Kasus: pengangguran

  • Nilai Tukar Rupiah Hari Ini Turun 23 Poin

    Nilai Tukar Rupiah Hari Ini Turun 23 Poin

    Jakarta, Beritasatu.com – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (30/1/2025) pagi melemah atau terdepresiasi dibandingkan perdagangan sebelumnya.

    Data Bloomberg Asian Pacific Currencies menyatakan, rupiah pukul 09.37 WIB di pasar spot exchange berada di level Rp 16.234 per dolar AS atau turun 23 poin atau 0,14% dibandingkan perdagangan sebelumnya.

    Analis mata uang Doo Financial Futures Lukman Leong memprediksi, nilai tukar rupiah berpotensi melemah terhadap dolar AS setelah pernyataan Federal Reserve (The Fed) dalam pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) mengarah ke sikap yang lebih hawkish.

    “Rupiah diperkirakan akan dibuka dalam tren pelemahan terhadap dolar AS menyusul pernyataan The Fed dalam pertemuan FOMC yang menegaskan bahwa inflasi masih berada pada level tinggi. The Fed juga menegaskan bahwa mereka tidak akan terburu-buru menurunkan suku bunga,” ujarnya Kamis (30/1/2025).

    Selain itu, kekuatan pasar tenaga kerja AS serta kebijakan Presiden AS Donald Trump terkait imigrasi dan tarif turut berkontribusi terhadap tekanan nilai tukar rupiah hari ini.

    Meskipun kebijakan tersebut masih menghadapi ketidakpastian, ia memperkirakan bahwa implementasinya akan tetap berlangsung sesuai rencana, meskipun kemungkinan tidak akan seagresif saat kampanye.

    Dari sisi perekonomian AS, data menunjukkan Produk Domestik Bruto (PDB) tahunan tumbuh sebesar 3,1% pada kuartal IV-2024, dengan inflasi inti mencapai 2,8 persen, inflasi umum 2,2%, dan tingkat pengangguran berada di angka 4,1%.

    “Kisaran nilai tukar rupiah diprediksi berada di Rp16.200 hingga Rp16.300 per dolar AS,” ungkap Aris.

    Pada awal perdagangan Kamis (30/1/2025), nilai tukar rupiah hari ini tercatat mengalami pelemahan hingga 23 poin.

  • Harga Emas Dunia Melemah setelah The Fed Tetap Pertahankan Suku Bunga

    Harga Emas Dunia Melemah setelah The Fed Tetap Pertahankan Suku Bunga

    Jakarta, Beritasatu.com – Harga emas dunia melemah pada perdagangan Rabu (29/1/2025) seiring dengan menguatnya dolar Amerika Serikat (AS) dan meningkatnya imbal hasil obligasi pemerintah. Kondisi ini terjadi setelah The Federal Reserve (The Fed) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuannya.

    Mengutip CNBC, Kamis (30/1/2025), keputusan tersebut sesuai dengan prediksi pasar, tetapi tidak memberikan kepastian mengenai kapan pemangkasan suku bunga akan dilakukan di masa mendatang.

    Diketahui, harga emas spot mengalami penurunan 0,4% ke level US$ 2.753,86 per ons. Sementara itu, kontrak berjangka emas AS justru sedikit naik 0,1% menjadi US$ 2.779,80 per ons, sehingga selisihnya dengan harga emas spot semakin melebar.

    Penguatan dolar AS sebesar 0,3% menyebabkan harga emas dunia menjadi lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya. Selain itu, kenaikan imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun membuat emas, yang tidak memberikan imbal hasil, menjadi kurang menarik bagi investor.

    “Pasar aset mengalami sedikit tekanan setelah pernyataan The Fed terdengar lebih hawkish dari yang diperkirakan, sehingga harga emas mengalami penurunan,” ujar pedagang logam independen Tai Wong.

    The Fed tetap mempertahankan suku bunga tanpa memberikan indikasi jelas mengenai kapan pemangkasan selanjutnya akan dilakukan. Saat ini, inflasi masih berada di atas target, pertumbuhan ekonomi tetap solid, dan tingkat pengangguran masih rendah.

    Keputusan yang memicu harga emas dunia naik ini sesuai dengan ekspektasi pasar, terutama setelah The Fed memangkas suku bunga tiga kali berturut-turut sepanjang 2024. Secara keseluruhan, The Fed telah menurunkan suku bunga acuan sebesar satu poin persentase.

  • Waspada Kebijakan Trump, Bank Sentral AS Tahan Suku Bunga

    Waspada Kebijakan Trump, Bank Sentral AS Tahan Suku Bunga

    Jakarta

    Bank Sentral Amerika Serikat The Federal Reserve (The Fed) masih teguh menahan suku bunga acuannya di level 4,25-4,5%. Chairman Federal Reserve Jerome Powell mengatakan pihaknya tidak akan terburu-buru untuk memangkas suku bunga lagi sampai data inflasi dan pekerjaan menunjukkan perbaikan signifikan.

    Penurunan suku bunga The Fed secara ekstrim sudah dinanti banyak pihak sejak tahun 2024. Namun, The Fed masih tak mau terburu-buru memangkas suku bunga. Seperti diketahui suku bunga tinggi bisa berdampak pada larinya modal dari negara berkembang, termasuk Indonesia, ke Amerika. Hal ini bisa membuat nilai tukar Dolar yang terus menguat.

    Dilansir dari Reuters, Kamis (30/1/2025), kebijakan The Fed berada dalam pola bertahan pada saat lanskap ekonomi AS tampak stabil dengan sedikit ketidakpastian dalam beberapa waktu ke belakang. Serangkaian data fundamental ekonomi makro cukup dirasa sehat dan tidak banyak berubah dalam beberapa bulan terakhir.

    Yang jadi kekhawatiran saat ini adalah keputusan mendatang dari pemerintahan Presiden Donald Trump yang baru saja dilantik. Mulai dari kebijakan imigrasi, perang tarif, kebijakan pajak, dan beberapa kebijakan ekstrim lainnya dinilai dapat menganggu kondisi ekonomi.

    Jerome Powell mengatakan pejabat Fed masih akan menunggu untuk melihat kebijakan apa yang diberlakukan Trump sebelum menilai dampaknya terhadap inflasi, pekerjaan, dan aktivitas ekonomi secara keseluruhan. Kemungkinan The Fed tidak akan buru-buru memangkas suku bunga lebih lanjut sampai data menunjukkan penurunan inflasi yang baru.

