Kasus: pelecehan seksual

  • Dokter PPDS Anestesi Unpad Memperkosa Keluarga Pasien, Wamenkes: Izin Praktik Pelaku Dicabut!

    Dokter PPDS Anestesi Unpad Memperkosa Keluarga Pasien, Wamenkes: Izin Praktik Pelaku Dicabut!

    loading…

    Wamenkes Dante Saksono Harbuwono buka suara terkait kasus pemerkosaan yang dilakukan dokter PPDS Fakultas Kedokteran Unpad pada keluarga pasien di RSHS Bandung. Foto/Annastasya Ryzkia

    JAKARTA – Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono buka suara terkait kasus pemerkosaan yang dilakukan dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) pada keluarga pasien.

    Pelaku berinisial PAP (31) melakukan pemerkosaan pada keluarga pasien dengan modus transfusi darah dan membius korban di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHH) Bandung.

    Wamenkes Dante mengungkap rasa prihatin mengenai pelecehan seksual yang dilakukan dokter residen pada keluarga pasien.

    Ia menegaskan bahwa pelaku pemerkosaan telah diberhentikan dari kampus Unpad imbas kasus tersebut.

    “Kita prihatin pada kejadian itu, kami sudah melakukan koordinasi dengan rumah sakit dan lembaga pendidikan karena kan yang bersangkutan sedang melakukan pendidikan. Yang bersangkutan sudah dibekukan proses pendidikannya diberhentikan dan bekerjasama dengan Unpad tidak melakukan pelayanan medis,” jelas Dante saat ditemui di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, Kamis (10/4/2025).

    Dante menjelaskan pihak Kemenkes telah memberikan surat pada Konsil Kesehatan Indonesia untuk mencabut surat tanda registrasi dari pelaku pemerkosaan.

    Hal itu penting dilakukan untuk mencabut izin praktik pada pelaku.

  • Kata Dokter Tirta soal Dokter PPDS Unpad yang Rudapaksa Anak Pasien RSHS Bandung: Memalukan – Halaman all

    Kata Dokter Tirta soal Dokter PPDS Unpad yang Rudapaksa Anak Pasien RSHS Bandung: Memalukan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Publik dikejutkan dengan kasus dugaan kekerasan seksual oleh dokter residen bernama Priguna Anugerah Pratama (31) terhadap wanita inisial FH (21), anak pasien Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat (Jabar).

    Kasus dugaan rudapaksa ini pun turut disoroti dr. Tirta Mandira Hudhi atau akrab disapa Dokter Tirta.

    Melalui cuitannya di X (sebelumnya Twitter), Dokter Tirta menilai bahwa kejadian ini merupakan hal memalukan sepanjang sejarah.

    Pengusaha sekaligus dokter influencer itu juga menyebut kejadian ini bisa menghancurkan kepercayaan pasien kepada dokter anestesi di seluruh Indonesia.

    “Ini kisah paling memalukan sepanjang sejarah PPDS” tulis Dokter Tirta.

    “Hal ini bisa menghancurkan trust pasien ke dokter anestesi di seluruh Indonesia,” lanjutnya.

    Dokter Tirta juga mengaku bahwa ia mendukung korban dan keluarganya untuk mengungkap kasus tersebut.

    Bahkan, Dokter Tirta berharap agar pelaku dihukum seberat-beratnya.

    “Pelaku harus dihukum seberat-beratnya dan investigasi harus detail, apakah ada korban-korban lain atau tidak,” pungkasnya.

    Kronologi

    Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan mengungkapkan bahwa modus Priguna yakni memanfaatkan kondisi kritis ayah korban dengan dalih akan melakukan pengecekan darah untuk transfusi darah.

    Sebagaimana diketahui, Priguna adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad) yang sedang menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) anestesi di RSHS Bandung.

    Peristiwa dugaan rudapaksa ini terjadi pada Selasa, 18 Maret 2025 sekitar pukul 01.00 WIB dinihari.

    Saat itu, Priguna yang memang sedang bertugas, meminta korban untuk diambil darahnya dan membawa korban dari ruang IGD RSHS Bandung ke Gedung MCHC lantai 7.

    Priguna bahkan meminta korban agar tidak ditemani adiknya.

    Setibanya di salah satu ruangan baru di lantai 7 Gedung MCHC yang menjadi tempat kejadian perkara (TKP) tersebut, tersangka diduga membius korban dengan menyuntiknya berkali-kali sebelum melancarkan aksi bejatnya.

    “Sesampainya di Gedung MCHC, tersangka meminta korban mengganti pakaian dengan baju operasi berwarna hijau dan memintanya melepas baju juga celananya. Lalu, pelaku memasukkan jarum ke bagian tangan kiri dan kanan korban sebanyak 15 kali,” kata Hendra, Rabu (9/4/2025), dilansir TribunJabar.id.

    Selanjutnya, Priguna menghubungkan jarum tersebut ke selang infus dan menyuntikkan cairan bening ke dalamnya.

    Selang beberapa menit, korban FH mulai merasakan pusing hingga akhirnya tidak sadarkan diri.

    Dalam kondisi itulah, korban diduga dirudapaksa oleh Priguna.

    “Setelah sadar, si korban diminta mengganti pakaiannya lagi. Lalu, setelah kembali ke ruang IGD, korban baru menyadari bahwa saat itu pukul 04.00 WIB. Korban pun menceritakan kepada ibunya bahwa pelaku mengambil darah sebanyak 15 kali percobaan dan menyuntikkan cairan bening yang membuat korban tak sadar. Ketika buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tertentu,” jelas Hendra.

    Keluarga korban kemudian melaporkan kejadian ini ke polisi berdasarkan bukti berupa hasil visum hingga rekaman CCTV.

    Polisi akhirnya menangkap Priguna di apartemennya di Bandung, pada 23 Maret 2025.

    Kemudian pada 25 Maret 2025, Priguna ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pelecehan seksual.

    Atas aksi bejatnya, tersangka dijerat dengan Pasal 6 C UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

    “Pelaku dikenakan pasal 6 C UU no 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun,” sebut Hendra.

    Selain menangkap tersangka, Polda Jabar juga telah mengamankan sejumlah barang bukti dari tempat kejadian perkara (TKP), termasuk 2 buah infus full set, 2 buah sarung tangan, 7 buah suntikan, 12 buah jarum suntik, 1 buah kondom, dan beberapa obat-obatan.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul KRONOLOGI Dokter Predator Cabuli Keluarga Pasien di RSHS Bandung, Diminta Ganti Baju Saat Cek Darah

    (Tribunnews.com/Nina Yuniar) (TribunJabar.id/Muhamad Nandri Prilatama)

  • Bertambah, Korban Pelecehan Dokter PPDS di RSHS Jadi 3 Orang

    Bertambah, Korban Pelecehan Dokter PPDS di RSHS Jadi 3 Orang

    JABAR EKSPRES – Fakta mengejutkan kembali didapat dari hasil penyelidikan polisi terkait kasus pelecehan dan pemerkosaan yang dilakukan dokter PPDS di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

    Jika sebelumnya hanya ada satu korban yang merupakan keluarga pasien, kini korban pelecehan seksual dari dokter bernama Priguna Anugrah Pratama atau PAP (31) ini bertambah 2 korban menjadi 3 orang.

    Dokter residen PPDS FK Unpad ini, ternyata juga melecehkan 2 orang yang tengah menjalani perawatan sebagai pasien di RSHS.

    Fakta ini diungkapkan oleh Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jabar Kombes Pol Surawan.

    Dia menyebutkan bahwa waktu peristiwa pemerkosaan terhadap ketiga korban berbeda.

    Baca juga :  Tampang Dokter PPDS Pelaku Pelecehan di RSHS

    “Satu (korban) yang kami tangani (FH, keluarga pasien). Dua (korban) masih di rumah sakit, belum kami diperiksa,” jelasnya kepada wartawan saat konfrensi Pers di Mapolda Jabar, Rabu (9/4/2025)

    Lebih lanjut Kombes Surawan, menjelaskan, Tersangka PAP memakai modus operandi yang sama terhadap semua korbannya, yakni, dengan cara membiusnya, kemudian setelah korban tidak sadar, tersangka melakukan aksi bejatnya.

    “Infonya begitu (dua korban juga diperkosa),” ujar Kombes Surawan.

    Sementara itu, Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Hendra Rochmawan mengimbau masyarakat yang merasa menjadi korban pemerkosaan dokter PAP segera melapor.

    “Ada kemungkinan (jumlah korban bertambah), tetapi kami menunggu dari korban berikutnya (untuk melapor). Kami membuka layanan laporan lainnya, kami terbuka,” kata Kabid Humas.

    Kronologi

    Peristiwa ini sudah terjadi pada 18 Maret 2025 lalu, namun mulai mencuat ke publik setelah akun Instagram @ppdsgramm mengungkapkan.

    Bahkan banyak yang sudah membagikan kronologinya dimedia sosial.

    “Jadi ada pasien bapa bapa dirawat di ICU, ditungguin sama anaknya (cewe). Pasien pre op, perlu darah, nah sama di pelaku di tawarin ke anak pasien, cross match nya sama saya aja biar cepet prosesnya,” tulis salah satu unggahan di X.

    Baca juga : HEBOH, Dokter Residen Anastesi Cabuli Penunggu Pasien di RSHS Bandung

    Prosedur crossmatch darah, merupakan prosedur penting sebelum transfusi darah untuk memastikan kecocokan antara darah donor dan penerima.

  • Tegas, UGM Copot Dosen Pelaku Kekerasan Seksual di Fakultas Farmasi

    Tegas, UGM Copot Dosen Pelaku Kekerasan Seksual di Fakultas Farmasi

    Liputan6.com, Yogyakarta Maraknya pemberitaan soal kasus kekerasan seksual (KS) kepada mahasiswa yang terjadi di Fakultas Farmasi UGM dalam beberapa waktu terakhir dilakukan oleh dosen dan dilaporkan ke pihak Fakultas Farmasi pada bulan Juli 2024. Terhadap laporan adanya pelaku kekerasan seksual di kampus UGM segera bertindak tegas.

    Berdasarkan rilis resmi yang diterima Liputan6.com, pimpinan Fakultas Farmasi bergerak cepat berkoordinasi dan melaporkan kasus tersebut kepada Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UGM. Satgas PPKS UGM mendampingi korban dan segera melanjutkan proses pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan terhadap Terlapor sesuai dengan peraturan dan SOP yang berlaku.

    UGM segera melakukan langkah pencegahan dan penanganan kasus-kasus kekerasan seksual dengan berpegang teguh pada prinsip pengarusutamaan dan keadilan gender serta berupaya untuk memberikan pelayanan, perlindungan, pemulihan, dan pemberdayaan Korban. Sehingga UGM melalui fakultas dengan langkah awal yang cepat adalah membebaskan Terlapor dari kegiatan tridharma perguruan tinggi dan jabatan sebagai Ketua Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) Fakultas Farmasi dicopot berdasarkan pada Keputusan Dekan Farmasi UGM pada 12 Juli 2024.

    Langkah cepat untuk pelaku kekerasan seksual di kampus ini berdasarkan keputusan Dekan Farmasi dan ditetapkan jauh sebelum proses pemeriksaan selesai dan dijatuhkan sanksi kepada yang bersangkuta. Hal ini dilakukan, untuk kepentingan para korban dan untuk memberikan jaminan ruang aman bagi seluruh sivitas akademika di fakultas.

    Melalui Keputusan Rektor Universitas Gadjah Mada Nomor 750/U N1.P/KPT/HUKOR/2024 Satgas PPKS UGM langsung menindaklanjuti laporan dari Fakultas Farmasi dengan pembentukan Komite Pemeriksa dengan perubahan masa kerja Komite Pemeriksa dari tanggal 1 Agustus 2024 sampai dengan tanggal 31 Oktober 2024. Komite Pemeriksa ini bekerja dengan meminta keterangan lebih lanjut dari para korban secara terpisah, memeriksa Terlapor, para saksi, memeriksa bukti-bukti pendukung yang ada hingga tahap pemberian rekomendasi.

    Setelah melakukan proses pemeriksaan, Komite Pemeriksa menyimpulkan bahwa Terlapor terbukti melakukan Tindakan Kekerasan Seksual yang melanggar Pasal 3 ayat (2) Huruf l Peraturan Rektor UGM No. 1 Tahun 2023 dan Pasal 3 ayat (2) Huruf m Peraturan Rektor UGM No. 1 Tahun 2023 dan terbukti telah melanggar kode etik dosen. Berdasarkan pada Keputusan Rektor Universitas Gadjah Mada nomor 95/UN1.P/KPT/HUKOR/2025 tentang Sanksi terhadap Dosen Fakultas Farmasi tertanggal 20 Januari 2025 menjatuhkan sanksi kepada Pelaku berupa pemberhentian tetap dari jabatan sebagai dosen sesuai dengan peraturan kepegawaian yang berlaku.

    Selain itu, UGM melalui Satgas PPKS UGM terus memberikan pelayanan, perlindungan, pemulihan, dan pemberdayaan pada Korban sesuai dengan kebutuhan para Korban. UGM tetap dan akan terus berkomitmen untuk menjadi kampus yang bebas dari berbagai bentuk kekerasan seksual.

    Sejak tahun 2016, UGM telah menyusun kebijakan pencegahan dan penanganan pelecehan seksual dan dipertegas melalui peluncuran program Health Promoting University (HPU) pada tahun 2019 dengan dibentuknya tim Kelompok Kerja (Pokja) Zero Tolerance Kekerasan, Perundungan, dan Pelecehan. Dengan terbitnya Permendikbudristek No.30 Tahun 2021, UGM menyesuaikan kebijakan internal dengan aturan tersebut, antara lain dengan pembentukan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) pada 3 September 2022.

    Beragam upaya sosialisasi atas berbagai aturan dan SOP terkait penanganan dan pencegahan kekerasan seksual terus dilakukan demi terwujudnya kampus UGM sebagai ruang yang aman dari berbagai tindak kekerasan seksual.

  • Kemenkes Minta KKI Cabut STR Dokter PPDS Tersangka Pelecehan Seksual

    Kemenkes Minta KKI Cabut STR Dokter PPDS Tersangka Pelecehan Seksual

    Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Kesehatan meminta Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) untuk mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) milik dr. Pap.

    Adapun, langkah tersebut sebagai respons dari kasus dugaan pelecehan seksual di Rumah Sakit dr Hasan Sadikin Bandung yang dilakukan dr. PAP.

    “Sebagai langkah tegas pertama, Kemenkes sudah meminta kepada KKI untuk segera mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) dr PAP. Pencabutan STR akan otomatis membatalkan Surat Izin Praktek (SIP) dr PAP,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes Aji Muhawarman dilansir dari Antara, Kamis (10/4/2025).

    Aji mengatakan bahwa pihaknya merasa prihatin dan menyesalkan adanya kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh dr PAP, peserta didik PPDS Universitas Padjajaran Program Studi Anastesi di Rumah Sakit Pendidikan Hasan Sadikin Bandung.

    “Saat ini yang bersangkutan sudah dikembalikan ke pihak Unpad dan diberhentikan sebagai mahasiswa serta diproses secara hukum oleh Polda Jawa Barat,” katanya.

    Kemenkes, ujarnya, juga sudah menginstruksikan kepada Direktur Utama RSUP Hasan Sadikin untuk menghentikan sementara waktu, yakni selama 1 bulan, kegiatan residensi Program Pendidikan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif di RSUP Hasan Sadikin, guna evaluasi dan perbaikan pengawasan serta tata kelola bersama Fakultas Kedokteran Unpad.

    Sebelumnya, Polisi Daerah Jawa Barat telah menangkap pelaku pelecehan seksual di RSHS Bandung sebelum Idul Fitri. Adapun kasus tersebut ramai setelah ada korban yang menceritakan peristiwa yang dialaminya di media sosial.

    Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jabar Komisaris Besar Polisi Hendra Rochmawan di Bandung, Rabu, mengatakan bahwa pelecehan tersebut terjadi pada 18 Maret 2025. PAP (31), katanya, melakukan aksinya saat korban dalam kondisi tidak sadarkan diri setelah disuntik cairan bius melalui selang infus.

    “Pelaku meminta korban menjalani transfusi darah tanpa didampingi keluarga di Gedung MCHC RSHS (Rumah Sakit Hasan Sadikin) Bandung. Di ruang nomor 711, sekitar pukul 01.00 WIB, korban diminta berganti pakaian dengan baju operasi dan melepas seluruh pakaian,” ujar Hendra.

    Hendra menjelaskan, tersangka PAP diketahui menyuntikkan cairan melalui infus setelah menusukkan jarum ke tangan korban sebanyak 15 kali. Akibatnya, korban mengaku merasa pusing dan tidak sadarkan diri. Peristiwa tersebut, katanya, terjadi saat korban sedang mendampingi ayahnya yang dalam kondisi kritis. Tersangka meminta korban melakukan transfusi darah sendirian dan tidak ditemani keluarganya.

    “Setelah sadar sekitar pukul 04.00 WIB, korban diminta berganti pakaian dan diantar ke lantai bawah. Saat buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tubuhnya yang terkena air,” dia menerangkan.

    Pihaknya telah memeriksa 11 orang saksi, termasuk korban, ibu dan adik korban, beberapa perawat, dokter, serta pegawai rumah sakit lainnya. Dia juga menambahkan, penyidik saat ini sedang mendalami motif pelaku, termasuk kemungkinan adanya kelainan perilaku seksual yang akan diperkuat melalui pemeriksaan psikologi forensik.

    “Sementara itu, sejumlah barang bukti, termasuk hasil visum dan alat kontrasepsi, telah diamankan untuk keperluan penyelidikan lanjutan,” katanya.

  • Legislator Dorong Pendidikan Karakter Usai PPDS Perkosa Pendamping Pasien

    Legislator Dorong Pendidikan Karakter Usai PPDS Perkosa Pendamping Pasien

    Jakarta

    Anggota Komisi IX DPR RI Ashabul Kahfi mendorong pembenahan sistem buntut kasus pemerkosaan yang dilakukan Priguna Anugerah P, dokter residen anestesi PPDS FK Unpad terhadap pendamping pasien di RSHS Bandung. Menurutnya, kasus tersebut harus menjadi momentum dalam memperbaiki tata kelola pendidikan dokter.

    “Ini bukan cuma soal menghukum pelaku, tapi juga soal membenahi sistem. Peristiwa ini harus jadi momentum kita semua-pemerintah, kampus, rumah sakit, dan masyarakat-untuk memperbaiki tata kelola layanan kesehatan dan pendidikan kedokteran di negeri ini,” kata Ashabul kepada wartawan, Rabu (9/4/2025).

    Ashabul menilai aksi bejat pelaku mencoreng kepercayaan publik terhadap pelayanan kesehatan di RI. Di sisi lain, ia mengapresiasi langkah kampus yang tegas memberhentikan pelaku dari program spesialisasi.

    “Ini sudah mencoreng nama baik dunia kedokteran dan merusak kepercayaan publik terhadap pelayanan kesehatan kita. Kami apresiasi langkah cepat dari institusi pendidikan yang langsung mengambil tindakan tegas, memberhentikan pelaku dari programnya. Itu penting sebagai sinyal bahwa dunia pendidikan dan kesehatan tidak memberi ruang pada pelanggaran berat seperti ini. Kami juga mendukung penuh agar proses hukum dijalankan seadil-adilnya dan korban mendapat pendampingan yang layak,” ucapnya.

    Politikus PAN itu mendorong agar sistem pengawasan di RS pendidikan diperkuat sejak seleksi masuk. Dengan begitu, hal serupa tak terulang di kemudian hari.

