Kasus: pelecehan seksual

  • Raja Hacker Dunia Akhirnya Masuk Penjara, Korbannya Miliaran

    Raja Hacker Dunia Akhirnya Masuk Penjara, Korbannya Miliaran

    Jakarta, CNBC Indonesia – Raja hacker, Conor Brian Fitzpatrick, yang menjadi otak di balik forum peretasan kawakan bawah tanah, Breach Forum, telah ditangkap. Pria yang dikenal dengan nama Pompompurin itu diputus bersalah dan dihukum tiga tahun penjara.

    Penangkapan Pompompurin sebenarnya sudah terjadi pada Maret 2023. Saat itu dia dituduh melakukan konspirasi perangkat akses, meminta akses, dan kepemilikan materi pelecehan seksual anak (CSAM).

    Kemudian ia mengaku bersalah atas semua tuduhan pada Januari 2024. Namun hanya dijatuhi hukuman 17 hari penjara dengan 20 tahun pembebasan bersyarat.

    Jaksa melakukan banding pada Pengadilan Banding Amerika Serikat (AS) karena merasa hukuman pada Fitzpatrick terlalu ringan.

    “Hukuman 17 hari tidak memenuhi tujuan hukuman wajib dan secara substantif tidak masuk akal,” kata pihak pengadilan.

    Oleh karena itu, hukuman sebelumnya batal. Fitzpatrick resmi dipenjara selama tiga tahun. Jaksa Erik S. Siebert mengatakan Fitzpatrick mendapatkan keuntungan dari kejahatan. Termasuk informasi pribadi hingga data komersial.

    “Conor Fitzpatrick mendapatkan keuntungan dari penjualan banyak informasi curian, dari informasi pribadi hingga data komersial,” jelasnya, dikutip dari Tech Radar, Kamis (18/9/2025).

    Sebagai informasi, Breachforums mulai dikenal publik pada Maret 2022. Kemunculannya tak lama setelah forum hacker lainnya, RaidForums dibubarkan dan ditutup polisi.

    The Hacker News mencatat BreachForums memiliki 330 ribu anggota dan terdapat 14 miliar data individu. Meski ditutup berulang kali, BreachForums selalu bisa muncul kembali.

    Bukan hanya Fitzpatrik, penggantinya Baphomet juga telah ditangkap pada 2023. Kini forum diisi oleh kelompok hacker bernama ShinyHinters.

    Kini BreachForums sedang offline. Para pengelolanya mengatakan ingin menghilang.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Polnes Nonaktifkan Dosen Terduga Pelecehan Seksual
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        17 September 2025

    Polnes Nonaktifkan Dosen Terduga Pelecehan Seksual Regional 17 September 2025

    Polnes Nonaktifkan Dosen Terduga Pelecehan Seksual
    Tim Redaksi
    SAMARINDA, KOMPAS.com
    – Politeknik Negeri Samarinda (Polnes) menonaktifkan dosen terduga pelaku pelecehan seksual yang kasusnya memicu aksi demonstrasi mahasiswa.
    Dosen bersangkutan dialihkan dari jabatan Ketua Program Studi (Prodi) menjadi pejabat pelaksana.
    Wakil Direktur II Polnes, Karyo Budi Utomo, mengatakan kebijakan ini berlaku sejak 15 September 2025, bertepatan dengan aksi unjuk rasa mahasiswa.
    “Hari itu juga saya buat surat penonaktifan sebagai Ketua Prodi IT. Kami memindahkan dia sebagai pejabat pelaksana,” ujar Karyo, Rabu (17/9/2025).
    “Itu artinya dia tidak lagi menjadi dosen, tidak boleh mengajar, membimbing, menguji, ataupun menjadi dosen wali. Pokoknya semacam dinonjobkan,” sambung dia.
    Keputusan ini bersifat administratif sambil menunggu surat resmi dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
    Pemindahan sebagai pejabat pelaksana berlaku 12 bulan dengan kemungkinan review dan perpanjangan.
    Selain sanksi administratif, Polnes menugaskan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi (PPKPT) untuk mendampingi korban.
    “Ada trauma dari korban. Kami sudah perintahkan tim satgas mencari psikolog kompeten untuk mendampingi korban maupun pelaku, karena keduanya punya hak untuk itu,” kata Karyo.
    Korban bukan hanya mahasiswa, tetapi juga staf kampus.
    “Satu dosen ini lebih dari satu orang (korban). Laporannya sudah masuk semua,” tambahnya.
    Kasus ini sebelumnya memicu aksi mahasiswa pada 15 September 2025.
    Presiden BEM Polnes, Reza Dwi Saputra, menegaskan mahasiswa akan terus mengawal kasus ini dan menuntut penyelesaian dalam tujuh hari, selain menyoroti praktik perundungan, intoleransi, dan transparansi satgas PPKPT.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pimpinan Pesantren di Aceh Utara Cabuli Santriwati, Modus Beri Hukuman di Tengah Malam

    Pimpinan Pesantren di Aceh Utara Cabuli Santriwati, Modus Beri Hukuman di Tengah Malam

    Boestani menambahkan, peristiwa tersebut akhirnya diungkapkan korban ketika semua santri sudah diizinkan pulang ke rumah masing-masing pada 28 Agustus 2025.

