Kasus: pelecehan seksual

  • Puan Maharani: Eks Kapolres Ngada Harus Dihukum Berat!

    Puan Maharani: Eks Kapolres Ngada Harus Dihukum Berat!

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua DPR Puan Maharani menegaskan eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, harus mendapat hukuman seberat-beratnya atas dugaan kejahatan seksual terhadap anak. Menurut Puan, tidak boleh ada toleransi terhadap pelaku kejahatan seksual, terutama yang melibatkan anak di bawah umur.

    “Penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan terhadap anak adalah sebuah keniscayaan. Kekerasan seksual terhadap anak merupakan kejahatan luar biasa yang harus dihukum berat tanpa toleransi sedikit pun,” ujar Puan dalam keterangannya kepada wartawan, Sabtu (15/3/2025).

    Eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, diduga terlibat dalam berbagai tindak kejahatan, termasuk pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur, persetubuhan di luar pernikahan, konsumsi narkoba, serta merekam dan menyebarluaskan video pelecehan seksual terhadap anak.

    Kasus ini terungkap setelah video kejahatan yang direkam oleh Fajar bocor dan ditemukan oleh Polisi Federal Australia (Australian Federal Police/AFP). Investigasi AFP mengungkap video tersebut diunggah dari Kota Kupang, NTT, pada pertengahan 2024. Dalam rekaman tersebut, Fajar terlihat mencabuli seorang anak berusia tiga tahun.

    AFP kemudian melaporkan temuan ini kepada otoritas Indonesia. Setelah penyelidikan lebih lanjut, Fajar diduga telah melakukan kekerasan seksual terhadap tiga anak di bawah umur dan satu orang dewasa.

    Menanggapi kasus ini, Puan menilai Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam menghapus kekerasan seksual.

    “Kita masih memiliki pekerjaan rumah yang sangat besar untuk memberantas kekerasan seksual. Ini sudah menjadi fenomena gunung es yang harus menjadi perhatian kita bersama,” tegasnya.

    Saat ini, Fajar telah ditahan di Bareskrim Polri dan dicopot dari jabatannya. Namun, ia masih berstatus anggota Polri dan belum resmi dipecat. Bareskrim Polri memastikan hukumannya akan diperberat karena kasus ini menyangkut eksploitasi seksual terhadap anak.

    Puan menekankan hukuman terhadap eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, harus sesuai dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Dalam regulasi tersebut, terdapat tambahan hukuman bagi pelaku yang merupakan pejabat publik.

  • 8 Video Pelecehan dan Baju Dress Anak Pink Disita Polisi Terkait Kasus Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar – Halaman all

    8 Video Pelecehan dan Baju Dress Anak Pink Disita Polisi Terkait Kasus Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sebanyak delapan rekaman video pelecehan seksual yang dibuat oleh mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman, disita oleh polisi.

    Selain itu, polisi juga menyita sebuah baju dress anak berwarna pink dengan motif hati atau love untuk barang bukti kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur dengan tersangka AKBP Fajar.

    Delapan rekaman video kekerasan seksual yang dilakukan AKBP Fajar tersebut berada di dalam compact disc (CD).

    Barang bukti lain yang disita oleh polisi yakni surat visum hasil pemeriksaan para korban.

    Hal ini diungkapkan oleh Ditreskrimsus Polda Metro NTT, Kombes Pol Patar Silalahi saat konferensi pers pada Kamis (13/3/2025).

    “Barang bukti satu baju dress anak bermotif love pink dan alat bukti surat berupa visum serta CD yang berisi kekerasan seksual sebanyak delapan video,” kata Patar.

    Kombes Patar Silalahi menjelaskan bahwa kasus ini diungkap sejak 22 Januari 2025.

    Polisi bergerak cepat melakukan penyelidikan ke sebuah hotel di wilayah Kupang, NTT.

    “Menggali informasi dari staf hotel serta pengecekan terhadap data hotel yang tertanggal 11 Juni 2024,” kata Patar.

    AKBP Fajar diketahui telah mencabuli empat orang korban, tiga di antaranya adalah anak di bawah umur.

    Fakta itu terkuak dari hasil penyelidikan dan pemeriksaan kode etik yang dilakukan oleh Biro Pertanggung Jawaban Profesi Divisi Profesi dan Pengamanan Polri (Wabprof Propam Polri).

    “Dari penyelidikan pemeriksaan melalui kode etik dari wabprof, ditemukan fakta bahwa FLS telah melakukan pelecehan seksual dengan anak di bawah umur sebanyak tiga orang dan satu orang usia dewasa,” kata Karopenmas Divhumas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, Kamis.

    Trunoyudo menjelaskan, tiga anak yang menjadi korban ada yang berusia 6 tahun, 13 tahun, dan 16 tahun. 

    Sementara, satu orang dewasa yang dilecehkan berusia 20 tahun. 

    Terancam 15 tahun penjara

    Karowabprof Divisi Propam Polri, Brigjen Pol. Agus Wijayanto menjelaskan AKBP Fajar telah menjalani proses kode etik di Propam Polri sejak 24 Februari 2025.

    “Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa perbuatan FWLS termasuk kategori pelanggaran berat, sehingga sidang kode etik akan segera digelar,” kata Agus, dikutip WartaKotalive.com.

    Bekas Kapolres Ngada tersebut dijadwalkan akan menjalani sidang etik pada Senin (17/3/2025).

    “Divpropam Polri akan melaksanakan sidang kode etik terhadap terduga pelanggar, direncanakan pada hari Senin, 17 Maret 2025,” ujar Agus.

    AKBP Fajar yang kini berstatus sebagai tersangka telah ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Bareskrim Polri.

    Selain kasus pencabulan, Fajar juga terjerat kasus narkoba.

    Ia terbukti positif narkoba jenis sabu-sabu.

    Ia dicopot dari jabatannya sebagai Kapolres Ngada.

    “Statusnya hari ini adalah sudah jadi tersangka, dan yang bersangkutan telah ditahan di Bareskrim Polri,” kata dia.

    Selain terancam sanksi etik, Fajar juga terancam menghadapi jeratan hukum pidana.

