadirnya Undang-Undang Kesehatan dan PP 28/2024 adalah dasar hukum yang kokoh, dan Jakarta punya peluang emas untuk menjadi pelopor dengan regulasi progresif yang berpihak pada rakyat, bukan industri.

    Sementara itu, Ketua Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC), Manik Marganamahendra, mengungkapkan udara bersih bukan hanya soal kesehatan, tapi juga hak dasar yang seharusnya dijamin negara.

    Dia mengingatkan, setelah berkutat pada polusi udara di luar ruang, jangan sampai polusi rokok juga jadi ancaman masyarakat pekerja dan pelajar di Jakarta di ruang-ruang aktif bersama.

    Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pun setuju dengan aturan KTR. Bahkan YLKI berharap pengesahan Ranperda KTR di Jakarta dapat dilakukan secepatnya.

    Dari sisi ekonomi

    Meski peraturan ini tampak sangat baik untuk Jakarta serta masyarakatnya, tak sedikit pula yang menentang agar Ranperda KTR tidak disahkan.

    Salah satunya adalah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) yang mengaku keberatan terkait Raperda KTR di DKI Jakarta.

    Ketua Badan Pimpinan Daerah (BPD) PHRI DKI Jakarta Sutrisno Iwantono menilai, pasal-pasal dalam naskah Raperda tersebut akan semakin memperberat kinerja hotel dan resto.

    Menurutnya, DKI Jakarta perlu melakukan riset terkait aturan serupa di negara-negara lainnya bahwa merokok masih diperbolehkan, namun dibatasi, diberi tempat tertentu.

    Di sisi lain, Anggota Pansus KTR DPRD DKI Jakarta Inad Luciawaty juga mengutarakan kekhawatirannya atas dampak Ranperda KTR ini bagi kondisi ekonomi masyarakat.

    Tak hanya mereka, Ketua Umum Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman (RTMM) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) PD DKI Jakarta Kusworo juga menyampaikan kekhawatirannya terhadap Ranperda KTR.

    Menurut Kusworo, jika Ranperda KTR disahkan, hal ini dapat membuat angka pengangguran di Jakarta semakin tinggi. Sebab, akan ada banyak pedagang yang gulung tikar hingga pekerja-pekerja yang terkena PHK.

    Anggota DPRD DKI Farah Safira juga sudah meminta Pemerintah Provinsi DKI agar tak mengabaikan nasib pedagang dalam Raperda KTR jika nantinya disahkan.

    Dia mengatakan, tak bisa dipungkiri bahwa warung kecil merupakan sarana terdekat bagi remaja maupun dewasa untuk membeli rokok.

    Dari sisi masyarakat, Adit (32) mengaku dirinya tak setuju dengan Ranperda KTR. Menurutnya, Jakarta masih memiliki PR lain untuk diselesaikan.

    “Kalau ngomong kesehatan masih banyak yang bikin nggak sehat. Nggak cuma rokok. Megang hp juga ada radiasi nggak sehat kan?” kata Adit.

    Janji pemerintah

    Menanggapi segala pro dan kontra yang muncul akibat merebaknya pemberitaan soal Ranperda KTR, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo pun berusaha menenangkan masyarakat.

    Pramono mengatakan pihaknya masih membahas secara detail soal Ranperda KTR. Dia bahkan mengatakan aturan itu nantinya tak akan memberatkan UMKM.

    Sebab, Pramono tak ingin nantinya aturan itu akan merugikan khususnya masyarakat menengah ke bawah. Menurutnya, UMKM harus tetap mendapat perlindungan dari aturan tersebut.

    Namun, Pramono menyampaikan aturan ini memang harus tetap ada di Jakarta. Karena bagaimanapun, kesehatan juga merupakan prioritas bagi kota ini.

    Pramono mengatakan, adanya aturan Kawasan Tanpa Rokok ini tak berarti mengharamkan masyarakat untuk sama sekali tak boleh merokok. Hanya saja, Pemprov DKI Jakarta ingin para perokok lebih diatur agar hanya merokok di ruangan atau tempat-tempat yang disediakan.

    Sumber : Antara

  • antara ekonomi dan kesehatan masyarakat

    antara ekonomi dan kesehatan masyarakat

    Sejumlah warga menikmati libur akhir pekan di Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Taman Ranggon Wijaya Kusuma, Jakarta Timur, Minggu (19/5/2024). DPRD DKI Jakarta mendorong Pemprov DKI Jakarta untuk menegakkan aturan Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan menekankan pentingnya Raperda KTR untuk memberikan payung hukum bagi Satpol PP dalam menegakkan aturan tersebut. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/YU.

    Dilema Ranperda KTR: antara ekonomi dan kesehatan masyarakat
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Selasa, 24 Juni 2025 – 15:03 WIB

    Elshinta.com – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta kini sedang fokus menggodok Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) untuk mengatur tempat bagi para perokok demi menciptakan lingkungan yang sehat dan nyaman.

    Ranperda KTR mencakup pelarangan aktivitas merokok, iklan, promosi, dan sponsor produk tembakau di fasilitas umum seperti sekolah, transportasi publik, tempat ibadah, serta area terbuka yang digunakan oleh masyarakat luas.

    Saat ini, Ranperda tentang KTR masih menjadi pembahasan DPRD DKI dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan diharapkan segera menjadi Perda.

    Urgensi pembahasan dilakukan karena Jakarta termasuk salah satu dari 45 kabupaten/kota yang belum memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang KTR selain beberapa kota di Aceh dan Papua. Padahal, saat ini sudah 469 kabupaten/kota di Indonesia yang memiliki Perda KTR.

    Aturan ini dianggap penting karena berdasarkan Data Survei Kesehatan Indonesia 2023, 42,1 persen warga Jakarta mulai merokok pada usia 15–19 tahun, sementara 5,3 persen anak-anak telah menjadi perokok aktif. Angka yang,  meskipun lebih rendah dari rata-rata nasional, tetap dinilai mengkhawatirkan.

    Selain itu, data terbaru survei berbasis sekolah pada 2024, terhadap 2.771 remaja laki-laki di Jakarta menemukan bahwa 12 persen melaporkan mereka sedang merokok.

    Dari ribuan remaja laki-laki tersebut usia rata-rata mereka mulai merokok pada usia 13,2 tahun.

