Kasus: pembunuhan

  • Tragedi Penembakan WNA Australia di Bali, Bukti Kuat Pembunuhan Berencana dan Terorganisir

    Tragedi Penembakan WNA Australia di Bali, Bukti Kuat Pembunuhan Berencana dan Terorganisir

    “Dan semua ini didukung dengan hasil daripada scientific crime investigation. Baik itu dari DNA dari para pelaku yang ada di TKP. Baik itu GSR (Gunshot Residue) yang ditemukan pada sebo (penutup wajah) maupun bagian tubuh daripada pelaku-pelaku ini,” terang Irjen Daniel.

    Senjata api pabrikan yang digunakan ditemukan di Subak Anyelir, Tabanan. “Senjata api kami temukan di daerah aliran Subak di daerah Tabanan, di Anyelir. Jadi tidak jauh dari mobil Fortuner terparkir terakhir kali sebelum berangkat ke daerah Jawa,” ujar Kapolres Badung, AKBP M. Arif Batubara.

    DFJ ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta melalui koordinasi dengan Polres Bandara, Imigrasi, dan Bareskrim Polri. Sementara itu, TPM dan CM, yang sempat kabur ke Singapura, berhasil ditangkap berkat kerja sama dengan Kepolisian Singapura, Kamboja, dan Interpol.

    Hingga kini, motif penembakan belum terungkap. Polda Bali terus berkoordinasi dengan Australian Federal Police (AFP) untuk mengklarifikasi motif pembunuhan tersebut. Uji balistik senjata api juga sedang dilakukan di Laboratorium Forensik Mabes Polri untuk melacak asal senjata.

    “Sekarang senjata pabrikan yang nanti masih akan diuji. Tentunya melalui pengujian-pengujian laboratoris termasuk melalui uji balistik yang akan dilakukan di Puslabfor Mabes Polri. Kita tunggu saja nanti,” tegas Irjen Daniel.

    Menurut informasi yang didapat, korban ZR saat ini sudah dipulangkan ke negara asalnya untuk pemakaman. “Sudah pulang, karena akan menguburkan mayatnya”, pungkas Irjen Daniel.

    Ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 340 KUHP (pembunuhan berencana), Pasal 338 KUHP (pembunuhan), Pasal 53 KUHP (percobaan tindak pidana), dan Pasal 1 ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang kepemilikan senjata api. Ancaman hukuman meliputi hukuman mati, penjara seumur hidup, atau maksimal 20 tahun penjara.

  • Dalih Tentara Israel soal Perintah Tembak Warga Gaza Antre Bantuan

    Dalih Tentara Israel soal Perintah Tembak Warga Gaza Antre Bantuan

    Jakarta

    Surat kabar Israel, Haaretz menyampaikan bahwa tentara Israel telah diperintah oleh komandan militer untuk menembaki kerumunan warga Palestina untuk membubarkan mereka. Pembubaran bertujuan untuk mebersihkan are lokasi distribusi bantuan di Gaza.

    Ratusan tentara Israel yang melakukan penyerangan mengklaim bahwa mereka diperintahkan untuk menembaki warga sipil di sana. Para tentara tersebut menggunakan kekuatan mematikan yang tidak perlu terhadap orang-orang yang tampaknya tidak menimbulkan ancaman.

    Advokat Jenderal Militer Israel mengatakan bahwa ia memerintahkan penyelidikan atas kemungkinan kejahatan perang atas tuduhan ini. Demikian dilaporkan Haaretz, dilansir dari Reuters dan Al Arabiya, Sabtu (28/6/2025).

    Bantahan Militer Israel

    Militer Israel mengatakan kepada Reuters bahwa mereka tidak memerintahkan tentara untuk dengan sengaja menembaki warga sipil. Militer Israel menambahkan bahwa mereka ingin meningkatkan “respons operasional” di area bantuan dan baru-baru ini memasang pagar dan rambu baru, dan membuka rute tambahan untuk mencapai zona pembagian bantuan.

    Haaretz mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya, yang mengatakan bahwa unit militer yang dibentuk untuk meninjau insiden yang mungkin melibatkan pelanggaran hukum internasional itu, telah ditugaskan untuk memeriksa tindakan tentara di dekat lokasi bantuan selama bulan lalu.

