Kasus: pembunuhan

  • Ngaku Dapat Bisikan Gaib, Ayah Bunuh Anak di Tulungagung Idap Skizofrenia

    Ngaku Dapat Bisikan Gaib, Ayah Bunuh Anak di Tulungagung Idap Skizofrenia

    Tulungagung (beritajatim.com) – Polres Tulungagung menduga RAP (29) mengidap skizofrenia. Ayah yang sudah membunuh anak balitanya asal Desa Blimbing, Kecamatan Rejotangan, Kabupaten Tulungagung itu sering menjawab ngawur terhadap pertanyaan penyidik.

    Tak hanya itu saja. Keterangan yang diberikan pelaku tidak masuk akal. Dia mengaku menghabisi anaknya sendiri MAK (3) karena mendengar bisikan gaib. Bahkan pelaku menyebut korban sebagai anak dajjal.

    Kapolres Tulungagung, AKBP Teuku Arsya Khadafi mengatakan dari hasil pemeriksaan sementara pelaku mengaku kerap mendengar bisikan gaib. Kondisi ini diduga mulai terjadi sejak pelaku bekerja sebagai TKI di Taiwan.

    Pelaku lalu dipulangkan oleh pihak agensi dengan alasan mengalami depresi. Padahal pelaku baru 8 bulan bekerja. “Pelaku dipulangkan oleh agensi dengan alasan depresi, ” ujarnya.

    Polisi menduga pelaku mengidap Skizofernia. Berdasarkan ciri-ciri yang sudah didapatkan kuat indikasi pelaku mengalami Skizofernia. Sebelum melakukan aksinya pelaku mengaku mendapat bisikan bahwa korban merupakan anak dajal.

    Jika tidak dibunuh pelaku maka korban akan membunuhnya. Meskipun begitu polisi masih menunggu hasil tes kejiwaan yang sudah dilakukan.

    “Kasus ini akan kita lanjutkan, terkait dugaan depresi atau gangguan kejiwaan nanti majelis hakim yang memutuskan saat persidangan, ” jelasnya.

    Sebelumnya warga Desa Blimbing, Kecamatab Rejotangan, Kabupaten Tulungagung dikejutkan dengan peristiwa pembunuhan balita berinisial MAK (3), yang dilakukan oleh ayahnya.

    Pelaku sempat membelikan mainan korban sebelum peristiwa tersebut. Usai membunuh korban pelaku tampak santai sambil merokok di depan rumah. [nm/but]

  • Dikejar 2 Tahun, Pembunuh Mahasiswi UM Akhirnya Diringkus

    Dikejar 2 Tahun, Pembunuh Mahasiswi UM Akhirnya Diringkus

    Malang (beritajatim.com) – Satreskrim Polresta Malang Kota akhirnya menangkap pelaku pembunuhan mahasiswi Universitas Negeri Malang (UM) DAL yang terjadi pada 22 Desember 2022 lalu. Setelah melakukan pengejaran hampir 2 tahun pelaku pembunuhan akhirnya ditangkap.

    Dia adalah HAP alias Zombie (19) dimana saat melakukan pembunuhan dia masih berusia 17 tahun. HAP diketahui cucu pemilik kos tempat tinggal DAL di Jalan Bendungan Sutami, Kecamatan Lowokwaru Kota Malang.

    DAL saat itu ditemukan tewas bersimbah darah di kamar kosnya sekira pukul 13.00 WIB. Kasus ini terbongkar setelah hasil persesuaian antara keterangan saksi, rekaman CCTV dan alat bukti memperkuat HAP pelaku pembunuhan DAL.

    “Korban tewas ditemukan oleh teman satu kosnya. Dari hasil persesuaian antara keterangan saksi, rekaman CCTV dan alat bukti, kami akhirnya mengamankan satu orang tersangka dalam kasus pencurian dengan kekerasan, serta satu penadah hasil curian,” ujar Kasat Reskrim Polresta Malang Kota, Kompol Danang Yudanto, Selasa, (14/5/2024).

    Kronologis pembunuhan itu bermula saat HAP datang ke rumah temannya dengan membawa minuman keras. Kemudian pada pukul 13.00 pelaku pamit untuk membeli rokok.

    Ternyata pelaku menuju TKP rumah kos yang jaraknya dekat dengan rumah temannya. Pelaku sudah mengenal kondisi kos, karena tersangka ini adalah cucu pemilik kos. Pelaku kemudian naik ke lantai dua untuk mengambil pisau di dapur, kemudian turun lagi ke lantai satu untuk membuka kamar nomor 6 namun terkunci, akhirnya pelaku membuka kamar nomor 4 yang tidak terkunci dan masuk.

    Kamar ini adalah kamar korban. Saat itu pelaku melihat korban sedang tertidur, pelaku pun mencoba mengambil HP korban. Karena korban terbangun, ia pun menusuk dada korban hingga meninggal di lokasi kejadian.

    “Setelah membunuh dan mengambil HP korban, pelaku mencuci pisau dan mengembalikannya ke dapur lantai dua. Sebelum meninggalkan TKP, pelaku juga merusak CCTV kos dan membuang di gerobak sampah di sekitar tempat kejadian,” ujar Danang.