    Atas aksi bejatnya, Fajar dijerat dengan pasal berlapis, di antaranya Pasal 6 huruf C, Pasal 12, Pasal 14 ayat (1) huruf A dan B, serta Pasal 15 ayat (1) huruf E, G, J, dan L UU No 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

    Fajar juga dijerat Pasal 45 ayat (1) junto Pasal 27 ayat (1) UU ITE Nomor 1 Tahun 2024.

    Ancaman hukuman maksimal mencapai 15 tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar.

    (Tribunnews.com/Rakli/Nina Yuniar)

  • 8 Video Pelecehan dan Baju Dress Anak Pink Disita Polisi Terkait Kasus Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar – Halaman all

    Ini Sosok F dalam Pusara Kasus Pencabulan yang Dilakukan AKBP Fajar Widyadharma: Seorang Mahasiswi? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, KUPANG – Sosok wanita berinisial F terlibat dalam pusara kasus pelecehan seksual yang dilakukan eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman.

    F memiliki peran penting yakni mencari dan membawa anak di bawah umur untuk dijadikan korban pencabulan yang dilakukan AKBP Fajar.

    Informasi yang diperoleh Pos Kupang, F berstatus sebagai mahasiswi salah satu perguruan tinggi di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).

    F diketahui tinggal di kos-kosan dan berkenalan dengan oknum polisi melalui aplikasi MiChat.

    Terungkap F sendiri telah 4 kali berkencan dengan AKBP Fajar Lukman.

    “Dia sudah empat kali melayani pelaku,” ujar sumber Pos Kupang, Jumat (14/3/2025).

    Sumber itu mengatakan, F telah dibawa ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan di Mabes Polri.

    F berpotensi dijadikan sebagai tersangka.

    Sebelumnya, Direktur Reskrimum Polda NTT, Kombes Pol Patar Silalahi menjelaskan bahwa AKBP Fajar Lukman mengorder anak berusia enam tahun lewat F.

    F membawa anak enam tahun ke kamar salah satu hotel di Kota Kupang yang telah dipesan oleh AKBP Fajar Lukman bulan Juni 2024 lalu.

    “Yang bersangkutan mengorder anak tersebut melalui seseorang yang bernama F dan disanggupi oleh F untuk menghadirkan anak tersebut di hotel pada tanggal 11 Juni 2024,” ujar Patar Silalahi saat konferensi pers di Polda NTT, Selasa (11/3/2025) sore.

    F dibayar Rp3 juta oleh AKBP Fajar Lukman karena sudah berhasil membawa anak.

    Menurut Patar Silalahi, penyidik telah memeriksa sembilan saksi, termasuk F yang berperan sebagai pemasok anak di bawah umur.

    Siapa anak enam tahun yang dibawa F?

    Sumber lain POS-KUPANG.COM mengungkapkan bahwa korban merupakan anak dari pemilik kos yang ditempati F.

    Awalnya F mengajak korban untuk jalan-jalan. 

    Lalu F menyampaikan kepada korban bahwa mereka akan bertemu seorang om.

    Keduanya pun bertemu AKBP Fajar Lukman.

    Setelah jalan-jalan dan traktir makan, mereka menuju kamar hotel yang sudah dipesan sebelumnya.

    Saat di kamar hotel, AKBP Fajar Lukman melakukan aksi pencabulan.

    Korban sempat menangis kesakitan namun dibujuk oleh pelaku dengan memberi uang Rp 100 ribu.

    Diberi Uang Rp7000

    Setelah kejadian, F membawa korban pulang ke rumah.

    F meminta korban untuk tidak menceritakan kepada orangtuanya.

    Imbalannya, F memberi korban uang Rp 7.000.

    Orangtua korban mulai curiga ketika berita pencabulan anak oleh eks Kapolres Ngada mulai viral.

    Pada suatu hari, polisi mendatangi rumah korban untuk mengambil keterangan.

    “Saat itu baru orangtua korban kaget,” ujar sumber POS-KUPANG.COM.

    Kondisi Korban

    Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi NTT, Veronika Ata mengungkapkan, tiga anak korban pencabulan oleh eks Kapolres Ngada mengalami trauma berat. 

    Korban berusia 6 tahun ketakutan saat bertemu dengan pria yang memakai baju cokelat. 

    “Kondisi dari ketiga korban ini sedang dalam trauma.

    Salah satu korban ketika melihat orang yang menggunakan baju warna cokelat, dia ketakutan,” kata Veronika Atta, Jumat (14/3). 

    Korban ketakutan dengan baju warna cokelat karena pakaian itu identik dengan seragam polisi. 

    Setiap kali korban melihat pria yang mengenakan baju cokelat, korban selalu meminta pria itu berganti pakaian. 

    “Dia meminta untuk orang harus mengganti baju karena mengalami trauma berat,” ujar Veronika.

    Veronika menjelaskan bahwa dua korban (berusia 13 dan 15 tahun) saat ini berada di selter rumah damai.

    Korban berusia 15 tahun yang sempat kabur namun sudah kembali lagi sedangkan korban berusia 6 tahun bersama orangtuanya.

    Veronika mengatakan, LPA NTT berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P3A) Kota Kupang memberi upaya perlindungan dan pemulihan psikologi untuk anak karena masih dalam ketakutan.

    LPA NTT juga sudah berkoordinasi dengan Sahabat Saksi Korban (SSK) meminta perlindungan terhadap korban yang masih di bawah umur.

    Menurut Veronika, SSK sudah mengajukan permohonan kepada LPSK dan sudah merespon. “LPSK sudah ada penetapan untuk perlindungan saksi,” katanya.

    Veronika menegaskan, LPA NTT meminta keseriusan Mabes Polri untuk mengembangkan kasus pencabulan anak di bawah umur ini.

    Dia menduga ada pelaku lain.

    “Tidak mungkin hanya satu orang (pelaku). Apalagi sudah ada perantara,” ujar Veronika Ata.

    Mabes Polri menetapkan eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman sebagai tersangka kasus pencabulan anak. 

    AKBP Fajar Lukman tampak dipamerkan dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (13/3/2025).

    Dia mengenakan baju tahanan berwarna oranye dan masker hitam untuk menutupi sebagian wajahnya.

    Kedua tangannya terborgol di belakang.

    “Hari ini statusnya sudah menjadi tersangka dan ditahan di Bareskrim Polri,” ujar Karo Wabprof Divisi Propam Polri Brigjen Agus Wijayanto dalam jumpa pers. 