    “Kepada keluarganya, korban akhirnya berani menceritakan kejadian tersebut, hingga pihak keluarga melaporkan kasus ini ke Polres Aceh Utara,” katanya.

    Kini, terduga pelaku telah ditahan di Rutan Polres Aceh Utara. Penyidik masih terus melakukan pemeriksaan intensif terhadap tersangka, korban, serta sejumlah saksi untuk menguatkan pembuktian hukum.

    Atas perbuatannya, pelaku dijerat dengan tindak pidana jarimah pemerkosaan dan pelecehan seksual terhadap anak, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 Jo Pasal 47 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat.

    “Ancaman hukuman yang menanti pelaku tidak ringan, yakni uqubat cambuk hingga 200 kali, atau penjara paling lama 200 bulan (16 tahun 8 bulan),” ungkap Boestani.

  • Cerita Lucky Hakim soal Remaja 13 Tahun Kabur ke Lamongan: Dia Ketakutan, Trauma
                
                    
                        
                            Bandung
                        
                        13 September 2025

    Cerita Lucky Hakim soal Remaja 13 Tahun Kabur ke Lamongan: Dia Ketakutan, Trauma Bandung 13 September 2025

    Cerita Lucky Hakim soal Remaja 13 Tahun Kabur ke Lamongan: Dia Ketakutan, Trauma
    Tim Redaksi
    INDRAMAYU, KOMPAS.com
    – Bupati Indramayu, Lucky Hakim, mengungkapkan bahwa PA (13), gadis remaja yang kabur dari rumah dan ditemukan di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, mengalami trauma dan ketakutan.
    “Alhamdulillah adik ini sekarang sudah aman, kalau masalah nyaman mungkin agak trauma ya, saya juga sudah ngobrol dengan adiknya dia ketakutan, trauma, mungkin juga bingung,” ujar Lucky Hakim usai berbincang dengan PA, Sabtu (13/9/2025).
    Lucky menjelaskan, PA telah dijemput pulang dari Lamongan oleh pemerintah daerah dengan pendampingan dari tim Polres Indramayu.
    Setelah kepulangan PA, pihaknya segera berkoordinasi lintas sektoral, termasuk dengan Selendang Puan Dharma Ayu, yayasan yang fokus menangani persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
    “Pendekatan juga terus dilakukan oleh pemerintah. PA sementara ditempatkan di rumah aman untuk pemulihan psikologisnya,” tambahnya.
    Lucky menegaskan pentingnya transparansi terkait situasi ini, mengingat berita tentang PA telah viral.
    “Dan ini harus kami sampaikan karena beritanya juga viral, perlu kami jelaskan
    alhamdulillah
    semua berjalan lancar, adiknya sudah dijemput oleh Pemda, pihak kepolisian, aktivis, yayasan semuanya sudah peduli semua dan sekarang kita jagain bareng-bareng,” ungkapnya.
    Selain itu, Lucky Hakim menyatakan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti dugaan pelecehan seksual yang mungkin dialami PA.
    Pemerintah akan melakukan pendalaman dan pendampingan terkait isu ini.
    “Tapi yang terpenting saat ini adeknya sudah aman,” tegasnya.
    Bupati juga mengajak semua pihak untuk saling peduli terhadap masalah ini. Ia menekankan, tindakan pelecehan seksual yang kerap dialami anak-anak tidak bisa dibiarkan.
    Para korban, menurut Lucky, tidak perlu takut untuk bersuara dan mengadu kepada pemerintah.
    “Datang saja ke kantor desa atau datang ke kantor kecamatan, atau ke Pendopo Indramayu, insya Allah akan kami layani, kami tindak lanjuti,” tutupnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Viral Dugaan Pelecehan Pengusaha Rental Mobil oleh Oknum Dosen di Malang

    Viral Dugaan Pelecehan Pengusaha Rental Mobil oleh Oknum Dosen di Malang

    Malang (beritajatim.com) – Sebuah video di TikTok terkait dugaan pelecehan yang sudah dilihat sekitar 3 juta kali ramai menjadi perbincangan. Dugaan pelecehan tersebut menyeret dosen salah satu perguruan tinggi di Malang.

