Kasus: pencurian

  • Mantan Cawali Probolinggo Ning Tiwi Bantah Tuduhan Curi Ponsel

    Mantan Cawali Probolinggo Ning Tiwi Bantah Tuduhan Curi Ponsel

    Probolinggo (beritajatim.com) – Perseteruan antara mantan Calon Wali Kota Probolinggo, Sri Setyo Pertiwi atau Ning Tiwi, dengan rekannya berinisial PE semakin meruncing. Usai memenuhi panggilan klarifikasi di Polres Probolinggo Kota, Kamis (25/9/2025), Ning Tiwi akhirnya memberikan penjelasan kepada media.

    Ia menegaskan bahwa kedatangannya ke polisi bukan sebagai tersangka, melainkan bentuk itikad baik untuk meluruskan tuduhan pencurian telepon genggam yang ditujukan kepadanya. “Saya hadir untuk menjelaskan, bukan karena merasa bersalah. Tuduhan itu tidak benar,” ujarnya, Jumat (26/9/2025).

    Menurut Ning Tiwi, permasalahan yang kini bergulir sebenarnya bermula dari sengketa utang piutang. Ia menyebut PE memiliki kewajiban membayar utang ratusan juta rupiah kepadanya yang hingga kini belum terselesaikan.

    “Persoalannya jelas, ini soal piutang. Uang saya belum kembali, tapi malah saya yang dituduh macam-macam,” tegasnya.

    Pertemuan terakhir dengan PE, kata Ning Tiwi, terjadi di sebuah kafe cuci mobil di Kota Probolinggo. Saat itu ia bermaksud menagih kejelasan mengenai pengembalian uang, namun yang diterima justru respon emosional.

    “Saya bahkan menawarkan opsi jaminan berupa sertifikat tanah. Tapi begitu saya minta itu, dia langsung marah besar,” ungkapnya.

    Karena suasana memanas, Ning Tiwi memilih meninggalkan lokasi. Ia mengakui sempat membawa ponsel milik PE, namun menurutnya bukan untuk dicuri melainkan sebagai upaya menekan agar permasalahan segera diselesaikan.

    “Handphone itu hanya saya bawa pulang untuk memaksa dia datang baik-baik ke rumah saya, supaya masalah bisa dibicarakan. Tidak ada niat mengambil haknya,” jelasnya.

    Sayangnya, langkah tersebut justru berbuntut panjang. Ning Tiwi dilaporkan ke polisi atas dugaan pencurian, bahkan sempat difitnah melalui akun media sosial TikTok bernama ‘ninis123’.

    “Fitnah itu sangat menyakitkan. Logikanya, buat apa saya mencuri ponsel, sementara orang itu masih punya utang ratusan juta kepada saya?” katanya dengan nada kecewa.

    Meski sempat berencana melaporkan balik dugaan pencemaran nama baik, Ning Tiwi menunda langkah hukum karena unggahan yang menyerangnya sudah dihapus. Namun, ia tetap menegaskan ingin memperjuangkan haknya.

    “Yang jelas saya sudah menjelaskan kronologinya kepada penyidik. Saya tidak bersalah, saya hanya ingin hak saya kembali. Ini soal keadilan,” tandasnya.

    Sementara itu, Kasatreskrim Polres Probolinggo Kota, Iptu Zaenal Arifin, membenarkan adanya laporan terkait dugaan pencurian tersebut. “Kasus ini masih dalam tahap penyelidikan. Kami sudah memeriksa pelapor maupun terlapor, dan akan mendalami keterangan yang ada,” singkatnya. (ada/but)

  • Siasat Jahat 4 Napi di Lampung Peras Wanita dari Dalam Penjara hingga Rugi Rp 70 Juta

    Siasat Jahat 4 Napi di Lampung Peras Wanita dari Dalam Penjara hingga Rugi Rp 70 Juta

    Sebelumnya, Ditreskrimsus Polda Lampung membongkar kasus love scamming dengan modus video call sex (VCS) yang dilakukan empat narapidana dari dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Empat napi itu berasal dari Lapas Kotabumi dan Lapas Metro. Mereka berinisial MNY, S, RS, serta RDP.

    “Untuk napi di Lapas Kotabumi ada MNY, S, dan RS yang merupakan warga binaan kasus narkoba, mucikari, dan pencurian. Sementara RDP adalah napi kasus narkoba di Lapas Metro,” ungkap Dirreskrimsus Polda Lampung, Kombes Pol Derry Agung Wijaya Kusuma saat konferensi pers di Mapolda Lampung, Kamis (26/9/2025).

    Korban merupakan seorang wanita bersuami asal Lampung. Ia diperas hingga Rp70 juta. Para napi mengancam akan menyebarkan rekaman VCS korban apabila uang tidak ditransfer.

    “Dari hasil penyelidikan, para napi ini menggunakan identitas palsu. Mereka mengaku sebagai anggota Polri dengan foto profil polisi di akun media sosial,” jelas Derry.