    Mantan Kapolres Sumba Timur ini langsung ditahan di Rutan Bareskrim Polri, Jakarta Selatan. 

    Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko mengungkapkan, AKBP Fajar Lukman telah mencabuli empat orang korban.

    Tiga korban merupakan anak di bawah umur, dan seorang lainnya peremuan dewasa.

    Menurut Trunoyudo, fakta itu terkuak dari hasil penyelidikan dan pemeriksaan kode etik yang dilakukan oleh Biro Pertanggung Jawaban Profesi Divisi Profesi dan Pengamanan Polri (Wabprof Propam Polri). 

    “Dari penyelidikan pmeriksaan melalui kode etik dari Wabprof, ditemukan fakta bahwa FLS telah melakukan pelecehan seksual dengan anak di bawah umur sebanyak 3 orang dan satu orang usia dewasa,” ujar Trunojoyo dalam konferensi pers, Kamis (13/3). 

    Trunoyudo merincikan, korban pencabulan masing-masing berusia 6 tahun, 13 tahun, dan 16 tahun, sedangkan orang dewasa berusia 20 tahun. 

    Menurutnya, Wabprof Propam Polri telah memeriksa 16 orang dalam kasus ini.

    Mereka yang diperiksa, terdiri dari 4 orang korban, 4 orang manajer hotel, 2 orang personel Polda NTT (Nusa Tenggara Timur). 

    Kemudian ahli psikologi, ahli agama, ahli kejiwaan, satu orang dokter, serta ibu dari salah seorang korban. 

    “Tanggal 24 Februari 2025 ini sudah dilakukan penanganan perkaranya oleh Divpropam dan telah ditempatkan secara penemaptan khusus,” kata Trunoyudo. (vel/aca)

  • Arti Child Grooming yang Ramai Dikaitkan dengan Kim Soo Hyun dan Kim Sae Ron, Berikut Ini Tandanya

    Arti Child Grooming yang Ramai Dikaitkan dengan Kim Soo Hyun dan Kim Sae Ron, Berikut Ini Tandanya

    TRIBUNJATIM.COM – Tribunners saat ini tengah ramai dibahas soal child grooming yang dituding dilakukan oleh Kim Soo Hyun terhadap Kim Sae Ron.

    Mendiang Kim Sae Ron diduga menjadi korban KSH.

    Pecinta dunia hiburan Korea kini tengah heboh dengan skandal hubungan aktor Kim Soo Hyun dan mendiang aktris Kim Sae Ron. Pihak keluarga Kim Sae Ron membeberkan aib Kim Soo Hyun lewat kanal Youtube Gero Sero.

    Dalam tayangan tersebut dikatakan bahwa Kim Soo Hyun nekat memacari Kim Sae Ron yang kala itu masih berusia 15 tahun alias di bawah umur. Aksi Kim Soo Hyun ini pun ramai disebut sebagai child grooming.

    Lalu apa sih arti child grooming sebenarnya? Dan bagaimana tanda-tanda seseorang mengalami child grooming?

    Simak penjelasan selengkapnya:

    Istilah Child Grooming

    Child grooming adalah salah satu istilah pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur. Grooming sendiri merupakan modus pelecehan yang membuat korban akrab dengan pelaku dan berujung korban dieksploitasi atau dimanipulasi.

    Mengutip Kompas.com, pelaku biasanya mendekati korban untuk membangun kepercayaan terlebih dulu secara bertahap dalam waktu lama.

    Tindakan ini bisa dilakukan secara online maupun lewat interaksi langsung. Tak hanya pada anak yang menjadi sasarannya, pelaku juga bisa menjalin kedekatan dengan orangtua atau orang dewasa lain di sekitar korban.

    Menurut laman Justice, grooming tidak selalu melibatkan aktivitas seksual atau bahkan diskusi tentang aktivitas seksual. Misalnya, mungkin hanya melibatkan membangun hubungan dengan anak, orang tua, atau pengasuh untuk memfasilitasi aktivitas seksual di lain waktu.

    Sederhananya, perilaku manipulatif ini dijadikan cara mendapatkan akses ke korbannya sampai akhirnya menjalin hubungan asmara. Padahal relasi ini menjadi kedok dari pelecehan dan eksploitasi seksual serta emosional yang berdampak buruk pada kehidupan seseorang.

    Dalam banyak kasus, korbannya tidak menyadari telah menjadi sasaran grooming karena terlajur terpikat atau senang dengan kedekatan tersebut. Pelanggaran berlaku untuk tindakan modus child grooming pada anak di bawah 16 tahun. Terkadang usia 17 tahun juga termasuk dilindungi oleh hukum.

    Berita seputar drama Korea lainnya

    Informasi lengkap dan menarik lainnya di GoogleNews TribunJatim.com

  • Eks Kapolres Ngada Buat 8 Video Pelecehan dari 4 Korban, Motif Masih Didalami – Halaman all

    Eks Kapolres Ngada Buat 8 Video Pelecehan dari 4 Korban, Motif Masih Didalami – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Polisi menemukan total 8 video pelecehan dari empat korban Mantan Kapolres Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT), AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja. 

    Hal itu diketahui penyidik setelah memeriksa saksi dan barang bukti berupa CD rekaman video yang direkam tersangka. 

    “(Disita) alat bukti surat berupa visum serta CD yang berisi kekerasan seksual sebanyak delapan video,” kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTT Kombes Patar Silalahi saat konferensi pers, Kamis (13/3/2024). 

    Selain itu, polisi juga menyita pakaian anak berwarna pink dengan motif hati atau love, rekaman CCTV hingga data registrasi hotel. 

    “Ada pun beberapa alat bukti yang kami dapat dari saksi-saksi ada sembilan orang, kemudian petunjuk dari CCTV dan dokumen registrasi di resepsionis.”

    “Kemudian barang bukti satu baju dress anak bermotif love pink,” papar Patar. 

    Patar menjelaskan, awal mula kasus ini diungkap sejak 22 Januari 2025 setelah menerima laporan.

    Setelah menerima laporan, keesokan harinya dilakukan penyelidikan ke sebuah hotel di Kupang.