    24 persen melaporkan bahwa saat ini mereka menggunakan rokok elektrik, 28 persen menggunakan rokok atau rokok elektrik dan tujuh persen menggunakan rokok dan rokok elektrik secara bersamaan.

    Tentunya, hal ini dinilai dapat merusak kesehatan mereka dan juga lingkungan. Oleh karenanya, kini Ranperda KTR menjadi salah satu prioritas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

    Pada 23 Maret lalu, Wakil Gubernur Jakarta, Rano Karno, dalam Rapat Paripurna DPRD DKI Jakarta di Gedung DPRD, Jakarta Pusat, mengatakan telah menyelaraskan Raperda tersebut dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029 yang memuat Asta Cita sebagai prioritas nasional.

    Hal ini tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, yang diperkuat dengan Peraturan Gubernur Nomor 75 Tahun 2005 dan perubahannya, yakni Pergub Nomor 88 Tahun 2010 tentang Kawasan Dilarang Merokok.

    Dari sisi kesehatan

    Melihat dari tujuan Ranperda KTR yang ingin menciptakan lingkungan yang sehat, masyarakat banyak setuju dengan aturan ini.

    Salah satunya adalah Putri (28) yang mengaku sangat senang apabila peraturan ini benar-benar disahkan. Sebagai wanita yang tidak merokok, ia kerap dirugikan oleh para perokok yang dinilainya egois.

    Menurut Putri, para perokok seringkali tak melihat sekitar saat sedang merokok. Mereka seolah tak peduli jika ada anak kecil atau ibu hamil yang ada di dekatnya.

    “Suka nggak tahu diri, nggak tahu tempat. Biasanya di angkot, supirnya saja merokok, nggak peduli sama pejalan lain kena abu-nya dan penumpang hirup asapnya,” kata Putri.

    Sama dengan Putri, Tasya (30) juga setuju dengan adanya aturan tersebut. Sebab, menurutnya para perokok kini sudah semakin bebas untuk mengepulkan asap dimana-mana termasuk di ruangan tertutup.

    “Mentang-mentang rokok elektrik katanya wangi. Padahal dia ngajak seruangan sakit bareng-bareng,” kata Tasya.

    Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ani Ruspitawati menilai Ranperda KTR bisa menjadi awal baik untuk menciptakan lingkungan yang lebih sehat. Terlebih lagi jika nantinya para pelanggar dikenakan sanksi berupa denda dengan nominal Rp250.000. Harapannya, adanya sanksi tersebut dapat membuat para perokok lebih tertib.

    Dianggap jadi kado terbaik

    Jaringan organisasi pengendalian tembakau di Indonesia berpendapat pengesahan Ranperda KTR akan menjadi kado terbaik bagi warga Jakarta di HUT ke-498.

    Tubagus Haryo Karbyanto dari Solidaritas Advokat Publik untuk Pengendalian Tembakau Indonesia mengatakan Jakarta punya target menjadi kota global dan indikator ini tidak hanya terdiri dari indikator ekonomi tapi juga kualitas hidup sehat dan layak masyarakatnya.

    Bagi Tubagus, hadirnya Undang-Undang Kesehatan dan PP 28/2024 adalah dasar hukum yang kokoh, dan Jakarta punya peluang emas untuk menjadi pelopor dengan regulasi progresif yang berpihak pada rakyat, bukan industri.

    Sementara itu, Ketua Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC), Manik Marganamahendra, mengungkapkan udara bersih bukan hanya soal kesehatan, tapi juga hak dasar yang seharusnya dijamin negara.

    Dia mengingatkan, setelah berkutat pada polusi udara di luar ruang, jangan sampai polusi rokok juga jadi ancaman masyarakat pekerja dan pelajar di Jakarta di ruang-ruang aktif bersama.

    Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pun setuju dengan aturan KTR. Bahkan YLKI berharap pengesahan Ranperda KTR di Jakarta dapat dilakukan secepatnya.

    Dari sisi ekonomi

    Meski peraturan ini tampak sangat baik untuk Jakarta serta masyarakatnya, tak sedikit pula yang menentang agar Ranperda KTR tidak disahkan.

    Salah satunya adalah Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) yang mengaku keberatan terkait Raperda KTR di DKI Jakarta.

    Ketua Badan Pimpinan Daerah (BPD) PHRI DKI Jakarta Sutrisno Iwantono menilai, pasal-pasal dalam naskah Raperda tersebut akan semakin memperberat kinerja hotel dan resto.

    Menurutnya, DKI Jakarta perlu melakukan riset terkait aturan serupa di negara-negara lainnya bahwa merokok masih diperbolehkan, namun dibatasi, diberi tempat tertentu.

    Di sisi lain, Anggota Pansus KTR DPRD DKI Jakarta Inad Luciawaty juga mengutarakan kekhawatirannya atas dampak Ranperda KTR ini bagi kondisi ekonomi masyarakat.

    Tak hanya mereka, Ketua Umum Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman (RTMM) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) PD DKI Jakarta Kusworo juga menyampaikan kekhawatirannya terhadap Ranperda KTR.

    Menurut Kusworo, jika Ranperda KTR disahkan, hal ini dapat membuat angka pengangguran di Jakarta semakin tinggi. Sebab, akan ada banyak pedagang yang gulung tikar hingga pekerja-pekerja yang terkena PHK.

    Anggota DPRD DKI Farah Safira juga sudah meminta Pemerintah Provinsi DKI agar tak mengabaikan nasib pedagang dalam Raperda KTR jika nantinya disahkan.

    Dia mengatakan, tak bisa dipungkiri bahwa warung kecil merupakan sarana terdekat bagi remaja maupun dewasa untuk membeli rokok.

    Dari sisi masyarakat, Adit (32) mengaku dirinya tak setuju dengan Ranperda KTR. Menurutnya, Jakarta masih memiliki PR lain untuk diselesaikan.

    “Kalau ngomong kesehatan masih banyak yang bikin nggak sehat. Nggak cuma rokok. Megang hp juga ada radiasi nggak sehat kan?” kata Adit.

    Janji pemerintah

    Menanggapi segala pro dan kontra yang muncul akibat merebaknya pemberitaan soal Ranperda KTR, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo pun berusaha menenangkan masyarakat.

    Pramono mengatakan pihaknya masih membahas secara detail soal Ranperda KTR. Dia bahkan mengatakan aturan itu nantinya tak akan memberatkan UMKM.