    Setelah The Fed menurunkan suku bunga tiga kali pada tahun 2024 lalu, inflasi sebagian besar bergerak menyamping dalam beberapa bulan terakhir, tetapi tetap tinggi.

    “Saya pikir sikap kebijakan kami sangat terkalibrasi dengan baik. Tingkat pengangguran secara umum stabil selama enam bulan. Beberapa pembacaan inflasi terakhir menunjukkan hasil yang lebih positif,” sebut Powell.

    Dalam komentar di platform media sosial Truth Social, Trump tidak secara langsung menyerukan pemotongan suku bunga, seperti yang dikatakan sebelumnya. Namun, Trump sempat mengaitkan inflasi yang melonjak pada tahun 2021 setelah pandemi COVID-19 dengan Fed yang menghabiskan terlalu banyak waktu untuk menaikkan suku bunga.

    Trump resmi jadi orang nomor satu di AS lagi sejak seminggu lalu. Kedatangannya di Gedung Putih untuk kedua kalinya membawa janji tarif impor, tindakan keras imigrasi, pemotongan pajak, dan regulasi yang lebih longgar.

    (hal/rir)

  • Fenomena di RI, Daya Beli Lesu-Marak PHK tapi Banyak Orang Liburan

    Fenomena di RI, Daya Beli Lesu-Marak PHK tapi Banyak Orang Liburan

    Jakarta

    Kondisi ekonomi Indonesia saat ini diwarnai penurunan daya beli hingga maraknya pemutusan hubungan kerja alias PHK. Meski begitu, saat masa libur panjang Isra Mikraj dan Imlek ini tempat-tempat hiburan masih banjir pengunjung hingga menyebabkan kemacetan.

    Menurut Pakar Bisnis Profesor Rhenald Kasali menilai masyarakat kini mencari hiburan yang terjangkau dalam rangka mendapatkan kebahagiaan.

    “Libur panjang, jalanan macet kembali, dan hari libur tahun ini diperkirakan lebih dari 100 hari dalam setahun, banyak libur ditambah sabtu minggu. Jadi, kenapa jalan tetap ramai? Padahal, banyak yang mengatakan daya beli turun, jumlah kelas menengah berkurang, pengangguran banyak, orang kena PHK apalagi, anak muda susah cari kerja,” kata Rhenald, lewat unggahan Instagram @rhenald.kasali, dikutip Rabu (29/1/2025).

    “Masyarakat selalu mencari kemewahan bagi dirinya, untuk menghibur diri, untuk mendapatkan kebahagiaan, tetapi yang dicari adalah semakin yang terjangkau,” sambungnya.

    Menurut Rhenald aktivitas liburan juga tergolong sebagai salah satu kemewahan yang terjangkau. Masyarakat biasa memilih untuk liburan ke kota-kota yang tidak jauh dari rumah seperti Jakarta, Bandung, hingga Yogyakarta. Sedangkan untuk yang punya uang lebih banyak bisa memilih yang agak jauh seperti Bali.

    Contoh lainnya, kata Rhenald ialah dengan membeli barang mewah seperti mobil. Menurutnya, tidak sedikit orang yang tetap berupaya membeli mobil sesuai keinginan meskipun tidak masuk budget. Alhasil, mereka mencari alternatif mobil yang lebih terjangkau seperti mobil keluaran China.

    Rhenald mengatakan, fenomena seperti ini kerap disebut dengan istilah lipstick effect, kondisi perubahan gaya konsumsi yang terjadi pada kondisi ekonomi tertentu. Istilah ini pertama kali dicetuskan oleh Chairman Emeritus The Estée Lauder Companies Inc Leonard Lauder saat tragedi 9/11 di Amerika Serikat (AS).

    Pada kala itu, daya beli turun hingga sulitnya mencari pekerjaan, bahkan orang-orang juga kesulitan mengunjungi Amerika. Namun ia melihat keanehan, di mana penjualan lisptik justru meningkat pada kala itu.

    “Jadi, terjadilah efek yang disebut sebagai kemewahan yang terjangkau, dan lipstick adalah satu kemewahan yang harganya tidak terlalu mahal. Lalu juga skincare, itu terbukti banyak laku ketika terjadi COVID-19,” kata dia.

    Experience Economy

    Sementara itu, Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, fenomena pergeseran belanja masyarakat kepada hal-hal berbau hiburan dikala daya beli sedang tertekan disebut sebagai experience economy.

    “Fenomena pergeseran belanja masyarakat untuk hal yang bersifat hiburan dikala daya beli sedang tertekan disebut sebagai experience economy. Ini bentuk pelarian dari situasi ekonomi yang sedang sulit,” kata Bhima, saat dihubungi detikcom.

    Bhima menjelaskan, salah satu contohnya seperti periode liburan digunakan untuk menghabiskan uang ke tempat rekreasi, nonton bioskop, nongkrong di cafe, atau sekedar eksplorasi tempat wisata baru. Padahal di saat bersamaan, gaji masyarakat tidak naik signifikan, cicilan KPR masih banyak.

    Ia pun mengingatkan agar booming experience economy harus disikapi dengan bijak. Misalnya, tetap punya skala prioritas dalam belanja, 40% dari pendapatan harus dicukupkan dulu untuk kebutuhan pokok seperti makan dan minum serta cicilan wajib.

    “Setelah itu 40% sisa pendapatan bisa ditabung hingga diinvestasikan, baru 20% pendapatan untuk aktivitas experience economy. Sebisa mungkin tidak memaksa ke tempat hiburan dengan pinjaman misalnya adalah keputusan yang bijak,” ujarnya.

    (shc/hns)

  • Ekonomi Jerman Mundur, Apa Yang Harus Dilakukan Pemerintahan Baru? – Halaman all

    Ekonomi Jerman Mundur, Apa Yang Harus Dilakukan Pemerintahan Baru? – Halaman all

    Energi yang lebih murah, pajak yang lebih rendah, lebih banyak insentif keuangan untuk investasi, undang-undang ketenagakerjaan yang lebih fleksibel, lebih sedikit birokrasi – itulah antara lain yang dituntut oleh para pebisnis Jerman dari pemerintahan berikutnya setelah pemilu 23 Februari mendatang.