    “Menggali informasi dari staf hotel serta pengecekan terhadap data hotel yang tertanggal 11 Juni 2024,” katanya. 

    Dari awal pengecekan itu lah kemudian polisi menemukan bukti-bukti tersebut.

    Korban 4 Orang

    Tersangka diketahui telah mencabuli empat orang korban, tiga di antaranya adalah anak di bawah umur.

    Fakta itu terkuak dari hasil penyelidikan dan pemeriksaan kode etik yang dilakukan oleh Biro Pertanggung Jawaban Profesi Divisi Profesi dan Pengamanan Polri (Wabprof Propam Polri).

    “Dari penyelidikan pemeriksaan melalui kode etik dari wabprof, ditemukan fakta bahwa FLS telah melakukan pelecehan seksual dengan anak di bawah umur sebanyak tiga orang dan satu orang usia dewasa,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, Kamis.

    Trunoyudo menjelaskan, tiga anak yang menjadi korban ada yang berusia 6 tahun, 13 tahun, dan 16 tahun. 

    Sementara, satu orang dewasa yang dilecehkan berusia 20 tahun. 

    Penyidik telah memeriksa saksi sebanyak 16 orang, di antaranya termasuk empat korban.

    Selain itu, ada empat orang manajer hotel dan dua orang personel Polda NTT.

    “Tiga ahli selaku ahli bidang psikologi, agama, dan kejiwaan, satu dokter, dan ibu seorang korban anak,” ucapnya.

    Motif Masih Didalami 

    Belum diketahui secara pasti apa motif tindakan keji mantan Kapolres Ngada itu. 

    Trunoyudo mengatakan, saat ini motif AKBP Fajar mencabuli anak dan menjual ke situs porno Australia masih didalami. 

    Truno menyebut, motif hanya diketahui oleh AKBP Fajar sendiri.

    “Motif itu didapat atau diketahui hanya oleh pelaku, tersangka. Apa motifnya, hanya dia yang tahu. Sedangkan posisi kedudukan tersangka atau terdakwa ya, dalam alat bukti keterangan terdakwa itu posisinya terakhir,” kata Truno, Kamis. 

    Untuk mengetahui motif, kata Truno, polisi perlu melakukan observasi. 

    Sebab, jika hanya dengan keterangan tersangka, AKBP Fajar bisa saja berbohong. 

    “Dia bisa tidak berbicara, bisa berbicara yang supaya tidak diketahui oleh orang lain keasliannya, atau berbohong, atau bahkan tidak bicara sama sekali,” tuturnya.

     “Artinya langkah-langkah untuk mengetahui ini ada secara simultan juga, yaitu melalui apsifor (aplikasi sistem informasi forensik), bisa kita lakukan dengan melakukan observasi, sehingga mengetahui motivasinya itu. Jadi itu sangat belum bisa kita jawab,” lanjutnya. 

    (Tribunnews.com/Milani) (Kompas.com/Adhyasta Dirgantara) 

  • Penyelidikan PBB Temukan, Penyerangan Israel Terhadap Layanan Reproduksi di Gaza adalah Genosida – Halaman all

    Penyelidikan PBB Temukan, Penyerangan Israel Terhadap Layanan Reproduksi di Gaza adalah Genosida – Halaman all

    Penyelidikan PBB Temukan, Penyerangan Israel Terhadap Layanan Reproduksi di Gaza adalah Genosida

    TRIBUNNEWS.COM- Israel melakukan tindakan genosida melalui penghancuran sistematis fasilitas kesuburan dan perawatan kesehatan reproduksi di Gaza, sebuah laporan baru yang dirilis hari ini oleh Komisi Penyelidikan Internasional Independen PBB di Wilayah Palestina yang Diduduki, termasuk Yerusalem Timur, dan Israel mengatakan.

    Laporan ini mendokumentasikan berbagai pelanggaran yang dilakukan terhadap perempuan, laki-laki, anak perempuan, dan anak laki-laki Palestina di seluruh Wilayah Palestina yang Diduduki sejak 7 Oktober 2023.

    Yang “merupakan elemen utama dalam perlakuan buruk terhadap warga Palestina dan merupakan bagian dari pendudukan dan penganiayaan yang melanggar hukum terhadap warga Palestina sebagai suatu kelompok”.

    “Bukti yang dikumpulkan oleh Komisi mengungkap peningkatan yang menyedihkan dalam kekerasan seksual dan berbasis gender,” kata Navi Pillay, ketua Komisi. 

    “Tidak ada jalan keluar dari kesimpulan bahwa Israel telah menggunakan kekerasan seksual dan berbasis gender terhadap warga Palestina untuk meneror mereka dan melestarikan sistem penindasan yang melemahkan hak mereka untuk menentukan nasib sendiri.”

    Laporan tersebut menemukan bahwa kekerasan seksual dan berbasis gender – yang telah meningkat dalam frekuensi dan tingkat keparahannya – sedang dilakukan di seluruh Wilayah Palestina yang Diduduki “sebagai strategi perang Israel untuk mendominasi dan menghancurkan rakyat Palestina.”

    Bentuk-bentuk spesifik kekerasan seksual dan berbasis gender – seperti pemaksaan menelanjangi dan menelungkupkan badan di muka umum, pelecehan seksual termasuk ancaman pemerkosaan, serta penyerangan seksual – merupakan bagian dari prosedur operasi standar Pasukan Keamanan Israel terhadap warga Palestina.

    Bentuk-bentuk lain kekerasan seksual dan berbasis gender, termasuk pemerkosaan dan kekerasan pada alat kelamin, dilakukan baik berdasarkan perintah tersurat maupun dengan dorongan tersirat oleh pimpinan sipil dan militer Israel, kata laporan itu.

    Iklim impunitas juga terjadi terkait dengan kejahatan seksual dan berbasis gender yang dilakukan oleh pemukim Israel di Tepi Barat yang diduduki, dengan tujuan menanamkan rasa takut pada komunitas Palestina dan mengusir mereka, tambah laporan itu.

    Ketidakefektifan sistem peradilan militer untuk meminta pertanggungjawaban tentara pendudukan atas pelanggaran yang mereka lakukan mengirimkan “pesan yang jelas kepada anggota Pasukan Keamanan Israel bahwa mereka dapat terus melakukan tindakan tersebut tanpa takut akan pertanggungjawaban,” kata Pillay.

    Laporan tersebut menemukan bahwa pasukan pendudukan Israel telah secara sistematis menghancurkan fasilitas perawatan kesehatan seksual dan reproduksi di seluruh Gaza. 

    Mereka secara bersamaan memberlakukan pengepungan dan mencegah bantuan kemanusiaan, termasuk penyediaan obat-obatan dan peralatan yang diperlukan untuk memastikan kehamilan, persalinan, dan perawatan pascapersalinan dan neonatal yang aman. 

    Tindakan-tindakan ini melanggar hak-hak reproduksi dan otonomi perempuan dan anak perempuan, serta hak mereka untuk hidup, kesehatan, membangun keluarga, martabat manusia, integritas fisik dan mental, kebebasan dari penyiksaan dan perlakuan kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat lainnya, serta penentuan nasib sendiri dan prinsip nondiskriminasi.

    Perempuan dan anak-anak perempuan telah meninggal dunia akibat komplikasi yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan akibat kondisi yang ditetapkan oleh otoritas Israel yang menolak akses terhadap layanan kesehatan reproduksi – tindakan yang merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pemusnahan.

    Penghancuran kapasitas reproduksi warga Palestina di Gaza merupakan tindakan genosida, laporan itu menambahkan, dengan sengaja menciptakan kondisi kehidupan yang dimaksudkan untuk mengakibatkan kehancuran fisik warga Palestina dan memaksakan tindakan yang dimaksudkan untuk mencegah kelahiran.

    “Penargetan fasilitas perawatan kesehatan reproduksi, termasuk melalui serangan langsung terhadap bangsal bersalin dan klinik fertilitas in-vitro utama di Gaza, dikombinasikan dengan penggunaan kelaparan sebagai metode perang, telah berdampak pada semua aspek reproduksi,” kata Komisaris Pillay. 

    “Pelanggaran ini tidak hanya menyebabkan kerusakan fisik dan mental yang parah dan penderitaan bagi perempuan dan anak perempuan, tetapi juga efek jangka panjang yang tidak dapat dipulihkan pada kesehatan mental dan prospek reproduksi dan fertilitas warga Palestina sebagai suatu kelompok.”

    Rilis laporan tersebut disertai dengan dua hari dengar pendapat publik yang diadakan di Jenewa pada tanggal 11-12 Maret, di mana Komisi mendengar dari para korban dan saksi kekerasan seksual dan reproduksi dan petugas medis yang membantu mereka, serta perwakilan dari masyarakat sipil, akademisi, pengacara dan pakar medis.

     

    SUMBER: MIDDLE EAST MONITOR 

  • Anggota DPR: Mutasi AKBP Fajar tunjukkan langkah tegas Kapolri

    Anggota DPR: Mutasi AKBP Fajar tunjukkan langkah tegas Kapolri

    “Saya apresiasi dengan tindakan super tegas ini, apalagi ini langsung oleh Kapolri,”

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni menilai bahwa keputusan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo yang mencopot AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja dari jabatan Kapolres Ngada menunjukkan langkah tegas dalam menindak personel bermasalah.

    “Saya apresiasi dengan tindakan super tegas ini, apalagi ini langsung oleh Kapolri,” ucapnya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.

    Sebagai wakil ketua dari komisi yang membidangi urusan hukum, HAM, dan keamanan, Sahroni mengingatkan agar Polri memiliki kebijakan preventif agar masalah yang serupa tidak terulang.

    Dirinya juga meminta agar proses kenaikan jabatan dalam kepolisian dapat dilakukan dengan ketat.

    “Proses kenaikan pangkat atau kenaikan jabatan harus dengan prosedur yang ketat, misalnya dengan tes narkoba dan kejiwaan untuk naik jadi kapolres,” ujarnya.

    Diketahui, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja dicopot dari jabatannya sebagai Kapolres Ngada Polda NTT dan dimutasikan menjadi Pamen Yanma Polri.

    Pencopotan jabatan tersebut tertuang dalam surat telegram (ST) Kapolri bernomor ST/489/III/KEP./2025 yang ditandatangani oleh Irwasum Polri Komjen Pol. Dedi Prasetyo tertanggal 12 Maret 2025.

    Adapun Fajar pada Kamis (13/3) resmi ditetapkan sebagai tersangka dugaan asusila dan narkoba.

    “Dengan wujud perbuatan melakukan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur dan persetubuhan atau perzinahan tanpa ikatan pernikahan yang sah, konsumsi narkoba, serta merekam, menyimpan, mengunggah, dan menyebarluaskan video pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko.

    Fajar juga diduga merekam perbuatan seksualnya dan mengunggah video tersebut ke situs atau forum pornografi anak di web gelap (darkweb). Polri masih mendalami motif yang bersangkutan melakukan perbuatan dimaksud.

    Sebagai tindak lanjut, Divisi Propam Polri akan menggelar sidang etik terhadap Fajar pada Senin (17/3).

    Pewarta: Nadia Putri Rahmani
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

  • Eks Kapolres Ngada Buat 8 Video Pelecehan dari 4 Korban, Motif Masih Didalami – Halaman all

    Polri Gelar Sidang Etik Eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Senin Pekan Depan, Terancam PTDH – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Polri menggelar sidang etik eks Kapolres Ngada AKBP Fajar pada Senin pekan depan (17/3/2025).

    AKBP Fajar terancam PTDH atau pemberhentian tidak dengan hormat.

    Informasi soal sidang etik eks Kapolres Ngada AKBP Fajar itu disampaikan Kepala Biro Pengawasan dan Pembinaan Profesi (Karowabprof) Divisi Propam Polri, Brigjen Agus Wijayanto.

    Sebelum menjalani sidang etik, eks Kapolres Ngada AKBP Fajar sudah menjalani proses pemeriksaan kode etik di Propam Polri sejak 24 Februari 2025.

    “”Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa perbuatan FWLS (AKBP Fajar,-red) termasuk kategori pelanggaran berat, sehingga sidang kode etik akan segera digelar,” kata Brigjen Agus pada Kamis (13/3/2025).

    Selain sanksi etik, FWLS juga menghadapi jeratan hukum pidana. 