    Video tersebut juga telah mendapat komentar hingga ribuan dari netizen. Banyak netizen yang penasaran dengan video yang berisi seorang lelaki paruh baya dengan istrinya tengah cekcok dengan tetangga sebelah rumahnya.

    Untuk mengetahui hal itu, beritajatim.com coba telah melakukan wawancara dengan terduga korban dan terduga pelaku. Korban, seorang pengusaha rental mobil membeberkan kronologi lengkap serangkaian peristiwa yang dialaminya.

    Konflik yang berawal dari hubungan baik antar tetangga di kawasan Joyogrand, Kota Malang, ini berujung pada teror dan laporan hukum. Korban menuturkan, hubungannya dengan terduga pelaku pada awalnya sangat baik. Namun, keakraban tersebut diduga disalahartikan oleh terduga pelaku, yang kemudian mulai melontarkan candaan dan pernyataan yang mengarah pada pelecehan.

    “Dia menganggap saya terlalu santai. Bercandaan-bercandaan yang menurut saya intim, itu dianggap biasa sama dia,” ungkap Sahara.

    Menurut penuturan korban, tindakan tidak menyenangkan yang ia alami terjadi dalam beberapa tahap. Berikut adalah kronologi lengkap berdasarkan kesaksiannya:

    Dugaan Pelecehan Verbal dan Visual

    Korban mengaku telah mengalami pelecehan sebanyak empat kali. Tindakan tersebut tidak hanya bersifat verbal, tetapi juga visual. Korban mengklaim pelaku pernah secara sengaja menunjukkan video porno yang diduga diperankan pelaku bersama istrinya.

    “Dia menunjukkan video porno bersama istrinya ke saya sambil berkata hal yang tidak pantas diucapkan” jelas korban kepada beritajatim.com, Jumat (12/9/2025) sore.

    Pelaku diduga sering melontarkan kalimat-kalimat bernada seksual. Korban mencontohkan, pelaku pernah berkata, “Saya kalau dekat Mbak ***** bawaannya sangat nafsu.”

    Pelecehan verbal berlanjut ketika pelaku mengomentari penampilan fisik korban dengan kalimat yang sangat tidak pantas, membandingkan bagian tubuhnya dengan istrinya dan menyatakan ketertarikannya secara eksplisit.

    Setelah korban mulai menjaga jarak, konflik semakin memanas. pelaku diduga menyebarkan fitnah melalui media sosial (Facebook, Instagram, dan WhatsApp) untuk merusak reputasi pribadi dan bisnis rental mobil milik korban.

    “Dia menggiring opini publik untuk membenci saya dan usaha saya. Garasi saya dituduh sebagai tempat transaksi narkoba, miras, judi online, bahkan mobil-mobil rental saya disebut mobil curian,” tegas korban.

    Fitnah tersebut juga menyerang kehidupan pribadinya, termasuk dengan mengaitkan namanya dengan pejabat universitas lain yang sama sekali tidak ia kenal.

    Tindakan pelaku diduga meningkat menjadi perusakan fisik dan intimidasi. Korban menyebut mobil usahanya sengaja dirusak dengan cara digores menggunakan paku di seluruh bagian bodi. Aksi ini, menurutnya, terekam oleh kamera CCTV.

    Puncak teror terjadi pada suatu malam pukul 02.30 WIB. IM diduga dengan sengaja membunyikan klakson mobil selama lima menit dan menggeber mobil customer yang terparkir hingga menimbulkan keributan. Insiden ini berujung pada ketegangan fisik antara pelaku dan karyawan korban.

    “Dia mengambil kunci mobil customer dari kotak penyimpanan kami, itu sudah masuk wilayah privasi usaha,” katanya.

    Tak hanya itu, korban juga menuding pelaku melakukan intimidasi dengan melibatkan mahasiswa dan orang-orang yang mengaku sebagai anggota TNI untuk menyerang dan mengancamnya.

    Jawaban dari Pelaku

    Terkait hal ini, beritajatim.com juga telah mendapatkan klarifikasi dari pihak terduga pelaku. Melalui istrinya, terduga pelaku secara tegas membantah semua tuduhan, terutama terkait pelecehan seksual dan menyebutkan sebagai fitnah yang kejam.

    “Kalau soal cabul, saya pastikan semiliar persen itu fitnah,” ujar istri terduga pelaku.

    Sementara, terduga pelaku sendiri memberikan narasi yang berbeda. Ia mengklaim kepindahannya ke lingkungan tersebut adalah untuk melakukan pengamatan terhadap dugaan aktivitas ilegal, seperti jual-beli mobil bodong dan transaksi obat terlarang.

