Kasus: pelecehan seksual

  • Trump Pecat Wanita Pertama yang Jadi Bos Penjaga Pantai AS

    Trump Pecat Wanita Pertama yang Jadi Bos Penjaga Pantai AS

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memecat Laksamana Linda Fagan sebagai kepala Penjaga Pantai AS, dengan alasan “kurangnya kepemimpinan”. Fagan merupakan wanita pertama yang memimpin salah satu dari enam angkatan bersenjata dalam militer AS tersebut.

    Pemecatan Fagan, seperti dilansir AFP, Rabu (22/1/2025), diumumkan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Departemen Keamanan Dalam Negeri AS (DHS), Benjamine Huffman, dalam pernyataan pada Selasa (21/1) waktu setempat.

    “Dia (Fagan-red) telah menjalani karier yang panjang dan cemerlang, dan saya berterima kasih atas pengabdiannya,” ucap Huffman dalam pesan kepada Penjaga Pantai AS.

    Namun seorang pejabat senior DHS, yang mengawasi dinas tersebut, memberikan pernyataan yang jauh lebih kritis dengan menyebut Fagan diberhentikan “karena kurangnya kepemimpinan, kegagalan operasional, dan ketidakmampuan dalam mencapai target strategis Penjaga Pantai AS”.

    Fagan, menurut pejabat senior DHS yang enggan disebut namanya tersebut, telah gagal dalam mengatasi ancaman keamanan perbatasan, salah mengelola akuisisi, termasuk helikopter-helikopter, dan memberikan “fokus berlebihan” pada program keberagaman, kesetaraan, dan inklusi.

    Disebutkan juga oleh pejabat senior DHS tersebut bahwa terdapat “erosi kepercayaan” pada Penjaga Pantai AS karena cara mereka menangani penyelidikan tuduhan pelecehan seksual.

    “Kegagalan untuk mengatasi permasalahan sistemis yang terungkap dalam penyelidikan ini telah menggarisbawahi budaya kepemimpinan yang tidak bersedia menjamin akuntabilitas dan transparansi,” imbuh pejabat senior DHS tersebut.

    Lihat juga Video ‘Momen Pendukung Trump yang Terlibat Kerusuhan Capitol Dibebaskan’:

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Pengguna Bluesky Capai 25,94 Juta, Siap Perkuat Moderasi Konten di 2025

    Pengguna Bluesky Capai 25,94 Juta, Siap Perkuat Moderasi Konten di 2025

    JAKARTA – Berdasarkan laporan moderasi terbarunya, platform media sosial saingan X, Bluesky mengumumkan bahwa hingga 2024, mereka sudah berhasil mengumpulkan 25,94 juta pengguna, naik 2,89 juta.

    Seiring dengan pertumbuhan pengguna, laporan resmi oleh Aaron Rodericks yang diterbitkan pada 17 Januari 2025 mencatat lonjakan besar laporan moderasi, dari 358.000 laporan di 2023 menjadi 6,48 juta di 2024, meningkat 17 kali lipat. 

    “Kami meningkatkan tim moderasi menjadi sekitar 100 moderator dan terus merekrut staf baru. Beberapa moderator mengkhususkan diri dalam area kebijakan tertentu, seperti khusus untuk keamanan anak,” tulis perusahaan dalam laporannya.

    Dalam laporan ini, Bluesky juga merinci kategori-kategori laporan yang paling banyak diterima, di antaranya adalah:

    Perilaku anti-sosial (1,75 juta laporan)Konten menyesatkan (1,20 juta laporan)Spam (1,40 juta laporan)Konten seksual tidak diinginkan (630 ribu laporan)Masalah ilegal atau mendesak (933 ribu laporan)Lainnya (726 ribu laporan)

    “Proporsi pengguna yang mengirim laporan cukup stabil dari 2023 hingga 2024. Pada 2023, 5,6 persen pengguna aktif mengirimkan satu atau lebih laporan. Pada 2024, 1,19 juta pengguna (4,57 persen dari total pengguna) mengirimkan laporan,” catatnya.

    Bluesky juga mencatat upaya besar dalam keamanan anak dengan melaporkan 1.154 kasus materi pelecehan seksual anak (CSAM) ke National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC).

    Di tahun 2025, Bluesky berkomitmen untuk memperluas alat otomatisasi, meningkatkan respons terhadap pelanggaran mendesak, dan memberikan transparansi lebih kepada pengguna terkait laporan dan banding mereka.