    Kompolnas Awasi Proses Hukum

    Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) sebagai pengawas eksternal Polri turut mengawal jalannya penyidikan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas. 

    Hal itu ditegaskan Komisioner Kompolnas Irjen Pol. (Purn.) Ida Utari.

    Ida menegaskan bahwa pihaknya terus melakukan pengawasan agar kasus ini ditangani dengan benar sesuai prosedur hukum yang berlaku.

    “Kami memastikan bahwa penanganan kasus ini dilakukan secara profesional dan sesuai aturan. Kami juga mendorong sidang kode etik segera dilaksanakan serta proses pidana berjalan tanpa hambatan,” ujarnya.

    KPAI Beri Pendampingan Korban

    Mengingat korban dalam kasus ini adalah anak-anak, berbagai lembaga seperti KPAI, Kementerian Sosial, dan Kemen PPPA bergerak memberikan pendampingan. 

    Ketua KPAI, Aimariati Solihah, menekankan pentingnya perlindungan psikososial bagi korban.

    “Kami telah berkoordinasi dengan Kemensos dan Kemen PPPA untuk memastikan korban mendapatkan perlindungan dan pemulihan trauma,” kata Aimariati.

    Ancaman Hukuman

    Atas perbuatannya, FWLS dijerat dengan sejumlah pasal berlapis, di antaranya Pasal 6 huruf C, Pasal 12, Pasal 14 ayat 1 huruf A dan B, serta Pasal 15 ayat 1 huruf E, G, J, dan L UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. 

    Selain itu, ia juga dijerat Pasal 45 ayat 1 junto Pasal 27 ayat 1 UU ITE No. 1 Tahun 2024. 

    Ancaman hukuman maksimal mencapai 15 tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar.

    AKBP Fajar Resmi Tersangka

    AKBP Fajar resmi menjadi tersangka dan memakai baju tahanan pada Kamis (13/3/2025).

    AKBP Fajar ditetapkan sebagai tersangka kasus asusila dan narkoba.

    Pada Kamis ini, AKBP Fajar ditampilkan dalam sesi jumpa pers di Mabes Polri.

    Berdasarkan pemantauan, AKBP Fajar memakai baju tahanan berwarna oranye dan masker berwarna hitam.

    “Polri dalam hal ini telah melakukan tindak tegas terhadap FWLS Eks Kapolres Ngada melalui proses kode etik dan bersamaan atau simultan dengan tindak pidananya,” kata Karo Penman Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko dalam konferensi pers, Kamis (13/3/2025).

    Mutasi Kapolres Ngada

    AKBP Fajar dimutasi dari jabatannya sebagai Kapolres Ngada.

    AKBP Fajar dicopot usai ditangkap karena diduga terlibat kasus narkoba dan asusila.

    Jabatan Kapolres Ngada kini diisi oleh AKBP Andrey Valentino.

    Sosok AKBP Andrey Valentino adalah perwira menengah di institusi Polri.

    Ia sebelumnya menjabat sebagai Kapolres Nagekeo.

    Kini, AKBP Fajar sedang berada di Bareskrim Polri untuk menjalani pemeriksaan.

    AKBP Fajar dimutasi ke Yanma Polri.

    Kasus Kapolres Ngada

    AKBP Fajar Widyadharma Lukman, Kapolres Ngada, menjadi sorotan publik setelah terungkap sebagai pemeran dalam video porno anak di bawah umur dan terbukti menggunakan narkoba. 

    Kasus ini mencoreng karier cemerlangnya di Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

    Sebagai perwira menengah (Pamen) Polri, Fajar sebelumnya dipercaya memimpin Polres Ngada di bawah Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) sejak Juni 2024.

    Namun, kariernya kini terancam hancur akibat keterlibatannya dalam kasus serius ini.

    Sosok AKBP Fajar

    Berikut ini sosok AKBP Fajar Widyadharma Lukman

    Latar Belakang Karier AKBP Fajar Widyadharma Lukman

    AKBP Fajar Widyadharma Lukman adalah lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 2004. 

    Sebelum menjabat sebagai Kapolres Ngada, ia menggantikan posisi AKBP Padmo Arianto, yang dipromosikan ke jabatan lain di Korps Brigade Mobil (Brimob) Polri. 

    Selama menjabat, Fajar dikenal sebagai perwira yang berprestasi. Namun, reputasinya kini tercoreng setelah terjerat kasus hukum yang melibatkan penyalahgunaan narkoba dan tindakan asusila.

    Terungkapnya Kasus Video Porno Anak di Bawah Umur

    Kasus ini bermula ketika otoritas Australia menemukan video pelecehan seksual anak di bawah umur yang diunggah dari Kupang, NTT. 

    Setelah melakukan penyelidikan, otoritas Australia melaporkan temuan tersebut ke Polri. 

    Investigasi lebih lanjut mengarah pada AKBP Fajar sebagai tersangka. 

    Tim Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri kemudian menangkap Fajar pada Kamis, 20 Februari 2025.

    Dalam penyelidikan, tiga korban anak di bawah umur berusia 14 tahun, 12 tahun, dan 3 tahun memberikan keterangan. 

    Para korban mendapatkan pendampingan dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Kupang untuk memulihkan trauma yang dialami.

    Dugaan Penyalahgunaan Narkoba

    Selain kasus pelecehan seksual, AKBP Fajar juga terbukti positif menggunakan narkoba. Kepala Bidang Humas Polda NTT, Kombes Pol Hendry Novika Chandra, mengonfirmasi bahwa hasil tes urine Fajar menunjukkan indikasi penggunaan narkoba.

    Hal ini semakin memperburuk posisi Fajar dalam kasus hukum yang dihadapinya.

    Pengakuan Terbuka dari Fajar Widyadharma Lukman

    Direktur Reserse dan Kriminal Umum Polda NTT, Komisaris Besar Polisi Patar Silalahi, menyatakan bahwa Fajar mengakui semua perbuatannya selama interogasi.

    “FWL secara terbuka, lancar, dan tidak ada hambatan memberikan keterangan mengakui semua perbuatannya,” ujar Patar saat berbicara kepada wartawan di Kupang pada Selasa, 11 Maret 2025.