    Sebab, Pramono tak ingin nantinya aturan itu akan merugikan khususnya masyarakat menengah ke bawah. Menurutnya, UMKM harus tetap mendapat perlindungan dari aturan tersebut.

    Namun, Pramono menyampaikan aturan ini memang harus tetap ada di Jakarta. Karena bagaimanapun, kesehatan juga merupakan prioritas bagi kota ini.

    Pramono mengatakan, adanya aturan Kawasan Tanpa Rokok ini tak berarti mengharamkan masyarakat untuk sama sekali tak boleh merokok. Hanya saja, Pemprov DKI Jakarta ingin para perokok lebih diatur agar hanya merokok di ruangan atau tempat-tempat yang disediakan.

    Sumber : Antara

  • Keterampilan bagi pelajar SMK di Jakarta lebih diperkuat

    Keterampilan bagi pelajar SMK di Jakarta lebih diperkuat

    Jakarta (ANTARA) – Keterampilan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Jakarta masih perlu diperkuat agar ketika lulus mereka benar-benar siap bekerja sesuai bidang masing-masing.

    “Perda ini mendorong setiap pendidikan keterampilan, khususnya di SMK, untuk lebih ditingkatkan keterampilan agar lulusannya itu punya kemampuan,” kata Ketua Pansus Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penyelenggaraan Pendidikan DPRD DKI Jakarta Subki di Jakarta, Selasa.

    Subki mengatakan bahwa data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa penyumbang angka pengangguran terbanyak merupakan lulusan SMK.

    Untuk itu, lanjut dia Raperda Penyelenggaraan Pendidikan di Jakarta harus mengantisipasi bertambahnya pengangguran karena kurang keterampilan.

    Menurut dia, jangan sampai lulusan SMK di Jakarta tidak memiliki kemampuan sesuai jurusan yang diambil ketika mengikuti pendidikan, untuk itu keterampilan pada SMK perlu diperkuat lagi.

    “Karena kalau lulusan SMK mereka selesai sekolah orientasinya adalah kerja,” ujarnya.

    Ia menambahkan, lulusan SMK ke depan nantinya memiliki kemampuan yang lebih agar jangan sampai lulusan SMK elektronik tidak tahu elektronik, SMK otomotif tidak tahu mesin.

    “Jadi, untuk lulusan SMK jangan tahu teori saja, kita ingin anak lulusan SMK itu punya kemampuan sesuai dengan jurusan yang dia sekolah di situ,” katanya.

    Data Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2024, lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) memiliki angka pengangguran yang cukup tinggi, yaitu sekitar 24,65 persen dari total pengangguran di Indonesia.

    Pewarta: Khaerul Izan
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kembali Sidang, Puan Ungkap DPR Sorot Isu Ojol Sampai Dampak Konflik Perang

    Kembali Sidang, Puan Ungkap DPR Sorot Isu Ojol Sampai Dampak Konflik Perang

    Jakarta: Mulai dari permasalahan ojek online (ojol), angka pengangguran, hingga dampak konflik perang terhadap perekonomian nasional, Ketua DPR RI Puan Maharani menyampaikan sejumlah isu strategis yang menjadi fokus perhatian dewan di masa sidang IV tahun 2024-2025.

    Hal itu disampaikan Puan saat membuka Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2024-2025 di Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/6/2025). Ia pun mengatakan isu yang menyangkut masyarakat akan selalu menjadi perhatian DPR.

    “Berbagai permasalahan yang akhir-akhir ini menjadi perhatian rakyat serta perlu mendapatkan perhatian dari Alat Kelengkapan Dewan antara lain tingginya angka pengangguran dan tingkat pemutusan hubungan kerja, permasalahan dalam pelaksanaan ibadah haji tahun 2025,” kata Puan.

    “Penerapan stimulus ekonomi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, permasalahan ojek online, pengoplosan gas bersubsidi, pelaksanaan evakuasi terhadap WNI yang berada di negara yang sedang terlibat konflik, dan posisi Duta Besar Indonesia untuk negara sahabat yang belum terisi,” tambahnya.

    Dalam masa sidang ini, Puan menjelaskan DPR juga akan melanjutkan pembahasan delapan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang masih berada dalam tahap Pembicaraan Tingkat I. RUU tersebut terdiri dari tiga usulan DPR, tiga usulan pemerintah, dan dua RUU dari daftar kumulatif terbuka.

    Tujuh di antaranya merupakan RUU carry over dari periode keanggotaan DPR sebelumnya. Puan memastikan pembahasan RUU di DPR akan berjalan transparan.

    “Pembentukan suatu undang-undang, tidak terlepas dari perspektif kepentingan para pihak yang diatur dalam Undang Undang. Oleh karena itu perlunya membangun komunikasi dengan para pihak yang berkepentingan untuk dapat mencari titik temu bagi kepentingan nasional dalam suatu pembentukan Undang Undang,” tuturnya.

    Tak hanya itu, DPR juga akan memulai Pembicaraan Pendahuluan RAPBN Tahun Anggaran 2026 dan membahas RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2024. 

    Puan pun menyoroti kondisi ekonomi global yang masih dinamis dan penuh ketidakpastian akibat konflik geopolitik dan geo-ekonomi yang perlu diperhatikan.

    “Pembahasan Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Tahun 2026, harus telah mengantisipasi hal tersebut yang dapat berdampak pada kapasitas APBN untuk menjalankan pembangunan nasional,” papar Puan.

    Puan mengingatkan agar kerangka ekonomi 2026 berisi sejumlah langkah antisipasi terhadap perkembangan situasi nasional dan global.

    “KEM-PPKF Tahun 2026 juga harus berisikan kebijakan berbagai perkembangan terkini antara lain putusan Mahkamah Konstitusi untuk pendidikan dasar gratis,” jelas perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu.

    Sementara dalam fungsi diplomasi parlemen, Puan menyebut DPR akan menerima kunjungan dari beberapa duta besar negara sahabat, serta melakukan lawatan kerja ke Meksiko, Kazakhstan, Mongolia, Belarus, Tiongkok, dan Jepang.

    Puan mengajak masyarakat untuk terus mengawasi dan berpartisipasi dalam pelaksanaan fungsi dan tugas DPR sesuai ketentuan yang berlaku.

    “Rakyat Indonesia dapat turut mengawasi dan berpartisipasi dalam setiap pelaksanaan fungsi dan tugas DPR RI sesuai dengan mekanisme dan ketentuan,” tutup Puan.

    Jakarta: Mulai dari permasalahan ojek online (ojol), angka pengangguran, hingga dampak konflik perang terhadap perekonomian nasional, Ketua DPR RI Puan Maharani menyampaikan sejumlah isu strategis yang menjadi fokus perhatian dewan di masa sidang IV tahun 2024-2025.
     
    Hal itu disampaikan Puan saat membuka Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2024-2025 di Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/6/2025). Ia pun mengatakan isu yang menyangkut masyarakat akan selalu menjadi perhatian DPR.
     
    “Berbagai permasalahan yang akhir-akhir ini menjadi perhatian rakyat serta perlu mendapatkan perhatian dari Alat Kelengkapan Dewan antara lain tingginya angka pengangguran dan tingkat pemutusan hubungan kerja, permasalahan dalam pelaksanaan ibadah haji tahun 2025,” kata Puan.

    “Penerapan stimulus ekonomi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, permasalahan ojek online, pengoplosan gas bersubsidi, pelaksanaan evakuasi terhadap WNI yang berada di negara yang sedang terlibat konflik, dan posisi Duta Besar Indonesia untuk negara sahabat yang belum terisi,” tambahnya.
     
    Dalam masa sidang ini, Puan menjelaskan DPR juga akan melanjutkan pembahasan delapan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang masih berada dalam tahap Pembicaraan Tingkat I. RUU tersebut terdiri dari tiga usulan DPR, tiga usulan pemerintah, dan dua RUU dari daftar kumulatif terbuka.
     
    Tujuh di antaranya merupakan RUU carry over dari periode keanggotaan DPR sebelumnya. Puan memastikan pembahasan RUU di DPR akan berjalan transparan.
     
    “Pembentukan suatu undang-undang, tidak terlepas dari perspektif kepentingan para pihak yang diatur dalam Undang Undang. Oleh karena itu perlunya membangun komunikasi dengan para pihak yang berkepentingan untuk dapat mencari titik temu bagi kepentingan nasional dalam suatu pembentukan Undang Undang,” tuturnya.
     
    Tak hanya itu, DPR juga akan memulai Pembicaraan Pendahuluan RAPBN Tahun Anggaran 2026 dan membahas RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2024. 
     
    Puan pun menyoroti kondisi ekonomi global yang masih dinamis dan penuh ketidakpastian akibat konflik geopolitik dan geo-ekonomi yang perlu diperhatikan.
     
    “Pembahasan Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Tahun 2026, harus telah mengantisipasi hal tersebut yang dapat berdampak pada kapasitas APBN untuk menjalankan pembangunan nasional,” papar Puan.
     
    Puan mengingatkan agar kerangka ekonomi 2026 berisi sejumlah langkah antisipasi terhadap perkembangan situasi nasional dan global.
     
    “KEM-PPKF Tahun 2026 juga harus berisikan kebijakan berbagai perkembangan terkini antara lain putusan Mahkamah Konstitusi untuk pendidikan dasar gratis,” jelas perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu.
     
    Sementara dalam fungsi diplomasi parlemen, Puan menyebut DPR akan menerima kunjungan dari beberapa duta besar negara sahabat, serta melakukan lawatan kerja ke Meksiko, Kazakhstan, Mongolia, Belarus, Tiongkok, dan Jepang.
     
    Puan mengajak masyarakat untuk terus mengawasi dan berpartisipasi dalam pelaksanaan fungsi dan tugas DPR sesuai ketentuan yang berlaku.
     
    “Rakyat Indonesia dapat turut mengawasi dan berpartisipasi dalam setiap pelaksanaan fungsi dan tugas DPR RI sesuai dengan mekanisme dan ketentuan,” tutup Puan.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (MMI)

  • RI Seret Lowongan Kerja, Pengangguran Disarankan Pindah ke Luar Negeri

    RI Seret Lowongan Kerja, Pengangguran Disarankan Pindah ke Luar Negeri

    Jakarta

    Pengamat Ketenagakerjaan UGM, Tadjudin Noor Effendi, mengatakan sekarang ini ada banyaknya lulusan sarjana yang banting setir menjadi pekerja informal seperti sopir hingga ART lantaran jumlah lapangan kerja formal yang dibuka setiap tahunnya tidak sanggup menampung pertumbuhan tenaga kerja di Indonesia.

    “Angkatan kerja yang berusaha masuk pasar kerja itu cukup tinggi. Menurut data BPS kira-kira bergerak 3 juta sampai 3,5 juta orang. Nah secara teoritis itu setiap ada pertumbuhan ekonomi 1% dapat menciptakan peluang kerja 200 sampai 300 ribu,” jelasnya kepada detikcom, Selasa (24/5/2026).

    “Kira-kira kalau pertumbuhan 5%, katakan saja lah kita memiliki 300 ribu setiap satu persen, hanya 1,5 juta lapangan kerja yang dibuka. Yang masuk ke pasar kerja kira-kira bergerak 3 juta sampai 3,5 juta, berarti kan ada orang yang tidak bisa masuk pasar kerja bergerak sampai 1 juta sampai 1,5 juta,” sambung Tadjudin.

    Kondisi ini belum diperparah dengan mereka yang sempat terkena PHK dan perlu mendapat lapangan pekerjaan baru. Pada akhirnya pencari kerja yang kalah bersaing dan tidak bisa mendapatkan pekerjaan formal tadi mau tak mau beralih ke sektor informal untuk menyambung hidup.

    “Kemudian itu yang sekarang banyak mereka mendaftar ke luar negeri. Diekspor lah tenaga kerja kita keluar negeri yang tagar-nya sangat terkenal itu ‘kabur saja dulu’ ya kan?” ucapnya.

    Untuk itu menurut Tadjudin, salah satu cara untuk bisa memecahkan masalah ini adalah dengan memperbanyak pekerja migran alias mengirim kelebihan pasokan tenaga kerja Indonesia tadi ke luar negeri. Sebab dengan mengirim banyak pekerja migran, pemerintah tidak hanya mengurangi angka pengangguran dalam negeri tapi juga bisa mendapatkan devisa negara.