    Kepada Reuters, militer mengatakan bahwa beberapa insiden sedang ditinjau oleh otoritas terkait. Ditambahkannya: “Setiap tuduhan penyimpangan dari hukum atau arahan (militer Israel) akan diperiksa secara menyeluruh, dan tindakan lebih lanjut akan diambil sebagaimana diperlukan.”

    Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Israel Katz juga membantah laporan media Israel, bahwa tentara-tentara Israel diperintahkan untuk menembaki warga Palestina yang mendekati lokasi bantuan di Gaza.

    Dilansir kantor berita The Associated Press dan Al Arabiya, Sabtu (28/6/2025), Netanyahu dan Katz menyebut laporan harian Israel yang condong ke kiri, Haaretz tersebut sebagai “kebohongan jahat yang dirancang untuk mencemarkan nama baik militer”.

    Ratusan Orang Tewas

    Foto: Reuters

    Lebih dari 500 warga Palestina telah tewas dan ratusan lainnya terluka saat mencari bantuan makanan sejak Yayasan Kemanusiaan Gaza yang baru dibentuk mulai mendistribusikan bantuan di wilayah itu sekitar sebulan yang lalu, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.

    Pada Jumat (27/6) ribuan orang berkumpul di sekitar pusat distribusi, menunggu pengiriman bantuan makanan. Tetapi hampir setiap hari ada laporan penembakan dan pembunuhan di rute menuju pusat distribusi bantuan.

    Yang terbaru, para petugas medis mengatakan enam orang tewas akibat tembakan pada hari Jumat (27/6) waktu setempat saat mereka berusaha mendapatkan makanan di Jalur Gaza selatan.

    Secara keseluruhan, lebih dari 500 orang tewas di dekat pusat bantuan yang dioperasikan oleh Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) yang didukung Amerika Serikat atau di area tempat truk-truk makanan PBB akan lewat sejak akhir Mei lalu, kata otoritas kesehatan Gaza

    Halaman 2 dari 2

    (dek/dek)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Tentara Israel Klaim Diperintah Tembaki Warga Gaza yang Antre Bantuan

    Tentara Israel Klaim Diperintah Tembaki Warga Gaza yang Antre Bantuan

    Jakarta

    Sejumlah tentara Israel dilaporkan mengklaim bahwa mereka diperintahkan untuk menembaki warga sipil di lokasi distribusi bantuan di Gaza untuk membubarkan mereka. Para tentara tersebut menggunakan kekuatan mematikan yang tidak perlu terhadap orang-orang yang tampaknya tidak menimbulkan ancaman.

    Ratusan warga Palestina telah tewas selama bulan lalu di sekitar area tempat makanan dibagikan, kata rumah sakit dan pejabat setempat.

    Tentara-tentara Israel yang tidak disebutkan namanya itu mengatakan kepada surat kabar Israel, Haaretz bahwa komandan militer telah memerintahkan pasukan untuk menembaki kerumunan warga Palestina guna membubarkan mereka dan membersihkan area tersebut.

    Menyusul laporan tersebut, Advokat Jenderal Militer Israel mengatakan bahwa ia memerintahkan penyelidikan atas kemungkinan kejahatan perang atas tuduhan ini. Demikian dilaporkan Haaretz, dilansir dari Reuters dan Al Arabiya, Sabtu (28/6/2025).

    Militer Israel mengatakan kepada Reuters bahwa mereka tidak memerintahkan tentara untuk dengan sengaja menembaki warga sipil. Militer Israel menambahkan bahwa mereka ingin meningkatkan “respons operasional” di area bantuan dan baru-baru ini memasang pagar dan rambu baru, dan membuka rute tambahan untuk mencapai zona pembagian bantuan.

    Haaretz mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya, yang mengatakan bahwa unit militer yang dibentuk untuk meninjau insiden yang mungkin melibatkan pelanggaran hukum internasional itu, telah ditugaskan untuk memeriksa tindakan tentara di dekat lokasi bantuan selama bulan lalu.

    Militer mengatakan kepada Reuters bahwa beberapa insiden sedang ditinjau oleh otoritas terkait.

