Kasus: pelecehan seksual

  • Keluarga Korban Cabut Laporan, Kasus Dokter PPDS Unpad Cabuli Anak Pasien RSHS Bandung Terhenti? – Halaman all

    Keluarga Korban Cabut Laporan, Kasus Dokter PPDS Unpad Cabuli Anak Pasien RSHS Bandung Terhenti? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Terungkap fakta bahwa keluarga korban telah mencabut laporan polisi terhadap Priguna Anugerah Pratama (31), dokter residen di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat (Jabar).

    Priguna adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad) yang menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) anestesi di RSHS Bandung.

    Pria yang sudah berkeluarga itu diduga melakukan rudapaksa terhadap wanita asal Bandung inisial FH (21), anak dari pasien pria yang dirawat di RSHS Bandung, pada Selasa (18/3/2025) lalu.

    Pada hari itu juga, keluarga korban langsung melaporkan kejadian ini ke polisi berdasarkan bukti berupa hasil visum hingga rekaman CCTV.

    Namun terbaru, Penasehat hukum Priguna yakni Ferdy Rizky Adilya dan Gumilang Gatot menyampaikan bahwa keluarga korban telah mencabut laporan tersebut.

    “Kejadian (perjanjian) ini sebelum adanya penangkapan (23 Maret 2025). Itu sudah dilakukan keluarga klien kami,” kata Gumilang, Kamis (10/4/2025), dilansir TribunJabar.id.

    Lantas bagaimana kelanjutan proses hukum terhadap Priguna?

    Ferdy menjelaskan bahwa Priguna telah meminta maaf ke korban terkait perbuatan bejatnya, namun tetap menyerahkan masalah ini ke kepolisian untuk memproses hukum.

    “Intinya, kami akan kooperatif membantu memberikan hak-haknya tersangka dan kami akan kawal proses ini sampai akhirnya mempunyai keputusan,” ujar Ferdy. 

    Ferdy mengungkapan bahwa mereka telah melakukan pertemuan sebelum kasus ini mencuat ke publik untuk duduk bersama. Sehingga menurutnya, hingga kini tidak ada permasalahan.

    “Kami tadinya ingin juga mengundang dari pihak korban (keluarganya) untuk hadir. Tapi, tak bisa hadir. Mungkin nanti akan kami hubungi dan para wartawan bisa bertanya langsung dengan pihak keluarga korban,” jelas Ferdy.

    Ferdy juga mengatakan bahwa dalam pertemuan tersebut, sempat ada bukti pencabutan laporan meskipun tak akan mempengaruhi proses hukum.

    Meski telah demikian, Ferdy menegaskan bahwa proses hukum tentu akan tetap berjalan.

    “Pencabutan itu terjadi 23 Maret 2025,” sebut Ferdy.

    Tetap Minta Pelaku Dihukum

    Kakak ipar korban berinisial AG mengakui bahwa beberapa hari setelah kejadian tersebut memang ada itikad baik dari keluarga Priguna.

    Itu pun, lanjut AG, setelah dicari-cari dan akhirnya keluarga Priguna bisa mengakses keluarga korban sampai adanya pertemuan kedua belah pihak.

    “Kami tetap mengutuk perbuatan pelaku. Namun, sesama manusia tentu mesti bisa memaafkan walau itu tak akan mengembalikan kondisi adik saya,” ungkap AG saat dihubungi melalui ponsel penasehat hukum pelaku, Kamis, dilansir TribunJabar.id.

    “Saat ini, masih kami dampingi dan awasi betul kondisi psikisnya, terlepas dari pertemuan itu kami sudah saling berbicara secara kekeluargaan dan sebagai keluarga sudah memaafkan tapi secara hukum, kami ingin proses hukum tetap berlanjut,” lanjutnya.

    AG pun berharap kasus ini diusut tuntas dan berharap bisa terungkap senetral dan sebersih mungkin, agar tidak ada korban lain.

    “Semoga Polda bisa menegakkan hukum seadil-adilnya,” ujar AG.

    Disinggung terkait ayah korban yang dikabarkan telah meninggal pada 28 Maret 2025, AG pun membenarkannya.

    “Iya betul, ayah korban masuk 16 Maret, lalu ada perawatan selama beberapa hari dan direkomendasikan rumah sakit harus operasi. Namun, sebelum operasi pada 18 Maret, terjadi kejadian terhadap adik saya. Dan, pada 19 Maret dilakukan operasi oleh RS berjalan lancar. Namun, kondisi bapak semakin menurun hingga akhirnya meninggal dunia,” jelasnya.

    Kronologi

    Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan mengungkapkan bahwa modus Priguna yaitu memanfaatkan kondisi kritis ayah korban dengan dalih akan mengecek darah untuk transfusi darah.

    Peristiwa dugaan rudapaksa ini terjadi pada 18 Maret 2025 sekitar pukul 01.00 WIB dinihari.

    Kala itu, Priguna yang sedang bertugas, meminta FH untuk diambil darahnya dan membawa korban dari ruang IGD RSHS Bandung ke Gedung MCHC lantai 7.

    Bahkan, Priguna meminta korban FH agar tidak ditemani adiknya.

    “Tersangka ini meminta korban FH untuk diambil darah dan membawa korban dari ruang IGD ke Gedung MCHC lantai 7 RSHS. Korban sempat merasakan pusing dari cairan yang disuntikkan pelaku, dan selepas siuman korban merasakan sakit pada bagian tertentu,” kata Hendra dalam konferensi pers di Polda Jabar, Bandung, Rabu (9/4/2025), dilansir TribunJabar.id.

    Untuk melancarkan aksinya, Priguna diduga membius korbannya terlebih dahulu.

    “Sesampainya di Gedung MCHC, tersangka meminta korban mengganti pakaian dengan baju operasi berwarna hijau dan memintanya melepas baju juga celananya. Lalu, pelaku memasukkan jarum ke bagian tangan kiri dan kanan korban sebanyak 15 kali,” jelas Hendra.

    Priguna lalu menghubungkan jarum tersebut ke selang infus dan menyuntikkan cairan bening ke dalamnya.

    Selang beberapa menit, korban FH mulai merasakan pusing hingga akhirnya tidak sadarkan diri.

    Ketika itulah, korban diduga dirudapaksa oleh Priguna.

    “Setelah sadar, si korban diminta mengganti pakaiannya lagi. Lalu, setelah kembali ke ruang IGD, korban baru menyadari bahwa saat itu pukul 04.00 WIB,” ungkap Hendra.

    “Korban pun menceritakan kepada ibunya bahwa pelaku mengambil darah sebanyak 15 kali percobaan dan menyuntikkan cairan bening yang membuat korban tak sadar. Ketika buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tertentu,” sambungnya.

    Berdasarkan hasil visum, ditemukan sperma di alat vital korban yang kini masih diselidiki pihak kepolisian untuk dilakukan tes DNA.

    Polisi kemudian menangkap Priguna di apartemennya di Bandung, pada 23 Maret 2025.

    Hingga pada 25 Maret 2025, polisi akhirnya menetapkan Priguna sebagai tersangka kasus dugaan pelecehan seksual.

    Atas aksi bejatnya, Priguna dijerat dengan Pasal 6 C UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

    “Pelaku dikenakan pasal 6 C UU no 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun,” sebut Hendra.

    Selain menangkap tersangka, Polda Jabar juga mengamankan sejumlah barang bukti dari TKP, termasuk 2 buah infus full set, 2 buah sarung tangan, 7 buah suntikan, 12 buah jarum suntik, 1 buah kondom, dan beberapa obat-obatan.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Kuasa Hukum Priguna Anugerah Sebut Keluarga Korban Sebenarnya Sudah Tak Ada Masalah, Sudah Damai

    (Tribunnews.com/Nina Yuniar) (TribunJabar.id/Muhamad Nandri Prilatama)

  • Kuasa Hukum Tersangka Klaim Kasus Dokter PPDS Rudapaksa Anak Pasien Bisa Diselesaikan secara Damai – Halaman all

    Kuasa Hukum Tersangka Klaim Kasus Dokter PPDS Rudapaksa Anak Pasien Bisa Diselesaikan secara Damai – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kuasa hukum tersangka dokter residen di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung yang merudapaksa anak pasien, menyebut kliennya mengaku menyesal dan sudah minta maaf kepada keluarga korban.

    Ferdy mengatakan, permintaan maaf itu disampaikan langsung kepada keluarga korban melalui perwakilan keluarga tersangka Priguna Anugerah Pratama (PAP).

    Jadi, menurut Ferdy, masalah ini bisa diselesaikan dengan baik secara kekeluargaan dan diadakan perdamaian.

    “Dengan rasa menyesal, klien kami menitipkan pesan permohonan maaf ke korban, keluarga korban, dan seluruh masyarakat Indonesia sehubungan permasalahan ini.”

    “Kejadian ini akan menjadi pembelajaran berharga yang tak akan terulang lagi oleh klien kami di kemudian hari,” katanya di Jalan Soekarno Hatta, Kamis (10/4/2025), dikutip dari TribunJabar.id.

    Ferdy pun menyebut kliennya bersedia bertanggung jawab di depan hukum dan akan menerima konsekuensi atas perbuatannya.

    Termasuk soal konsekuensi terburuk di dalam hubungan rumah tangganya.

    Ferdy pun menjelaskan beberapa hal terkait kasus rudapaksa keluarga pasien tersebut.

    “Kami ingin menegaskan pentingnya menghormati proses hukum yang sedang berlangsung. Saat ini, kasus masih dalam tahap penyidikan dan klien kami berstatus tersangka.”

    “Kami berkomitmen untuk menjalankan tugas secara profesional dan akuntabel, dengan tetap mempertahankan hak-hak tersangka sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana,” katanya.

    Kuasa hukum yang lain, Gumilang Gatot mengatakan bahwa sebenarnya kasus ini sudah ada perjanjian damai dengan pihak korban dan ditandatangani.

    “Kejadian (perjanjian) ini sebelum adanya penangkapan (23 Maret 2025). Itu sudah dilakukan keluarga klien kami,” katanya.

    Pelaku Idap Sindrom Somnophilia

    Pelaku yang merudapaksa anak pasien berinisial FH (21) disebutkan mengidap kelainan seksual.

    Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jabar, Kombes Surawan menyebut tersangka Priguna Anugerah Pratama (PAP) itu memiliki kelainan senang atau suka terhadap orang yang tak sadarkan diri atau pingsan. 

    Adapun, fetish pada orang pingsan ini dalam medis disebut Somnophilia atau juga dikenal dengan sindrom Sleeping Beauty.

    Somnophilia adalah orientasi seksual yang langka, di mana seseorang merasa bergairah secara seksual pada orang yang tidak sadar dan tidak mampu memberikan respons. 

    Sindrom tersebut juga termasuk dalam kelompok gangguan seksual yang disebut parafilia.

    Seseorang yang mengidap Somnophilia ini disebutkan mencoba membuat orang lain tidak sadar.

    Bisa dengan memberi obat-obatan, kemudian dimanfaatkan secara seksual.

    Surawan mengatakan, pelaku sebenarnya sudah menyadari jika mempunyai sensasi yang berbeda ketika melihat orang yang tidak sadarkan diri.

    Pelaku, kata Surawan, bahkan juga sempat berkonsultasi ke psikolog karena hal tersebut.

    “Si pelaku memang sudah menyadari jika dia mempunyai sensasi berbeda, yakni suka dengan orang yang pingsan.”

    “Bahkan, dia mengaku sempat konsultasi ke psikologi. Jadi, dia menyadari kelainan itu. Kalau keseharian dan pergaulannya normal,” katanya di Polda Jabar, Kamis, dikutip dari TribunJabar.id.

    Kronologi Peristiwa

    Sebagai informasi, Priguna Anugerah Pratama telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus pelecehan seksual yang menimpa keluarga pasien di RSHS dan ditangkap di apartemennya di Bandung pada Minggu, 23 Maret 2025.

    Dokter residen itu melakukan aksi bejatnya pada pertengahan Maret 2025 di salah satu ruangan lantai 7 gedung RSHS atau di ruangan baru.

    Saat itu, korban diketahui tengah menjaga ayahnya yang dirawat dan membutuhkan transfusi darah.

    Surawan menegaskan, korban ini tak tahu tujuan dari pelaku namun dibawa ke ruangan yang baru di RSHS.

    Pelaku kemudian mendekati korban dengan dalih melakukan pemeriksaan crossmatch, yakni kecocokan golongan darah untuk keperluan transfusi.

    Priguna kemudian menyuntikkan cairan yang diduga mengandung obat bius jenis Midazolam hingga korban tidak sadarkan diri.

    Pelaku ini memanfaatkan kondisi kritis ayah korban dengan dalih akan melakukan transfusi darah.

    “Korban berusia 21 tahun sedangkan pelaku 31 tahun. Awal kejadian pukul 17.00 WIB.”

    “Pelaku ini mau mentransfusi darah bapak korban karena kondisinya kritis, dan si pelaku meminta anaknya saja untuk melakukan transfusi,” ujarnya, Rabu (9/4/2025), dikutip dari TribunJabar.id.

    Korban pun siuman beberapa jam kemudian dan mengaku merasa nyeri tidak hanya di bagian tangan bekas infus, tetapi juga di area kemaluan.

    Karena hal tersebut, korban pun langsung menjalani visum dan hasilnya menunjukkan adanya cairan sperma di kemaluannya.

    Berdasarkan hasil visum, kata Surawan, ditemukan sperma untuk diuji DNA dari alat vital korban serta alat kontrasepsi.

    Surawan pun mengatakan kondisi korban saat ini membaik meski sedikit trauma.

    Kasus ini pertama kali terungkap ke publik setelah diunggah akun Instagram @ppdsgram pada Selasa (8/4/2025) malam.

    Atas perbuatannya itu, Priguna Anugerah Pratama dijerat dengan Pasal 6 C UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. 

    Dokter residen tersebut terancam hukuman penjara maksimal 12 tahun.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Pengacara Dokter PPDS Pemerkosa di RSHS Bandung Sebut Priguna Bersedia Tanggung Jawab, Hormati Hukum

    (Tribunnews.com/Rifqah) (TribunJabar.id/Muhamad Nandri) 

  • 7 Fakta Priguna Dokter Cabul di RSHS Bandung: Sadar Punya Kelainan Seksual, Modusnya Bius Korban – Halaman all

    7 Fakta Priguna Dokter Cabul di RSHS Bandung: Sadar Punya Kelainan Seksual, Modusnya Bius Korban – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Publik dikejutkan dengan kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh Priguna Anugerah Pratama (31), dokter residen di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat (Jabar).

    Priguna merupakan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad) yang menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) anestesi di RSHS Bandung.

    Calon dokter spesialis anestesi itu merudapaksa wanita berinisial FH (21), anak dari pasien pria yang dirawat di RSHS Bandung, pada Selasa, 18 Maret 2025.

    Berikut fakta-fakta soal dokter Priguna Anugerah Pratama, tersangka kasus rudapaksa terhadap keluarga pasien RSHS Bandung:

    1. Modus

    Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan, mengungkapkan modus Priguna yakni memanfaatkan kondisi kritis ayah korban dengan dalih akan mengecek darah untuk transfusi darah.

    Peristiwa rudapaksa ini terjadi pada 18 Maret 2025 sekitar pukul 01.00 WIB dinihari.

    Kala itu, Priguna yang sedang bertugas, meminta FH untuk diambil darahnya dan membawa korban dari ruang IGD RSHS Bandung ke Gedung MCHC lantai 7.

    Bahkan, Priguna meminta korban FH agar tidak ditemani adiknya.

    “Tersangka ini meminta korban FH untuk diambil darah dan membawa korban dari ruang IGD ke Gedung MCHC lantai 7 RSHS.”

    “Korban sempat merasakan pusing dari cairan yang disuntikkan pelaku, dan selepas siuman korban merasakan sakit pada bagian tertentu,” kata Hendra dalam konferensi pers di Polda Jabar, Bandung, Rabu (9/4/2025), dilansir TribunJabar.id.

    Untuk melancarkan aksinya, Priguna membius korbannya terlebih dahulu.

    “Sesampainya di Gedung MCHC, tersangka meminta korban mengganti pakaian dengan baju operasi berwarna hijau dan memintanya melepas baju juga celananya. Lalu, pelaku memasukkan jarum ke bagian tangan kiri dan kanan korban sebanyak 15 kali,” lanjutnya.

    Priguna lalu menghubungkan jarum tersebut ke selang infus dan menyuntikkan cairan bening ke dalamnya.

    Selang beberapa menit, korban FH mulai merasakan pusing hingga akhirnya tidak sadarkan diri. Ketika itulah, korban dirudapaksa oleh Priguna.

    “Setelah sadar, si korban diminta mengganti pakaiannya lagi. Lalu, setelah kembali ke ruang IGD, korban baru menyadari bahwa saat itu pukul 04.00 WIB.”

    “Korban pun menceritakan kepada ibunya bahwa pelaku mengambil darah sebanyak 15 kali percobaan dan menyuntikkan cairan bening yang membuat korban tak sadar. Ketika buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tertentu,” lanjutnya.

    Pada hari itu juga, keluarga korban melaporkan kejadian ini ke polisi berdasarkan bukti berupa hasil visum hingga rekaman CCTV.

    Berdasarkan hasil visum, ditemukan sperma di alat vital korban yang kini masih diselidiki pihak kepolisian untuk dilakukan tes DNA.

    2. Terancam 12 Tahun Penjara

    Polisi kemudian menangkap Priguna di apartemennya di Bandung, pada 23 Maret 2025.

    Hingga pada 25 Maret 2025, polisi akhirnya menetapkan Priguna sebagai tersangka kasus dugaan pelecehan seksual.

    Atas aksi bejatnya, Priguna dijerat Pasal 6 C UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

    “Pelaku dikenakan pasal 6 C UU no 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun,” ujar Hendra.

    Selain menangkap tersangka, Polda Jabar juga mengamankan sejumlah barang bukti dari TKP, termasuk dua buah infus full set, dua buah sarung tangan, tujuh buah suntikan, 12 buah jarum suntik, satu buah kondom, dan beberapa obat-obatan.

    3. Sudah Berkeluarga

    Berdasarkan data diri di KTP, Priguna beralamat di Kota Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar) dan saat ini tinggal di Bandung.

    Pria 31 tahun itu juga diketahui telah berkeluarga.

    “Kami sampaikan bahwa yang bersangkutan memang telah berkeluarga. Informasi yang kami dapatkan, dia berasal dari kota di luar dari jawa, sesuai dengan KTP tadi,” ungkap Hendra, dikutip dari YouTube KOMPASTV.

    4. Sadar Punya Kelainan Seksual

    Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jabar, Kombes Pol Surawan, mengungkapkan  Priguna memiliki kelainan perilaku seksual senang atau suka terhadap orang yang tak sadarkan diri atau pingsan.

    Menurut Surawan, Priguna tahu dirinya mengidap kelainan seksual.

    “Si pelaku memang sudah menyadari jika dia mempunyai sensasi berbeda, yakni suka dengan orang yang pingsan. Bahkan, dia mengaku sempat konsultasi ke psikologi. Jadi, dia menyadari kelainan itu. Kalau keseharian dan pergaulannya normal,” ujar Surawan di Polda Jabar, Kamis (10/4/2025), dilansir TribunJabar.id.

    Dalam istilah medis, fetish terhadap orang pingsan disebut Somnophilia.

    Somnophilia adalah orientasi seksual yang langka di mana seseorang merasa bergairah secara seksual pada orang yang tidak sadar dan tidak mampu memberikan respons.

    Somnophilia juga dikenal dengan istilah sindrom Sleeping Beauty karena seseorang merasa bergairah pada seseorang yang sedang tertidur.

    5. Korban Bertambah

    Surawan juga menyebutkan korban dugaan pelecehan seksual Priguna bertambah menjadi tiga orang.

    Selain FH, dua pasien RSHS Bandung juga mengaku menjadi korban aksi bejat dokter residen tersebut.

    “Hasil koordinasi dengan RSHS sudah ada dua korban lagi yang akan kami lakukan pendekatan untuk pemeriksaan,” kata Surawan, Kamis, dilansir TribunJabar.id.

    “Kami sangat terbuka bila ada korban-korban lain yang mungkin menjadi korban atau pernah hampir menjadi korban dari si pelaku, kami akan tampung. Silakan bisa datang ke Polda Jabar atau pihak rumah sakit,” imbuhnya.

    Surawan menegaskan, keterangan dua orang yang terindikasi menjadi korban tambahan merupakan pasien. Tetapi, dalam peristiwa juga waktu yang berbeda.

    “Kami terus lakukan pendalaman terhadap para korban. Lalu, barang bukti baik dari hasil swab atau yang ditemukan di lokasi akan diuji DNA terkait sperma yang ditemukan pada alat vital korban dan alat kontrasepsi,” paparnya.

    Surawan mengatakan korban yang melapor ke polisi ada satu orang. Namun, penyidik juga sedang mendalami keterangan dari dua korban tambahan informasi RSHS.

    6. Sempat Bunuh Diri

    Sebelumnya, Surawan mengungkap Priguna sempat mencoba untuk mengakhiri hidupnya di apartemen saat akan diamankan pihak kepolisian.

    “Pelaku kami amankan di apartemennya di Bandung. Bahkan, si pelaku ternyata sempat mau bunuh diri juga dengan memotong nadi di tangannya,” ungkap Surawan, Rabu, dilansir TribunJabar.id.

    “Kami amankan pelaku pada 23 Maret 2025 setelah pelaku ketahuan. Dia sempat dirawat baru ditangkap,” sambungnya.

    7. Dilarang Praktik

    Direktur Utama RSHS Bandung, Rachim Dinata Marsidi, menjelaskan pihaknya langsung mengambil tindakan tegas setelah menerima laporan terkait dugaan tindak pelecehan oleh dokter residen tersebut.

    “Langsung dia dikeluarkan dari ini. Berarti kalau dikeluarkan dari sini, dia tidak boleh lagi praktik di sini,” ujar Rachim saat dihubungi, Rabu.

    Priguna juga telah dikembalikan ke institusi pendidikannya, yaitu FK Unpad.

    Menurut Rachim, kelanjutan status pendidikan dokter tersebut akan menjadi kewenangan pihak kampus.

    “Saya kembalikan ke FK. Kalau kata FK ini memang ini pelanggaran berat, itu terserah mereka,” terangnya.

    Rachim pun menegaskan Priguna bukanlah pegawai RSHS Bandung, melainkan mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan spesialis di bidang anestesi.

    “Tapi anak tersebut itu belajar di sini. Terserah dari FK-nya mau dibelajarin di rumah sakit yang lain. Ini PPDS itu residen, lagi belajar anestesi. Ya, jadi lagi sekolah anestesi,” jelasnya.

    Bahkan kabarnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI turut memberi tanggapan atas kasus ini dengan meminta agar Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) Priguna.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul KRONOLOGI Dokter Predator Cabuli Keluarga Pasien di RSHS Bandung, Diminta Ganti Baju Saat Cek Darahi

    (Tribunnews.com/Nina Yuniar) (TribunJabar.id/Muhamad Nandri Prilatama)

  • Fetish Kaki dan Objek Tak Biasa Lainnya, Normal atau Gangguan Jiwa?

    Fetish Kaki dan Objek Tak Biasa Lainnya, Normal atau Gangguan Jiwa?

    JAKARTA – Ketertarikan seksual setiap orang berbeda-beda, tetapi ada yang tertarik secara seksual terhadap sesuatu yang tidak biasa. Kondisi tersebut disebut dengan fetish, yakni ketertarikan seksual akan objek yang tidak lazim.

    Psikiater Richard Krueger, MD, dari Colombia University, mengatakan bahwa setiap hal dapat menjadi objek fetish seseorang. Menurup penelitian, fetish paling umum melibatkan bagian tubuh seperti kaki, atau fitur tubuh. Kaki adalah objek fetish yang paling umum dirasakan orang.

    “Apa pun yang dapat Anda bayangkan (bisa menjadi fetish),” kata Richard Krueger, dikutip dari WebMD, pada Kamis, 10 April 2025.

    Penyebab munculnya fetish sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Namun, beberapa penelitian mengatakan bahwa penyebabnya dipengaruhi berbagai faktor, seperti biologis, perkembangan otak tidak normal, trauma, hingga faktor budaya.

    “Fetisisme juga dapat muncul akibat melihat perilaku seksual yang tidak pantas selama masa kanak-kanak atau akibat pelecehan seksual,” tuturnya.

    Fetish secara definisi memang bukan termasuk gangguan kejiwaan. Fetish yang normal berkaitan dengan variasi seksual yang tidak merugikan.

    Namun, hal ini dapat mencapai tingkat gangguan kejiwaan, yang bisa menyebabkan penderitaan berat dan berkepanjangan. Pada tahap yang parah, kehidupan mereka dapat terganggu karena hanya fokus untuk memuaskan fetish yang dirasakan.

    Terdapat kriteria seseorang mengalami gangguan fetisisme, yang tercantum dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fifth Edition (DSM-5), yang dimuat di laman Psychology Today.

    – Terjadi selama periode setidaknya enam bulan dengan orang tersebut memiliki fantasi, dorongan, atau perilaku yang berulang, intens, dan membangkitkan gairah seksual dengan melihat benda mati. Seperti pakaian, sepatu wanita, atau fokus yang spesifik pada bagian tubuh tertentu.

    – Perilaku, imajinasi, dan dorongan seksual yang membuat pengidap mengalami gelisah berlebihan, sehingga mengganggu aktivitas.

    – Objek tidak terbatas pada pakaian atau peralatan tertentu yang bisa merangsang organ genital.

    Dalam beberapa kasus, fetish bisa menjadi bagian dari eksplorasi seksual yang sehat dan konsensual dalam hubungan. Namun, jika fetish sudah menyebabkan ketidaknyamanan, kecemasan, hingga berupa paksaan, sebaiknya berkomunikasi dengan pasangan dan berkonsultasi dengan ahli agar diberikan penanganan yang tepat.

  • VIDEO: Unpad Tegaskan Tidak Beri Toleransi ke Pelaku Pelecehan

    VIDEO: Unpad Tegaskan Tidak Beri Toleransi ke Pelaku Pelecehan

    Universitas Padjadjaran (Unpad) menyatakan komitmennya untuk menegakkan hukum dan norma yang berlaku menyusul adanya kasus dugaan tindak pidana dugaan pelecehan seksual yang melibatkan salah satu mahasiswa program pendidikan spesialisnya.

    Ringkasan

  • Korban Pelecehan Seksual Dokter PPDS Unpad Bakal Bertambah

    Korban Pelecehan Seksual Dokter PPDS Unpad Bakal Bertambah

    Jakarta, Beritasatu.com – Jumlah korban dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh dokter residen program pendidikan dokter spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran (Unpad) diperkirakan bertambah. Pihak Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung telah menerima aduan baru dari masyarakat dan melanjutkannya ke Polda Jawa Barat.

    Kepala Bidang Humas Polda Jawa Barat Kombes Pol Hendra Rohmawan mengonfirmasi saat ini terdapat dua orang yang menyampaikan laporan kepada pihak RSHS terkait tindakan serupa.

  • Apa Itu Fetish? Ketertarikan Seksual pada Objek-objek Tak Biasa

    Apa Itu Fetish? Ketertarikan Seksual pada Objek-objek Tak Biasa

    Jakarta

    Fetish merupakan ketertarikan seksual pada objek yang tak biasa. Gairah seksual ini bisa muncul ketika seseorang melihat sesuatu yang biasanya bersifat tidak seksual misalnya sepatu atau kaki.

    Psikiater Richard Krueger, MD, dari Colombia University mengatakan hampir setiap hal bisa menjadi objek fetish seseorang. Menurut sebuah penelitian, fetish yang paling umum melibatkan bagian tubuh, seperti kaki, atau fitur tubuh, seperti obesitas, tindik, atau tato. Kaki adalah objek fetish yang paling umum.

    “Apapun yang dapat Anda bayangkan,” kata Krueger kepada WebMD dikutip Kamis (10/4/2025).

    Apa penyebab munculnya fetish?

    Belum ada penyebab pasti dari gangguan fetisisme.

    Beberapa teori mencakup pengalaman masa kecil seperti faktor biologis, seperti perkembangan otak yang tidak normal sampai faktor budaya, karena penelitian telah menunjukkan tingkat fetisisme yang berbeda dalam budaya yang memandang seksualitas secara berbeda satu sama lain.

    “Fetisisme juga dapat muncul akibat melihat perilaku seksual yang tidak pantas selama masa kanak-kanak atau akibat pelecehan seksual,” kata Kenneth Rosenberg, MD, profesor psikiatri di Weill Cornell Medical College.

    Apakah fetish termasuk gangguan kejiwaan?

    Fetish secara definisi bukan termasuk gangguan kejiwaan. Tetapi dapat mencapai tingkat tersebut jika menyebabkan penderitaan yang intens dan berkepanjangan.

    Laman Psychology Today menjelaskan, menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fifth Edition (DSM-5), gangguan fetisisme adalah kondisi ketika terdapat penggunaan atau ketergantungan yang terus-menerus dan berulang terhadap objek tak hidup untuk mencapai gairah seksual. Diagnosis gangguan fetisisme diberikan jika seseorang tidak bisa mencapai gairah seks tanpa objek tertentu.

    Kriteria diagnostik untuk gangguan fetisisme, sebagaimana tercantum dalam DSM-5, meliputi:

    Terjadi selama periode sedikitnya enam bulan dengan orang tersebut memiliki fantasi, dorongan, atau perilaku yang berulang, intens, dan membangkitkan gairah seksual yang melibatkan benda mati (seperti pakaian dalam dan sepatu wanita) atau fokus yang sangat spesifik pada bagian tubuh nongenital.Fantasi, dorongan seksual, atau perilaku tersebut menyebabkan tekanan yang signifikan atau mengganggu fungsi sosial, pekerjaan, atau pribadi.Objek fetish bukanlah pakaian yang digunakan dalam cross-dressing dan tidak dirancang untuk stimulasi genital taktil, seperti vibrator.

    (kna/up)

  • Polisi Sebut Korban Dokter PPDS Unpad di RSHS Bandung Lebih Dari Satu Orang, Modusnya Sama – Halaman all

    Polisi Sebut Korban Dokter PPDS Unpad di RSHS Bandung Lebih Dari Satu Orang, Modusnya Sama – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG – Polda Jawa Barat (Jabar) masih menyelidiki kasus dugaan rudapaksa yang dilakukan dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran (Unpad) Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Priguna Anugerah (31) terhadap keluarga pasien.

    Polisi menyebut korban dari aksi bejat Priguna Anugerah diduga lebih dari satu orang.

    “Ada dua korban (baru), melalui hotline. Dua korban ini bersangkutan (adalah) pasien, peristiwa berbeda dengan yang kami tangani,” kata Dirreskrimum Polda Jabar Kombes Surawan dalam keterangannya, Kamis (10/4/2025).

    Meski begitu, Surawan tak merinci lebih lanjut soal adanya korban lain dalam aksi bejat dokter PPDS Unpad tersebut.

    Dia hanya mengatakan modus yang dilakukan Priguna terhadap para korbannya sama yakni mulai mengambil sampel darah hingga membius korban.

    “Rata-rata modusnya sampai dalih (yaitu) mengambil sampel darah, DNA, dan dibius (untuk melakukan) pemerkosaan pada korban,” tuturnya.

    Sementara itu, Kabid Humas Polda Jabar Kombes Hendra Rochmawan meminta agar masyarakat yang menjadi korban untuk segera melapor.

    “Kami telah membuka layanan untuk laporan (korban) lainnya. Mungkin kasusnya sama tapi waktunya berbeda,” tuturnya.

    Kronologis Kasus

    Ditreskrimum Polda Jawa Barat (Jabar) mengungkap aksi bejat dokter residen bernama Priguna Anugerah (31) di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, pada Rabu (9/4/2025).

    Priguna diduga merudapaksa FH (21), anak dari seorang pasien yang dirawat di RSHS Bandung pada Selasa (18/3/2025) lalu.

    Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Hendra Rochmawan, mengungkapkan Priguna telah resmi ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pelecehan seksual.

    Hendra menjelaskan, kasus dugaan rudapaksa ini berlangsung pada 18 Maret 2025 sekitar pukul 01.00 WIB.

    Saat itu, tersangka meminta korban untuk diambil darahnya dan membawa korban dari ruang IGD ke Gedung MCHC lantai 7.

    Priguna bahkan meminta korban untuk tidak ditemani adiknya.

    “Sesampainya di Gedung MCHC, tersangka meminta korban mengganti pakaian dengan baju operasi berwarna hijau dan memintanya melepas baju juga celananya. Lalu, pelaku memasukkan jarum ke bagian tangan kiri dan kanan korban sebanyak 15 kali,” beber Hendra.

    Setelah itu, tersangka menghubungkan jarum tersebut ke selang infus dan menyuntikkan cairan bening ke dalamnya.

    Beberapa menit kemudian, korban FH mulai merasakan pusing hingga akhirnya tidak sadarkan diri.

    “Setelah sadar, si korban diminta mengganti pakaiannya lagi. Lalu, setelah kembali ke ruang IGD, korban baru menyadari bahwa saat itu pukul 04.00 WIB,” jelas Hendra.

    Menurut Hendra, dugaan rudapaksa terbongkar setelah korban menceritakan kejadian yang dialaminya kepada sang ibu.

    “Korban pun menceritakan kepada ibunya bahwa pelaku mengambil darah sebanyak 15 kali percobaan dan menyuntikkan cairan bening yang membuat korban tak sadar. Ketika buang air kecil, korban merasakan perih di bagian tertentu,” terangnya.

    Adapun berdasarkan data dari KTP, tersangka diketahui beralamat di Kota Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar), tetapi saat ini tinggal di Kota Bandung.

    Sementara itu, korban FH merupakan warga Kota Bandung.

    “Kami juga sudah meminta keterangan dari para saksi dan nantinya akan melibatkan keterangan ahli untuk mendukung proses penyidikan ini,” sebut Hendra.

    Polda Jabar juga telah mengamankan sejumlah barang bukti dari tempat kejadian perkara (TKP), termasuk dua buah infus full set, dua buah sarung tangan, tujuh buah suntikan, 12 buah jarum suntik, satu buah kondom, dan beberapa obat-obatan.

    Atas aksi bejatnya, tersangka Priguna dijerat Pasal 6 C UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.

    “Pelaku dikenakan pasal 6 C UU nomor 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun,” ucap Hendra.

  • Polda Jabar Ungkap Pelaku Asusila di RSHS Bandung Punya Kelainan Seksual!

    Polda Jabar Ungkap Pelaku Asusila di RSHS Bandung Punya Kelainan Seksual!

    JABAR EKSPRES – Setelah menangkap dan mengamankan pelaku tindak pidana asusila atau pelecehan seksual di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung,  polisi kembali melakukan sejumlah pemerikasaan kepada tersangka yang merupakan dokter residen spesialis anestesi.

    Menurut Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Jabar Kombes Pol Surawan, terduga pelaku yang berinisial PAP (31) tersebut, berdasarkan hasil pemeriksaan sementaranya memang memilki kecenderungan kelainan seksual.

    “Pelaku ini mengalami sedikit kelainan dari segi seksual. Tapi nanti kita akan perkuat dengan pemeriksaan dari psikologi forensik untuk tambahan pemeriksaan. Tapi kita menguatkan adanya kecenderungan kelainan seksual dari pelaku,” ujarnya, Kamis (10/4/2025).

    Surawan menambahkan, tersangka yang merupakan mahasiswa dari Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran di Universitas Padjadjaran (Unpad), nekat melakukan aksi bejatnya kepada seorang wanita berinisial FH (21) yang tengah menunggu keluarganya dirawat di RSHS Bandung.

    BACA JUGA:Bertambah, Korban Pelecehan Dokter PPDS di RSHS Jadi 3 Orang

    Sebelum beraksi, tersangka kata Surawan sempat bermodus bahwa akan melakukan transfusi darah kepada pasien sehingga mengajak korban untuk dilakukan pengecekan darah.

    “Karena bapaknya (keluarga korban) sudah berada dalam kondisi kritis, dan anaknya tuh (korban) enggak tahu tujuannya apa, kemudian dibawa ke ruangan yang baru (Gedung MCHC),” ungkapnya.

    Alibi melakukan pengecekan darah, Surawan mengungkapkan bahwa tersangka malah melancarkan aksinya saat korban tidak sadarkan diri setelah mendapatkan bius.

    “Pelaku bawa (kondom). Dan itu memang ruangan belum dipakai, itu ruangan baru. Dan rencananya (akan digunakan) untuk operasi khusus perempuan. Jadi itu belum dipakai,” ungkapnya.

    Sementara itu guna bisa segera mengungkap lebih jauh kasus ini, Surawan menuturkan bahwa pihaknya melalui tim penyidik kini telah melakukan visum kepada korban.

    BACA JUGA:Update Kasus Oknum Dokter Residen di RSHS Bandung, Polda Jabar: Ada Kemungkinan Korban Bertambah!

    Selain itu, pihaknya juga akan segera melakukan tes DNA terhadap sperma yang ada di bagian vital korban.

    “Kemarin kita sudah disimpan dibekukan spermanya, kita akan lakukan uji DNA dari yang ada di kemaluan dan kemudian keseluruhan uji DNA korban, dan juga yang ada di kontrasepsi itu,” pungkasnya.

  • Dokter PPDS Lecehkan Pasien RSHS, Analisa Reza Indragiri: Sebar Foto dan Identitas Pelaku di Medsos

    Dokter PPDS Lecehkan Pasien RSHS, Analisa Reza Indragiri: Sebar Foto dan Identitas Pelaku di Medsos

    TRIBUNJAKARTA.COM – Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel meminta foto dan identitas Priguna Anugrah Pratama (31), dokter Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (Unpad) disebar luaskan di media sosial.

    Priguna Anugrag Pratama merupakan dokter residen anestesi yang diduga memperkosa keluarga pasien di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat pada Senin 17 Maret 2025.

    Kini, Priguna telah ditangkap di Polda Jawa Barat. Reza Indragiri menyampaikan hasil analisanya mengenai kasus dugaan pemerkosaan tersebut. 

    Bicara motif pelaku, Reza mengungkapkan seseorang melakukan kekerasan seksual termasuk perkosaan terkait kontrol atau kendali.

    “Unjuk kebolehan unjuk kemampuan bahwa saya (pelaku) bisa menguasai pihak lain saya bisa mengendalikan pihak yang bergantung hidupnya pada diri saya (pelaku) dan sejenisnya,” kata Reza Indragiri dikutip TribunJakarta.com dari akun Youtube TVOne, Kamis (10/4/2025).

    Ia melihat pelaku telah melakukan perencanaan terhadap aksi cabul tersebut.

    Tak hanya itu, Reza Indragiri juga menduga korban cabul Priguna lebih dari satu orang.

    “Saya membangun spekulasi sedemikian rupa karena berdasarkan pemberitaan yang saya simak di media massa betapa fasihnya si pelaku ini mendapatkan akses ke obat-obatan atau ke zat bius di rumah sakit,” ujar Reza Indragiri.

    Selain itu, Reza juga menilai pelaku mengenal lokasi yang akan digunakan untuk melancarkan aksi jahatnya.

    Hal lain yakni pelaku memilih waktu ‘sempurna’ pada dini hari.

    KLIK SELENGKAPNYA: Lima Fakta Penemuan Mayat Ibu dan Anak Dalam Toren Air Rumah Mereka di Tambora, Jakarta Barat, Jumat (7/3/2025). Tetangga Bongkar Cekcok Soal Nikah.

    Dimana secara umum, dini hari adalah waktu yang paling rentan karena orang beristireahan dan tidak waspada.

    “Kesempurnaan dalam melancarkan aksi jahat itu yang membuat saya sekali lagi menduga barangkali ada korban lebih dari satu pada aspek itulah semestinya kita lebih banyak berdiskusi untuk memastikan bahwa pelaku nantinya akan hukum seberat-beratnya sekiranya divonis bersalah,” ungkapnya.

    Reza juga menyampaikan cara untuk mengungkap korban lain dari pelaku.

    Sejumlah hal yang dapat dilakukan antara lain audit terhadap zat-zat kimia atau obat-obatan yang diakses oleh oknum dokter tersebut.

    “Sehingga bisa dipastikan apakah ada atau tidak obat-obatan ataukah zat-zat kimia yang telah digunakan secara tidak bertanggung jawab tanpa jelas peruntukannya itu merupakan pintu awal tentang penggunaan instrumen kejahatan oleh pelaku bisa dibuktikan oleh otoritas terkait,” katanya.

    Kedua, Reza mengatakan dokter adalah profesi yang superior di lingkungan rumah sakit. Sehingga, kata Reza, tidak tertutup kemungkinan bahwa ada tindak tanduk yang tidak pantas. 

    “Jangan-jangan sudah pernah dilakukan oleh oknum dokter tersebut dan diketahui oleh sejawat. Diketahui oleh sesama pekerja di rumah sakit namun sekali lagi karena dokter berada pada posisi yang superior tidak terutup kemungkinan pihak-pihak atau pekerja lain di rumah sakit tersebut selama ini memilih untuk tutup mulut,” jelas Reza.

    Terakhir, Reza meminta agar foto dan identitas pelaku disebarluaskan seluas-luasnya termasuk ke media sosial.

    “Tujuannya untuk membantu kemungkinan korban-korban lain mengidentifikasi wajah oknum dokter yang satu ini memahami bahwa sudah ada satu pasien yang mengambil maaf ada satu keluarga pasien yang mengambil langkah berani dengan membuat laporan,” katanya.

    “Mudah-mudahan korban-korban lain sekiranya ada juga memiliki semangat yang sama untuk melaporkan oknum dokter tersebut ke otoritas penegakan hukum dengan tujuan sekali lagi untuk memaksimalkan yang bersangkutan dikenai sanksi pidana maksimal sekiranya dia divonis bersalah,” sambunngnya. 

    Sedangkan untuk pencegahan, Reza menyarankan agar seorang dokter saat menangani pasien selalu didampingi perawat ataupun dokter yang lain ataupun perwakilan dari keluarga pasien 

    “Tidak membiarkan ada dokter atau mungkin juga perawat yang melakukan penanganan sendirian keberadaan orang lain diharapkan akan bisa menangkal terjadinya perbuatan-perbuatan tidak profesional,” imbuhnya.

    Kemudian, lanjut Reza, memperkuat pengamanan lingkungan rumah sakit. Ia mencontohkan adanya rekaman CCTV di rumah sakit yang merekam gerak gerik pelaku.

    “Jangan sampai peristiwa yang amoral tersebut terjadi dalam rentang waktu yang cukup berjauhan sejak peristiwa berlangsung dengan rekaman CCTV dibuka itu sebabnya sekali lagi tidak hanya CCTV-nya yang kita butuhkan tapi responsivitas dari pihak rumah sakit terhadap rekaman CCTV tersebut patut kiranya untuk dievaluasi,” katanya.

    Pelaku Kelainan Seksual

    Sementara itu, Dirreskrimum Polda Jabar Kombes Surawan buka suara terkait tersangka Priguna Anugerah Pratama.

    Dokter residen anestesi PPDS Unpad tersebut, diduga melakukan pelecehan seksual terhadap tiga orang di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

    Dirreskrimum Polda Jabar, Kombes Pol Surawan, mengatakan pelaku diduga memiliki kelainan seksual.

    “Dari pemeriksaan beberapa hari ini memang kecenderungan pelakunya mengalami sedikit kelainan. Jadi, begitu juga dengan hasil pemeriksaan dari pelaku ini nanti kita akan perkuat dengan pemeriksaan dari psikologi forensik. Ahli psikologi maupun psikologi forensik nanti untuk tambahan periksaan. Sehingga kita menguatkan adanya kecederungan kelainan dari pelaku seksual pelaku,” jelas Dirreskrimum Polda Jabar Kombes Surawan.

    Kombes Surawan menyebut kepolisian terus berkoordinasi dengan pihak Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung terkait kasus pencabulan yang melibatkan dokter yang sedang menempuh pendidikan spesialis anastesi.

    “Hasil koordinasi dengan RSHS sudah ada dua korban lagi yang akan kami lakukan pendekatan untuk pemeriksaan.”

    “Kami sangat terbuka bila ada korban-korban lain yang mungkin menjadi korban atau pernah hampir menjadi korban dari si pelaku, kami akan tampung. Silakan bisa datang ke Polda Jabar atau pihak rumah sakit,” katanya, Kamis (10/4/2025).

    Surawan pun menegaskan keterangan dua orang yang terindikasi menjadi korban tambahan merupakan pasien pula.

    Namun, dalam peristiwa juga waktu yang berbeda.

    “Kami terus lakukan pendalaman terhadap para korban. Lalu, barang bukti baik dari hasil swab atau yang ditemukan di lokasi akan diuji DNA terkait sperma yang ditemukan pada alat vital korban dan alat kontrasepsi,” katanya.

    Surawan menegaskan, korban yang melapor ke polisi ada satu orang. Namun, penyidik pun tengah mendalami keterangan dari dua korban tambahan informasi RSHS.

    Diketahui korban pemerkosaan oleh Priguna Anugerah Pratama dokter PPDS Unpad itu berinisial FA (21). 

    Dalam waktu yang berdekatan, FA menghadapi dua peristiwa memilukan sekaligus.

    Peristiwa memilukan itu terjadi saat FA sedang menjaga ayahnya yang tengah dirawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, pada 18 Maret 2025.

    Menurut Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Hendra Rochmawan, kasus ini bermula ketika Priguna tiba-tiba menghampiri FA di IGD pada pukul 01.00 WIB dini hari.

    Priguna yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka, mengajak FA menuju lantai 7 gedung baru RSHS dengan alasan ingin mencocokkan golongan darah antara korban dan ayahnya.

    Tak menaruh curiga, korban pun menuruti permintaan tersangka tersebut.

    “Pada tanggal 18 Maret 2025 sekira pukul 01.00 WIB, tersangka meminta korban untuk diambil darah dan membawa korban dari ruang IGD ke gedung MCHC lantai 7,” kata Hendra dalam konferensi pers di Mapolda Jabar, Rabu (9/4/2025).

    Sesampaianya di lokasi, FA langsung diminta oleh Priguna untuk melepaskan pakaian dan celanannya lalu memakai baju operasi.

    Setelah itu, Priguna pun menusukkan jarum suntik sebanyak 15 kali ke tangan kiri dan kanan FA dengan dalih pengambilan darah.

    Namun, ternyata tersangka justru memasukkan cairan obat bius Midazolam ke tubuh FA.

    “Beberapa menit kemudian korban merasakan pusing lalu tidak sadarkan diri,” kata Hendra.

    Tiga jam berlalu, FA akhirnya sadar dan langsung memakai pakaiannya seperti semula.

    Saat akan kembali ke IGD untuk menjaga ayahnya yang dirawat, FA kaget karena jarum jam sudah menunjukkan pukul 04.00 WIB.

    Sesaat kemudian, korban merasa ingin buang air kecil. Namun, ketika buang air kecil, FA merasa sakit di bagian alat vitalnya.

    Merasakan hal tersebut, FA pun melakukan visum di RSHS dan hasilnya, ditemukan bekas cairan sperma di kemaluannya.

    Pihak keluarga korban langsung melaporkan kejadian tersebut ke Polda Jawa Barat dan Priguna pun berhasil ditangkap lima hari kemudian di salah satu apartemen di Kota Bandung.

    Kini, Priguna pun terancam dihukum 12 tahun penjara akibat tindakan biadabnya.

    ”PAP ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 6 C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Ia terancam 12 tahun penjara,” ujar Hendra.

    Ayah Meninggal Dunia 

    Selain menjadi korban pemerkosaan, FA juga mengalami nasib pilu karena kehilangan sang ayah yang meninggal dunia.

    Bak jatuh tertimpa tetangga, ayahnya yang sempat dijaganya ketika dirawat di IGD RSHS Bandung telah meninggal dunia.

    Kabar pilu ini diketahui dari unggahan drg Mirza di akun Instagramnya pada Rabu (9/4/2025).

    Dalam unggahan itu, Mirza memperoleh pesan dari keluarga korban bahwa ayah FA sudah meninggal dunia pada 28 Maret 2025 atau 10 hari setelah dirinya menjadi korban kebiadaban Priguna.

    “Bapak sudah meninggal tanggal 28 kemarin di RSHS,” tulis pesan yang diterima drg Mirza.

    Dokter yang sekaligus pihak yang memviralkan kasus ini pun ikut berduka atas meninggalnya ayah korban.

    “Innalillahi wa innaillaihi roji’un. Semoga almarhum bapaknya husnul khotimah,” tulis @drg.mirza. (TribunJakarta.com/TribunJabar)

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya