Kasus: pembunuhan

  • Brigadir Ade Kurniawan, Polisi Bunuh Bayinya Ajukan Banding usai Diputus PTDH di Sidang Etik – Halaman all

    Brigadir Ade Kurniawan, Polisi Bunuh Bayinya Ajukan Banding usai Diputus PTDH di Sidang Etik – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, Semarang – Brigadir Ade Kurniawan, anggota Polri yang terlibat dalam kasus dugaan pembunuhan terhadap bayinya, mengajukan banding setelah dipecat melalui sidang kode etik di Mapolda Jateng, Kamis (10/4/2025).

    Kuasa hukum Brigadir AK, Moh Harir, menyatakan bahwa kliennya masih ingin melanjutkan karier sebagai anggota Polri.

    Moh Harir, yang mewakili Brigadir Ade Kurniawan, mengungkapkan bahwa mereka melihat adanya celah hukum yang bisa diperjuangkan dalam banding.

    “Kami akan menguji beberapa pasal yang menjerat Brigadir Ade Kurniawan. Kami perlu memastikan apakah pasal-pasal tersebut sudah terpenuhi atau belum,” ujarnya.

    Harir menambahkan bahwa pihaknya sedang mempersiapkan pengajuan banding dan berharap dapat memenangkan proses tersebut.

    “Hasil putusan sidang ini masih bisa kita perjuangkan,” lanjutnya.

    Kasus Pidana yang Masih Berproses

    Terkait dengan kasus pidana pembunuhan, Harir enggan mengungkapkan motif di balik tindakan kliennya.

    Ia menegaskan bahwa status Brigadir Ade Kurniawan masih sebagai tersangka, sehingga dugaan tindak pidana belum dapat dipastikan.

    “Nanti kami juga siap membongkar fakta-fakta lainnya di persidangan,” jelasnya.

    Harir juga meminta maaf kepada ibu kandung korban dan masyarakat atas dampak negatif yang ditimbulkan dari kasus ini.

    “Kami meminta maaf karena kasus saudara AK membuat gaduh di Indonesia,” ungkapnya.

    Sidang kode etik Brigadir AK berlangsung di ruang sidang Propam Polda Jateng dari pukul 10.30 WIB hingga 16.35 WIB.

    Dalam sidang tersebut, enam saksi dihadirkan, termasuk ibu korban, nenek korban, atasan Brigadir Ade, serta penyidik Reserse Kriminal Umum.

    Satu saksi dari lingkungan sekitar tidak hadir, sehingga kesaksiannya dibacakan.

    (TribunJateng.com/Iwan Arifianto)

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Kemhan Pastikan Korban Pembunuhan KKB di Yahukimo Warga Sipil, Bukan Anggota TNI

    Kemhan Pastikan Korban Pembunuhan KKB di Yahukimo Warga Sipil, Bukan Anggota TNI

    loading…

    Karo Infohan Setjen Kemhan Brigjen TNI Frega Wenas Inkiriwang menyatakan, klaim TPNPB-OPM terkait pembunuhan prajurit TNI di Yahukimo, Papua, sebagai bentuk disinformasi sistematis yang menyesatkan publik. FOTO/DOK.BIRO INFOHAN KEMHAN

    JAKARTA – Kementerian Pertahanan ( Kemhan ) menyatakan klaim Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka ( TPNPB-OPM ) terkait pembunuhan prajurit TNI di Yahukimo, Papua, sebagai bentuk disinformasi sistematis yang menyesatkan publik. Kepala Biro Informasi Pertahanan (Karo Infohan) Setjen Kementerian Pertahanan (Kemhan) Brigjen TNI Frega Wenas Inkiriwang menegaskan tidak ada prajurit TNI yang terlibat dalam aktivitas penambangan emas ilegal di Papua.

    “Kehadiran TNI di Papua semata-mata dalam rangka melaksanakan tugas konstitusional, yaitu menjaga keamanan nasional dan melindungi seluruh warga negara Indonesia, termasuk di wilayah Papua,” kata Frega kepada wartawan, Kamis (10/4/2025).

    Selain itu, kata Frega, narasi yang dibangun oleh OPM yang menyamakan warga sipil seperti guru, tenaga kesehatan, hingga tukang bangunan dengan aparat keamanan dinilai sangat berbahaya.

    “Klaim mereka terkait pembunuhan terhadap agen intelijen merupakan pengakuan atas tindakan kekerasan ekstra-yudisial, yang dapat tergolong kejahatan terhadap kemanusiaan,” tandasnya.

    Frega menegaskan, pemerintah tetap mengedepankan pendekatan hukum dan damai dalam menangani konflik di Papua, serta menolak terprovokasi oleh propaganda kekerasan yang disebarluaskan oleh kelompok bersenjata.

    Untuk diketahui, sebanyak 11 korban pembunuhan oleh OPM di Yahukimo merupakan warga sipil pendulang emas liar, bukan anggota TNI. Proses evakuasi terhadap korban dilakukan oleh Polri untuk memastikan informasi yang beredar dapat diklarifikasi secara objektif.

    “Aksi kekerasan yang dilakukan oleh OPM bertujuan menebar ketakutan, khususnya terhadap masyarakat non-Papua yang terlibat dalam kegiatan ekonomi lokal di wilayah tersebut,” katanya.

    (abd)

  • Lima Perempuan Asal Blitar Alami KDRT, Satu Dimutilasi

    Lima Perempuan Asal Blitar Alami KDRT, Satu Dimutilasi

    Blitar (beritajatim.com) – Sebanyak lima perempuan asal Kabupaten Blitar menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) pada 2025 ini. Bahkan satu di antaranya sampai berujung pada pembunuhan dan mutilasi.

    Data itu diungkapkan oleh Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kabupaten Blitar, Dwi Andi Prakarsa. Menurut Andika selama tahun 2025 ini, Unit PPA Kabupaten Blitar telah melakukan lima penanganan kasus KDRT.

    “Untuk perempuan yang menjadi korban KDRT jumlahnya empat orang sementara satu orang lainnya menjadi korban mutilasi,” ucap Dwi Andi Prakarsa, Jumat (11/4/2025)

    Dari lima kasus yang ditangani, satu di antaranya bahkan sampai berujung pada mutilasi. Diketahui KDRT yang berujung mutilasi ini dialami oleh UH perempuan asal Kecamatan Garum Kabupaten Blitar.

    UH diketahui menjadi korban mutilasi oleh seorang laki-laki asal Tulungagung yang mengaku sebagai suami sirinya. Bahkan setelah dimutilasi, jasad UH dibuang di beberapa kota di Jawa Timur.

    Kasus ini pun ditangani oleh Unit PPA Kabupaten Blitar. Petugas Unit PPA Kabupaten Blitar juga memberikan pendampingan psikologis kepada keluarga dan juga kedua anak korban.

    “Untuk bullying empat orang kasus tahun 2023 yang sampai tahun 2025 masih kami dampingi, termasuk dua anak UH juga kami dampingi,” tegasnya.

    Dari analisis yang dilakukan oleh Unit PPA Kabupaten Blitar ada berbagai macam faktor yang mendorong terjadinya KDRT. Selain faktor lingkungan ada pula pola pengasuhan dan pergaulan.

    “Tidak serta merta faktor ekonomi, untuk KDRT perempuan lebih kompleks faktor lingkungan pengasuhan dan pergaulan anak kadang menyebabkan kejadian tersebut,” tandasnya. [owi/beq]

  • 8 Jenazah Pendulang Emas yang Dibantai KKB Ditemukan di Yahukimo

    8 Jenazah Pendulang Emas yang Dibantai KKB Ditemukan di Yahukimo

    Jayapura, Beritasatu.com – Satgas Operasi Damai Cartenz 2025 kembali menemukan enam jenazah pendulang emas korban pembunuhan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan.

    “Sampai saat ini kita sudah menemukan delapan jenazah, kemarin ada dua jenazah, dan hari ini kita temukan lagi enam jenazah,” kata Kasatgas Operasi Damai Cartenz 2025 Brigjen Faizal Ramadhani di Jayapura, Papua, Jumat (11/04/2025).

