Kasus: pembunuhan

  • 2 Hari Buron, Ditangkap di Gubuk Terpencil

    2 Hari Buron, Ditangkap di Gubuk Terpencil

    Liputan6.com, Jakarta – Setelah dua hari diburu, Rustam, (36) tersangka pembunuhan ayah kandungnya sendiri di Bandar Lampung, akhirnya ditangkap polisi. Ia diamankan di sebuah gubuk terpencil di wilayah Lampung Selatan, Sabtu malam (22/11/2025).

    Dalam rekaman video yang diterima Liputan6.com, tim gabungan dari Polda Lampung, Polresta Bandar Lampung, dan Polsek Kedaton tampak berhati-hati saat mengepung lokasi persembunyian Rustam sebelum menangkapnya.

    Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Lampung, Komisaris Besar Indra Hermawan, membenarkan penangkapan tersebut. “Benar, sudah tertangkap,” ujarnya, Minggu (23/11/2024).

    Indra menjelaskan, keberhasilan penangkapan itu berkat kerja sama aparat dan warga yang memberikan informasi mengenai keberadaan pelaku.

    “Pelaku ditangkap di Dusun Pal Putih, Desa Karang Anyar, Kecamatan Jatiagung, Lampung Selatan, oleh tim gabungan,” ungkapnya.

    Saat ini Rustam telah dibawa ke Mapolda Lampung untuk menjalani pemeriksaan intensif. “Masih dilakukan pemeriksaan, informasi selanjutnya akan kami sampaikan,” jelas dia.

    Sebelumnya, polisi mengungkap fakta baru dalam kasus pembunuhan sadis yang dilakukan Rustam (37) terhadap ayah kandungnya yang sudah berusia lanjut, Marso (67) di Kecamatan Rajabasa, Kota Bandar Lampung. Terduga pelaku disebut mengidap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).

    Fakta itu disampaikan oleh Kapolsek Kedaton, AKP Budi Harto. Ia menerangkan, pelaku mengalami gangguan kejiwaan belasan tahun lalu.

    “Untuk keterangan yang kita peroleh dari masyarakat sekitar, memang ada gangguan kejiwaan serta depresi dari si pelaku,” kata Budi, Sabtu (22/11/2025).

     

  • Kisah Korban Salah Tangkap di Inggris, Baru Dibebaskan Usai 38 Tahun Dipenjara

    Kisah Korban Salah Tangkap di Inggris, Baru Dibebaskan Usai 38 Tahun Dipenjara

    Jakarta

    Korban salah tangkap yang dipenjara selama 38 tahun mengaku telah dipukuli polisi dan “dipaksa” mengaku bersalah atas pembunuhan yang tidak ia lakukan, dalam wawancara pertamanya sejak dibebaskan.

    Peter Sullivan mengatakan kepada BBC, ia yakin “dijebak” pada 1986 terkait pembunuhan Diane Sindall.

    Sindall diserang secara kejam dan dipukuli hingga tewas serta mengalami serangan seksual yang brutal di Birkenhead, Wirral, Inggris.

    Sullivan, yang memiliki kesulitan belajar, vonisnya dibatalkan Mahkamah Banding pada Mei lalu, setelah menjalani tes DNA terbaru.

    Dia kini meminta Kepolisian Merseyside meminta maaf. Pihak kepolisian, meskipun “menyesali” bahwa “kesalahan hukum yang serius” telah terjadi, tetap mempertahankan bahwa petugas telah bertindak sesuai hukum saat itu.

    Berbicara dari lokasi yang tidak diungkapkan dengan wajah tertutup untuk melindungi privasinya, Sullivan, 68 tahun, mengatakan dia ingin penjelasan mengapa penyidik “memilih saya”.

    “Saya tidak bisa memaafkan mereka atas apa yang mereka lakukan kepada saya, karena hal itu akan terus ada sepanjang sisa hidup saya,” katanya, sambil menambahkan bahwa ia telah “kehilangan segalanya” sejak masuk penjara.

    Selama puluhan tahun, Sullivan dan keluarganya dihantui dengan julukan-julukan dari media tabloid, termasuk The Beast of Birkenhead, The Mersey Ripper, dan The Wolfman.

    “Julukan-julukan itu akan selalu melekat pada saya, karena saya tidak pernah seperti itu,” katanya.