  • Dicopot, Jadi Tersangka, Terancam Dipecat

    Dicopot, Jadi Tersangka, Terancam Dipecat

    Jakarta

    Polri menindak tegas AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja terkait kasus narkoba dan asusila. Fajar telah dicopot dari jabatan Kapolres Ngada dan kini berstatus tersangka.

    Fajar saat ini ditahan di Bareskrim Polri. Polri akan memproses Fajar terkait pelanggaran etik dan pidana.

    Polri menegaskan tak akan pandang bulu dalam menegakkan hukum. Polri berkomitmen setiap oknum yang melakukan pelanggaran hukum akan diproses hukum secara transparan.

    “Kasus ini menunjukkan bahwa kami tidak akan memberi ruang bagi anggota yang terlibat dalam tindak pidana, terlebih yang menyangkut kejahatan terhadap kaum rentan yaitu perempuan dan anak-anak. Kami bertanggung jawab penuh dalam menjaga citra baik kepolisian,” kata Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, Irjen Abdul Karim, Kamis (13/3/2025).

    Fajar ditangkap pada Kamis (20/2) oleh Pengamanan Internal (Paminal) Polda NTT mendampingi Divisi Propam Mabes Polri. Sejak penangkapan hingga saat ini, Fajar masih ditahan di Mabes Polri untuk diperiksa.

    Fajar diduga melakukan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur dan persetubuhan atau perjinaan tanpa ikatan pernikahan yang sah, konsumsi narkoba, serta merekam, menyimpan, memposting dan menyebarluaskan video pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur.

    Direktur Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal (Dirtipidsiber Bareskrim) Brigjen Himawan Bayu Aji memastikan hukuman Fajar diperberat. Sebab, kasus ini menyangkut eksploitasi seksual terhadap anak.

    “Serta pemberatan sepertiga pidana pokok, karena menyangkut kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak,” tegas Brigjen Himawan.

    Dicopot dari Jabatan Kapolres Ngada

    Foto: Rilis kasus Kapolres Ngada (Azhar/detikcom)

    AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja dicopot dari jabatan Kapolres Ngada setelah ditangkap terkait kasus narkoba dan asusila. Fajar dicopot untuk diproses etik dan pidana atas perbuatannya.

    Dilihat detikcom, berdasarkan Surat Telegram Kapolri Nomor ST/489/III/KEP/2025, tanggal 12 Maret 2025, AKBP Fajar dimutasi sebagai pamen Yanma Polri.

    Jabatan Kapolres Ngada kini diisi oleh AKBP Andrey Valentino. Ia sebelumnya menjabat Kapolres Nagakeo.

    Jadi Tersangka dan Ditahan

    Fajar telah ditetapkan sebagai tersangka kasus narkoba dan asusila. Fajar saat ini ditahan di Bareskrim Polri.

    “Hari ini statusnya adalah sudah menjadi tersangka dan ditahan di Bareskrim Polri,” kata Karowabprof Divpropam Polri Brigjen Agus Wijayanto dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (13/3).

    Kasus ini awalnya ditangani Ditreskrimum Polda NTT dengan diasistensi Direktorat PPA-PPO Bareskrim Polri. Divpropam Polri juga turun untuk menangani pelanggaran etik yang dilakukan Fajar.

    Fajar telah ditempatkan di pengamanan khusus (patsus) selama proses penyelidikan sejak 24 Februrari. Kasus ini ditangani cepat dan hati-hati karena melibatkan korban yang berusia anak-anak.

    Ancaman Pecat dan Penjara

    AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja dicopot dari jabatan Kapolres Ngada setelah ditangkap terkait kasus narkoba dan asusila (Azhar/detikcom)

    Fajar melanggar sejumlah pasal kategori pelanggaran kode etik berat. Fajar bisa disanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PDTH) alias dipecat karena dinilai telah melanggar sumpah atau janji anggota Polri.

    “Pasal yang dilanggar adalah pasal 13 ayat 1 peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 1 tahun 2003 tentang pemberhentian anggota Polri, pasal 8 huruf C angka 1, pasal 8 huruf C angka 2, pasal 8 huruf C angka 3, pasal 13 huruf D, pasal 13 huruf E, pasal 13 huruf F, pasal 13 huruf G angka 5 peraturan kepolisian nomor 7 tahun 2022 tentang kode etik profesi dan komisi kode etik Polri,” kata Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo, dalam kesempatan yang sama.

    Divpropam Polri akan menggelar sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap Fajar pada Senin (17/3) pekan depan.

    Terkait kasus pidananya, Fajar disangka melanggar Pasal 6 huruf c, Pasal 12 dan Pasal 14 Ayat 1 huruf a dan b, dan Pasal 15 ayat 1, huruf e, g, c, dan i Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan Pasal 25 ayat (1) juncto Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 55 dan 56 KUHP.

    Pelecehan ke 3 Anak

    Foto: Konferensi pers di Mabes Polri terkait Mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja (Azhar/detikcom)

    Polri menyebutkan AKBP Fajar Widyadharma telah melakukan pelecehan seksual terhadap tiga anak di bawah umur dan seorang dewasa. Fakta ini diketahui berdasarkan pemeriksaan oleh Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Biro Wabprof).

    “Hasil dari penyelidikan, pemeriksaan melalui kode etik dan lewat Wabprof, ditemukan fakta bahwa FWLS telah melakukan pelecehan seksual dengan anak di bawah umur sebanyak tiga orang. Dan satu orang usia dewasa,” kata Brigjen Trunoyudo.

    Ketiga korban masing-masing berusia 6 tahun, 13 tahun, dan 16 tahun. Sedangkan korban dewasa ialah SHDR yang berusia 20 tahun.

    Dalam kasus ini, telah diperiksa 16 orang saksi yang terdiri dari ketiga anak yang menjadi korban, 4 orang manajer hotel, 2 orang personel Polda NTT, 3 orang ahli, dan seorang ibu korban.

    Kasus Narkoba juga Akan Diusut

    Foto: Rilis kasus Kapolres Ngada (Azhar/detikcom)

    Polri saat ini baru mengusut kasus asusila eks Kapolres Ngada. Kasus narkoba AKBP Fajar akan diusut kemudian.