    “Komisi IX mendorong agar sistem pengawasan di rumah sakit pendidikan maupun di kampus benar-benar diperkuat. Mulai dari seleksi masuk, pembinaan karakter, sampai pengawasan di lapangan harus diperketat. Jangan sampai hal seperti ini terulang lagi,” tegasnya.

    “Kita juga perlu langkah-langkah preventif yang lebih sistematis. Misalnya, pelatihan anti-kekerasan seksual wajib diberikan sejak awal pendidikan. Setiap rumah sakit pendidikan juga harus punya unit khusus yang bisa jadi tempat aman untuk melapor kalau ada dugaan pelanggaran,” jelasnya.

    Seperti diketahui, Kasus pelecehan seksual yang dilakukan pelaku dilaporkan oleh korban pada 18 Maret 2025. Tersangka diketahui menyuntik korban hingga tak sadar lalu memerkosanya.

    Sebelum melakukan aksi bejatnya, Priguna melakukan pengecekan darah kepada korban, yang merupakan anak salah satu pasien yang dirawat di RSHS.

    Menurut Hendra, tersangka meminta korban berinisial FH diambil darah dan membawa korban dari ruang IGD ke gedung MCHC lantai 7 RSHS Bandung pada 18 Maret 2025 pada pukul 01.00 WIB.

    Setelah sampai di gedung MCHC, tersangka meminta korban mengganti pakaian dengan baju operasi warna hijau. Pakaian korban diminta tersangka. Pada saat itu, tersangka memasukkan jarum ke bagian tangan kiri dan kanan korban kurang lebih 15 kali.

    (taa/aud)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • DPR Minta Eks Guru Besar UGM Diproses Hukum atas Dugaan Pelecehan

    DPR Minta Eks Guru Besar UGM Diproses Hukum atas Dugaan Pelecehan

    Jakarta, Beritasatu.com – Wakil Ketua Komisi X DPR Lalu Hadrian Irfani meminta aparat penegak hukum segera menindaklanjuti dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh eks Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Edy Meiyanto (EM), terhadap 13 mahasiswi. Ia juga mendorong para korban untuk segera mengambil langkah hukum demi mendapatkan keadilan.

    “Ketika korban merasa sangat dirugikan, tentu kami menyarankan agar kasus ini diproses secara hukum. Kami sangat mempersilakan hal itu dilakukan,” ujar Lalu dalam keterangan video kepada wartawan, Rabu (9/4/2025).

    Lalu menyatakan keprihatinannya atas kasus ini. Menurutnya, kekerasan seksual di lingkungan pendidikan tinggi sangat disayangkan karena seharusnya kampus menjadi tempat yang aman dan bebas dari tindakan kekerasan.

    “Pendidikan tinggi seharusnya menjadi teladan dalam membangun budaya kampus yang aman, inklusif, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan serta menolak segala bentuk kekerasan,” ujar politisi PKB tersebut.

    Ia juga menekankan pentingnya penerapan Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi. Peraturan ini mewajibkan setiap kampus memiliki satuan tugas khusus yang menangani kekerasan fisik, psikis, perundungan, hingga kekerasan seksual.

    “Setiap kasus kekerasan di lingkungan kampus harus ditangani serius melalui kebijakan antikekerasan dan mekanisme pelaporan yang jelas,” tegas Lalu.

    Sebelumnya diberitakan, Edy Meiyanto dilaporkan telah melakukan pelecehan seksual terhadap sejumlah mahasiswi di kediaman pribadinya. Dugaan pelecehan ini dilakukan dengan modus bimbingan skripsi atau tesis di luar kampus pada periode 2023–2024, meskipun UGM telah menetapkan seluruh kegiatan akademik harus dilaksanakan di lingkungan kampus.

    Pihak UGM belum mengungkap secara resmi jumlah korban dan statusnya, namun menyatakan terdapat 13 orang yang telah dimintai keterangan oleh Satgas PPKS. Saat ini, Edy Meiyanto juga terancam sanksi pidana berat atas perbuatannya.

  • Fantasi Dokter PPDS Unpad: Paksa Korban Pakai Baju Hijau Operasi – Halaman all

    Fantasi Dokter PPDS Unpad: Paksa Korban Pakai Baju Hijau Operasi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG – PA (31), seorang dokter PPDS Unpad, diduga mempunyai fantasi terhadap korban.

    PA meminta korban mengganti pakaian dengan baju operasi berwarna hijau dan memintanya melepas baju juga celana.

    Fantasi PA itu dilakukan sebelum dia melakukan pelecehan terhadap korban di Gedung MCHC Lantai 7 RSHS Bandung pada 18 Maret 2025 pukul 01.00 WIB.

    Hal itu diungkap Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Hendra Rochmawan.

    “Sesampainya di Gedung MCHC, tersangka meminta korban mengganti pakaian dengan baju operasi berwarna hijau dan memintanya melepas baju juga celananya,” kata dia.

    Hal itu disampaikan dalam sesi jumpa pers di Mapolda Jawa Barat, pada Rabu (9/4/2025).

    PA melakukan pelecehan seksual terhadap korbannya itu di salah satu ruangan kosong.

    Setelah meminta korban memakai baju operasi berwarna hijau, dia memasukkan jarum ke bagian tangan kiri dan kanan korban sebanyak 15 kali.

    Setelah itu, pelaku menghubungkan jarum tersebut ke selang infus dan menyuntikkan cairan bening ke dalamnya. Beberapa menit kemudian, korban mulai merasakan pusing hingga akhirnya tidak sadarkan diri.

    Setelah sadar, si korban diminta mengganti pakaiannya lagi. Lalu, setelah kembali ke ruang IGD, korban baru menyadari bahwa saat itu pukul 04.00 WIB. 

    “Korban pun menceritakan kepada ibunya bahwa pelaku mengambil darah sebanyak 15 kali percobaan dan menyuntikkan cairan bening yang membuat korban tak sadar. Ketika buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tertentu,” lanjutnya.

    Polisi masih melakukan pemeriksaan terhadap pelaku.

    Upaya pemeriksaan itu dilakukan untuk mengetahui apakah pelaku mempunyai kelainan seksual.

    Berdasarkan temuan awal, kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat, Komisaris Besar Polisi Surawan, pelaku mengindikasikan mengalami kelainan seksual.

    “Kecenderungan pelaku ini mengalami sedikit kelainan dari segi seksual,” ujarnya.

    Menurut dia, penyidik akan memperkuat temuan tersebut dengan pemeriksaan psikologi forensik.

    “Kami akan perkuat dengan pemeriksaan dari psikologi forensik, ahli psikologi untuk tambahan pemeriksaan,” ujarnya.

    Apa Itu Fantasi Seksual

    Tribunnews.com melalui Tribun Health pernah memberitakan soal Fantasi Seksual.

    Kehidupan seksual pria dan wanita kerap kali dianggap berbeda.

    Pria diidentikkan dengan fantasi seksual yang kuat, sementara wanita justru dianggap memiliki fantasi yang lebih rendah.

    Apakah hal ini benar?

    Medical Sexologist dr. Binsar Martin Sinaga pernah menjawab persoalan ini ketika menjadi narasumber program Edukasi Seksual Warta Kota, grup TribunHealth.com.

    Begini jawaban dr. Binsar Martin Sinaga:

    Itulah design daripada Tuhan.

    Artinya laki-laki itu, ada satu istilah sering saya omongkan, “men is a sexual man,” naluri pria itu seks.

    Naluri wanita beda, seks itu selalu berkaitan dengan yang namanya perasaan memiliki, love (cinta), sehingga lebih tertutup.

    Ilustrasi. (Tribun Jogja)

    Nah, lalu menjadi pertanyaan sekarang, gairah wanita dengan gairah pria sama enggak? 

    Sama. 

    Cuma di negeri timur (Asia), sering dianggap gairah atau libido wanita lebih rendah. Itu salah. 

    Libido wanita, gairah wanita itu sama. 

    Kembali saya mau katakan, tergantung kebugarannya.

    magic, simak penjelasan dr. Binsar Martin Sinaga FIAS mengenai penggunaan tisu magic untuk mengatasi ejakulasi dini (Freepik)

    Medical sexologist mengingatkan dampak masturbasi yang kerap dilakukan oleh pemuda.

    Masturbasi sendiri adalah aktivitas merangsang organ seksual sendiri untuk mendapatkan kepuasan atau orgasme.

    Kendati demikian, Medical Sexologist, dr. Binsar Martin Sinaga, mengingatkan dampak buruk masturbasi.

    Efek kebiasaan ini bisa jadi tidak instan.

    dr. Binsar menjelaskan, remaja yang suka masturbasi baru akan merasakan efeknya saat berumah tangga, di mana dia lebih mungkin ejakulasi dini alias tak tahan lama saat bercinta.

    “Ejakulasi dini hanya ada pada pria, tidak ada pada wanita. Ejakulasi dini ini, per definisi, adalah ejakulasi yang cepat, terjadi pada pria yang membiarkan fantasinya tidak terkontrol akibat dari gaya hidup dan kebiasaan masturbasi,” kata dr. Binsar Martin Sinaga dalam program Warta Kota.

    Dia menegaskan bahwa masturbasi termasuk salah satu penyebab utama ejakulasi dini.

    “Ada dua kondisi fantasi seks ini yang menyebabkan ejakulasi dini. Pertama, masturbasi pada orang muda, usianya usia-usia remaja.”

    “Kita tahu usia remaja itu penuh dengan hasrat yang menggelora, ditambah dengan paparan film-film vulgar dan porno. Akhirnya mereka berfantasi, otaknya berfantasi dan melakukan masturbasi,” papar dr. Binsar.

    Sayangnya, masturbasi bukan tanpa risiko.

    “Secara tidak disadari, sehingga fantasi itu akan menyebabkan otak merekam dengan cepat, akibatnya pada waktu dia memasuki fase kehidupan dimana dia memiliki kehidupan seks yang teratur, yaitu dalam pernikahan, terjadilah ejakulasi dini karena tidak tertahan,” tandasnya.

    Pada dasarnya otak bisa mengatur kapan tubuh harus ejakulasi.

    Namun ketika seseorang sudah ketagihan masturbasi, ejakulasi justru sulit terkontrol saat berhubungan seksual yang sebenarnya.

    “Banyak pembaca Tribun dan Wartakota tidak menyadari bahwa masturbasi dikontrol oleh fantasi seks.”

    “Kalau fantasi seks ini tidak teratasi pada saat dia masuk usia, masuk dalam kehidupan yang punya kehidupan seks teratur, pernikahan, akhirnya terjadilah ejakulasi dini,” pungkasnya.

  • Polisi Eropa Bongkar Kasus Pelecehan Anak Online, 166 Orang Ditangkap

    Polisi Eropa Bongkar Kasus Pelecehan Anak Online, 166 Orang Ditangkap

    Jakarta

    Polisi Polandia merilis kasus pembongkaran jaringan daring pelecehan seksual anak. Operasi ini bekerja sama dengan 11 negara Eropa lainnya.

    Dilansir AFP, Rabu (9/4/2025), Operasi itu disebut dengan nama sandi FEVER. Polisi berhasil melakukan penangkapan 166 orang di seluruh Eropa, termasuk 98 orang di Polandia.

    “Di antara mereka yang ditangkap adalah orang-orang yang memproduksi foto dan video yang menunjukkan eksploitasi seksual anak di bawah umur, menjalankan forum daring tempat mereka bertukar materi, dan mendorong anak di bawah umur untuk memiliki pikiran bunuh diri,” kata kantor kejahatan dunia maya kepolisian Polandia.

    “Para pelaku juga termasuk kerabat dan orang kepercayaan korban,” imbuhnya.

    Operasi besar-besaran itu dilakukan dengan dukungan dari badan penegak hukum Uni Eropa, Europol, Tim Penilaian Kontraterorisme Gabungan AS (JCAT) bersama otoritas dari Denmark, Jerman, Yunani, Irlandia, Rumania, dan Spanyol, kata polisi Polandia.

    Polisi mengatakan dari 166 orang yang ditangkap, sebanyak 111 ditahan. Sebanyak 48 pelaku ditahan di Polandia.

    Lebih dari 520.000 berkas video dan gambar pelecehan seksual anak disita selama operasi tersebut.

    Polisi Polandia mengatakan penyelidikan itu terkait dengan operasi besar lainnya, yang dipimpin oleh polisi Jerman, yang menargetkan ‘KidFlix’, salah satu platform gambar pelecehan anak terbesar di dunia.

    (lir/lir)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Awal Mula Dokter PPDS Unpad Lakukan Pelecehan Seksual Menjelang Sahur – Halaman all

    Awal Mula Dokter PPDS Unpad Lakukan Pelecehan Seksual Menjelang Sahur – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG – Awal mula kasus pelecehan seksual oleh dokter PPDS Unpad, PAP (31), terjadi menjelang Sahur pada bulan Ramadan 18 Maret 2025 lalu. 

    Lokasi kejadian berada di gedung MCHC RSHS Bandung.

    Dokter tersebut diduga melakukan pelecehan terhadap beberapa korban.

    Pelaku sudah menargetkan korban incaran.

    PAP melihat korban berinisial FH di ruang IGD RSHS Bandung.

    Setelah menargetkan korban, pelaku meminta korban dari ruang IGD ke Lantai 7 Gedung MCHC RSHS Bandung.

    Di waktu-waktu tiga sampai empat jam menjelang Sahur, pelaku melecehkan korban. 

    Hal itu diungkap Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Hendra Rochmawan.

    “Pelaku meminta korban mengganti pakaian dengan baju operasi berwarna hijau dan memintanya melepas baju juga celananya,” ujar Kombes Hendra pada saat sesi jumpa pers di Ditreskrimum Polda Jawa Barat pada Rabu (9/4/2025).

    Di salah satu ruang kosong di Gedung MCHC RSHS Bandung, pelaku menodai korban.

    Pelaku memasukkan jarum ke bagian tangan kiri dan kanan korban sebanyak 15 kali.

    Setelah itu, pelaku menghubungkan jarum tersebut ke selang infus dan menyuntikkan cairan bening ke dalamnya. Beberapa menit kemudian, korban mulai merasakan pusing hingga akhirnya tidak sadarkan diri.

    Setelah sadar, si korban diminta mengganti pakaiannya lagi. Lalu, setelah kembali ke ruang IGD, korban baru menyadari bahwa saat itu pukul 04.00 WIB. 

    “Korban pun menceritakan kepada ibunya bahwa pelaku mengambil darah sebanyak 15 kali percobaan dan menyuntikkan cairan bening yang membuat korban tak sadar. Ketika buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tertentu,” kata dia.

    Korban Diduga Berjumlah Lebih dari Satu

    Jumlah korban dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh dokter PPDS FK Unpad, Priguna Anugerah P alias PAP, terus bertambah.

    Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Jawa Barat, Kombes Surawan, mengungkapkan bahwa selain korban yang telah melapor, yaitu FH (21), ada dua korban lainnya yang juga diduga menjadi sasaran pelecehan pelaku.

    Meski demikian, kedua korban tersebut belum melaporkan kejadian tersebut secara resmi ke pihak kepolisian.

    “Korban FH sudah kita tangani, sementara dua korban lainnya masih berada di rumah sakit dan belum menjalani pemeriksaan,” kata Surawan, Rabu (9/5/2025).

    Surawan memastikan bahwa kedua korban lainnya bukanlah keluarga pasien, seperti halnya FH, meskipun kejadiannya hampir serupa.

    Ia mendorong kedua korban tersebut untuk segera melapor agar proses penyelidikan dapat segera dilakukan.

    “Kami mendorong mereka untuk datang dan memberikan keterangan. Satu korban sudah berniat melapor sebelum Lebaran, tetapi terhambat waktu,” tambahnya.

    Pihak kepolisian masih menunggu kedatangan korban untuk memberikan kesaksian lebih lanjut, sementara investigasi terhadap kasus ini terus berlanjut.

    Berdasarkan data dari KTP, pelaku diketahui beralamat di Kota Pontianak namun saat ini tinggal di Kota Bandung. Sementara itu, korban merupakan warga Kota Bandung.

    “Kami juga sudah meminta keterangan dari para saksi dan nantinya akan melibatkan keterangan ahli untuk mendukung proses penyidikan ini,” ujar Hendra.

    Polda Jabar juga telah mengamankan sejumlah barang bukti dari lokasi kejadian, termasuk dua buah infus full set, dua buah sarung tangan, tujuh buah suntikan, 12 buah jarum suntik, satu buah kondom, dan beberapa obat-obatan.

    Pelaku dijerat dengan Pasal 6C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

    “Pelaku dikenakan pasal 6C UU no 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun,” tegas Hendra.

    Seorang dokter di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung terancam sanksi berat setelah terungkap sebagai pelaku pelecehan seksual terhadap pasien. 

    Dokter tersebut bisa dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan hukum yang berlaku.

    Hal itu diungkap Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Kesehatan Aji Muhawarman.

    Sebagai langkah pertama, Kemenkes sudah meminta Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) untuk segera mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) dr PAP. 

    “Pencabutan STR akan otomatis membatalkan Surat Izin Praktek (SIP) dr PAP,” tegas Aji saat dikonfirmasi, Rabu (9/4/2025). 

    Aji Muhawarman merasa prihatin dan menyesalkan adanya kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh dr PAP sebagai peserta didik PPDS Universitas Padjajaran Program Studi Anastesi di Rumah Sakit Pendidikan Hasan Sadikin Bandung. 

    Saat ini yang bersangkutan sudah dikembalikan ke pihak Universitas Padjajaran (Unpad) dan diberhentikan sebagai mahasiswa serta diproses secara hukum oleh Polda Jawa Barat.

    Kemudian, pihaknya juga sudah menginstruksikan kepada Dirut RSUP Hasan Sadikin untuk menghentikan sementara waktu atau selama 1 bulan, kegiatan residensi Program

    Pendidikan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif di RSUP Hasan Sadikin, untuk dilakukan evaluasi dan perbaikan pengawasan serta tata kelola bersama FK Unpad. 

    Sementara itu, Universitas Padjadjaran (Unpad) tegas menyikapi pelecehan seksual di Rumah Sakit Hasan Sadikin atau RSHS Bandung.

    Unpad mengeluarkan dokter terduga pelaku dari program PPDS.

    “Karena terduga merupakan PPDS yang dititipkan di RSHS dan bukan karyawan RSHS, maka penindakan tegas sudah dilakukan oleh Unpad dengan memberhentikan yang bersangkutan dari program PPDS,” tulis keterangan resmi yang diterima Tribunnews.com, Rabu (9/4/2025).

    Universitas Padjadjaran (Unpad) dan Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin (RSHS) Bandung telah menerima laporan kekerasan seksual itu.

    Disampaikan bahwa pelecehan seksual kepada keluarga pasien itu terjadi pada pertengahan Maret 2025 di area rumah sakit.

    Sebelumnya Direktur Jenderal (Dirjen) Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) Azhar Jaya menegaskan, bahwa seluruh kekerasan berupa fisik hingga seksual tidak boleh terjadi di lingkungan pendidikan kedokteran.

    Karenanya, Kemenkes telah memberikan sanksi tegas kepada pelaku berupa larangan seumur hidup kepada bersangkutan untuk kembali melanjutkan residen di RSHS Bandung seumur hidup.

    “Kami sudah berikan sanksi tegas berupa melarang PPDS tersebut untuk melanjutkan residen seumur hidup di RSHS dan kami kembalikan ke FK Unpad. Soal hukuman selanjutnya, maka menjadi wewenang FK Unpad,” tutur Azhar kepada wartawan, Rabu (9/4/2025).

    Diketahui, terduga pelaku memanfaatkan ketidaktahuan korban pada prosedur medis. Pelaku memberikan obat penenang hingga korban tak sadarkan diri.

    Korban lalu sadar 4-5 jam setelah diberikan obat dan merasakan sakit di area kemaluan.