    Sullivan mengatakan, meskipun ada momen-momen hampir putus asa, dia selalu didukung orang tuanya yang meninggal bertahun-tahun sebelum ia bisa membersihkan namanya.

    Ia berkata: “Ibu saya memandang saya sebelum ia meninggal, dan berkata, ‘Saya ingin kamu terus memperjuangkan kasus ini karena kamu tidak melakukan kesalahan apa pun’.”

    Salah satu dari banyak momen menyakitkan selama masa tahanannya, Sullivan mengatakan ia tidak diizinkan menghadiri pemakaman ibunya pada 2013. Hal ini karena ibunya dimakamkan di pemakaman yang sama dengan Sindall.

    British Newspaper ArchiveKejahatan pembunuhan yang keji membuat Peter Sullivan mendapat sejumlah julukan dari media massa, termasuk “Si Binatang buas dari Birkenhead”.

    Penderitaan pria tersebut dimulai setelah seorang pedagang bunga bernama Diane Sindall ditemukan meninggal dunia. Perempuan berusia 21 tahun ini mengalami luka parah di sebuah gang di Borough Road, Birkenhead, pada 2 Agustus 1986.

    Dua minggu kemudian, pakaiannya yang sebagian terbakar ditemukan di Bidston Hill, sebuah kawasan hutan luas yang berjarak sekitar satu jam berjalan kaki dari gang tersebut.

    Setelah tayangan BBC Crimewatch, beberapa saksi muncul dan mengaku melihat Sullivan di sebuah pub dekat lokasi pembunuhan pada malam itu. Beberapa orang lain mengaku melihat pria yang mirip dengan Sullivan di dekat Bidston Hill keesokan harinya.

    Sullivan ditangkap dengan tuduhan pembunuhan pada 23 September 1986, dan diinterogasi 22 kali selama empat minggu berikutnya.

    HandoutDiane Sindall, 21 tahun, sedang menabung untuk menikah.

    Selama tujuh kali interogasi pertama polisi, Sullivan tidak diberi pendamping hukum dan ia merasa pengalaman itu “sangat menakutkan”.

    “Mereka memasukkan sesuatu ke dalam pikiran saya, lalu mereka mengembalikan saya ke sel, lalu saya kembali dan mengatakan apa yang mereka inginkan, tanpa menyadari apa yang saya lakukan saat itu,” katanya.

    ‘Mereka memukuli saya dengan keras’

    Selama periode tersebut, Sullivan mengklaim dipukul di selnya sebanyak dua kali oleh petugas polisi.

    “Mereka melemparkan selimut di atas tubuh saya, dan memukuli saya dengan tongkat pemukul, mencoba membuat saya bekerja sama dengan mereka,” katanya.

    “Sungguh sakit, mereka memukuli saya dengan keras.”

    Sullivan juga mengatakan, jika dia tidak mengaku, dia akan didakwa dengan “35 kasus pemerkosaan lainnya”. Dia mengaku dilarang makanan dan tidur.

    Sullivan tidak diberikan pendamping orang dewasa yang layak untuk membantunya memahami interogasi. Di sisi lain, data penahanan polisi mencatat bahwa dia punya gangguan kesulitan belajar.

    Ketika ditanya mengapa dia mengaku bersalah atas pembunuhan yang tidak dia lakukan, Sullivan mengatakan: “Yang bisa saya katakan, itu adalah intimidasi yang memaksa saya menyerah, karena saya tidak bisa menahannya lagi.”

    Baca juga:

    Dokumen pengadilan banding membenarkan, pengakuan pertama Sullivan tidak terekam dan tidak ada pengacara yang hadir. Wawancara polisi lainnya terekam.

    Dalam pernyataan sebelumnya, Kepolisian Merseyside membuat klaim tidak mengetahui tuduhan tentang penganiayaan, atau ancaman terhadap Sullivan dengan kejahatan lain, dan mengatakan catatan pada saat itu tidak memuat rincian hal tersebut.

    Mereka juga mengatakan, panduan tentang kehadiran orang dewasa yang sesuai telah diperkuat sejak 1986.

    Kepolisian tersebut mengakui, awalnya menolak kehadiran penasihat hukum dalam proses interogasi. Mereka menambahkan, petugas khawatir akan mengungkapkan sebagian informasi dari penyelidikan kepada pengacara, dan takut bukti akan dihancurkan.

    Mereka juga mengatakan, Sullivan diberitahu bahwa dia tidak perlu berbicara dengan petugas kecuali dia ingin melakukannya.

    Sarah Myatt, pengacara Sullivan selama lebih dari 20 tahun, duduk di sampingnya saat berbicara dengan BBC.

    “Saya pikir, dari apa yang dia ceritakan kepada saya, dia hanya mencapai titik jenuh dengan hal itu,” katanya.

    Sullivan berkata dalam satu wawancara, dia diminta petugas polisi menandai peta tempat dia meninggalkan pakaian di Bidston Hill.

    Ketika dia menunjuk ke tempat yang salah, dia mengklaim seorang penyidik menjawab: “Ayo, Peter, kamu tahu lebih baik dari itu,” sebelum memberi petunjuk tentang lokasi “yang benar”.

    Myatt mengatakan, pada peta Bidston Hill, Sullivan kemudian menulis “ini semua bohong”.

    “Saya pikir itu cukup menyentuh,” katanya.

    Kepolisian Merseyside, mengatakan peta dan transkrip, yang belum dilihat BBC, telah diserahkan ke pengadilan. Kepolisian mengklaim, petugas yang melakukan wawancara sedang “berusaha memahami validitas pengakuannya”.

    PA MediaSarah Myatt, yang telah mendampingi Peter Sullivan selama 20 tahun, mengatakan bahwa Sullivan telah mencapai “titik kritis” sebelum mengaku bersalah secara palsu atas pembunuhan.

    Meskipun Sullivan mencabut keterangannya, polisi dan jaksa penuntut sangat mengandalkan bukti jejak gigitan – sebuah bidang ilmu forensik yang secara luas menuai banyak dikritik.

    Bukti tersebut, yang diajukan sebelum tes DNA tersedia secara luas, cukup untuk meyakinkan juri di Pengadilan Tinggi Liverpool – dan pada 5 November 1987. Sullivan berubah dari seorang “pencuri kecil” yang mengaku bersalah menjadi seorang pembunuh yang dihukum.

    Mengingat putusan bersalah tersebut, Sullivan mengatakan: “Saudari saya pingsan di ruang sidang, dan seketika itu juga, semuanya berakhir.

    “Saya dibawa keluar dari ruang sidang dan hanya duduk di sel itu sambil menangis tersedu-sedu atas kejahatan yang tidak saya lakukan.

    “Saya tahu, sejak saat itu bahwa ini akan menjadi kasus yang sangat sulit untuk diperjuangkan, dan berusaha keluar dari situasi ini.”

    Hukuman penjara yang dijatuhkan padanya memiliki ancaman minimal 16 tahun sebelum ia berhak mengajukan permohonan pembebasan bersyarat – namun Sullivan tetap membantah kesalahannya, yang mengurangi peluangnya untuk dibebaskan.

    Penjara menjadi sangat sulit bagi seseorang yang dianggap sebagai pembunuh kejam dan pelaku kejahatan seksual. “Saya telah disiksa di penjara karena kejahatan yang tidak saya lakukan,” katanya.

    Namun, ia mengatakan melaporkan kekerasan semacam itu bukanlah pilihan karena “kalau begitu kamu dianggap tukang mengadu, dan itu berarti kamu akan mendapat perlakuan yang jauh lebih buruk”.

    ‘Kamu bisa pulang ke rumah’

    Akhir dari mimpi buruknya dimulai pada 2023 saat Komisi Peninjauan Perkara Pidana badan yang dibentuk untuk memeriksa kesalahan dalam proses peradilan memerintahkan pengujian ulang sampel sperma yang ditemukan di tubuh Sindall pada 1986.

    Layanan Penuntutan Kerajaan (CPS) memutuskan tidak menantang hasil DNA sebelum banding ulang sehingga membuka jalan bagi kebebasan Sullivan.

    Pada Mei 2025, saat putusan banding dibacakan, Sullivan mendengarkan melalui sambungan video dari Penjara Wakefield, duduk di samping petugas masa pembebasan bersyaratnya.

    “Ketika mereka kembali dengan putusan, bahwa kasus saya dibatalkan, [petugas masa pembebasan bersyarat] menangis terlebih dahulu,” katanya.

    “Dia berbalik dan berkata, ‘Peter, kamu bisa pulang’…

    “Selanjutnya, tiba-tiba, air mata mulai mengalir di wajah saya dan itu saja, saya berkata, ‘ya, keadilan telah ditegakkan’.”

    Julia Quenzler/BBCPeter Sullivan menempelkan tangannya ke wajahnya dan menangis ketika pengadilan memutuskan untuk membatalkan vonisnya.

    Dunia di luar penjara telah menjadi tempat yang membingungkan bagi seorang pria yang ditahan saat Margaret Thatcher menjadi perdana menteri dan internet belum dikenal.

    Saat berbagi momen keluar dari penjara, dia berkata: “Saya melihat mobil-mobil berlalu lalang, dan saya belum pernah melihat begitu banyak mobil yang berbeda dalam hidup saya di jalanan.

    “Melihat semuanya berubah begitu saja, sungguh menakutkan.”

    Sejak dibebaskan, ia kadang-kadang tak sadar berdiri di kamar tidurnya menunggu petugas penjara melakukan pemeriksaan kebiasaan yang sulit dihilangkan setelah hampir 40 tahun.

    Sullivan mengatakan, ia merasa “sangat berduka” untuk keluarga Sindall, yang menurutnya telah “kembali ke titik awal” dalam perjuangan mereka mencari keadilan.

    “Saya telah mengalami rasa sakit yang sama, berada di penjara, karena saya juga dipisahkan dari keluarga saya untuk sesuatu yang tidak saya lakukan,” katanya.

    BBCPembunuhan Diane Sindall memicu aksi jalan kaki “Reclaim the Night” pertama di Merseyside.

    Kepolisian Merseyside menyatakan, akibat “perubahan signifikan” dalam undang-undang dan praktik penyelidikan sejak 1986, tidak akan ada “manfaat yang berarti” dalam tinjauan formal terhadap proses penyelidikan kasus tersebut.

    Mereka menyatakan, telah merujuk kasus ini ke Badan Independen untuk Pengawasan Kepolisian setelah putusan banding, namun tidak ditemukan pelanggaran etika.

    Layanan Penuntutan Kerajaan (CPS) menyatakan, meskipun Pengadilan Banding menerima hasil tes DNA terbaru, alasan banding lainnya ditolak.

    Nick Price, direktur layanan hukumnya, mengatakan: “Kasus penuntutan diajukan berdasarkan semua bukti yang tersedia bagi kami pada saat itu.”

    Kasus pembunuhan Sindall telah dibuka kembali, meskipun belum ada penangkapan yang dilakukan.

    Bagi Sullivan, masih ada penantian ganti rugi, yang dibatasi oleh pemerintah sebesar Pound 1,3 juta (Rp 28,5 miliar) untuk kasus vonis bersalah.

    Myatt, yang membantu dia dalam kasus ini, mengatakan: “Tidak ada angka yang bisa dikatakan cukup untuk kehilangan 38 tahun hidup Anda.”

    (haf/haf)

  • Sakit Hati Karena Diejek, Purnomo Bunuh Istri Siri Secara Sadis di Jombang

    Sakit Hati Karena Diejek, Purnomo Bunuh Istri Siri Secara Sadis di Jombang

    Jombang (beritajatim.com) – Seorang pria berusia 63 tahun, Purnomo, tega menghabisi nyawa istri sirinya, Tri Retno Jumilah (62), di rumah korban yang terletak di Desa Mancilan, Kecamatan Mojoagung, Kabupaten Jombang.

    Motif pembunuhan ini berakar dari rasa sakit hati Purnomo yang sering diejek dan diusir oleh Tri Retno, meski selama ini ia tinggal bersama istrinya tersebut.

    Kasatreskrim Polres Jombang AKP Dimas Robin Alexander menjelaskan bahwa Purnomo yang sering menemani sang istri berjualan kopi di warkop tepi jalan, merasa terus dihina dan diperlakukan tidak layak oleh Tri Retno.

    “Pengakuan tersangka, dia sakit hati karena sering diejek oleh korban,” ujar AKP Dimas dalam keterangan resmi Sabtu (22/11/2025).

    Emosi yang memuncak akhirnya membuat Purnomo bertindak nekat pada Sabtu malam, 9 November 2025. Dengan menggunakan linggis, Purnomo menghantamkan alat tersebut ke beberapa bagian tubuh Tri Retno hingga menyebabkan korban meninggal dunia di tempat.

    Setelah melakukan aksinya, Purnomo melarikan diri menuju Lampung pada keesokan harinya, menggunakan bus menuju Pelabuhan Merah, sebelum melanjutkan perjalanan ke Lampung Timur.

    Selama dua minggu menjadi buron, polisi akhirnya berhasil menangkap Purnomo pada Jumat malam, 21 November 2025, sekitar pukul 23.15 WIB, di Desa Rajabasa Baru, Kecamatan Mataram Baru, Kabupaten Lampung Timur.

    Penemuan jasad Tri Retno berawal ketika anak korban, Eko Nursoleh (40), merasa khawatir lantaran tidak bisa menghubungi ibunya. Pada Senin, 10 November 2025, Eko mengirimkan buah jeruk untuk ibunya, namun karena pintu rumah terkunci, jeruk tersebut hanya digantungkan di gagang pintu.

    Hingga Kamis, 13 November 2025, bau busuk mulai tercium dari dalam rumah. Eko semakin cemas karena jeruk yang digantungkan tak kunjung diambil oleh ibunya. Akhirnya, Eko mendobrak pintu belakang rumah dan menemukan jasad ibunya yang sudah tak bernyawa, tertutup selimut di dalam rumah. [suf]

  • Tampang Wanita Pelaku Pembunuhan Sadis Pedagang Lansia di Puncak Bogor saat Salat Magrib

    Tampang Wanita Pelaku Pembunuhan Sadis Pedagang Lansia di Puncak Bogor saat Salat Magrib

    Liputan6.com, Jakarta Polisi menangkap pelaku pembunuhan pedagang berinisial NAF (59) kurang dari delapan jam setelah jenazah pedagang lansia ditemukan di rumahnya di Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (21/11).

    Kasatreskrim Polres Bogor AKP Anggi Eko Prasetyo saat konferensi pers di Mako Polres Bogor, Cibinong, Sabtu malam, menjelaskan pengungkapan cepat kasus pembunuhan itu bermula dari laporan warga kepada Polsek Cisarua mengenai penemuan jenazah di Kampung Cipari.

    “Laporan diterima (Jumat, 21/11) sekitar pukul 19.00 WIB,” katanya.

    Setelah menerima informasi tersebut, tim Satreskrim bersama Polsek Cisarua langsung menuju lokasi untuk melakukan penanganan awal dan olah tempat kejadian perkara (TKP).

    Polisi kemudian mengumpulkan sejumlah keterangan saksi dan barang bukti yang ditemukan di sekitar rumah korban.

    “Dari hasil analisis awal di TKP, tim memperoleh petunjuk yang cukup kuat untuk membuat terang peristiwa tersebut,” kata Anggi.

    Berdasarkan petunjuk yang didapat, polisi kemudian bergerak menuju rumah seorang perempuan berinisial NAF (32), yang masih berada di kawasan Kampung Cipari, Cisarua. Terduga pelaku ditangkap pada Sabtu dini hari sekitar pukul 03.00 WIB.

    Penangkapan tersebut dilakukan kurang dari delapan jam sejak laporan awal diterima. “Alhamdulillah dalam waktu delapan jam tim berhasil mengamankan pelaku,” ujar Anggi.

    Polisi menyita sejumlah barang bukti yang diduga digunakan dalam aksi pembunuhan itu. Barang bukti tersebut meliputi kayu balok, bantal, pisau, pakaian berlumur darah, serta telepon genggam milik korban.

  • Kronologi dan Pemicu Wanita Nekat Habisi Nyawa Pedagang Lansia di Puncak Bogor

    Kronologi dan Pemicu Wanita Nekat Habisi Nyawa Pedagang Lansia di Puncak Bogor

    Liputan6.com, Jakarta – Perselisihan uang titipan senilai Rp12,45 juta diduga menjadi pemicu kasus pembunuhan pedagang berinisial N (59) di Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, oleh seorang perempuan berinisial NAF (32).

    Kasatreskrim Polres Bogor Ajun Komisaris Polisi Anggi Eko Prasetyo menjelaskan korban dan pelaku saling mengenal karena aktivitas sehari-hari di sebuah sekolah di wilayah Cisarua.

    Korban N berjualan di sekolah tersebut, sementara pelaku NAF merupakan orang tua murid. Anggi menjelaskan korban menitipkan uang sebagai tabungan kepada pelaku selama dua tahun terakhir. Nominal tabungan bervariasi antara Rp50 ribu hingga Rp100 ribu sesuai pendapatan harian korban.

    “Tabungan ini sudah berjalan dua tahun dan jumlah akhirnya mencapai Rp12.450.000,” kata Anggi saat konferensi pers di Mapolres Bogor, Cibinong, Sabtu malam (23/11/2025). Seperti dilansir Antara.

    Namun, uang tersebut telah digunakan pelaku untuk kebutuhan rumah tangga. Karena tidak bisa mengembalikan, pelaku meminta kelonggaran saat korban menagih tabungan tersebut pada Kamis (20/11) sekitar pukul 11.00 WIB.

    Permintaan itu memicu cekcok antara keduanya di rumah korban. Pelaku kemudian tetap berada di rumah korban karena hujan deras hingga waktu maghrib tiba.

    Saat korban melaksanakan salat Magrib, pelaku NAF mengambil balok kayu dari dapur dan memukul kepala korban yang sedang sujud. Serangan kembali dilakukan ketika korban sudah jatuh terlentang.

    “Pelaku menekan wajah korban dengan bantal hingga korban lemas, lalu menusuk leher korban hingga delapan kali,” kata Anggi.

  • Sadisnya Wanita di Bogor Bunuh Pedagang Lansia saat Salat Magrib, Berawal Cekcok Gara-Gara Tabungan

    Sadisnya Wanita di Bogor Bunuh Pedagang Lansia saat Salat Magrib, Berawal Cekcok Gara-Gara Tabungan

    Liputan6.com, Jakarta – Wanita paruh baya berinisial N (59) warga Kampung Cipari, Kelurahan Cisarua, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor tewas di tangan ibu rumah tangga berinisial NAF (32). Tragedi pembunuhan sadis itu dipicu masalah uang tabungan sebesar Rp 12.450.000.

    Korban merupakan pedagang di salah satu sekolah di Kelurahan Cisarua. Sedangkan pelaku salah satu orang tua murid di sekolah tersebut.

    Peristiwa pembunuhan bermula saat pelaku datang ke rumah korban di Kampung Cipari, Kelurahan Cisarua, Kecamatan Cisarua, pada Kamis (20/11/2025) siang. Kedatangannya ke rumah korban untuk menjelaskan ihwal uang tabungan sebesar Rp 12.450.000 yang terpakai oleh pelaku.

    “Korban menabung di pelaku sudah dua tahun. Orang tua siswa di sekolah itu memang banyak yang nabung ke pelaku. Saat korban mau mengambil semua uang tersebut, terpakai oleh pelaku. Datang itu mau jelasin,” kata Kasat Reskrim Polres Bogor AKP Anggi Eko Prasetyo, Sabtu (22/11/2025).

    Berdasarkan pengakuan pelaku, uang tersebut terpakai untuk kebutuhan sehari-hari dan meminta waktu untuk mengembalikannya.

    “Pelaku menyampaikan kepada korban meminta kelonggaran pengembalian uang tabungan tersebut. Namun malah terjadi cekcok,” ujar Anggi.

    Saat korban salat magrib, pelaku pergi ke dapur mengambil balok kayu. Kemudian, pelaku menghantam tubuh N yang saat itu dalam posisi sujud.

    “Korban membalikkan badannya tapi dipukul lagi dua kali. Dipukul kena kepala bagian kanan,” ujarnya.

    Wanita paruh baya itu sempat melakukan perlawanan. Saat keduanya terlibat keributan, pelaku mendorong tubuh korban hingga menghantam etalase.

    “Etalase sampai pecah dan serpihan kaca mengenai kepala korban,” ungkapnya.