    “Saya baca kemarin Australia, kemudian Polandia, Inggris memanggil tenaga kerja kita. Walaupun pekerjaannya paling banyak itu sebetulnya di sektor pertanian. Tapi itu tawarannya cukup menjanjikan bagi tenaga kerja Indonesia, itu mereka bisa dapat jutaan Karena hitungannya kerja disana kan bukan per bulan, per jam kan?” katanya.

    “Jamnya sekian dolar. Makanya mereka dapat bekerja kadang-kadang ada yang dapat Rp 27 juta per bulan, ada yang Rp 30 juta dan seterusnya. Itu lumayan juga kalau kita memang konsisten terhadap itu. Kan seolah-olah kita kan ekspor tenaga kerja. Pekerja itu devisa loh itu, karena pada umumnya mengirim dana ke keluarga mereka. Kiriman dana itu devisa, masukkan bagi Indonesia,” sambungnya.

    Senada dengan itu, Ketua Ikatan SDM Profesional Indonesia (ISPI) Ivan Taufiza juga menyarankan kepada mereka yang sulit mendapat pekerjaan di Indonesia, bisa menjadi pekerja migran. Sebab di banyak negara yang supply tenaga kerjanya jauh di bawah demand atau kebutuhan pasar kerja, sangat membutuhkan pasokan pekerja.

    Belum lagi di negara-negara ini biasanya tidak melihat latar belakang pendidikan para calon pekerjanya. Selama mereka mau dan bisa bekerja, kemungkinan besar mereka akan diterima.

    “Sebulan yang lalu lah saya balik dari China, Nah itu di pesawat saya ketemu orang Indonesia dia dari Jepang. Itu dia D3 jadi Chef di restoran Jepang, padahal D3 nya itu ngelas. Ada itu 7-8 orang,” kata Ivan.

    “Jadi yang tadi saya bilang, karena supply demandnya Itu nggak seimbang. Kalau di negara itu mereka malah kurang tenaga kerja. Saya kan sempat handle HR region, sempat handle Asia Pasifik, jadi Kelebihan tenaga kerja Indonesia itu modelnya kerja doang. Orang Indonesia itu kan nggak banyak ngeyel, nggak banyak permintaan, jadi mereka suka,” sambungnya.

    Untuk itu ia menyarankan kepada para calon pekerja yang sudah kesulitan cari kerja di Indonesia untuk mengambil sertifikasi keahlian tertentu yang juga diakui negara lain, agar berpeluang lebih besar untuk bisa bekerja di luar negeri. Tentu termasuk dengan kemampuan berbahasa asing di negara tempatnya bekerja nanti.

    “Jadi ambil Ilustrasi yang tadi teman-teman D3 ngelas dari Solo, itu dia cuma ambil sertifikasi masak. Kalau bahasa ya harus,” ucapnya.

    (igo/fdl)

  • Daftar Profesi Rawan PHK Massal, Segera Ganti Pekerjaan Selagi Bisa

    Daftar Profesi Rawan PHK Massal, Segera Ganti Pekerjaan Selagi Bisa

    Jakarta, CNBC Indonesia – Gelombang PHK makin sering terdengar di berbagai belahan dunia. Ketidakpastian ekonomi dan pengembangan teknologi otomatisasi berbasis kecerdasan buatan (AI) menjadi pemicu maraknya pengangguran di mana-mana. 

    Beberapa saat lalu, AI milik Google digadang-gadang mengancam eksistensi industri media. Pasalnya, pengguna bisa mendapatkan rangkuman informasi lengkap yang dirangkai AI dari portal berita melalui fitur ‘AI Overviews’ di Google Search. 

    Hal ini memang memudahkan pencarian informasi, tetapi pada saat bersamaan menghantam trafik ke portal berita. Alhasil, sumber pendapatan organisasi media terancam karena fungsinya direduksi oleh AI.

    Selain AI Overviews, layanan chatbot AI seperti ChatGPT, Copilot, Gemini AI, dkk, yang makin canggih juga berdampak pada kerja-kerja jurnalistik.

    Laporan Wall Street Journal yang dikutip dari TechCrunch, Selasa (24/6/2025), mengatakan AI Overviews menghantam trafik ke portal berita yang memuat panduan liburan, kiat kesehatan, dan ulasan mengenai sebuah produk. 

    Salah satu contohnya, The New York Times yang mengalami penurunan trafik baik ke situs desktop dan seluler. Catatan Similarweb menunjukkan pada bulan April trafiknya hanya 36,5%, turun dari 44% tiga tahun lalu.

    Di sisi lain, Google mengatakan fitur Overviews telah meningkatkan trafik pencarian.

    Masalah ini memang disadari betul oleh para penerbit. Bahkan dua perusahaan besar seperti The Atlantic dan The Washington Post mengatakan perlu mengubah model bisnis untuk menghindari ancaman pada industri jurnalistik.

    Beberapa penerbit juga akhirnya melakukan kesepakatan berbagi konten dengan perusahaan AI. Cara ini dilakukan untuk mereka bisa mendapatkan tambahan pendapatan.

    Salah satunya The Times yang bekerja sama dengan Amazon. Kolaborasi itu untuk lisensi konten editorial yang digunakan melatih platform AI milik raksasa teknologi.

    Sementara itu OpenAI bekerja sama dengan sejumlah penerbit termasuk The Atlantic. Startup AI Perplexity berencana membagi pendapatan iklan dengan para penerbit iklan saat chatbotnya menampilkan konten dari perusahaan tersebut.

    Pekerjaan Rawan PHK Gara-gara AI

    Beberapa tahun ke depan revolusi teknologi AI diramal akan makin masif dan berdampak pada berbagai pekerjaan manusia. Dalam laporan Forum Ekonomi Dunia (WEF) berjudul Future of Work, pada 2023 hingga 2027 diprediksi sekitar 83 juta lapangan kerja berisiko hilang.

    Riset dalam laporan yang sama mencatat 23% tenaga kerja seluruh bidang bakal berubah total dalam 5 tahun. Itu berarti bakal ada profesi yang musnah tapi profesi baru banyak yang muncul.

    Industri yang bakal berubah dalam rentang waktu tersebut antara lain media, hiburan dan olah raga. Diperkirakan sekitar 32% pekerjaan dari industri tersebut akan lenyap atau menghadirkan profesi baru.

    Selain itu sejumlah bidang juga akan mengalami pergeseran drastis. Yakni mulai dari bidang pemerintahan, komunikasi digital dan teknologi informasi, real estat, layanan keuangan, serta transportasi dan rantai pasok.

    WEF merilis 15 daftar pekerjaan yang akan hilang dalam rentang 2023-2027. Berikut daftarnya:

    • Teller bank

    • Petugas pos

    • Kasir dan loket

    • Data entry

    • Sekretaris dan administrasi

    • Staf pencatat stok (stock-keeping)

    • Staf akuntansi, pembukuan, dan payroll

    • Legislator dan pejabat pemerintahan

    • Staf statistik, asuransi, dan keuangan

    • Sales door-to-door, pedagang kaki lima, dan penjual koran

    • Satpam

    • Manajer kredit dan pinjaman

    • Penyelidik dan pemeriksa klaim

    • Penguji software

    • Relationship manager

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Bos The Fed Lapor ke Parlemen AS, Bahas Alasan Tahan Suku Bunga

    Bos The Fed Lapor ke Parlemen AS, Bahas Alasan Tahan Suku Bunga

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Federal Reserve Jerome Powell dijadwalkan akan memberikan kesaksian di hadapan parlemen AS pekan ini. 

    Melansir Bloomberg pada Selasa (24/6/2025) Powell akan mencoba menjelaskan alasan bank sentral tetap mempertahankan suku bunga acuan hingga setidaknya September, meski terus ditekan oleh Presiden Donald Trump agar segera menurunkannya.

    Powell akan tampil di hadapan Komite Jasa Keuangan DPR AS pada Selasa pukul 10.00 waktu setempat dan kembali bersaksi keesokan harinya di Komite Perbankan Senat. 

    Kesaksian ini dilakukan hanya beberapa hari setelah The Fed memutuskan untuk menahan suku bunga untuk keempat kalinya secara berturut-turut. Kondisi ini juga terjadi di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik menyusul serangan AS terhadap fasilitas nuklir Iran yang memicu kekhawatiran lonjakan harga minyak dan guncangan terhadap ekonomi global.

    Dalam pernyataan resminya nanti, Powell diperkirakan akan mengulangi pesan dari konferensi pers pekan lalu, bahwa bank sentral masih dalam posisi cukup baik untuk menunggu dan melihat arah ekonomi sebelum mengambil langkah lebih lanjut terhadap suku bunga.

    “Kami ingin mendapatkan lebih banyak data. Selama ekonomi tetap dalam kondisi solid, kami punya ruang untuk menunggu,” ujar Powell pekan lalu. 

    Dia juga menegaskan bahwa beban tarif impor pada akhirnya akan ditanggung oleh konsumen akhir.

    Hingga saat ini, kebijakan tarif pemerintahan Trump belum menunjukkan dampak signifikan terhadap lonjakan harga maupun peningkatan pengangguran yang dikhawatirkan sejumlah pembuat kebijakan. Bahkan, data inflasi inti pilihan The Fed diperkirakan hanya naik 0,1% pada Mei, menandai periode inflasi paling jinak dalam tiga bulan sejak 2020.

    Dua gubernur The Fed, Christopher Waller dan Michelle Bowman, menyatakan dampak tarif terhadap harga kemungkinan bersifat sementara dan membuka peluang pemangkasan suku bunga pada Juli.

    “Powell tampaknya enggan mengambil sikap tegas soal arah inflasi karena menilai risikonya terlalu tinggi jika penilaian keliru,” ujar James Egelhof, Kepala Ekonom AS di BNP Paribas.

    Dampak Konflik Iran

    Konflik antara Iran dan Israel yang kini turut melibatkan AS juga diprediksi akan menjadi topik pertanyaan dari anggota parlemen. AS baru saja melancarkan serangan terhadap fasilitas nuklir Iran, namun harga minyak belum menunjukkan lonjakan signifikan.

    Dalam konferensi pers sebelumnya, Powell bersikap hati-hati dalam menanggapi isu tersebut. 

    “Kami memantau situasi, seperti semua orang. Biasanya konflik di Timur Tengah memang memicu lonjakan harga energi, tapi biasanya bersifat sementara,” ujarnya. 

    Powell menambahkan, gejolak harga minyak semacam itu jarang berdampak permanen terhadap inflasi.

    Tekanan Politik dari Partai Republik

    Sejumlah anggota parlemen dari Partai Republik diperkirakan akan mendesak Powell memberikan pembelaan lebih tegas atas kebijakan menahan suku bunga. Meskipun demikian, sebagian di antaranya mengambil pendekatan lebih moderat dibandingkan Presiden Trump.

    Dan Meuser, anggota Komite Jasa Keuangan dari Pennsylvania, melalui media sosial mengatakan, Powell layak diapresiasi karena mampu menavigasi tantangan ekonomi yang sangat berat. 

    “Namun dengan inflasi mulai turun dan pasar tenaga kerja masih kuat, manfaat dari penurunan suku bunga menjadi semakin jelas,” lanjutnya.

    Sementara itu, Trump terus melancarkan serangan verbal terhadap Powell, termasuk menyebutnya sebagai salah satu orang paling bodoh dan merusak di pemerintahan.

    Dalam pertemuan dengan Trump pada Mei lalu, Powell menegaskan bahwa keputusan Federal Open Market Committee (FOMC) selalu didasarkan pada analisis yang hati-hati, objektif, dan bebas dari unsur politik.

    “Dia akan tetap tenang dan tak tergoyahkan,” ujar Mark Gertler, profesor ekonomi dari New York University.

    Di sisi lain, dukungan mungkin akan datang dari anggota Partai Demokrat yang khawatir independensi The Fed sedang terancam oleh tekanan politik dari kubu Republik.

    Regulasi Perbankan dan Cadangan Bank

    Isu lainnya yang juga mungkin dibahas dalam kesaksian Powell adalah arah regulasi sektor keuangan. Pemerintahan Trump mendorong pelonggaran aturan, termasuk dengan menunjuk Michelle Bowman sebagai penanggung jawab kebijakan pengawasan di The Fed. 

    Bowman baru-baru ini menyarankan agar regulator meninjau kembali aturan rasio leverage tambahan yang diberlakukan sejak krisis 2008.