    Ia merasa menjadi korban dalam kasus ini, dengan menyatakan bahwa dirinya telah dirugikan secara profesional. “Beberapa masjid sudah memecat saya, memberhentikan saya dari jadwal khutbah hingga tahun 2026,” ungkapnya.

    Pelaku juga menuduh pihak korban telah memengaruhi warga sekitar, termasuk pengurus RT, dengan memberikan sejumlah uang agar berpihak padanya. Menurutnya, konflik ini adalah rekayasa yang sengaja dibuat untuk mengusirnya dari lingkungan tersebut.

    Kasus ini telah viral di media sosial dan mendapat perhatian dari berbagai pihak, termasuk Kementerian Agama (Kemenag) yang dikabarkan telah menurunkan tim Inspektorat Jenderal (Irjen) untuk menangani kasus ini. Sementara itu, proses pidana sedang berjalan untuk menentukan langkah hukum selanjutnya terhadap ASN tersebut.

    Beritajatim.com telah berusaha menghubungi pihak perguruan tinggi di Malang, tempat terduga pelaku mengajar, terkait tindak lanjut atas kasus ini. Namun hingga berita ini ditayangkan, belum ada tanggapan dari pihak perguruan tinggi tersebut. [dan/beq]

  • Ditekan Pemerintah, Kaum Feminis China Teruskan Perlawanan

    Ditekan Pemerintah, Kaum Feminis China Teruskan Perlawanan

    Jakarta

    Menjelang Hari Perempuan Internasional di tahun 2015, lima aktivis muda yang memperjuangkan hak-hak perempuan Cina – Wang Man, Zheng Churan, Li Maizi, Wei Tingting, dan Wu Rongrong – ditahan polisi di Beijing dan Guangzhou.

    Kampanye yang mereka rencanakan sebenarnya sederhana yakni meningkatkan kesadaran tentang pelecehan seksual di transportasi umum.

    Mereka pun didakwa dengan tuduhan “pertengkaran dan provokasi,” ‘pasal karet’ yang kerap dituduhkan kepada para aktivis. Kasus “Feminist Five” dengan cepat menjadi peristiwa penting, baik di dalam negeri maupun di skala internasional, menandai titik balik gerakan feminis di negara tersebut.

    Salah satu dari Feminist Five, Li Maizi (alias Li Tingting), mengaku kepada DW bahwa penahanan itu meninggalkan trauma mendalam: “Untuk waktu yang lama, setiap kali saya mendengar ketukan di pintu, saya merasakan ketakutan yang luar biasa,” ujarnya. Namun, ia percaya penangkapannya memberi efek paradoks yang justru memperkuat kesadaran feminis di Cina.

    Kasus ini menarik perhatian global dan membantu membangkitkan kesadaran publik tentang pelecehan seksual. Sepuluh tahun kemudian, kesadaran terhadap kesetaraan gender meningkat, dengan lebih banyak perempuan dan komunitas LGBTQ+ menyuarakan kekerasan dan diskriminasi.

    Namun, ruang bagi gerakan feminis untuk bersuara kian menyempit. Konten feminis kerap disensor dan pihak berwenang kian memperluas pembungkaman.

    Pembungkaman “Feminist Voices”

    Pada 2018, Feminist Voices, media feminis terkemuka, dilarang dari WeChat dan Weibo. Tencent, pemilik WeChat menuduh mereka “mengganggu ketertiban sosial, keamanan publik, dan keamanan nasional,” setelah kampanye antipelecehan seksual di Hari Perempuan Internasional berjudul “Panduan Perjuangan di Hari Perempuan”, diunggah pada platform tersebut. Setelah akun Feminist Voice dihapus, akun pengguna yang menyuarakan dukungan akan postingan tersebut turut dihentikan, bahkan nama serta logo Feminist Voices diblokir dari pencarian.

    Insiden ‘Xiao Meili’ dan gelombang pemblokiran yang kian meluas

    Pada Maret 2021, aktivis feminis Xiao Meili dilecehkan di sebuah restoran di Chengdu setelah meminta pria di meja sebelahnya untuk tidak merokok. Ia menjadi sasaran hinaan seksis, bahkan disiram air panas. Video kejadian ini viral, banyak perempuan membagikan pengalaman serupa tentang agresivitas laki-laki di ruang publik.

    Namun, solidaritas berubah menjadi ancaman ketika influencer nasionalis mengumbar riwayat Xiao Meili, menudingnya sebagai musuh negara dengan mengangkat foto lama yang menampilkan dukungannya terhadap Hong Kong, melabelinya sebagai “separatis Hong Kong.”