  • Komplotan begal bersenjata tajam rampas motor warga di Cakung

    Komplotan begal bersenjata tajam rampas motor warga di Cakung

    Jakarta (ANTARA) – Komplotan begal bersenjata tajam merampas motor pedagang sayur di kawasan Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP), Cakung, Jakarta Timur (Jaktim), Kamis (25/9) pagi.

    Petugas keamanan gedung Sutirmo (57) mengatakan, aksi begal berlangsung sekitar pukul 06.00 WIB.

    “Saat itu petugas keamanan juga sempat mengejar, tetapi komplotan pelaku langsung kabur bawa motor korban setelah mengetahui ada petugas keamanan,” kata Sutirmo di Jakarta, Kamis.

    Sutirmo menyebut, korban yang merupakan pedagang sayur mengalami luka di bagian punggung diduga akibat sabetan senjata tajam berupa celurit milik pelaku.

    “Dilukai punggung langsung dibawa ke rumah sakit, laki-laki korbannya,” ucap Sutirmo.

    Menurut Sutirmo, kawasan JIEP Cakung ini merupakan wilayah rawan pencurian. Apalagi dalam keadaan sepi dan dini hari.

    “Di sini rawan banget banyak pencurian, kejahatan, kadang-kadang bahaya juga biasanya jam satu sampai menjelang subuh,” ujar Sutirmo.

    Adapun video peristiwa tersebut viral di media sosial yang menampilkan aksi begal oleh komplotan pelaku di kawasan Jakarta Industrial Estate Pulogadung (JIEP), Cakung, Jakarta Timur, Kamis (25/9) pagi.

    Video yang diunggah akun Instagram @warungjurnalis memperlihatkan empat pelaku bersenjata tajam dengan mengendarai dua motor menyerang seorang warga.

    Dalam rekaman, korban terlihat terjatuh setelah diserang dengan celurit, bahkan sempat meminta tolong.

    Kondisi jalan yang sepi membuat pelaku seenaknya menggasak motor korban dengan ancaman senjata tajam.

    Saat korban tak berdaya, pelaku langsung membawa kabur motor tersebut. Korban terlihat hanya duduk lemas setelah peristiwa itu.

    Pewarta: Siti Nurhaliza
    Editor: Bernadus Tokan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pasutri diduga bawa kabur makanan dari restoran di Mampang

    Pasutri diduga bawa kabur makanan dari restoran di Mampang

    Jakarta (ANTARA) – Pasangan suami-istri berinisial ZK dan ESR dilaporkan ke Kepolisian karena diduga membawa kabur 14 pesanan makanan dan minuman dari sebuah restoran di kawasan Kemang, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.

    “Kita memutuskan pada hari ini menyampaikan laporan polisi ke Polsek yang ada di sini,” kata kuasa hukum pemilik restoran, Eishen Simatupang di Polsek Mampang, Jakarta Selatan, Kamis.

    Eishen mengatakan laporan polisi pemilik restoran tersebut, yakni Nabila teregistrasi dengan nomor LP/B/048/IX/2025/SPKT/Polsek Mampang/Polres Metro Jaksel/Polda Metro Jaya.

    Laporan itu dilayangkan lantaran pihaknya sudah mengirimkan somasi kepada terlapor namun ternyata tak ada respon.

    “Kita sudah kirimkan somasi yang ‘deadline’-nya seharusnya hari ini permintaan kita dipenuhi. Tapi ternyata tidak ada respon atas somasi yang kita berikan,” katanya.

    Peristiwa yang terjadi pada Kamis (19/9) itu terekam CCTV dan videonya viral di media sosial. Kemudian, aksi itu dilaporkan pada hari yang sama.

    Menurut dia, peristiwa dugaan pencurian ini bermula saat pasangan suami-istri (pasutri) tersebut datang ke restoran milik Nabila. Setelahnya, pasutri itu memesan 11 makanan dan tiga minuman senilai total Rp530.150.

    Mereka merasa sepertinya terlalu lama pesanan datang. Setelah itu mereka secara mandiri dengan inisiatif sendiri datang ke dapur untuk ambil makanan yang dipesan.

    “Jadi komplain kepada karyawan kami dengan semua dinamikanya,” katanya.

    Pasutri tersebut kemudian langsung pergi meninggalkan restoran tanpa membayar makanan dan minuman yang telah dipesan.

    Kini pasutri tersebut terancam dengan Pasal 363 KUHP tentang pencurian.

    “Jadi tindakan dari para terduga pelaku ini oleh teman-teman Polsek sejauh ini dianggap ada dugaan awal dapat berpotensi memenuhi Pasal 363 KUHP,” katanya.