    Ditambahkannya: “Setiap tuduhan penyimpangan dari hukum atau arahan [militer Israel] akan diperiksa secara menyeluruh, dan tindakan lebih lanjut akan diambil sebagaimana diperlukan.”

    Sebelumnya, ribuan orang berkumpul di sekitar pusat distribusi, menunggu pengiriman bantuan makanan, tetapi hampir setiap hari ada laporan penembakan dan pembunuhan di rute menuju pusat distribusi bantuan. Yang terbaru, para petugas medis mengatakan enam orang tewas akibat tembakan pada hari Jumat (27/6) waktu setempat saat mereka berusaha mendapatkan makanan di Jalur Gaza selatan.

    Secara keseluruhan, lebih dari 500 orang tewas di dekat pusat bantuan yang dioperasikan oleh Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) yang didukung Amerika Serikat atau di area tempat truk-truk makanan PBB akan lewat sejak akhir Mei lalu, kata otoritas kesehatan Gaza.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Trump Klaim Selamatkan Khamenei dari Kematian, Iran Geram!

    Trump Klaim Selamatkan Khamenei dari Kematian, Iran Geram!

    Jakarta

    Pemerintah Iran geram atas komentar Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengatakan telah menyelamatkan pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei dari “kematian yang buruk dan memalukan”. Menteri Luar Negeri (Menlu) Iran Abbas Araghchi menyebut komentar tersebut “tidak sopan dan tidak dapat diterima”.

    “Jika Presiden Trump sungguh-sungguh ingin mencapai kesepakatan, ia harus mengesampingkan nada tidak sopan dan tidak dapat diterima terhadap Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Khamenei, dan berhenti menyakiti jutaan pendukungnya yang tulus,” tulis Araghchi di akunnya di platform media sosial X, dilansir dari kantor berita AFP, Sabtu (28/6/2025).

    Amerika Serikat melakukan serangan terhadap tiga lokasi nuklir Iran akhir pekan lalu, tanpa ada kepastian mengenai seberapa efektif serangan tersebut.

    Dengan serangan tersebut, Washington bergabung dengan kampanye serangan udara Israel terhadap program nuklir Iran dalam konflik 12 hari yang dimulai pada 13 Juni lalu.

    Kecaman menteri luar negeri Iran pada hari Sabtu (28/6) tersebut muncul setelah Trump mengatakan di platform Truth Social miliknya, bahwa ia telah menyelamatkan pemimpin Iran dari pembunuhan, menuduh Khamenei tidak tahu berterima kasih.

    “Saya tahu PERSIS di mana dia berlindung, dan tidak akan membiarkan Israel, atau Angkatan Bersenjata AS, yang sejauh ini merupakan yang Terhebat dan Terkuat di Dunia, mengakhiri hidupnya,” tulis Trump.

    “SAYA MENYELAMATKANNYA DARI KEMATIAN YANG SANGAT BURUK DAN MEMALUKAN, dan dia tidak perlu berkata, ‘TERIMA KASIH, PRESIDEN TRUMP!’”

    Trump juga mengatakan bahwa dia telah berupaya dalam beberapa hari terakhir untuk kemungkinan pencabutan sanksi terhadap Iran, salah satu tuntutan utama Teheran.

    “Tetapi tidak, sebaliknya saya malah dihujani pernyataan kemarahan, kebencian, dan rasa jijik, dan segera menghentikan semua upaya untuk meringankan sanksi, dan lainnya,” imbuh Trump, seraya mendesak Iran untuk kembali ke meja perundingan.

    Pemerintah Iran telah membantah akan melanjutkan perundingan nuklir dengan Amerika Serikat, setelah Trump mengatakan bahwa perundingan akan dimulai lagi minggu depan.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Tentara Israel ‘Diperintahkan’ Tembaki Pencari Bantuan Tak Bersenjata di Gaza, Terkuak Pengakuan Mengejutkan

    Tentara Israel ‘Diperintahkan’ Tembaki Pencari Bantuan Tak Bersenjata di Gaza, Terkuak Pengakuan Mengejutkan

    PIKIRAN RAKYAT – Laporan terbaru dari surat kabar Haaretz memicu kemarahan internasional setelah mengungkap kesaksian bahwa tentara Israel penjajah diduga mendapat perintah langsung untuk menembaki warga Palestina tidak bersenjata yang sedang mengantre bantuan pangan di Gaza.