    Akun Weibo milik Meili diblokir permanen sehingga ia tak lagi bisa membela diri. Setelah itu, banyak akun feminis pendukungnya di Weibo dilarang atau dihentikan, termasuk yang memiliki ratusan ribu pengikut.

    Penyensoran meluas ke akun-akun feminis di WeChat yang dituduh “menghasut konfrontasi gender.” Produk yang mengandung kata “feminisme” di toko daring Taobao dihapus dengan alasan mengandung “informasi terlarang,” sementara Taobao mengklaim sebagai “platform netral.”

    Selanjutnya lebih dari selusin kelompok feminis di jejaring sosial Douban dibubarkan, nama kelompok-kelompok tersebut dilabeli sebagai konten sensitif, postingan mereka otomatis dihapus. Douban membenarkan penghapusan ini, menuduhnya sebagai “konten politik dan ideologis yang ekstrem, radikal.”

    Gerakan #MeToo di Cina: Inspirasi dan penindasan

    Gerakan #MeToo di Cina dimulai pada awal 2018 ketika Luo Qianqian, lulusan Universitas Beihang, secara terbuka menuduh mantan profesornya Chen Xiaowu melakukan pelecehan seksual. Keberaniannya menginspirasi banyak orang untuk berbagi pengalaman serupa, mendorong percakapan luas tentang ketidaksetaraan di tempat kerja, kekerasan dalam rumah tangga, dan hak-hak reproduksi.

    Kasus-kasus besar pun mencuat, termasuk tuduhan terhadap pembawa acara TV Zhu Jun oleh Zhou Xiaoxuan (atau “Xuanzi”), serta tuduhan penyerangan seksual oleh petenis Peng Shuai terhadap mantan Wakil Perdana Menteri Zhang Gaoli. Setiap kasus memicu perhatian publik yang besar, namun juga diikuti oleh ‘sensor kilat’. Kata kunci seperti “#MeToo” dan homofon “mi tu” ( “kelinci beras”) yang digunakan aktivis menghindari filter turut diblokir di Weibo, unggahan yang mendukungnya dihapus, dan banyak akun yang dihentikan.

    Unggahan Peng Shuai bahkan lenyap dalam hitungan menit, sementara pencarian dengan kata-kata seperti “tenis”, “wakil perdana menteri”, atau “perdana menteri dan saya” turut diblokir. Represi ini juga merambah ke dunia nyata – pada 2021, jurnalis Huang Xueqin yang menjadi tokoh penting #MeToo ditahan, dan pada 2024 dijatuhi hukuman lima tahun penjara karena “menghasut subversi terhadap kekuasaan negara.”

    Ketika korban dituding sebagai pelaku

    Dalam beberapa tahun terakhir, terjadi tren yang mengkhawatirkan di mana korban justru distigmatisasi sebagai pelaku. Li Maizi menyoroti bahwa perempuan yang membawa kasus pelecehan ke pengadilan sering menghadapi gugatan balik: “Biaya untuk menuntut keadilan sangat tinggi.”

    Contohnya terjadi pada Juli 2024, ketika Universitas Politeknik Dalian berencana mengeluarkan seorang mahasiswi karena memiliki “hubungan yang tidak pantas dengan orang asing,” dengan dalih merusak “reputasi negara dan universitas.” Kritikus menyebut keputusan ini diskriminatif dan mencerminkan norma patriarki yang menilai perempuan lewat kesucian dan kehormatan nasional.

    Feminisme yang mengancam politik

    Pemerintah Cina memandang feminisme sebagai ideologi asing yang mengancam stabilitas. Para feminis dicap sebagai agen “pengaruh asing.” Lü Pin, pendiri Feminist Voice, mengatakan: “tidak ada lagi platform media sosial di Cina yang ramah terhadap perempuan atau topik-topik feminis.”

    Li Maizi mencatat bahwa feminisme di Cina kini sangat politis, dengan Federasi Perempuan Cina membedakan antara feminisme barat dan “perspektif Marxis tentang perempuan.” Menurut Lü: “Ketika orang-orang ‘dipecah’ secara daring, hal itu melemahkan kekuatan kolektif gerakan.”

    Pembingkaian feminisme sebagai ideologi barat dimanfaatkan oleh blogger yang nasionalis untuk menyerang gerakan ini sambil melanggengkan kekerasan berbasis gender.

    Bagaimana masa depan gerakan feminis di Cina?

    Di tengah penurunan angka kelahiran, pemerintah mendorong perempuan kembali ke peran tradisional. Presiden Xi Jinping bahkan meminta agar kaum muda “dibimbing menuju pandangan yang benar tentang pernikahan dan keluarga.”