    Pewarta: Luthfia Miranda Putri
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Maling Curi Logam Mulia 110 Gram di Depok saat Penghuni Rumah Pergi ke Luar Kota
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        25 September 2025

    Maling Curi Logam Mulia 110 Gram di Depok saat Penghuni Rumah Pergi ke Luar Kota Megapolitan 25 September 2025

    Maling Curi Logam Mulia 110 Gram di Depok saat Penghuni Rumah Pergi ke Luar Kota
    Tim Redaksi

    DEPOK, KOMPAS.com –
     Seorang pria berinisial MM menjadi korban pencurian logam mulia 110 gram yang tersimpan di rumahnya di Kompleks Hankam,Tapos, Depok, saat ia tengah bepergian ke luar kota.
    Saat kejadian, korban dan keluarganya diketahui pergi ke Bandung, Jawa Barat, sejak Jumat (19/9/2025) dan pulang di Minggu malam (21/9/2025).
    “Korban pergi ke Bandung sejak hari Jumat tanggal 19 September 2025 dan rumah dalam keadaan kosong,” kata Kasi Humas Polres Metro Depok AKP Made Budi saat dikonfirmasi
    Kompas.com
    , Kamis (25/9/20225).
    Made mengungkapkan, setibanya di rumah, korban melihat jejak jendela rumahnya terbuka. Hal itu lekas menumbuhkan rasa curiga sekaligus khawatir.
    Setelahnya, korban membuka pintu rumah dan melihat seisi rumahnya berantakan.
    “Setelah itu, korban masuk ke dalam rumah dan melihat kondisi kamar sudah berantakan. Selanjutnya korban mengecek barang-barang milik korban,” tutur Made.
    Usai memeriksa, korban menyadari bahwa logam mulia 110 gram yang lengkap dengan surat-suratnya telah hilang diambil. Tak hanya itu, maling juga membawa uang tunai Rp 15 juta.
    “Kerugian ada uang tunai Rp 15 juta dan logam mulia seberat 110 gram berikut lengkap dengan surat-suratnya,” jelas Made.
    Saat ini, korban sudah membuat laporan polisi (LP) dan polisi juga sudah melakukan pengecekan tempat kejadian perkara demi penyelidikan lebih lanjut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Penerapan UU PDP Belum Optimal Tanpa Lembaga Pengawas

    Penerapan UU PDP Belum Optimal Tanpa Lembaga Pengawas

    Bisnis.com, JAKARTA— Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang disahkan pada 2022 disebut sebagai tonggak penting dalam memperkuat regulasi privasi dan keamanan data digital di Indonesia. 

    Namun, dari perspektif keamanan siber, implementasi aturan tersebut dinilai tidak sederhana. Pakar keamanan siber sekaligus Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama Persadha menekankan keberhasilan UU PDP sangat bergantung pada pembentukan lembaga pengawas yang diamanatkan dalam undang-undang.

    “Tanpa adanya otoritas independen yang bertugas mengawasi, memberi sanksi, serta memastikan kepatuhan, eksekusi UU PDP menghadapi tantangan serius, baik secara teknis maupun kelembagaan,” kata Pratama kepada Bisnis pada Kamis (25/9/2025) 

    Menurutnya, salah satu tantangan terbesar adalah kesenjangan antara regulasi dan kesiapan infrastruktur siber di Indonesia. Banyak organisasi, terutama sektor swasta menengah ke bawah, belum memiliki standar keamanan data yang memadai. Kondisi tersebut diperburuk dengan rendahnya literasi digital, baik di kalangan masyarakat maupun pelaku usaha.

    Dia mengatakan, ketika UU PDP menuntut adanya standar teknis dan prosedural dalam pengelolaan data pribadi, implementasinya berisiko terhambat oleh keterbatasan sumber daya, kurangnya tenaga ahli keamanan siber, serta belum adanya model penegakan hukum yang jelas.

    Meski demikian, Pratama mengakui UU PDP tetap memberikan kerangka hukum yang lebih kuat untuk mengurangi risiko kebocoran data dan serangan siber. Adanya kewajiban notifikasi insiden, persetujuan eksplisit pemilik data hingga sanksi administratif maupun pidana, pada prinsipnya mendorong perusahaan meningkatkan standar keamanan.

    Namun, aturan hukum ini bukan berarti mampu menutup seluruh celah teknis maupun regulasi. 

    “Dari sisi teknis, serangan seperti ransomware, phishing, hingga supply chain attack tetap dapat mengeksploitasi kelemahan sistem yang tidak terlindungi dengan baik, meski perusahaan sudah berusaha mematuhi regulasi,” kata Pratama.

    Lebih jauh, dia menekankan absennya lembaga pengawas membuat sanksi dalam UU PDP belum bisa dijalankan secara tegas. Hal ini menimbulkan ruang abu-abu di mana perusahaan bisa saja hanya memenuhi syarat administratif tanpa benar-benar memperkuat pertahanan siber mereka.

    “Para peretas akan tetap memanfaatkan kelemahan tersebut, khususnya karena mereka sadar bahwa pengawasan dan penegakan hukum belum berjalan optimal,” ungkapnya.

    Dalam konteks global, Pratama mengingatkan meningkatnya serangan siber lintas negara dan tensi perang dagang berbasis teknologi membuat Indonesia berada pada posisi rawan. 

    Negara dengan standar perlindungan data ketat, seperti Uni Eropa dengan General Data Protection Regulation (GDPR), cenderung lebih tegas dalam melindungi kedaulatan digitalnya. Sementara Indonesia menurut Pratama masih dalam tahap transisi, yang berarti data pribadi warganya berpotensi menjadi sasaran empuk bagi aktor asing, baik peretas negara maupun kelompok kriminal transnasional.

    Pratama pun menegaskan, jika UU PDP tidak ditegakkan secara optimal, konsekuensinya bisa serius. Masyarakat akan rentan menjadi korban pencurian identitas, penipuan digital, atau eksploitasi data untuk manipulasi politik dan ekonomi. 

    “Di sisi lain, perusahaan menghadapi risiko besar berupa kerugian finansial, reputasi, hingga hilangnya kepercayaan publik dari konsumen maupun mitra internasional,” katanya. 

  • Jelang 3 Tahun UU PDP Disahkan, Pelindungan Data Warga RI di Tangan Masing-masing

    Jelang 3 Tahun UU PDP Disahkan, Pelindungan Data Warga RI di Tangan Masing-masing

    Bisnis.com, JAKARTA — Hampir 3 tahun Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) disahkan, aturan turunan dan lembaga pengawas yang diamanatkan undang-undang itu tak kunjung terbentuk. 

    Padahal keberadaan aturan turunan dan lembaga pengawas sangat penting. Kekosongan dua komponen tersebut membuat UU PDP kurang bertaji dan pelindungan data masyarakat dikembalikan kepada masing-masing individu.

    Pengamat teknologi informasi (IT) dan keamanan siber dari Vaksin.com, Alfons Tanujaya, menilai efektivitas UU PDP dalam mengurangi risiko kebocoran data akan sangat bergantung pada bagaimana lembaga pelindungan data pribadi yang dibentuk nantinya menjalankan pengawasan dan penegakan hukum.

    “Sejauh mana UU PDP dapat mengurangi resiko kebocoran data, itu tergantung dari bagaimana badan PDP yang dibentuk ini menjalankan pengawasan dan melakukan penegakan hukum atas pelanggaran yang terjadi,” kata Alfons kepada Bisnis pada Rabu (24/9/2025). 

    Alfons menilai tanpa adanya tindakan tegas dan konsisten terhadap pelanggaran, UU PDP hanya akan bernasib sama seperti aturan lalu lintas yang kerap dilanggar. Menurutnya, meski rambu sudah jelas, banyak pengguna jalan tetap melanggar karena tidak ada kesadaran mengikuti aturan, memilih jalan mudah, serta lemahnya penegakan hukum.

    Alfons menambahkan, posisi Indonesia masih lemah dari sisi kekuatan cyber army, meski potensinya besar mengingat jumlah pengguna internet di Tanah Air menduduki peringkat keempat dunia. 

    Menurutnya, potensi ini seharusnya dapat dikelola pemerintah agar talenta digital dalam negeri tidak memilih berkiprah di luar negeri.

    “Jika UU PDP tidak diterapkan dengan optimal maka hal ini tidak akan meningkatkan kesadaran kualitas pengelolaan data dan hal ini akan berakibat buruk bagi perkembangan dunia digital Indonesia karena pengelolaan data yang buruk akan mengakibatkan eksploitasi baik karena kebocoran atau hal lainnya,” katanya. 

    Ilustrasi hacker

    Hal tersebut  menurutnya akan menurunkan kepercayaan masyarakat kepada kanal digital khususnya lembaga yang kerap mengalami kebocoran data dan secara tidak langsung akan memperlambat atau menghambat perkembangan di dunia digital. Lebih lanjut, Alfons menegaskan perlunya penegakan aturan yang tegas, adil, dan transparan.

    “Bukan macan ompong yang hanya bisa menggertak tanpa ada usaha persuasif dan tindakan tegas tidak akan mendorong kesadaran pengelolaan data yang baik,” imbuhnya .

    Dia juga menyinggung lambannya proses pembentukan lembaga PDP. Menurutnya, perjalanan UU PDP sejak perumusan hingga pengesahan sudah memakan waktu lama, dan setelah diundangkan pun lembaga pelaksananya belum terbentuk.

    Meski begitu, dia tetap berharap lembaga PDP segera terbentuk dan mampi menjalankan tugasnya dengan baik dan mengawal pelindungan data pribadi dari pengguna layanan digital di Indonesia. 

    “Dan akan sangat menggembirakan jika aturan UU PDP tersebut dijalankan dengan konsisten dan tidak pandang bulu,” ungkap Alfons.

    Dia menekankan, penerapan konsisten UU PDP akan meningkatkan kesadaran pengelola data untuk bertanggung jawab serta memperlakukan data pribadi masyarakat sebagai amanah yang wajib dijaga, bukan semata objek yang bisa dieksploitasi.

    “Harapannya UU PDP akan meningkatkan kesadaran pengelola data agar dapat bertanggungjawab dalam pengelolaan data dan memperlakukan data itu sebagai amanah yang harus dijaga dan bukan hanya sebagai obyek yang dapat dieksploitasi tanpa mempedulikan pemilik data [masyarakat],” tutupnya.

    Pengamat telekomunikasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Agung Harsoyo mengatakan absennya dua instrumen penting itu membuat pelaksanaan UU PDP masih jauh dari harapan. 

    “Pelaksanaan UU PDP belum akan optimal selagi butir 1 [PP] dan 2 [LPPDP] belum ada,” katanya.

    Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengungkap pembentukan LPPDP masih dalam tahap harmonisasi. Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria menjelaskan, proses pembahasan masih berjalan lantaran kompleksitas substansi pasal-pasal dalam UU PDP.

    “Lembaga PDP lagi diharmonisasi ya, lagi dibahas terus karena pasalnya banyak, lebih dari 200 ya jadi harus dilihat satu per satu pasal-pasal itu dan kami harapkan bisa segera selesai,” kata Nezar di Kantor Komdigi, Senin (28/7/2025).

    Dia menargetkan proses harmonisasi rampung pada Agustus agar kejelasan institusi pelindung data pribadi segera tercapai, khususnya dalam konteks kerja sama internasional. 

    “Kalau bisa seperti ini jadi kami bisa speed up prosesnya sehingga kejelasan yang diminta itu kami bisa berikan,” lanjutnya.

    Ilustrasi hacker mencuri data pribadi

    Sejalan dengan itu, Komdigi juga menyebut aturan turunan dari UU PDP masih dalam tahap pembahasan. Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Brigjen Pol Alexander, mengatakan rancangan peraturan pemerintah dari UU PDP terus dibahas secara rutin.

    “Itu [turunan UU PDP] ada 200-an pasal 200. Itu pembahasannya hampir tiap minggu, dan baru sampai pasal 90-an. Jadi masih berproses, semoga bisa segera,” kata Alexander di Komdigi, Jumat (9/5/2025).

    Sebelumnya, Presiden Joko Widodo secara resmi menandatangani berlakunya UU PDP pada 17 Oktober 2022. Undang-undang ini diyakini menjadi tonggak penting untuk menjamin keamanan data pribadi masyarakat dari pencurian maupun pemalsuan, sekaligus mengawal transformasi digital Indonesia menuju era Industri 5.0.

    Sebagai produk legislasi lex specialis, UU PDP memiliki kedudukan yang lebih kuat dibanding regulasi lain jika terjadi konflik pengaturan. Artinya, jika ada pertentangan dengan aturan lain, maka UU PDP menjadi rujukan utama.

    UU PDP juga mengatur detail terkait pengendalian data yang dilakukan individu, badan publik, hingga organisasi internasional. 

    Selain itu, undang-undang ini mengamanatkan pembentukan lembaga pelindungan data pribadi yang bertanggung jawab langsung kepada presiden, dengan kewenangan antara lain merumuskan kebijakan, melakukan pengawasan kepatuhan, hingga menjatuhkan sanksi administratif.

    Meski UU PDP telah berlaku hampir tiga tahun, Indonesia masih masuk daftar negara dengan jumlah kebocoran data tertinggi di dunia. 

    Riset white paper bertajuk Where’s The Fraud: Protecting Indonesian Business from AI-Generated Digital Fraud yang dipublikasikan PT Indonesia Digital Identity (VIDA) menunjukkan, Indonesia menempati peringkat ke-13 global sekaligus tertinggi di Asia Tenggara dalam kasus kebocoran data.

    “Indonesia berada di peringkat ke-13 secara global untuk kebocoran data, tertinggi di Asia Tenggara, menurut Statistik Pelanggaran Data Global Surfshark [2004−2024],” demikian kutipan riset tersebut.

    Jumlah kebocoran data di Indonesia mencapai 157.053.913 kasus, jauh lebih tinggi dibandingkan Malaysia (52.030.140 kasus), Thailand (48.924.923 kasus), dan Singapura (34.731.337 kasus).