  • Ayah di Brebes Cabuli Putri Kandungnya Saat Sang Istri Jadi ART di Jakarta
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        19 Januari 2025

    Ayah di Brebes Cabuli Putri Kandungnya Saat Sang Istri Jadi ART di Jakarta Regional 19 Januari 2025

    Ayah di Brebes Cabuli Putri Kandungnya Saat Sang Istri Jadi ART di Jakarta
    Tim Redaksi
    BREBES, KOMPAS.com
    – Seorang ayah kandung tega mencabuli anak gadisnya yang masih di bawah umur di Kabupaten
    Brebes
    , Jawa Tengah.
    Pelaku berinisial DP yang kini mendekam di sel tahanan Markas Polres Brebes. Akibat perbuatannya, terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara.
    Peristiwa itu terungkap setelah korban melaporkan ke ibu kandungnya. Ibunya selama ini bekerja sebagai asisten rumah tangga di Jakarta.
    Kepada ibunya, korban mengaku telah beberapa kali disetubuhi ayahnya di rumahnya saat suasana rumah sepi.
    Kepada polisi, korban mengaku telah empat kali mendapatkan pelecehan seksual dari sang ayah. Peristiwa itu terjadi di rentan waktu tahun 2022 hingga 2024.
    Tidak terima, ibu korban akhirnya melaporkan suaminya sendiri ke Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Brebes.
    “Selama ini korban tidak berani melaporkan ibu kandungnya karena takut mendapat ancaman dari ayahnya,” kata Kasatreskrim Polres Brebes AKP Resandro Hendriajati kepada wartawan, Minggu (19/1/2025).
    Resandro mengatakan, sebelum mencabuli anak kandungnya, tersangka melakukan kekerasan fisik. 
    Akibat perlakuan bejat dari orang yang seharusnya paling melindunginya, korban mengalami trauma dan kini mendapat pendampingan psikologis.
    “Akibat perbuatannya tersangka kini harus mendekam di sel tahanan Mapolres Brebes dan dijerat Pasal 81 Ayat 4 KUHP, dengan ancaman hukum hingga 20 tahun penjara,” kata Resandro.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dilantik Senin, Ini Sederet Skandal Trump: Penipuan Pajak-Model Porno

    Dilantik Senin, Ini Sederet Skandal Trump: Penipuan Pajak-Model Porno

    Jakarta, CNBC Indonesia – Donald Trump merupakan presiden pertama dalam sejarah Amerika Serikat (AS) yang menghadapi tuntutan pidana. Politisi berusia 78 tahun ini bahkan memiliki lusinan tuntutan hukum serta investigasi lainnya.

    Namun, kemenangannya dalam pemilihan presiden 5 November 2024 lalu telah membuka jalan baginya untuk kembali ke Gedung Putih, serta mengakhiri atau menunda kasus pidana yang menjeratnya saat ini.

    Berikut daftar ringkasan dari kasus-kasus hukum utama yang melibatkan Trump, seperti dihimpun CNBC Indonesia dari berbagai sumber pada Sabtu (18/1/2025).

    Kasus Penipuan Pajak

    Pada musim gugur tahun 2022, Jaksa Agung New York Letitia James mengajukan gugatan perdata terhadap Trump, dan para putranya yang sudah dewasa, serta mantan ajudannya Allen Weisselberg.

    James menuduh adanya skema yang telah berlangsung selama bertahun-tahun di mana Trump secara curang melaporkan nilai properti untuk menurunkan tagihan pajaknya atau memperbaiki persyaratan pinjamannya, semuanya dengan tujuan untuk menggelembungkan kekayaan bersihnya.

    Hakim Arthur Engoron memutuskan pada tanggal 16 Februari bahwa Trump harus membayar US$355 juta ditambah bunga, yang merupakan jumlah yang dihitung dari keuntungan yang diperolehnya secara tidak sah dari penipuan. Hakim sebelumnya telah memutuskan terhadap Trump dan para terdakwa lainnya pada akhir September 2023.

    Pada tanggal 25 Maret, hari ketika ia seharusnya membayar uang jaminan, pengadilan banding mengurangi jumlah yang harus ia bayar dari lebih dari US$464 juta menjadi US$175 juta. Trump telah mengajukan banding atas kasus tersebut. Dalam sidang September, hakim pengadilan banding New York tampak skeptis terhadap kasus terhadap Trump dan bersimpati terhadap argumennya, sehingga mereka belum memutuskan.

    Pencemaran Nama Baik dan Pelecehan Seksual

    Meskipun kasus-kasus lain ini semuanya diajukan oleh badan-badan pemerintah, Trump juga menghadapi sepasang gugatan pencemaran nama baik dari penulis E. Jean Carroll, yang mengatakan bahwa Trump melakukan kekerasan seksual terhadapnya di ruang ganti sebuah department store pada tahun 1990-an. Ketika Trump menyangkalnya, Carroll menggugatnya atas pencemaran nama baik dan kemudian menambahkan klaim penyerangan.

    Pada Mei 2023, juri menyimpulkan bahwa Trump telah melakukan kekerasan seksual dan pencemaran nama baik terhadap Carroll, dan memberinya ganti rugi sebesar US$5 juta. Kasus pencemaran nama baik kedua menghasilkan putusan sebesar US$83,3 juta pada Januari 2024.

    Trump mengajukan banding atas kedua kasus tersebut dan membayar uang jaminan sebesar US$83,3 juta pada Maret. Bandingnya dalam kasus US$5 juta ditolak pada tanggal 30 Desember.

    Kasus Uang Tutup Mulut

    Pada Maret 2023, Jaksa Distrik Manhattan Alvin Bragg menjadi jaksa pertama yang mengajukan tuntutan pidana terhadap Trump. Ia menuduh mantan presiden tersebut telah memalsukan catatan bisnis sebagai bagian dari skema untuk membayar uang tutup mulut kepada wanita yang mengaku pernah berhubungan seksual dengan Trump.

    Sidang dimulai pada tanggal 15 April dan berakhir dengan vonis pada tanggal 30 Mei. Trump akan dijatuhi hukuman pada tanggal 10 Januari.

    Meskipun tuduhan tersebut adalah tentang pemalsuan catatan, catatan tersebut dipalsukan untuk menyembunyikan informasi dari publik saat masyarakat memberikan suara dalam pemilihan umum tahun 2016. Itu adalah salah satu dari banyak serangan Trump terhadap pemilihan umum yang adil, di mana dua pemakzulannya juga dilakukan atas upaya untuk melemahkan proses pemilu.

    Pada tanggal 3 Januari, Hakim Juan Merchan menjadwalkan vonis pada tanggal 10 Januari, tetapi mengindikasikan bahwa ia kemungkinan akan menjatuhkan hukuman pembebasan tanpa syarat kepada Trump, yang berarti tidak ada hukuman penjara atau masa percobaan, dan tidak ada persyaratan lain yang harus dipenuhi.

    Pemindahan Dokumen Negara Secara Ilegal ke Mar-a-Lago

    Penasihat Khusus Jack Smith mendakwa Trump dengan 37 tindak pidana berat terkait dengan pemindahan dokumen dari Gedung Putih saat ia meninggalkan jabatannya, tetapi Hakim Aileen Cannon telah membatalkan kasus tersebut dengan menyatakan bahwa pengangkatan Smith tidak konstitusional, yang kemudian Smith mengajukan banding.

    Dakwaan tersebut mencakup penyimpanan informasi keamanan nasional secara sengaja, menghalangi keadilan, menahan dokumen, dan pernyataan palsu. Trump membawa kotak-kotak dokumen ke berbagai properti, tempat dokumen-dokumen tersebut disimpan secara sembarangan, tetapi dakwaan tersebut berpusat pada penolakannya untuk mengembalikannya kepada pemerintah meskipun telah diminta berulang kali.

    Smith mengajukan dakwaan pada Juni 2023. Pada 15 Juli 2024, Cannon membatalkan dakwaan tersebut. Smith mengajukan banding pada 26 Agustus, tetapi mengajukan pembatalan dakwaan pada 25 November.

    Melindungi rahasia negara adalah salah satu tanggung jawab terbesar pejabat publik mana pun yang memiliki izin rahasia, dan Trump tidak hanya mempertaruhkan dokumen-dokumen ini, tetapi ia juga diduga menolak untuk mematuhi panggilan pengadilan, mencoba menyembunyikan dokumen-dokumen tersebut, dan berbohong kepada pemerintah melalui pengacaranya.