    Feminisme pun dianggap ‘meruntuhkan kekuasaan negar’a karena menekankan otonomi dan hak reproduksi. Meski menghadapi tekanan besar, Li Maizi tetap optimis: “Gerakan feminis Cina maju secara bergelombang, dengan berbagai kemunduran dan perlawanan di sepanjang jalan. Namun, di mana pun ada penindasan, pasti ada perlawanan. Feminisme di Cina tidak akan berhenti.”

    Saat ini, gerakan feminis lebih terdesentralisasi dan bertumpu pada individu yang berani bersuara. Sepuluh tahun setelah Feminist Five, feminisme di Cina semakin hidup dalam kesadaran masyarakat, meskipun terus dibungkam secara sistematis. Kelangsungannya kini bergantung pada ketahanan, kreativitas, dan keberanian individu – bahkan ketika suara mereka dibungkam.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Sorta Caroline

    Editor: Yuniman Farid

    Tonton juga video “Aksi Massa Perempuan di DPR, Tuntut Keadilan Bagi Korban Demo” di sini:

    (ita/ita)

  • ARTPOP, Album yang Dilupakan Lady Gaga

    ARTPOP, Album yang Dilupakan Lady Gaga

    JAKARTA – Lady Gaga mengejutkan penggemarnya. Bukan tentang pengumuman film anyar atau kejelasan soal album baru, melainkan sebuah kicauan Twitter yang ia tulis pada 12 November lalu. Penyanyi yang memiliki nama asli Stefani Germanotta ini menulis, “Saya tidak ingat ARTPOP.” Kicauan singkat yang disambut beragam reaksi dari para penggemarnya yang disebut ‘Little Monsters’.

    i don’t remember ARTPOP

    — Lady Gaga (@ladygaga) November 11, 2019

    ARTPOP adalah album ketiga Lady Gaga yang dirilis pada 2013. Meskipun Gaga sempat menyebut album ini sebagai perjalanan musikal yang puitis di mana sebuah karya seni berpadu dengan teknologi, nyatanya respons publik terhadap album ini bercampur. Salah satunya Helen Brown dari The Daily Telegraph menganggap ARTPOP hanyalah percobaan Gaga atas kedua album terdahulu yang sukses, yaitu The Fame dan The Fame Monster.

    Beberapa bulan belakangan, album ARTPOP kembali mencuat kala Gaga memutuskan untuk menghapus lagu Do What U Want yang dibawakan bareng R. Kelly dari layanan musik digital. Keputusan ini dilatarbelakangi penayangan sebuah dokumenter berjudul Surviving R. Kelly yang menampilkan enam seri kasus pelecehan seksual dan tuduhan pelanggaran yang dilakukan R. Kelly. 

    Lagu ini tidak lagi menjadi bagian dari daftar lagu di album ARTPOP dan tidak tersedia di iTunes Store, meskipun sisa lagu lainnya masih bisa dibeli secara terpisah. Lagu Do What U Want juga tidak lagi tersedia pada layanan streaming Apple Music AS dan tidak dapat diputar melalui saluran YouTube resmi Lady Gaga. 

    Tapi, para penggemar masih dapat melakukan streaming dan membeli versi alternatif lagu Do What U Want yang menampilkan Christina Aguilera sebagai rekan duet. Lagu versi kolaborasi dengan Christina Aguilera ini dirilis Desember 2013 sebagai single yang berdiri sendiri dan tidak terdapat dalam album ARTPOP.

    Tidak berhenti di situ, kolaborator Gaga lainnya dalam album ARTPOP, rapper T.I baru-baru membuat heboh ketika ia mengatakan di acara podcast Ladies Like Us bahwa ia selalu menemani putrinya yang berumurnya 18 tahun untuk mengecek selaput daranya kepada ginekologis setiap tahun. Hal ini dilakukan rapper yang bekerja sama dalam lagu Jewels n’ Drugs untuk memastikan anaknya masih perawan.

    Padahal, tindakan ini dikecam oleh World Health Organization (WHO) dan PBB sebagai hal yang tidak diperlukan secara medis, menyakitkan, memalukan, dan membuat trauma.

    Wajar saja jika Gaga ingin melupakan ARTPOP mengingat banyak hal yang kurang menyenangkan dalam album tersebut. Kasus dua musisi di atas mungkin hanya sebagian dari pengalaman tidak enak yang ia rasakan. Mungkin karena itu pula lah Gaga kemudian merilis album Joanne, album yang secara arah musikal jauh berbeda dari ARTPOP.

    Lady Gaga mengonfirmasi, saat ini sedang mengerjakan album keenamnya sembari melakukan show Enigma.