    Menurutnya, kedelapan jenazah pendulang emas yang dibantai KKB itu ditemukan di tiga titik lokasi di sepanjang Kali Silet, Yahukimo.

    “Hari ini kita menemukan enam jenazah, lima dari Kampung Bingki kemudian satu dari lokasi 22 Muara Kum,” jelasnya.

    Sebanyak dua jenazah yang ditemukan sehari sebelumnya sudah evakuasi ke Dekai. “Sementara yang enam jenazah ini masih dalam proses evakuasi,” ujar Faizal. 

    Aparat TNI/Polri yang tergabung dalam Satgas Operasi Damai Cartenz 2025 masih terus menyisir tiga titik lokasi yang diduga kuat menjadi tempat pembantaian para pendulang emas oleh KKB. 

    “Anggota kita masih melakukan pencarian, kita bagi menjadi beberapa tim. Doakan kami agar bisa menemukan semua jenazah, ” harapnya.

    Sebelumnya diberitakan KKB dari kelompok Eltius Kobak membantai para pendulang emas tradisional di daerah 22 Muara Kum dan sepanjang Kali Silet, Yahukimo pada 6-7 April 2025. 

    Pengakuan TPNPB

    Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Sebby Sambom mengatakan pihaknya bertanggung jawab atas pembantaian para pendulang emas tersebut.

    TPNPB mengeluarkan rilis dan menyebarkannya di media sosial lengkap dengan foto-foto korban di lokasi kejadian. 

    TPNPB yang oleh polisi disebut sebagai KKB mengaku telah menghabisi 11 pendulang emas yang mereka yakini sebagai mata-mata TNI. 

  • Pembebasan Ahmad Manasra yang Dipenjara sejak Usia 13 Tahun Tak Bisa Membatalkan Kekejian Israel

    Pembebasan Ahmad Manasra yang Dipenjara sejak Usia 13 Tahun Tak Bisa Membatalkan Kekejian Israel

    PIKIRAN RAKYAT – Amnesty International menanggapi pembebasan seorang wara Palestina, Ahmad Manasra oleh Israel penjajah. Ahmad Manasra ditangkap saat masih berusia 13 tahun pada Oktober 2015.

    Setelah ditahan 9,5 tahun di penjara Israel, Manasra akhirnya dibebaskan Israel pada Kamis, 10 April 2025. Kini, dia telah berusia 23 tahun dan kembali ke keluarganya.

    Heba Morayef, Direktur Regional Amnesty International untuk Timur Tengah dan Afrika Utara mengatakan bebasnya Manasra menjadi kelegaan. Namun, apa yang telah dilakukan Israel kepadanya tak bisa dilupakan begitu saja.

    “Pembebasan Ahmad Manasra merupakan kelegaan besar baginya dan keluarganya. Tetapi tidak ada yang dapat membatalkan ketidakadilan, pelecehan, trauma, dan perlakuan buruk selama bertahun-tahun yang dialaminya di balik jeruji besi,” katanya.

    Tak hanya keluarga, berbagai pihak telah mendesak Israel untuk membebaskan Manasra sejak bertahun-tahun yang lalu. Kondisi kesehatan fisik dan mental Manasra telah menjadi kekhawatiran.

    Namun, alih-alih membebaskan, komite pembebasan bersyarat Israel menggunakan ketentuan dalam Undang-Undang Antiterorisme yang kejam untuk memblokir pembebasannya lebih awal. 

    “Kami menyampaikan harapan terdalam kami agar Ahmad pulih dari trauma mendalam yang dideritanya. Ia harus diberikan akses yang memadai terhadap layanan kesehatan yang dibutuhkannya di kampung halamannya di Yerusalem Timur tanpa diskriminasi apa pun dan ia beserta keluarganya harus dilindungi dari segala bentuk intimidasi dan pelecehan,” ujar Morayef dilaporkan Amnesty International.

    “Perlakuan buruk yang mengejutkan terhadap Ahmad Manasra dan kekejaman yang ditunjukkan kepadanya oleh otoritas penjara Israel dan sistem peradilan Israel merupakan gambaran pola kekerasan yang lebih luas terhadap tahanan Palestina, khususnya anak-anak. Tiga minggu lalu, seorang tahanan Palestina berusia 17 tahun, Walid Khalid Abdullah Ahmad, meninggal dalam tahanan Israel kemungkinan karena kombinasi antara kelaparan dan pengabaian serta kekerasan medis yang ekstrem, sebagaimana dibuktikan oleh otopsinya,” tuturnya.

    Kronologi penangkapan

    Ahmad Manasra ditangkap pada bulan Oktober 2015 terkait dengan insiden penusukan di Yerusalem Timur yang diduduki. Meskipun ada bukti yang menunjukkan bahwa ia tidak terlibat dalam penusukan tersebut.

    Meskipun usianya masih muda, ia tetap diinterogasi dengan keras tanpa didampingi pengacara atau orangtuanya. Rekaman interogasinya, yang memperlihatkan ia dalam keadaan tertekan dan terluka, memicu kekhawatiran internasional.

    Pada tahun 2016, Ahmad Manasra divonis bersalah atas percobaan pembunuhan dalam proses hukum yang menimbulkan kekhawatiran serius tentang proses hukum dan hak-haknya sebagai seorang anak.

    Awalnya, ia dijatuhi hukuman 12 tahun penjara, kemudian dikurangi menjadi sembilan setengah tahun penjara. Permintaannya untuk pembebasan lebih awal atas dasar medis ditolak oleh komite pembebasan bersyarat Israel pada tahun 2022, yang mana keputusan tersebut dikuatkan oleh pengadilan Israel.

    Selama bertahun-tahun dipenjara, kesehatan mental Ahmad Manasra menurun drastis, terutama selama hampir dua tahun mendekam di sel isolasi sejak November 2021. Amnesty International berulang kali menyuarakan kekhawatirannya tentang kesejahteraan dan dampak buruk dari kurungan isolasi yang berkepanjangan, yang melanggar hukum internasional.

    Amnesty International secara konsisten menyoroti kasus Ahmad Manasra sebagai lambang pelanggaran hak asasi manusia sistemik yang dihadapi oleh anak-anak Palestina dalam sistem peradilan militer Israel.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Atas Perintah Taliban, 3 Napi Dieksekusi Mati di Depan Umum

    Atas Perintah Taliban, 3 Napi Dieksekusi Mati di Depan Umum

    Kabul

    Mahkamah Agung Afghanistan mengatakan tiga terpidana mati untuk kasus pembunuhan telah dieksekusi mati di depan umum, atas perintah Taliban yang kini berkuasa di negara tersebut. Dengan eksekusi mati itu, berarti total sembilan orang telah dihukum mati di depan umum sejak Taliban kembali berkuasa.

    Penuturan sejumlah saksi mata, seperti dilansir AFP, Jumat (11/4/2025), menyebut dua terpidana mati di antaranya ditembak sebanyak 6-7 kali oleh seorang kerabat laki-laki korban. Eksekusi mati dengan metode tembak mati ini dilakukan di depan banyak penonton di area Qala I Naw, pusat Provinsi Badghis.

    Satu terpidana mati lainnya, menurut Mahkamah Agung Afghanistan, telah dieksekusi mati di area Zaranj di Provinsi Nimroz.

    Ketiga terpidana yang dieksekusi mati itu semuanya berjenis kelamin laki-laki. Identitas mereka dan detail kasus yang menjerat mereka tidak diungkap ke publik.

    Namun pernyataan Mahkamah Agung Afghanistan menyebutkan bahwa ketiga pria itu telah “dijatuhi hukuman pembalasan” karena menembak beberapa pria lainnya, setelah kasus mereka “diperiksa dengan sangat cermat dan berulang kali”.

    “Keluarga korban telah ditawari amnesti dan perdamaian, tetapi mereka menolak,” sebut Mahkamah Agung Afghanistan dalam pernyataannya.

    Warga Afghanistan diundang untuk “menghadiri acara tersebut” — merujuk pada eksekusi mati para terpidana itu — dalam pemberitahuan resmi yang dibagikan secara luas pada Kamis (10/4) waktu setempat.

    Eksekusi mati di depan umum merupakan hal biasa pada masa pemerintahan pertama Taliban tahun 1996 hingga tahun 2001 silam. Menurut penghitungan AFP, sedikitnya sembilan eksekusi mati telah dilaksanakan sejak Taliban kembali berkuasa di Afghanistan pada Agustus 2021.

    Pada tahun 2022 lalu, pemimpin tertinggi Taliban Hibatullah Akhundzada memerintahkan para hakim di Afghanistan untuk sepenuhnya menerapkan semua aspek penafsiran hukum Islam oleh pemerintah Taliban, termasuk hukuman “mata ganti mata” atau qisas, yang memungkinkan hukuman mati sebagai pembalasan atas tindak pembunuhan.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Pulang Kampung Saat Lebaran, Tersangka Pembunuhan di Sampang Diciduk Polisi

    Pulang Kampung Saat Lebaran, Tersangka Pembunuhan di Sampang Diciduk Polisi

    Sampang (beritajatim.com) – Bahrudin (39), warga Desa Ketapang Laok, Kecamatan Ketapang, Kabupaten Sampang, tersangka kasus pembunuhan terhadap Abd Razak yang jasadnya dikubur di atas bukit Desa Ketapang Timur, berhasil diamankan polisi.

    Tersangka sebelumnya telah kabur beberapa tahun dan tidak diketahui jejaknya.

    Kapolres Sampang AKBP Hartono mengatakan bahwa, tersangka Bahrudin melarikan diri ke Kalimantan selama kurang lebih dua tahun.

    “Kami berhasil mengamankan Bahrudin saat pulang kampung pada lebaran kemarin, di Jalan Raya Kecamatan Kedungdung,” ujarnya, Jumat (11/4/2025).

    Hasil dari pemeriksaan, tersangka turut melakukan pembunuhan karena sakit hati sebab, korban menyelingkuhi istri sepupunya.

    “Saat ini tersangka dijerat pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP, Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman hukuman mati, atau penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya 20 tahun penjara,” tegasnya.

    Sekadar diketahui, bahwa kasus pembunuhan ini melibatkan tiga tersangka, dua di antaranya sudah diamankan dan telah diproses hukum, yakni Mat Dehri dan Liman. [sar/beq]

  • Ahmad Manasra Bebas Usai Dipenjara Israel Sejak Usia 13 Tahun, Video Penangkapanya Bikin Geram Dunia

    Ahmad Manasra Bebas Usai Dipenjara Israel Sejak Usia 13 Tahun, Video Penangkapanya Bikin Geram Dunia

    PIKIRAN RAKYAT – Ahmad Manasra harus menghabiskan masa remaja di sel tahanan Israel. Pemuda Palestina itu ditangkap tentara Israel penjajah ketika masih berusia 13 tahun pada 2015 lalu.

    Kini, pihak berwenang Israel telah membebaskan Manasra pada Kamis, 10 April 2025 waktu setempat. Mendekam di penjara Israel selama hampir 10 tahun, dia dibebaskan saat berusia 23 tahun.

    Kantor berita Palestina, WAFA melaporkan bahwa keluarga Manasra telah menunggu kebebasannya di Penjara Nafha yang diperkirakan menjadi tempat penahanan Manasra.

    “Meskipun keluarganya menunggunya di Penjara Nafha tempat ia diperkirakan akan dibebaskan, mereka terkejut menerima panggilan telepon yang memberi tahu mereka bahwa Ahmad telah dibebaskan di kota Bir as-Sabi’, jauh dari gerbang penjara,” demikian pernyataan WAFA.

    WAFA melaporkan Manasra telah dipenjara di sel isolasi selama beberapa tahun. Pihak keluarga telah berupaya melakukan permohonan agar Manasra bisa dibebaskan karena kondisi kesehatan fisik dan mental yang kian memburuk.

    “Kelompok advokasi tahanan menekankan bahwa Manasra adalah salah satu dari sejumlah tahanan yang menderita kondisi psikologis parah akibat kurungan isolasi yang berkepanjangan, dan menggambarkan kondisi kehidupan mereka sebagai sangat keras dan merugikan,” WAFA melaporkan.

    Pada Oktober 2015, kasus penangkapan Manasra menyita perhatian dunia ketika dia dan sepupunya, Hassan diserang. Saat itu, Hassan ditembak mati dan video penyerangan tersebut muncul dan viral di media sosial.

    Manasra muda kala itu juga mengalami luka dan berteriak di tanah saat ditahan oleh pemukim Israel dengan cara yang kasar. Video yang mengganggu itu memicu kemarahan internasional dan menyoroti perlakuan yang lebih luas terhadap anak-anak Palestina di bawah umur dalam penahanan Israel.

    Kronologi penangkapan

    Dilaporkan Amnesty Internasional, Ahmad Manasra ditangkap pada bulan Oktober 2015 terkait dengan insiden penusukan di Yerusalem Timur yang diduduki. Meskipun ada bukti yang menunjukkan bahwa ia tidak terlibat dalam penusukan tersebut.

    Meskipun usianya masih muda, ia tetap diinterogasi dengan keras tanpa didampingi pengacara atau orangtuanya. Rekaman interogasinya, yang memperlihatkan ia dalam keadaan tertekan dan terluka, memicu kekhawatiran internasional.

    Pada tahun 2016, Ahmad Manasra divonis bersalah atas percobaan pembunuhan dalam proses hukum yang menimbulkan kekhawatiran serius tentang proses hukum dan hak-haknya sebagai seorang anak.

    Awalnya, ia dijatuhi hukuman 12 tahun penjara, kemudian dikurangi menjadi sembilan setengah tahun penjara. Permintaannya untuk pembebasan lebih awal atas dasar medis ditolak oleh komite pembebasan bersyarat Israel pada tahun 2022, yang mana keputusan tersebut dikuatkan oleh pengadilan Israel.

    Selama bertahun-tahun dipenjara, kesehatan mental Ahmad Manasra menurun drastis, terutama selama hampir dua tahun mendekam di sel isolasi sejak November 2021. Amnesty International berulang kali menyuarakan kekhawatirannya tentang kesejahteraan dan dampak buruk dari kurungan isolasi yang berkepanjangan, yang melanggar hukum internasional.

    Amnesty International secara konsisten menyoroti kasus Ahmad Manasra sebagai lambang pelanggaran hak asasi manusia sistemik yang dihadapi oleh anak-anak Palestina dalam sistem peradilan militer Israel.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Motif Pembunuhan Wanita di Hotel Trenggalek, Pelaku Bawa Palu dari Rumah dan Terancam Pasal Berlapis – Halaman all

    Motif Pembunuhan Wanita di Hotel Trenggalek, Pelaku Bawa Palu dari Rumah dan Terancam Pasal Berlapis – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Seorang wanita asal Ponorogo, Jawa Timur berinisial YN (34) dibunuh kekasihnya di sebuah hotel di Kelurahan Tamanan, Kabupaten Trenggalek pada Rabu (9/4/2025).

    Tersangka berinisial SE (41) juga menganiaya anak korban, K (10) menggunakan palu.

    Saat ini K masih menjalani perawatan di RSUD dr Soedomo Trenggalek usai mengalami luka di kepala.

    Kasatreskrim Polres Trenggalek, AKP Eko Widiantoro, mengatakan SE menyerahkan diri ke kantor polisi setelah menganiaya YN hingga tewas.

    Motif pembunuhan yakni SE cemburu YN masih berkomunikasi dengan mantan pacar.

    Awalnya, SE dan korban janjian bertemu di hotel pada Rabu (9/4/2025) sekitar pukul 08.00 WIB.

    Aksi penganiayaan dilakukan SE menggunakan palu hingga korban mengalami pendarahan di kepala.

    “Sebelum terjadi pembunuhan, sempat terjadi pertengkaran sebelum akhirnya terjadi kekerasan hingga akhirnya korban meninggal dunia,” ujarnya, Rabu, dikutip dari TribunJatim.com.

    Sejumlah barang bukti diamankan dari TKP pembunuhan seperti barang pribadi korban, sprei serta bantal yang berlumuran darah.

    Hasil autopsi jenazah menunjukkan ada 21 luka robekan di kepala korban.

    “Lalu robek pada dahi 6 robekan, robek 1 kali di pangkal hidung, lalu 2 robekan di pipi kanan dan luka memar di punggung, pipi, dagu, rahang korban,” imbuhnya.

    Diduga tersangka telah merencanakan aksinya dengan membawa palu dari rumah.

    “Atas perbuatannya pelaku diancam pasal berlapis, yaitu pasal 340 KUHPidana, dengan ancaman hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara paling lama 20 tahun, subsider Pasal 338 KUHPidana sengan ancaman pidana penjara 15 tahun, subsider Pasal 351 ayat 3 KUHP dengan ancaman pidana penjara 7 tahun,” ungkapnya.

    Tersangka juga dijerat dengan 76 C JO Pasal 80 ayat (2) UURI Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas UURI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan pidana penjara 5 tahun.

    Sementara itu, Kapolres Trenggalek, AKBP Indra Ranu Dikarta, menjelaskan korban meninggal kehabisan darah di kamar hotel. 

    “Di kepala, terutama bagian rambut itu ada banyak luka terbuka karena oleh pelaku dipukul berkali-kali dengan dengan palu,” bebernya.

    Sebagian artikel telah tayang di TribunJatim.com dengan judul Hasil Autopsi Wanita yang Dibunuh Kekasihnya di Hotel Trenggalek, Terdapat 21 Robekan di Area Kepala

    (Tribunnews.com/Mohay) (TriibunJatim.com/Sofyan Arif)

  • Cemburu Buta, Pria di Trenggalek Bunuh Kekasih dan Lukai Anak Korban dengan Palu di Kamar Hotel – Halaman all

    Cemburu Buta, Pria di Trenggalek Bunuh Kekasih dan Lukai Anak Korban dengan Palu di Kamar Hotel – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Seorang wanita berinisial YN (34) tewas dibunuh oleh kekasihnya bernama Slamet Effendy di Hotel Bukit Jaas Permai, Kelurahan Tamanan, Kecamatan/Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur (Jatim) pada Rabu (9/4/2025).

    Pria berusia 41 tahun itu tega membunuh pacarnya karena cemburu. YN diketahui masih sering berkomunikasi dengan mantan suaminya.

    Kasatreskrim Polres Trenggalek, AKP Eko Widiantoro menuturkan bahwa pelaku dan korban sudah menjalin asmara selama 2 tahun belakangan. 

    YN sudah berstatus janda, sedangkan pelaku masih dalam proses cerai dengan istrinya.

    Pelaku awalnya curiga dengan korban karena sering susah dihubungi dan terkesan menghindar.

    “Kasus ini, berawal dari kecurigaan tersangka terhadap korban yang masih komunikasi dengan mantan suaminya. Selain itu, korban juga mulai sulit dihubungi dan diajak bertemu,” ungkap Eko, dikutip dari Surya.co.id.

    Pelaku yang merupakan seorang tenaga honorer di SMPN 2 Durenan itu berupaya menemui korban dengan niat agar korban berkata jujur terkait hubungannya dengan mantan suaminya, dan memintanya agar menghentikan hubungan tersebut.

    Pada Rabu (9/4/2025) sekitar pukul 07.15 WIB, sebelum bertemu dengan korban, tersangka lebih dulu menjemput anak korban, AMN (10), di sekolahnya yang berada di wilayah Kecamatan Tugu.

    Usai menjemput, pelaku membawa AMN ke sebuah hotel untuk dijadikan umpan agar YN bersedia menemui dirinya.

    “Sesampainya di hotel tersangka check-in di sebuah kamar dengan korban AMN. Kemudian, tersangka menelepon korban untuk bertemu, namun korban tidak mau,” jelas Eko.

    Pelaku kemudian mengirimkan foto dirinya bersama AMN kepada YN.

    Korban akhirnya luluh dan mau menemui pelaku di hotel pada pukul 09.00 WIB.

    Setibanya di hotel, pelaku dan YN sempat terlibat cekcok soal hubungan korban dengan mantan suaminya. Pelaku juga mengancam korban.

    “Sempat terjadi pertengkaran, lalu tersangka merangkul korban AMN sembari mengeluarkan kata-kata ancaman akan memukul korban dengan palu, jika korban YN tidak mengakui hubungannya dengan mantan suaminya,” imbuh Eko.

    Karena korban AMN tidak segera mengakui sesuai tuduhan pelaku, tersangka pun memukul bagian kepala dan dada anak tersebut beberapa kali menggunakan palu yang telah ia bawa dari rumah.

    Tak berhenti di situ, pelaku kemudian meminta HP korban YN, namun tidak diberikan. 

    Emosi pelaku pun memuncak hingga memukuli kepala dan bagian tubuh YN dengan palu beberapa kali.

    Akibatnya YN meninggal dunia.

    Usai insiden tersebut, pelaku menyerahkan diri ke polisi.

    “Setelah melakukan hal tersebut, sekitar pukul 12.15 WIB, tersangka menyerahkan diri ke Polres Trenggalek,” pungkas Eko.

    Saat polisi mendatangi tempat kejadian perkara (TKP), AM bersembunyi di dalam selimut.

    “Karena (AM) masih sadar, kami langsung bawa agar segera mendapatkan perawatan,” ucap AKP Eko Widi. 

    Pelaku juga sempat memberikan pesan kepada anak korban.

    “Semoga mentalnya kuat,” ujar Slamet.

    Sementara itu, RSUD dr Soedomo Trenggalek mengungkap kondisi anak korban.

    Humas RSUD dr Soedomo Trenggalek, Sujiono mengatakan, korban AM alias K (10) mengalami luka-luka di bagian kepala dan dada.

    “Dari pemeriksaan, termasuk penunjang CT Scan dan Rontgen hasilnya baik dalam batas normal, ada beberapa luka bekas trauma benda tumpul, terutama di kepala dan dada,” kata Sujiono, Kamis (10/4/2025).

    Hasil pemeriksaan medis menjelaskan bahwa terdapat lebih dari 10 titik luka bekas trauma benda tumpul hanya di bagian kepala korban.

    Setelah mendapatkan perawatan intensif, korban sudah membaik dan bisa berkomunikasi dengan lancar.

    “Alhamdulillah mulai kemarin pasien sudah pindah ke rawat inap seruni, sudah bisa bermain hanya ada rasa nyeri di kepala,” lanjutnya.

    Sujiono memastikan, pihaknya hanya melakukan perawatan dari sisi fisik. 

    Sementara pemulihan dari sisi psikologis korban akan ditangani oleh Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Trenggalek.

    “Saat ini korban didampingi keluarga, nenek dan pamannya, insyaallah sudah bisa komunikasi dengan baik,” pungkasnya.

    Atas perbuatannya, pelaku dijerat dengan sejumlah pasal, termasuk Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana yang mengancam dengan hukuman mati, penjara seumur hidup, atau maksimal 20 tahun penjara. Sebagai pasal subsider, diterapkan Pasal 338 KUHP dengan ancaman 15 tahun penjara, serta Pasal 351 Ayat 3 KUHP tentang penganiayaan berat yang menyebabkan kematian dengan ancaman hingga 7 tahun penjara.

    Selain itu, pelaku juga dikenakan Pasal 76C juncto Pasal 80 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang mengatur ancaman hukuman penjara selama 5 tahun.

    Sebagian artikel ini telah tayang di Surya.co.id dengan judul Kronologi Pembunuhan Perempuan Bermotif Cemburu di Trenggalek, Anak Korban Dijadikan Umpan

    (Tribunnews.com/Falza) (Surya.co.id/Sofyan Arif Candra Sakti)