    Aturan tersebut mengharuskan bank untuk menahan modal dalam jumlah tertentu terhadap aset yang dimilikinya. Menurut laporan Bloomberg, The Fed dan regulator lainnya tengah mempertimbangkan pelonggaran aturan ini untuk meningkatkan likuiditas pasar obligasi pemerintah AS senilai US$29 triliun.

    Powell juga diprediksi akan mendapat pertanyaan mengenai usulan kontroversial dari Senator Republik Ted Cruz yang ingin melarang The Fed membayar bunga atas cadangan bank. 

    Cruz mengklaim kebijakan itu bisa menghemat anggaran hingga US$1,1 triliun dalam satu dekade, meski banyak analis menilai hal tersebut akan melemahkan kendali The Fed atas suku bunga jangka pendek.

    Ketua Komite Perbankan Senat Tim Scott memang sempat menggagalkan penggabungan usulan tersebut ke dalam paket kebijakan fiskal Trump, namun tidak sepenuhnya menolaknya.

    Mekanisme pembayaran bunga atas cadangan bank saat ini berfungsi sebagai batas bawah suku bunga pasar uang harian, dan menghindari bank melakukan pinjaman di bawah target The Fed.

  • Serikat pekerja rokok khawatir Raperda KTR tingkatkan pengangguran

    Serikat pekerja rokok khawatir Raperda KTR tingkatkan pengangguran

    Ilustrasi – Seorang aktivis yang tergabung dalam Koalisi Warga Untuk Jakarta Bebas asap Rokok (Smoke Free Jakarta) menempelkan stiker saat melakukan kampanye pemasangan penanda larangan merokok di angkutan umum di Terminal Senen Jakarta, Selasa (21/5). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

    Serikat pekerja rokok khawatir Raperda KTR tingkatkan pengangguran
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Senin, 23 Juni 2025 – 14:45 WIB

    Elshinta.com – Ketua Umum Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan dan Minuman (RTMM) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) PD DKI Jakarta Kusworo mengkhawatirkan rancangan peraturan daerah Kawasan Tanpa Rokok (Raperda KTR) dapat meningkatkan angka pengangguran.

    “Perlu dilihat, saat ini, kinerja industri yang semakin melemah, tenaga kerja pun akan terdampak. Harapannya, jangan sampai regulasi yang dilahirkan Pemprov DKI justru semakin memantik gelombang PHK,” kata Kusworo di Jakarta, Senin.

    Dia pun menyoroti data Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta yang mencatat 338 ribu warga Jakarta masih menganggur per Februari 2025.

    Menurut dia, pasal-pasal dalam Raperda KTR yang menyebut pelarangan total penjualan 200 meter dari satuan pendidikan, pelarangan pemajangan hingga pelarangan iklan dapat menyulitkan.

    Data Survei Angkatan Nasional juga menyebutkan bahwa angka pengangguran di Jakarta bertambah 10,8 ribu orang dibandingkan tahun lalu.

    Untuk itu, Kusworo mengatakan seharusnya hal itu menjadi sinyal bahwa pengambilan keputusan atau pembuatan kebijakan yang salah akan semakin memperparah situasi tenaga kerja.

    Sementara itu, Wakil Ketua FSP RTMM PD DKI Jakarta Ujang Romli menilai bahwa Pemprov DKI Jakarta punya pekerjaan rumah yang lebih penting yaitu mencetak tenaga kerja mandiri dan membuka lapangan pekerjaan baru.

    “Keberlangsungan tenaga kerja harus jadi pertimbangan. Raperda KTR DKI Jakarta jangan sampai menimbulkan efek domino negatif pada kondisi tenaga kerja,” kata Ujang.

    Angka PHK yang terus meningkat akan memperparah kondisi daya beli masyarakat. Alhasil, tingkat pendapatan masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah, semakin tertekan.

    Oleh karena itu, Ujang berharap Pemprov DKI Jakarta pun mempertimbangkan hal-hal ini sebelum mengesahkan Raperda KTR.

    Sumber : Antara

  • Dukung Keuangan Berkelanjutan, BRI Terbitkan Obligasi Sosial Rp 5 Triliun

    Dukung Keuangan Berkelanjutan, BRI Terbitkan Obligasi Sosial Rp 5 Triliun

    Jakarta

    PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau biasa disebut BRI, secara resmi menerbitkan Social Bond atau Obligasi Berwawasan Sosial Berkelanjutan I Tahap I Tahun 2025 dengan nilai total sebesar Rp 5 triliun dan mencatatkan oversubscription hingga Rp 6,57 triliun atau 1.31 kali dari target awal. Tingginya antusiasme investor mencerminkan kepercayaan kuat terhadap fundamental BRI dan komitmen mendukung keuangan berkelanjutan.

    Dalam sambutannya, Direktur Utama BRI Hery Gunardi mengungkapkan bahwa alasan BRI menerbitkan Social Bond adalah karena masih sedikitnya instrumen surat berharga yang berwawasan sosial di Indonesia.

    “Ini juga menjadi bukti nyata komitmen BRI untuk menjaga pendanaan yang berwawasan ESG,” ujar Hery dalam keterangan tertulis, Senin (23/6/2025).

    Obligasi tersebut merupakan bagian dari Program Penawaran Umum Berkelanjutan I dengan target penghimpunan dana sebesar Rp 20 triliun. Selain itu dengan penerbitan ini, BRI tercatat sebagai bank pertama di Indonesia yang menerbitkan Social Bond.

    Acara penandatanganan Perjanjian Penerbitan Obligasi Berwawasan Sosial Berkelanjutan BRI Tahap 1 Tahun 2025 berlangsung di Kantor Pusat BRI Jakarta pada Rabu (18/06).

    Acara ini dihadiri oleh Direktur Utama BRI, Hery Gunardi; Direktur Treasury & International Banking BRI, Farida Thamrin; Direktur Operations BRI, Hakim Putratama; serta jajaran Direksi Joint Lead Underwriters, serta perwakilan Lembaga dan Profesi Penunjang penerbitan obligasi.

    Selain untuk memperkuat reputasi BRI sebagai lembaga keuangan yang bertanggung jawab secara sosial, Hery juga menambahkan bahwa penerbitan Social Bond ini juga untuk mendukung strategi penguatan struktur pendanaan melalui diversifikasi sumber dana berbasis wholesale funding.

    “Langkah ini juga menjadi strategi perseroan untuk memperluas akses terhadap pasar pendanaan yang lebih kompetitif dan berkelanjutan,” tambah Hery.