  • Narapidana di Kediri Jadi Korban Asusila, Dipaksa Makan Cacing dan Staples

    Narapidana di Kediri Jadi Korban Asusila, Dipaksa Makan Cacing dan Staples

    Liputan6.com, Jakarta Narapidana berinisial ASP (20) menjadi korban asusila di dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Kediri, Jawa Timur. Pelaku berinisial WBP bahkan memaksa korban memakan cacing dan staples.

    Kepala Lapas Kelas II A Kediri Solichin mengatakan, kasus ini terungkap berawal dari laporan ASP yang mengeluh sakit perut, akhir bulan Agustus lalu.

    “Korban langsung kami bawa ke klinik lapas untuk diperiksa. Dari keterangan awal, ia mengaku dipaksa menelan dan meminum barang-barang yang tidak lazim,” kata Solichin, Sabtu (06/09/2025).

    Kondisi korban membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut, sehingga pihak lapas segera berkoordinasi dengan pengadilan karena status korban masih tahanan titipan.

    Korban kemudian dibawa ke RS Simpang Lima Gumul (SLG) Kabupaten Kediri, untuk pemeriksaan. Dan hasilnya, kondisi korban stabil dan tidak memerlukan rawat inap.

    Pihaknya menjelaskan terkait dengan kabar adanya dugaan pelecehan seksual, dari hasil pemeriksaan medis tidak menemukan tanda-tanda kerusakan pada area vital korban.

    Dia menambahkan, langkah tegas sudah diambil terhadap WBP yang diduga melakukan pemaksaan.

    “Sejak hari kejadian, pelaku langsung kami pisahkan dari blok hunian dan ditempatkan di strap cell. Itu bentuk pengamanan awal yang wajib kami lakukan,” beber dia.

    Selain itu, pihaknya juga telah mengusulkan untuk pemindahan pelaku ke Lapas Nusakambangan.

    “Tidak berhenti di situ, saya juga mengusulkan pemindahan pelaku ke Lapas Nusakambangan. Namun, karena kondisi Kediri belum sepenuhnya kondusif akibat adanya aksi unjuk rasa, untuk sementara pelaku kami pindahkan ke Lapas Kelas I Surabaya, Porong,” ujarnya.

    Kalapas juga menegaskan untuk pengecekan kesehatan korban. “Sepulang dari kegiatan di RS SLG Gumul Kediri, saya langsung memerintahkan dokter klinik untuk melakukan pemeriksaan tambahan terhadap korban, khususnya pada bagian anus. Hasilnya tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan,” kata dia.

    Kalapas menegaskan bahwa langkah-langkah tersebut penting untuk menjaga rasa aman di dalam lapas.

    “Pemindahan bukan sekadar hukuman, melainkan upaya mencegah agar peristiwa serupa tidak terulang. Kami tidak ingin ada warga binaan yang merasa takut,” kata Solichin.

    Pihak Lapas juga mencabut hak narapidana pelaku yang diduga melakukan tindakan asusila ke rekannya.

    “Setelah didalami, pelaku disidangkan di hadapan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP). Dari hasil sidang, diputuskan menjatuhkan register F kepada pelaku, sehingga hak-hak narapidana dicabut,” pungkas Solichin.

    Sementara itu, kuasa hukum korban M. Rofian mengatakan tindakan yang dilakukan pelaku ke kliennya sangat biadab.

    Pelaku melakukan asusila pada korban dan keesokan harinya meminta lagi, namun korban menolak. Hingga akhirnya, pelaku memaksa korban untuk makan cacing, makan isi staples.

    Dia menambahkan, pelaku terlibat kasus kekerasan pada anak. Begitu juga dengan kliennya, terlibat kasus yang sama.

    “Motivasi pelaku ini melakukan pelonco pada klien kami,” kata dia.

    Pihaknya mengapresiasi dari lapas yang membuat tindakan tegas kepada pelaku. Namun, ia berharap kasus ini tidak terjadi pada warga binaan lainnya.

    “Kami sudah bertemu dengan pelaku dan dia meminta maaf dan tidak akan melakukan perbuatan lagi. Pelaku mengakui tapi untuk asusila tidak mengakui, sehingga kami laporkan,” pungkas Rofi.

  • Kasus Pelecehan Antar WBP di Lapas Kediri, Pelaku Dipindah ke Lapas Porong

    Kasus Pelecehan Antar WBP di Lapas Kediri, Pelaku Dipindah ke Lapas Porong

    Kediri (beritajatim.com) – Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Kediri memberikan penjelasan resmi terkait kasus pelecehan seksual antar warga binaan (WBP) yang terjadi pada Rabu pagi (27/8/2025) lalu.

    Kepala Lapas Kediri, Solichin, menyampaikan kronologi sekaligus langkah penanganan yang sudah dilakukan pihaknya untuk memastikan keamanan di dalam lapas.

