Kasus: pembunuhan

  • Warga Temukan Kerangka Misterius di Hutan Ponorogo, Polisi: Diduga Sudah Lebih dari Sebulan

    Warga Temukan Kerangka Misterius di Hutan Ponorogo, Polisi: Diduga Sudah Lebih dari Sebulan

    Ponorogo (beritajatim.com) — Suasana tenang kawasan hutan Petak 116 B, RPH Sawoo, Desa Temon, Kecamatan Sawoo, Kabupaten Ponorogo, mendadak gempar. Seorang warga yang tengah pulang dari ladang, Jumat (7/11/2025) kemarin, tanpa sengaja menemukan sosok kerangka manusia di antara semak belukar. Penemuan ini segera mengundang perhatian warga setempat dan aparat kepolisian.

    Kasat Reskrim Polres Ponorogo, AKP Imam Mujali, membenarkan penemuan tersebut. Dia menyebut, kerangka manusia yang belum diketahui identitasnya itu ditemukan sekitar pukul 11.30 WIB.

    “Dari hasil olah tempat kejadian perkara (TKP), kerangka itu diperkirakan sudah lebih dari satu bulan berada di lokasi,” kata Imam, Sabtu (8/11/2025).

    Kronologinya, kata Imam, bermula saat seorang warga Desa Temon pulang dari berladang. Saat melintas di kawasan hutan Petak 116 B, Dia mencium bau menyengat dan melihat kerangka manusia dalam posisi tergeletak di tanah. Kaget dengan temuan itu, saksi kemudian memberitahu 2 rekannya dan segera melapor ke Polsek Sawoo serta Puskesmas Sawoo.

    Petugas gabungan Polsek Sawoo, Unit Identifikasi Polres Ponorogo, dan tim medis Puskesmas Sawoo langsung bergerak ke lokasi. TKP pun dipasangi garis polisi untuk kepentingan penyelidikan.

    Dari hasil olah TKP, polisi mengamankan sejumlah barang bukti. Di antaranya satu sandal jepit merk Swallow warna hijau, seutas tali tampar hijau sepanjang 1,5 meter, jaket cokelat motif kotak-kotak merk Reaper, celana kolor hitam, serta baju batik putih kombinasi biru. Kerangka korban, yang sementara ini disebut sebagai Mr. X, ditemukan dalam kondisi utuh dari bagian kepala hingga kaki.

    “Dari pakaian yang melekat, korban diduga berjenis kelamin laki-laki. Namun belum diketahui identitas pastinya,” terang AKP Imam Mujali.

    Hasil pemeriksaan awal oleh tim medis menunjukkan bahwa tidak ada indikasi kekerasan atau tanda-tanda pembunuhan. Korban diperkirakan meninggal dunia lebih dari satu bulan lalu.

    Dari pemeriksaan luar yang dilakukan di TKP, tidak ditemukan tanda kekerasan. Kerangka masih utuh, dan kemungkinan besar meninggal karena sebab alami. Tapi untuk memastikan, kerangka kami bawa ke RSUD dr. Harjono S. Ponorogo guna dilakukan visum luar,” tambah Kasat Reskrim.

    Sementara itu, Kepala Desa Temon memastikan hingga kini tidak ada laporan kehilangan warga di wilayahnya. Hal ini membuat identitas korban masih menjadi misteri. Polisi pun membuka kemungkinan korban berasal dari luar daerah.

    “Sudah kami kroscek ke warga dan pemerintah desa, tidak ada yang melapor kehilangan anggota keluarga. Untuk sementara, korban masih kami sebut Mr. X,” ungkap Imam Mujali.

    Kerangka manusia tersebut kini berada di RSUD dr. Harjono Ponorogo untuk pemeriksaan lebih lanjut. Polres Ponorogo mengimbau masyarakat yang merasa kehilangan anggota keluarga agar segera melapor ke kantor polisi terdekat. (end/ian)

  • Kematian Maradona Disebut Tak Wajar, 7 Dokter-Perawat Terancam Penjara 25 Tahun

    Kematian Maradona Disebut Tak Wajar, 7 Dokter-Perawat Terancam Penjara 25 Tahun

    Jakarta

    Pengadilan San Isidro di pinggiran Buenos Aires pada hari Rabu mengumumkan bahwa tujuh profesional kesehatan yang dituduh lalai dalam kematian legenda sepak bola Diego Maradona akan menjalani persidangan baru.

    Diberitakan ESPN, kasus kelalaian ini menuduh tim medis Maradona gagal memberikan perawatan yang memadai dalam beberapa minggu menjelang kematiannya, hampir lima tahun lalu. Maradona meninggal pada usia 60 tahun akibat serangan jantung pada 25 November 2020, saat sedang memulihkan diri dari operasi pembekuan darah di otak.

    Kasus ini menyoroti peran sentral ahli bedah saraf Leonardo Luque, yang merupakan dokter pribadi Maradona selama empat tahun terakhir hidupnya. Luque adalah dokter yang melakukan operasi pengangkatan bekuan darah dari otak Maradona hanya beberapa minggu sebelum kematiannya.

    Dokter-perawat yang diduga berperan di kematian Maradona

    Kasus ini menyoroti peran sentral ahli bedah saraf Leonardo Luque, yang merupakan dokter pribadi Maradona selama empat tahun terakhir hidupnya. Luque adalah dokter yang melakukan operasi pengangkatan bekuan darah dari otak Maradona hanya beberapa minggu sebelum kematiannya.

    Selain Luque, enam profesional kesehatan lain yang akan diadili adalah:

    Agustina Cosachov (Psikiater): Yang meresepkan obat-obatan yang dikonsumsi Maradona hingga ia meninggal.Carlos Díaz (Psikolog).Nancy Forlini (Koordinator perusahaan medis): Bertanggung jawab atas perawatan Maradona selama rawat inap di rumah.Mariano Perroni (Perwakilan perusahaan perawat): Mewakili penyedia layanan perawat.Dr. Pedro Di Spagna (Dokter): Yang memantau perawatan Maradona.Ricardo Almirón (Perawat).

    Para terdakwa ini menyangkal semua tuduhan, tetapi mereka didakwa dengan pembunuhan bersalah (culpable homicide), tuduhan yang menyiratkan kesadaran akan risiko dari tindakan sembrono. Tiga hakim akan memutuskan nasib mereka, dengan hukuman penjara maksimal 25 tahun bagi yang terbukti bersalah.

    Didakwa Lalai dan Abai

    Jaksa penuntut, Patricio Ferrari, menegaskan bahwa para profesional tersebut tidak memberikan perawatan medis yang memadai.

    Ferrari menyatakan bahwa Maradona dibawa ke rumah di Tigre antara 11-25 November 2020 tanpa berada dalam “penggunaan penuh kemampuan mentalnya” untuk memutuskan rawat inap di rumah.

    “Setelah mengutuknya pada pengabaian di rumah itu… mereka dengan sengaja dan kejam memutuskan bahwa dia harus mati,” ujar Jaksa Ferrari, yang juga menunjukkan foto Maradona terbaring di tempat tidur dengan perut bengkak sebagai bukti.

