Kasus: pencurian

  • Kasus pembunuhan di Bekasi, Polisi: pelaku merupakan karyawan korban

    Kasus pembunuhan di Bekasi, Polisi: pelaku merupakan karyawan korban

    Jakarta (ANTARA) – Polda Metro Jaya menyebutkan bahwa pria berinisial AS (22) yang melakukan pembunuhan terhadap pemilik warung berinisial A (64) di Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat, pada Sabtu (30/5) merupakan karyawannya sendiri.

    “Pelaku yang berusia 22 tahun tersebut merupakan karyawan ditempat usaha milik korban,” kata Panit 5 Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Iptu Nurul Farouk Fadillah dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

    Pelaku berinisial AS ditangkap pada Minggu (1/6) dini hari saat sedang bersembunyi di hotel mewah di kawasan Tangerang Selatan.

    “Dihadapan petugas, AS tidak dapat berkutik dan langsung mengakui telah membunuh dan mencuri barang berharga milik korban,” katanya.

    Kini pelaku dan barang bukti dibawa ke Polda Metro Jaya untuk dilakukan pemeriksaan intensif menggali motif kejahatan tersebut.

    Atas perbuatannya tersebut, pelaku dijerat Pasal 365 tentang tindak pidana pencurian yang didahului, disertai, atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang dan atau Pasal 338 KUHP tentang tindak pidana pembunuhan biasa.

    “Dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara,” katanya.

    Selain menangkap pelaku, polisi juga menyita barang bukti yaitu uang tunai Rp67 juta, satu unit sepeda motor dan dua unit ponsel hasil kejahatan.

    Pewarta: Ilham Kausar
    Editor: Syaiful Hakim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Percobaan Curi BBM di Perairan Loa Buah Samarinda Gagal, 1 Pelaku Ditangkap, 3 Lainnya Diburu Polisi

    Percobaan Curi BBM di Perairan Loa Buah Samarinda Gagal, 1 Pelaku Ditangkap, 3 Lainnya Diburu Polisi

    SAMARINDA – Kepolisian Resor Kota (Polresta) Samarinda berhasil menggagalkan upaya pencurian bahan bakar minyak (BBM) di perairan Loa Buah, setelah sebuah video aksi para pelaku tersebar luas di media sosial.

    Kepala Seksi Humas Polresta Samarinda Ipda Novi Hari Setiawan mengatakan, salah satu pelaku berinisial AD (37) ditangkap di sebuah hotel kawasan Idi Segkotek, Samarinda, pada Sabtu, kemarim.

    “Kami langsung menindaklanjuti video tersebut dan melakukan penyelidikan intensif. AD berhasil kami amankan tanpa perlawanan di depan sebuah warung kelontong,” kata Novi dalam konferensi pers di Kantor Sat Polairud Polresta Samarinda, Antara, Minggu, 1 Juni.

    Kasus ini mencuat setelah sebuah video memperlihatkan beberapa pria di atas perahu kayu dengan selang panjang, diduga mencoba mengalirkan BBM dari kapal lain di perairan Loa Buah. Video tersebut kemudian viral dan memicu perhatian aparat penegak hukum.

    Dalam pemeriksaan awal, AD yang sehari-hari berprofesi sebagai penjual ikan mengaku berperan sebagai pengemudi perahu motor. Ia mengatakan dua rekannya naik ke atas kapal target dan berusaha membuka tangki BBM. Namun, aksi mereka gagal karena dipergoki oleh anak buah kapal (ABK) yang sedang berjaga.

    “Begitu ketahuan, para pelaku langsung kabur. Mereka tidak sempat mengambil BBM karena dikejar oleh kru kapal,” ujar Novi.

    Kepada polisi, AD mengaku nekat melakukan percobaan pencurian karena tekanan ekonomi. Rencananya, BBM hasil curian akan dijual kembali untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

    Meski tidak sempat membawa kabur BBM, polisi menegaskan bahwa perbuatan tersebut tetap dikategorikan sebagai tindak pidana percobaan pencurian dengan pemberatan.

    “Meskipun belum ada kerugian material, unsur pidananya tetap terpenuhi. Pelaku dijerat Pasal 363 KUHP dengan ancaman hukuman hingga tujuh tahun penjara,” tegas Novi.

    Saat ini, polisi masih memburu tiga pelaku lainnya yang telah diidentifikasi. Selain itu, barang bukti berupa jeriken yang diduga akan digunakan untuk menampung BBM juga tengah dilacak.

    “Kami terus mendalami kemungkinan adanya jaringan penadah BBM curian. Masyarakat kami imbau untuk melapor jika menemukan aktivitas mencurigakan di wilayah perairan,” pungkas Novi. 

  • Penampakan Duit Gepokan Disita dari Andreas Si Pembunuh Bos Sembako

    Penampakan Duit Gepokan Disita dari Andreas Si Pembunuh Bos Sembako

    Jakarta

    Polisi menyita sejumlah barang bukti dalam kasus pembunuhan Alex Lius Setiawan (64), bos sembako yang ditemukan tewas dalam ruko di Pondok Gede, Kota Bekasi. Salah satunya uang gepokan dengan total Rp 68 juta.

    “Anggota juga menyita uang tunai hasil kejahatan sebanyak Rp 68 juta, satu unit kendaraan motor, dan dua unit handphone genggam hasil pencurian tersebut,” kata Panit 5 Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya Iptu Nurul Farouk Fadillah, Senin (2/6/2025).

    Nurul mengatakan pelaku bernama Andreas bersama barang bukti tersebut dibawa ke Mapolda Metro Jaya. Saat ini, pelaku masih melakukan pemeriksaan kepada Andreas.

    “Pelaku dan barang bukti kami amankan ke Polda Metro Jaya untuk dilakukan pemeriksaan intensif terkait motif,” terangnya.

    Dalam video yang dilihat, barang bukti gepokan uang tunai tersebut disita dari tempat persembunyian Andreas di sebuah hotel bilangan Serpong, Tangerang Selatan (Tangsel), Banten. Pelaku ditangkap pada Minggu (1/6) dini hari.

    Pelaku Karyawan Korban

    Sebelumnya, Alex Lius Setiawan (64), bos sembako yang ditemukan tewas dalam ruko di Pondok Gede, Kota Bekasi, tenyata korban pembunuhan. Korban dibunuh oleh Andreas yang merupakan karyawannya sendiri.

    Sementara itu, Panit 5 Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya Iptu Nurul Farouk Fadillah mengatakan korban tewas dibunuh setelah dirampok pelaku.

    “Bos sembako berinisial A merupakan korban pencurian dengan kekerasan disertai pembunuhan yang dilakukan karyawannya sendiri,” kata Nurul.

    (rdh/mea)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Pelaku Pembunuhan Bos Sembako di Pondok Gede Bekasi Ditangkap – Page 3

    Pelaku Pembunuhan Bos Sembako di Pondok Gede Bekasi Ditangkap – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Misteri kematian tragis bos sembako di kawasan Pondok Gede, Bekasi, akhirnya terungkap. Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya bergerak cepat menangkap pelaku pembunuhan dalam waktu kurang dari 24 jam.

    Pelaku adalah AS yang tak lain karyawan dari korban. Dia ditangkap saat bersembunyi di sebuah hotel kawasan Tangerang Selatan.

    “Bos sembako berinisial A merupakan korban pencurian dan kekerasan disertai pembunuhan yang dilakukan oleh karyawannya sendiri. Pelaku berinisial AS kami amankan saat bersembunyi di sebuah penginapan atau hotel di kawasan Serpong, Tangerang Selatan, Banten,” kata Panit V Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Iptu Nurul Farouq Fadillah dalam keterangannya, Senin (2/6/2025).

    Dari tangan pelaku, polisi menyita uang tunai Rp67 juta, satu unit motor, dan dua ponsel yang diduga hasil kejahatan. Kepada polisi, pelaku mengakui perbuatannya.

    “Saat diinterograsi di lokasi penangkapan, pelaku pun pasrah dan mengakui telah melakukan aksi kejahatannya. Selain pelaku, anggota juga menyita uang tunai hasil kejahahatan sebanyak Rp68 juta, 1 unit kendaraan motor, dan 2 unit telepon genggam, yaitu hasil dari pencurian tersebut,” ucap dia.

  • Itu Bukan Disiksa tapi Spontan Kasih Sayang

    Itu Bukan Disiksa tapi Spontan Kasih Sayang

    GELORA.CO –  Gus MIftah minta maaf atas kegaduhan yang terjadi, lantaran ada dugaan penganiayaan santri berinisial KDR berusia 23 tahun di ponpes Ora Aji miliknya.

    Adi Susanto selaku kuasa hukum ponpes menyebut 13 orang tertuduh pelaku penganiaya seluruhnya merupakan santri. Tak seorang pun dari mereka berstatus pengurus di pondok pesantren asuhan Pendakwah Miftah Maulana Habiburrahman tersebut.

    Adi dalam hal ini juga menegaskan dirinya sebagai kuasa hukum bagi 13 santri terduga penganiaya KDR.

    “Kami pastikan bahwa tidak ada penganiayaan. Apa yang terjadi di pondok adalah aksi spontanitas saja dari santri ya, yang tidak ada koordinasi apapun,” kata Adi di Kompleks Ponpes Ora Aji, Kalasan, Sleman, DIY pada Sabtu, 31 Mei 2025.

    Adi tak menyangkal soal adanya kontak fisik antara 13 orang dengan santri korban berinisial KDR pada Februari 2025. Namun, hal itu diberikan untuk memberikan pelajaran moral secara spontan dalam gaya pertemanan sesama santri.

    Menurutnya, tudingan korban diikat, dicambuk dengan selang hingga disetrum terlalu didramatisir.

    Adi menjelaskan, ‘pelajaran moral’ itu diberikan setelah KDR mengakui sebagai pihak yang bertanggungjawab atas kasus vandalisme, kehilangan harta benda di kalangan santri, hingga penjualan air galon tanpa sepengetahuan pengelola ponpes.

    “Versi kami ya klien-klien kami mengatakan bahwa itu (perbuatan) sudah diakui sebelumnya,” kata Adi.

    “Nah, (setelah pengakuan) aksi spontanitas itu muncul. Spontanitas loh ya. Muncul dalam rangka untuk menunjukkan satu effort. Sebenarnya lebih kepada rasa sayang saja. Ini santri kok nyolong toh, kira-kira begitu,” sambungnya.

    Beberapa hari kemudian, kata Adi, KDR meninggalkan ponpes tanpa pamit dan belasan orang tadi dipolisikan sampai resmi ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil penyelidikan Polresta Sleman.

    Meski berstatus tersangka dengan ancaman hukuman pidana penjara di atas lima tahun, Adi membenarkan bahwa 13 orang tadi masih bebas atas permohonan untuk tidak ditahan yang diajukan pihak penasehat hukum yayasan ponpes.

    Alasannya, 13 orang tadi berstatus santri aktif yang masih membutuhkan pendidikan, selain empat orang di antaranya yang berstatus bawah umur. Di satu sisi, klaim Adi, pihak yayasan sebelumnya juga sudah mencoba menempuh jalur mediasi.

    “Pondok atau yayasan sekali lagi memfasilitasi dengan cara apa, tergerak secara moral dalam rangka untuk menanggung biaya pengobatan,” kata Adi.

    Dalam kesempatan ini, Adi turut membeberkan bahwa salah seorang dari 13 santri tertuduh pelaku penganiayaan melaporkan KDR ke kepolisian atas dugaan tindak pencurian uang senilai Rp700 ribu. KDR sampai hari ini disebut belum mengembalikan bentuk kerugian yang dialami para santri.