    “Perekonomian sedang menyusut. Pengangguran meningkat. Jerman menjadi tidak menarik bagi investor,” kata Rainer Dulger, presiden Gabungan Asosiasi Pengusaha Jerman, BDA, ketika menyimpulkan situasi saat ini pada konferensi pengusaha yang terakhir Oktober 2024.

    Karyawan yang terlatih dan berketerampilan telah menjadi langka. Peraturan dan birokrasi, kata Rainer Dulger, makin banyak seiring dengan meningkatnya beban lain yang ditanggung perusahaan – seperti biaya produksi di Jerman. Ini membuat Jerman tidak kompetitif lagi secara global, tambahnya.

    Kekuatan ekonomi Jerman sampai saat ini sangat bergantung pada industri, yang bertanggung jawab atas sekitar seperempat Produk Domestik Brutto (PDB). Setelah dua tahun resesi, Federasi Industri Jerman BDI menghitung bahwa hasil produksi sekarang jauh lebih rendah daripada lima tahun lalu. Karena lebih sedikit barang yang diproduksi dan dibangun di Jerman, lebih sedikit juga yang dibeli dan dikonsumsi.

    Selama puluhan tahun, model bisnis Jerman yang sukses didasarkan pada formula sederhana: membeli bahan mentah dan suku cadang dari luar negeri dengan harga murah, menggunakan kapasitas teknologi Jerman dan energi murah untuk memproduksi barang-barang “made in Germany “.

    Tapi invasi Rusia ke Ukraina menyebabkan lonjakan harga energi dan inflasi. Selain itu, transisi menuju ekonomi netral iklim juga menyulitkan perusahaan-perusahaan yang menggunakan banyak energi.

    Perusahaan 2bunyikan alarm” pada tanggal 29 Januari

    Para pebisnis menuntut turunnya harga energi secara signifikan agar Jerman kembali kompetitif. Tapi tuntutan utama kalangan bisnis adalah pengurangan biaya birokrasi yang lebih besar lagi. Menurut lembaga penelitian ekonomi Ifo di München, bisnis Jerman menghabiskan 65 miliar euro setiap tahunnya untuk dokumentasi dan laporan wajib yang terkait dengan proses perencanaan dan sertifikasi.

    Suasana bisnis di Jerman makin suram dan ketidakpastian tentang perkembangan ekonomi meningkat. Daripada berinvestasi di dalam negeri, banyak perusahaan sekarang mencari basis produksi yang lebih menarik di luar negeri. Presiden BDI Peter Leibinger memperingatkan bahwa “fondasi” Jerman sebagai tempat berbisnis tengah terancam.

    Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Sebuah aliansi yang terdiri dari sekitar 100 asosiasi ekonomi dan lobi menyerukan perubahan kebijakan ekonomi yang menyeluruh oleh pemerintahan Jerman berikutnya. Untuk itu, BDI menyerukan aksi nasional pada tanggal 29 Januari. Pada hari itu, para pebisnis di seluruh negeri akan menyampaikan masalah dan tuntutan mereka, dengan demonstrasi besar-besaran yang akan diadakan di Gerbang Brandenburg di Berlin. Penyelenggara mengatakan bisnis akan menggunakan demonstrasi ini untuk “mengirimkan SOS” kepada politisi.

    “Situasinya serius. Kita berada di titik kritis ekonomi dan sedang mengalami pendarahan hebat pada substansi ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya,” demikian bunyi “seruan untuk politik” di situs web khusus. Halaman yang dibuat oleh penyelenggara aksi nasional ini juga mengklaim bahwa pemilihan umum di Jerman pada tanggal 23 Februari mendatang akan menentukan “nasib” Jerman selanjutnya.

    Tugas berat pemerintahan mendatang

    Dalam surat mendesak kepada para pemimpin partai di Jerman, Presiden BDA Rainer Dulger dan para ketua federasi bisnis besar lainnya meminta para politisi untuk membantu membuat daerah pedesaan lebih menarik bagi perusahaan. Di antara hal-hal yang dianggap paling penting dalam hal ini adalah infrastruktur digital, transportasi, dan energi yang memadai dan komprehensif untuk perumahan, kesehatan, dan mobilitas, serta untuk lembaga pendidikan, budaya, dan sosial.

    Hal itu akan memberi tekanan lebih besar kepada pemerintahan berikutnya untuk mengambil langkah-langkah guna membuat Jerman kembali menarik sebagai tempat berinvestasi. Partai Kristen Demokrat CDU bersama aliansinya CSU telah berjanji untuk memangkas pajak perusahaan serta mengurangi biaya energi secara signifikan. Partai Sosialdemokrat SPD mengusulkan “bonus investasi”, dan mengatakan bahwa pemulihan dan modernisasi infrastruktur pedesaan sangat dibutuhkan. Namun semua itu akan memakan biaya cukup besar.

    Pemerintahan berikutnya harus berpikir kreatif untuk mencari cara menangani kondisi suram ini. Misalnya dengan reformasi keuangan untuk mengizinkan pinjaman lebih besar bagi investasi, sehingga Jerman bisa kembali jadi lokasi menarik untuk berbisnis.

    Diadaptasi dari artikel DW bahasa Jerman

  • Iran Gandeng Taliban Pulangkan Pengungsi Afganistan – Halaman all

    Iran Gandeng Taliban Pulangkan Pengungsi Afganistan – Halaman all

    Pada tanggal 26 Januari, menteri luar negeri Iran melakukan perjalanan ke Afganistan untuk pertama kalinya sejak Taliban merebut kekuasaan pada bulan Agustus 2021. Menurut sumber resmi, agenda kunjungan satu hari oleh Abbas Araghchi adalah untuk mengadakan pembicaraan diplomatik mengenai ketegangan di sepanjang perbatasan sepanjang 950 kilometer antar kedua negara.

    Situasi pengungsi Afganistan di Iran dan penggunaan sumber daya air di Sungai Helmand termasuk di antara isu yang dibahas.

    Meski Iran belum secara resmi mengakui Taliban, kedua negara tetap menjalin hubungan diplomatik. Di Kabul, Iran sudah membuka kantor perwakilan resmi, sementara gedung kedutaan Afganistan di Teheran telah diserahkan kepada Taliban. Terutama mengingat meningkatnya arus migrasi dari Afganistan, pemerintah Iran telah berupaya meningkatkan kerja sama dengan Taliban sejak 2023. Iran saat ini dikabarkan mendeportasi hingga 3.000 pengungsi setiap hari.

    Takut terhadap Taliban

    “Warga Afghanistan ditangkap sewenang-wenang, terkadang dipukuli dan kemudian dideportasi,” kata Marzia Rahimi kepada DW. Dia melarikan diri dari Afghanistan bersama keluarganya dua tahun lalu.

    “Saya seorang jurnalis dan telah bekerja di profesi ini selama sepuluh tahun. Setelah Taliban kembali, saya menjadi pengangguran. Hidup saya tiba-tiba berubah drastis. Saya takut akan keselamatan diri sendiri dan keluarga saya. Kemudian sekolah menengah untuk anak perempuan mulai dari kelas enam seterusnya ditutup. dilarang. Saya melarikan diri ke Iran bersama suami dan kelima anak saya karena saya ingin menyelamatkan anak-anak saya. Namun, mereka juga tidak dapat bersekolah di sini.”

    Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Marzia saat ini tidak memiliki dokumen resmi. Dia tidak pula ingin mendaftar sebagai pengungsi karena takut dideportasi. Untuk mengajukan suaka, Marzia harus pergi ke Kantor Imigrasi, namun “siapa pun yang mencoba melamar di sana diperlakukan dengan sangat buruk dan direndahkan, bahkan dihina. Pada akhirnya, hampir tidak ada peluang untuk diterima.”

    Tidak jelas berapa banyak warga negara Afghanistan yang saat ini tinggal di Iran. Selama 40 tahun, warga Afganistan telah mengungsi ke Iran dari perang saudara, kemiskinan dan sekarang Taliban.

    Menurut perkiraan Badan Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa, UNHCR, sekitar tiga juta warga Afganistan tinggal di Iran. Sekitar 750.000 dari mereka terdaftar secara resmi sebagai pengungsi. Sementara 500.000 adalah imigran dengan izin tinggal jangka pendek dan izin kerja terbatas. Banyak lainnya tidak memiliki dokumen resmi dan dianggap ilegal. Mereka biasanya bekerja sebagai buruh murah di lokasi konstruksi atau di pinggiran kota besar dan sering kali dieksploitasi karena tidak memiliki perlindungan.

    Hasutan terhadap pengungsi

    Amir Saeed Iravani, Duta Besar Iran untuk PBB, mengungkapkan jumlah diaspora Afganistan yang lebih tinggi pada bulan Desember lalu. Menurutnya, “Ada lebih dari enam juta warga Afghanistan di Iran”. Jumlah tersebut, menurutnya, menggandakan tekanan terhadap sumber daya negara yang terbatas. Iran menghabiskan lebih dari USD10 miliar setiap tahunnya untuk menampung pengungsi, tanpa dukungan dari dunia internasional, keluh Iravani.

    Animo masyarakat terhadap pengungsi di Iran telah lama berbalik arah. Setiap hari, muncul laporan soal “pengungsi kriminal” atau dugaan membebani sistem perawatan kesehatan, baik di Internet maupun di media tradisional. Mereka juga disalahkan atas berkurangnya jatah makanan bersubsidi seperti roti. Iran telah menghadapi krisis ekonomi yang berkelanjutan selama bertahun-tahun, yang diperburuk oleh maladministrasi, korupsi, dan sanksi internasional.

    Marzia dan keluarganya mengaku tidak menerima dukungan dari pemerintah Iran. Dia dan suaminya harus mencari pekerjaan berupah rendah untuk menghidupi keluarga mereka.

    “Kami berkomitmen untuk mendukung warga Afganistan di Iran,” janji Abdul Rahman Rashid, menteri Taliban untuk pengungsi dan repatriasi, dalam sebuah wawancara dengan DW. “Pengungsi yang memiliki dokumen sah harus memiliki akses terhadap pendidikan dan kesempatan kerja yang sah di Iran. Kami telah menyampaikan hal ini kepada pihak berwenang Iran. Kami mendukung para pengungsi yang kembali ke Afghanistan.”

    LSM: Afganistan tidak siap tampung kembali pengungsi

    Sejauh ini tidak diketahui, sebesar apa sumber daya yang tersedia di Afganistan. Talban tidak siap untuk menyambut kembalinya sejumlah besar pengungsi dari Iran dan Pakistan, demikian peringatan Jan Egeland, Sekretaris Jenderal Dewan Pengungsi Norwegia. Dewan Pengungsi Norwegia, NRC, adalah organisasi kemanusiaan independen dan salah satu dari sedikit LSM asing yang masih aktif di Afganistan.

    Di sana, “Jan Egeland bertemu dengan keluarga dengan anak-anak yang telah kembali dari Iran tanpa mengetahui bagaimana mereka akan bertahan hidup di kampung halaman,” tulis Dewan Pengungsi Norwegia dalam menanggapi permintaan dari DW. Kerentanan ekonomi dan minimnya kesempatan kerja menjadi kekhawatiran terbesar bagi banyak pengungsi yang kembali, yang mengkhawatirkan masa depan.

    Pengungsi yang memiliki dokumen sah juga tidak aman di Iran, kata NRC. “Beberapa dari mereka telah dideportasi, yang lainnya telah meninggalkan Iran karena takut dideportasi. Beberapa bepergian sebagai keluarga dengan anak-anak yang lahir di Iran dan sekarang kembali ke negara yang tidak mereka kenal.”

    Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Jerman

  • Ribuan Karyawan Perhotelan Dibayangi PHK Imbas Pemangkasan Anggaran Kegiatan dan Perjalanan Dinas – Halaman all

    Ribuan Karyawan Perhotelan Dibayangi PHK Imbas Pemangkasan Anggaran Kegiatan dan Perjalanan Dinas – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Langkah Presiden Prabowo Subianto yang melakukan pemangkasan anggaran kegiatan hingga perjalanan dinas di kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, dinilai merugikan pekerja di sektor hotel dan restoran.

    Adapun keputusan pemangkasan anggaran tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBN Tahun Anggaran 2025.

    Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sulsel, Anggiat Sinaga, mengatakan Inpres Nomor 1 Tahun 2025 itu akan berdampak negatif bagi sektor perhotelan.

    Sebab akan menurunkan okupansi hotel, termasuk di Sulsel yang pada akhirnya menjadi beban berat bagi perhotelan.

    Akibatnya, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akan banyak terjadi di industri perhotelan.

    Di Sulsel, jumlah pekerja hotel dan restoran di bawah naungan PHRI sebanyak 29.100 orang.

    Jika Inpres tersebut diberlakukan, kata Anggiat, maka bisa berdampak pada PHK sekitar 15 hingga 17 persen atau sebanyak 4 ribu lebih karyawan.

    “Mau tidak mau akan dilakukan penghematan dari sisi jumlah karyawan. Agak ekstrem disebut akan ada PHK,” jelas Anggiat Sinaga dalam Rapat Kerja Daerah (Rakerda) 2025 PHRI Sulsel di Hotel The Rinra Makassar, dikutip dari TribunTimur, Rabu (29/1/2025).

    Anggiat mengatakan, pemotongan anggaran tidak hanya sebatas angka, tetapi akan memberikan dampak jangka panjang.

    Pihaknya menyayangkan pemerintah mengeluarkan aturan tersebut tanpa memikirkan dampaknya di berbagai sektor, bukan hanya perhotelan.

    “Sangat panjang mata rantai ketika pemerintah melakukan pemangkasan anggaran. Bukankan anggaran itu bagian dari stimulus pemerintah,” kata Anggiat.

    “Akhirnya nanti, akan terjadi pemangkasan jumlah karyawan. Kalau terjadi pemangkasan karyawan, akan terjadi pengangguran. Kriminalitas bertumbuh, bukan ekonomi. Panjang sekali dampak ketika pemerintah melakukan pemangkasan,” tambahnya.

    Selain itu, Anggiat memprediksi bahwa pemotongan anggaran ini juga akan menimbulkan banyaknya kredit macet. 

    “Yang perlu dipikirkan akan ada banyak kredit macet, karena okupansi tidak sesuai pengembalian dengan pinjaman bank,” kata Anggiat.

    Anggiat berharap aturan yang baru dikeluarkan pemerintah bisa dievaluasi atau dibatalkan.

    Prabowo Minta Penghematan

    Dalam Inpres yang diteken pada Rabu (22/1), Prabowo meminta kementerian/lembaga dan pemerintah daerah melakukan review sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing. 

    Pada diktum kedua Inpres tersebut, diterangkan jumlah efisiensi senilai Rp 306,6 triliun anggaran belanja negara, terdiri atas anggaran belanja kementerian/lembaga tahun 2025 sebesar Rp 256,1 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp 50,5 triliun. 

    Pada diktum ketiga angka 1, Prabowo menginstruksikan menteri dan pimpinan lembaga untuk melakukan identifikasi rencana efisiensi belanja kementerian/lembaga sesuai besaran yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indarwati. 

    “Identifikasi rencana efisiensi sebagaimana dimaksud pada angka 1 meliputi belanja operasional dan non-operasional, sekurang-kurangnya terdiri atas belanja operasional perkantoran, belanja pemeliharaan, perjalanan dinas, bantuan pemerintah, pembangunan infrastruktur, serta pengadaan peralatan dan mesin,” tulis diktum ketiga poin 2. 

    Namun, identifikasi rencana efisiensi ini tidak termasuk untuk belanja pegawai dan belanja bantuan sosial. 

    Efisiensi diprioritaskan selain dari anggaran yang bersumber dari pinjaman dan hibah, serta rupiah murni pendamping kecuali tidak dapat dilaksanakan sampai dengan akhir tahun anggaran 2025. 

    Lalu, anggaran yang berasal dari PNBP Badan Layanan Umum kecuali yang disetor ke kas negara, serta anggaran yang bersumber dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan menjadi underlying asset dalam rangka penerbitan SBSN. 

    “Menyampaikan hasil identifikasi rencana efisiensi anggaran sebagaimana dimaksud pada angka 1 kepada Mitra Komisi DPR untuk mendapat persetujuan,” tulis diktum ketiga angka 5. 

    Tak hanya itu, Prabowo meminta pemda menekan anggaran untuk sejumlah kegiatan, tak terkecuali perjalanan dinas. 

    Jumlah pemangkasan anggaran untuk perjalanan dinas ini mencapai 50 persen. Setidaknya dalam diktum keempat, ada 7 poin yang ditekankan untuk diefisiensikan. 

    Pertama, membatasi belanja untuk kegiatan yang bersifat seremonial, kajian, studi banding, pencetakan, publikasi, dan seminar/focus group discussion. 

    Kedua, mengurangi belanja perjalanan dinas sebesar 50 persen.

    Ketiga, membatasi belanja honorarium melalui pembatasan jumlah tim dan besaran honorarium yang mengacu pada Peraturan Presiden mengenai Standar Harga Satuan Regional. 

    Keempat, mengurangi belanja yang bersifat pendukung dan tidak memiliki output yang terukur. 

    Kelima, memfokuskan alokasi anggaran belanja pada target kinerja pelayanan publik serta tidak berdasarkan pemerataan antar perangkat daerah atau berdasarkan alokasi anggaran belanja pada tahun anggaran sebelumnya.

    Keenam, lebih selektif dalam memberikan hibah langsung baik dalam bentuk uang, barang, maupun jasa kepada kementerian/lembaga. 

    Ketujuh, melakukan penyesuaian belanja APBD Tahun Anggaran 2025 yang bersumber dari Transfer ke Daerah sebagaimana dimaksud dalam Diktum KEDUA huruf b.

    Perlu Perhatian Khusus

    Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira melihat efisiensi anggaran pemerintah terkait belanja seremonial, Alat Tulis Kantor (ATK), hingga sewa kendaraan merupakan langkah positif untuk tingkatkan ruang fiskal.

    “Misalnya soal belanja rapat dan seminar memang bisa digantikan dengan rapat online, jauh lebih murah dan efektif,” ujar Bhima saat dihubungi Tribunnews, Selasa (28/1/2025).

    Dia mengatakan, ATK bisa digantikan dengan tanda tangan dokumen secara digital dan ramah lingkungan juga tidak boros kertas. 

    Sebab, selama ini beban belanja birokrasi cukup disorot karena menyumbang pelebaran defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan tambahan utang pemerintah.

    Di sisi lain, ucap Bhima, efek negatif ke bisnis Meeting, Incentives, Convention and Exhibition (MICE) juga signifikan. Sebagian besar pelaku usaha MICE andalkan pendapatan dari acar pemerintah.

