Tangis Perempuan di Hadapan Dedi Mulyadi, Empat Tahun Menanti Keadilan Adiknya yang Dibunuh
Editor
BEKASI, KOMPAS.com
– Suasana pembongkaran bangunan liar di Kali Sepak, Desa Srijaya, Tambun Utara, Kabupaten Bekasi, mendadak berubah haru pada Jumat (14/3/2025).
Gubernur Jawa Barat
Dedi Mulyadi
yang tengah memantau jalannya pembongkaran tiba-tiba dihampiri seorang perempuan yang menangis.
Perempuan itu adalah Irma Erpianah. Dengan suara bergetar, ia mengadukan kepada Dedi bahwa
kasus pembunuhan
adiknya, Muhammad Sam’an Fadhila, yang terjadi empat tahun lalu, hingga kini belum terungkap.
Adapun, Sam’an Fadhila disebut ditemukan tewas di saluran irigasi, Kampung Karang Getak, Desa Sukawangi, Kecamatan Sukawangi, Kabupaten Bekasi, pada 2021. Saat itu, korban ditemukan tewas saat masih mengenakan seragam SMA.
“(
Kasus pembunuhan
adik) di Sukawangi, Tambelang, Pak,” ujar Irma, sembari memperlihatkan foto adiknya semasa hidup.
Dedi yang berdiri di samping Kapolres Metro Bekasi Kombes Mustofa langsung merespons.
“Kasus pembunuhan?” tanya Dedi.
“Iya, Pak,” jawab Irma.
“Waktu itu dibunuhnya di mana?” lanjut Dedi.
“Dibunuhnya ditaruh di irigasi depan rumah, sudah terbunuh,” ungkap Irma.
“Tapi pembunuhnya belum terungkap?” Dedi kembali memastikan.
“Belum, Pak. Ini sudah jalan empat tahun,” jawab Irma.
Mendengar hal itu, Mustofa langsung bergerak. Ia menanyakan surat laporan kasus tersebut dan memberikan nomor telepon pribadinya kepada Irma untuk mengawal perkembangan kasus ini.
Dedi pun meminta Irma untuk segera menghubungi Mustofa agar kasus ini bisa ditindaklanjuti.
“Nanti WA-in, kasusnya apa, tahun berapa. Mudah-mudahan ada hikmahnya,” ujar Dedi.
Sebelum beranjak, Irma mencium tangan Dedi sebagai bentuk terima kasih, berharap pertemuan tak terduga ini menjadi titik terang.
(Reporter: Achmad Nasrudin Yahya | Editor: Fitria Chusna Farisa)
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kasus: pembunuhan
-

Terungkap! AS & Israel Diam-Diam Mau Kirim Warga Gaza ke 3 Negara Ini
Daftar Isi
Jakarta, CNBC Indonesia – Amerika Serikat (AS) dan Israel berencana memindahkan warga Palestina yang bermukim di Jalur Gaza ke beberapa negara di Afrika. Seorang pejabat dari kedua negara menyebut pihaknya telah menghubungi otoritas terkait dari tiga pemerintah Afrika Timur untuk membahas hal ini.
Melansir The Associated Press pada Jumat (14/3/2025), AS dan Israel telah mengontak pejabat dari Sudan, Somalia, dan Somaliland, wilayah Somalia yang memisahkan diri, untuk penggunaan wilayah mereka sebagai tujuan potensial untuk memukimkan kembali warga Palestina yang terusir dari Jalur Gaza berdasarkan rencana pascaperang yang diusulkan Presiden Donald Trump.
Berbicara dengan syarat anonim untuk membahas inisiatif diplomatik rahasia, pejabat AS dan Israel mengonfirmasi kontak dengan Somalia dan Somaliland, sementara AS mengonfirmasi Sudan juga. Mereka mengatakan tidak jelas seberapa besar kemajuan yang dicapai dalam upaya tersebut atau pada tingkat apa diskusi tersebut berlangsung.
Namun, pejabat dari Sudan mengatakan mereka telah menolak tawaran dari AS, sementara pejabat dari Somalia dan Somaliland mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui adanya kontak apa pun.
Berdasarkan rencana Trump, lebih dari 2 juta penduduk Gaza akan dikirim secara permanen ke tempat lain. Ia mengusulkan agar AS mengambil alih kepemilikan wilayah tersebut, mengawasi proses pembersihan yang panjang, dan mengembangkannya sebagai proyek real estat.
Ide pemindahan massal warga Palestina pernah dianggap sebagai fantasi kelompok ultranasionalis Israel. Namun, sejak Trump menyampaikan ide tersebut dalam pertemuan di Gedung Putih bulan lalu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah memujinya sebagai “visi yang berani.”
Berikut adalah tinjauan lebih dekat mengenai ketiga negara yang menurut para pejabat telah didekati untuk memindahkan warga Palestina:
Sudan
Negara Afrika Utara tersebut merupakan salah satu dari empat negara Abraham Accord yang sepakat untuk menormalisasi hubungan diplomatik dengan Israel pada tahun 2020.
Sebagai bagian dari kesepakatan tersebut, AS menghapus Sudan dari daftar negara pendukung terorisme, sebuah langkah yang memberi negara tersebut akses ke pinjaman internasional dan legitimasi global. Namun, hubungan dengan Israel tidak pernah terjalin karena Sudan terjerumus ke dalam perang saudara antara pasukan pemerintah dan kelompok paramiliter RSF.
Konflik tersebut telah ditandai oleh kekejaman, termasuk pembunuhan dan pemerkosaan yang bermotif etnis, menurut PBB dan kelompok-kelompok hak asasi manusia. Pengadilan Kriminal Internasional sedang menyelidiki dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, dan pemerintahan Presiden Joe Biden saat itu pada bulan Januari mengatakan RSF dan proksinya melakukan genosida.
AS dan Israel akan kesulitan untuk membujuk warga Palestina agar meninggalkan Gaza, khususnya ke negara yang sedang bermasalah tersebut. Namun, mereka dapat menawarkan insentif kepada pemerintah Khartoum, termasuk keringanan utang, persenjataan, teknologi, dan dukungan diplomatik.
Dua pejabat Sudan, yang berbicara dengan syarat anonim untuk membahas masalah diplomatik yang sensitif, mengonfirmasi bahwa pemerintahan Trump telah mendekati pemerintah yang dipimpin militer untuk menerima warga Palestina.
Salah satu dari mereka mengatakan kontak tersebut dimulai bahkan sebelum pelantikan Trump dengan tawaran bantuan militer terhadap RSF, bantuan rekonstruksi pascaperang, dan insentif lainnya.
Kedua pejabat tersebut mengatakan pemerintah Sudan menolak gagasan tersebut. “Saran ini langsung ditolak. Tidak seorang pun membuka masalah ini lagi,” kata seorang pejabat.
Kepala militer Jenderal Abdel-Fattah Burhan mengatakan pada pertemuan puncak para pemimpin Arab minggu lalu di Kairo bahwa negaranya “dengan tegas menolak” rencana apa pun yang bertujuan untuk memindahkan “warga Palestina yang bersaudara dari tanah mereka dengan alasan atau nama apa pun.”
Somaliland
Somaliland, wilayah berpenduduk lebih dari 3 juta orang di Tanduk Afrika, memisahkan diri dari Somalia lebih dari 30 tahun yang lalu, tetapi tidak diakui secara internasional sebagai negara merdeka. Somalia menganggap Somaliland sebagai bagian dari wilayahnya.
Presiden baru Somaliland, Abdirahman Mohamed Abdullahi, telah menjadikan pengakuan internasional sebagai prioritas.
Seorang pejabat Amerika yang terlibat dalam upaya tersebut mengonfirmasi bahwa AS “melakukan pembicaraan diam-diam dengan Somaliland tentang berbagai bidang di mana mereka dapat membantu AS sebagai imbalan atas pengakuan.”
Kemungkinan pengakuan AS dapat memberikan insentif bagi Abdullahi untuk menarik diri dari solidaritas wilayah tersebut dengan Palestina.