    Laporan dibuat pada Maret 2025 lalu di Polresta Sleman dan sudah ditangani. Kapolresta Sleman, Kapolresta Sleman, Kombes Pol Edy Setianto Erning Wibowo sebelumnya juga sudah membenarkan adanya pembuatan laporan kepolisian ini.***

  • Duo Pegawai Bunuh Bos Sawit di Riau demi Motor Berakhir Masuk Jeruji

    Duo Pegawai Bunuh Bos Sawit di Riau demi Motor Berakhir Masuk Jeruji

    Indragiri Hulu

    Dua orang pria bernama Ari Saputra (26) dan Viris Vavo (24) ditangkap polisi atas pembunuhan Suyono (67), bos sawit di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau. Keduanya resmi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Polres Inhu.

    Kapolres Inhu AKBP Fahrian Saleh Siregar mengatakan kedua tersangka dijerat pasal berlapis, yakni Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, Pasal 170 Ayat (2) ke-3 KUHP tentang kekerasan yang menyebabkan kematian, dan Pasal 365 Ayat (4) KUHP tentang pencurian dengan kekerasan yang mengakibatkan kematian.

    “Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam dengan pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun,” demikian bunyi Pasal 340 KUHP.

    Ari dan Viris membunuh Suyono pada Sabtu (10/5). Keduanya membunuh korban dengan cara memukulnya di bagian kepala dengan kayu balok, lalu jasadnya dibuang ke Sungai Indragiri.

    Keduanya mengaku membunuh bosnya itu karena sakit hati dengan alasan sering dimarahi.

    “Alasannya sakit hati karena sering dimarahi,” imbuhnya.

    “Motor tersebut dijual kepada penadah di Tembilahan, kami sudah dapatkan juga tiga tersangka penadahnya,” katanya.

    Awal Mula Kasus Terbongkar

    Pembunuhan Suyono ini terbongkar setelah polisi menerima laporan orang hilang dari Dwi yang merupakan anak korban. Dalam laporannya, Dwi menyampaikan ayahnya itu tidak dapat dihubungi sejak tanggal 9 Mei 2025.

    Mencurigai ada yang tak beres, Dwi kemudian melapor ke Polsek Peranap pada 16 Mei 2025. Polisi kemudian melakukan penyelidikan secara intensif hingga akhirnya mendapatkan petunjuk bahwa ponsel korban dikuasai oleh tersangka Ari.

    Ari kemudian ditangkap di loket travel di Kota Pekanbaru, Riau, pada 28 Mei 2025. Ari melawan saat hendak ditangkap hingga akhirnya kakinya dilumpuhkan dengan timah panas.

    “Satu tersangka AS terpaksa kami lumpuhkan di bagian kakinya karena melawan saat hendak dilakukan penangkapan,” imbuhnya.

    Menurut pengakuan Ari, dia membunuh Suyono bersama rekannya, Viris, yang juga pegawai di lahan milik Suyono. Di hari yang sama, Viris berhasil diamankan di kebun karet milik orang tuanya di Inhu.

    Jasad Korban Belum Ditemukan

    Jasad Suyono yang tewas dibunuh oleh dua orang pegawainya itu dibuang ke Sungai Indragiri sekitar tanggal 10 Mei 2025. Polisi berusaha melakukan pencarian terhadap jenazah, tetapi belum berhasil ditemukan.

    Pada Jumat (30/5) lalu, proses pencarian skala besar dihentikan. Penghentian operasi pencarian ini dilakukan setelah mempertimbangkan kondisi lapangan dan juga hasil analisis Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

    “Berdasarkan penilaian BPBD, kondisi di lapangan sangat menyulitkan untuk menemukan korban. Standar tanggap darurat pun sudah dianggap cukup,” ujar Fahrian, dalam keterangannya, Jumat (30/5).

    (mei/knv)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Memanas! Korban Penganiayaan di Ponpes Ora Aji Tuntut Rp 2 Miliar

    Memanas! Korban Penganiayaan di Ponpes Ora Aji Tuntut Rp 2 Miliar

    Yogyakarta, Beritasatu.com – Kasus dugaan penganiayaan di Pondok Pesantren (Ponpes) Ora Aji Sleman, Yogyakarta, yang diasuh oleh Gus Miftah semakin memanas. Seorang santri berinisial KDR (23) melaporkan 13 rekan sesama santri ke Polresta Sleman atas tuduhan penganiayaan.

    Namun, alih-alih menemukan titik damai melalui jalur mediasi, konflik ini justru berujung pada aksi saling lapor polisi. Mediasi antara pihak KDR dan 13 santri lain yang dituduh melakukan penganiayaan dilakukan oleh yayasan pun gagal setelah keluarga KDR menuntut kompensasi sebesar Rp 2 miliar sebagai syarat perdamaian.

    Nilai tersebut dinilai terlalu besar dan tidak realistis mengingat sebagian besar terlapor berasal dari keluarga kurang mampu.

    “Mediasi gagal dikarenakan permintaan kompensasi dari keluarga KDR yang tidak mungkin bisa dipenuhi. Angkanya Rp 2 miliar kalau mau berdamai,” kata Adi Susanto, ketua tim kuasa hukum Ponpes Ora Aji kepada Beritasatu.com, Sabtu (31/5/2025).

    Pihak pondok sebenarnya telah mencoba memediasi dengan menawarkan bantuan biaya pengobatan sebesar Rp 20 juta, tetapi tawaran tersebut tetap ditolak.

    “Yayasan memfasilitasi dengan tergerak secara moral untuk menanggung biaya pengobatan dengan jumlah Rp 20 juta, tetapi tidak pernah bisa diterima sampai upaya mediasi berulang kali menjadi gagal,” ungkapnya.

    Akibat gagalnya mediasi, 13 santri yang semula hanya berstatus terlapor, kini telah ditetapkan sebagai tersangka kasus penganiayaan santri.

    Mereka pun tidak tinggal diam. Melalui kuasa hukumnya, mereka melaporkan balik KDR atas dugaan penggelapan uang di lingkungan Ponpes Ora Aji.

    “Selain sebagai kuasa hukum yayasan, kami juga menjadi kuasa hukum dari seluruh santri yang dilaporkan, dan kami secara resmi telah melaporkan sodara KDR ke Polresta Sleman,” pungkas Adi Susanto.

    Kasus ini bermula dari insiden yang terjadi pada 15 Februari 2025 lalu, ketika KDR diduga mengalami penganiayaan secara beramai-ramai oleh 13 santri lainnya.

    Korban disebut dipukul bergantian menggunakan selang dan bahkan disetrum dengan aki motor. Penganiayaan itu diduga dipicu oleh tuduhan pencurian uang di pondok pesantren.

    Korban penganiayaan santri di Ponpes Ora Aji kini menjalani proses hukum sambil menuntut keadilan dan ganti rugi atas luka fisik serta trauma yang dialami.

    Di sisi lain, 13 santri yang terlibat kasus penganiayaan di Ponpes Ora Aji juga bersikeras menuntut balasan hukum atas tuduhan penggelapan yang mereka alamatkan kepada KDR.

  • Gagal Beraksi, Pelaku Curanmor di Jakpus Ditangkap saat Dorong Motor Curian – Page 3

    Gagal Beraksi, Pelaku Curanmor di Jakpus Ditangkap saat Dorong Motor Curian – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Seorang pria berinisial RA (26) ditangkap Polres Metro Jakarta Pusat sesaat setelah diduga melakukan pencurian sepeda motor (curanmor) di area parkir kawasan Metro Atom. Dari tangan tersangka, polisi menyita barang bukti berupa kunci leter T.

    “Korban hanya meninggalkan motornya sekitar 15 menit. Saat kembali, korban melihat seseorang yang tidak dikenal sedang mendorong motornya,” kata Kanit Reskrim Polsek Sawah Besar, Polres Metro Jakpus, AKP Sholeh, dikutip dari Antara, Minggu (1/6/2025).

    Menurutnya, peristiwa pencurian tersebut terjadi pada Jumat (30/5) sekitar jam 19.00 WIB. Saat itu, korban berinisial D (45) memarkir sepeda motor E 5499 YBP untuk mengambil jahitan baju di lantai bawah gedung Metro Atom.

    Tak lama berselang, lanjut Sholeh, korban kembali untuk mengambil motornya dan pada saat itu ada seorang lelaki yang sedang mendorong motornya dan kemudian korban langsung meminta tolong.

    “Korban langsung meminta bantuan petugas keamanan dan menghubungi kami,” Ujarnya.

    Berkat laporan cepat warga, personel Polsek Sawah Besar segera ke lokasi dan berhasil menangkap pelaku berinisial RA (26). Polisi juga mengamankan barang bukti berupa sepeda motor, satu buah kunci T dan satu buah anak kunci yang digunakan untuk membobol kunci motor.

     

  • Polisi tangkap tiga pelaku pencuri buah kelapa di Lampung Selatan

    Polisi tangkap tiga pelaku pencuri buah kelapa di Lampung Selatan

    Polisi berhasil mengamankan pelaku dan barang bukti berupa satu unit mobil pick up L300 bermuatan buah kepala hasil curian di Polsek Katibung. ANTARA/HO/Humas Polres Lampung Selatan

    Polisi tangkap tiga pelaku pencuri buah kelapa di Lampung Selatan
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Sabtu, 31 Mei 2025 – 11:35 WIB

    Elshinta.com – Polisi berhasil menangkap tiga orang pelaku spesialis pencuri buah kelapa di Dusun Kawat Ngangkang, Desa Pardasuka, Kecamatan Katibung, Kabupaten Lampung Selatan pada Kamis (29/5).

    Kapolres Lampung Selatan AKBP Yusriandi Yusrin, di Kalianda, Jumat, membenarkan bahwa ketiga pelaku tersebut yakni MH (39), RY(30), dan MH (27), semuanya berdomisili di wilayah Kecamatan Katibung.

    “Tim Reskrim Polsek Katibung berhasil menangkap tiga pelaku pencuri kelapa hingga satu buah mobil penuh atau kurang lebih 500 butir buah kelapa,” katanya.

    Menurut dia, para pelaku nekat melakukan aksinya lantaran harga kelapa relatif cukup tinggi, sehingga membuat pelaku tergiur untuk mencuri buah tersebut di kebun milik Suhadan.

    Tidak tanggung-tanggung, kata dia, para pelaku melakukan aksinya dengan menggunakan sebuah mobil pick up Mithsubishi L300 untuk membawa hasil curian.

    “Penangkapan ini berawal dari laporan korban dan hasil penyelidikan intensif anggota kami di lapangan. Tiga tersangka dijerat Pasal 363 KUHP tentang pencurian dengan pemberatan dengan ancaman hukuman penjara hingga tujuh tahun,” ucapnya.

    Ia menerangkan, akibat kejadian tersebut korban mengalami kerugian materil yang ditaksir sekitar Rp3 juta. Selanjutnya, korban melaporkan kejadian tersebut ke Mapolsek Katibung Polres Lampung Selatan.

    “Barang bukti yang berhasil diamankan dari para pelaku berupa satu unit mobil pick up merk Mitsubishi L300 warna hitam dengan nomor polisi BE 8231 EY atas nama Dewo, sebanyak 500 butir buah kelapa hasil curian, satu bilah golok, serta satu buah senter,” kata Kapolres.