    Temuan ini memperkuat tuduhan bahwa aksi militer di lokasi distribusi bantuan bisa dikategorikan sebagai kejahatan perang.

    Pengakuan Tentara: “Kami Menembakkan Senapan Mesin dan Melempar Granat”

    Dalam laporan Haaretz yang terbit Jumat 21 Juni 2025, beberapa tentara Israel penjajah yang identitasnya disamarkan mengaku bahwa mereka diinstruksikan menembak kerumunan warga Palestina, meski tahu para pencari bantuan tersebut tidak membawa senjata dan tak menimbulkan ancaman.

    “Kami menembakkan senapan mesin dari tank dan melemparkan granat,” kata seorang tentara kepada Haaretz.

    “Ada satu insiden di mana sekelompok warga sipil terkena serangan saat maju di bawah penutup kabut,” tuturnya menambahkan.

    Pengakuan serupa datang dari tentara lain yang menyebut bahwa di titik penempatan mereka di Gaza, antara satu hingga lima orang tewas setiap hari.

    “Ini adalah ladang pembunuhan,” ucapnya tegas.

    Menurut Kantor Media Pemerintah Gaza, hingga Kamis 20 Juni 2025, sedikitnya 549 warga Palestina tewas dan 4.066 lainnya terluka di lokasi distribusi bantuan yang dikelola Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) yang didukung Israel penjajah dan Amerika Serikat.

    Ironisnya, GHF yang didirikan Mei lalu justru menuai kritik tajam karena menjadi magnet penembakan massal di area distribusi. Beberapa pusat distribusi, menurut Al Jazeera, kini disebut warga Gaza sebagai “jebakan maut”.

    Israel Membantah, Namun Buka Penyelidikan

    Militer Israel penjajah menepis laporan tersebut. Dalam pernyataan resminya di Telegram, Angkatan Pertahanan Israel (IDF) menegaskan tuduhan itu tidak sesuai fakta lapangan.

    “Setiap tuduhan pelanggaran hukum atau perintah militer akan diperiksa secara menyeluruh, dan tindakan lebih lanjut akan diambil sesuai kebutuhan. Tuduhan api sengaja yang diarahkan kepada sipil tidak diakui di lapangan,” tutur pernyataan IDF.

    Sementara itu, Perdana Menteri Israel penjajah Benjamin Netanyahu bersama Menteri Pertahanan Yoav Gallant mengecam laporan Haaretz sebagai “fitnah darah”.

    “IDF beroperasi dalam kondisi sulit melawan musuh teroris yang bersembunyi di balik populasi sipil,” kata Netanyahu dalam pernyataan dikutip The Times of Israel.

    Bagian dari Metode ‘Kontrol Kerumunan’?

    Nir Hasson, jurnalis Haaretz yang terlibat dalam investigasi, menjelaskan bahwa perintah menembak warga sipil ini bukan kebetulan.

    “Sebenarnya ini praktik untuk mengendalikan kerumunan dengan api. Jika Anda ingin kerumunan pergi dari suatu tempat, Anda tembakkan kepada mereka meskipun Anda tahu mereka tidak bersenjata,” kata Hasson dari Yerusalem Barat.

    Meski demikian, nama komandan yang diduga memberi perintah tembak tidak diungkapkan. Namun Hasson menduga orang tersebut memiliki jabatan tinggi di militer.

    Kecaman Dunia: “Pembantaian yang Menyamar Sebagai Bantuan”

    Temuan ini segera memicu gelombang kecaman dari berbagai pihak, termasuk Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, yang menegaskan pentingnya akuntabilitas.

    “Kami tidak perlu laporan semacam itu untuk mengakui bahwa telah terjadi pelanggaran besar terhadap hukum internasional (di Gaza),” ujar Guterres dalam konferensi pers di New York.

    “Dan ketika ada pelanggaran hukum internasional, harus ada pertanggungjawaban,” ucapnya menambahkan.