    Kontroversi Pemilu 2020

    Di Fulton County, Georgia, yang meliputi sebagian besar Atlanta, Jaksa Distrik Fani Willis mengajukan kasus pemerasan besar-besaran terhadap Trump dan 18 orang lainnya, dengan tuduhan konspirasi yang menyebar selama berminggu-minggu dan di berbagai negara bagian dengan tujuan mencuri pemilu 2020.

    Willis memperoleh dakwaan pada Agustus 2023. Jumlah orang yang didakwa membuat kasus ini sulit dilacak. Beberapa dari mereka, termasuk Kenneth Chesebro, Sidney Powell, dan Jenna Ellis, membuat kesepakatan pembelaan pada musim gugur.

    Pada 19 Desember, pengadilan banding mengeluarkan Willis dari kasus tersebut, dengan alasan hubungannya dengan mantan jaksa khusus dalam kasus tersebut. Dia telah mengajukan banding, dan masa depan kasus tersebut tidak jelas.

    Ini adalah kasus besar yang harus ditangani oleh jaksa setempat, bahkan di daerah sebesar Fulton. Undang-undang pemerasan memungkinkan Willis untuk mengumpulkan banyak materi, dan dia memiliki beberapa bukti kuat-seperti panggilan telepon di mana Trump meminta Sekretaris Negara Bagian Georgia Brad Raffensperger untuk “menemukan” sekitar 11.000 suara. Sekarang tidak jelas apakah kasus tersebut akan dilanjutkan setelah Willis dicopot.

    Kasus Pasca Kekalahan Pemilu 2020

    Penasihat Khusus Smith juga mendakwa Trump dengan empat tindak pidana federal terkait upayanya untuk tetap berkuasa setelah kalah dalam pemilu 2020.

    Pada tahun 2022, Smith sempat ditugaskan oleh komite DPR AS untuk menyelidiki dugaan upaya Trump untuk membatalkan hasil pemilihan umum 2020 sebelum penyerangan berdarah di US Capitol oleh para pendukungnya pada tanggal 6 Januari 2021.

    Sebuah dewan juri mendakwa Trump pada 1 Agustus 2023. Sidang awalnya dijadwalkan pada bulan Maret tetapi dibekukan sementara Mahkamah Agung mempertimbangkan apakah mantan presiden tersebut harus kebal dari tuntutan hukum.

    Pada 1 Juli 2024, para hakim memutuskan bahwa seorang presiden kebal dari tuntutan hukum atas tindakan resmi tetapi bukan tidak resmi, menemukan bahwa beberapa tindakan Trump pascapemilu bersifat resmi dan mengembalikan kasus tersebut ke pengadilan untuk menentukan yang lainnya.

    Smith memperoleh dakwaan baru pada 27 Agustus, yang mempertahankan empat dakwaan tindak pidana yang sama tetapi tidak menyebutkan adanya korupsi di Departemen Kehakiman. Pada 25 November, Smith mengajukan permohonan untuk mencabut tuntutan karena terpilihnya kembali Trump.

    Kasus Uang Tutup Mulut Bintang Porno Stormy Daniels

    Setelah dinyatakan bersalah oleh juri Manhattan pada Mei karena memalsukan catatan bisnis untuk menutupi pembayaran uang tutup mulut kepada bintang porno Stormy Daniels sebelum pemilihan presiden 2016, Trump akan menjadi presiden pertama yang memasuki Gedung Putih dengan catatan kriminal.

    Trump, yang mengklaim persidangan tersebut adalah “perburuan penyihir”, ingin menghentikan Daniels dari mengungkapkan dugaan hubungan seksual tahun 2006, karena khawatir hal itu akan merugikannya selama kampanye 2016. Dia dihukum atas semua 34 dakwaan terhadapnya dalam kasus tersebut.

    Secara teori, ia dapat dijatuhi hukuman penjara empat tahun. Namun, bahkan sebelum kemenangan pemilu minggu ini, beberapa pakar hukum meyakini bahwa pelanggar pertama kali tersebut kemungkinan besar akan lolos dengan denda dan masa percobaan.

    Trump berpendapat kasus tersebut harus dibatalkan sama sekali berdasarkan putusan kekebalan presiden, yang telah dibantah oleh jaksa sebelum pemilihan. Jika ia tidak berhasil membatalkan kasus tersebut, penjahat yang dihukum itu berpotensi menghadapi masalah yang berkelanjutan setelah ia meninggalkan jabatannya.

