Sebelum Dibunuh, Korban Mutilasi di Pesisir Selatan Pamit Pergi Merantau
Tim Redaksi
PADANG, KOMPAS.com
– P (34), warga Surantiah,
Pesisir Selatan
, Sumatera Barat, sebelum dibunuh dan dimutilasi, pamit ke keluarga untuk pergi merantau.
Sebelum pergi, P singgah dulu ke sebuah kafe di IV Jurai untuk meminjam uang Rp 400.000 dari temannya.
Namun, nahas, niat P untuk merantau tidak kesampaian karena dia dibunuh dan dimutilasi oleh temannya sendiri, B (34).
“Peristiwa terjadi pada Maret 2023 lalu.
Korban
pamit ke keluarga untuk pergi merantau,” kata Kasat Reskrim Polres Pesisir Selatan, AKP M Yogie Biantoro, yang dihubungi Kompas.com, Minggu (6/4/2025).
Yogie mengatakan, keluarga tidak merasa curiga
korban
dibunuh karena sudah pamit pergi merantau.
“Jadi, Maret 2023 itu tidak ada laporan orang hilang yang dibuat. Keluarga masih menganggap P pergi merantau,” kata Yogie.
Keluarga mulai khawatir karena tidak ada kabar dari P hingga mendapat informasi tentang penemuan kerangka manusia yang mengarah ke P.
“Keluarga memang sempat menghubungi kerabat dan teman korban di Riau hingga Jawa, tetapi tidak ada kabar sampai akhirnya ada informasi penemuan kerangka itu,” kata Yogie.
Sebelumnya diberitakan, seorang pria menjadi
korban mutilasi
di Kecamatan IV Jurai, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
Jasad korban yang telah menjadi tengkorak itu ditemukan terpotong-potong dalam sebuah bak kamar mandi bekas sarang burung walet.
Awalnya, bagian tengkorak kepala ditemukan pada Sabtu (5/4/2025) di balik bak yang sudah dicor semen itu.
Penemuan tengkorak itu terjadi setelah pemilik bangunan melakukan renovasi dan membongkar bak mandi tersebut.
Polisi akhirnya berhasil menangkap pelaku
mutilasi
warga Pesisir Selatan, Sumatera Barat, pada Minggu (6/4/2025).
Pelaku adalah teman korban sendiri yang berinisial B (34).
Menurut Kasat Reskrim Polres Pesisir Selatan, AKP M Yogie Biantoro, penangkapan berawal dari hasil penyelidikan di lokasi kejadian.
“Setelah mendapatkan laporan adanya penemuan tengkorak, kita datangi lokasi dan lakukan penyelidikan,” kata Yogie, yang dihubungi Kompas.com, Minggu (6/4/2025).
Yogie menyebutkan hasil penyelidikan dan keterangan warga sekitar mengarah ke B, yang merupakan karyawan kafe dekat bangunan sarang walet tempat korban ditemukan.
“Pelaku berhasil kita tangkap tadi dan mengakui perbuatannya,” kata Yogie.
Pembunuhan berawal dari korban yang berinisial P (34), warga Surantiah, Pesisir Selatan, datang ke kafe untuk meminjam uang Rp 400.000 dari B.
Pelaku tidak mau meminjamkan uang, sehingga terjadi cekcok yang berakhir dengan pemukulan kepala korban menggunakan balok oleh pelaku.
Setelah korban tewas, tubuhnya dipotong-potong dengan tujuan agar muat dimasukkan ke dalam bak mandi yang kemudian dicor semen.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kasus: pembunuhan
-

Puluhan Ribu Warga AS Mulai Pembangkangan Melawan Trump
GELORA.CO – Puluhan ribu orang yang marah terhadap cara Presiden Donald Trump menjalankan negara berbaris dan berunjuk rasa di sejumlah kota di Amerika pada hari Sabtu waktu AS. Aksi itu adalah demonstrasi terbesar yang pernah dilakukan oleh gerakan oposisi yang berusaha mendapatkan kembali momentumnya setelah guncangan pada minggu-minggu pertama Partai Republik menjabat.
Disebut “Hands Off!” alias “Singkirkan Tanganmu!”, demonstrasi diselenggarakan di lebih dari 1.200 lokasi di seluruh 50 negara bagian oleh lebih dari 150 kelompok. Diantaranya termasuk organisasi hak-hak sipil, serikat buruh, pendukung LBGT, veteran dan aktivis pemilu. Demonstrasi tersebut tampak damai, tanpa ada laporan penangkapan.
Kelompok pro-Palestine ikut dalam gelombang aksi itu. Mereka memprotes kebijakan Trump yang terus mendukung Israel, pelaku genosida di Gaza. Mereka juga memrotes penangkapan terhadap mahasiswa imigran yang ikut dalam aksi mengecam genosida di Gaza belakangan.
Ribuan pengunjuk rasa di kota-kota yang tersebar di Amerika mulai dari Midtown Manhattan hingga Anchorage, Alaska, termasuk di beberapa gedung DPR negara bagian. Mereka menyerang tindakan Trump dan miliarder Elon Musk terhadap perampingan pemerintah, perekonomian, imigrasi dan hak asasi manusia.
Di Pantai Barat, di bawah bayang-bayang Space Needle yang ikonik di Seattle, para pengunjuk rasa membentangkan spanduk bertuliskan slogan-slogan seperti “Lawan oligarki.” Para pengunjuk rasa meneriakkan yel-yel saat mereka turun ke jalan di Portland, Oregon, dan Los Angeles, di mana mereka berbaris dari Pershing Square ke Balai Kota.
Para pengunjuk rasa menyuarakan kemarahan atas tindakan pemerintah yang memecat ribuan pekerja federal, menutup kantor lapangan Administrasi Jaminan Sosial, secara efektif menutup seluruh lembaga, mendeportasi imigran, mengurangi perlindungan bagi kaum transgender dan memotong dana untuk program kesehatan.
Musk, penasihat Trump yang menjalankan Tesla, SpaceX, dan platform media sosial X, telah memainkan peran penting dalam perampingan tersebut sebagai kepala Departemen Efisiensi Pemerintahan yang baru dibentuk. Dia mengatakan dia menghemat miliaran dolar pembayar pajak.
Ketika ditanya tentang protes tersebut, Gedung Putih mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa “posisi Presiden Trump jelas: dia akan selalu melindungi Jaminan Sosial, Medicare, dan Medicaid bagi penerima manfaat yang memenuhi syarat. Sementara itu, pendirian Partai Demokrat adalah memberikan tunjangan Jaminan Sosial, Medicaid, dan Medicare kepada orang asing ilegal, yang akan membuat program-program ini bangkrut dan menghancurkan para lansia Amerika.”
Di Boston, para demonstran mengacungkan poster seperti “Singkirkan tanganmu dari demokrasi kami” dan “Jangan sentuh Jaminan Sosial kita.” Walikota Michelle Wu mengatakan dia tidak ingin anak-anaknya dan orang lain hidup di dunia di mana ancaman dan intimidasi adalah taktik pemerintah dan nilai-nilai seperti keberagaman dan kesetaraan sedang diserang.
“Saya menolak menerima bahwa mereka tumbuh di dunia di mana imigran seperti nenek dan kakek mereka secara otomatis dianggap sebagai penjahat,” kata Wu. Roger Broom, 66, seorang pensiunan dari Delaware County, Ohio, adalah satu dari ratusan orang yang berunjuk rasa di Statehouse di Columbus.
Dia mengatakan dia dulunya adalah seorang Republikan pengagum Ronald Reagan tetapi belakangan muak dengan Trump. “Dia menghancurkan negara ini,” kata Broom.