    Halaman 2 dari 3

    (kna/kna)

  • 3
                    
                        Jejak Hilangnya Reno dan Farhan hingga Ditemukan Tinggal Kerangka di Kwitang
                        Megapolitan

    3 Jejak Hilangnya Reno dan Farhan hingga Ditemukan Tinggal Kerangka di Kwitang Megapolitan

    Jejak Hilangnya Reno dan Farhan hingga Ditemukan Tinggal Kerangka di Kwitang
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Misteri hilangnya Reno Syahputra Dewo dan Muhammad Farhan, dua pedemo yang sebelumnya dilaporkan menghilang usai aksi di Mako Brimob Kwitang, Jakarta Pusat, pada akhir Agustus 2025 lalu akhirnya terungkap.
    Reno dan Farhan telah ditemukan, tetapi dalam kondisi tak lagi bernyawa dan sudah menjadi kerangka di gedung bekas kantor Astra Credit Companies (ACC), Kwitang, Senen, Jakarta Pusat, Kamis (30/10/2025).
    Polisi memastikan bahwa dua kerangka yang ditemukan di Gedung ACC adalah Reno dan Farhan berdasarkan hasil tes DNA.
    Pada Jumat 12 September 2025, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat bahwa ada dua orang, yakni Reno dan Farhan, yang belum ditemukan sejak gelombang demonstrasi pada akhir Agustus 2025.
    Reno dilaporkan menghilang sejak 30 Agustus 2025 dengan catatan lokasi terakhir di Mako Brimob Kwitang.
    Sedangkan Farhan dilaporkan menghilang sejak 31 Agustus 2026 di lokasi terakhirnya yaitu Mako Brimob Kwitang.
    Penyelidikan terhadap Reno dan Farhan yang hilang sempat mandek selama dua bulan sampai akhirnya ada dua kerangka manusia ditemukan di lantai dua Gedung ACC Kwitang, pada Kamis (30/10/2025).
    Kerangka tersebut ditemukan oleh tim teknisi gedung yang sedang memeriksa konstruksi untuk renovasi pascakebakaran saat demonstrasi pada Agustus 2025.
    Kedua jasad sudah tidak dapat dikenali karena sebagian besar tubuhnya hangus. Saat ditemukan, keduanya tertimbun puing plafon yang terbakar.
    Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Susatyo Purnomo Condro turut mengonfirmasi penemuan kerangka tersebut saat petugas melakukan pemeriksaan di lokasi bekas kebakaran.
    “Saat ini kami masih melakukan penyelidikan terkait temuan dua kerangka manusia dalam kondisi hangus terbakar,” ujar Susatyo, Jumat (31/10/2025).
    Kerangka yang baru ditemukan dua bulan setelah insiden pembakaran itu kemudian dikaitkan dengan catatan KontraS soal dua demonstran yang masih dinyatakan sebagai orang hilang.
    Keluarga dari Reno dan Farhan melakukan tes DNA di Laboratorium Forensik Polri untuk membantu proses identifikasi kerangka yang ditemukan.
    Sampel DNA dan dua kerangka itu dievakuasi ke Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, untuk pemeriksaan forensik lebih lanjut.
    “Keluarga kedua nama tersebut sudah melakukan uji sampling di Labfor Polri, kita (masih) tunggu hasilnya keluar,” ujar Kasat Reskrim Polrestro Jakarta Pusat AKBP Roby Saputra saat dikonfirmasi, Sabtu (1/11/2025).
    Hampir seminggu kemudian, RS Polri Kramat Jati mengungkapkan bahwa dua kerangka manusia yang ditemukan di Gedung ACC Kwitang merupakan Reno dan Farhan.
    Kepala Biro Laboratorium dan Dokumen Kesehatan (Karo Labdokkes) Pusdokkes Polri Brigjen Sumy Hastry Purwanti menjelaskan, hasil pemeriksaan sekunder melalui analisis tulang tengkorak dan panggul menunjukkan bahwa kedua kerangka tersebut berjenis kelamin laki-laki.
    “Hasil pemeriksaan DNA dan gigi post-mortem 0080 cocok dengan ante-mortem 002 sehingga teridentifikasi
    Reno Syahputra Dewo
    anak biologis dari bapak Muahamad Yasin,” ungkap Sumy Hastry di RS Polri Kramat Jati, Jumat (7/11/2025).
    Sementara itu, Sumy menyampaikan bahwa identifikasi terhadap kerangka lainnya juga dilakukan dengan menggunakan data sekunder berupa perhiasan kalung dan kepala ikat pinggang, serta pemeriksaan primer DNA dari tulang.
    “Hasil pemeriksaan nomer post-mortem 0081 cocok dengan ante-mortem 001 sehingga teridentifikasi
    Muhammad Farhan
    ,” ujarnya.
    Hasil tes DNA yang mengungkapkan kerangka yang ditemukan adalah Reno dan Farhan juga semakin diperkuat dengan penyelidikan polisi. Kedua korban sempat terlihat di sekitar Kwitang ketika kerusuhan berlangsung.
    Temuan itu berdasarkan rekaman video amatir yang beredar di masyarakat.
    Oleh karena itu, polisi memastikan keduanya tidak dipindahkan dari luar ke dalam gedung ACC dan bukan korban pembunuhan.
    “Bukan (dibunuh) yang bersangkutan terperangkap di gedung yang terbakar pada saat aksi kerusuhan,” ungkap Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Bhudi Hermanto.
    Setelahnya, kedua jenazah diserahkan kepada keluarga dan direncanakan akan dibawa pada Sabtu (8/11/2025) untuk pemakaman.
    Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat AKBP Roby Saputra menjelaskan, dua jasad korban yang sudah menjadi kerangka tidak ditemukan lantaran kondisinya yang tertimbun puing sisa kebakaran.
    Pasca kebakaran, kepolisian telah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) pertama pada 2 September 2025 usai pemilik gedung melaporkan insiden kebakaran.
    Namun, hasil olah TKP tidak menemukan kerangka kedua korban.
    “Kemudian kita sudah cek secara menyeluruh seluruh gedung, namun memang kita tidak melihat dan tidak mencium karena dari di lokasi tersebut itu bercampur dengan puing-puing sisa kebakaran,” ujar Roby, Jumat.
    Pada 19 September 2025, tim Labfor juga melakukan olah TKP dan tidak menemukan kerangka korban.
    “Tanggal 19 (September) juga ada lagi dari Labfor. Iya karena memang kondisinya kalau kebakaran, kalau daging terbakar itu sama dengan bau kayu terbakar gitu, kalau terbakar yang full menyeluruh,” terang Roby.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Profil Idham Azis, Eks Kapolri yang Jadi Anggota Komisi Reformasi Polri