    Poliai mengakui bahwa memang membutuhkan waktu lama untuk menangkap pelaku karena minimnya alat bukti dan saksi. Meski begitu polisi terus berupaya mengungkap kasus pembunuhan ini meski hampir 2 tahun.

    “Hingga akhirnya Kamis lalu kami bisa menangkap pelaku setelah
    ada beberapa saksi baru yang bisa mengenali ciri-ciri pelaku yang kita tampakkan pada screenshoot CCTV. Ada persesuaian antara keterangan saksi dan alat bukti,” ujar Danang.

    Usai ditangkap, tersangka pun mengakui perbuatannya dan telah menjalani pra rekonstruksi. Dari hasil pengungkapan, pelaku memang memiliki riwayat penyalahgunaan narkoba dan miras.

    “Track recordnya anak ini memang begitu, saya kira saat kejadian dia mengaku membeli rokok itu hanya alibi. Kuat dugaan penyidik bahwa pembunuhan ini memang direncanakan,” ujar Danang.

    Akibat perbuatannya, tersangka dijerat dengan pasal 340 KUHP subsider 353 dan atau 365 ayat 3 76c jo pasal 80 ayat 3 dengan ancaman hukuman penjara 20 tahun. Sementara penadah dijerat pasal 480 KUHP dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara. (luc/ian)

  • Ngaku Dapat Bisikan Gaib, Ayah Bunuh Anak di Tulungagung Idap Skizofrenia

    Ayah Bunuh Anak di Tulungagung Diduga Alami Depresi

    Tulungagung (beritajatim.com) – RAP (29) pelaku pembunuhan terhadap anaknya di Tulungagung diduga mengalami depresi. Gangguan kesehatan mental itu terjadi sejak warga Desa Belimbing, Kecamatan Rejotangan, Kabupaten Tulungagung pulang dari luar negeri.

    Sebelumnya, pelaku diamankan setelah membunuh anaknya MAK (3) dengan cara mencekik dan membekapnya dengan bantal. Jenazah korban sendiri kini masih berada di rumah sakit untuk proses autopsi.

    Paman pelaku, Sungkono menuturkan peristiwa ini terjadi, pada Minggu (12/05/2024) sekitar pukul 20.30 WIB. Saat itu korban sedang diasuh pelaku di ruang keluarga. Sedangkan anggota keluarga lain berada di depan rumah dan dapur.

    “Pelaku tiba-tiba keluar berteriak mencari pisau saat ditanya pelaku melarang keluarga masuk ke ruang tersebut, saat dilihat ternyata korban sudah membiru, ” ujarnya.

    Pihak keluarga yang panik lalu membawa korban ke Puskesmas untuk mendapat pertolongan. Namun nyawa korban tidak dapat diselamatkan. Pelaku sendiri usai melakukan perbuatannya terlihat tidak panik dan santai.

    Bahkan saat banyak warga berdatangan pelaku merokok di depan rumah. “Saat dibawa ke Puskesmas korban sudah meninggal, pelaku tidak menunjukkan rasa penyesalan, ” tuturnya.

    Pelaku diduga mengalami depresi sehingga tega menghabisi nyawa putranya tersebut. Pelaku diketahui baru 10 hari di rumah. Sebelumnya pelaku bekerja di Taiwan. Namun hanya 8 bulan pelaku dipulangkan oleh pihak agensi karena mengalami depresi. “Kami menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus ini ke pihak berwajib, ” pungkasnya. [nm/kun]

  • Warga Sebut Militer Myanmar Lakukan Pembunuhan Massal

    Warga Sebut Militer Myanmar Lakukan Pembunuhan Massal

    Jakarta

    Laporan soal aksi tentara Junta militer melakukan pembantaian terhadap lebih dari 30 orang warga sipil di Myanmar telah didukung oleh wawancara dengan seorang administrator lokal dan satu orang laki-laki yang selamat dari pembunuhan tersebut.

    Dilaporkan oleh kantor berita independen, kejadian pertumpahan darah tersebut terjadi pada Sabtu (11/05) di desa Let Htoke Taw di Kota Myinmu, Sagaing. Insiden ini merupakan yang terbaru dari tiga kasus pembunuhan massal dalam beberapa hari terakhir pada perang saudara yang mengenaskan di Myanmar.

    Tim Associated Press (AP) sampai saat ini masih belum bisa memverifikasi secara independen soal rincian kejadian, dan pemerintah juga masih belum menanggapi permintaan pernyataan terkait hal ini. Pemerintah militer telah membantah tuduhan-tuduhan sebelumnya soal serangan terhadap warga sipil dan dalam beberapa kasus justru menyalahkan pasukan pemberontak.

    Sejak Februari 2021, Myanmar sendiri telah terperosok ke dalam kekerasan sejak perebutan kekuasaan oleh militer terhadap pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi yang memicu protes damai di seluruh negeri hingga terjadinya penindasan oleh pasukan keamanan dengan kekuatan yang mematikan. Penindasan dengan kekerasan tersebut memicu perlawanan bersenjata yang meluas hingga mencapai intensitas perang saudara.

    Kemudian, dua pembunuhan massal lainnya baru-baru ini melibatkan setidaknya 15 orang kelompok perlawanan, termasuk warga sipil, yang terbunuh dalam sebuah serangan udara saat mengadakan pertemuan di sebuah biara di wilayah Magway. Serta, 32 orang terbunuh pada hari yang sama dalam situasi yang masih belum jelas, dalam pertempuran di Mandalay, yang berlokasi di bagian tengah Myanmar.

    Kemudian, tiga puluh orang, termasuk laki-laki berusia 17 tahun, dua orang dan tiga tukang kayu dari sebuah desa di dekatnya, dilaporkan tewas pada Sabtu (11/05) dalam sebuah serangan oleh tentara di Let Htoke Taw. Hal ini disampaikan oleh petugas administrator lokal yang setiap kepada Pemerintah Persatuan Nasional dan berhasil melarikan diri dari desa tersebut.

    Pemerintah Persatuan Nasional, yang merupakan kelompok oposisi utama di Myanmar, beroperasi sebagai pemerintah bayangan dan mengklaim legitimasi yang lebih besar ketimbang militer yang berkuasa.

    Kesaksian warga

    Seorang penduduk desa Let Htoke Taw bersaksi pada Senin (13/05) mengatakan kalau penduduk yang panik berusaha melarikan diri ketika para tentara yang datang dan menembakkan senjata mereka menyerang setelah pukul 5 pagi. Para warga tidak sempat melarikan diri dari desa tersebut, tapi mereka bersembunyi di tempat aman di bangunan utama Vihara Buddha.

    Penduduk desa lain berusia 32 tahun yang juga tidak mau disebutkan namanya karena alasan keamanan, bersaksi soal istri dan dua anaknya serta anggota keluarga lainnya bersembunyi di vihara. Akan tetapi, mereka ditawan di bangunan utama oleh para tentara bersama dengan 100 penduduk desa lainnya.

    Dia mengatakan kalau dirinya dan 30 orang lainnya dibawa ke luar oleh para tentara dan dipaksa untuk duduk berbaris di tanah sambil diinterogasi dengan pertanyaan tentang pemimpin perlawanan lokal dan lokasi markasnya.

    Meskipun dipukuli, penduduk di barisan depan menyangkal mengetahui informasi tersebut, sehingga para tentara mulai menembaki mereka. Mulanya penembakan dilakukan satu per satu, kemudian secara massal. Demikian kesaksian salah satu warga yang selamat.

    Penduduk desa ini mengatakan bahwa dia terjatuh ke tanah usai seorang laki-laki di sebelahnya ditembak beberapa kali hingga berakhir di pangkuannya. Dia mengaku mendengar suara tembakan dari beberapa senjata, dan seorang kapten memerintahkan anak buahnya untuk menembaki korban hingga tewas.

    Ada 24 orang tewas di tempat kejadian, dan sembilan orang tewas di tempat lain di desa itu, ujar dia. Foto-foto yang diberikan kepada AP menunjukkan sejumlah mayat korban, di antaranya terlihat memiliki sejumlah luka dan disusun dalam dua setengah baris.

    Seorang korban yang selamat mengakui bahwa dia sempat berpura-pura mati selama setengah jam sampai tentara meninggalkan lokasi tersebut.

    mh/rs (AP)

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • AS Bilang Apa yang Terjadi di Gaza Bukan Genosida

    AS Bilang Apa yang Terjadi di Gaza Bukan Genosida

    Washington DC

    Penasihat keamanan nasional Amerika Serikat (AS), Jake Sullivan, mengatakan pemerintahan Presiden Joe Biden tidak menganggap pembunuhan warga Palestina oleh militer Israel dalam perang yang berkecamuk di Jalur Gaza adalah genosida.

    Namun Sullivan mengakui bahwa Tel Aviv seharusnya bisa melakukan lebih banyak hal untuk melindungi warga sipil tidak bersalah yang terjebak perang di Jalur Gaza. Demikian seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Selasa (14/5/2024).

    “Kami meyakini Israel bisa dan harus berbuat lebih banyak hal untuk menjamin perlindungan dan kesejahteraan warga sipil yang tidak bersalah,” ucap Sullivan dalam pernyataan kepada wartawan setempat.

    “Kami tidak meyakini apa yang terjadi di Gaza adalah genosida. Kami dengan tegas menolak anggapan tersebut,” tegasnya.

    Dalam pernyataan kepada wartawan, Sullivan mengatakan bahwa AS ingin melihat Hamas dikalahkan. Namun dia juga memperingatkan bahwa warga sipil Palestina yang terjebak di tengah-tengah perang bagaikan berada “di neraka”.

    Lebih lanjut, Sullivan menegaskan kembali penolakan yang disampaikan berulang kali oleh pemerintahan Biden terhadap operasi militer besar-besaran Israel terhadap Rafah, Jalur Gaza bagian selatan. Dia menyebut operasi militer terhadap Rafah adalah sebuah kesalahan.

    Menurut Sullivan, AS prihatin dengan invasi Israel terhadap Rafah yang disebutnya tidak mempertimbangkan “apa yang akan terjadi selanjutnya”. Dia merujuk pada operasi militer besar-besaran Israel di Jalur Gaza bagian utara dan kemudian kembalinya militan Hamas.

    Sullivan dalam pernyataannya juga menyampaikan keprihatinan atas laporan para pemukim Israel yang menyerang konvoi bantuan kemanusiaan yang sedang dalam perjalanan ke perlintasan perbatasan Erez di Jalur Gaza bagian utara. Insiden itu menjadi yang kedua dalam waktu kurang dari seminggu.

    “Sangat disayangkan ada orang yang menyerang dan menjarah barang-barang ini. Ini benar-benar perilaku yang tidak bisa diterima,” ucapnya.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Pejabat Intelijen Militer AS Mundur karena Negaranya Dukung Israel

    Pejabat Intelijen Militer AS Mundur karena Negaranya Dukung Israel

    Washington DC

    Seorang mantan pejabat intelijen militer Amerika Serikat (AS) merilis surat untuk menjelaskan alasan dirinya resign atau mengundurkan diri dari Badan Intelijen Pertahanan (DIA). Dia menyinggung soal “cedera moral” yang dipicu dukungan AS terhadap Israel dalam perang Gaza dan dampaknya terhadap warga Palestina.

    Seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Selasa (14/5/2024), Harrison Mann yang berpangkat Mayor Angkatan Darat menjadi pejabat DIA pertama yang diketahui mengundurkan diri karena tidak setuju dengan dukungan yang diberikan AS kepada Israel.

    Sebelumnya, seorang penerbang AS nekat membakar dirinya sendiri hingga tewas di luar Kedutaan Besar Israel di Washington DC pada Februari lalu, dan sejumlah personel militer AS lainnya menggelar aksi memprotes perang di Jalur Gaza.

    Mann, yang mengundurkan diri dari DIA pada November tahun lalu, menuturkan dirinya selama berbulan-bulan tetap bungkam soal alasannya mengundurkan diri karena takut.

    “Saya takut. Takut melanggar norma profesional kami. Takut mengecewakan para perwira yang saya hormati. Takut Anda akan merasa dikhianati. Saya meyakini beberapa dari Anda merasakan hal yang sama saat membaca ini,” ucap Mann dalam suratnya yang dikirimkan kepada rekan-rekannya bulan lalu, dan dipublikasikan via akun LinkedIn-nya pada Senin (13/5) waktu setempat.

    Dalam pernyataan terpisah, seorang pejabat DIA yang enggan disebut namanya mengonfirmasi kepada Reuters bahwa Mann memang pernah bekerja pada Badan Intelijen Pertahanan AS.

    “Pengunduran diri karyawan merupakan peristiwa rutin di DIA, seperti halnya di perusahaan lainnya, dan para karyawan mengundurkan diri karena berbagai alasan dan motivasi,” ucap pejabat tersebut, tanpa menjelaskan lebih spesifik soal pengunduran diri Mann.

    Kasus Mann berbeda dengan para pejabat pemerintah AS lainnya, termasuk beberapa pejabat Departemen Luar Negeri, yang secara terbuka menyesalkan kebijakan AS sebagai alasan pengunduran diri mereka, dan tidak menunggu berbulan-bulan untuk mengungkap alasan mereka resign.

    Dalam suratnya, Mann menuturkan dirinya merasa malu dan bersalah karena membantu memajukan kebijakan AS, yang menurutnya, berkontribusi terhadap pembunuhan massal warga Palestina.

    “Pada tahap tertentu — apa pun pembenarannya — Anda akan memajukan kebijakan yang memungkinkan terjadinya kelaparan massal pada anak-anak, atau tidak,” tulis Mann dalam suratnya.

    Perang di Jalur Gaza dimulai setelah serangan Hamas terhadap Israel bagian selatan pada 7 Oktober tahun lalu, yang dilaporkan menewaskan sekitar 1.200 orang dan membuat lebih dari 250 orang lainnya disandera.

    Militer Israel melancarkan rentetan serangan terhadap Jalur Gaza untuk membalas Hamas. Lebih dari 35.000 orang dilaporkan tewas akibat rentetan serangan Israel di Jalur Gaza sejauh ini, dengan lebih dari 78.000 orang lainnya mengalami luka-luka.

    Kekhawatiran soal bencana kelaparan di Jalur Gaza meningkat setelah aliran bantuan kemanusiaan yang diizinkan masuk ke Jalur Gaza dibatasi oleh Israel.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Kasus Pembunuhan Mahasiswi Asal Ngawi di Malang Terungkap, Begini Kata Keluarga Korban 

    Kasus Pembunuhan Mahasiswi Asal Ngawi di Malang Terungkap, Begini Kata Keluarga Korban 

    Ngawi (beritajatim.com) – Diah Ayu Lestariningsih (17) mahasiswi Universitas Negeri Malang tewas bersimbah darah di kamar kosnya pada 22 Desember 2022 lalu. Saat itu petugas kesulitan mengungkap pelaku. Pun, akhirnya setelah hampir dua tahun berlalu, Polres Kota Malang menangkap pelaku.

    Terungkapnya pembunuhan berawal dari rekaman kamera closed circuit television (CCTV) di sekitar kos korban di Kelurahan Sumbersari Kecamatan Lowokwaru Kota Malang. Pelakunya adalah pemuda pengangguran, Hisyam Akbar Pahlevi (19), dia melakukan pembunuhan saat tengah mabuk. Saat itu, pelaku masih berusia 17 tahun 9 bulan.

    Sebelum melakukan pembunuhan, pelaku sempat pesta miras bersama tetangganya. Kemudian, pelaku pamit membeli rokok. Namun ternyata, pelaku justru mendatangi kos korban. Pelaku sangat hafal dengan lokasi kos-kosan karena masih kerabat dengan pemilik kos korban.

    Saat sampai di kos, pelaku naik ke lantai dua untuk mengambil pisau dapur. Kemudian, ke lantai satu, yakni beberapa kamar kos untuk melakukan pencurian.

    Saat pelaku melancarkan aksinya, pintu kamar kos korban tak terkunci. Pelaku kemudian langsung masuk. Korban yang terbangun dari tidur pun berusaha melawan pelaku. Namun, pelaku lebih dulu menusuk dada korban. Setelah korban meninggal, pelaku kemudian mengambil ponsel korban.

    ‘’Pelaku kemudian naik ke lantai dua untuk mencuci pisau dapur tersebut. Dan kemudian merusak kamera CCTV di sekitar kos. Kemudian, selama ini hidup seperti biasa seperti tak melakukan kejahatan,’’ kata Kasat Reskrim Polres Kota Malang Kompol Danang Yudanto dilansir dari IDN Times.

    Pelaku kemudian ditangkap polisi pada 8 Mei 2024. Saat itu juga pelaku mengaku membunuh korban usai ditanyai petugas. PUn, langsung dilakukan rekonstruksi.

    Mendengar perkembangan terkait kasus tersebut, pihak keluarga korban pun memberikan respons. Supatmawati, bibi korban mengaku bersyukur pelaku akhirnya ditangkap. Dia menghendaki pelaku dihukum seberat-beratnya.

    ‘’Kami harap pelaku dihukum berat. Nyawa harus dibayar nyawa. Tapi, negara ini kan punya aturan hukum yang berlaku. Kami harap pelaku dapat hukuman setimpal,’’ kata Supatmawati.

    Diketahui, sejak Diah ditemukan meninggal, pihak keluarga sudah berupaya agar pihak kepolisian bisa mengusut kasus tersebut. Serta meminta bantuan pihak kampus tempat korban berkuliah dulu untuk mengawal kasus tersebut. [fiq/ian]

  • Saling Tuding Soal Pecandu Narkoba, Apakah Aliansi Marcos-Duterte Terputus?

    Saling Tuding Soal Pecandu Narkoba, Apakah Aliansi Marcos-Duterte Terputus?

    Manila

    Dua dinasti politik yang paling berpengaruh di Filipina, yaitu keluarga Duterte dan Marcos, saling melontarkan kritik dan diprediksi akan mengalami perpecahan. Namun, apakah mungkin hal itu terjadi dan apa risiko yang muncul jika mereka akhirnya ‘bercerai’?

    Dengan gaya yang bombastis, mantan Presiden Filipina yang terkenal dengan kebijakan perang melawan narkoba, Rodrigo Duterte, mengatakan kepada para pendukungnya Januari silam bahwa penggantinya, Ferdinand “Bongbong” Marcos Jr., adalah pecandu narkoba.

    Tidak berdiam diri, Marcos yang saat ini menjadi Presiden Filipina membalas dengan mengatakan bahwa Duterte melontarkan hinaan itu pasti di bawah pengaruh opioid atau obat pereda nyeri kategori narkotika.

    Saling balas ini disebut sebagai salah satu sinyal terkuat yang menunjukkan adanya keretakan dalam aliansi yang mengantarkan Marcos meraih kemenangan bersejarah pada pemilu 2022 lalu. Sekutu Marcos dalam pesta demokrasi itu adalah putri Rodrigo, Sara Duterte, yang kini menjabat sebagai wakil presiden.

    Sedari awal, para analis telah memprediksi terjadinya ‘perceraian’ di antara dua dinasti politik paling berkuasa di Filipina, Duterte dan Marcos.

    Tanda-tanda perpecahan semakin menguat di tengah perselisihan publik dan meningkatnya perbedaan pendapat antara dua dinasti ini mengenai agenda politik.

    Namun memutuskan untuk berpisah mungkin bukan pilihan bagi Marcos maupun Duterte, yang menjual diri kepada pemilih mereka sebagai “UniTeam”.

    Keretakan dalam aliansi

    Ayahnya, Rodrigo Duterte, menunjukkan ketidaksenangan dengan jelas atas keputusan Sara itu.

    Sara dipandang sebagai pewaris politik Duterte. Sebelum menjabat sebagai wakil presiden, Sara adalah Wali Kota Davao City, jabatan yang dipegang Duterte selama bertahun-tahun sebelum melangkah menjadi presiden pada tahun 2016.

    Aliansi Sara dengan Marcos, putra mantan diktator Filipina Ferdinand Marcos, tidak mengejutkan para analis.

    Kedua kandidat ini berisiko kalah jika saling bertarung satu sama lain karena dukungan akan terpecah. Pendukung Sara mayoritas berada di wilayah selatan Filipina, sedangkan dukungan Marcos terpusat di utara.

    Dengan berkoalisi, mereka telah menyatukan kubu masing-masing dan memenangkan suara mayoritas Filipina pada pemilu tahun 2022.

    Baca juga:

    Banyak pengamat memprediksi Sara Duterte akan mencalonkan diri sebagai presiden pada 2028 mendatang. Konstitusi Filipina melarang Marcos untuk mencalonkan diri untuk masa jabatan enam tahun yang kedua sebuah pembatasan yang coba dia hapus, tuduh Duterte.

    Marcos mengatakan dia mendukung reformasi hukum yang akan memudahkan peraturan bagi bisnis asing, menarik lebih banyak investasi dan lapangan kerja ke negara di Asia Tenggara yang berpenduduk 100 juta orang.

    Namun para pengkritiknya menuding upaya Marcus itu sebagai taktik “jahat” untuk melakukan perubahan politik yang memungkinkan dirinya mencalonkan diri lagi menjadi presiden.

    Batasan masa jabatan presiden yang diberlakukan sejak tahun 1986, setelah ayahnya Marcos digulingkan dari kekuasaan oleh protes rakyat, semakin menambah seruan protes.

    Keretakan ini berubah secara mengejutkan ketika Duterte (kiri) dan Marcos saling menuduh sebagai pecandu narkoba (Getty Images)

    Tapi ini bukan satu-satunya sumber perdebatan antara dua dinasti ini.

    Marcos melontarkan komentar-komentar yang tampaknya mengkritik perang Duterte terhadap narkoba, kebijakan yang telah merenggut ribuan nyawa dan membuatnya menjadi paria terbuang atau tersingkir dari komunitas internasional.

    Kelompok-kelompok hak asasi manusia mengatakan pembunuhan masih terus terjadi, walaupun polisi mengklaim jumlahnya telah berkurang pada masa pemerintahan presiden yang baru.

    Selain itu, Marcos juga mendukung Amerika, berbeda dengan gaya kepemimpinan Duterte saat memerintah yang dekat dengan Beijing.

    Marcos memberikan akses yang lebih luas ke pasukan Amerika atas pangkalan militer di Filipina. Marcos juga meningkatkan latihan militer tahunan antara dua negara dan menggunakan posisi strategis Filipina di Pasifik untuk menggalang dukungan, tidak hanya dari Washington tetapi juga Jepang.

    Baca juga:

    Hingga kini, Marcos juga belum mundur dari ‘permainan kucing-kucingan’ yang mematikan dengan China di perairan Laut China Selatan yang bersengketa.

    Di sisi lain, Rodrigo Duterte menolak untuk menyerukan kemenangan Filipina di pengadilan internasional terhadap klaim Beijing di Laut Cina Selatan selama masa jabatannya.

    Duterte berupaya menjalin hubungan yang lebih dekat dengan China, yang diduga sebagai respon terhadap kecaman dari negara-negara Barat atas perang narkoba yang dilakukannya.

    Ada juga pertengkaran kecil di antara dua kubu ini.

    Selain menjabat sebagai wapres, Sara Duterte juga ditunjuk menjadi menteri pendidikan di pemerintahan Marcos, meskipun secara terbuka dia mengatakan ingin menjadi menteri pertahanan.

    Sara mengatakan dia menerima keputusan itu untuk menghindari pembicaraan tentang dugaan adanya keretakan dalam koalisi.

    Sara juga diperiksa secara ketat oleh parlemen tahun lalu atas permintaannya untuk memberikan jutaan peso sebagai “dana rahasia” pengeluaran bersifat diskresi yang diperbolehkan oleh lembaga pemerintah.

    Sekutu Marcos kemudian memotong anggarannya, sebuah tindakan yang disebut memalukan sekaligus membuat marah.

    Permainan sinetron berisiko tinggi

    Melewati rangkaian perbedaan ini, keduanya masih menghindari saling menyerang secara langsung mungkin menandakan sebuah front persatuan untuk saat ini.

    Namun pihak-pihak lain dari kedua kubu ini jelas-jelas menginginkan keunggulan dalam menggaet opini publik, kata ilmuwan politik Cleve Arguelles, presiden perusahaan jajak pendapat WR Numero.

    Pada April lalu, setelah kedua pemimpin dinasti ini saling tuduh sebagai pecandu narkoba, Ibu Negara Liza Araneta-Marcos melakukan wawancara di YouTube.

    Liza mengatakan dirinya “terluka” karena Sara Duterte tidak melakukan intervensi ketika ayahnya menyebut presiden Marcos sebagai “pecandu”.

    Dalam balasan video singkatnya, Sara mengatakan “perasaan pribadi” ibu negara itu bukanlah bagian dari pekerjaannya.

    Liza Marcos, padahal, tidak pernah membahas politik secara terbuka. Wawancara mengejutkan ini adalah upaya untuk “mengalahkan Duterte dalam permainan mereka sendiri”, Arguelles menganalisis.

    Liza Marcos tidak bisa menandingi komentar Rodrigo Duterte yang menohok – dia terkenal karena pernyataannya yang seksis, mengutuk Paus Francis dan mantan presiden AS Barack Obama.

    Tapi, Liza bisa dan memang membangun sebuah karakter sinetron yang dicerca namun ditonton oleh jutaan orang Filipina yaitu Si pengkhianat.