    Sumber : Antara

  • Kasus Penganiayaan Santri di Ponpes Ora Aji Sleman, 13 Orang Tersangka, Miftah Maulana Minta Maaf
                
                    
                        
                            Yogyakarta
                        
                        31 Mei 2025

    Kasus Penganiayaan Santri di Ponpes Ora Aji Sleman, 13 Orang Tersangka, Miftah Maulana Minta Maaf Yogyakarta 31 Mei 2025

    Kasus Penganiayaan Santri di Ponpes Ora Aji Sleman, 13 Orang Tersangka, Miftah Maulana Minta Maaf
    Tim Redaksi
    YOGYAKARTA, KOMPAS.com
    – Sebanyak 13 orang santri di Pondok Pesantren (Ponpes) Ora Aji, Sleman, DI
    Yogyakarta
    , ditetapkan jadi tersangka penganiayaan, Jumat (30/5/2025)
    Yang lebih mengejutkan, dari 13 orang tersangka tersebut, ada yang melaporkan balik korban atas tuduhan pencurian.
    Kuasa Hukum Yayasan Pondok Pesantren (Ponpes) Ora Aji, Adi Susanto, dalam konferensi pers, Sabtu (31/5/2025) menjelaskan bahwa peristiwa itu bermula dari aksi vandalisme.
    Ponpes asuhan
    Miftah Maulana Habiburrahman
    ini sebetulnya sudah mencoba memediasi santri-santi tersebut, namun tidak menemukan titik temu sehingga terjadi pelaporan ke polisi.
    Adi Susanto menyampaikan, kejadian penganiayaan bermula dari aksi vandalisme dan pencurian di kamar-kamar santri di
    Ponpes Ora Aji
    , Sleman, Yogyakarta.
    Rentetan peristiwa pencurian tersebut tidak pernah diketahui siapa pelakunya.
    Hingga akhirnya pada 15 Februari 2025, terkuak bahwa seorang santri berinisial KDR yang melakukan hal tersebut.
    Pengakuan KDR diawali saat ketahuan menjual air galon yang merupakan usaha pondok pesantren Ora Aji.
    Santri lainnya kemudian bertanya siapa yang menyuruh KDR menjual air galon, sebab menjual air galon bukan tugas dan tanggung jawabnya.
    “(KDR) mengakui bahwa memang dia sudah melakukan penjualan galon tanpa sepengetahuan pengurus itu selama kurang lebih 6 hari, ya sudah sekitar seminggu sudah melakukan itu. Nah, atas kejadian itu santri kan langsung tersebar nih peristiwanya tersebar,” ucap Adi Susanto.
    Setelah itu, ditanyakan pula terkait dengan rentetan peristiwa pencurian yang terjadi di kamar santri.
    “Nah, sampai akhirnya ditanyakanlah ya secara persuasif, tidak ada pemaksaan. Apakah peristiwa yang selama ini terjadi di pondok juga dilakukan oleh dia?” tuturnya.
    “Nah, yang bersangkutan mengakui bahwa dialah yang melakukan pencurian selama ini. Ada di santri yang bernama si A sekian Rp 700.000, santri yang bernama si B, Rp 50.000 dan segala macam,” imbuhnya.
    Mendengar pengakuan itu, kemudian muncul reaksi spontanitas dari sejumlah santri. Namun, Adi Susanto menyebut
    aksi spontanitas
    tersebut bukan tindakan penganiayaan.
    “Bahwa yang perlu kita tekankan, atas nama yayasan menyanggah soal adanya penganiayaan itu. Apa yang terjadi di pondok adalah aksi spontanitas saja dari santri, yang tidak ada koordinasi apapun,” ungkapnya.
    Usai peristiwa tersebut, KDR diketahui dijemput oleh kakaknya.
    Kemudian KDR meninggalkan pondok tanpa berpamitan.
    “Nah, entah siapa yang memulainya, tiba-tiba (KDR) keluar dari pondok tanpa pamit dan segala macamnya lah ya ke yayasan dan tiba-tiba muncul lah yang namanya laporan Kepolisian di Polsek Kalasan pada saat itu,” ujar Adi.
    Dikatakan Adi, yayasan kemudian berusaha menjadi mediator untuk memfasilitasi terjadinya perdamaian dalam persoalan tersebut.
    Namun, di dalam mediasi tersebut tidak ada titik temu.
    “Nah, yang membuat mediasi itu menjadi gagal pada akhirnya itu dikarenakan permintaan kompensasi atau tuntutan kompensasi dari keluarga saudara (KDR) ini yang tidak mungkin bisa dipenuhi oleh santri, yang notabene ini (santri) orang-orang yang tidak punya, yang notabene datang ke sini dalam keadaan gratis,” ucapnya.
    Dari yayasan, lanjut Adi Susanto, kemudian menengahi dengan menawarkan membantu biaya pengobatan untuk KDR.
    “Kami dari yayasan menawarkan angkanya Rp 20 juta. Tapi sekali lagi itu tidak pernah bisa diterima sampai akhirnya upaya mediasi berulang kali itu menjadi gagal,” tuturnya.
    Adi menyampaikan saat ini dirinya juga menjadi kuasa hukum 13 orang santri terkait laporan dugaan penganiayaan.
    “Maka selain sebagai kuasa hukum yayasan, saya, kami juga menjadi kuasa hukum daripada seluruh santri yang dilaporkan tadi itu,” katanya.
    Yayasan Pondok Pesantren Ora Aji memastikan peristiwa yang berujung pada tuduhan melakukan penganiayaan merupakan persoalan santri dengan santri.
    Tidak ada pengurus ponpes yang diasuh oleh
    Gus Miftah
    ini terlibat dalam peristiwa tersebut.
    “Sekali lagi di antara santri. Tidak ada pengurus. Maka yang perlu diketahui adalah peristiwa ini
    pure,
    murni antara santri dan santri,” ujar Adi.
    Tindakan sejumlah santri tersebut dikatakan Adi Susanto dilakukan secara spontanitas.