    Profil Idham Azis, Eks Kapolri yang Jadi Anggota Komisi Reformasi Polri

    Profil Idham Azis, Eks Kapolri yang Jadi Anggota Komisi Reformasi Polri
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden Prabowo Subianto melantik Jenderal (Purn) Pol Idham Azis sebagai anggota anggota Komisi Reformasi Polri di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (7/11/2025).
    Idham Azis
    dilantik bersama sembilan orang lainnya berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 122/P Tahun 2025 tentang Pengangkatan Keanggotaan Komisi Percepatan Reformasi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ditetapkan 7 November 2025.
    Nama Idham Azis tidak asing dalam institusi Kepolisian Republik Indonesia (
    Polri
    ). Dia adalah Kapolri periode 2019-2021.
    Berikut Ini 10 orang yang dilantik jadi
    Komisi Reformasi Polri
    :
    Ketua:
    Anggota:
    Pria kelahiran Kendari, Sulawesi Tenggara pada 1963 ini merupakan lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 1988.
    Sebelum dipercaya menggantikan Tito Karnavian sebagai Kapolri pada 2019, Idham Azis adalah Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri.
    Di Institusi Kepolisian, Idham juga pernah menjabat sebagai Kapolres Metro Jakarta Barat pada 2008, Dirreskrimum Polda Metro Jaya pada 2009, dan Wakil Kepala Densus 88 Antiteror pada 2010.
    Kemudian, Dirtipidkor Bareskrim Polri pada 2013, Kapolda Sulawesi Tengah pada 2014, dan Irwil II Itwasum Polri pada 2016.
    Diberitakan
    Kompas.com
    sebelumnya, Idham pernah terlibat dalam upaya melumpuhkan teroris bom Bali, Dr Azahari dan komplotannya di Batu, Jawa Timur, pada 9 November 2005.
    Idham juga menjadi anggota tim kobra yang dipimpin Tito dalam memburu putra bungsu Presiden ke-2 RI Soeharto, Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto.
    Hal itu terkait kasus pembunuhan hakim agung Syafiuddin Kartasasmita pada 7 Agustus 2000 yang ketika itu melibatkan Tommy.
    Selain Idham pernah menjadi wakil satuan tugas (satgas) pengungkapan kasus-kasus teror dan konflik di Poso atau disebut Ops Camar Maleo.
    Karena prestasinya, pada 2017, Idham Azis dilantik menjadi Kapolda Metro Jaya dan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri pada Januari 2019.
    Belum genap setahun menjabat sebagai Kabareskrim, pada 1 November 2019, Idham Azis dilantik menjadi Kapolri oleh Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Saling Sikut Gelar Pahlawan untuk Soeharto

    Saling Sikut Gelar Pahlawan untuk Soeharto

    Saling Sikut Gelar Pahlawan untuk Soeharto
    Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
    DI
    tengah upaya bangsa menata ingatan sejarah dan menegakkan keadilan bagi korban pelanggaran hak asasi manusia, publik kembali dihadapkan pada realitas yang menggugah nurani. Nama Soeharto, presiden dengan kekuasaan paling panjang di Indonesia, muncul dalam wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional.
    Wacana ini memunculkan perdebatan yang tajam: apakah negara layak memberi penghormatan tertinggi kepada sosok yang di satu sisi dikenal membawa stabilitas dan pembangunan, namun di sisi lain meninggalkan jejak kelam kekerasan dan represi?
    Transisi kekuasaan pada 1965–1966 menandai awal kekuasaan
    Soeharto
    . Namun masa itu juga menyisakan tragedi kemanusiaan terbesar dalam sejarah modern Indonesia. Berbagai laporan menyebutkan, pembersihan terhadap mereka yang dituduh anggota atau simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) menelan 500.000 hingga 1 juta korban jiwa. Ratusan ribu lainnya ditahan tanpa proses hukum, mengalami penyiksaan, dan hidup terpinggirkan selama puluhan tahun.
    Laporan Amnesty International, Human Rights Watch, hingga Komnas HAM menegaskan bahwa kekerasan itu bukan spontanitas rakyat, melainkan melibatkan struktur militer secara sistematis. Sejarawan Geoffrey Robinson dalam The Killing Season (2018) menulis, operasi kekerasan tersebut terencana, melibatkan aparat negara, dan difasilitasi oleh kepentingan politik global di masa Perang Dingin.
    Sebagian akademisi menyebut tragedi ini sebagai
    politicide
    , pembunuhan massal terhadap kelompok politik tertentu. Dalam terminologi hukum internasional, beberapa peneliti bahkan menilai unsur-unsurnya memenuhi kriteria genosida politik. Fakta ini memperkuat posisi bahwa pelanggaran HAM berat di masa awal kekuasaan
    Orde Baru
    tidak bisa dihapus begitu saja dengan alasan jasa pembangunan.
    Tak bisa dimungkiri, rezim Soeharto meninggalkan warisan pembangunan fisik dan ekonomi yang masif. Program swasembada pangan, pembangunan infrastruktur, dan stabilitas politik menjadi pencapaian yang kerap dijadikan dasar untuk mengusulkan
    gelar pahlawan nasional
    . Namun, keberhasilan tersebut berdiri di atas kontrol ketat terhadap kebebasan sipil, pembungkaman oposisi, dan pelanggaran hak politik warga negara.
    Dalam logika utilitarianisme politik, seseorang bisa dianggap berjasa jika tindakannya membawa manfaat besar bagi rakyat banyak. Namun teori keadilan John Rawls mengingatkan bahwa keadilan tidak bisa diukur semata-mata dari hasil, tetapi juga dari cara mencapainya. Pembangunan ekonomi yang dibarengi pelanggaran HAM berat justru melanggar prinsip keadilan substantif.
    Di masa Orde Baru, negara juga membangun narasi tunggal sejarah. Buku pelajaran, media massa, hingga institusi budaya diarahkan untuk mengukuhkan legitimasi kekuasaan. Rakyat diajak untuk melupakan tragedi 1965, sementara para korban dilarang bersuara. Dalam konteks inilah, memberi gelar pahlawan kepada Soeharto berarti memperpanjang politik ingatan yang timpang—mengingat jasa, tapi meniadakan luka.
    Sampai hari ini, proses rekonsiliasi nasional terkait pelanggaran HAM masa lalu masih jalan di tempat. Upaya hukum tidak pernah benar-benar tuntas. Komnas HAM memang telah menyelesaikan penyelidikan pro justisia terkait Tragedi 1965, namun Kejaksaan Agung belum juga melanjutkan ke tahap penuntutan. Di sisi lain, korban dan keluarga korban terus menuntut pengakuan, permintaan maaf negara, serta rehabilitasi sosial yang layak.
    Dalam teori
    transitional justice
    , penghormatan terhadap pelaku masa lalu hanya layak dilakukan jika telah melalui proses kebenaran dan akuntabilitas yang jelas. Negara-negara seperti Jerman atau Afrika Selatan memberi contoh: pengakuan terhadap masa lalu dilakukan bersamaan dengan keadilan bagi korban. Penghargaan tanpa akuntabilitas justru menjadi bentuk pengingkaran sejarah.
    Jika negara ingin menimbang tokoh-tokoh dengan rekam jejak kompleks seperti Soeharto, maka langkah yang lebih etis adalah memprioritaskan komisi kebenaran nasional dan kurikulum sejarah yang jujur, bukan pemberian gelar kehormatan. Bangsa yang besar bukan bangsa yang melupakan masa lalunya, melainkan yang berani menghadapinya.
    Dalam konteks moral dan hukum, pahlawan nasional bukan sekadar orang yang berjasa besar, tetapi juga sosok yang menjunjung nilai kemanusiaan dan keadilan. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 menegaskan, gelar pahlawan hanya dapat diberikan kepada tokoh yang memiliki integritas moral, nasionalisme tinggi, dan tidak pernah melakukan tindakan yang mencederai kemanusiaan.
    Jika kriteria itu dijalankan secara konsisten, maka sulit membayangkan bagaimana Soeharto memenuhi syarat tersebut tanpa terlebih dahulu ada kejelasan pertanggungjawaban terhadap korban pelanggaran HAM di masa kekuasaannya.
    Pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto akan menjadi preseden buruk bagi pendidikan sejarah bangsa. Ia akan mengaburkan batas antara pelaku dan korban, antara pembangunan dan represi. Lebih jauh, langkah itu bisa mencederai luka sosial yang belum sembuh serta melemahkan upaya negara menegakkan keadilan bagi para penyintas.
    Karena itu, sebelum negara menulis nama Soeharto dalam daftar pahlawan nasional, sebaiknya negara terlebih dahulu menulis nama para korban dalam daftar yang lebih penting: daftar orang-orang yang perlu diakui, dipulihkan, dan diingat.
    Pemberian gelar pahlawan bukanlah soal menimbang jasa semata, tetapi menilai nilai. Ia menyangkut moral publik dan memori bangsa. Dalam kasus Soeharto, negara dihadapkan pada pilihan sulit: mengakui jasa pembangunan atau mengakui luka sejarah.
    Namun, bangsa yang berani menghadapi masa lalunya dengan jujur adalah bangsa yang benar-benar merdeka secara moral. Sampai proses kebenaran itu tuntas, gelar pahlawan nasional bagi Soeharto bukanlah penghormatan, melainkan pengingkaran.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Perang Sudan, Milisi RSF Terima Tawaran Gencatan Senjata