    Karowatprof Divpropam Polri Brigjen Agus Wijayanto memastikan kasus narkotika AKBP Fajar tetap berjalan. Agus menjelaskan bahwa awalnya kasus ini terendus dari laporan Divhubinter Polri terkait kasus asusila terhadap anak di bawah umur.

    “Kenapa yang terbuka bukan hal lain dulu, tapi narkobanya dulu. Seperti disampaikan oleh Karo Penmas di awal, bahwa ada informasi dari Hubinter terkait dengan permasalahan pelecehan seksual,” katanya.

    Lalu Propam mengamankan Fajar dan melakukan tes urine yang hasilnya menunjukkan positif narkoba.

    “Kita lakukan upaya dan kita juga melakukan tes urine terhadap yang bersangkutan, dan hasilnya adalah positif, mengandung ampetamin dan metamitamin, sehingga dari perkara itulah kita memulai,” kata Brigjen Agus.

    “Karena sudah terbukti dengan tes urine, tes darah dan rambut, ada penggunaan narkotika, dari situ kita mulai melaksanakan pengamanan yang bersangkutan di tempat khusus di Divpropam Polri. Sambil kita melaksanakan penyelidikan berkelanjutan,” tambahnya.

    Motif Pelecehan Belum Terungkap

    Foto: Rilis kasus Kapolres Ngada (Azhar/detikcom)

    Polri masih mendalami motif Fajar terkait kasus asusila terhadap 3 anak. Saat ini tersangka belum terbuka.

    “Motif itu didapat atau diketahui hanya oleh pelaku, tersangka. Apa motifnya hanya dia yang tahu,” kata Brigjen Trunoyudo.

    Polri akan bekerja sama dengan Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (Apsifor) untuk mengungkap motif Fajar dalam kasus pelecehan terhadap 3 anak. Polri juga mendalami dugaan Fajar menjual aksi asusilanya itu ke sebuah situs.

    “Dia bisa tidak berbicara, bisa berbicara yang supaya tidak diketahui oleh orang lain keasliannya, atau berbohong, atau bahkan tidak bicara sama sekali,” katanya.

    “Artinya langkah-langkah untuk mengetahui ini ada secara simultan juga, yaitu melalui apsifor, bisa kita lakukan dengan melakukan observasi, sehingga mengetahui motivasinya itu. Jadi itu sangat belum bisa kita jawab,” tambahnya.

    Halaman 2 dari 6

    (jbr/isa)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Selain Lecehkan 3 Anak-anak, Mantan Kapolres Ngada juga Lecehkan Orang Dewasa – Halaman all

    Selain Lecehkan 3 Anak-anak, Mantan Kapolres Ngada juga Lecehkan Orang Dewasa – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA –  Tidak hanya terhadap anak-anak, mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman juga melecehkan seorang dewasa. Korban adalah SHDR (20).

    Berdasarkan keterangan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Trunoyudo Wisnu Andiko pada Kamis (13/3/2025), AKBP Fajar melecehkan tiga anak-anak.

    Mereka adalah anak berusia 6 tahun, berusia 13 tahun, dan berusia 15 tahun.

    Hingga saat ini, penyidik telah memeriksa 16 saksi yang terdiri dari 4 korban, 4 manajer hotel, 2 personel Polda NTT, dan 3 ahli di bidang psikologi, agama, dan kejiwaan, serta seorang dokter. Penyidik juga telah memeriksa ibu salah satu korban anak.

    AKBP Fajar ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan asusila terhadap anak. Selain proses pidana, Fajar akan segera menjalani sidang etik atas pelanggaran berat yang dilakukan dengan ancaman pemecatan sebagai anggota Polri.

    ”(Pelanggarannya) Berupa perbuatan melakukan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur dan persetubuhan atau perzinaan tanpa ikatan yang sah, konsumsi narkoba, serta merekam, menyimpan, mem-posting, dan menyebarluaskan video pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur,” kata Trunoyudo.

    Sebarkan konten ke dark web

    AKBP Fajar menyebarkan konten asusila yang dibuatnya terhadap korban anak di bawah umur ke dark web.

    Hal itu ditegaskan Dirtipidsiber Bareksrim Polri Brigjen Pol Himawan Bayu Aji di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (13/3/2025).

    Menurutnya, tersangka tidak hanya merekam dan menyimpan konten asusila anak.

    “Dia juga menyebarkannya melalui dark web, barang bukti berupa tiga unit handphone telah diamankan,” ungkap Himawan.

    Saat ini barang bukti tengah dilakukan pemeriksaan forensik.

    “Masih diperiksa di laboratorium digital forensik,” jelas dia.

    Penegakan Hukum

    Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen. Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko memastikan penegakan hukum terhadap kasus ini dilakukan secara simultan.

    Baik itu dari aspek kode etik maupun tindak pidana.

    “Polri konsisten dan berkomitmen menindak tegas setiap pelanggaran yang dilakukan oleh personel, termasuk yang berkaitan dengan pelanggaran peraturan perundang-undangan, terutama yang menyangkut perlindungan anak,” ucap Truno. 

    Polri menegaskan bahwa seluruh proses penyidikan dilakukan dengan pendekatan scientific crime investigation. 

    Bukti-bukti yang dikumpulkan diuji secara akademis dengan melibatkan berbagai ahli, termasuk psikologi, kejiwaan, dan agama.

    “Kasus ini ditangani dengan penuh kehati-hatian dan mengacu pada prosedur hukum yang berlaku, sehingga setiap tindakan tersangka dapat dikonstruksikan sebagai tindak pidana terhadap hak-hak perlindungan anak,” ujarnya.

    Sebagai langkah selanjutnya, Polda NTT dengan dukungan Bareskrim Polri akan melengkapi berkas perkara dan melanjutkan proses hukum hingga tahap persidangan.

    Dengan ditetapkannya AKBP Fajar sebagai tersangka, Polri menegaskan bahwa tidak ada toleransi terhadap personel yang terlibat dalam tindak pidana. 

    Kasus ini juga menjadi pengingat pentingnya perlindungan anak sebagai prioritas dalam sistem hukum Indonesia.

    “Kami berkomitmen untuk menyelesaikan kasus ini secara profesional, transparan, dan akuntabel. Tidak ada kompromi terhadap pelanggaran hukum, apalagi yang menyangkut perlindungan anak,” pungkas Brigjen Trunoyudo.