    (pgr/pgr)

  • Sidang Perdana Agus Buntung Kasus Pelecehan Seksual

    Sidang Perdana Agus Buntung Kasus Pelecehan Seksual

    Pria disabilitas berinisial IWAS alias Agus Buntung, tersangka pelaku pelecehan seksual terhadap belasan perempuan, hari ini, Kamis (16/1/2025), menjalani sidang perdananya di Pengadilan Negeri (PN) Mataram. Sidang dakwaan tersebut berlangsung tertutup pada pukul 09.00 Wita di ruang sidang utama dengan menghadirkan lima orang Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Mataram.

    Ringkasan

  • Video Ibunda Agus Buntung Jatuh Sampai Kepala Terluka, Histeris usai sang Anak Selesai Jalani Sidang – Halaman all

    Video Ibunda Agus Buntung Jatuh Sampai Kepala Terluka, Histeris usai sang Anak Selesai Jalani Sidang – Halaman all

    Agus Buntung menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan pada Kamis (16/1/2025) di Pengadilan Negeri Mataram.

    Tayang: Jumat, 17 Januari 2025 15:22 WIB

    TRIBUNNWS.COM – Terdakwa kasus pelecehan seksual I Wayan Agus Suartama alias Agus Buntung menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan pada Kamis (16/1/2025) di Pengadilan Negeri Mataram.

    Setibanya di PN Mataram, Agus menuntut haknya sebagai penyandang disabilitas terkait fasilitas yang diberikan.

    Adapun dalam persidangan kali ini, Agus didampingi oleh 19 pengacara.

    (*)

    Berita selengkapnya simak video di atas.

    “);
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’9′,img:’thumb2′}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }
    else{
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    $(“#test3”).val(“Done”);
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else if (getLast > 150) {
    if ($(“#ltldmr”).length == 0){
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    }
    }
    }
    });
    });

    function loadmore(){
    if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
    var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast ;
    if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
    newlast=0;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;
    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else{
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast+1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    }

    Berita Terkini

  • Agus Buntung Didakwa 12 Tahun Penjara tapi Pengacara Tak Ajukan Eksepsi, Ini Alasannya

    Agus Buntung Didakwa 12 Tahun Penjara tapi Pengacara Tak Ajukan Eksepsi, Ini Alasannya

    GELORA.CO  – I Wayan Agus Suartama alias Agus Buntung (22) terdakwa kasus dugaan pelecehan seksual telah menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis (16/1/2025).

    Agenda dalam sidang perdana Agus Buntung itu adalah pembacaan dakwaan dari jaksa penuntut umum (JPU).

    JPU Dina Kurniawati mengungkapkan bahwa pada sidang kemarin agendanya pembacaan dakwaan.

    Tetapi, tim penasihat hukum Agus Buntung tidak mengajukan eksepsi atau keberatan terhadap dakwaan JPU.

    Oleh karena pengacara Agus Buntung tidak mengajukan eksepsi, sidang akan dilanjutkan dengan agenda pembuktian pada hari Kamis pekan depan.

    Sebagai informasi, Agus Buntung didampingi sebanyak 19 pengacara, tetapi hanya 7 orang yang hadir di PN Mataram kemarin.

    “Pemeriksaan saksi minggu depan (Kamis, 23/1/2025) hari ini pembacaan dakwaan saja,” kata Dina, Kamis (16/1/2025), dilansir dari TribunLombok.com.

    Penasihat hukum Agus, Ainuddin mengungkap alasan pihaknya menolak untuk melakukan eksepsi sebab apa yang didakwakan di dalam persidangan, menurut Agus Buntung tidak sesuai dengan kejadian sebenarnya.

    “Sehingga kita arahkan untuk langsung ke pembuktian, itu pertimbangannya,” ungkap Ainuddin.

    Agus Buntung didakwa dengan Pasal 6A dan/atau Pasal 6C juncto Pasal 15 huruf E Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dengan ancaman 12 tahun penjara dan denda Rp 300 juta.

    Agus Buntung Keluhkan Kondisi Lapas

    Saat tiba di PN Mataram, Agus Buntung menyebut bahwa fasilitas yang dijanjikan untuk penyandang disabilitas belum terpenuhi, sehingga ia menuntut hak tersebut diberikan sesuai yang dijanjikan.

    Sebagaimana diketahui, Agus Buntung ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Kuripan Kabupaten Lombok Barat, NTB sejak Kamis (9/1/20245) lalu.