    Organisasi medis internasional Doctors Without Borders (MSF) menyebut pusat distribusi bantuan GHF sebagai “pembantaian yang menyamar sebagai bantuan kemanusiaan.”

    Jebakan Maut di Tengah Kelaparan

    Banyak warga Gaza terjebak dalam pilihan tragis: menunggu makanan dengan risiko ditembak, atau mati perlahan karena kelaparan. Wartawan Al Jazeera, Hamdah Salhut, melaporkan dari Amman, Yordania.

    “Orang-orang di Gaza mengatakan pusat distribusi ini sekarang menjadi jebakan maut bagi warga Palestina. Mereka tidak punya pilihan: mati kelaparan atau mati mencari makanan yang sedikit,” katanya, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Al Jazeera.

    Saat ini, GHF mengoperasikan empat titik distribusi: satu di Gaza Tengah dan tiga di Gaza Selatan. Namun, penembakan di area distribusi justru semakin sering terjadi sejak blokade Israel penjajah mencabut sebagian pembatasan per Mei lalu.

    Korban Terus Bertambah

    Sejak Israel penjajah memulai serangan ke Gaza pada Oktober 2023, data Kementerian Kesehatan Gaza mencatat setidaknya 56.331 orang tewas dan 132.632 orang terluka. Insiden penembakan di lokasi bantuan menambah panjang daftar korban sipil.***

  • Sadisnya ‘Twitter Killer’ di Jepang Berujung Eksekusi Mati

    Sadisnya ‘Twitter Killer’ di Jepang Berujung Eksekusi Mati

    Tokyo

    Jepang telah mengeksekusi seorang terpidana mati kasus pembunuhan berantai bernama Takahiro Shiraishi yang dijuluki sebagai ‘Twitter Killer’. Takahiro Shiraishi membunuh para korbannya dengan sangat sadis.

    Adapun eksekusi mati ini pertama kali sejak 2022 seorang terpidana mati dieksekusi di negara itu.

    Dilansir AFP dan Japan Times, Jumat (27/6/2025), eksekusi mati dilakukan pada hari Jumat (27/6) waktu setempat. Lembaga penyiaran NHK menyiarkan berita soal eksekusi mati ini. Shiraishi dieksekusi dieksekusi dengan hukuman gantung.

    Pria berusia 34 tahun itu dijatuhi hukuman mati karena membunuh sembilan orang di Prefektur Kanagawa pada tahun 2017.

    Bagaimana sosok pembunuh sadis ini? Baca halaman selanjutnya.

    Bunuh 9 Orang dalam 2 Bulan

    Foto: Takahiro Shiraishi (Masato YAMASHITA / JIJI PRESS/AFP)

    Hakim menggambarkan tindakannya sebagai “kejahatan yang sangat jahat dalam sejarah kriminal” karena membunuh sembilan orang dalam kurun waktu dua bulan. Putusan itu kemudian difinalisasi.

    Menurut putusan itu, Shiraishi membunuh seorang pria dan delapan wanita berusia antara 15 dan 26 tahun di apartemennya di Zama, Prefektur Kanagawa, yang menargetkan mereka yang telah mengungkapkan pikiran bunuh diri di media sosial, yakni Twitter. Oleh karena itu, Shiraishi juga dijuluki sebagai ‘Twitter Killer’.

    Setelah memancing mereka ke rumah kecilnya di dekat ibu kota, ia membunuh dan memutilasinya. Ia menyembunyikan bagian-bagian tubuh mereka di sekitar apartemen dalam pendingin dan kotak peralatan yang ditaburi dengan sampah kucing dalam upaya untuk menyembunyikan bukti.

    Kesadisan Shiraishi

    Foto: Ilustrasi pembunuhan (Freepik)

    Menteri Kehakiman Keisuke Suzuki mengatakan kejahatan Shiraishi, yang dilakukan pada tahun 2017, termasuk “perampokan, pemerkosaan, pembunuhan… penghancuran mayat dan penelantaran mayat”.

    Shiraishi begitu sadis terhadap para korbannya. Dia memutilasi korbannya dan membuangnya ke tempat sampah.

    “Sembilan korban dipukuli dan dicekik, dibunuh, dirampok, dan kemudian dimutilasi dengan bagian-bagian tubuh mereka disembunyikan dalam kotak, dan sebagian dibuang di tempat pembuangan sampah,” kata Suzuki.

    Suzuki mengungkap bahwa Shiraishi bertindak untuk memuaskan hasrat seksual dan finansialnya sendiri. Kasus ini bahkan sempat membuat warga sangat cemas.

    “Setelah banyak pertimbangan yang cermat, saya memerintahkan eksekusi.”

    Halaman 2 dari 3

    (rdp/rdp)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Jejak Sadis Pembunuh Berantai Jepang ‘Twitter Killer’ yang Dieksekusi Mati

    Jejak Sadis Pembunuh Berantai Jepang ‘Twitter Killer’ yang Dieksekusi Mati

    Tokyo

    Pemerintah Jepang mengeksekusi terpidana mati Takahiro Shiraishi (34) dengan cara digantung. Shiraishi yang dikenal sebagai ‘Twitter Killer’ ini terbukti melakukan pembunuhan sadis terhadap 9 orang korbannya.

    Dilansir AFP, Jumat (27/6/2025), Shiraishi menargetkan pengguna Twitter yang mengunggah cuitan tentang bunuh diri. Shiraishi lalu memberi tahu mereka bahwa ia dapat membantu mereka.

    Menteri Kehakiman Keisuke Suzuki mengatakan kejahatan Shiraishi, yang dilakukan pada tahun 2017, termasuk “perampokan, pemerkosaan, pembunuhan… penghancuran mayat dan penelantaran mayat”.

    Shiraishi begitu sadis terhadap para korbannya. Dia memutilasi korbannya dan membuangnya ke tempat sampah.

    “Sembilan korban dipukuli dan dicekik, dibunuh, dirampok, dan kemudian dimutilasi dengan bagian-bagian tubuh mereka disembunyikan dalam kotak, dan sebagian dibuang di tempat pembuangan sampah,” kata Suzuki.

    Suzuki mengungkap bahwa Shiraishi bertindak untuk memuaskan hasrat seksual dan finansialnya sendiri. Kasus ini bahkan sempat membuat warga sangat cemas.

    Untuk diketahui, Shiraishi dijatuhi hukuman mati pada tahun 2020 atas pembunuhan sembilan korbannya, yang berusia antara 15 dan 26 tahun.

    Setelah memancing mereka ke rumah kecilnya di dekat ibu kota, ia membunuh dan memutilasinya. Ia menyembunyikan bagian-bagian tubuh mereka di sekitar apartemen dalam pendingin dan kotak peralatan yang ditaburi dengan sampah kucing dalam upaya untuk menyembunyikan bukti.

    Tonton juga “Menegangkan! Aksi Pengejaran Pria Bersamurai Pembunuh Remaja London” di sini:

    (rdp/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Iran Gantung Mati 3 Orang Mata-Mata Israel Mossad, Ini Profilnya

    Iran Gantung Mati 3 Orang Mata-Mata Israel Mossad, Ini Profilnya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Iran telah mengeksekusi tiga pria yang dituduh memata-matai Israel, Selasa (24/6/2025). Hal ini menandai serangkaian eksekusi ketiga terhadap terduga agen Mossad dalam beberapa hari terakhir yang memperburuk ketegangan yang sudah tinggi antara Republik Islam dan negara Yahudi tersebut.

    Kantor berita resmi Iran, IRNA, melaporkan pada Selasa bahwa eksekusi tersebut dilakukan setelah para pria itu dinyatakan bersalah atas tuduhan kolaborasi dengan dinas intelijen Israel. Identitas para terpidana mati juga segera diungkapkan.

    “Idris Ali, Azad Shojai dan Rasoul Ahmad Rasoul, yang berupaya mengimpor peralatan ke negara tersebut untuk melakukan pembunuhan, ditangkap dan diadili atas… kerja sama yang menguntungkan rezim Zionis,” kata badan peradilan, merujuk pada Israel, dikutip Jumat (27/6/2025).

    “Republik Islam tidak akan mentolerir upaya apa pun oleh musuh-musuh kami untuk merusak keamanan negara kami,” timpal seorang pejabat Tehran dikutip Times of Israel.