    “Bahkan paska pandemi kondisi pendapatan dari sektor MICE belum sepenuhnya pulih. Dikhawatirkan ada risiko PHK di sektor jasa akomodasi dan makan minum imbas efisiensi belanja pemerintah,” terang Bhima.

    Dampak ekonomi dari berkurangnya pendapatan sektor MICE mencakup potensi kehilangan lapangan kerja 104.000 orang. Sementara dari sisi PDB setidaknya potensi MICE terancam hingga Rp103,9 triliun.

    “Berharap dari wisman dan wisatawan saja kan tidak cukup ya, dengan gejolak geopolitik dan ekonomi global, maka belanja pemerintah memang diharapkan jadi motor pemulihan sektor MICE dan harapan itu pupus begitu ada efisiensi anggaran,” tutur Bhima.

    Bhima menyampaikan, perlu ada paket kebijakan khusus untuk kompensasi kehilangan potensi pendapatan sektor MICE misalnya berupa pemangkasan PPh 21 karyawan, diskon tarif listrik, hingga fasilitasi promosi event internasional.

    Sebelumnya, dalam upaya menjaga stabilitas fiskal dan meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, pemerintah menerapkan langkah efisiensi anggaran belanja K/L sebesar Rp 256,1 triliun untuk tahun anggaran 2025.

     

  • Ekonomi Tidak Baik-baik Saja tapi Bisa Liburan, Rakyat RI Dilanda Fenomena Ini

    Ekonomi Tidak Baik-baik Saja tapi Bisa Liburan, Rakyat RI Dilanda Fenomena Ini

    Jakarta

    Momen libur panjang di awal 2025 menjadi kesempatan untuk jalan-jalan, terutama ke tempat rekreasi atau hiburan. Di sisi lain, kondisi ekonomi Indonesia sedang tidak baik-baik saja.

    Daya beli turun, pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, hingga kelas menengah turun kasta, adalah beberapa masalah yang mewarnai kondisi ekonomi Indonesia belakangan ini.

    Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, fenomena pergeseran belanja masyarakat kepada hal-hal berbau hiburan saat daya beli sedang tertekan disebut sebagai experience economy.

    “Fenomena pergeseran belanja masyarakat untuk hal yang bersifat hiburan di kala daya beli sedang tertekan disebut sebagai experience economy. Ini bentuk pelarian dari situasi ekonomi yang sedang sulit,” kata Bhima, saat dihubungi detikcom, Rabu (29/1/2025).

    Bhima menjelaskan, salah satu contohnya seperti momentum liburan digunakan untuk menghabiskan uang ke tempat rekreasi, nonton bioskop, nongkrong di cafe atau sekedar eksplorasi tempat wisata baru. Padahal gaji tidak naik signifikan, cicilan KPR masih banyak, namun belanja nya diarahkan ke belanja hiburan.

    Menurutnya, fenomena ini di kota besar diikuti oleh menjamurnya tempat hiburan malam, karaoke, beach club yang makin spesifik. Contohnya, ada hiburan malam khusus Gen Z dibawah 30 tahun, kemudian beach club juga bertebaran tidak hanya di Bali tapi juga di Yogyakarta.

    Kemudian arus dana investasi juga marak masuk ke experience economy. Ada juga kecenderungan konsumen perkotaan mencari cafe hidden gem hanya untuk membeli secangkir kopi. Tetapi menurutnya, pengalaman mencari cafe unik tersebut menjadi sensasi yang menarik.

    “Meski anomali, namun experience economy mendatangkan manfaat ke ekonomi seperti penciptaan lapangan kerja baru, pengembangan potensi wisata daerah hingga konservasi alam,” imbuhnya.

    Namun demikian, Bhima menilai, booming experience economy harus di sikapi dengan bijak. Misalnya, tetap punya skala prioritas dalam belanja, 40% dari pendapatan harus dicukupkan dulu untuk kebutuhan pokok seperti makan minum, serta cicilan wajib.

    Setelah itu, 40% sisa pendapatan bisa ditabung hingga di investasikan. Baru 20% pendapatan untuk aktivitas experience economy. Ia menekankan, masyarakat harus bikak, mungkin jangan memaksa ke tempat hiburan dengan mengandalkan pinjaman.

    Liburan di Tengah Daya Beli Turun-PHK Massal

    Pakar Bisnis Profesor Rhenald Kasali juga menyoroti hal serupa. Dalam momen libur panjang Isra Mikraj dan Imlek pekan ini, tempat-tempat hiburan ramai pengunjung hingga mengakibatkan kondisi macet di sejumlah tempat.

    “Libur panjang, jalanan macet kembali, dan hari libur tahun ini diperkirakan lebih dari 100 hari dalam setahun, banyak libur ditambah sabtu minggu. Jadi, kenapa jalan tetap ramai? Padahal, banyak yang mengatakan daya beli turun, jumlah kelas penengah berkurang, pengangguran banyak, orang kena PHK apalagi, anak muda susah cari kerja,” kata Rhenald, lewat unggahan Instagram @rhenald.kasali.

    Rhenald mengatakan, kondisi seperti ini kerap disebut dengan istilah lisptick effect, kondisi perubahan gaya konsumsi yang terjadi pada kondisi ekonomi tertentu. Istilah ini pertama kali dicetuskan oleh Chairman Emeritus The Estée Lauder Companies Inc Leonard Lauder saat tragedi 9/11 di Amerika Serikat (AS).

    Pada kala itu, daya beli masyarakat turun hingga sulitnya mencari pekerjaan, bahkan orang-orang juga kesulitan mengunjungi Amerika. Namun Lauder melihat keanehan, di mana penjualan lisptik justru meningkat pada kala itu.

    “Semua mencari kemewahan yang terjangkau. Masyarakat selalu mencari kemewahan bagi dirinya, untuk menghibur diri, untuk mendapatkan kebahagiaan, tetapi yang dicari adalah semakin yang terjangkau,” ujar Rhenald.

    “Misalnya, mau beli mobil, harganya dia hitung-hitung, wah nggak masuk. Tiba-tiba masuk di mobil dari China yang harganya masih terjangkau, dan China memanfaatkan itu, harganya lebih murah. Kemudian liburan, liburan juga adalah kemewahan yang terjangkau. Tempat-tempatnya dekat-dekat, masih sekitar Jakarta, Bandung, Jogja, Jawa Tengah,” sambungnya.