Uni Emirat Arab, negara lain yang menandatangani Perjanjian Abraham yang telah menjalin hubungan kuat dengan Israel, pernah memiliki pangkalan militer di Somaliland dan memiliki kepentingan komersial di sana, termasuk pelabuhan. Lokasi strategis wilayah tersebut, di perairan Teluk Aden dekat Yaman, tempat tinggal kelompok pemberontak Houthi, juga dapat menjadikannya sekutu yang berharga.
Selama bertahun-tahun, Somaliland dipuji karena lingkungan politiknya yang relatif stabil, sangat kontras dengan perjuangan Somalia yang terus berlanjut di tengah serangan mematikan oleh kelompok militan al-Shabab yang terkait dengan al-Qaeda. Sejak 1991, Somaliland telah mempertahankan pemerintahan, mata uang, dan struktur keamanannya sendiri. Namun, negara ini memiliki salah satu tingkat pendapatan terendah di dunia.
Seorang pejabat di Somaliland, yang berbicara dengan syarat anonim karena ia tidak berwenang berbicara kepada media, mengatakan bahwa pemerintahnya belum didekati dan tidak sedang dalam pembicaraan tentang penerimaan warga Palestina.
Somalia
Somalia telah menjadi pendukung vokal warga Palestina, yang sering menyelenggarakan protes damai di jalan-jalannya untuk mendukung mereka. Negara tersebut bergabung dengan pertemuan puncak Arab baru-baru ini yang menolak rencana Trump dan tampaknya menjadi tujuan yang tidak mungkin bagi warga Palestina, bahkan jika mereka setuju untuk pindah.
Sambu Chepkorir, seorang pengacara dan peneliti konflik di Nairobi, Kenya, mengatakan sulit untuk memahami mengapa Somalia ingin menampung warga Palestina mengingat negara tersebut sangat mendukung pemerintahan sendiri Palestina.
“Penataan ulang terus berubah, jadi mungkin ada agenda tersembunyi di balik alasan Somalia,” kata Chepkorir.
Seorang pejabat Somalia, yang berbicara dengan syarat anonim karena ia tidak berwenang berbicara kepada media, mengatakan negara tersebut belum didekati untuk menerima warga Palestina dari Gaza dan tidak ada diskusi tentang hal itu.
(luc/luc)
-

Eks Presiden Duterte Akan Hadir dalam Sidang Perdana ICC
Den Haag –
Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte akan dihadirkan untuk pertama kalinya dalam persidangan di Mahkamah Pidana Internasional (ICC) pada Jumat (14/3). Duterte akan menghadapi dakwaan kejahatan terhadap kemanusiaan atas kebijakannya, yang disebut perang melawan narkoba, yang merenggut banyak nyawa.
Duterte yang berusia 79 tahun, seperti dilansir AFP, Jumat (14/3/2025), akan dihadirkan di hadapan para hakim ICC untuk sesi persidangan singkat, di mana dia akan diberitahu tentang tindak kejahatan yang diduga telah dilakukannya, serta hak-haknya sebagai terdakwa.
Persidangan akan dimulai pukul 14.00 waktu setempat di markas pusat ICC di Den Haag, Belanda. Duterte menjadi kepala negara Asia pertama yang menghadapi dakwaan ICC dan disidangkan oleh ICC.
Dia dituduh melakukan tindak kejahatan terhadap kemanusiaan berupaya pembunuhan atas operasi selama bertahun-tahun yang dilakukan pemerintahannya terhadap para pengguna dan pengedar narkoba, yang menurut kelompok hak asasi manusia (HAM), telah menewaskan ribuan orang.
Dalam permohonan jaksa ICC untuk penangkapannya, disebutkan bahwa dugaan kejahatan Duterte adalah “bagian dari serangan yang meluas dan sistematis yang ditujukan terhadap penduduk sipil di Filipina”.