Ratusan orang juga berdemonstrasi di Palm Beach Gardens, Florida, beberapa mil dari lapangan golf Trump di Jupiter, tempat ia menghabiskan pagi hari di klub Senior Club Championship. Orang-orang berbaris di kedua sisi PGA Drive, mendorong mobil untuk membunyikan klakson dan meneriakkan slogan-slogan yang menentang Trump. “Mereka harus melepaskan tangan dari Jaminan Sosial kami,” kata Archer Moran dari Port St. Lucie, Florida.
Aktivis telah beberapa kali melakukan demonstrasi nasional melawan Trump dan Musk sejak Trump kembali menjabat. Namun hingga hari Sabtu, gerakan oposisi belum menghasilkan mobilisasi massal seperti Women’s March pada tahun 2017, yang membawa ribuan perempuan ke Washington setelah pelantikan pertama Trump, atau demonstrasi Black Lives Matter yang meletus di beberapa kota setelah pembunuhan George Floyd oleh polisi di Minneapolis pada tahun 2020.
Di Charlotte, Carolina Utara, pengunjuk rasa mengatakan mereka mendukung berbagai tujuan, mulai dari Jaminan Sosial dan pendidikan hingga imigrasi dan hak-hak reproduksi perempuan. “Terlepas dari partai Anda, siapa pun yang Anda pilih, apa yang terjadi hari ini, apa yang terjadi hari ini sangat buruk,” kata Britt Castillo, 35, dari Charlotte. “Ini menjijikkan, dan betapapun rusaknya sistem kita saat ini, cara pemerintahan saat ini berusaha memperbaiki keadaan – ini bukanlah cara untuk melakukannya. Mereka tidak mendengarkan masyarakat.”
-

Jurnalis Situr Wijaya Tewas di Hotel Jakbar, Keluarga Curiga Korban Dibunuh
PIKIRAN RAKYAT – Seorang jurnalis bernama Situr Wijaya ditemukan tewas di salah satu hotel di kawasan Jakarta Barat (Jakbar). Penemuan jasad ini dilakukan pada Jumat, 4 Maret 2025 dan kabar ini sudah dikonfirmasi kuasa hukum keluarga korban.
Diketahui Situr Wijaya adalah wartawan salah satu media online. Ia dan keluarganya diketahui berasal dari Sulawesi Tengah. Korban yang berusia 33 tahun itu ditemukan meninggal dunia di kamar hotelnya di kawasan Kebon Jeruk.
Jurnalis tewas, keluarga curiga korban dibunuh
Kuasa hukum keluarga korban, Rogate Oktoberius Halawa, menyatakan ada kecurigaan dari keluarga bahwa Situr Wijaya diduga menjadi korban pembunuhan. Pihaknya lalu melaporkan kasus ini ke Polda Metro Jaya dengan laporan nomor LP/B/2261/IV/2025/SPKT/Polda Metro Jaya.
“Kami sudah memasukkan laporan ke Polda Metro Jaya, tentang dugaan tindak pidana pembunuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 338 KUHP,” ujar Rogate Oktoberius Halawa dari Palu, Sabtu 5 Maret 2025, dilansir dari laman ANTARA.
“Setelah melihat foto-foto korban, pihak keluarga korban curiga bahwa korban meninggal dunia karena dibunuh. Karena dilihat dari foto kondisi korban mengeluarkan darah di hidung dan mulut, luka memar di wajah dan seluruh badan, serta ada sayatan di leher bagian belakang,” ujarnya.
Selain itu, pihak keluarga juga sedang menanti hasil autopsi yang dilakukan di Rumah Sakit Polri. Setelahnya, jenazah akan diterbangkan ke Kota Palu untuk kemudian dibawa ke kampung halamannya di Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah.
“Sudah dilakukan autopsi di Rumah Sakit (RS) Polri. Tadi disampaikan hasilnya akan segera dirilis karena menjadi atensi,” ucap Rogate Oktoberius Halawa.
Pemulangan jenazah jurnalis Situr Wijaya ini dibantu Gubernur Sulawesi Tengah Anwar Hafid. Hal ini dikonfirmasi istri mendiang, Selfi, bahwa sang gubernur membantu dana sebesar Rp25 juta.
“Iya, benar ada bantuan, uang tersebut ditransfer langsung ke rekening saya,” ujar Selfi pada Sabtu 5 April 2025 melalui keterangan tertulisnya.
Demikian kabar jurnalis Situr Wijaya yang tewas di kamar hotelnya di Jakarta Barat. Penyelidikan masih berlangsung saat ini karena keluarga curiga korban menjadi korban pembunuhan.***
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News
-

Ultah ke-50, Microsoft Malah Didemo Pegawai Soal Genosida
Jakarta –
Seorang pegawai Microsoft melakukan aksi protes dalam perayaan ulang tahun ke-50 Microsoft, yaitu protes terkait penggunaan AI oleh perusahaan asal Redmond, AS tersebut untuk melakukan genosida.
Pegawai yang melakukan protes itu bernama Ibtihal Aboussad, yang menyerukan protesnya itu langsung ke CEO AI Microsoft Mustafa Suleyman yang sedang berbicara di atas panggung.
“Kamu memalukan. Kamu adalah orang yang mengambil keuntungan dari perang. Berhenti menggunakan AI untuk genosida. Berhenti menggunakan AI untuk genosida di daerah kita,” kata Aboussad.
“Berani-beraninya kalian merayakan saat Microsoft membunuh anak-anak. Kalian semua memalukan,” teriaknya.
Aboussad langsung diusir dari acara tersebut. Namun tak lama setelah diusir, ia mengirimkan email ke ratusan, atau bahkan ribuan, pegawai Microsoft. Dalam email tersebut ia menjelaskan lebih lanjut soal aksi protes tersebut.
“Nama saya Ibtihal, dan selama 3,5 tahun, saya adalah software engineer di Microsoft AI Platform Org. Saya berbicara hari ini setelah sadar bahwa org buatan saya dipakai untuk melakukan genosida terhadap saudara-saudara saya di Palestina,” tulisnya.
Menurutnya, aksi protes ini harus dilakukan di acara yang besar seperti ini karena Microsoft selama bertahun-tahun membungkam pendapat seperti yang ia utarakan dari sejumlah pegawai lain.
Selama 1,5 tahun, komunitas Arab, Palestina, dan Muslim di Microsoft dipaksa untuk diam, diintimidasi, dilecehkan, dan di-doxing, dengan impunitas dari Microsoft,” tulisnya.
Dalam surat tersebut Aboussad juga mengutip berita dari AP soal kontrak senilai USD 133 juta antara Microsoft dengan Kementerian Pertahanan Israel. Penggunaan Microsoft dan AI dari OpenAI oleh Israel meningkat 200 kali lipat sejak Maret 2024, yang berujung pada serangan 7 Oktober.
Jumlah data yang disimpan di server Microsoft meningkat dua kali lipat antara Maret hingga Juli 2024 menjadi 13,6 petabyte. Militer Israel menggunakan Microsoft Azure untuk mengolah informasi yang didapat dari pengawasan massal, termasuk mentranskrip, menerjemahkan, data seperti panggilan telepon, SMS, dan pesan suara.
Microsoft AI juga dipakai untuk proyek sensitif dan rahasia militer Israel, termasuk mengincar bank dan data penduduk Palestina. Microsoft cloud dan AI juga membuat militer Israel semakin berbahaya di Gaza.
Kemudian Aboussad juga mengajak pegawai Microsoft lain untuk menandatangani petisi No Azure for Apartheid, yang isinya adalah menolak menulis kode software yang dipakai untuk melakukan pembunuhan, demikian dikutip detikINET dari The Verge, Sabtu (5/4/2025).
(asj/asj)
/data/photo/2023/07/12/64ae78a4d5999.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)