    Aksi spontanitas
    itu muncul, spontanitas loh ya. Muncul dalam rangka untuk menunjukkan satu effort. Sebenarnya lebih kepada rasa sayang saja. Ini santri kok nyolong (kok mencuri) toh, kira-kira begitu,” ucapnya.
    Adi Susanto menyebut 13 orang santri yang dilaporkan ke polisi atas dugaan penganiayaan terhadap KDR merupakan korban pencurian dari yang bersangkutan.
    Selain itu, Adi Susanto yang juga Kuasa Hukum dari 13 santri Ponpes Ora Aji ini menepis soal informasi terkait adanya penyiksaan dalam peristiwa tersebut.
    Menurut Adi Susanto, di dalam peristiwa tersebut tidak ada sama sekali penyiksaan terhadap KDR.
    “Framing yang terjadi selama ini di luar kan seolah-olah memang dilakukan penyiksaan yang luar biasa. Itu tidak pernah terjadi,” ungkapnya.
    Miftah Maulana Habiburrahman, pengasuh pondok pesantren tersebut, menyampaikan permintaan maaf melalui kuasa hukumnya, Adi Susanto.
    “Ya pertama tadi sudah disampaikan sama ketua yayasan, musibah ini adalah pukulan bagi kami terutama atas nama pondok pesantren. Ini adalah pukulan sehingga atas nama ketua yayasan, beliau (Miftah) sudah menyampaikan permohonan maafnya tadi,” ujar Adi Susanto pada Sabtu (31/05/2025).
    Peristiwa dugaan penganiayaan terjadi saat Miftah Maulana Habiburrahman sedang melaksanakan ibadah umrah dan tidak berada di lokasi.
    Adi Susanto menjelaskan bahwa Pondok Pesantren Ora Aji berfungsi sebagai mediator dalam menyelesaikan masalah ini.
    Yayasan Pondok Pesantren Ora Aji menegaskan bahwa insiden yang berujung pada
    tuduhan penganiayaan
    merupakan masalah antara santri.
    “Kalau ditanya kemudian apa yang dilakukan, sekali lagi kapasitas pondok hanya menjadi mediator saja untuk memfasilitasi terjadinya komunikasi. Hanya sebatas itu saja, tidak ada yang lain,” tuturnya.
    “Sekali lagi di antara santri. Tidak ada pengurus. Maka yang perlu diketahui adalah peristiwa ini pure murni antara santri dan santri,” katanya.
    (Penulis: Wisang Seto Pangaribowo I Editor: Ihsanuddin)
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.