    “Ibu negara mencoba menggunakan emosi dibandingkan membingkainya dengan cara lain. Kami punya dugaan pengkhianatan, keluarga telah disakiti,” kata Arguelles.

    “Ini seperti sinetron.”

    Sara Duterte (kiri) dan Liza Marcos (kanan) (Getty Images)

    Arguelles mengatakan gaya ini sangat berbeda dengan Rodrigo Duterte, yang merupakan “ahli… kritik publik”.

    Duterte secara rutin mengkritik Marcos karena menjadi pemimpin yang “lemah” sebuah pesan yang kini digaungkan oleh putranya Sebastian, Wali Kota Davao City, yang bahkan meminta presiden untuk mengundurkan diri.

    “Keluarga Marcos terpaksa merespons. Jika tidak, mereka akan tertinggal,” kata Arguelles.

    Bagi Sara Duterte, keluar dari aliansi dengan Marcos dapat menyebabkan dinastinya dikucilkan dari pemerintahan.

    Hal ini juga bisa menjerat ayahnya untuk dituntut di Filipina dan luar negeri atas tuduhan pembunuhan ratusan tersangka pengguna narkoba oleh polisi selama masa jabatannya.

    Selain itu, keputusan berisiko itu juga dapat merugikan peluang Sara mencalonkan diri pada pemilihan presiden tahun 2028. Para pemilih di Filipina tidak suka melihat presiden dan wakil presiden mereka bertengkar, kata Arguelles.

    Dua wakil presiden terakhir kalah dalam pencalonan mereka setelah berselisih dengan presiden yang mencalonkan diri bersama mereka.

    “Ada kebutuhan praktis bagi mereka untuk tetap bersatu,” tambahnya, setidaknya hingga pemilu paruh waktu pada 2026, yang akan menjadi referendum bagi petahana.

    Kedua belah pihak berharap untuk memenangkan parlemen dan badan-badan lokal, yang akan meningkatkan agenda politik masing-masing.

    “Jika mereka terpecah, mereka akan menjadi sangat rentan,” kata Arguelles.

    “Ini akan menjadi pertandingan bola bagi siapa pun.”

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • 49 Mayat Ditemukan di RS Al-Shifa Gaza yang Pernah Diserbu Israel

    49 Mayat Ditemukan di RS Al-Shifa Gaza yang Pernah Diserbu Israel

    Gaza City

    Para pekerja medis di Jalur Gaza menemukan sedikitnya 49 jenazah di kompleks Rumah Sakit Al-Shifa, yang pernah diserbu pasukan Israel beberapa waktu lalu. Temuan puluhan jenazah didapat pada area yang diyakini sebagai kuburan massal ketiga yang ditemukan di kompleks rumah sakit, beberapa bulan terakhir.

    Seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Kamis (9/5/2024), militer Israel telah berulang kali menargetkan RS Al-Shifa, yang merupakan rumah sakit terbesar di wilayah Jalur Gaza, dan fasilitas-fasilitas medis lainnya dalam perang melawan Hamas yang berkecamuk sejak Oktober tahun lalu.

    Tel Aviv menuduh Hamas memanfaatkan rumah sakit di Jalur Gaza sebagai pusat komando, dan lokasi penahanan para sandera yang diculik sejak tahun lalu. Tuduhan itu telah dibantah keras oleh Hamas.

    “Kuburan massal ketiga ditemukan di dalam rumah sakit ini,” ucap kepala unit gawat darurat RS Al-Shifa, Motassem Salah, saat berbicara kepada wartawan.

    Kantor media pemerintah Gaza mengatakan dalam pernyataan terpisah bahwa setidaknya 49 jenazah ditemukan dari kompleks RS Al-Shifa pada Rabu (8/5) waktu setempat.

    Dalam pernyataannya, kantor media pemerintah Gaza menuduh Israel telah melakukan “pembunuhan… di dalam dan di luar rumah sakit”. Tidak dijelaskan lebih lanjut kondisi jenazah-jenazah yang ditemukan.

    Militer Israel belum memberikan komentar atas temuan jenazah tersebut.

    Rekaman video AFP dari RS Al-Shifa menunjukkan setidaknya selusin jenazah dibungkus kantong jenazah berwarna hitam.

    Lihat Video ‘Israel Serang Rafah, Sejumlah Anak Terluka Dilarikan ke RS’:

    Salah yang berbicara kepada wartawan sambil berdiri di depan reruntuhan rumah sakit, mengatakan bahwa beberapa jenazah telah membusuk. RS Al-Shifa mengalami kehancuran akibat pertempuran sengit selama dua pekan pada Maret lalu.

    Temuan jenazah di kompleks RS Al-Shifa ini bukan yang pertama kalinya. Bulan lalu, sekitar 30 jenazah didapati terkubur di dua area kuburan massal lainnya yang ditemukan di halaman rumah sakit.

    Setelah pasukan Israel menyerbu RS Al-Shifa pada Maret lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut rumah sakit itu telah menjadi abu, meninggalkan “cangkang kosong” dengan banyak mayat.