    Perang Sudan, Milisi RSF Terima Tawaran Gencatan Senjata

    Jakarta

    Pasukan Dukungan Cepat atau RSF, Kamis (6/11) kemarin, menyatakan menerima usulan gencatan senjata dan jeda kemanusiaan yang dimediasi kelompok “Quad” pimpinan Amerika Serikat. Kelompok paramiliter yang dituduh membantai warga sipil di Darfur itu sudah lebih dari dua tahun berperang melawan militer Sudan.

    Gencatan senjata disepakati lebih dari sepekan setelah RSF merebut kota El-Fasher, yang sebelumnya dikepung selama 18 bulan. Kota yang usai pengungsian massal berpenduduk sekitar 400 ribu jiwa itu merupakan benteng terakhir militer Sudan di Darfur.

    “RSF menantikan pelaksanaan kesepakatan ini dan segera memulai pembahasan tentang penghentian aksi permusuhan serta prinsip-prinsip dasar proses politik di Sudan, demi mengatasi akar konflik dan mengakhiri penderitaan rakyat Sudan,” demikian pernyataan resmi RSF.

    Seorang pejabat militer Sudan mengatakan kepada Associated Press bahwa pihaknya menyambut baik usulan Quad, namun baru akan menyetujui gencatan senjata bila RSF menarik diri sepenuhnya dari area sipil dan menyerahkan senjata, sesuai perjanjian damai sebelumnya.

    Jutaan warga hadapi kelaparan dan pengungsian

    Perang antara RSF dan militer Sudan pecah pada 2023. Ketegangan itu bermula dari perselisihan dua sekutu lama yang semestinya mengawal transisi demokrasi usai pemberontakan 2019.

    Pertempuran sejauh ini telah menewaskan sedikitnya 40 ribu orang dan membuat 12 juta lainnya mengungsi, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Namun, lembaga kemanusiaan memperkirakan jumlah korban sebenarnya jauh lebih tinggi. Sekitar 24 juta jiwa kini mengalami krisis pangan akut, lapor Program Pangan Dunia (WFP).

    Massad Boulos, penasihat urusan Afrika dari pemerintah AS, mengatakan Washington tengah bekerja sama dengan kedua pihak untuk mewujudkan gencatan senjata kemanusiaan. “Kami telah berupaya hampir sepuluh hari terakhir untuk memfinalisasi rincian kesepakatan ini,” katanya. Rencana yang dipimpin AS itu mencakup gencatan senjata selama tiga bulan, dilanjutkan proses politik sembilan bulan.

    Kerja sama kuartet: AS, Saudi, Mesir, dan UEA

    “Kami mendesak kedua pihak agar segera merespons upaya AS dalam mewujudkan gencatan senjata kemanusiaan, mengingat urgensi menurunkan eskalasi dan mengakhiri penderitaan rakyat Sudan,” demikian pernyataan Departemen Luar Negeri AS.

    Kota El-Fasher, ibu kota Darfur Utara, menjadi salah satu dari dua wilayah yang dilanda kelaparan parah, menurut laporan lembaga pemantau pangan global Integrated Food Security Phase Classification (IPC). Wilayah lainnya adalah Kadugli di provinsi Kordofan Selatan.

    “Penyebab utama kelaparan ini bukan bencana alam, melainkan buatan manusia,” ujar Abdul Hakim Elwaer, perwakilan regional FAO untuk Timur Dekat dan Afrika Utara. “Konflik yang terus berlangsung, ketidakamanan, dan terhambatnya jalur bantuan membuat jutaan orang tidak bisa mendapatkan makanan.”

    Bantuan kemanusiaan terhambat

    Elwaer menambahkan, selama hampir dua tahun, pembicaraan soal pembukaan koridor kemanusiaan aman belum membuahkan hasil. “Saya optimistis pada akhir tahun ini kita bisa menemukan solusi. Kita tak bisa membiarkan jutaan orang mati kelaparan hanya karena bantuan tidak sampai,” ujarnya.

    Organisasi Islamic Relief memperingatkan dapur umum yang menjadi tumpuan banyak keluarga kini terancam tutup. Survei terbaru lembaga itu menemukan 83 persen keluarga di Sudan timur dan barat kekurangan makanan.

    Sudan sejak lama digolongkan sebagai salah satu negara dengan krisis pengungsian paling parah di dunia. Setelah RSF merebut El-Fasher, gelombang pengungsi kembali melonjak. Banyak warga menempuh perjalanan ratusan kilometer menuju kamp Al-Affad di kota Al-Dabbah, Negara Bagian Utara, sekitar 350 kilometer dari ibu kota Khartoum.

    Pelarian dari El-Fasher

    Kepada kantor berita AP, sejumlah pengungsi menuturkan kesaksian mengerikan selama pelarian. Othman Mohamed, seorang guru, mengatakan ia melihat jasad bergelimpangan di sepanjang jalan saat melarikan diri pada akhir September. Banyak yang tumbang karena kelelahan dan kekerasan.