    “Sebelumnya ada pemberitaan ada sebuah pendampingan di LP (Lapas) atau disebut dengan fasilitas disabilitas, saya menyebutkan atas nama KDD untuk memenuhi hak-hak yang harus dipenuhi, karena apa yang disebut bohong,” ujar Agus, Kamis.

    Agus Buntung ‘Dibully’?

    Penasihat Hukum Agus Buntung menyebutkan bahwa kliennya mengalami bullying dan ancaman selama ditahan di Lapas Kelas IIA Lombok Barat.

    “Agus juga merasakan ketidaknyamanan karena ada semacam bully terhadap dia selama di dalam tahanan, bahkan ada ancaman juga,” ujar penasihat hukum Agus, Donny A Sheyoputra, selepas sidang di PN Mataram, Kamis, dilansir dari Kompas.com.

    “Dia tidak menyampaikan secara detail, tetapi ada yang dikatakan bahwa kalau kamu begini, maka nanti yang pulang hanya namamu saja, siap-siap pulang nama,” timpal penasihat hukum Agus Buntung lainnya, Aminuddin.

    Penasihat hukum Agus Buntung lantas menyatakan keberatan karena sebagai penyandang disabilitas, kliennya mendapatkan fasilitas yang tidak memadai.

    Misalnya, mengenai toilet dan pendamping yang dinilai tidak kompeten dalam mengurus disabilitas seperti Agus Buntung.

    “Ternyata yang diberikan pada dia adalah tahanan pendamping atau tamping yang juga tentunya tidak mungkin risi atau bagaimana mengurus Agus,” sebut Donny.

    Menurut kuasa hukum Agus Buntung, semestinya tenaga pendamping yang disediakan untuk terdakwa berasal dari tenaga profesional dan bukan dari warga binaan.

    Donny mengaku bahwa pihaknya telah menyampaikan permohonan pengalihan status penahanan sebagai tahanan rumah kepada majelis hakim.

    “Agus pada prinsipnya tidak keberatan ditahan, hanya mohon pengalihan status tahanan sebagai tahanan rumah supaya ibunya bisa merawat dia dengan segala kebutuhan khusus yang dia perlukan,” ujar Donny.

    Agus Buntung juga berjanji akan bersikap kooperatif selama menjalani persidangan di PN Mataram.

    Adapun selama menjalani proses persidangan, Agus Buntung ditahan di Lapas Kelas IIA Lombok Barat.

    Kuasa hukum menyebutkan, Agus Buntung ditempatkan di sel tahanan bersama 14 tahanan lainnya

  • Video Ketua Komisi Disabilitas NTB soal Agus Buntung Tak Nyaman di Lapas: Tak Ada Penjara Nyaman – Halaman all

    Video Ketua Komisi Disabilitas NTB soal Agus Buntung Tak Nyaman di Lapas: Tak Ada Penjara Nyaman – Halaman all

    Ketua Komisi Disabilitas Daerah Nusa Tenggara Barat, Joko Jumadi merespons pernyataan Agus Buntung yang merasa tidak nyaman selama ditahan.

    Tayang: Jumat, 17 Januari 2025 12:32 WIB

    TRIBUNNEWS.COM – Ketua Komisi Disabilitas Daerah Nusa Tenggara Barat (NTB), Joko Jumadi merespons pernyataan terdakwa pelecehan seksual I Wayan Agus Suartama (IWAS) alias Agus Buntung yang merasa tidak nyaman selama ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Lombok Barat.

    Joko Jumadi menyatakan tidak ada satu pun orang atau terpidana yang merasa nyaman berada di lapas.

    Ia menyebut kenyaman itu merujuk apakah fasilitas yang berada di lapas bisa dinikmati atau tidak.

    “Kita merujuk pada fasilitas di lapas bisa dinikmati atau tidak, nyatanya sekarang dia mandi juga sudah bisa, dia BAB atau BAK juga bisa, sebenarnya itu aja sih,” ujarnya saat ditemui awak media.

     

    (*)

    Berita selengkapnya simak video di atas.