    Sebagai informasi, Obligasi Berwawasan Sosial BRI memperoleh peringkat idAAA (Triple A) dari PT Pemeringkat Efek Indonesia (PEFINDO), mencerminkan prospek keuangan yang sangat stabil dari BRI. Obligasi ini ditawarkan dalam tiga seri, yaitu:

    Seri A: tenor 2 tahun, tingkat bunga tetap 6,45% per tahunSeri B: tenor 3 tahun, tingkat bunga tetap 6,55% per tahunSeri C: tenor 5 tahun, tingkat bunga tetap 6,60% per tahun

    Dana hasil penerbitan obligasi ini, setelah dikurangi biaya-biaya emisi, akan dialokasikan secara eksklusif untuk pembiayaan kembali proyek-proyek sosial yang telah ada, yang secara spesifik mencakup layanan infrastruktur dasar yang terjangkau (dari sisi akses dan harga), akses terhadap layanan esensial, perumahan yang terjangkau dan penciptaan lapangan kerja.

    Social Bond ini juga akan dialokasikan untuk program yang dirancang untuk mencegah atau mengurangi pengangguran, termasuk pembiayaan UMKM, ketahanan pangan, dan sistem pangan berkelanjutan, serta peningkatan dan pemberdayaan sosio-ekonomi.

    Penerbitan Social Bond BRI dilakukan melalui skema Penawaran Umum Berkelanjutan dengan metode bookbuilding, dan melibatkan sejumlah Penjamin Pelaksana Emisi Efek terkemuka, yaitu PT BRI Danareksa Sekuritas, PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk, PT Mandiri Sekuritas, PT DBS Vickers Sekuritas Indonesia, PT Indo Premier Sekuritas, dan PT Bahana Sekuritas. Selain itu, dalam penyusunan Social Framework dilakukan bersama ESG Coordinator Bank DBS Indonesia.

    Obligasi ini akan dicatatkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan didaftarkan di KSEI. Pembayaran Bunga Obligasi akan dibayarkan setiap triwulan (3 bulan) sejak tanggal emisi dan pembayaran pokok dilakukan secara penuh (bullet payment) pada saat jatuh tempo.

    Terakhir, Hery Gunardi mengungkapkan bahwa penerbitan Social Bond ini tidak hanya menjadi langkah lanjutan dari roadmap keberlanjutan BRI, namun juga sekaligus membuktikan peran aktif BRI dalam mendukung penguatan inklusi sosial, pemerataan akses pembiayaan, serta pemberdayaan masyarakat di berbagai sektor.

    (akn/ega)

  • Ketimpangan di tengah pertumbuhan Jakarta

    Ketimpangan di tengah pertumbuhan Jakarta

    Pertanyaannya bukan seberapa cepat Jakarta bersaing dengan Singapura atau Kuala Lumpur, tetapi seberapa serius Jakarta melindungi warganya sendiri.

    Jakarta (ANTARA) – Jakarta semakin tua. Usianya kini 498 tahun.

    Meski status Jakarta bukan lagi ibu kota negara secara administratif, dalam praktik sehari-hari kota ini masih memegang kendali ekonomi nasional. Aktivitas bisnis dan finansial tetap terpusat di Jakarta, menjadikannya magnet urbanisasi yang sulit ditandingi.

    Di balik ramainya ekonomi kota, tersimpan tantangan besar: pertumbuhan yang gemilang atas nama kota, mestinya juga menjangkau seluruh warganya.

    Menurut data BPS, per September 2024, tingkat kemiskinan DKI Jakarta memang turun ke angka 4,14 persen, terendah sejak Maret 2020. Namun, di saat bersamaan, ketimpangan justru melebar.

    Gini Ratio meningkat dari 0,423 pada Maret 2024, menjadi 0,431 pada September 2024. Ketimpangan pengeluaran tetap tinggi, dengan kelompok 20 persen teratas menguasai 51,14 persen total pengeluaran penduduk, sementara 40 persen terbawah hanya memperoleh 16,15 persen. Ini bukan sekadar ketimpangan angka, tetapi juga ketimpangan peluang dan akses.

    Dari sisi pekerjaan, tekanan tak kalah besar. Data Sakernas Februari 2025 menunjukkan bahwa dari 5,14 juta penduduk bekerja, sebanyak 37,95 persen di antaranya berada di sektor informal. Itu berarti sekitar 1,95 juta pekerja Jakarta bekerja tanpa kontrak tetap, tanpa perlindungan sosial, dan tanpa kepastian penghasilan. Bahkan, proporsi ini meningkat dibanding tahun sebelumnya.

    Sementara itu, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) juga naik 0,15 persen poin dari Februari 2024, menjadi 6,18 persen.

    Pekerja informal bukan sekadar kategori statistik. Mereka adalah pedagang kaki lima, pengemudi ojek daring, pekerja rumah tangga, kurir, tukang parkir, buruh lepas proyek yang menjadi wajah keseharian Jakarta. Mereka menghidupi kota, tetapi tidak dihidupi kota.

    Banyak dari mereka tinggal di hunian tidak layak, mengandalkan pendapatan harian yang tidak pasti, dan mengurus anak-anak yang kesulitan mengakses sekolah bermutu.

    Dalam data ketenagakerjaan terbaru, terlihat bahwa mayoritas pekerja Jakarta berpendidikan menengah ke bawah. Hanya 16,87 persen penduduk bekerja yang lulus perguruan tinggi (Diploma IV, S1, S2, S3).

    Sementara itu, lulusan SMK justru mencatat tingkat pengangguran tertinggi: 9,07 persen. Ini mencerminkan dislokasi antara sistem pendidikan vokasi dan kebutuhan riil pasar kerja.

    Kemiskinan dan pekerjaan informal saling terkait. Dengan garis kemiskinan September 2024 di Jakarta sebesar Rp846.085 per kapita per bulan, banyak warga yang mungkin tidak tergolong miskin secara statistik, tetapi tetap hidup dalam kerentanan tinggi.

    Penghasilan mereka hanya sedikit di atas garis itu, tapi setiap bulan harus memilih antara membayar sewa, membeli makanan, atau membayar sekolah anak. Mereka hidup dalam ketidakpastian, di antara statistik yang tidak mencatat kegelisahan mereka.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.