    Ia menggambarkan kehidupan di El-Fasher di tengah serangan drone dan artileri. “Makanan hampir tak ada. Kami hidup dari ombaz — sisa hasil perasan minyak kacang tanah — sampai itu pun sulit diperoleh,” ujarnya.

    Rawda Mohamed, yang berjalan berjam-jam menuju kamp Al-Affad, menambahkan, “Di El-Fasher tak ada selain pemukulan dan pembunuhan oleh drone yang tak terlihat tapi mematikan.”

    Menurut Mathilde Vu dari Dewan Pengungsi Norwegia (NRC), warga di El-Fasher bertahan hidup dengan pakan ternak dan air hujan. Mereka berlindung di lubang yang mereka gali sendiri. Banyak yang diserang saat mencoba melarikan diri.

    “Perjalanan itu memakan waktu berhari-hari, dengan rasa haus, lapar, dan kekerasan ekstrem. Beberapa akhirnya diangkut truk untuk sisa perjalanan terakhir. Ratusan harus segera dirawat. Banyak yang terlalu lemah bahkan untuk berbicara,” katanya.

    *Editor: Yuniman Farid


    (ita/ita)

  • Bisakah Kekuatan Asing Hentikan Konflik di Sudan?

    Bisakah Kekuatan Asing Hentikan Konflik di Sudan?

    Jakarta

    Tanpa dukungan eksternal, tidak ada satu pun pihak di Sudan mampu memperpanjang perang saudara yang tengah berlangsung.

    Konflik ini telah menjadikan negara tersebut sebagai lokasi salah satu bencana kemanusiaan terburuk di dunia. Belakangan, terjadi pembunuhan massal serta kekejaman terhadap warga sipil Sudan di ibu kota regional Darfur, El-Fasher.

    Perang pertama kali meletus pada April 2023 ketika milisi lokal, yaitu pasukan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) dan militer Sudan (Sudanese Armed Forces/SAF), berselisih mengenai integrasi RSF ke dalam militer reguler.

    Akibat berlanjutnya pertempuran di Darfur, angka korban hanya bisa diperkirakan, tapi organisasi bantuan dan PBB memperkirakannya di atas 140.000 orang. Sekitar setengah dari 51 juta penduduk Sudan bergantung pada bantuan kemanusiaan. Kelaparan dan penyakit menyebar luas dan sebagian besar infrastruktur serta lahan pertanian negara itu telah rusak.

    Para pengamat mengatakan pemerintah Sudan yang diakui secara internasional di bawah jenderal Abdel-Fattah al-Burhan, yang juga memimpin SAF, mendapat dukungan dari Mesir, Turki, Rusia, dan Iran. Sementara, Mesir dan Arab Saudi membantah memberikan dukungan senjata kepada kelompok apa pun di Sudan. RSF dituding mendapat dukungan dari Uni Emirat Arab (UEA), tapi kemudian dibantah oleh UEA.

    “Hasil penelitian menunjukkan bahwa RSF memiliki sejumlah pemasok senjata dan bahan bakar selama perang, tetapi penyedia utama tetap UEA,” kata Hager Ali, peneliti di lembaga kajian German Institute for Global and Area Studies (GIGA), kepada DW.

    Agenda kontroversial UEA di Sudan

    UEA berkali-kali membantah mendukung RSF. Mereka menyebut tuduhan tersebut sebagai kampanye media oleh SAF dan menuntut permintaan maaf.

    Namun, PBB dan organisasi hak asasi manusia sering menemukan bukti pasokan militer dari UEA. Analis independen secara rutin menyimpulkan bahwa senjata dan amunisi yang digunakan RSF berasal dari UEA.

    “Materi tersebut mencakup drone buatan Cina yang canggih berikut senjata ringan, mesin berat, kendaraan, artileri, mortir dan amunisi,” ujar sumber dari US Defense Intelligence Agency dan biro intelijen Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) kepada The Wall Street Journal.

    Pada Januari, ketika pemerintahan AS dipimpin Presiden Joe Biden, Paman Sam menjatuhkan sanksi kepada kedua pihak. Waktu itu, Departemen Keuangan AS juga menjatuhkan sanksi terhadap tujuh perusahaan dari UEA dan menuduh mereka menyediakan senjata, pendanaan dan dukungan lain kepada RSF.

    Lebih jauh, laporan PBB Januari 2024 menyatakan bahwa milisi yang berpihak kepada Jenderal Libya Khalifa Haftar menggunakan jaringan penyelundupan yang sudah ada untuk memasok RSF dengan bahan bakar, kendaraan, dan amunisi.

    “Kami tahu bahwa UEA telah menyelundupkan senjata langsung melintasi perbatasan Libya ke Sudan, tetapi juga via Chad dan Uganda,” kata Ali.

    “Sebagai imbalannya, UEA, sebagai importir emas Sudan terbesar secara tradisional, memiliki kepentingan besar untuk menjaga aksesnya ke emas Sudan.”

    Bagi RSF, sumber daya emas Sudan yang kaya, yang sebagian besar berada di wilayah kekuasaannya, telah menjadi mata uang utama untuk membeli senjata dan menghindari sanksi.

    “Aman untuk diasumsikan bahwa senjata yang sekarang digunakan di Sudan bukan hanya dari sedikit penyedia tetapi senjata yang telah diselundupkan ke seluruh Sahel,” lanjut Ali, sambil menambahkan bahwa pengiriman senjata di medan perang sering dilakukan oleh Africa Corps, divisi Afrika dari kelompok mercenary (militer bayaran) Rusia Wagner yang telah berganti nama.

    Kepentingan lain di Sudan

    Mesir telah menjadi pendukung utama SAF dan mengakui pemerintahan Burhan sebagai pemerintahan resmi Sudan. Menurut tinjauan dari Institute of War, lembaga kajian independen, Mesir juga telah melatih pilot SAF dan menyediakan drone, kemudian hal ini dibantah Kairo.

    Mesir bertujuan menjaga konflik tetap di sisi Sudan dan berharap bisa mengembalikan jutaan pengungsi Sudan.

    Pendukung lain SAF adalah Iran, yang juga telah menyediakan drone. Teheran berharap mengamankan pangkalan angkatan laut di Laut Merah yang akan membantunya terus mendukung milisi Houthi di Yaman. Sudan diketahui telah menjadi pusat logistik bagi Houthi. Turki juga telah menyediakan drone dan misil untuk SAF. Kepentingan Ankara di sini adalah mengamankan aksesnya ke Laut Merah.

    Meski keterlibatan Rusia melalui Africa Corps atas nama RSF ada, Rusia memainkan peran yang relatif kecil di Sudan, menurut Achim Vogt, Direktur Friedrich Ebert Stiftung untuk wilayah Uganda dan Sudan.

    Bisakah ‘inisiatif Quad’ membantu?