“Kemungkinan puluhan ribu pembunuhan telah dilakukan,” sebut jaksa ICC dalam tuduhannya, merujuk pada kebijakan perang melawan narkoba yang sebagian besar menargetkan orang-orang miskin, seringkali tanpa bukti jelas bahwa mereka terkait narkoba.
Keluarga korban menyambut baik persidangan ini sebagai kesempatan untuk mendapatkan keadilan. Sedangkan para pendukung Duterte meyakini mantan Presiden Filipina itu telah “diculik” dan dikirimkan ke Den Haag di tengah perselisihan sengit dengan keluarga Marcos yang kini berkuasa.
Sekelompok anggota keluarga para korban, pengacara dan aktivitas HAM akan berkumpul di Manila pada Jumat (14/3) malam untuk menyaksikan siaran langsung sidang ICC tersebut.
Setelah sidang pertama digelar, menurut aturan ICC, maka seorang terdakwa dapat meminta pembebasan sementara sambil menunggu persidangan berproses.
Usai sidang pertama, tahap selanjutnya adalah sesi untuk mengonfirmasi dakwaan, di mana terdakwa dapat menantang bukti-bukti yang diajukan jaksa. Hanya setelah sesi tersebut dilaksanakan, pengadilan akan memutuskan apakah akan melanjutkan persidangan — sebuah proses yang dapat memakan waktu beberapa bulan atau bahkan bertahun-tahun.
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu
-

Motif Pria Pembunuh Ibu dan Anak dalam Toren di Jakbar, Sakit Hati Diejek Gagal Gandakan Uang – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM – Terungkap kronologi serta motif pembunuhan ibu dan anak dalam toren atau penampungan air di sebuah rumah di Kecamatan Tambora, Jakarta Barat (Jakbar).
Dua korban bernama Tjong Sioe Lan (59) dan putrinya, Eka Serlawati (35), itu ditemukan tewas membusuk dalam toren air rumahnya di Jalan Angke Barat RT 5/RW 02, Kelurahan Angke, Kecamatan Tambora, Kamis (6/3/2025) sekitar pukul 23.30 malam.
Kemudian pada Minggu (9/3/2025), polisi berhasil menangkap pelaku pembunuhan di Banyumas, Jawa Tengah (Jateng). Pelaku pembunuhan tersebut adalah seorang pria bernama Febri.
Kasatreskrim Polres Metro Jakbar AKBP Arfan Sipayung mengungkapkan bahwa pelaku Febri memiliki utang kepada korban sebesar Rp90 juta.
Pelaku kemudian mengelabui korban dengan cara mengaku bisa menggandakan uang, tetapi ritualnya gagal.
“Saat itu dia mengarang cerita bisa menggandakan uang. Utang itu untuk kebutuhan hidup,” kata Arfan, Kamis (13/3/2025) dilansir dari WartaKotalive.com.
Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pol Twedi Aditya Bennyahdi menambahkan bahwa korban dikenal oleh warga sekitar sangat dermawan karena sering meminjamkan uang tanpa ada bunga.
Pelaku menjadi salah satu yang rutin meminjam uang kepada korban untuk kebutuhan sehari-hari.
“Pelaku meminjam uang itu dari tahun 2021 sampai tahun 2025. Pelaku berjanji setiap meminjam, pelunasannya secara dicicil,” ujar Twedi, Kamis.
Sebelum membunuh, pelaku sering bercerita tentang praktik perdukunan salah satunya menggandakan uang.
Selain itu, pelaku juga mengaku bisa mencarikan jodoh untuk Eka dengan ritual yang harus dijalankan.
Akhirnya pada 1 Maret 2025 lalu korban yang percaya pelaku punya kemampuan lebih itu membeli sejumlah kebutuhan ritual seperti bunga tujuh rupa dan lain-lain.
“Jadi pelaku ini punya teman Krismatoyo ini dukun pengganda uang dan dukun pencari jodoh bernama Kakang. Pelaku sempat pakai nomor telepon lain untuk komunikasi dengan korban sebagai Krismatoyo dan Kakang,” ungkap Twedi.
Korban juga menyiapkan uang Rp50 juta saat ritual untuk digandakan oleh pelaku menjadi berkali-kali lipat.
Korban kedua yang bernama Eka saat itu juga sedang menjalani ritual di kamar mandi untuk mendapatkan jodoh.
“Korban pertama yaitu Tjong alias Enci, itu berada di salah satu ruangan untuk jalankan ritual penggandaan uang. Sementara korban kedua ada di dalam kamar mandi untuk ritual,” kata Twedi.
Selang beberapa jam, uang yang dijanjikan oleh pelaku tidak turut bertambah dan hal itu membuat korban kesal hingga melontarkan makian.
Suara lantang penuh cacian membuat pelaku sakit hati dan mengambil tongkat besi yang ada di dalam rumah korban.
Pelaku langsung memukul kepala korban hingga pingsan dan setelah itu menyeret ke dalam kamar.
Setelah melihat korban masih sadar, pelaku kembali memukul dengan tongkat dan mencekik korban hingga tewas.
“Korban sempat membersihkan darah-darah korban yang ada di salah satu ruangan dan kamar. Setelah itu, pelaku sempat merokok di teras rumah korban memikirkan agar korban kedua tidak mengetahui ibunya telah dibunuh,” beber Twedi.
Setelah 15 menit berpikir, pelaku juga nekat membunuh korban Eka yang ada di dalam kamar mandi dengan tongkat besi.
Saat itu Eka sempat berteriak meminta tolong, tetapi oleh pelaku kembali dipukul hingga tewas.
Setelah menghabisi nyawa kedua korban, pelaku sempat bingung untuk membuang jasad ibu dan anak itu.
Kemudian saat melintas di dekat kulkas, pelaku melihat tutup toren air. Febri kemudian menaruh jasad korban ke dalam toren seorang diri.
“Korban pertama diseret dari kamar dan korban kedua diseret dari kamar mandi dan dimasukan ke dalam toren,” sebut Twedi.
Sebagian artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul BREAKING NEWS Motif Pembunuhan Ibu dan Anak dalam Toren di Tambora Jakbar, Berawal dari Sakit Hati
(Tribunnews.com/Nina Yuniar) (WartaKotalive.com/Miftahul Munir)
-

Mayat Ibu dan Anak dalam Toren, Pelaku Kirim Pesan kepada Keluarga Korban Jadi Tukang Listrik – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Usai membunuh TSL (59) dan ES (35), Febri Arifin alias Jamet (31) mengirimkan pesan kepada anak TSL, Ronny (30).
Kapolres Jakarta Barat, Kombes Twedi Aditya Bennyahadi menjelaskan usai membunuh TSL dan ES dan membuang jasad kedua korbannya ke toren air di dalam rumah, Jamet berinisiatif mengirimkan pesan kepada Ronny melalui ponsel korban.
“Sebelum pelapor (Ronny) pulang ke rumah, pelaku sempat menggunakan handphone milik korban pertama (TSL), menghubungi pelapor atas nama Ronny menyampaikan bahwa di rumah sedang ada tukang listrik, karena di rumah sedang ada gangguan listrik, lampunya mati.
“Jadi kondisi rumah lampunya dimatikan,” ujar Twedi saat merilis kasus tersebut di Polres Jakarta Barat, Kamis (13/3/2025).
Karenanya, pada saat Ronny tiba di rumah pada Sabtu petang, ia tak curiga terhadap sosok pelaku yang ada di rumahnya.
Terlebih, pelaku saat itu mengatakan bahwa ibu dan kakak korban sedang keluar rumah tak lama sebelum Ronny datang.
“Pada saat itu (Ronny) bertemu dengan pelaku namun tidak mengenali, karena kondisinya saat itu rumahnya gelap dan pelaku menggunakan masker,” kata Twedi.
Ronny yang sama sekali tak menaruh curiga terhadap pelaku kemudian keluar rumah pada Sabtu sekira pukul 19.00 WIB dan meninggalkan pelaku seorang diri karena mengira tengah memperbaiki listrik.
Tak lama kemudian, pelaku pun meninggalkan rumah tersebut sambil membawa ponsel dan uang Rp50 juta milik korban yang ingin digandakan kepadanya.
Diberitakan sebelumnya, motif pembunuhan terhadap ibu berinisial TSL (59) dan anak perempuannya yakni ES (35) yang jasadnya dibuang ke dalam toren air di Tambora, Jakarta Barat akhirnya terungkap.
Pelaku yang merupakan tetangga korban diketahui, memiliki utang sebesar Rp90 juta kepada TSL dari tahun 2021.
Kendati begitu, hubungan pelaku dan korban selama ini masih berjalan baik karena pelaku pintar bersilat lidah.
Diantaranya, pelaku mengaku punya kenalan seorang dukun yang bisa menggandakan uang serta punya rekan yang bisa mencarikan jodoh untuk anak pertama TSL alias korban ES.
Adapun pada Sabtu (1/3/2025) siang ternyata antara pelaku dan kedua korban tengah menjalani sebuah ritual di rumah korban yang berada di wilayah RT 05 RW 02, Angke, Tambora, Jakarta Barat.
Saat itu pelaku yang mengaku sudah mendapatkan ilmu dari dua teman dukunnya bermaksud menjalani ritual pengganda uang dan enteng jodoh di rumah korban.
Terhadap korban TSL, pelaku memimpin ritual penggandaan uang di dalam rumah. Sedangkan korban ES diminta menjalani ritual enteng jodoh di kamar mandi.
Namun rupanya ritual penggandaan uang yang dilakukan pelaku bersama korban tak membuahkan hasil hingga membuat TSL kesal.
“Saat itulah, pelaku merasa tersinggung, merasa emosi, dan mengambil besi yang ada di kotak peralatan di belakang korban pertama. Kemudian langsung memukul ke arah kepala korban pertama,” jelas Twedi.
Setelahnya, pelaku menyeret TSL ke kamar. Untuk memastikan TSL tewas, pelaku kemudian memukuli korban dan mencekiknya.
Setelah menghabisi nyawa TSL, pelaku kemudian membersihkan sisa darah di ruang tamu.
Bahkan, pelaku masih sempat merokok sekira 15 menit sambil mencari cara menutupi kejahatannya.
Ia lantas menuju kamar mandi tempat korban ES tengah ritual enteng jodoh dan langsung menghabisi wanita muda itu.
“Untuk meyakinkan korban kedua meninggal dunia, pelaku mencekik leher korban,” kata Twedi.
Setelah kedua korban meninggal, pelaku kembali mencari cara untuk menutupi pembunuhan tersebut hingga akhirnya ia melihat di depan kulkas ada tutup toren tempat penampungan air.
“Akhirnya pelaku memiliki ide untuk memyembunyikan korban-korban di dalam toren. Korban dipindahkan dan diseret secara bergantian,” ujar Twedi.
Penulis: Elga Hikari Putra
-

Tangis dan Penantian, Keluarga Korban Perang Narkoba Duterte Tak Menyerah Berjuang Tuntut Keadilan – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM – Warga Filipina, Crisanto dan Juan Carlos, menjadi korban perang narkoba mantan presiden Rodrigo Duterte.
Keduanya menghilang secara tiba-tiba pada suatu pagi di Quezon Citu, distrik utara Metro Manila.
Kepergian mereka yang tiba-tiba meninggalkan luka yang mendalam bagi ibu mereka, Llore Pasco.
Pasco hingga kini terus dihantui rasa sakit akibat kehilangan dua anak laki-lakinya dalam pembunuhan brutal yang belum ada keadilan.
Peristiwa ini terjadi pada Mei 2017, dikutip dari Al Jazeera.
Saat itu, tepatnya pada pagi hari, Crisanto yang merupakan ayah dari empat orang anak, pergi untuk bekerja.
Pria berusia 34 tahun ini merupakan seorang penjaga kemanan swasta di Filipina.
Setelah Crisanto, sang adik, yaitu Juan Carlos, yang merupakan penagih tagihan listrik paruh waktu, menyusul sang kakak untuk bekerja.
Namun, berita mengejutkan diterima oleh keluarga pada keesokan harinya.
Media memberitakan kakak-adik ini ditemukan tewas.
Saat ditemukan, keduanya dalam kondisi mengenaskan. Tubuh korban dipenuhi luka akibat peluru.
Polisi menuduh mereka sebagai bagian dari kelompok perampok yang berbahaya.
Namun, bagi keluarga Pasco, ini adalah kenyataan yang tak bisa diterima.
Ibu mereka, Pasco, bersama dengan kerabat lainnya, mengetahui kabar itu dari laporan berita televisi.
Dengan berat hati, Pasco menghabiskan seminggu penuh dan mengeluarkan biaya sebesar 1.500 USD untuk mengambil jenazah kedua putranya dari kamar mayat.
Pemakaman mereka berlangsung dengan kesedihan mendalam.
Akan tetapi bagi Pasco, penderitaan yang lebih besar datang setelahnya.
Pasco bertahun-tahun menunggu keadilan yang tak kunjung datang.
Tak ada satu pun yang bisa mengembalikan anak-anaknya, dan harapan untuk keadilan semakin sirna dalam sistem yang tampaknya tak peduli.
Namun, sebuah perubahan datang baru-baru ini.
Ketika Pasco mendengar berita, mantan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, yang bertanggung jawab atas kebijakan perang narkoba yang brutal, telah ditangkap, emosi campur aduk menghampirinya.
Pasco mengungkapkan ini merupakan penantian yang sangat berharga.
Menurutnya, ini adalah awal dari keadilan bagi para korban.
“Saya merasa sangat gugup dan takut, tetapi juga gembira,” katanya. “Mata saya berkaca-kaca. Akhirnya, setelah sekian tahun menunggu, ini akan terjadi. Ini dia,” ungkap Pasco kepada Al Jazeera.
Penangkapan Duterte, yang dilakukan atas perintah dari Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), memberikan harapan baru bagi keluarga korban perang narkoba seperti Pasco.
ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Duterte atas tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan terkait dengan ribuan pembunuhan yang terjadi selama masa pemerintahannya.
Tuntutan ini, menurut Pasco, adalah satu-satunya jalan untuk mendapatkan keadilan bagi putranya, yang telah kehilangan nyawa dalam kekerasan yang tak terhitung jumlahnya.
Pasco adalah salah satu dari banyak ibu yang tergabung dalam “Rise Up for Life and for Rights,” sebuah kelompok yang terdiri dari para ibu dan istri korban perang narkoba di Filipina.
Bagi mereka, penangkapan Duterte memberi secercah harapan, meskipun sudah begitu lama mereka hidup dengan ketidakpastian dan keputusasaan.
Namun, meskipun rasa harapan itu tumbuh, Pasco tetap menjaga sikap hati-hati.
Bagi dirinya dan mereka yang kehilangan, meskipun langkah hukum ini penting, keadilan yang sebenarnya hanya akan terwujud jika ada pertanggungjawaban atas semua pembunuhan yang terjadi dalam perang narkoba ini.
“Ini akan menjadi langkah pertama untuk penyembuhan total bagi negara kita,” kata Pasco.
Sebagai informasi, Duterte ditangkap di Bandara Internasional Manila pada Selasa (11/3/2025).
Dalam surat perintah penangkapan ICC tertulis Duterte telah melakukan berbagai pelanggaran.
Di antaranya, membentuk, mendanai, dan mempersenjatai regu pembunuh yang melakukan pembunuhan terhadap para pengguna dan pengedar narkoba.
Setelah ditangkap, Duterte diterbangkan ke Den Haag, Belanda.
Menurut catatan polisi, lebih dari 7.000 orang tewas dalam operasi antinarkoba resmi yang diperintahkan oleh Duterte saat ia menjabat dari tahun 2016 hingga 2022.
Duterte akan menjalani sidang pertama dalam beberapa hari ke depan.
(Tribunnews.com/Farrah)
Artikel Lain Terkait Rodrigo Duterte
/data/photo/2025/03/14/67d42cf6c4865.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)