    Eksekusi ini terjadi setelah Iran sebelumnya mengumumkan telah menggantung dua orang pria pada hari Minggu atas tuduhan serupa. Selain itu seorang pria yang juga dituduh memata-matai untuk Mossad juga dieksekusi mati.

    Israel sendiri belum memberikan komentar resmi mengenai eksekusi ini. Namun, di masa lalu, Israel secara rutin menolak tuduhan Iran terkait upaya spionase.

    Ketegangan antara Iran dan Israel telah meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir, didorong oleh program nuklir Teheran, dukungannya terhadap kelompok-kelompok militan regional, dan operasi rahasia yang saling tuduh. Namun pada Selasa keduanya sepakat untuk menggelar gencatan senjata.

    Sementara itu, kelompok-kelompok hak asasi manusia internasional terus menyuarakan keprihatinan mendalam mengenai proses peradilan di Iran, terutama terkait kasus-kasus spionase.

    “Kami menyerukan Iran untuk segera menghentikan eksekusi dan memastikan semua tahanan mendapatkan pengadilan yang adil dan transparan sesuai dengan standar internasional,” kata seorang juru bicara Amnesty International.

    (pgr/pgr)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Pria Turki Bunuh Mantan Tunangan yang Sedang Hamil 5 Bulan

    Pria Turki Bunuh Mantan Tunangan yang Sedang Hamil 5 Bulan

    Istanbul

    Seorang perempuan Turki berusia 18 tahun yang sedang hamil lima bulan tewas bersama bayinya. Korban diduga dibunuh oleh mantan tunangan.

    Dilansir AFP, Jumat (27/6/2025), pembunuhan tersebut terjadi di Istanbul pada malam hari. Kasus ini merupakan pembunuhan terhadap perempuan yang ke-209 tahun ini di Turki, menurut kelompok hak-hak perempuan.

    Media Turki melaporkan perempuan tersebut, yang sedang hamil lima setengah bulan, dibawa ke rumah sakit dengan luka tembak di dada. Korban meninggal bersama bayinya.

    Dia dilaporkan hamil setelah diperkosa oleh pria lain beberapa minggu sebelum pertunangannya. Tunangannya mengakhiri hubungan mereka ketika dia mengetahui situasi tersebut.

    Pelaku yang berusia 19 tahun, ditangkap di Istanbul. Pelaku disebut mengakui perbuatannya.

    Kelompok pembela hak-hak perempuan di Turki menuduh pemerintah gagal bertindak untuk menghentikan gelombang pembunuhan terhadap perempuan.

    (lir/lir)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • GASPOL! Hari Ini: Pemerkosaan Massal 1998, Pelaku Bukan Orang Biasa?
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        26 Juni 2025

    GASPOL! Hari Ini: Pemerkosaan Massal 1998, Pelaku Bukan Orang Biasa? Nasional 26 Juni 2025

    GASPOL! Hari Ini: Pemerkosaan Massal 1998, Pelaku Bukan Orang Biasa?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menurut kesaksian para korban, pelaku
    pemerkosaan
    massal 1998 memiliki ciri yang serupa: bertubuh tegap, bergerak cepat, dan tidak menggunakan alat kelamin, melainkan benda lain untuk menyiksa korban.
    Apa arti di balik pola yang sama ini?
    Ita F. Nadia dan Sandyawan Sumardi, dua mantan anggota Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Kerusuhan
    Mei 1998
    yang juga turut menjadi pendamping para korban pemerkosaan mengungkap temuan dan kesaksian para korban.
    Tim juga menemukan adanya kejanggalan soal kesimpulan akhir TGPF yang menyimpulkan bahwa
    pemerkosaan massal
    ini tidak terencana. Salah satu kejanggalan yang terjadi adalah pembunuhan terhadap salah satu korban yakni Ita Martadinata, sepekan sebelum dia dijadwalkan bersaksi di forum PBB.
    Selain itu, baik Ita maupun Sandyawan dan beberapa relawan lain, juga turut mendapatkan teror seperti penculikan hingga pengiriman granat.
     
    Simak cerita selengkapnya dalam Gaspol! hanya di Youtube Kompas.com. Klik link ini untuk menyaksikan!

    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.