    (shc/hns)

  • 12 Manfaat Kerjasama Ekonomi Melalui Ekspor Impor

    12 Manfaat Kerjasama Ekonomi Melalui Ekspor Impor

    1. Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi

    Kerjasama ekonomi melalui perdagangan ekspor impor memainkan peran penting dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi suatu negara. Melalui ekspor, negara dapat memperluas pasar bagi produk-produk domestik, yang tidak hanya meningkatkan pendapatan negara tetapi juga membuka peluang lapangan kerja baru. 

    Selain itu, dengan adanya impor, negara dapat memperoleh barang dan bahan baku yang tidak dapat diproduksi secara efisien dalam negeri. Ini mendukung perkembangan industri dalam negeri dan meningkatkan daya saing ekonomi.

    2. Menciptakan Kerjasama Multilateral

    Sistem perdagangan ekspor impor membuka jalan bagi kerjasama multilateral antara negara-negara. Forum perdagangan internasional seperti Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) berperan penting dalam mengatur perdagangan antarnegara untuk memastikan bahwa semua pihak mendapatkan manfaat yang setara. Kerjasama ini juga dapat memperkuat hubungan diplomatik dan menciptakan rasa saling pengertian antarnegara.

    3. Menciptakan Lapangan Kerja

    Perdagangan ekspor impor menciptakan lapangan kerja baru dalam berbagai sektor, mulai dari produksi, distribusi, hingga pengelolaan logistik dan administrasi, mengurangi tingkat pengangguran. Ketika suatu negara meningkatkan ekspornya, perusahaan domestik akan lebih banyak membutuhkan tenaga kerja untuk memproduksi barang dalam jumlah besar, mempersiapkan logistik, serta melakukan manajemen transaksi internasional. Selain itu, sektor-sektor pendukung perdagangan, seperti jasa pengiriman, pengepakan, dan distribusi barang, juga berkontribusi dalam menciptakan lapangan kerja.

    4. Peningkatan Pendapatan Negara

    Ekspor produk domestik ke luar negeri menghasilkan pendapatan yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan dan kebutuhan lainnya. Pajak dan tarif dari impor juga menyumbang pada pemasukan negara. 

    Pendapatan yang diperoleh dari ekspor memberikan negara lebih banyak sumber daya untuk investasi dalam sektor pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan kebijakan publik lainnya. Selain itu, peningkatan pendapatan ini membantu menurunkan defisit perdagangan dan meningkatkan stabilitas ekonomi.

    Kerjasama ekonomi melalui ekspor impor dapat membantu menstabilkan perekonomian suatu negara dengan mengurangi ketergantungan pada pasar domestik dan memperluas akses ke pasar global. Ketergantungan pada satu pasar atau sektor ekonomi dapat menempatkan negara pada risiko yang lebih besar, terutama dalam menghadapi krisis ekonomi atau perubahan permintaan. 

    Melalui diversifikasi pasar ekspor dan impor, negara bisa mengurangi risiko tersebut. Selain itu, negara juga bisa memastikan kelangsungan ekonomi yang lebih stabil dan tahan terhadap guncangan eksternal.

    Kerja sama internasional memiliki peran penting dalam mengurangi inflasi dan menjaga kestabilan harga barang serta jasa di pasar. Dengan adanya kolaborasi antara negara-negara, dapat tercipta koordinasi yang efektif untuk memastikan kestabilan ekonomi secara global. 

    Melalui upaya bersama ini, negara-negara dapat saling mendukung dalam mengelola masalah ekonomi yang dapat mempengaruhi kestabilan harga, sehingga inflasi dapat ditekan, dan perekonomian dunia tetap berjalan dengan lebih stabil. Kerja sama semacam ini menjadi kunci dalam menciptakan iklim ekonomi yang lebih sehat dan berkelanjutan di tingkat internasional.

    7. Meningkatkan Keamanan Pangan dan Energi

    Ekspor impor memastikan pasokan pangan dan energi yang stabil bagi negara-negara yang kekurangan sumber daya tersebut, membantu mereka mengatasi kekurangan yang dapat mengganggu stabilitas ekonomi dan sosial.

    Misalnya, negara yang kekurangan produksi pangan atau energi dapat mengimpor produk tersebut dari negara lain yang lebih mampu memproduksi dalam jumlah besar. Hal ini tidak hanya mengurangi ketergantungan pada satu sumber pasokan, tetapi juga mengurangi risiko kelangkaan pangan dan energi yang bisa memicu krisis sosial.

    8. Pemenuhan Kebutuhan Konsumen

    Dengan memperluas akses ke produk luar negeri, konsumen dapat memperoleh barang yang lebih bervariasi dengan harga yang lebih kompetitif, meningkatkan kualitas hidup mereka.

    Perdagangan internasional memungkinkan konsumen untuk mendapatkan produk yang tidak diproduksi dalam negeri, seperti teknologi terbaru, pakaian bermerek, atau bahan makanan tertentu, dengan harga yang lebih bersaing. Hal ini juga mendorong keberagaman produk lokal karena produsen akan lebih peka terhadap preferensi dan kebutuhan konsumen global.

    9. Diversifikasi Sumber Daya

    Ekspor impor memungkinkan negara-negara untuk mendapatkan barang yang mungkin tidak tersedia atau sulit diproduksi secara domestik, seperti bahan baku, teknologi, dan barang konsumsi tertentu. Negara-negara dengan keterbatasan sumber daya alam dapat mengimpor barang-barang tersebut dari negara lain yang memilikinya, memungkinkan mereka untuk memenuhi kebutuhan domestik tanpa bergantung sepenuhnya pada produk dalam negeri. Dengan diversifikasi ini, negara dapat lebih siap menghadapi perubahan kondisi pasar atau bencana alam yang dapat mempengaruhi ketersediaan barang di dalam negeri.

    10. Meningkatkan Hubungan Diplomatik

    Perdagangan internasional adalah salah satu cara untuk memperkuat hubungan diplomatik antar negara. Melalui kerjasama ekonomi, negara-negara dapat saling mengerti dan mendukung satu sama lain dalam berbagai bidang. 

    Misalnya, hubungan dagang yang kuat antara dua negara dapat meningkatkan saling pengertian politik, memperkuat kerjasama dalam isu-isu internasional, serta menciptakan stabilitas politik di kawasan tersebut. Dengan demikian, perdagangan menjadi jembatan yang menghubungkan berbagai negara dengan tujuan untuk membangun perdamaian dan kesejahteraan global.

    11. Mengurangi Kesenjangan Ekonomi Antar Negara

    Negara-negara berkembang dapat memanfaatkan perdagangan internasional untuk meningkatkan pendapatan dan mempercepat proses pembangunan. Hal ini dapat mengurangi kesenjangan ekonomi antara negara maju dan negara berkembang.

    Negara-negara yang terlibat dalam perdagangan internasional dapat memperoleh akses ke pasar global, meningkatkan sektor industri mereka, dan mendorong inovasi. Dengan pendapatan yang lebih tinggi dari ekspor, negara berkembang bisa melakukan investasi besar dalam infrastruktur dan sektor sosial, yang selanjutnya mempercepat proses pembangunan ekonomi.

    12. Mendorong Integrasi Ekonomi Regional

    Perdagangan antar negara dalam suatu wilayah tertentu dapat mendorong integrasi ekonomi, seperti yang terlihat dalam pembentukan kawasan perdagangan bebas (FTA) atau organisasi ekonomi regional seperti ASEAN atau UE. Kerjasama ekonomi regional memungkinkan negara-negara di kawasan tersebut untuk saling mengurangi hambatan perdagangan, meningkatkan investasi antar negara, dan menciptakan stabilitas ekonomi yang lebih besar. Integrasi ini juga memperkuat posisi negara-negara tersebut di pasar global.

  • Daya Beli Turun-PHK Massal tapi Banyak Orang Liburan, Fenomena Apa Ini?

    Daya Beli Turun-PHK Massal tapi Banyak Orang Liburan, Fenomena Apa Ini?

    Jakarta

    Memasuki 2025, ekonomi Indonesia masih dihantui penurunan daya beli, PHK massal hingga turunnya kelas menengah. Namun di tengah kondisi tersebut, di libur panjang Isra Mikraj dan Imlek ini tempat hiburan masih ramai pengunjung.

    Kondisi ini disoroti oleh Pakar Bisnis Profesor Rhenald Kasali. Dalam momen libur panjang pekan ini, tempat-tempat hiburan ramai pengunjung hingga mengakibatkan kondisi macet di sejumlah tempat.

    “Libur panjang, jalanan macet kembali, dan hari libur tahun ini diperkirakan lebih dari 100 hari dalam setahun, banyak libur ditambah sabtu minggu. Jadi, kenapa jalan tetap ramai? Padahal, banyak yang mengatakan daya beli turun, jumlah kelas penengah berkurang, pengangguran banyak, orang kena PHK apalagi, anak muda susah cari kerja,” kata Rhenald, lewat unggahan Instagram @rhenald.kasali, dikutip Rabu (29/1/2025).

    Rhenald mengatakan, kondisi seperti ini kerap disebut dengan istilah lisptick effect, kondisi perubahan gaya konsumsi yang terjadi pada kondisi ekonomi tertentu. Istilah ini pertama kali dicetuskan oleh Chairman Emeritus The Estée Lauder Companies Inc Leonard Lauder saat tragedi 9/11 di Amerika Serikat (AS).

    Pada kala itu, daya beli masyarakat turun hingga sulitnya mencari pekerjaan, bahkan orang-orang juga kesulitan mengunjungi Amerika. Namun Lauder melihat keanehan, di mana penjualan lisptik justru meningkat pada kala itu.

    “Semua mencari kemewahan yang terjangkau. Masyarakat selalu mencari kemewahan bagi dirinya, untuk menghibur diri, untuk mendapatkan kebahagiaan, tetapi yang dicari adalah semakin yang terjangkau,” ujar Rhenald.

    “Misalnya, mau beli mobil, harganya dia hitung-hitung, wah nggak masuk. Tiba-tiba masuk di mobil dari China yang harganya masih terjangkau, dan China memanfaatkan itu, harganya lebih murah. Kemudian liburan, liburan juga adalah kemewahan yang terjangkau. Tempat-tempatnya dekat-dekat, masih sekitar Jakarta, Bandung, Jogja, Jawa Tengah,” sambungnya.

    Dengan demikian, menurutnya terjadi fenoman masyarakat yang mencari kemewahan terjangkau. Begitu pula dengan lipstik yang merupakan make up, serta skincare yang menurut sebagian orang juga merupakan kemewahan terjangkau, terbukti laku keras saat era COVID-19.

    Experience Economy

    Sementara itu, Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, fenomena pergeseran belanja masyarakat untuk hal yang bersifat hiburan dikala daya beli sedang tertekan disebut sebagai experience economy. Ini bentuk pelarian dari situasi ekonomi yang sedang sulit.

    “Misalnya momentum liburan digunakan untuk habiskan uang ke tempat rekreasi, nonton bioskop, nongkrong di cafe atau sekedar eksplorasi tempat wisata baru. Padahal gaji tidak naik signifikan, cicilan KPR masih banyak, namun belanjanya diarahkan ke belanja hiburan,” ujar Bhima, dihubungi detikcom.

    Menurutnya, fenomena ini di kota besar diikuti oleh menjamurnya tempat hiburan malam, karaoke, beach club yang makin spesifik. Contohnya, ada hiburan malam khusus Gen Z dibawah 30 tahun, kemudian beach club juga bertebaran tidak hanya di Bali tapi juga di Yogyakarta.

    Kemudian arus dana investasi juga marak masuk ke experience economy. Ada juga kecenderungan konsumen perkotaan mencari cafe hidden gem. Padahal cuma ingin beli secangkir kopi, tetapi menurutnya, pengalaman mencari cafe di tengah hutan jadi sensasi yang menarik.

    “Meski anomali, namun experience economy mendatangkan manfaat ke ekonomi seperti penciptaan lapangan kerja baru, pengembangan potensi wisata daerah hingga konservasi alam,” imbuhnya.

    Namun demikian, Bhima menilai, booming experience economy harus di sikapi dengan bijak. Misalnya, tetap punya skala prioritas dalam belanja, 40% dari pendapatan harus dicukupkan dulu untuk kebutuhan pokok seperti makan minum, serta cicilan wajib.

    Setelah itu, 40% sisa pendapatan bisa ditabung hingga di investasikan. Baru 20% pendapatan untuk aktivitas experience economy. Ia menekankan, masyarakat harus bikak, mungkin jangan memaksa ke tempat hiburan dengan mengandalkan pinjaman.

    (shc/hns)