    “);
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:’9′,img:’thumb2′}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }
    else{
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    $(“#test3”).val(“Done”);
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else if (getLast > 150) {
    if ($(“#ltldmr”).length == 0){
    $(“#latestul”).append(‘Tampilkan lainnya’);
    }
    }
    }
    });
    });

    function loadmore(){
    if ($(“#ltldmr”).length > 0) $(“#ltldmr”).remove();
    var getLast = parseInt($(“#latestul > li:last-child”).attr(“data-sort”));
    $(“#latestul”).append(“”);
    $(“.loading”).show();
    var newlast = getLast ;
    if($(“#test3”).val() == ‘Done’){
    newlast=0;
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest”, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast + 1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;
    if(val.c_url) cat = “”+val.c_title+””;
    else cat=””;
    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    else{
    $.getJSON(“https://api.tribunnews.com/ajax/latest_section/?callback=?”, {start: newlast,section:sectionid,img:’thumb2′,total:’40’}, function(data) {
    $.each(data.posts, function(key, val) {
    if(val.title){
    newlast = newlast+1;
    if(val.video) {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = ” “;
    }
    else
    {
    var vthumb = “”;
    var vtitle = “”;
    }
    if(val.thumb) {
    var img = “”+vthumb+””;
    var milatest = “mr140”;
    }
    else {
    var img = “”;
    var milatest = “”;
    }
    if(val.subtitle) subtitle = “”+val.subtitle+””;
    else subtitle=””;

    $(“#latestul”).append(“”+img+””);
    }else{
    return false;
    }
    });
    $(“.loading”).remove();
    });
    }
    }

    Berita Terkini

  • Polisi Pakai Lie Detector Periksa Dosen Penyuka Sesama Jenis yang Lecehkan 15 Mahasiswa di NTB

    Polisi Pakai Lie Detector Periksa Dosen Penyuka Sesama Jenis yang Lecehkan 15 Mahasiswa di NTB

    Jakarta, Beritasatu.com – Polisi masih mengusut kasus dosen pria penyuka sesama jenis di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Dosen berinisial LRR itu diduga melecehkan 15 mahasiswanya.

    Polda NTB meminta dukungan tim Laboratorium Forensik Polri untuk membantu menangani kasus dugaan pelecehan seksual sesama jenis oleh dosen LRR. Polisi akan menggunakan lie detector atau alat pendeteksi kebohongan untuk memeriksa LRR.

    “Kami akan meminta bantuan ke labfor terkait penggunaan lie detector terhadap terduga terlapor,” kata Direskrimum Polda NTB Kombes Syarif Hidayat di Mataram, dikutip dari Antara, Jumat (17/1/2025).

    Penggunaan alat canggih milik Polri tersebut untuk memastikan terduga pelaku jujur dalam pemberian keterangan kepada polisi.

    Dari hasil pemeriksaan sementara, Syarif mengatakan LRR terkesan tidak jujur memberikan keterangan, sehingga dibutuhkan pemeriksaan menggunakan lie detector dari Labfor Polri.

    Sejauh ini, polisi telah mengantongi keterangan empat orang korban, termasuk pelapor kasus dosen penyuka sesama jenis lecehkan mahasiswa.

    Polisi berencana akan merekonstruksi kasus apabila penyidik sudah mengantongi keterangan terduga pelaku dalam pemeriksaan kedua.

    Polda NTB juga berkoordinasi dengan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram dan Koalisi Stop Kekerasan Seksual NTB dalam upaya untuk melihat indikasi pidana dari kasus tersebut.

    “Kalau sudah dirasa cukup, kami akan gelar (perkara) untuk menentukan tindak lanjut penanganan,” ucapnya.

    Polda NTB menangani kasus dugaan dosen penyuka sesama jenis lecehkan mahasiswa berdasarkan laporan salah seorang korban pada 26 Desember 2024.

    Korban yang melapor merupakan bekas mahasiswa dari LRR, dosen yang mengajar di beberapa universitas di Kota Mataram.

    Dalam laporan itu, korban mengaku menerima perilaku pelecehan seksual dari LRR pada medio September 2024 saat ada kegiatan di paguyuban milik pelaku.

  • Agus Buntung Keluhkan Fasilitas Lapas yang Tak Ramah Difabel, Ajukan Pengalihan Status Tahanan – Halaman all

    Agus Buntung Keluhkan Fasilitas Lapas yang Tak Ramah Difabel, Ajukan Pengalihan Status Tahanan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sidang perdana kasus pelecehan seksual dengan terdakwa I Wayan Agus Suartama (22) alias Agus buntung digelar di Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Kamis (16/1/2025).

    Agus sempat mengeluhkan fasilitas lapas yang ditempatinya karena tidak seperti yang dijanjikan.