    Menurut Vogt, keempat negara yang membentuk apa yang disebut “inisiatif Quad”, yakni AS, Mesir, Arab Saudi dan UEA, akan jadi negara yang bisa memberi pengaruh nyata di Sudan meskipun mereka punya aliansi berbeda dengan kedua pihak. Sasaran inisiatif ini adalah membuat peta jalan untuk mengakhiri perang atau setidaknya gencatan senjata kemanusiaan.

    Vogt mengatakan jika keempat negara ini bersatu, mungkin dengan dukungan negara Eropa, mereka bisa membawa kembali hukum humaniter internasional, mengakhiri pelanggaran hak asasi manusia dan memperbaiki situasi kemanusiaan bagi warga sipil.

    Namun, pada 26 Oktober 2025, pembicaraan Quad di Washington yang ditujukan untuk membawa pihak yang bertikai bersama-sama menyepakati gencatan senjata tiga bulan, berakhir tanpa hasil. Pada hari yang sama, RSF merebut kontrol atas ElFasher dan meningkatkan pembunuhan massal serta kekejaman lainnya.

    “Mereka punya kepentingan ekonomi terkait ekspor emas dan pelabuhan Port Sudan, tetapi mereka sudah cukup jelas menyatakan bahwa mereka tidak tertarik ikut campur dalam apa yang mereka sebut konflik internal,” katanya.

    Bagi Laetitia Bader, Direktur Horn of Africa di Human Rights Watch, skala dan beratnya pelanggaran terbaru di dan sekitar El-Fasher sekarang memerlukan adanya “konsekuensi bagi pimpinan RSF dan para pendukungnya, khususnya Uni Emirat Arab, yang terus menyediakan dukungan… meskipun ada bukti jelas atas kejahatan,” ujarnya kepada DW.

    “Kami ingin melihat Dewan Keamanan PBB segera bergerak dengan sanksi terhadap pimpinan RSF,” kata Bader.

    “Kami menyerukan agar komunitas internasional memastikan ada akuntabilitas politik dan pidana.”

    Pada hari Jumat (31/10), menghadapi kemarahan internasional atas pembantaian dan kejahatan lainnya, RSF menangkap beberapa anggotanya sendiri. Namun, pengamat mengatakan kekejaman terus berlangsung.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Rivi Satrianegara

    Editor: Muhammad Hanafi dan Melisa Lolindu


    (ita/ita)

  • Trump Klaim Umat Kristen di Nigeria Dianiaya, Benarkah?

    Trump Klaim Umat Kristen di Nigeria Dianiaya, Benarkah?

    Jakarta

    Presiden AS, Donald Trump, mengancam akan melakukan sesuatu terhadap Nigeria jika pemerintah negara tersebut “terus membiarkan pembunuhan umat Kristen”.

    Ancaman Trump bukanlah sesuatu yang tiba-tiba.

    Selama berbulan-bulan, para aktivis dan politisi di Washington menuduh kelompok milisi Islam secara sistematis menargetkan umat Kristen di Nigeria.

    Namun, BBC menemukan beberapa data yang dipakai untuk mendukung tudingan itu sulit diverifikasi.

    Pada September lalu, pembawa acara televisi dan komedian terkenal Bill Maher ikut mengompori dengan menyebut terjadi “genosida” di Nigeria.

    Mengacu pada kelompok Boko Haram, dia berkata, “mereka telah membunuh lebih dari 100.000 orang sejak 2009 dan membakar 18.000 gereja”.

    Pemerintah Nigeria telah membantah klaim-klaim itu dengan menyebutnya sebagai “penyalahgunaan representasi realitas yang parah”.

    Pemerintah Nigeria tidak menyangkal ada kekerasan mematikan di negara tersebut. Tapi, para pejabat Nigeria mengatakan “teroris menyerang semua orang yang menolak ideologi mereka, baik Muslim, Kristen, maupun mereka yang tidak beragama”.

    Analis keamanan Nigeria, Christian Ani, mengungkapkan umat Kristen memang telah diserang sebagai bagian dari strategi yang lebih luas untuk menciptakan teror. Namun, menurutnya, klaim bahwa umat Kristen sengaja menjadi sasaran tidak bisa dibenarkan.

    Lagipula, Nigeria menghadapi berbagai ancaman keamanan, bukan hanya kelompok jihadis. Ancaman ini, sambungnya, memiliki penyebab berbeda sehingga tidak boleh disamakan.

    Negara berpenduduk 220 juta jiwa ini dihuni penganut Islam dan Kristen. Mayoritas Muslim berada di wilayah utara, tempat sebagian besar serangan terjadi.

    Apa kata politisi AS?

    Senator Texas, Ted Cruz, telah berkampanye tentang topik ini selama beberapa waktu, dan menyoroti angka-angka yang serupa dikatakan Bill Maher pada 7 Oktober.

    Ia menulis di X bahwa “sejak 2009, lebih dari 50.000 orang Kristen di Nigeria telah dibantai, dan lebih dari 18.000 gereja serta 2.000 sekolah Kristen dihancurkan”.

    Dalam surat elektronik kepada BBC, pihaknya menegaskan bahwa, tidak seperti Maher, senator tersebut tidak menyebutnya sebagai “genosida” melainkan “penganiayaan”.

    Namun, Cruz menuduh pejabat Nigeria “mengabaikan dan bahkan memfasilitasi pembunuhan massal orang Kristen oleh jihadis Islamis”.

    Trump, yang sependapat dengan pernyataan itu, menyebut Nigeria sebagai “negara yang tercela”. Dia mengatakan bahwa pemerintahan setempat “terus membiarkan pembunuhan orang Kristen”.

    Baca juga:

    Pemerintah Nigeria membantah klaim itu, dan berkata bahwa mereka melakukan yang terbaik untuk mengatasi para jihadis. Beberapa pejabat juga menyambut apabila ada bantuan AS dalam memerangi para pemberontak, asalkan tidak dilakukan secara sepihak.

    Pihak berwenang jelas telah berjuang keras untuk membendung kelompok-kelompok jihadis dan jaringan kriminal yang brutal hampir setiap minggu selalu ada berita tentang serangan atau penculikan baru.

    Boko Haramyang dikenal karena penculikan gadis-gadis Chibok lebih dari satu dekade lalutelah aktif sejak 2009. Tetapi aktivitasnya terkonsentrasi di wilayah timur laut, yang mayoritas penduduknya Muslim.

    Kelompok-kelompok jihadis lain juga muncul, termasuk Negara Islam Provinsi Afrika Barat, namun mereka juga beroperasi di wilayah timur laut.

    Angka kematian warga Kristen yang dikutip oleh beberapa pihak di AS memang mengkhawatirkan, tapi sulit untuk menilai keakuratannya.

    Dari mana angka-angka itu berasal?

    Banyak dari mereka yang terbunuh dan diculik oleh Boko Haram adalah Muslim. (AFP via Getty Images)

    Dalam sebuah siniar pada September lalu, Cruz secara langsung merujuk pada laporan pada 2023 oleh International Society for Civil and Rule Law (Intersociety) sebuah organisasi non-pemerintah yang memantau dan melacak pelanggaran hak asasi manusia di seluruh Nigeria.