  • 9
                    
                        Penanganan Kerusuhan Agustus: 959 Orang Tersangka, Termasuk Hampir 300 Anak
                        Nasional

    9 Penanganan Kerusuhan Agustus: 959 Orang Tersangka, Termasuk Hampir 300 Anak Nasional

    Penanganan Kerusuhan Agustus: 959 Orang Tersangka, Termasuk Hampir 300 Anak
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Hampir 1.000 orang kini berstatus tersangka dalam kasus kerusuhan di sejumlah wilayah Indonesia pada 25-31 Agustus lalu.
    Data itu diungkap Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Syahar Diantono dalam konferensi pers di Markas Besar Polri, Jakarta, Rabu (24/9/2025).
    Dalam pemaparannya, Syahar menegaskan bahwa langkah hukum Polri hanya menyasar pelaku kerusuhan, bukan masyarakat yang berdemonstrasi secara damai.
    “Sekali lagi, penegakan hukum yang dilakukan oleh jajaran itu adalah semuanya pelaku yang melakukan kerusuhan, bukan masyarakat yang melakukan demo. Karena kalau demo memang sudah ada aturannya,” kata Syahar.
    Ada 959 orang yang menjadi tersangka kerusuhan Agustus 2025. Sekitar seperempatnya adalah anak-anak.
    Hingga kini, Polri telah menerima dan menangani 246 laporan polisi. Penanganan dilakukan baik di tingkat Mabes Polri, khususnya Direktorat Tindak Pidana Siber, maupun oleh 15 Polda jajaran di seluruh Indonesia.
    Rinciannya, Polda Jambi menangani 6 laporan dengan 3 tersangka dewasa; Polda Lampung 1 laporan dengan 8 tersangka terdiri dari 1 dewasa, 7 anak; Polda Sumsel 12 laporan dengan 26 tersangka yang terdiri dari 23 dewasa dan 3 anak; Polda Banten 1 laporan dengan 2 tersangka dewasa.
    Di wilayah dengan skala kerusuhan lebih besar, Polda Metro Jaya mencatat 36 laporan dengan 232 tersangka. Dari jumlah itu, 30 diantaranya adalah anak-anak.
    Polda Jawa Barat menindaklanjuti 30 laporan dengan 31 dari 111 tersangka adalah anak-anak, sedangkan Polda Jawa Tengah mencatat 40 laporan dengan 56 dari 136 tersangka adalah anak.
    Kasus terbanyak ditangani Polda Jawa Timur dengan 85 laporan polisi. Total tersangka di wilayah ini mencapai 325 orang, terdiri dari 185 dewasa dan 140 anak.
    Sementara itu, Polda lain seperti DIY, Bali, NTB, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulbar, dan Sulsel juga melaporkan sejumlah kasus, dengan total keseluruhan mencapai 959 tersangka yang terdiri dari 664 dewasa dan 295 anak.
    “Ini kita bedakan nanti antara tersangka yang dewasa dan anak-anak karena yang anak-anak ini pasti sesuai ketentuan undang-undang, perlakuannya khusus,” kata Syahar.
     
    Dari total 295 anak yang terlibat, Polri menerapkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Ada 68 anak yang diproses melalui mekanisme diversi, 56 anak yang sudah tahap II (berkas dilimpahkan ke kejaksaan), 6 anak dengan berkas lengkap (P21), serta 160 anak yang masih dalam tahap pemberkasan.
    “Ini bentuk komitmen Polri dalam menegakkan hukum yang mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak,” ujar Syahar.
    Para tersangka dijerat dengan pasal sesuai perbuatannya. Pasal-pasal itu antara lain:
    * Pasal 160 dan 161 KUHP tentang penghasutan,
    * Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan/pengrusakan,
    * Pasal 187 KUHP tentang pembakaran,
    * Pasal 212, 213, 214 KUHP tentang perlawanan terhadap petugas,
    * Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan,
    * Pasal 362, 363, 366 KUHP tentang pencurian, pencurian dengan pemberatan, dan pencurian dengan kekerasan,
    * Pasal 406 KUHP tentang pengrusakan barang.
    Selain itu, beberapa tersangka dijerat UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 terkait kepemilikan senjata tajam, bom molotov, dan petasan. Ada pula pasal-pasal di UU ITE, yakni Pasal 29 ayat (2) tentang ujaran kebencian berbasis SARA, serta Pasal 32 ayat (1) tentang manipulasi data elektronik.
    Berdasarkan hasil penyidikan, Syahar menyebut terdapat sejumlah modus operandi yang berulang.
    Di antaranya, menghasut lewat poster, siaran langsung di media sosial, hingga grup WhatsApp.
    Ada pula ajakan melakukan pembakaran, penjarahan, perusakan kantor DPRD, kejaksaan, hingga markas kepolisian.
    Sebagian pelaku kedapatan membuat dan menggunakan bom molotov untuk menyerang fasilitas publik.
    Barang bukti yang berhasil diamankan meliputi bom molotov, senjata tajam, poster berisi ujaran kebencian, batu, rekaman CCTV, serta akun-akun media sosial yang digunakan untuk provokasi.
    Sejumlah kasus menonjol juga diungkap. Misalnya, Bareskrim menetapkan lima tersangka, termasuk seorang yang mengajak pembakaran Mabes Polri lewat Instagram.
    Di Polda Metro Jaya, terdapat 59 kasus besar, mulai dari perusakan halte di depan Kemendikbud hingga penjarahan rumah sejumlah pejabat publik.
    Rumah anggota DPR RI Ahmad Sahroni dijarah oleh 12 pelaku. Rumah artis Eko Patrio disasar 7 orang, rumah Uya Kuya oleh 11 orang, rumah Menteri Keuangan Sri Mulyani oleh 14 orang, dan rumah artis Nafa Urbach oleh 8 orang.
    Di Jawa Timur, kerusuhan menyasar Gedung Grahadi dan Polsek Tegalsari Surabaya, dengan total 49 tersangka. Ada pula pembakaran kantor DPRD Kabupaten Blitar, penyerangan Mapolres Blitar Kota, hingga pelemparan bom molotov di Pasuruan.
    Sementara di Sulawesi Selatan, kerusuhan meluas ke kantor DPRD Kota Makassar, DPRD Provinsi Sulsel, pos lantas, hingga Kejati Sulsel. Tercatat 57 orang ditetapkan sebagai tersangka di wilayah ini.
    Menutup pemaparan, Syahar menegaskan komitmen Polri untuk melanjutkan proses hukum. Langkah ini, menurutnya, menjadi bagian dari upaya menciptakan situasi kamtibmas yang aman dan kondusif di seluruh Indonesia.
    “Kami sampaikan kepada rekan-rekan media bahwa Polri akan terus berkomitmen dalam melaksanakan pengawalan hukum. Proses penyidikan terus berlanjut, dan siapa pun yang terlibat, jika cukup bukti, akan ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku,” imbuhnya.
    Tokoh bangsa yang tergabung dalam Gerakan Nurani Bangsa (GNB) meminta Presiden Prabowo Subianto membebaskan para mahasiswa hingga pelajar yang sampai kini masih ditahan kepolisian sejak demo pada Senin (25/8/2025) hingga akhir Agustus 2025.
    Permintaan ini disampaikan saat bertemu Prabowo selama tiga jam, dari pukul 16.30 WIB hingga 19.55 WIB, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (11/9/2025).
    Tokoh-tokoh tersebut terdiri dari istri Presiden ke-4 RI Sinta Nuriyah, eks Menteri Agama Lukman Hakim, Quraish Shihab, Frans Magnis Suseno, Omi Komaria Nurcholish Madjid, Komaruddin Hidayat, hingga Laode Syarif.
    “Kami menyampaikan tuntutan bahwa adik-adik kita, anak-anak kita, para aktivis, para mahasiswa, bahkan para pelajar kita yang saat ini masih ditahan di sejumlah kota, di sejumlah provinsi, kabupaten, kota, di Tanah Air, kami berharap sesegera mungkin bisa dibebaskan,” kata Lukman, usai pertemuan, Kamis.
    Lukman mengungkapkan, GNB menilai anak-anak itu masih memiliki kepentingan belajar, sehingga tidak seharusnya berada dalam posisi tersebut. Para tokoh bangsa yang terdiri dari pemuka agama ini khawatir mahasiswa hingga pelajar itu putus pendidikan.
    “Dengan ditahan lalu kemudian mereka menjadi terganggu, bahkan bisa terputus proses pendidikannya, yang itu adalah harapan kita semua akan masa depan mereka,” ucap dia. Tak hanya itu, para tokoh bangsa ini turut menyampaikan sejumlah tuntutan di bidang politik, ekonomi, hingga hukum, HAM, serta pertahanan dan keamanan.
    “Yang hakikatnya itu adalah tuntutan dari sejumlah kalangan, kami sampaikan dan mudah-mudahan dalam waktu dekat Bapak Presiden bersama pemerintahannya bisa menindaklanjuti itu sebagaimana harapan,” ujar Lukman.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Polres Serang Tangkap Sindikat Ganjal ATM yang Beraksi di 41 Lokasi

    Polres Serang Tangkap Sindikat Ganjal ATM yang Beraksi di 41 Lokasi

    Jakarta

    Petugas gabungan Unit Reskrim Polsek Cikande dan Tim Resmob Satreskrim Polres Serang meringkus sindikat pencuri uang dengan modus ganjal mesin anjungan tunai mandiri (ATM). Mereka telah beraksi di 41 lokasi di Provinsi Banten, Jakarta, dan Bogor.

    Kapolres Serang AKBP Condro Sasongko mengatakan tiga orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut, sementara tiga lainnya masih dikejar.

    “Ada 6 pelaku yang berhasil kami amankan, 3 di antaranya sudah ditetapkan sebagai tersangka, tiga lainnya masih dalam pengembangan,” ujar Condro, Rabu (24/9/2025).

    Ketiga pelaku yang berhasil diringkus adalah Adi Yusadi (41), Zikri alias Dea (41), dan Ashari alias Ari (42).

    Condro menyebut komplotan pencuri ini menjalankan modus ganjal ATM. Mereka sudah beraksi di puluhan lokasi kejadian.

    Condro menjelaskan pengungkapan kasus pencurian uang ini merupakan tindak lanjut dari laporan Izah (42), warga Puri Teratai Cikande. Awalnya, kartu ATM korban terganjal di mesin ATM tidak jauh dari rumahnya pada Minggu (14/9).

    Setelah korban pergi ke kantor bank, pelaku kemudian mengambil kartu ATM milik korban dengan alat berupa lempengan besi yang sudah disiapkan.

    Para pelaku lalu menarik uang tabungan korban dengan cara tarik tunai dan transfer dari sejumlah mesin ATM.

    Sementara setiba di Bank, korban diberitahu ada sejumlah transaksi transfer maupun penarikan tunai senilai Rp25,95 juta. Mengetahui uang tabungannya raib, korban melapor ke Mapolsek Cikande.

    “Tak butuh waktu lama, ketiga pelaku yang merupakan warga Tanggamus itu ditangkap di rumah kontrakan di daerah Bojong, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang, pada Sabtu malam, 20 September kemarin,” kata Condro.

    Kepada polisi, kawanan spesialis ganjal kartu ATM lintas provinsi ini mengaku sudah melakukan kejahatan sebanyak 41 kali di wilayah Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.

    “Ada 41 TKP yang diakui pelaku, di antaranya di Bogor, Parung Panjang, Cijantung, Kampung Rambutan, Kabupaten Serang dan Tangerang, Kota Serang, Cilegon, dan Kota Tangerang,” jelasnya.

    Dari ketiga pelaku, petugas mengamankan barang bukti satu unit mobil , 28 kartu ATM berbagai bank, satu kartu ATM yang sudah dimodifikasi, serta 7 potong tusuk gigi yang sudah dimodifikasi dengan potongan korek kuping.

    (aik/fca)

  • Soal Dugaan Adanya Pendana Demo Agustus, Polisi: Masih Proses Pembuktian
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        24 September 2025

    Soal Dugaan Adanya Pendana Demo Agustus, Polisi: Masih Proses Pembuktian Nasional 24 September 2025

    Soal Dugaan Adanya Pendana Demo Agustus, Polisi: Masih Proses Pembuktian
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Polri masih proses pembuktian soal adanya dugaan pendana di balik aksi demo di beberapa wilayah pada akhir Agustus 2025 lalu.
    “Ada beberapa daerah yang memang didapati adanya pendana atau aliran dana yang saat ini masih proses pembuktian,” kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (24/9/2025).
    “Artinya proses pembuktian bahwa memang didapatkan seseorang mengasih uang dan lain sebagainya, didapatkan dari mana, ini masih proses pembuktian,” imbuhnya.
    Ia melanjutkan, Bareskrim bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri asal usul aliran dana.
    “Pembuktian ini adalah melalui proses yang
    sientific
    , nanti kami terus berkoordinasi dengan PPATK terkait aliran-aliran dana. Saat ini sedang berproses,” ujarnya.
    Sebelumnya, Polri menetapkan sebanyak 959 orang sebagai tersangka dalam kasus kerusuhan yang terjadi pada 25–31 Agustus 2025, yang terdiri dari 664 orang dewasa dan 295 anak-anak.
    Hingga kini terdapat 246 laporan polisi yang ditangani jajaran Bareskrim dan 15 Polda. Kasus-kasus itu ditangani baik di tingkat Mabes Polri maupun wilayah.
    Adapun modus operasi para pelaku pun beragam, mulai dari menghasut dan mengajak orang lain untuk berbuat kerusuhan melalui poster; siaran langsung di media sosial dan grup WhatsApp.
    Kemudian, mengasut melakukan pembakaran dengan kekerasan terhadap barang atau orang dan juga pencurian; penjarahan kantor DPRD, kejaksaan, gubernur, markas korps (mako), polres hingga pospol; membawa, menyimpan, dan menggunakan bom molotov untuk melakukan aksi kerusuhan.
    Para tersangka kerusuhan dijerat dengan berbagai pasal sesuai perbuatannya. Ada yang dijerat dengan Pasal 160 dan 161 KUHP tentang penghasutan, Pasal 170 KUHP tentang pengerusakan bersama-sama, hingga Pasal 187 KUHP mengenai pembakaran.
    Selain itu, sejumlah tersangka juga dikenakan Pasal 212, 213, dan 214 KUHP karena melawan petugas berwenang dengan kekerasan, serta Pasal 351 KUHP terkait penganiayaan. Untuk tindak pencurian, penyidik menjerat dengan Pasal 362, 363, dan 366 KUHP yang mengatur pencurian maupun pencurian dengan kekerasan.
    Tindakan perusakan barang diatur dalam Pasal 406 KUHP, sementara kepemilikan senjata tajam, bom molotov, dan petasan yang digunakan dalam aksi anarkis diproses dengan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
    Selain KUHP dan UU Darurat, Polri juga menerapkan ketentuan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pasal 29 ayat (2) UU ITE digunakan untuk menjerat ujaran kebencian berbasis SARA, sedangkan Pasal 32 ayat (1) UU ITE mengatur perbuatan manipulasi data elektronik.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.