  • Wanita di Puncak Bogor Bunuh Pedagang Sekolah
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        22 November 2025

    Wanita di Puncak Bogor Bunuh Pedagang Sekolah Bandung 22 November 2025

    Wanita di Puncak Bogor Bunuh Pedagang Sekolah
    Tim Redaksi
    BOGOR, KOMPAS.com
    – Polisi menangkap wanita berinisial NAF (32) di Kampung Cipari, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, setelah diduga melakukan pembunuhan terhadap pedagang sekolah berinisial N (59).
    Kasat Reskrim Polres
    Bogor
    , AKP Anggi Eko Prasetyo mengatakan bahwa peristiwa itu terjadi saat NAF berkunjung ke rumah korban sekitar pukul 11.00 WIB pada Kamis (20/11/2025). NAF datang untuk meminta kelonggaran waktu mengembalikan uang titipan korban sekitar Rp 12 juta.
    “Korban menyampaikan minta kelonggaran tapi terjadi cekcok,” kata Anggi kepada wartawan di Polres Bogor, Sabtu (22/11/2025) malam.
    Uang tersebut sebelumnya dititipkan korban kepada NAF untuk ditabung. Namun, uang itu justru digunakan tersangka untuk keperluan pribadi.
    “Jadi tersangka ini ibu rumah tangga yang beraktivitas di sekolah dan korban berjualan di sekolah tersebut. Ibu-ibu menitipkan uang, nabung ke si pelaku (uang korban) digelapkan oleh tersangka untuk kebutuhan ekonomi,” jelasnya.
    Cekcok kemudian terjadi hingga tersangka memukul korban menggunakan kayu, menusuk leher, dan membekap korban hingga meninggal dunia.
    “Barang bukti yang kami sita itu handphone, baju digunakan pelaku yang bersimbah darah, pisau, bantal dan kayu,” pungkasnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Suami Siri Pembunuh Pemilik Warung di Jombang Ditangkap Polisi di Lampung
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        22 November 2025

    Suami Siri Pembunuh Pemilik Warung di Jombang Ditangkap Polisi di Lampung Surabaya 22 November 2025

    Suami Siri Pembunuh Pemilik Warung di Jombang Ditangkap Polisi di Lampung
    Tim Redaksi
    JOMBANG, KOMPAS.com
    – Kepolisian Resor Jombang, Jawa Timur, menangkap pria berinisial P, suami siri dari Tri Retno Jumilah (60), pemilik warung yang ditemukan meninggal di rumahnya di Desa Mancilan, Kecamatan Mojoagung, Kabupaten Jombang, Kamis (13/11/2025).
    Kasat Reskrim Polres
    Jombang
    , AKP Dimas Robin Alexander mengatakan bahwa P ditangkap di
    Lampung
    setelah sempat menjadi buronan. Polisi memastikan P merupakan pelaku
    pembunuhan
    terhadap istrinya.
    “Setelah melakukan aksinya, pelaku keluar dari rumah membawa motor Yamaha Vixion,” kata Dimas di Mapolres Jombang, Sabtu (22/11/2025).
    Pembunuhan dilakukan pada Minggu (9/11/2025) malam. Keesokan harinya, Senin (10/11/2025), pelaku kabur dari rumah. Dalam pelarian, pelaku menumpang bus menuju Lampung, sementara motor yang dibawa ditinggalkan di sebuah lokasi.
    Menurut Dimas, pelaku sebelumnya pernah bekerja di wilayah Lampung sehingga polisi menelusuri jejak tersebut hingga akhirnya menangkap P.
    “Pelaku kami amankan saat berada di wilayah Lampung,” ujar Dimas.
    Sebelumnya diberitakan, Tri Retno ditemukan meninggal di rumahnya dalam kondisi membusuk. Berdasarkan hasil otopsi, korban diperkirakan sudah meninggal empat hari sebelum ditemukan.
    Kasat Reskrim
    Polres Jombang
    , AKP Dimas Robin, saat itu menyampaikan bahwa korban mengalami kekerasan benda tumpul di bagian kepala, wajah, punggung, kedua tangan, serta dada kiri.
    “Juga ada luka di bagian dada sebelah kiri, yang diakibatkan kekerasan benda tumpul,” kata Dimas di Mapolres Jombang, Jumat (14/11/2025).
    Ia menjelaskan kekerasan di bagian kepala terjadi secara masif hingga menyebabkan perdarahan otak.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pelaku Pembunuhan Ayah Kandung di Bandar Lampung Masih Buron, Pencarian Diperluas hingga Lampung Selatan

    Pelaku Pembunuhan Ayah Kandung di Bandar Lampung Masih Buron, Pencarian Diperluas hingga Lampung Selatan

    Liputan6.com, Jakarta – Polisi masih memburu Rustam (32), terduga pelaku pembunuhan terhadap ayah kandungnya, Marso (67), di Kelurahan Rajabasa Jaya, Bandar Lampung. Peristiwa itu terjadi pada Jumat siang (21/11/2025).

    Tim gabungan Polsek Kedaton dan Tekab 308 Polresta Bandar Lampung sejak Jumat sore menyisir sejumlah titik persembunyian yang diduga dilintasi Rustam. Pencarian dilakukan hingga kawasan Tanjung Senang, lalu meluas ke wilayah Fajar Baru dan Jati Mulyo, Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan.

    Dari keterangan yang diterima polisi, Rustam kabur sambil membawa sebilah golok usai menghabisi nyawa ayahnya. Ia disebut terlihat oleh sejumlah warga bergerak menuju area perbatasan Bandar Lampung-Lampung Selatan.

    “Kami membagi tim untuk menelusuri keterangan warga. Upaya ini untuk mengantisipasi agar pelaku tidak kembali melakukan tindakan serupa,” kata Kanit Reskrim Polsek Kedaton, Ipda Fikriyadi Damhuri, Sabtu (22/11).

    Sejumlah warga di perbatasan Tanjung Senang-Jati Agung mengaku melihat seorang pria dengan ciri-ciri serupa Rustam, membawa golok dan sempat menghadang pengendara motor. Informasi itu memperkuat dugaan bahwa Rustam masih berada di sekitar lokasi pencarian.

     

  • Sakit Hati Karena Diejek, Purnomo Bunuh Istri Siri Secara Sadis di Jombang

    Polisi Ungkap Pembunuhan Istri Siri di Jombang, Tersangka Ditangkap di Lampung Timur

    Jombang (beritajatim.com) – Setelah hampir dua pekan dalam pelarian, Purnomo (63), pria yang diduga membunuh istri sirinya, Tri Retno Jumilah (62), akhirnya berhasil ditangkap oleh jajaran Satreskrim Polres Jombang. Penangkapan tersebut dilakukan pada Jumat malam (21/11/2025), sekitar pukul 23.15 WIB, di Desa Rajabasa Baru, Kecamatan Mataram Baru, Kabupaten Lampung Timur.

    Tersangka ditangkap setelah melakukan pelarian ke Lampung, usai membunuh korban dengan cara brutal menggunakan linggis. Selain menangkap Purnomo, polisi juga menyita sejumlah barang bukti, termasuk uang dan perhiasan milik korban yang diduga diambil oleh tersangka setelah pembunuhan tersebut.

    Kasatreskrim Polres Jombang, AKP Dimas Robin Alexander, menjelaskan, bahwa tersangka melarikan diri ke Lampung setelah kejadian. “Tersangka ini dulu bekerja di Lampung selama sekitar 10 tahun. Dia menggeluti usaha vulkanisir ban, dan di sana dia memiliki banyak kolega,” terang Dimas.

    Menurut keterangan polisi, Purnomo meninggalkan rumah pada Minggu pagi (9/11/2025) setelah menghabisi nyawa Tri Retno pada malam sebelumnya. Ia menggunakan transportasi bus menuju Pelabuhan Merak, dan melanjutkan perjalanan menyeberang ke Lampung.

    Motif pembunuhan ini pun terungkap setelah Purnomo mengaku kepada polisi bahwa ia membunuh istri sirinya karena sering diejek. “Sementara seperti itu pengakuannya,” kata Dimas menambahkan.

    Pihak kepolisian berhasil mengungkap kronologi pembunuhan bermula dari kecurigaan anak korban, Eko Nursoleh (40), yang tidak dapat menghubungi ibunya pada Senin (10/11/2025). Eko kemudian mengirimkan buah jeruk ke rumah ibunya, namun mendapati pintu rumah terkunci. Ia memutuskan untuk menggantungkan jeruk tersebut di gagang pintu, berharap ibunya akan mengambilnya.

    Namun, pada Kamis (13/11/2025), bau busuk mulai tercium dari dalam rumah, dan jeruk yang digantungkan Eko tak kunjung diambil. Eko, yang semakin khawatir, memutuskan untuk mendobrak pintu belakang rumah. Di sanalah ia menemukan jasad ibunya yang sudah tak bernyawa, tertutup selimut di dalam rumah. [suf]