    Ia menilai ruangan di Lapas Kelas IIA Kuripan Lombok Barat tidak layak untuk penyandang disabilitas seperti dirinya.

    “Sebelumnya ada pemberitaan ada sebuah pendampingan di LP (Lapas) atau disebut dengan fasilitas disabilitas, saya menyebutkan atas nama KDD untuk memenuhi hak-hak yang harus dipenuhi, karena apa yang disebut bohong,” ucap Agus.

    Kuasa hukum Agus, Ainuddin mengajukan pemindahan status penahanan untuk kliennya dari tahanan rutan menjadi tahanan rumah.

    Menurutnya, Agus yang tak memiliki tangan tak nyaman dengan kondisi di lapas.

    “Secara materil kami akan mengajukan beberapa surat terkait pengalihan status penahanan bisa tahanan rumah bisa tahanan kota hak-haknya bisa terpenuhi sebagaimana biasanya,” bebernya.

    Dalam sidang kedua yang akan digelar pada Kamis (23/1/2025), Kejaksaan Negeri Mataram meminta ibu Agus datang untuk memberi kesaksian.

    “Kami diminta dari jaksa untuk menghadirkan orang tua, artinya ada kepentingan Agus yang mestinya dijalankan secara pribadi tidak bisa dijalankan,” tukasnya.

    Kuasa hukum Agus tak mengajukan ekspansi kepada majelis hakim, sehingga sidang dilanjutkan dengan pembuktian.

    Jaksa Penuntut Umum (JPU), Dina Kurniawati, menyatakan agenda pada sidang kali ini hanya pembacaan dakwaan.

    Dalam kasus ini, Agus didakwa dengan pasal 6A dan atau pasal 6C, juncto pasal 15 huruf E Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dengan ancaman 12 tahun penjara dan denda Rp 300 juta.

    Setelah sidang selesai, ibu Agus, Ni Gusti Ayu Ari Padhi terjatuh dan pingsan.

    Hal tersebut mengakibatkan kepalanya mengalami luka robek.

    Ni Gusti Ayu Ari Padhi kemudian dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara untuk menjalani perawatan.

    Humas Pengadilan Negeri Mataram, Lalu Moh. Sandi Iramaya, membenarkan insiden itu dan menyatakan ibu Agus kurang konsentrasi.

    “Atau pengaruh sidang dari anak yang bersangkutan. Jadi mungkin kurang sehat atau kurang konsentrasi sehingga terjatuh di pojok taman kami,” tuturnya.

    Agus Ditahan

    Diketahui, Agus sempat menjadi tahanan rumah dalam kasus pelecehan seksual.

    Polda NTB kemudian menyerahkan Agus ke Kejari Mataram untuk dijadikan tahanan di Lapas Kelas IIA Kuripan Lombok Barat, NTB.

    Meski diwarnai penolakan dari Agus dan keluarganya, Kejari Mataram tetap menahan Agus.

    Penyandang tunadaksa tersebut ditempatkan di tahanan khusus disabilitas dan lansia dengan kapasitas ruangan hingga 20 orang.

    Kepala Lapas Kelas IIA Kuripan, Muhammad Fadil, menyatakan petugas akan memperlakukan Agus seperti para tahanan lain.

    Sejumlah fasilitas khusus sudah disediakan seperti kloset duduk untuk lansia dan penyandang disabilitas.

    “Jadi memang yang untuk warga binaan biasa klosetnya jongkok, sedang di kamar lansia dan disabilitas ini klosetnya duduk, kita siapkan karena memang mereka membutuhkan itu, kalau jongkok mereka akan kesusahan,” bebernya, Kamis (9/1/2025).

    Pihaknya masih melihat kondisi Agus selama di lapas sebelum memutuskan memberikan tenaga pendamping.

    “Kita lihat kalau dia mampu mengurus dirinya sendiri karena banyak disabilitas yang mampu mengurus dirinya sendiri, kalau begitu kita samakan dengan yang lain.”

    “Tapi kalau semisal MCK-nya terbatas kita perlakukan sama dengan WB (warga binaan) yang sakit dan itu ada petugas yang membantu merawat mereka,” tandasnya.

    Sebagian artikel telah tayang di TribunLombok.com dengan judul Kuasa Hukum Ajukan Alih Status Penahanan Agus Difabel Jadi Tahanan Rumah

    (Tribunnews.com/Mohay) (TribunLombok.com/Robby Firmansyah)