    Kantor Cruz juga mengirimkan sejumlah tautan ke artikel daring tentang masalah ini kepada BBC yang sebagian besar merujuk kembali ke InterSociety.

    Adapun Bill Maher tidak menanggapi permintaan BBC untuk menyebutkan sumber angka-angkanya. Namun, mengingat beberapa kesamaan dengan yang digunakan oleh Cruz, tampaknya dia mengacu pada InterSociety.

    Untuk data yang bisa membentuk kebijakan AS terhadap Nigeria, laporan InterSociety tidak transparan.

    Baca juga:

    Dalam laporannya yang diterbitkan pada Agustus lalu, yang merupakan gabungan dari penelitian sebelumnya dan angka-angka terbaru pada 2025, InterSociety menyebut kelompok-kelompok jihadis di Nigeria telah membunuh lebih dari 100.000 orang Kristen dalam 16 tahun terakhir, sejak 2009.

    Laporan tersebut juga mencatat bahwa 60.000 “Muslim moderat” tewas selama periode tersebut.

    InterSociety tidak membagikan daftar sumber yang terperinci, sehingga sulit untuk memverifikasi jumlah total kematian yang dilaporkan.

    Menanggapi kritik itu, organisasi tersebut mengatakan “hampir mustahil untuk mereproduksi semua laporan kami dan referensinya yang berasal dari tahun 2010. Metode mudah kami adalah mengambil statistik ringkasan mereka dan menambahkannya ke temuan terbaru kami untuk menyusun laporan baru kami.”

    Namun, sumber data yang dikutip oleh InterSociety dalam laporannya tidak mencerminkan angka-angka yang dipublikasikan.

    Bagaimana dengan mereka yang terbunuh pada 2025?

    Melihat angka kematian tahun ini saja, InterSociety menyimpulkan bahwa antara Januari dan Agustus, lebih dari 7.000 orang Kristen tewas dibunuh.

    Angka ini juga telah banyak dibagikan di media sosial, termasuk oleh anggota kongres dari Partai Republik, Riley M. Moore, yang telah menjadi tokoh terkemuka dalam isu ini di DPR.

    InterSociety menyertakan daftar 70 laporan media sebagai beberapa sumber temuannya tentang serangan terhadap umat Kristen pada 2025. Tetapi, sekitar setengah dari kasus pembunuhan itu, berita aslinya tidak menyebutkan identitas agama para korban.

    Sebagai contoh, InterSociety mengutip laporan Al Jazeera tentang serangan di timur laut Nigeria, yang menyatakan bahwa menurut Al Jazeera, “tidak kurang dari 40 petani yang sebagian besar beragama Kristen diculik oleh Boko Haram di Damboa, bagian dari Negara Bagian Borno”.

    Baca juga:

    Namun, laporan Al Jazeera tidak menyebutkan para korban “sebagian besar beragama Kristen”, sebagaimana dikutip oleh InterSociety.

    InterSociety memberi tahu BBC mereka sedang melakukan analisis lebih lanjut untuk mengidentifikasi latar belakang para korban, tanpa menjelaskan bagaimana caranya. InterSociety menyebut mereka punya pengetahuan tentang penduduk setempat serta menggunakan “laporan media Kristen”.

    Akan tetapi, jumlah kematian yang dirujuk dalam laporan-laporan yang dikutip oleh InterSociety tidak menyimpulkan ada sebanyak 7.000 orang Kristen dibunuh.

    BBC menjumlahkan angka kematian dari 70 laporan dan menemukan 3.000 kematian. Beberapa serangan juga tampaknya dilaporkan lebih dari sekali.

    Ketika ditanya mengenai perbedaan angka tersebut, InterSociety mengatakan mereka juga memperkirakan jumlah orang yang diyakini telah meninggal dalam penahanan dan menyertakan penuturan saksi mata yang tidak bisa dipublikasikan.

    Siapa dalang pembunuhan ini?

    Media di Nigeria penuh dengan ancaman Trump. (Reuters)

    Daftar pelaku pembunuhan mencakup kelompok milisi Islam seperti Boko Haram hingga para penggembala Fulani.

    Suku Fulani adalah kelompok etnis mayoritas Muslim yang tinggal di Afrika Barat. Secara turun temurun mereka mencari nafkah dengan beternak sapi dan domba.

    Pencantuman para penggembala Fulani, yang digambarkan InterSociety sebagai “jihadis” dalam laporannya, merupakan sumber kontroversi di Nigeria mengenai cara pengategorian aksi pembunuhan ini.

    Meskipun para penggembala cenderung beragama Islam, banyak peneliti di bidang ini menolak menyebut rentetan pembunuhan sebagai konflik agama.

    Para peneliti mengatakan konflik yang terjadi seringkali berkaitan dengan akses tanah dan air.

    Baca juga:

    Para penggembala Fulani telah berkonflik dengan komunitas Muslim dan Kristen di seluruh Nigeria.

    Analis keamanan, Christian Ani, berpendapat bahwa “mengatakan bahwa mereka adalah jihadis adalah pernyataan yang berlebihan. Konflik ini tidak ada hubungannya dengan itu [agama]. Konflik ini lebih berkaitan dengan unsur-unsur kriminal dan kejahatan.”

    Confidence McHarry, analis senior keamanan di konsultan Afrika SBM Intelligence, mengatakan bentrokan tersebut sering kali disebabkan oleh ketegangan etnis dan persaingan memperebutkan sumber daya.

    “Mungkin saja bernuansa etnis, mereka ingin merebut tanah, mereka ingin memperluas wilayah dan semakin sering mereka menyerang tempat ibadah, semakin banyak yang memandangnya seperti itu [konflik agama].”

    InterSociety juga menyebutkan apa yang dikenal di Nigeria sebagai bandit. Mereka mengatakan bahwa para bandit sebagian besar adalah etnis Fulani di barat laut Nigeria, yang terlibat dalam penculikan dan memiliki rekam jejak membunuh orang Kristen maupun Muslim.

    Siapa yang berkampanye tentang konflik ini?

    Kekhawatiran soal ancaman yang dihadapi umat Kristen Nigeria telah lama dibahas oleh para politisi di AS dan kelompok-kelompok Kristen internasional.

    Pada tahun-tahun sebelumnya, topik ini telah diangkat di AS oleh Masyarakat Adat Biafra (Ipob) sebuah kelompok yang dilarang di Nigeria dan berjuang mendirikan negara baru di wilayah tenggara Nigeria yang mayoritas populasinya beragama Kristen.

    InterSociety dituduh oleh militer Nigeria terkait dengan Ipob, namun LSM tersebut membantah adanya hubungan tersebut.

    Kelompok separatis Biafra lainnya juga mengklaim telah memainkan peran kunci dalam mempromosikan narasi “genosida Kristen” di Kongres AS.

    Pemerintah Republik Biafra dalam Pengasingan, BRGIE, menggambarkannya sebagai “upaya yang sangat terencana”, dengan mengatakan mereka telah menyewa firma-firma lobi dan bertemu dengan para pejabat AS, termasuk Cruz.

    Senator Cruz menolak berkomentar.

    (ita/ita)

  • Usai Bunuh Kekasih di Gamping Sleman, Lukas Tenggak Obat Nyamuk di Makam Orang Tua

    Usai Bunuh Kekasih di Gamping Sleman, Lukas Tenggak Obat Nyamuk di Makam Orang Tua

    Liputan6.com, Jakarta Lukas Budi Widodo (54), pelaku pembunuhan terhadap kekasihnya di Mejing Lor, Gamping, DI Yogyakarta, ditangkap polisi di area makam orang tua dalam kondisi lemas usai menenggak obat nyamuk cair.

    Lukas merupakan pelaku tunggal dalam kasus pembunuhan RI yang terjadi pada Selasa (4/11/2025) pagi di rumah kontrakan korban. Korban ditemukan meninggal dunia dengan luka sayatan di leher.

    Saat dihadirkan di Polresta Sleman pada Kamis (6/11/2025), kondisi Lukas masih tampak lemas. Sejak ditangkap, ia langsung mendapatkan perawatan intensif di RS Bhayangkara Polda DIY.

    “Pelaku kami tangkap sekitar pukul 13.00 WIB di makam orang tuanya usai penyelidikan lanjut. Dia bermaksud bunuh diri dengan meminum obat nyamuk cair sasetan dan sempat merekam video permohonan maaf,” kata Kasat Reskrim Polresta Sleman AKP Matheus Wiwit K.

    Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan petugas, aksi nekat Lukas, seorang ayah satu anak, berawal dari penolakan korban atas keinginannya untuk kembali menjalin hubungan serius. Diketahui, pelaku dan korban sudah tiga bulan menjalin hubungan asmara.

    Karena cintanya ditolak, pelaku mendatangi rumah kontrakan korban. Keduanya sempat terlibat cekcok, di mana salah satu pemicunya adalah permintaan pelaku untuk meminta kembali uang jatah bulanan senilai Rp 5 juta yang pernah diberikan kepada korban.

    “Sakit hati cintanya ditolak (tidak mau diajak balikan), dan emosi saat korban melakukan pukulan ke bagian mulut hingga gigi palsu pelaku terlepas,” jelas Wiwit.

    Emosi yang memuncak membuat pelaku membanting korban dan membenturkan kepalanya beberapa kali ke lantai hingga pingsan. Pelaku kemudian mengambil pisau dapur dan menyayat leher korban hingga tewas.

    Kapolsek Gamping AKP Bowo Susilo, menerangkan bahwa aksi pelaku ini bersifat spontan dan tidak terencana. Sesuai rekaman kamera pengawas (CCTV), pelaku mendatangi rumah korban pukul 06.43 WIB dan keluar empat menit kemudian, tepatnya pukul 06.47 WIB.

    “Karena bingung atas aksinya, pelaku dengan bersepeda motor kemudian menuju ke Magelang. Di sana dia berniat meminta ampun kepada kedua orang tuanya dan bunuh diri,” terang Bowo.

    Saat ditemukan pertama kali, pelaku dalam kondisi lemas dan diduga telah mengonsumsi obat nyamuk cair yang dicampur dengan air mineral sekitar satu jam sebelumnya.

    Polresta Sleman menjerat Lukas dengan Pasal 338 atau Pasal 351 ayat (3) KUHPidana dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.

  • 5 Mafia Penipuan Online Kelas Kakap Dihukum Mati, Ini Orangnya

    5 Mafia Penipuan Online Kelas Kakap Dihukum Mati, Ini Orangnya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pengadilan di China menjatuhkan hukuman mati kepada 5 anggota kelompok mafia terkenal di Myanmar yang terlibat dalam operasi pusat penipuan (scam center) di wilayah Asia Tenggara.

    Kelompok mafia yang dimaksud adalah ‘keluarga Bai’ yang memiliki 21 anggota. Kelompok ini terlibat dalam aksi penipuan, pembunuhan, kekerasan, dan aksi kriminal lainnya, menurut laporan media pemerintah yang dipublikasikan di situs pengadilan.

    Keluarga Bai adalah salah satu di antaranya banyak kelompok mafia yang berkuasa sejak era 2000-an dan mengubah kota Laukkaing di Myanmar sebagai pusat kasino dan prostitusi (red-light districts).

    Dalam beberapa tahun terakhir, wilayah itu diubah menjadi pusat penipuan online yang melibatkan ribuan pekerja yang diperdagangkan. Banyak di antara korban perdagangan manusia yang terjebak di sana adalah warga negara China.

    Mereka disekap, disiksa, dan dipaksa melakukan operasi penipuan online bernilai miliaran dolar AS, dikutip dari BBC, Kamis (6/11/2025).

    Bos madia Bai Suocheng dan anaknya Bai Yingcang adalah 2 di antara 5 tersangka yang dijatuhkan hukuman mati oleh Pengadilan Menengah Rakyat Shenzhen. Adapun 3 orang lainnya adalah Yang Liqiang, Hu Xiaojiang, dan Chen Guangyi.

    Selain 2 anggota keluarga Bai yang dihukum mati, ada 5 anggota yang dijatuhkan hukuman penjara seumur hidup, kemudian 9 anggota mendapat hukuman penjara 3-20 tahun.

    Keluarga Bai diketahui mengendalikan milisi mereka sendiri, serta mendirikan 41 kompleks untuk menampung aktivitas penipuan online dan kasino, kata pihak berwenang.

    Kegiatan kriminal ini melibatkan lebih dari 29 miliar yuan (Rp68 triliun). Selain itu, operasi kriminal tersebut juga mengakibatkan kematian 6 warga negara China, satu orang bunuh diri, dan beberapa luka-luka, menurut laporan media pemerintah.

    Hukuman berat yang dijatuhkan pengadilan merupakan bagian dari upaya China untuk memberantas jaringan penipuan yang luas di Asia Tenggara, serta mengirimkan peringatan keras kepada sindikat kriminal lainnya.

    Pada September lalu, pengadilan China menjatuhkan hukuman mati kepada 11 anggota keluarga Ming yang merupakan klan Laukkaing terkemuka lainnya.

    Keluarga-keluarga ini naik ke tampuk kekuasaan pada tahun 2000-an dengan bantuan Min Aung Hlaing, sosok yang kini memimpin pemerintahan militer Myanmar. Ia ingin memperkuat sekutu di Laukkaing setelah menggulingkan mantan panglima perangnya.

    Di antara klan-klan tersebut, keluarga Bai “benar-benar nomor satu”, ujar Bai Yingcang sebelumnya kepada media pemerintah.

    “Saat itu, keluarga Bai kami adalah yang paling berkuasa, baik di ranah politik maupun militer,” ujarnya dalam sebuah film dokumenter tentang keluarga Bai yang ditayangkan di media pemerintah China pada bulan Juli 2025.

    Dalam film dokumenter yang sama, seorang pekerja di salah satu scam center mereka mengenang penyiksaan yang dialaminya di sana, yakni dipukuli, kukunya dicabut dengan tang, dan dua jarinya dipotong dengan pisau dapur.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]