Kasus: pelecehan seksual

  • Jangan Sampai jadi Korban, Kenali Bentuk-bentuk Pelecehan Seksual

    Jangan Sampai jadi Korban, Kenali Bentuk-bentuk Pelecehan Seksual

    Jakarta, Beritasatu.com – Seorang dokter spesialis obstetri dan ginekologi atau kandungan di Kabupaten Garut, Jawa Barat, kini sedang dalam sorotan karena diduga melakukan tindakan pelecehan seksual terhadap salah satu pasiennya.

    Aksinya terungkap melalui rekaman CCTV yang belakangan ini menjadi viral di media sosial. Video yang di-posting oleh akun Instagram @ppdsgramm pada Senin (15/4/2025), menunjukkan dokter pria yang diyakini berinisial MSF sedang melakukan pemeriksaan terhadap seorang pasien perempuan yang terbaring di ranjang pemeriksaan.

    Rekaman tersebut menunjukkan pemeriksaan awal dilakukan menggunakan alat ultrasonografi (USG). Namun, yang membuat video ini sangat mencolok adalah saat kamera merekam, terlihat jelas tangan kiri dokter tersebut perlahan-lahan berpindah dan menyentuh area payudara pasien.

    Tindakan itu lantas memicu beragam reaksi dari warganet, yang mulai mencurigai adanya pelecehan seksual yang dilakukan oleh dokter tersebut. Isu ini menimbulkan perhatian publik dan menyoroti pentingnya perlindungan pasien dari setiap bentuk kekerasan dan pelecehan di ruang praktik medis.

    Berikut ini tiga bentuk pelecehan seksual yang wajib Anda ketahui agar tidak menjadi korban.

    Bentuk Pelecehan Seksual

    1. Pelecehan verbal (catcalling)

    Pelecehan verbal, yang sering dikenal sebagai catcalling, merujuk pada tindakan berbicara dengan cara yang merendahkan atau mengobjektifikasi individu, biasanya perempuan.

    Tindakan ini sering dilakukan di tempat umum, seperti jalan, angkutan umum, atau lokasi-lokasi dengan kerumunan orang. Contoh dari pelecehan verbal, termasuk memberikan komentar seksual, menggoda, atau membuat suara-suara yang menyinggung.

    Dampak dari catcalling tidak dapat diremehkan. Hal ini bisa menciptakan rasa tidak aman yang mendalam pada perempuan dan menghalangi mereka untuk merasa nyaman di ruang publik. Catcalling sering dianggap sebagai bagian dari budaya patriarki yang lebih besar, yang mana pria merasa memiliki hak untuk mengomentari tubuh perempuan tanpa konsekuensi.

    Hal ini juga mencerminkan ketidaksetaraan gender, menciptakan atmosfer saat wanita tidak memiliki kendali atas bagaimana mereka dipahami atau dilihat.

    2. Pelecehan nonverbal

    Pelecehan nonverbal mencakup berbagai tindakan yang dapat mengkomunikasikan agresi atau ketidaknyamanan tanpa menggunakan kata-kata. Hal tersebut termasuk tetapi tidak terbatas pada perilaku, seperti menatap dengan cara yang mengganggu, memberikan isyarat seksual, menunjukkan gambar atau konten seksual secara langsung, serta menggunakan gaya tubuh yang sugestif dan mengancam.

    Dalam dunia digital, pelecehan nonverbal juga bisa terjadi melalui media sosial, yang mana individu dapat mengirimkan gambar atau pesan yang mengandung konten seksual atau menyakiti secara emosional.

    Bentuk pelecehan ini sangat berbahaya karena sering kali sulit untuk dibuktikan dan dapat meninggalkan dampak psikologis yang mendalam pada korban, termasuk kecemasan dan rasa butuh akan isolasi dari situasi sosial.

    3. Pelecehan fisik

    Pelecehan fisik adalah bentuk paling jelas dari pelecehan seksual yang melibatkan sentuhan atau tindakan fisik yang tidak diinginkan. Hal itu dapat bervariasi dari pelukan yang tidak diinginkan sampai tindakan yang lebih ekstrem seperti pencabulan atau pemerkosaan.

    Bentuk pelecehan ini biasanya dilakukan dengan cara memanfaatkan kekuatan fisik atau situasi saat korban tidak dapat melawan. Pelecehan fisik memiliki konsekuensi yang sangat merusak bagi korban, baik secara fisik maupun emosional.

    Korban sering kali mengalami trauma, sulit untuk kembali ke situasi sosial seperti semula, dan mengalami masalah kepercayaan yang serius dalam hubungan interpersonal.

    Selain itu, korban pelecehan fisik sering kali merasa terjebak dan tidak memiliki tempat untuk berbalik atau melapor kepada pihak berwenang. Hal ini diperburuk oleh kurangnya dukungan sistemik dalam penanganan kasus kekerasan seksual.

    Dalam menghadapi isu pelecehan seksual, penting bagi masyarakat untuk lebih peka dan mendidik dirinya sendiri mengenai berbagai bentuk pelanggaran yang ada.

    Menangani pelecehan seksual, seperti verbal, nonverbal, dan fisik secara bersamaan akan membantu menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi semua individu, serta mendorong norma sosial yang menghargai dan melindungi hak asasi manusia.

  • Korban dan Pelaku Pelecehan Seksual di Stasiun Tanah Abang Sepakat Damai, Kasus Langsung Dihentikan – Halaman all

    Korban dan Pelaku Pelecehan Seksual di Stasiun Tanah Abang Sepakat Damai, Kasus Langsung Dihentikan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pria inisial HU (29), warga Majalengka, Jawa Barat, diamankan Polres Metro Jakarta Pusat.

    HU ditangkap setelah dilaporkan melakukan tindakan pelecehan seksual terhadap perempuan berinisial RD (29) di kawasan Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat. 

    Peristiwa tersebut terjadi pada 2 April 2025 sekitar pukul 19.30 WIB hingga viral di media sosial.

    Kepala Satuan Reskrim Polres Metro Jakarta Pusat AKBP Muhammad Firdaus mengatakan​ kejadian bermula ketika korban dan pelaku naik KRL yang sama relasi Parung Panjang – Tanah Abang.

    Setibanya di Stasiun Tanah Abang, suasana penumpang yang padat dimanfaatkan pelaku untuk melakukan tindakan cabul.

    “Pelaku mengaku hasrat seksualnya meningkat setelah melihat korban yang mengenakan pakaian ketat dan berpostur tubuh bagus,” kata Firdaus, Rabu (16/4/2025).

    Di tengah kerumunan penumpang KRL, pelaku kemudian membuka resleting celana dan melakukan onani.

    Pelaku kemudian mengarahkan cairan spermanya ke bagian belakang tubuh korban hingga mengenai bokong.

    Korban yang sempat merasa risih dan curiga baru menyadari ada cairan asing menempel setelah keluar dari stasiun.

    Trauma atas kejadian itu mendorong korban untuk melapor ke Polres Metro Jakarta Pusat.

    Setelah menerima laporan, tim gabungan dari Polres Metro Jakarta Pusat, Polsek Metro Gambir, dan petugas keamanan KAI bertindak cepat dan mengamankan pelaku.

    Pelaku mengakui perbuatannya dilakukan sadar tanpa pengaruh minuman alkohol atau gangguan jiwa.

    Penyidik menjerat pelaku dengan Pasal 5 Undang-undang RI Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan Pasal 281 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal dua tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp10 juta.

    Meski begitu, perkara hukum ini dihentikan karena pelapor dan terlapor sepakat berdamai. 

    Korban telah mencabut pengaduan, dan pelaku minta maaf dalam musyawarah kekeluargaan yang difasilitasi kepolisian.

    “Kami tetap menegaskan kejadian seperti ini tidak bisa ditoleransi, meski korban dan pelaku berdamai,” kata Firdaus.

     

  • Kaget Payudara dan Alat Vital Dipegang, Gadis di Ngawi Jatuh dari Motor, Terseret 10 Meter

    Kaget Payudara dan Alat Vital Dipegang, Gadis di Ngawi Jatuh dari Motor, Terseret 10 Meter

    Ngawi (beritajatim.com) – Peristiwa memilukan menimpa seorang gadis berusia 15 tahun di Ngawi, Jawa Timur. Korban, yang diketahui berinisial NE, menjadi korban aksi begal payudara yang disertai dengan pelecehan seksual di jalan raya. Kejadian tragis ini terjadi pada Selasa (15/4/2025) sore, sekitar pukul 14.30 WIB, di jalan raya masuk Desa Sambiroto, Kecamatan Padas, Kabupaten Ngawi.

    Berdasarkan rekaman CCTV yang beredar, korban yang mengendarai sepeda motor seorang diri tiba-tiba dipepet oleh seorang pengendara motor lain. Pelaku yang mengendarai sepeda motor Honda Vario berwarna putih itu kemudian melakukan tindakan tidak senonoh dengan memegang payudara dan kemaluan korban. Akibatnya, korban kehilangan keseimbangan dan terjatuh dari sepeda motornya hingga terseret sejauh 10 meter.

    Warga sekitar yang mendengar suara benturan langsung berhamburan keluar rumah dan mendapati korban tergeletak di jalan dengan luka-luka di bagian wajah, kepala, dan kaki. “Dari depan terdengar suara brak gitu terus saya keluar korban sudah terjatuh saya tolong katanya takut dipegang payudaranya sama laki laki pengendara motor lain/ korban terserat sejauh 10 meter/ luka luka,” kata Supriati, salah seorang warga yang menolong korban.

    Ibu korban, Sunarsih, yang saat kejadian sedang berada di tempat kerjanya, mengaku syok saat mendengar kabar buruk yang menimpa putrinya. “Yang jemput saya bilang anak ibu dirumah saya terus saya tanya apa anak saya kecelakaan sampai di lokasi anak saya sudah dikerumunin orang banyak kondisinya luka luka/ bilang terjatuh akibat ketakutan dipegang payudara dan kemaluannya oleh laki laki tidak dikenal,” ujarnya dengan nada sedih.

    Terungkap bahwa pelaku telah membuntuti korban sejak dari Desa Dero, Kecamatan Bringin, Kabupaten Ngawi. Korban yang merupakan siswi kelas 9 SMP Negeri Bringin itu hendak menjemput ibunya di perempatan jalan Desa Kedungprahu, Kecamatan Padas, Kabupaten Ngawi. Namun nahas, di tengah perjalanan, ia menjadi korban kejahatan seksual yang mengerikan.

    Didampingi oleh ayahnya, pada Rabu (16/4/2025) siang, korban melaporkan kejadian ini ke Kantor Polsek Padas, Ngawi. Mengingat korban masih di bawah umur, kasus ini kemudian dilimpahkan penanganannya ke Kantor Polres Ngawi. Polisi juga mengamankan barang bukti berupa sepeda motor dan pakaian yang dikenakan korban saat kejadian untuk proses penyelidikan lebih lanjut. [fiq/but]

  • Merasa Janggal, Pihak Korban Pelecehan Eks Rektor Universitas Pancasila Datangi Propam Polri – Halaman all

    Merasa Janggal, Pihak Korban Pelecehan Eks Rektor Universitas Pancasila Datangi Propam Polri – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan mantan Rektor Universitas Pancasila (UP), Edie Toet Hendratno, memasuki babak baru yang penuh ketegangan. Pihak korban, melalui dua pengacaranya, Amanda Manthovani dan Yansen Ohoirat, mendatangi kantor Divisi Propam Polri di Jakarta pada Rabu (16/4/2025).

    Mereka menyampaikan kekecewaan terhadap jalannya penyidikan kasus ini di Polda Metro Jaya yang dirasa janggal dan penuh pelanggaran prosedur.

    Kasus yang telah berjalan lebih dari satu tahun ini, tanpa perkembangan yang signifikan, semakin mencuatkan kejanggalan.

    Pihak korban merasa penyidikan yang dilakukan Polda Metro Jaya tidak sesuai dengan prosedur yang semestinya, dan lebih parahnya, belum ada satu pun tersangka yang ditetapkan.

    Oleh karena itu, mereka meminta pihak Divisi Propam Polri untuk memberikan asistensi dan pengawasan penanganan kasus ini agar tidak terjadi penyelewengan.

    “Kami minta Propam Polri melakukan pengawasan terhadap laporan kami di Polda Metro Jaya, karena tingkatannya kan lebih tinggi,“ kata Yansen kepada wartawan.

    Permintaan asistensi ini setelah pihak korban menemukan kejanggalan dan pelanggaran syarat formil oleh penyidik Polda Metro Jaya.

    Salah satunya, soal waktu pemberian Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) pada 25 Juli 2024 kepada korban, padahal SPDP itu terbit sejak 14 Juni 2024.

    Hal ini dinilai tidak berkesesuian dengan Pasal 14 ayat (1) Perkap 6/2019 yang mengatur bahwa SPDP dikirimkan kepada penuntut umum, pelapor, dan terlapor dalam waktu paling lambat tujuh hari setelah diterbitkan surat perintah penyidikan.

    “Ini sudah tidak sesuai dengan kode etik hukum acaranya. Artinya, di sini kita menemui ada syarat-syarat formil yang sudah dilanggar oleh penyidik Polda,” ungkapnya.

    Selain itu, setelah mengadu ke Kompolnas dan Bidang Propam Polda Metro Jaya pada 9 April 2025 lalu, pihaknya melakukan penelusuran berkas di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

    “Kami melakukan penelusuran berkas perkara dan baru kami ketahui, ternyata dalam perkara tersebut terdapat dua SPDP,” tuturnya.

    Selain itu, Yansen juga mempertanyakan sikap penyidik yang dinilai tidak komunikatif. Pasalnya, penyidik ternyata melakukan pemeriksaan saksi dari pihak korban tanpa sepengetahuan dan tanpa pendampingan pengacara.

    “Penyidik lebih suka berkomunikasi dengan klien kami, sehingga ketika kita berkomunikasi dengan penyidik, dia enggan menjawab, penyidik menyampaikan dokumen pun langsung ke rumah atau apartemen klien kami sehingga membuat kami khawatir dan waswas,” ucap Amanda.

    Dalam kasus ini, Edie dilaporkan RZ ke Polda Metro Jaya dengan nomor laporan LP/B/193/I/2024/SPKT/POLDA METRO JAYA pada 12 Januari 2024.

    Selain itu, laporan juga datang dari korban lainnya berinisial DF yang diterima di Bareskrim Polri dengan nomor LP/B/36/I/2024/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 29 Januari 2024. Namun, kini laporan tersebut sudah dilimpahkan ke Polda Metro Jaya.

    Edie Toet sendiri sejauh ini sudah diperiksa sebanyak dua kali sebagai saksi yakni pada Kamis (29/2/2024) dan Selasa (5/4/2024) yang lalu.

    Klaim Kasusnya Dipolitisasi

    Konferensi pers rektor nonaktif Universitas Pancasila, Edie Toet Hendratno, bersama tim kuasa hukumnya menyusul kasus dugaan pelecehan seksual, Kamis (29/2/2024) (Tribunnews/Fahmi Ramadhan)

    Rektor non aktif Universitas Pancasila, Edie Toet Hendratno sempat mengklaim bahwa dugaan pelecehan seksual yang dilaporkan kepada dirinya merupakan bentuk politisasi.

    Adapun hal itu diungkapkan Edie melalui kuasa hukumnya, Faizal Hafied usai menjalani proses pemeriksaan kasus dugaan pelecehan seksual atas korban RF di Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Kamis (29/2/2024).

    Faizal menjelaskan klaim politisasi yang ia maksud lantaran pelaporan itu beririsan dengan adanya pemilihan rektor baru di kampus tersebut.

    “Ini pasti ada politisasi jelang pemilihan rektor sebagaimana sering terjadi di Pilkada dan Pilpres,” kata Faizal kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Kamis (29/2/2024).

    Selain itu, ia pun mengatakan bahwa laporan polisi (LP) yang dilayangkan terhadap kliennya itu tidak akan terjadi jika tak ada proses pemilihan rektor.

    Bahkan menurutnya, kasus yang saat ini terjadi dinilainya sebagai bentuk pembunuhan karakter kliennya.

    “Sekaligus kami mengklarifikasi bahwa semua yang beredar ini adalah berita yang tidak tepat, dan merupakan pembunuhan karakter untuk klien kami,” pungkasnya.
     

  • Saksikan Malam Ini The Prime Show Dokter Mesum, Fenomena Gunung Es? bersama Dhiandra Mugni, Hanya di iNews

    Saksikan Malam Ini The Prime Show Dokter Mesum, Fenomena Gunung Es? bersama Dhiandra Mugni, Hanya di iNews

    loading…

    Saksikan Malam Ini The Prime Show Dokter Mesum, Fenomena Gunung Es? bersama Dhiandra Mugni, Hanya di iNews

    JAKARTA – Dunia medis sedang tidak baik-baik saja. Terbaru, publik digegerkan dengan dugaan pemerkosaan terhadap seorang perempuan berusia 21 tahun, yang tidak lain adalah anak dari seorang pasien yang sedang dirawat di sebuah rumah sakit di Bandung. Pemerkosaan tersebut dilakukan oleh seorang dokter muda, Priguna Anugerah Pratama, dokter residen Program Pendidikan Dokter Spesialis ( PPDS ) dari Universitas Padjadjaran.

    Belum lama kehebohan tersebut, muncul pula kasus lain yang tak kalah mencengangkan. Seorang dokter kandungan berinisial MSF diduga melakukan pelecehan seksual terhadap pasiennya di ruang praktik. Kejadian ini mempertegas bahwa dugaan kekerasan seksual bukan hanya terjadi di ruang privat, tapi juga di ruang yang seharusnya menjadi tempat paling aman dan profesional.

    Kasus ini bukan hanya mengguncang institusi pendidikan kedokteran ternama di Indonesia, tapi juga menimbulkan pertanyaan besar, seberapa aman dunia medis bagi pasien, rekan kerja, hingga tenaga medis sendiri?

    Semua kejadian ini akan dibahas secara mendalam di The Prime Show “Dokter ‘Mesum’, Fenomena Gunung Es?” malam ini bersama Dhiandra Mugni, Pukul 20.00 WIB, hanya di iNews.

    (zik)

  • Cabuli Ibu Hamil saat USG di Garut, Syafril Terancam Kehilangan Gelar Dokter dan Izin Praktik – Halaman all

    Cabuli Ibu Hamil saat USG di Garut, Syafril Terancam Kehilangan Gelar Dokter dan Izin Praktik – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Gubernur Jawa Barat (Jabar), Dedi Mulyadi, buka suara tentang kasus pencabulan yang dilakukan oleh seorang dokter kandungan di Garut, bernama M Syafril Firdaus.

    Syafril menjalankan aksinya ketika melakukan USG terhadap pasiennya yang merupakan ibu hamil di sebuah klinik di Kabupaten Garut, Jabar.

    Menurut Dedi, dokter merupakan profesi yang memiliki kode etik.

    Dedi lantas menegaskan pihaknya mendorong agar dokter tersebut dicabut izin prakteknya, jika terbukti melakukan pelecehan. 

    “Kalau dokter lecehkan pasien, ada kode etiknya, cabut izin dokternya. Cabut izin praktik dokternya, bila perlu perguruan tinggi yang meluluskan dokter itu mencabut gelar dokter,” kata Dedi di Gedung Pakuan, Bandung, Jabar, Selasa (15/4/2025), dilansir TribunJabar.id.

    Selain pencabutan izin praktik, kasus pelecehan oleh dokter terhadap pasien ini harus dibawa ke ranah hukum agar memberikan efek jera terhadap pelaku.

    “Karena dokter itu profesi yang ketika dilantik diambil sumpah profesi. Harus ada tindakan tegas dan tidak bertele-tele. Sementara kasus pelecehannya proses sesuai hukum,” tegas Dedi.

    Ada 2 Korban Melapor

    Syafril bukan sekali itu saja melakukan aksi pencabulan.

    Sejauh ini, ada dua orang yang melapor ke Mapolres Garut dengan mengaku menjadi korban pelecehan seksual dokter obgyn tersebut.

    Pelaku Syafril ditangkap polisi di wilayah Garut pada Selasa (15/4/2025) petang.

    “Belum 24 jam kita sudah amankan diduga pelaku. Saat ini, untuk pelaku ada di ruangan khusus untuk dilakukan pemeriksaan intensif,” ujar Kasatreskrim Polres Garut, AKP Joko Susanto, Selasa, dilansir TribunJabar.id.

    Sementara, terkait korban yang ada di video viral, kata Joko, pihaknya masih melakukan penelusuran.

    “Yang jelas kami amankan untuk diduga pelaku, untuk dokter kita amankan sekarang sedang diperiksa,” ungkap Joko.

    Joko mengatakan penyelidik masih mendalami keterangan-keterangan yang ada guna menentukan langkah hukum berikutnya.

    Mengacu pada Pasal 308 Undang-Undang Kesehatan, apabila seorang dokter atau tenaga medis diduga melakukan tindak pidana dalam menjalankan profesinya, proses hukum tidak dapat langsung dilakukan tanpa terlebih dahulu memperoleh rekomendasi dari Majelis Disiplin Profesi.

    Pihak kepolisian juga telah melakukan koordinasi dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

    Diketahui, dalam waktu dekat, Kemenkes dijadwalkan akan turun langsung ke lokasi untuk menindaklanjuti proses ini.

    “Untuk saat ini pelaku belum bisa dihadirkan karena masih diperiksa. Kita akan rilis kembali,” jelas Joko.

    Sebelumnya, video rekaman CCTV sebuah klinik di Garut yang merekam seorang dokter spesialis kandungan melakukan aksi tak senonoh terhadap pasiennya viral di media sosial.

    Dalam video viral itu, tampak Syafril yang mengenakan baju batik lengan panjang dan celana panjang hitam sedang memeriksa ibu hamil di dalam sebuah ruangan kecil.

    Pasien tersebut tengah melakukan pemeriksaan USG di bagian perut.

    Namun, saat melakukan USG, Syafril justru berbuat hal tak senonoh terhadap pasiennya yang sedang hamil tersebut.

    Terlihat tangan kanan Syafril memegang alat USG, sedangkan tangan kirinya itu masuk ke bagian dalam baju pasien.

    Syafril tampak memasukkan tangan kirinya hingga ke bagian sensitif pasien.

    Pada video itu juga terlihat bahwa sang pasien tidak nyaman atas perilaku Syafril.

    Rekaman video itu diunggah oleh drg. Mirza Mangku Anom, seorang Dokter Spesialis Konservasi Gigi, melalui akun Instagram pribadinya.

    “Ini semua bukti aku punya lengkap lho, rekaman CCTV versi lengkap aku juga punya dan aku selalu kesel ngeliat yang begini-begini,” tulis dokter Mirza dalam unggahannya.

    Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Soroti Kasus Dokter Kandungan Lecehkan Pasien di Garut, Dedi Mulyadi: Cabut Izin Dokternya!

    (Tribunnews.com/Nina Yuniar) (TribunJabar.id/Sidqi Al Ghifari/Nazmi Abdurrahman)

  • Viral Oknum Dokter Mesum di Garut, Ini Cara USG yang Benar

    Viral Oknum Dokter Mesum di Garut, Ini Cara USG yang Benar

    Dugaan pelecehan seksual oleh dokter kandungan di Garut terhadap pasien hamil ramai di media sosial. Dokter Spesialis Kebidanan dan Kedokteran, dr. I Gusti Ayu Sri Darmayani, Sp.OG pun menjelaskan bagaimana tata cara Ultrasonografi (USG) pada pasien hamil yang sesuai dengan etika kedokteran.

  • Enam Siswi Jadi Korban Pelecehan Oknum Guru di Lumajang

    Enam Siswi Jadi Korban Pelecehan Oknum Guru di Lumajang

    Lumajang (beritajatim.com) – Kasus pelecehan yang dilakukan oknum guru ekstrakulikuler di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur sudah memakan banyak korban.

    Informasinya, sudah ada enam siswi yang dilaporkan menjadi korban pelecehan seksual oknum guru ekstrakulikuler tersebut.

    Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Lumajang Nugraha Yudha Mudiarto mengatakan, dari jumlah siswi yang sudah menjadi korban masih ada kemungkinan bisa bertambah.

    Terlebih jika mengingat pelaku merupakan guru yang melatih drumband di 30 sekolah di wilayah Lumajang.

    Belakangan diketahui bahwa mayoritas siswi yang menjadi korban merupakan mayoret drumband.

    “Ini informasi sementara ada enam korban, tapi ini masih kita dalami, rata-rata korbannya mayoret. Sedangkan jumlah lembaga yang diampu pelaku ini ada 30, jadi mungkin masih bisa berkembang,” terangnya, Rabu (16/4/2025).

    Atas tindakan tidak senonoh itu, proses pemanggilan terhadap pelaku diakui sudah dilakukan untuk memberikan keterangan dari adanya laporan tersebut.

    Upaya pemanggilan mengungkapkan bahwa perilaku bejat itu memang benar dilakukan oleh pelaku kepada sejumlah siswi.

    “Jadi, ini pelaku sudah kami panggil untuk dimintai keterangan dan yang bersangkutan mengakui semua perbuatannya,” ungkapnya.

    Sebelumnya diberitakan bahwa seorang siswi kelas I di salah satu SMP di Lumajang berinisial R (14) telah menjadi korban pelecehan seksual.

    Belum diketahui pasti sejauh mana aksi pelecehan itu sudah dilakukan oknum guru cabul tersebut kepada sejumlah siswinya. [has/beq]

  • Kemenkes Beri Sanksi Keras Dokter Obgyn di Garut yang Lecehkan Pasien saat USG

    Kemenkes Beri Sanksi Keras Dokter Obgyn di Garut yang Lecehkan Pasien saat USG

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengecam keras tindakan dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oknum tenaga medis di Garut, Jawa Barat. Saat ini pihaknya tengah melakukan pemeriksaan menyeluruh atas kasus tersebut, dengan berkoordinasi secara aktif bersama berbagai pihak terkait, termasuk organisasi profesi, fasilitas pelayanan kesehatan, dan aparat penegak hukum.

    “Peristiwa ini mencederai nilai-nilai luhur profesi kedokteran dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap tenaga medis dan pelayanan kesehatan,” ucap Kepala Biro Komunikasi Kemenkes RI Aji Muhawarman dalam keterangan resminya, Rabu (16/4/2025).

    Kemenkes juga menyebut telah mengirimkan surat ke Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) untuk meminta pencabutan Surat Tanda Registrasi (STR) yang otomatis akan menggugurkan Surat Izin Praktik (SIP) ⁠dokter yang bersangkutan.

    “Apabila dari hasil investigasi ditemukan pelanggaran etik dan disiplin profesi, KKI akan memberikan sanksi tegas berupa pencabutan sementara STR tenaga medis yang bersangkutan. Kementerian Kesehatan juga akan merekomendasikan kepada dinas kesehatan setempat untuk mencabut SIP pelaku,” tegas Aji.

    Sebelumnya viral dokter kandungan yang melakukan pelecehan kepada pasien saat melakukan tindakan USG di salah satu klinik Garut. Dalam rekaman CCTV, tampak dokter tengah melakukan tindakan USG kepada ibu hamil.

    Narasi yang juga ramai disorot adalah modus dokter obgyn menawarkan pasien USG gratis via kontak pribadi, sehingga tidak perlu melewati proses administrasi sesampai di klinik. Aksi pelecehan ini juga disebut-sebut dilakukan saat tidak ada pendamping bidan maupun tenaga kesehatan lain.

    (kna/naf)

  • Tampang Kusam Pria Pelaku Pelecehan Seksual Wanita di Stasiun Tanah Abang

    Tampang Kusam Pria Pelaku Pelecehan Seksual Wanita di Stasiun Tanah Abang

    JAKARTA – KAI Commuter berhasil mengamankan pelaku pelecehan seksual di eskalator Stasiun Tanah Abang yang beraksi pada layanan Commuter Line di Stasiun Tanah Abang pada Rabu, 2 April lalu. 

    Aksi si pria berwajah kusam ini pertama kali diinformasikan akun Instagram @indra_papsky diunggah pada 2 April. Akun tersebut menjelaskan ada seorang wanita yang menceritakan pelecehan seksual.

    “Dalam kasus terkini di Stasiun Tanah Abang, kami menindaklanjuti lewat penanganan dan pengungkapan pelaku, juga menemukan dan menyerahkan pelaku kepada kepolisian,” kata VP Corporate Secretary KAI Commuter, Joni Martinus dalam keterangannya, Antara, Rabu, 16 April. 

    Joni menjelaskan pengungkapan kasus ini tidak lepas dari sistem CCTV Analytic yang sudah terpasang di semua Stasiun Commuter Line dan kesigapan petugas KAI Commuter, sekaligus membuktikan keberpihakan kepada korban.

    “Penangkapan bermula dari rekaman tersangka pelaku yang sudah dimasukkan ke dalam database sistem CCTV Analytic, yang terdeteksi saat masuk ke area stasiun dan hal tersebut langsung ditindaklanjuti oleh petugas terkait,” katanya.

    Kemudian petugas pengamanan mengamankan tersangka di dalam Commuter Line No.1759 relasi Rangkasbitung – Tanah Abang, Senin, 14 April sekitar pukul 17.05 WIB.

    Tersangka dibawa ke Pos Keamanan Stasiun Tanah Abang untuk dilakukan pemeriksaan awal dan dimintakan keterangannya.

    “Tersangka mengakui perbuatannya, dan kami serahkan ke pihak Kepolisian Polres Metro Jakarta Pusat untuk ditindaklanjuti sesuai prosedur hukum,” katanya.

    Di samping itu, Joni menegaskan KAI Commuter akan memasukkan pelaku pelecehan tersebut ke dalam daftar hitam (blacklist).

    “Dengan langkah ini, pelaku tak bisa lagi menggunakan Commuter Line untuk mencegah terulang kejadian serupa ke depannya,” katanya.

    Tak hanya itu, KAI Commuter juga telah melakukan pendampingan kepada pihak korban baik secara psikologis maupun proses hukumnya.