    Peristiwa bermula sekitar pukul 08.20 WIB ketika seorang WBP berinisial ASP (20) melapor mengalami sakit perut.

    “Korban langsung kami bawa ke klinik lapas untuk diperiksa. Dari keterangan awal, ia mengaku dipaksa menelan dan meminum barang-barang yang tidak lazim,” ujar Solichin.

    Melihat kondisi korban, lapas segera berkoordinasi dengan pengadilan karena status ASP masih sebagai tahanan titipan.

    “Atas izin tersebut, sekitar pukul 15.12 WIB korban dibawa ke RSUD Simpang Lima Gumul dan kembali ke lapas pukul 16.56 WIB. Hasil pemeriksaan medis menyatakan kondisi korban stabil dan tidak memerlukan rawat inap,” jelasnya.

    Menanggapi isu dugaan pelecehan seksual, Kalapas menegaskan hasil pemeriksaan medis tidak menemukan indikasi kerusakan pada area vital korban.

    “Hasil ini menjadi dasar kami untuk tetap berhati-hati dalam menyampaikan informasi. Semua masih perlu proses pemeriksaan lanjutan,” katanya.

    Langkah tegas diambil terhadap WBP yang diduga melakukan pemaksaan. “Sejak hari kejadian, pelaku langsung kami pisahkan dari blok hunian dan ditempatkan di strap cell. Itu bentuk pengamanan awal yang wajib kami lakukan,” tegas Solichin.

    Lapas Kediri kirim WBP pelaku pelecehan ke Porong.

    Keesokan harinya, pelaku disidangkan di hadapan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP). Dari hasil sidang, diputuskan menjatuhkan register F sehingga hak-hak narapidana pelaku dicabut.

    Selanjutnya, Kalapas mengusulkan pemindahan pelaku ke Lapas Nusakambangan, namun karena situasi Kediri belum sepenuhnya kondusif, untuk sementara pelaku dipindahkan ke Lapas Kelas I Surabaya, Porong.

    Selain itu, pemeriksaan tambahan terhadap korban juga dilakukan setelah pulang dari RSUD SLG Gumul.

    “Sepulang dari kegiatan di RS SLG Gumul Kediri, saya langsung memerintahkan dokter klinik untuk melakukan pemeriksaan tambahan terhadap korban, khususnya pada bagian anus. Hasilnya tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan,” ungkapnya.

    Menurut Solichin, langkah-langkah tersebut penting untuk menjaga rasa aman di dalam lapas. “Pemindahan bukan sekadar hukuman, melainkan upaya mencegah agar peristiwa serupa tidak terulang. Kami tidak ingin ada warga binaan yang merasa takut,” tegasnya.

    Ia memastikan kondisi korban kini membaik. “Korban perlu rawat jalan dan saat ini sudah bisa beraktivitas kembali. Kami berkomitmen tidak menoleransi kekerasan antar-WBP dan terus memperkuat pengawasan agar hak-hak seluruh warga binaan tetap terlindungi,” pungkasnya. [nm/ted]

  • Meta Perketat Aturan Chatbot AI untuk Remaja, Tak Bisa Lagi Bahas Topik Sensitif – Page 3

    Meta Perketat Aturan Chatbot AI untuk Remaja, Tak Bisa Lagi Bahas Topik Sensitif – Page 3

    Puncaknya, teknologi ini mampu menghasilkan gambar photorealistic (foto palsu buatan AI) yang menunjukkan gambar tak senonoh dari para korban. 

    Praktik mengkhawatirkan ini pertama kali diungkap ke publik melalui sebuah laporan investigasi mendalam yang dirilis oleh kantor berita Reuters.

    Menanggapi temuan tersebut, pihak Meta mengonfirmasi telah mengambil tindakan dengan menghapus belasan chatbot AI yang terbukti melanggar aturannya.

    Namun, terjadinya insiden ini menyoroti kelemahan sistem pengawasan internal Meta terhadap pengembangan dan penyebaran teknologi kecerdasan buatan mereka.

    Munculnya skandal ini membuka sebuah babak baru dalam diskusi global mengenai keamanan privasi, hak atas citra diri, dan ancaman pelecehan seksual dalam ranah digital.

    Pada dasarnya, sebuah diskusi tidak akan memanas tanpa hadirnya implementasi nyata dari permasalahan. Oleh karena itu, peniruan dan pelecehan ini menjadi sebuah pelanggaran serius terhadap fundamental privasi.

    Figur publik sekali pun tetap memiliki hak prerogatif untuk mengontrol bagaimana wajah serta identitas mereka digunakan oleh pihak lain, terutama untuk tujuan komersial.