    Pasukan Israel bertempur melawan militan Palestina di rumah sakit tersebut, bahkan saat banyak pasien terjebak di sana. Militer Israel sebelumnya mengklaim 200 militan tewas dan ratusan militan ditahan, sedangkan otoritas Pertahanan Sipil Gaza melaporkan sedikitnya ada “300 martir” dalam pertempuran dua minggu itu.

    Pada Rabu (8/5) waktu setempat, kantor media pemerintah Gaza mengatakan bahwa para petugas medis terus menemukan mayat-mayat di kompleks rumah sakit.

    Sejauh ini, menurut kantor media pemerintah Gaza, total 520 jenazah ditemukan dari “tujuh kuburan massal” yang ditemukan di tiga rumah sakit berbeda di Jalur Gaza dalam beberapa pekan terakhir.

    Lihat Video ‘Israel Serang Rafah, Sejumlah Anak Terluka Dilarikan ke RS’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • 49 Mayat Ditemukan di RS Al-Shifa Gaza yang Pernah Diserbu Israel

    Dokter Bedah Ternama Gaza Tewas di Penjara Israel, Diduga Disiksa

    Gaza City

    Seorang dokter bedah ternama asal Gaza dilaporkan meninggal dunia saat ditahan di penjara Israel. Kelompok advokasi Palestina yang melaporkan kematian sang dokter, mencurigai dokter Palestina itu disiksa selama dalam penahanan Israel.

    Seperti dilansir AFP, Jumat (3/5/2024), dokter Palestina bernama Adnan Ahmed Atoiya al-Barsh yang berusia 50 tahun itu merupakan seorang dokter bedah ternama dan menjabat kepala ortopedi pada Rumah Sakit Al-Shifa, rumah sakit terbesar di Jalur Gaza.

    Dia ditangkap bersama sekelompok dokter lainnya pada Desember tahun lalu, saat berada di Rumah Sakit Al-Awda yang terletak dekat kamp pengungsi Jabalia di Jalur Gaza bagian utara.

    Kematian dokter Barsh dilaporkan oleh dua kelompok advokasi Palestina, Komite Urusan Tahanan Palestina dan Klub Tahanan Palestina, yang merilis pernyataan bersama pada Kamis (2/5) waktu setempat.

    Disebutkan kedua kelompok itu bahwa dokter Barsh meninggal bulan lalu di dalam penjara Ofer yang dikelola Israel di wilayah Tepi Barat.

    Saat ditanya AFP soal laporan kematian dalam tahanan, militer Israel menjawab: “Kami saat ini tidak mengetahui adanya insiden seperti itu.”

    Menurut kedua kelompok advokasi Palestina tersebut, yang mengutip otoritas Palestina, dokter Barsh meninggal dunia pada 19 April lalu. “Jenazahnya masih ditahan,” sebut kedua kelompok tersebut.

    Dalam pernyataannya, kedua kelompok advokasi Palestina itu juga menyebut bahwa seorang tahanan lainnya dari Gaza yang bernama Ismail Abdel Bari Rajab Khadir, yang berusia 31 tahun, juga tewas dalam tahanan Israel.

    Lihat Video ‘PBB: 72 Persen Perumahan di Gaza Telah Hancur’:

    Namun jenazah Khadir telah dikembalikan ke Gaza pada Kamis (2/5) waktu setempat, sebagai bagian dari pemulangan rutin para tahanan oleh militer Israel melalui perlintasan perbatasan Kerem Shalom.

    Lebih lanjut disebutkan oleh kedua kelompok advokasi Palestina tersebut bahwa bukti-bukti menunjukkan dokter Barsh dan Khadir meninggal “akibat penyiksaan”.

    Kedua kelompok itu menyebut kematian dokter Barsh sebagai “bagian dari penargetan sistematis terhadap dokter dan sistem kesehatan di Gaza”.

    Kementerian Kesehatan Gaza, yang dikuasai Hamas, menyebut kematian dokter Barsh sebagai “pembunuhan”.

    Disebutkan oleh Kementerian Kesehatan Gaza bahwa kematian dokter Barsh menambah jumlah tenaga medis yang terbunuh di Jalur Gaza menjadi 492 orang sejak perang berkecamuk hampir tujuh bulan lalu.

    Menurut dua kelompok advokasi Palestina itu, kematian terbaru ini menjadikan jumlah kematian dalam tahanan Israel menjadi 18 orang sejak perang dimulai pada Oktober tahun lalu.

    Operasi militer Israel yang dilakukan tanpa henti banyak melanda rumah-rumah sakit di Jalur Gaza hingga memicu kerusakan parah. Fasilitas medis dilindungi berdasarkan hukum kemanusiaan internasional, namun militer Israel menuduh Hamas menjadikan rumah sakit sebagai markas operasi mereka. Tuduhan itu telah dibantah oleh Hamas, yang menguasai Jalur Gaza.

    Rumah Sakit Al-Shifa, yang menjadi tempat dokter Barsh sebelum ditahan Israel, telah hancur menjadi puing-puing akibat operasi militer Israel berulang kali. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggambarkan rumah sakit terbesar di Jalur Gaza itu bagaikan “cangkang kosong”.

    Lihat Video ‘PBB: 72 Persen Perumahan di Gaza Telah Hancur’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini